You are on page 1of 12

Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum

Volume 2, Nomor 3, Tahun 2020, halaman 331-342 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

Research Article

Perlindungan Hukum Terhadap Anak yang Berhadapan dengan Hukum Melalui


Implementasi Diversi di Indonesia

Mahendra Ridwanul Ghoni1*, P.Pujiyono2


1Program Studi Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro
2Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

*mhdrigo@gmail.com

ABSTRACT

One of the efforts to prevent children who are dealing with the current law in criminal court is through the
implementation of the Juvenile Criminal Justice System (SPPA). The purpose of organizing the criminal justice
system is not only to impose criminal sanctions, but to focus more on the responsibility of perpetrators of
crime, which is commonly referred to as the restorative justice approach. The purpose of restorative justice is
for the welfare of the child concerned, without prejudice to the interests of the victims and the community. This
paper discusses legal protection for childrens in juvenile delinquencies through the implementation of diversion
This research uses normative or doctrinal legal research. The results of the study show that, in principle, Law
concerning the Juvenile Criminal Justice System has set the transfer effort and restorative justice approach in
resolving cases of children in conflict with the law. the role of diversion as an effort to protect the right of
childrens in juvenile delinquencies problem . When a child is confronted with a formal criminal justice process,
it is certain that the child will lose his freedom. By being transferred, the freedom of children is guaranteed, and
deprivation of liberty against them can be avoided. Diversion becomes a very meaningful effort to provide
protection for children who are in conflict with the law in order to fulfill the basic rights of children.

Keywords: Diversion; Child Protection; Juvenile Criminal Justice System.

ABSTRAK

Saat ini salah satu upaya pencegahan anak-anak yang berhadapan dengan hukum melalui proses peradilan
formal adalah melalui penerapan Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Tujuan pengorganisasian sistem
peradilan pidana tidak hanya untuk menjatuhkan sanksi pidana, tetapi untuk lebih fokus pada
pertanggungjawaban pelaku kejahatan, yang disebut pendekatan keadilan restoratif. Tujuan keadilan
restoratif adalah untuk kesejahteraan anak yang bersangkutan, tanpa mengurangi kepentingan para korban
dan masyarakat. Tulisan ini membahas perlindungan hukum terhadap anak yang berhadapan dengan hukum
melalui implementasi diversi. Penelitian ini menggunakan metoda penelitian hukum normatif atau doktrinal.
Hasil Penelitian menunjukan bahwa Undang-Undang tentang Sistem Peradilan Pidana Anak telah mengatur
upaya pengalihan dan pendekatan keadilan restoratif dalam menyelesaikan kasus-kasus anak yang berkonflik
dengan hukum. Peranan diversi sebagai upaya perlindungan hak atas perlindungan hak-hak anak diharapkan
dapat menyelesaikan permasalahan anak yang berhadapan dengan hukum. Pada saat anak berhadapan
dengan proses peradilan pidana formal, maka dapat dipastikan anak akan kehilangan kebebasannya. Dengan
dialihkan, maka kebebasan anak tetap terjamin, dan perampasan kemerdekaan terhadap mereka dapat
dihindari. Diversi (pengalihan) menjadi suatu upaya yang sangat berarti untuk memberikan perlindungan bagi
anak yang berhadapan dengan hukum agar dapat memenuhi hak-hak dasar anak.

Kata Kunci: Diversi; Perlindungan Anak; Sistem Peradilan Pidana Anak.


331
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 2, Nomor 3, Tahun 2020, halaman 331-342 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

