You are on page 1of 9

ANALISIS SYARAT DIVERSI DALAM SISTEM

Journal of Correctional Issues


PERADILAN PIDANA ANAK 2021, Vol.4 (2), 95-103
Politeknik Ilmu Pemasyarakatan
Johari
Review
Balai Pemasyarakatan Kelas I Cirebon 10 September 2021

Muhamad Arif Agus Accepted


28 Desember 2021
Balai Pemasyarakatan Kelas I Cirebon

Abstract
Children in conflict with the law are quite high. Currently, based on the SPPA Law, the
criminal justice process for children, violations committed by children are handled with
restorative justice, one of which is through diversion. One of the two conditions for
handling children through diversion is that the child is threatened with a sentence of less
than 7 (seven) years in prison and not a repeat of the crime. The research method used in
this research is a qualitative research method with a normative juridical approach. The
results of the study indicate that one of these two conditions, especially a criminal penalty
under 7 (seven) years and equal to 7 (seven) years and even more can inhibit the
occurrence of diversion itself because it is based on the application of articles during
investigation and prosecution allowing subjective views to occur. . On the other hand,
there is a restotative justice decision as the North-East Jakarta District Court Decision
Number 46/Pid/78/UT/Wanita in which a peaceful settlement between the parties does
not constitute a crime or offense which can be punished again, releasing the accused
because of that of all lawsuits. Thus the criminal threat is a weakness of one of the
Diversion requirements, Diversion should not be limited on the basis of criminal threats,
but as a right and freedom between the victim and the perpetrator to conduct Diversion
or refuse it, as a solution to the weakness of the Diversion requirement.
Keywords :
Terms, Diversion, System, Criminal Justice, Children

Abstrak
Anak yang berkonflik dengan hukum cukup tinggi. Saat ini berdasarkan UU SPPA, proses
proses peradilan pidana anak, pelanggaran yang dilakukan oleh anak ditangani dengan
keadilan restoratif, salah satunya melalui diversi. Salah dua syarat penanganan anak
dapat dilakukan melalui diversi adalah anak diancam dengan pidana kurang dari 7 (tujuh)
tahun penjara dan bukan pengulangan tindak pidana. Metode penelitian ini yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan
yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa salah satu dari kedua syarat ini
khususnya ancaman pidana dibawah 7 (tujuh) tahun dan sama dengan 7 (tujuh) tahun
bahkan lebih dapat menghambat terjadinya diversi itu sendiri karena didasarkan pada
penerapan pasal saat penyidikan dan penuntutan memungkinkan terjadinya pandangan
yang bersifat subyektif. Di sisi lain terdapat putusan keadilan restotatif sebagaimana
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara-Timur Nomor 46/Pid/78/UT/Wanita dimana

Journal of Correctional Issues Volume 4, No.2 | 2021


96
Johari & Muhammad, A. G Analisis Syarat Diversi
penyelesaian secara damai di antara pihak-pihak, tidak merupakan suatu kejahatan
ataupun pelanggaran yang dapat dihukum lagi, melepaskan tertuduh oleh karena itu dari
segala tuntutan hukum. Dengan demikian ancaman pidana menjadi kelemahan salah
satu syarat Diversi, seharusnya Diversi tidak dibatasi dengan dasar ancaman pidana,
melainkan sebagai hak dan kebebasan antara korban dan pelaku untuk melakukan
Diversi atau menolaknya, sebagai solusi dari kelemahan syarat Diversi.
Kata kunci:
Syarat, Diversi, Sistem, Peradilan Pidana, Anak

Pendahuluan pondasi, yang dapat disebut juga sebagai


Indonesia adalah negara Hukum, hal periode pembentukan watak, kepribadian
ini telah dijelaskan di dalam Pasal 1 ayat dan karakter diri seorang manusia agar
(3) Undang-Undang Dasar Negara mereka kelak memiliki kekuatan dan
Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI kemampuan serta berdiri tegar dalam
1945) yang menyebutkan “Negara meniti kehidupan (Gultom, 2008).
Indonesia adalah negara hukum”. hal ini Masalah anak yang berkonflik
mendasarkan pada penjelasan UUD NRI dengan hukum di Indonesia mempunyai
1945 bahwa Negara Indonesia berdasar kecenderungan semakin meningkat.
atas hukum (rechtstaat) dan tidak Catatan kriminalitas terkait anak di
berdasar atas kekuasaan semata Indonesia seperti yang diungkapkan oleh
(machstaat). Oleh karena itu negara tidak Direktur Bimbingan Kemasyarakatan dan
boleh melaksanakan aktivitasnya atas Pengentasan Anak Direktorat Jenderal
dasar kekuasaan belaka, tetapi harus Pemasyarakatan menunjukkan data
berdasar pada hukum (Kansil, 1986). Pasal bahwa anak yang berada di lingkungan
28D ayat (1) UUD NRI 1945, menyatakan Rumah Tahanan Negara dan Lembaga
bahwa: “Setiap orang berhak atas Pemasyarakatan berjumlah 3.812 orang.
pengakuan, jaminan, perlindungan, dan Anak yang Diversi sebanyak 5.229 orang,
kepastian hukum yang adil serta dan total sekitar 10 ribu anak termasuk
perlakuan yang sama dihadapan hukum”. mereka yang sedang menjalani Asimilasi,
Setiap orang yang dimaksud dalam Pasal Pembebasan Bersyarat dan Cuti
28D ayat (1) UUD Negara Republik Menjelang Bebas (Sepuluh Ribu Anak Kini
Indonesia 1945 termasuk di dalamnya Berhadapan Dengan Hukum, 2015). Data
adalah anak. tersebut menunjukkan jumlah anak yang
Anak adalah bagian dari generasi berkonflik dengan hukum di Indonesia
muda sebagai salah satu sumber daya masih cukup tinggi.
manusia yang merupakan potensi dan Sistem Peradilan Pidana Anak
penerus cita-cita perjuangan bangsa di ditujukan untuk kesejahteraan anak. Hal
masa yang akan datang, yang memiliki ini ditegaskan dalam United Nations
peran strategis dan mempunyai ciri dan Standard Minimum Rules for
sifat khusus, memerlukan pembinaan dan Administration of Junvenile Justice, bahwa
perlindungan dalam rangka menjamin tujuan peradilan anak adalah (United
pertumbuhan dan perkembangan fisik, Nations Standard Minimum Rules for the
mental, dan sosial secara seimbang Administration of Juvenile, n.d.)
(Primasari, 2021). Masa kanak-kanak “Sistem Peradilan Pidana bagi
merupakan periode penaburan benih, anak/remaja akan mengutamakan
pendirian tiang pancang, pembuatan kesejahteraan remaja dan akan