A. PENDAHULUAN semua hak dihormati dan diakui tanpa diskriminasi


Salah satu elemen utama dari negara hukum (May, Osmond dan Billick 2014). Masa kanak-kanak,
adalah kesetaraan di depan hukum. Pasal 27 ayat (1) menabur benih, meletakkan tumpukan, meletakkan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia fondasi yang dapat disebut, juga merupakan periode
Tahun 1945 menyatakan: Semua warga negara karakter, kepribadian dan karakter. Mereka bertujuan
memiliki kedudukan yang sama dalam hukum dan untuk mendapatkan kekuatan dan kemampuan dan
pemerintahan dan mendukung hukum dan berdiri teguh dalam kehidupan (Burfeind, & Bartusch
pemerintahan ini tanpa kecuali. Ketika diberi status 2015).
yang sama di depan hukum dan pemerintah, setiap Salah satu upaya pencegahan dan
warga negara yang ditemukan telah melanggar pencegahan anak-anak yang berhadapan dengan
hukum yang berlaku akan dihukum atas tindakan hukum saat ini melalui penerapan Sistem Peradilan
yang dilakukan. Dapat dikatakan bahwa hukum tidak Pidana Anak (SPPA). Tujuan pengorganisasian
melihat siapa pejabat, warga sipil dan militer. Jika dia sistem peradilan pidana tidak hanya untuk
melanggar hukum, dia akan dihukum karena menjatuhkan sanksi pidana, tetapi untuk lebih fokus
perbuatannya. Namun, ada ide khusus dalam hukum pada pertanggungjawaban pelaku kejahatan, yang
untuk diterapkan pada anak-anak. Ada pendekatan biasa disebut dengan pendekatan keadilan restoratif.
khusus yang diambil semata-mata untuk keuntungan Tujuan keadilan restoratif adalah untuk
dan kesejahteraan anak (Bouffard, Cooper & kesejahteraan anak yang bersangkutan, tanpa
Bergseth 2016). mengurangi kepentingan para korban dan
Anak-anak adalah bagian dari generasi muda masyarakat.
dan merupakan salah satu sumber daya manusia Dalam konteks Indonesia, Undang-Undang
yang memainkan peran strategis di masa depan Nomor 11 Tahun 2012 tentang SPPA yang mulai
perjuangan bangsa, potensi dan cita-citanya yang berlaku pada Juli 2014 telah memiliki kekuatan
berkelanjutan. Selain itu, ia memiliki fitur khusus yang hukum permanen untuk diterapkan setelah
menjamin keberlanjutan bangsa dan negara di masa diratifikasi. Dalam undang-undang sebagaimana
depan. Setiap anak akan dapat mengambil tanggung dimaksud dalam Pasal 6 sampai Pasal 15 ada
jawab. Oleh karena itu, anak-anak harus memiliki ketentuan pengalihan yang merupakan pembaruan
kesempatan seluas-luasnya untuk tumbuh dan dalam sistem peradilan pidana anak. Diversion
berkembang secara optimal, baik secara fisik adalah tindakan atau perlakuan yang memindahkan
maupun mental, serta sosial dan moral. Perlindungan kasus dari proses formal ke informal, atau
juga harus diberikan untuk meningkatkan mengeluarkan pelaku anak dari pengadilan formal.
kesejahteraan anak-anak dengan memastikan bahwa (Davies, & Robson 2016) Ini berarti bahwa tidak

332
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 2, Nomor 3, Tahun 2020, halaman 331-342 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

semua masalah anak yang bertentangan dengan pelajari sehingga cenderung membawa pengaruh
hukum harus diselesaikan melalui sistem peradilan negatif kedalam dirinya.
formal dan memberikan solusi alternatif dengan Sejauh penelusuran penulis ada beberapa
menggunakan pendekatan keadilan restoratif untuk artikel yang terkait dengan tulisan ini. Beberapa
kepentingan terbaik anak dan mempertimbangkan artikel yang menjadi acuan untuk penulisan artikel ini
keadilan bagi para korban dan masyarakat (Siegel, & adalah artikel penelitian yang mengulas tentang
Welsh 2014). salah satu upaya untuk mencegah dan mengatasi
Di Indonesia, perlindungan terhadap hak-hak anak yang berkonflik dengan hukum adalah melalui
anak telah diakomodir dalam Pasal 28 B ayat (2) sistem peradilan pidana anak. Hal ini diharapkan
Undang-Undang Dasar 1945 yang berisi: “Setiap dapat memberikan perlindungan maksimal bagi
anak berhak atas keberlangsungan hidup, tumbuh kepentingan anak-anak yang harus hidup sebagai
dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kepentingan terbaik untuk kelangsungan hidup umat
kekerasaan dan diskriminasi.” Selanjutnya, manusia (Wahyudi 2009). Artikel berikutnya
perlindungan hukum terhadap hak-hak anak lebih membahas tentang tujuan pengorganisasian sistem
rinci dapat ditemui di berbagai peraturan perundang- peradilan anak bukan hanya untuk menjatuhkan
undangan seperti yang tertuang dalam Keputusan sanksi pidana kepada para pelaku. Namun, lebih
Presiden Nomor 36 Tahun 1990 pada tanggal 25 fokus pada premis bahwa pengenaan sanksi sebagai
Agustus 1990 yang merupakan ratifikasi dari sarana mendukung dan mewujudkan kesejahteraan
Konvensi PBB Konvensi tentang Hak-Hak Anak anak-anak yang melakukan kejahatan (Shoemaker,
(Convention on the Rights of the Child), Undang- 2017). Artikel selanjutnya membahas mengenai
Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan penanganan kasus anak yang bertentangan dengan
Anak dan UndangUndang Nomor 23 Tahun 2002 hukum (ABH) harus dibedakan dari penanganan
tentang Perlindungan Anak (Nashriana, 2001) kepada orang dewasa. Harus ada pendekatan
Mengenai prinsip perlindungan khusus khusus dalam menyelesaikan kasus-kasus anak
terhadap anak yang berhadapan dengan hukum yang melanggar hukum, dan terutama menggunakan
yang tertuang dalam Konvensi Hak-Hak Anak telah pendekatan berbasis restoratif atau pemulihan. Oleh
diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 karena itu, adanya hak layak hidup anak
tentang Pengadilan Anak. Hal ini terdapat pada poin sebagaimana dalam regulasi yang ada yang
menimbang yang pada prinsipnya menjelaskan dikaitkan dengan fenomena perkembangan
tentang penyelenggarakan pengadilan bagi anak permasalahan yang menimpa terhadap anak,
perlu dilakukan secara khusus, mengingat anak penelitian ini dianggap penting untuk mengkaji lebih
memiliki keterbatasan dalam memahami apa yang ia jauh lagi, bagaimana pelaksanaan yang ideal