Journal of Correctional Issues Volume 4, No.2 | 2021


97
Johari & Muhammad, A. G Analisis Syarat Diversi
memastikan bahwa reaksi apapun (2a) dan (2b) UU-SPPA, yakni Diversi
terhadap pelanggar-pelanggar hukum hanya dapat dilaksanakan dalam hal
berusia remaja akan selalu sepadan tindak pidana yang dilakukan diancam
dengan keadaan-keadaan baik pada dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh)
pelanggar-pelanggar hukumnya maupun tahun; dan bukan merupakan
pelanggaran hukumnya” pengulangan tindak pidana. Artinya jika
Undang-Undang Nomor 11 Tahun tidak memenuhi persyaratan dari Pasal 7
2012 tentang Sistem Peradilan Pidana ayat (2a) dan (2b) UU-SPPA tidak dapat
Anak (UU-SPPA) dengan konsep Diversi dilakukan Diversi, sekalipun kedua belah
merupakan peraturan baru tentang anak pihak menyepakati untuk melakukan
yang diharapkan dapat melindungi, Diversi.
membina, serta membimbing anak pelaku Hal lainnya yang dapat saja terjadi
tindak pidana sehingga tidak merusak adalah sebagaimana yang diatur didalam
perkembangan mental maupun psikis Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung
anak pelaku tindak pidana (Pramukti & Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pedoman
Primaharsya, 2015). Pada prinsipnya anak Pelaksanaan Diversi dalam Pasal 3
di bawah umur yang melakukan tindak menyebutkan bahwa Hakim anak wajib
pidana mempunyai hak-hak yang dijamin mengupayakan Diversi dalam hal anak
dan dilindungi dalam penyelidikan, didakwa melakukan tindak pidana yang
penyidikan hingga pengadilan (Anak, diancam dengan pidana penjara dibawah
2012). Diversi merupakan upaya untuk 7 (tujuh) tahun dan didakwa pula dengan
menghindari efek negatif dari proses tindak pidana yang diancam dengan
peradilan pidana terhadap anak pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih
sebagaimana dicanangkan dalam United dalam bentuk surat dakwaan subsidaritas,
Nations Standar Minimum Rules for the alternatif, kumulatif, maupun kombinasi
Administion of Juvenile Justice. (gabungan). Misalnya dakwaan
Diversi adalah suatu pengalihan subsidaritas Primair: Pasal 354 ayat (1)
penyelesaian kasus-kasus anak yang KUHP (ancaman penjara 8 tahun),
diduga melakukan tindak pidana tertentu Subsidair: Pasal 351 ayat (2) KUHP
dari proses pidana formal ke penyelesaian (ancaman penjara 5 tahun), Lebih
damai antara tersangka atau terdakwa Subsidair: Pasal 351 ayat (1) KUHP
atau pelaku tindak pidana dengan korban (ancaman penjara 2 tahun 8 bulan).
yang difasilitasi oleh keluarga dan/atau Dengan adanya batasan tersebut diatas
masyarakat, Pembimbing maka ANAK BERHADAPAN DENGAN
Kemasyarakatan Anak, Polisi, Jaksa atau HUKUM yang diancam dengan ancaman
Hakim (Punyantari & Windia, 2018). pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun
Diversi sebagai hak istimewa anak tetap harus melalui jalan panjang SPPA.
ketika berhadapan dengan hukum dalam Salah satu kesepakatan Diversi yang
penanganan kasus hukumnya, tidak dibatalkan adalah dalam kasus anak yang
selamanya atau dengan mudah dapat diproses di Pengadilan Negeri Cirebon
dijalankan hingga adanya kesepakatan dalam perkara Nomor 11/Pid.Sus-
antara kedua belah pihak, yakni pihak Anak/2019/PN.Cbn.
korban dan pihak anak berhadapan Hukum seharusnya untuk manusia,
dengan hukum, dan hak istimewa yang bukan manusia untuk hukum
dimaksud, adalah hak istemewa yang sebagaimana dikemukakan oleh Satjipto
dibatasi oleh persyaratan dari Pasal 7 ayat Rahardjo (Rahardjo, 2005), adanya

Journal of Correctional Issues Volume 4, No.2 | 2021


98
Johari & Muhammad, A. G Analisis Syarat Diversi
pembatalan secara sepihak oleh penyidik dan tujuan dalam penelitian. Penelitian
dan penuntut atas Diversi yang sudah dengan menggambarkan sejumlah variabel
disepakati oleh kedua belah pihak dan yang berkenaan dengan masalah yang
telah ditangani dalam kesepatan di atas diteliti. Dengan kata lain penelitian ini hanya
meterai yang cukup seperti dalam kasus terbatas pada penggambaran satu atau lebih
perkara Nomor 11/Pid.Sus- mengenai Analisis syarat Diversi dalam
Anak/2019/PN.Cbn, yang dasar Sistem Peradilan Pidana Anak.
kebatalannya disandarkan pada
ketentuan Pasal 7 UU-SPPA dan Pasal 3 Hasil dan Pembahasan
Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 4 A. Kelemahan Syarat Diversi Dalam
Tahun 2014, menggambarkan ketentuan Sistem Peradilan Pidana Anak
tersebut sebagai bentuk ketidakadilan
bahkan pelanggaran HAM, karena Setiap perkara tindak pidana tentunya
sebagaimana diatur dalam Kitab Undang- harus melalui proses penyelesaian
undang Hukum Perdata (KUH-Perdata), perkara yang dilakukan dengan
bahwa suatu kesepakatan dalam menggunakan sistem peradilan pidana
perjanjian yang telah dibuat berlaku atau criminal justice system, begitu pula
sebagai undang-undang bagi yang dengan tindak pidana yang dilakukan oleh
membuatnya, dengan demikian anak. Tujuan Sistem Peradilan Pidana
ketentuan dimaksud merupakan Anak dalam UU SPPA, tidak tertulis secara
ketentuan yang tidak berkeadilan serta nyata, namun dapat diketahui dari
telah masuk ke wilayah privasi. ketentuan dalam “Penjelasan Umum”
Berdasarkan latar belakang masalah Undang-Undang tersebut yaitu:
tersebut, maka penulis tertarik untuk “... Substansi paling mendasar dalam
melakukan penelitian dan merumuskan Undang-undang ini adalah pengaturan
masalah: secara tegas mengenai Keadilan Restoratif
(1) Bagaimana kelemahan syarat Diversi dan Diversi yang dimaksudkan untuk
dalam Sistem Peradilan Pidana Anak? menghindari dan menjauhkan anak dari
(2) Bagaimana solusi kelemahan syarat proses peradilan sehingga dapat
Diversi dalam Sistem Peradilan Pidana menghindari stigmatisasi terhadap anak
Anak di masa yang akan datang? yang berhadapan dengan hukum dan
diharapkan anak dapat kembali ke dalam
Metode lingkungan sosial secara wajar. Oleh
Metode Penelitian yang digunakan karena itu, sangat diperlukan peran serta
adalah metode pendekatan yuridis normatif. semua pihak dalam rangka mewujudkan
Penelitian normatif atau disebut juga hal tersebut. Proses itu harus bertujuan
penelitian hukum kepustakaan adalah pada terciptanya Keadilan Restoratif, baik
penelitian hukum yang dilakukan dengan bagi anak maupun bagi korban”.
cara meneliti bahan pustaka atau data Keadilan restoratif (restorative justice)
sekunder, kemudian untuk diterapkan pada adalah penyelesaian perkara tindak
masalah penelitian, sehingga penyajiannya pidana dengan melibatkan pelaku,
berpangkal pada asas-asas dan teori-teori korban, keluarga pelaku/korban, dan
dan doktrin serta perundang-undangan yang pihak lain yang terkait untuk bersama-
berlaku (HS & Nurbani, 2013). sama mencari penyelesaian yang adil
Spesifikasi penelitian ini adalah dengan menekankan pemulihan kembali
bersifat deskriptif sesuai dengan masalah