333
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 2, Nomor 3, Tahun 2020, halaman 331-342 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

penerapan diversi terhadap anak yang berhadapan Berdasarkan artikel-artikel tersebut peneliti
dengan hukum (Petrosino et.al, 2013). belum menemukan kajian mengenai klausul yang
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Kathleen cukup progresif untuk melindungi hak anak, yaitu
Daly hanya menyebutkan mengenai musyawarah klausul mengenai diversi, dimana diversi merupakan
dalam penyelesaian kasus yang melibatkan Anak penyelesaian perkara anak diluar jalur pengadilan
yang berhadapan dengan hukum tanpa memberikan yang bertujuan untuk melindungi hak anak dan juga
solusi lebih lanjut apabila ABH memiliki kendala demi tewujudnya restorative justice pada anak. Pada
dalam proses musyawarah tersebut (Daly, 2002). artikel ini, bermaksud untuk menjawantahkan
Kemudian, lingkungan yang ingin mempraktikkan perwujudan perlidungan hak anak, melalui
keadilan restoratif mulai dengan mengidentifikasi implementasi diversi yang termaktub dalam Undang-
prinsip restoratif. Prinsip restoratif didasarkan pada Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem
filosofi keadilan restoratif dan dapat disesuaikan Peradilan Pidana Anak atau lebih dikenal dengan UU
dengan lingkungan di mana mereka diterapkan. Hal SPPA. Namun, dengan adanya peraturan tersebut,
ini tidak bisa semena mena diterapkan sebagaimana apakah pengaturan dan implementasi diversi ini
yang dikatakan dalam penelitian oleh Brownstein sudah memenuhi dan melindungi hak-hak anak jika
yang mengatakan bahwa praktik disiplin hukuman ditinjau dari UUD 1945, Konvensi Hak Anak, dan juga
paling kuat mempengaruhi ras dan etnis minoritas peraturan lain yang terkait dengan perlindungan
yang dihukum lebih sering dan lebih berat daripada anak? Maka dari itu, perlu ditinjau bagaimana peran
rekan-rekan mereka yang bukan minoritas. negara dalam memenuhi Hak Asasi Manusia,
(Brownstein, 2010) khususnya hak anak yang diwujudkan dengan
Kemudian, dalam penelitian yang dilakukan mekanisme diversi ini.
oleh Artinopolou menjelaskan bahwa sistem Sementara artikel yang dibahas penulis
peradilan pidana (SPP) adalah struktur kekuasaan menekankan pada pelaksanaan diversi yang utuh
yang sah dan de jure. Baik teori kontrak sosial dan konkrit sebagai upaya perlindungan anak yang
maupun konflik, sepakat bahwa kekuasaan adalah bermasalah dengan hukum. Berdasarkan latar
elemen yang melekat, korporat, dan fundamental belakang tersebut, maka perlu dibahas lebih
dalam sistem peradilan pidana.oleh karena itu harus lanjut mengenai bagaimana perlindungan hukum
dihindarkan dari anak sebagai upaya perlindungan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum
hukum, tidak seperti penelitian yang sebelumnya melalui implementasi diversi di Indonesia.
yang hanya menetapkan SPP sebagai jalan terakhir
untuk menyelesaikan kasus pidana (Artinopoulou,
2016)

334
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 2, Nomor 3, Tahun 2020, halaman 331-342 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