Journal of Correctional Issues Volume 4, No.2 | 2021


99
Johari & Muhammad, A. G Analisis Syarat Diversi
pada keadaan semula, dan bukan perkembangannya sistem peradilan
pembalasan (Pasal 1 angka 6 UU SPPA). pidana anak mulai melahirkan suatu
Keadilan Restoratif diatur dalam Pasal konsep penyelesaian perkara pidana yang
5 UU SPPA, yang menyatakan bahwa dilakukan oleh anak yang dikenal dengan
Sistem Peradilan Pidana Anak wajib istilah diversi. Diversi adalah pengalihan
mengutamakan pendekatan keadilan penyelesaian perkara tindak pidana dari
restoratif meliputi: proses peradilan pidana ke proses di luar
1. Penyidikan dan penuntutan pidana peradilan dengan memperhatikan
anak yang dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan dari pelaku, korban, keluarga
perundang-undangan, kecuali pelaku dan keluarga korban.
ditentukan lain dalam undang-undang Diversi merupakan salah satu upaya
ini; untuk menjawab segala tantangan
2. Persidangan anak yang dilakukan oleh permasalahan penanganan anak yang
pengadilan di lingkungan peradilan berhadapan dengan hukum pada saat ini.
umum; dan Kata Diversi berasal dari bahasa Inggris
3. Pembinaan, pembimbingan, diversion yang bermakna penghindaran
pengawasan, dan/atau pendampingan atau pengalihan (Dewi & Syukur, 2011).
selama proses pelaksanaan pidana Diversi merupakan sebuah tindakan atau
atau tindakan dan setelah menjalani perlakuan untuk mengalihkan suatu kasus
pidana atau tindakan. dari proses formal ke proses informal atau
Mengingat ciri dan sifat yang khas menempatkan keluar pelaku tindak
pada Anak dan demi pelindungan pidana anak dari sistem peradilan anak
terhadap Anak, maka membahas perkara atau menempatkan ke luar pelaku tindak
Anak yang berhadapan dengan hukum pidana anak dari sistem peradilan pidana.
harus melihat bahwa tindakan anak Artinya tidak semua masalah perkara anak
memiliki motivasi dan karakteristik nakal mesti diselesaikan melalui jalur
tertentu yang jelas berbeda dari pelaku peradilan formal, dan memberikan
orang dewasa. Seperti yang diungkapkan alternatif bagi penyelesaian dengan
dalam konvensi hak-hak anak yang secara pendekatan keadilan demi kepentingan
tegas menyatakan bahwa: “In all actions terbaik bagi anak dan dengan
concerningchildren, whether undertaken mempertimbangkan keadilan bagi korban
by public orprivate social welfare (Marlina, 2009).
institution, courts of law,administrative Berdasarkan UU SPPA, pelaksanaan
authorities or legislative bodies, thebest diversi diatur dalam Pasal 5 ayat (3) yang
interest of child shall be a primary menyatakan bahwa dalam Sistem
consideran (dalam semua tindakan yang Peradilan Pidana Anak (meliputi
menyangkut anak yang dilakukan oleh penyidikan, penuntutan pidana anak, dan
lembaga-lembaga kesejahteraan sosial persidangan anak) wajib diupayakan
pemerintah atau swasta, lembaga Diversi. Yang dimaksud Diversi (sesuai
peradilan, lembaga pemerintah atau Pasal 1 angka7 UU SPPA) adalah
badan legislatif, kepentingan terbaik anak pengalihan penyelesaian perkara Anak
merupakan pertimbangan utama)” dari proses peradilan pidana keproses di
(Konvensi Hak Anak Internasional). luar peradilan pidana. Adapun proses
Dengan memandang kepentingan Diversi dilakukan melalui musyawarah
terbaik bagi anak yang berhadapan dengan melibatkan Anak dan orang
dengan hukum, maka dalam tua/Walinya, korban dan/atau orang

Journal of Correctional Issues Volume 4, No.2 | 2021


100
Johari & Muhammad, A. G Analisis Syarat Diversi
tua/Walinya, Pembimbing sehingga proses dan keputusan yang
Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial dimunculkannya sangat bersifat formal
Profesional berdasarkan pendekatan justice (keadilan formal). Mengingat
Keadilan Restoratif (Pasal 8 Undang- proses hukum yang dilaksanakan oleh
Undang Nomor 11 Tahun 2012). institusi negara di bidang hukum itu
Diversi jika telah memenuhi didasarkan pada hukum yang tertulis dan
persyaratan secara hukum maka dapat terkodifikasikan, dilakukan oleh aparat
diupayakan sejak dari tingkat Penyidik resmi negara yang diberi kewenangan,
Anak di Kepolisian, atau di tingkat Jaksa serta membutuhkan proses beracara yang
Penuntut Anak di Kejaksaan Negeri, juga standar dan mengabadi seperti yang
maupun di tingkat pemeriksaan di dikemukan oleh Adrianus Meliala (Nur,
Pengadilan Negeri oleh Hakim Anak. 2016).
Namun sekalipun persyaratan dan upaya Di Arab Saudi Diversi (pemaafan)
telah dilakukan oleh penegak hukum terhadap terpidana di Saudi Arabia justru
tersebut, namun tidak semua perkara tidak bisa dilakukan oleh kepala
anak berhadapan dengan hukum dapat pemerintahan seperti halnya di Indonesia,
berakhir melalui Diversi. Banyak faktor pemaafan hanya boleh dilakukan oleh
dan masalah yang menjadi penghambat keluarga korban sehingga hukum pidana
dalam mengupayakan Diversi. Hambatan- di Arab Saudi terdapat dua macam hak
hambatan dalam penerapan diversi dalam setiap tindak pidana yang
biasanya terjadi karena sikap keluarga mengakibatkan kerugian terhadap
korban yang kurang menerima seseorang yaitu hak umum dan hak
pelaksanaan diversi dan menganggap khusus, hak umum adalah hak dan
diversi belum mewakili kewajiban negara untuk menghukum
pertanggungjawaban bagi anak yang orang yang telah melakukan tindak pidana
melakukan tindak pidana dan ganti di wilayah hukum Arab Saudi berdasarkan
kerugian yang sepadan dengan keadaan ketentuan hukum setempat. Sedangkan
yang ditimbulkan. Kelemahan lain adalah hak khusus adalah hak yang dimiliki oleh
adanya ketentuan syarat Diversi tentang pribadi dan ahli warisnya yang mengalami
pembatasan ancaman pidana dibawah 7 kerugian akibat tindak pidana untuk
tahun pada Pasal 7 UU-SPPA yang menuntut kompensasi materi atau untuk
didasarkan pada penerapan pasal saat menuntut diterapkannya hukuman
penyidikan dan penuntutan (Jiddan, 2012).
memungkinkan terjadinya pandangan Hukum tentang lembaga pemaafan
yang bersifat subyektif. lahir dari hukum kisas yang dianggap
sebagai hukum “Barbarian” dan
B. Solusi Kelemahan Syarat Diversi bertentangan dengan Hak Asasi Manusia
Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak (HAM), karena sanksi terhadap kasus
Di Masa Yang Akan Datang pembunuhan adalah pelakunya harus
dihukum bunuh juga, namun sebenarnya
Persyaratan Diversi yang diatur dalam terdapat jalan untuk menghindari
Pasal 7 UU SPPA merupakan pilihan hukuman kisas, yaitu jika keluarga korban
negara dalam penyelesaian perkara pembunuhan memaafkan pelaku
melalui peradilan menjadi pilihan utama, pembunuhan, berbanding terbalik dengan
karena itulah satu-satunya penyelesaian diversi yang dibebani/ memenuhi
perkara yang dianggap legal di negeri ini, persyaratan tindak pidana tidak diancam