B. METODE PENELITIAN C. HASIL DAN PEMBAHASAN


Penelitian ini menggunakan metode penelitian 1. Peran Negara Dalam Pemenuhan Hak Anak
hukum normatif atau doktrinal. Penelitian hukum Melalui Mekanisme Diversi Sebagai Wujud
normatif dimaksud untuk mengkaji serta menelaah Perlindungan Hukum Terhadap Anak yang
norma-norma hukum dalam Undang-Undang Nomor Berhadapan dengan Hukum
11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Baru pada tahun 2012 Indonesia membuat
Anak serta peraturan perundang-undangan lain yang proses penyelesaian kenakalan remaja terbuka yaitu
ada kaitannya dengan penerapan Diversi sebagai dengan menerapkan diversi dimana kedua belah
upaya perlindungan terhadap anak yang berhapan pihak antara korban dan pelaku dapat menyelesaikan
dengan hukum seperti yang tercantum dalam permasalahan melalui musyawarah mufakat yang
Konvensi Hak Anak dan The Beijing Rules. Objek difasilitasi langsung oleh penegak hukum sesuai
penelitian dalaam penulisan artikel ini adalah dengan tingkatan diversi yang sedang dijalankan.
bagaimana diterapkannya diversi melalui Undang- Menurut UU SPPA, provokasi bertujuan untuk
Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem mendamaikan para korban dan anak-anak,
Peradilan Pidana Anak sebagai wujud perlindungan menyelesaikan kasus di luar pengadilan, mencegah
hukum bagi anak yang berhadapan dengan hukum. anak-anak dari dipenjara, mendorong partisipasi
Sumber informasi hukum menggunakan bahan masyarakat, dan menanamkan rasa tanggung jawab
hukum primer (peraturan dan dokumen relevan) pada anak-anak.
untuk selanjutnya dilakukan analisis secara kualitatif. Peran penting diversi (pengalihan) sangat
Pendekatan yang digunakan adalah perundang- dirasakan utamanya dalam memberikan
undangan, konseptual, analisis dan perbandingan perlindungan terhadap hak-hak asasi anak. Saat
hukum dalam membantu pemecahan rumusan anak melakukan tindak pidana, maka harus ada
masalah. penyelesaian. Penyelesaian perkara melalui jalur
Sumber data penelitian ini, terdiri dari bahan peradilan pidana formal, mempunyai dampak buruk
hukum primer, bahan hukum sekunder untuk dalam perkembangan anak sebagaimana telah
dilanjutkan dengan menganalisis secara dijelaskan sebelumnya. Menurut Harefa dalam buku
keseluruhan, terhadap peraturan perundang- kapita Selekta Hukum Pidana Anak sejak saat
undangan, literatur, data, dan beberapa dokumen penyelidikan/penyidikan di kepolisian hak-hak anak
yang terkait, serta bahan hukum tersier untuk berpotensi dilanggar. Berlanjut pada tahap
menjelaskan dan membantu dalam menganalisis penuntutan oleh penuntut umum hingga sidang di
bahan hukum primer maupun sekunder. pengadilan. Pada sidang di pengadilan anak
berpeluang besar dijatuhi sanksi pidana atau sanksi

335
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 2, Nomor 3, Tahun 2020, halaman 331-342 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

tindakan. Bahkan dampak buruk berlanjut disaat Kedua, peranan diversi sebagai upaya
anak berada di lembaga pemasyarakatan. Sekolah perlindungan hak untuk berkembang (development).
kejahatan dan stigmatisasi berpotensi didapatkan Berkembang dalam arti yang lebih luas seperti
anak. Oleh sebab itu, menempatkan anak dalam mendapatkan pendidikan, pengajaran, informasi, dan
proses peradilan pidana formal harus dihindari, sebagainya. Proses peradilan pidana formal memberi
karena melanggar hak-hak asasi anak (Harefa, 2016) kewenangan bagi penegak hukum untuk melakukan
Penyelesaian perkara pidana anak melalui penangkapan dan penahanan. Penangkapan,
jalur diversi, dilakukan dengan penuh nilai-nilai penahanan anak, akan mengganggu sekolah, dan
kekeluargaan. Oleh sebab itu, diversi akan kesempatan lainnya untuk belajar misalnya kursus
menjauhkan anak dari dampak-dampak buruk yang atau les pelajaran di luar jam sekolah. Diversi
dapat menyebabkan terganggunya perkembangan (pengalihan) menjadi suatu upaya yang sangat
dan masa depan anak. Diversi kiranya lebih berarti untuk menghindarkan anak dari tindakan yang
memperhatikan hak-hak asasi anak. Adapun 4 menghambat perkembangan anak.
(empat) cakupan hak asasi (hak dasar) anak, yang Ketiga, peranan diversi sebagai upaya
dirumuskan di dalam Convention on the Rights of the perlindungan hak atas perlindungan (protection).
Child (Farid, 2003) (Konvensi Hak-Hak Anak) yaitu : Pada saat anak berhadapan dengan proses
hak atas kelangsungan hidup (survival), hak untuk peradilan pidana formal, maka dapat dipastikan anak
berkembang (development), hak atas perlindungan akan kehilangan kebebasannya. Dengan dialihkan,
(protection) dan hak untuk berpartisipasi dalam maka kebebasan anak tetap terjamin, dan
kehidupan masyarakat (participation). perampasan kemerdekaan terhadap mereka dapat
Pertama, peranan diversi sebagai upaya dihindari. Diversi (pengalihan) menjadi suatu upaya
perlindungan hak kelangsungan hidup (survival). yang sangat berarti untuk memberikan perlindungan
Tindakan penyelidikan/ penyidikan, penuntutan, (protection) bagi anak.
pemeriksaan di pengadilan, bahkan di lembaga Keempat, peranan diversi sebagai upaya
pemasyarakatan anak, tentunya akan mengganggu perlindungan hak untuk berpartisipasi dalam
kelangsungan hidup anak. Tindakan dan perilaku kehidupan masyarakat (participation). Partisipasi
aparat dengan menginterogasi, menyelidik, yang dimaksud dalam berbagai hal, misalnya dalam
investigasi sangat melekat dalam pikiran anak. Hal ini bergaul, berinteraksi, mengeluarkan pendapat dalam
sangat mengganggu kelangsungan hidupnya. Diversi lingkungan sosialnya. Dengan menjalani proses
(pengalihan) menjadi suatu upaya yang sangat peradilan pidana (tanpa diversi), kesempatan anak
berarti untuk menghindarkan anak dari tindakan yang berinteraksi, bergaul dengan masyarakat akan
melanggar hak kelangsungan hidup anak. terganggu. Adanya diversi, akan mendorong