Journal of Correctional Issues Volume 4, No.2 | 2021


101
Johari & Muhammad, A. G Analisis Syarat Diversi
dengan ancaman pidana di atas 7 (tujuh) diutamakan, artinya jika ada anak
tahun, sekalipun sudah ada kesepakatan berhadapan dengan hukum yang
damai atau pemaafan dari pihak korban, dinyatakan melanggar hukum, dan semua
kesepakatan diversi tersebut diabaikan pihak bersedia dan sanggup untuk
dan harus diproses melalui jalan panjang melakukan pembinaan terhadap anak
peradilan, dan negara mengabaikan berhadapan dengan hukum hingga
korban. memiliki kesadaran dan berkelakuan baik,
Kasus atau perkara yang kesepakatan seharusnya hal tersebut diutamakan,
diversinya dibatalkan karena terganjal karena jika anak berhadapan dengan
syarat Diversi yang diatur Dalam Pasal 7 hukum harus dipisahkan dari orang tua/
UU SPPA dan Pasal 3 Perma RI 4/2014, keluarganya dan harus berada di Panti
mengaburkan ketentuan hak istimewa Rehabilitasi/ LPKA sekalipun apalagi jika
diversi dalam penanganan kasus harus menjalani pidana di Lapas umum,
hukumnya anak yang harus diberlakukan maka anak berhadapan dengan hukum
berbeda dengan orang-orang dewasa. yang masih rentan jiwanya tersebut bukan
Pada Pasal 27 Ayat (1) UU SPPA secara akan berubah menjadi lebih baik, bahkan
empiris memang terdapat perbedaan bukan mustahil akan menjadi lebih tidak
dengan kasus orang dewasa dalam baik, dan perlu disadari stigma yang
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara- dikhawatirkan oleh banyak pihak, harus
Timur Nomor 46/Pid/78/UT/Wanita, yang disadari pula bahwa stigma anak (anak
selanjutnya dijadikan yurisprudensi, berhadapan dengan hukum) pernah
dimana dalam persidangan terdakwa dipenjara bukan menjadikan anak
dinyatakan oleh hakim terbukti dengan berhadapan dengan hukum terpuruk,
sah dan meyakinkan, baik tuduhan primair bahkan menjadikan anak berhadapan
Pasal 333 KUHP yang ancamannya dengan hukum lebih berani lagi
selama-lamanya 8 (delapan) tahun, melanggar hukum, bahkan di kota-kota
subsidair, Pasal 368 ayat (1) KUHP yang besar banyak anak berhadapan dengan
ancamannya selama-lamanya 9 hukum mengamen di Bus atau jalanan
(Sembilan) tahun maupun subsidair lagi yang meminta dengan alasan ucapan
315 KUHP, tetapi perbuatan-perbuatan “bahwa dirinya baru keluar dari Lapas,
itu dengan penyelesaian secara damai di agar tidak lagi masuk Lapas tolong bantu
antara pihak-pihak, tidak merupakan untuk makan”. Hal tersebut harus disadari
suatu kejahatan ataupun pelanggaran semua pihak, bahwa stigma pernah
yang dapat dihukum lagi, melepaskan dipenjara bukan hanya akan membuat
tertuduh oleh karena itu dari segala mantan narapidana terpuruk melainkan
tuntutan hukum (Sudirman, 2007). juga dapat menciptakan anak berhadapan
Perbedaan yang terjadi dalam dua kasus dengan hukum lebih jahat lagi.
ini, menggambarkan bahwa hak istimewa Kasus pembatalan diversi antara anak
dimaksud justru diberikan pada kasus berhadapan dengan hukum dengan
orang dewasa bukan dalam kasus anak Korban sebagaimana diuraikan di atas,
berhadapan dengan hukum. menyiratkan bahwa manusia (anak
Diversi seharusnya tidak dibatasi berhadapan dengan hukum)
dengan persyaratan lamanya ancaman diperuntukan kepada hukum, bukan
pidana. Jika memang perlindungan sebaliknya sebagaimana dikemukakan
terhadap anak harus dikedepankan, maka oleh Satjipto Rahardjo, yang menekankan
syarat pembinaan anak yang harus prinsip bahwa “hukum adalah untuk

Journal of Correctional Issues Volume 4, No.2 | 2021


102
Johari & Muhammad, A. G Analisis Syarat Diversi
manusia”, bukan sebaliknya (Rahardjo, Referensi
2005). Berkaitan dengan itu bahwa hukum Anak, S. P. (2012). Sistem Peradilan
tidak ada untuk dirinya sendiri, melainkan PIdana Anak. Jakarta: Direktorat
untuk sesuatu yang lebih luas dan lebih Jenderal Perundang-undangan.
besar. Setiap kali ada masalah dengan
hukum, hukumlah yang ditinjau dan Dewi, D., & Syukur, F. A. (2011). Mediasi
diperbaiki dan bukan manusia yang Penal: Penerapan Restorative
dipaksa-paksa untuk dimasukkan ke Justice di Pengadilan Anak
dalam skema hukum (Sutrisno, 2013), Indonesia. Depok: Indie
demikian halnya dalam dengan regulasi Publishing.
terkait dengan diversi dalam perkara anak
sebagaimana diatur dalam Undang- Gultom, M. (2008). Perlindungan Hukum
Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Terhadap Anak dalam Sistem
Sistem Peradilan Pidana Anak yang kurang Peradilan Pidana Anak di
efektif karena adanya diskriminasi diversi Indonesia. Bandung: Refika
yang didasarkan kepada ancaman pidana Aditama.
terhadap anak berhadapan dengan
hukum, maka undang-undangnya yang HS, S., & Nurbani, E. S. (2013). Penerapan
harus ditinjau ulang. Teori Hukum pada Penelitian
Disertasi dan Tesis. Jakarta: Raja
Kesimpulan Grafindo Persada.
Berdasarkan hasil analisis dan
pembahasan dapat kita simpulkan bahwa Jiddan. (2012, Oktober 7). Hukum
ketentuan tentang batasan ancaman Pancung di Arab Saudi.
pasal dengan pidana dibawah 7 tahun Kompasiana. Retrieved April 3,
sebagai syarat Diversi Dalam Sistem 2021.
Peradilan Pidana Anak, merupakan
kelemahan yang dapat menghambat Kansil, C. (1986). Hukum Tata Negara
terjadinya diversi serta membatasi pihak Republik Indonesia. Jakarta: Bina
pelaku dan korban untuk dapat Aksara.
melakukan diversi, dengan demikian
Konvensi Hak Anak Internasional. (n.d.).
seharusnya diversi tidak dibatasi dengan
Retrieved April 2, 2021, from
dasar ancaman pidana, melainkan sebagai
Unicef:
hak dan kebebasan antara korban dan
https://www.unicef.org/indonesia
pelaku untuk melakukan diversi atau
/id/konvensi-hak-anak-versi-anak-
menolaknya, sebagai solusi dari
anak.
kelemahan syarat diversi.
Marilang. (2017). Menimbang Paradigma
Implikasi
Keadilan. Jurnal Konstitusi, 315-
Implikasi dari penelitian ini adalah 331.
melakukan perubahan pada Undang-
undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Marlina. (2009). Peradilan Pidana Anak di
Sistem Peradilan Pidana Anak, khususnya Indonesia. Bandung: Refika
terkait dengan persyaratan Diversi. Aditama.

Journal of Correctional Issues Volume 4, No.2 | 2021


103
Johari & Muhammad, A. G Analisis Syarat Diversi
Nur, E. R. (2016). Alternatif Penyelesaian Sutrisno, E. (2013). Bunga Rampai Hukum
Perkara Pidana Dalam Perspektif dan Globalisasi. Jakarta: In Media.
Hukum Islam Sebagai Media
Menuju Keadilan. Masalah- United Nations Standard Minimum Rules
masalah Hukum, 115-122 . for the Administration of Juvenile.
(n.d.). Retrieved April 2, 2021,
Pramukti, A. S., & Primaharsya, F. (2015). from United Nations Human Right:
Sistem Peradilan Pidana Anak. https://www.ohchr.org/documen
Bandung: Pustaka Yustisia. ts/professionalinterest/beijingrule
s.pdf
Primasari, L. (2021, April 1). Keadilan
Restoratif Dan Pemenuhan Hak
Asasi Bagi Anak Yang Berhadapan
Dengan Hukum. Retrieved from
https://lushiana.staff.uns.ac.id/fil
es/2010/07/keadilan-restoratif-
bagi-anak-yang-berhadapan-
dengan-hukum.pdf

Punyantari, L. P., & Windia, I. W. (2018).


Eksistensi Sistem Diversi Dalam
Sistem Peradilan Pidana. Kertha
Wicara, 1-5.

Rahardjo, S. (2005). Hukum Progresif,


Hukum yang Membebaskan.
Jurnal Hukum Progresif, 1-24.

Sepuluh Ribu Anak Kini Berhadapan


Dengan Hukum. (2015, August 4).
Retrieved January 2, 2021, from
Pikiran Rakyat:
http://www.pikiran-
rakyat.com/bandung-
raya/2015/08/04/
337054/sepuluh-ribu-anak-kini-
berhadapan-dengan-hukum

Sudirman, A. (2007). Hati nurani hakim


dan putusannya suatu pendekatan
dari perspektif ilmu hukum
perilaku (behavioral jurisprudence)
kasus hakim Bismar Siregar.
Bandung: Citra Aditya Bakti.

Journal of Correctional Issues Volume 4, No.2 | 2021

You might also like