336
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 2, Nomor 3, Tahun 2020, halaman 331-342 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

masyarakat tidak sempat memberikan stigma/ cap Menurut ahli kriminologi kebangsaan Inggris
negatif terhadap anak. Diversi mempunyai peranan Tony F. Marshall, menyatakan bahwa “restorative
penting dalam memberikan perlindungan bagi hak justice is a process whereby all the parties with a
asasi khususnya hak untuk berpartisipasi dalam stake in a particular offence come together to
kehidupan masyarakat (participation). resolver collectively how to deal with the aftermath of
Konsep transformasi sangat sejalan dengan the offence and its implications for the future” (Moris,
semangat keadilan restoratif. Beberapa bahkan & Maxwell, 2001).
secara terbuka menyatakan bahwa salah satu bentuk Berdasarkan defenisi yang dikemukakan oleh
pemulihan adalah provokasi. Keadilan restoratif Tony F. Marshall, menurut Susan Sharpe, ada 5
bermaksud untuk mengubah paradigma berpikir yang (lima) prinsip utama dari restorative justice, yaitu
telah berkembang sejauh ini dalam sistem peradilan (Bowater, 2008) :a. restorative justice mengandung
anak. Namun, selama ini, hukumannya didasarkan partisipasi penuh dan konsensus; b. restorative
pada balas dendam (retributif), (Sambas, 2010). justice berusaha menyembuhkan kerusakan/
Sehingga difokuskan pada pelaku anak saja. kerugian yang ada akibat terjadinya tindakan
Hukuman (pemidanaan) bagi seorang, bukan kejahatan; c. restorative justice memberikan
merupakan balas dendam, tetapi harus merupakan pertanggungjawaban langsung dari pelaku secara
suatu bentuk pendidikan untuk mencegahnya utuh; d. restorative justice mencarikan penyatuan
melakukan kejahatan lagi di masa depan (Hartono, kembali kepada warga masyarakat yang telah
1991). terpisah atau terpecah karena tindakan kriminal; e.
Restorative justice merupakan filsafat, proses, restorative justice memberikan ketahanan kepada
ide, teori dan intervensi yang menekankan masyarakat agar dapat mencegah terjadinya
memperbaiki kerugian yang disebabkan atau tindakan kriminal berikutnya.
diungkapkan oleh perilaku kriminal (Prayitno, 2012) Hal-hal tersebut menjelaskan bahwa dalam
Ini terkait dengan gagasan yang bersifat provokatif, keadilan restoratif, yang diutamakan bukanlah
yang berupaya mengarahkan proses penyelesaian penjatuhan hukuman kepada pelaku pidana,
kasus pidana anak di luar peradilan resmi untuk melainkan bagaimana pelaku dapat bertanggung
merehabilitasi anak-anak terhadap korban dan jawab terhadap perbuatan pidana yang dilakukan.
masyarakat. Dalam model keadilan restoratif, Serta bagaimana korban dapat memperoleh
petugas penegak hukum memfasilitasi pertemuan keadilan. Hingga keadaan dapat pulih seperti
tersangka dengan korban untuk mengembangkan semula.
skema penyelesaian terbaik dan dianggap adil oleh Konsep diversi yang menerapkan nilai-nilai
para pihak yang bersengketa (Gunarto, 2013). keadilan restoratif bukanlah barang baru bagi

337
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 2, Nomor 3, Tahun 2020, halaman 331-342 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

masyarakat Indonesia. Program ini telah banyak menyelesaikan konflik dalam permasalahan
dilakukan oleh kepala desa atau kepala adat, untuk kejahatan yang dilakukan oleh anak.
menyelesaikan konflik yang terjadi antar warga Apa yang dirasakan oleh masyarakat
masyarakat (Marcus). Bila dilihat secara historis tercermin dalam Peraturan Minimum Standar PBB
kultur (budaya), masyarakat Indonesia sangat untuk Administrasi Keadilan Remaja (Resolusi
menjunjung tinggi pendekatan konsensus 40/33), sering disebut The Beijing Rules. Dalam Poin
(musyawarah dan mufakat) (Mushadi, 2007). 6 bagian umum dari resolusi, mengingat berbagai
Soekarno, presiden pertama Indonesia, kebutuhan khusus remaja, serta berbagai tindakan
menyebut musyawarah sebagai salah satu dari tiga yang tersedia, ruang lingkup diskresi yang sesuai
aset asli besar yang ada di Indonesia. Dua lainnya harus diizinkan pada semua tahap proses dan tingkat
adalah gotong royong dan mufakat. Gotong royong administrasi peradilan anak, termasuk investigasi,
dapat secara sederhana didefinisikan sebagai saling penuntutan, ajudikasi dan tindak lanjut disposisi.
membantu dengan bekerja bersama. Istilah Menurut Beijing Rules, kebijaksanaan
musyawarah dan mufakat cenderung diterapkan diizinkan dalam kasus remaja untuk mengalihkan
bersama sebagai satu paket (Magnis-Suseno, 2011). sistem peradilan pidana di semua tahap dan tingkat.
Musyawarah adalah proses negosiasi non- Pengalihan seperti itu dapat dipahami karena remaja
koersif yang melibatkan semua pihak yang memainkan peran yang sangat penting sebagai
berkepentingan (Burns, 2004) Dalam konteks saat generasi penerus mengingat keberlanjutan suatu
ini, semua orang yang terlibat dalam suatu kejahatan, negara. Gagasan ini sesuai dengan Deklarasi Hak
yaitu korban, pelaku, dan juga masyarakat, Anak (Resolusi Majelis Umum PBB 1386), yang
dipengaruhi oleh kejahatan tersebut dan dapat menyatakan bahwa anak-anak akan menikmati
berpartisipasi dalam musyawarah. Mufakat adalah perlindungan khusus, dan akan diberikan
hasil dari proses negosiasi. Mufakat adalah buah dari kesempatan dan fasilitas, secara hukum dan dengan
proses musyawarah dan konsensus bersama dari cara lain, untuk memungkinkan mereka berkembang
kolektif. Musyawarah telah berperan penting dalam secara fisik, mental, moral, spiritual, dan sosial
penyelesaian konflik di Indonesia peran musyawarah secara sehat dan cara normal dan di bawah kondisi
perlahan-lahan telah digantikan oleh sistem kebebasan dan martabat. Dalam pemberlakuan
pengadilan kriminal, terutama untuk kejahatan berat undang-undang untuk tujuan ini, kepentingan terbaik
(tindak pidana berat). Namun, sebagian besar orang anak harus menjadi pertimbangan utama.
Indonesia terus menggunakan musyawarah dalam (Hadisuprapto, 2008)
kehidupan sehari-hari mereka sebagai sarana untuk Berdasarkan gagasan ini, kita harus
menentukan penyelesaian terbaik bagi remaja yang

338
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 2, Nomor 3, Tahun 2020, halaman 331-342 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

berkonflik dengan hukum untuk menciptakan Bentuk-bentuk upaya penyelesaian yang


perlindungan yang melindungi masa depan anak- ditawarkan oleh metode dan pendekatan berbasis
anak. Salah satu metode tersebut adalah apa yang keadilan restoratif di Pengadilan Negeri adalah
kita kenal sebagai keadilan restoratif. sebagai berikut (Ariani, 2014): 1) Mediasi; 2)
Hukum pidana formal, juga disebut hukum Konsiliasi diikuti oleh rekonsiliasi; 3) Restitusi; 4)
acara pidana, adalah hukum yang mengatur Permintaan maaf pelaku; 5) Tindakan penyesalan
bagaimana suatu negara dengan perantara oleh pelaku; 6) Akuntabilitas pelaku; 7) Jaminan dari
peralatannya menggunakan haknya untuk orang tua pelaku untuk masa depan untuk mendidik
menjatuhkan sanksi pidana (Sudarto 2009). Dengan dan mengawasi anak untuk tidak mengulangi
demikian hukum acara peradilan pidana anak adalah tindakannya lagi; 8) Pemulihan kondisi asli korban
peraturan yang mengatur untuk hukum pidana anak dan pelaku; 9) Layanan kepada korban; 10)
abstrak yang diterapkan secara konkret (Djamil, Pemulihan pelaku melalui elemen komunitas, yang
2013). Pada dasarnya, dalam Pasal 5 Undang- dapat berupa pendidikan komunitas, pekerjaan sosial
Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem atau menyerahkannya ke lembaga pendidikan
Peradilan Pidana Anak telah mengatur upaya berbasis agama untuk memulihkan perilaku
pengalihan dan pendekatan keadilan restoratif dalam pelanggar anak; 11) Diharapkan bahwa hasil akhir
menyelesaikan kasus-kasus anak yang berkonflik akan menjadi kesepakatan berbasis konsensus yang
dengan hukum, kemudian pada Bab III dari Pasal 16 disetujui oleh semua pihak yang terlibat dalam
hingga Pasal 62 mengatur tentang Hukum Acara pengalihan dan prosedur keadilan restoratif.
Pidana Anak dan ada pengaturan untuk mewajibkan Pihak-pihak yang terlibat dalam proses
dilaksanakannya diversi di setiap tingkat penyidikan, pengalihan dengan pendekatan keadilan restoratif
penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan. pada saat penyelesaian di tingkat pengadilan
Lebih lanjut, implementasi konsep ini diantaranya: 1) Korban dan keluarga korban.
didiversifikasikan sesuai dengan paradigma keadilan Keterlibatan korban dalam penyelesaian keadilan
restoratif. Hal ini didasarkan pada pengalihan restoratif cukup penting. Ini karena selama ini dalam
prosedur yang sama dengan bentuk upaya sistem peradilan pidana, korban tidak terlibat ketika
penyelesaian menggunakan beberapa metode dan korban adalah pihak yang terlibat langsung dalam
pendekatan yang mencerminkan paradigma keadilan konflik (pihak yang dirugikan). Dalam musyawarah,
restoratif dalam upaya untuk menyelesaikan kasus kepentingan korban penting untuk didengar dan
anak-anak yang bertentangan dengan hukum di merupakan bagian dari keputusan yang harus
Indonesia. diambil. Selain itu, keluarga korban perlu dilibatkan
karena pada umumnya masalah inti adalah dari

339
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 2, Nomor 3, Tahun 2020, halaman 331-342 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

keluarga terutama jika korban masih di bawah umur. prosedur pengalihan dengan pendekatan
2) Pelaku dan keluarga. Keluarga pelaku adalah berdasarkan hukum yang restoratif.
pihak yang mutlak karena mengingat usia pelaku
yang belum matang juga dianggap sangat penting D. SIMPULAN
karena keluarga akan menjadi bagian dari perjanjian Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012
penyelesaian, seperti dalam hal pembayaran tentang Sistem Peradilan Pidana Anak telah
kompensasi atau pelaksanaan kompensasi lain mengatur upaya pengalihan dan pendekatan
sesuai dengan konsensus. persetujuan. 3) keadilan restoratif dalam menyelesaikan kasus-kasus
Perwakilan masyarakat adalah pihak-pihak penting anak yang berkonflik dengan hukum. Perlindungan
untuk mewakili kepentingan lingkungan di mana hukum terhadap anak yang berhadapan dengan
insiden kriminal terjadi. Tujuannya adalah agar hukum dapat terlihat dari proses diversi. Diversi
kepentingan yang bersifat publik diharapkan tetap memiliki peran sebagai upaya perlindungan hak anak
terwakili dalam pengambilan keputusan. Kriteria atas perlindungan (protection). Pada saat anak
pemimpin masyarakat setempat adalah kepala desa, berhadapan dengan proses peradilan pidana formal,
kepala desa dan tokoh-tokoh lain yang memiliki maka dapat dipastikan anak akan kehilangan
legitimasi sebagai wakil masyarakat dan tidak tertarik kebebasannya. Dengan dialihkan, maka kebebasan
dengan kasus-kasus yang dihadapi. anak tetap terjamin, dan perampasan kemerdekaan
Pada tingkat pengadilan dalam menyelesaikan terhadap mereka dapat dihindari. Diversi
kasus anak-anak yang berkonflik dengan hukum (pengalihan) menjadi suatu upaya yang sangat
wajib mengupayakan prosedur pengalihan dan berarti untuk memberikan perlindungan (protection)
keadilan restoratif sesuai dengan ketentuan bagi anak. Diversi bukanlah sebuah upaya damai
perundang-undangan untuk 2 (dua) kasus anak-anak antara anak yang berkonflik dengan hukum dengan
yang bertentangan dengan hukum. Upaya korban atau keluarganya akan tetapi sebuah bentuk
penyelesaian dengan menyatukan kedua pihak pemidanaan terhadap anak yang berkonflik dengan
keluarga pelaku dan keluarga korban dengan model hukum dengan cara nonformal. Pelaksanaan diversi
penyelesaian menggunakan metode mediasi, bahwa pelaksanaan diversi dalam restorative justice
konsiliasi dan restitusi secara bersamaan. Dengan pada Sistem Peradilan Pidana Anak adalah
demikian kasus anak-anak yang berkonflik dengan pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses
wajib diupayakan untuk menghindari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana
peradilan (litigasi) dan dialihkan ke luar proses yang adil dengan penekanan pada pemulihan
peradilan (nonlitigasi) yang dilakukan melalui kembali pada keadaan semula, dan bukan yang
bersifat pembalasan.

340
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 2, Nomor 3, Tahun 2020, halaman 331-342 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

DAFTAR PUSTAKA Human Rights and the Law, Vol.17, (No.1),


JURNAL pp.119-147.
Ariani, Nevey V. (2014). Implementasi Undang- May, Jessica., Osmond, Kristina., & Billick, Stephen.
Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem (2014). Juvenile Delinquency Treatment and
Peradilan Pidana Anak Dalam Upaya Prevention: A Literature Review. Psychiatric
Melindungi Kepentingan Anak. Jurnal Media Quarterly, Vol. 85, (No.3), pp.295–301.
Hukum, Vol.21, (No.2), pp.2. Prayitno, Kuat P. (2012). Restorative Justice Untuk
Artinopoulou, V. 2016). Restorative Justice: A Value Peradilan di Indonesia (Perspektif Yuridis
For Money Justice?. Regional Science Inquiry, Filosofis Dalam Penegakan Hukum In
Vol. VIII, (No.3). pp. 107-123. Concreto). Jurnal Dinamika Hukum, Vol.12,
Bouffard, Jeff., Cooper, Maisha., and Bergseth, (No.3), pp. 111.
Kathleen. (2016). The Effectiveness of Various Wahyudi, S. (2009). Penegakan Peradilan Pidana
Restorative Justice Interventions on Anak dengan Pendekatan Hukum Progresif
Recidivism Outcomes Among Juvenile dalam Rangka Perlindungan Anak. Jurnal
Offenders. Youth Violence and Juvenile Dinamika Hukum, Vol.9, (No.1), pp.29-39.
Justice, Vol.15, (No.4), pp.465-480.
Bowater, B. (2008). Adam Walsh Child Protection ARTIKEL
and Safety Act of 2006: Is There a Better Way Gunarto, Marcus P. (2013). Restrukturisasi Peradilan
to Tailor the Sentence for Juvenile Sex Pidana Sebagai Upaya Mencegah Kelebihan
Offenders?. Catholic University Law Review, Kapasitas Narapidana di Lembaga
Vol.57, (Issue 3), p.886 Pemasyarakatan. Pidato Pengukuhan Guru
Brownstein, R. (2010). Pushed Out:” Troubled Besar, pada Fakultas Hukum Universitas
Students pushed from classrooms to criminal Gadjah Mada, Yogyakarta, pada tanggal 24
justice system. Education Digest: Essential Desember 2013.
Readings Condensed for Quick Review, Vol. Magnis-Suseno, Franz. (2011). Nilai-nilai Pancasila
75, (No.7), pp.23-27. sebagai Orientasi Pembudayaan Kehidupan
Daly, K. (2002). Mind the Gap: Restorative Justice in Berkonstitusi dalam Implementasi Nilai- nilai
Theory and Practice. Journal of Adolescence, Pancasila dalam Menegakkan
Vol. 4, (No.1) pp.343-54 Konstitusionalitas Indonesia. Seminar atas
Davies, Sharyn Graham., & Robson, Jazz. (2016). Kerjasama Mahkamah Konstitusi RI dengan
Juvenile (in) Justice: Children in Conflict With Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2-3 Mei
The Law in Indonesia. Asia-Pacific Journal on 2013.

341
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 2, Nomor 3, Tahun 2020, halaman 331-342 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

BUKU Siegel, Larry J. & Welsh, Brandon C. (2014). Juvenile


Burfeind, James., & Bartusch, Dawn Jeglum. (2015). Delinquency: Theory, Practice, and Law.
Juvenile Delinquency: An Integrated Approach. Boston: Cengage Learning.
London: Routledge. Sudarto. (2009). Hukum Pidana 1. Semarang:
Burns, P. (2014). The Leiden Legacy: Concepts of Yayasan Sudarto Fakultas Hukum Universitas
Law in Indonesia. Leiden: KITLV. Diponegoro.
Djamil, Nasir M. (2013). Anak Bukan Untuk di
Hukum. Jakarta: Sinar Grafika. SUMBER ONLINE
Farid, M. (2003). Pengertian Konvensi Hak Anak. Petrosino, A., Petrosino C, Turpin., Peel ME, Hollis.,
New York : UNICEF. & JG, Lavenberg. (2013). Scared Straight’
Hadisuprapto, P. (2008). Delinkuensi Anak: and Other Juvenile Awareness Programs for
Pemahaman dan Penanggulangannya. Preventing Juvenile Delinquency. Retrieved
Malang: Bayumedia. from Cochrane Database of Systematic
Hartono, S. (1991). Politik Hukum Menuju Satu Reviews, Issue 4. Art. No.: CD002796. DOI:
Sistem Hukum Nasional. Bandung : Alumni. 10.1002/14651858.CD002796.pub2.
Moris, Allison., & Maxwell, Gabrielle. (2001).
Restorative Justice For Juvenile :
Conferencing, Mediation and Circles. Oxford-
Portland : Hart Publishing.
Mushadi. (2007) Mediasi dan Resolusi Konflik di
Indonesia. Semarang : Walisongo Mediation
Center.
Nashriana. (2001). Perlindungan Hukum Pidana Bagi
Anak di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Harefa, B. (2016). Kapita Selekta Perlindungan
Hukum Bagi Anak. Yogyakarta: CV Budi
Utama.
Sambas, N. (2010). Pembaruan Sistem Pemidanaan
Anak di Indonesia. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Shoemaker, Donald J.(2017). Juvenile Delinquency.
Maryland: Rowman & Littlefield.

342

You might also like