Professional Documents
Culture Documents
ABSTRACT
The concept of Restorative Justice as an alternative settlement of juvenile criminal cases.
Restorative Justice is defined as a process whereby all the parties with respect to certain
criminal act to sit together to solve problems and think about how to address the victims and
the perpetrators of the law, still put forward the principle of the best interests of the child as
well as the process of judgment is the last to remain not ignore the rights of children. If the
legal process continues to the process of reporting to the police, the law enforcement
essentially through diversion efforts undertaken by the police using discretionary authority.
Discretion is is a diversion from the criminal justice process formally to non formal process
to be resolved amicably. This approach can be applied to the settlement of cases of children
in conflict with the law. It is based on the change of Act No.11 of 2011 replacement of Law
No.3 of 1997 on Kids courts only protect children as victims and not the perpetrators, as the
perpetrators of categorized children are still under age, his position is not equated with adult
offenders.
Keywords: Restorative Justice, Juvenile Justice
ABSTRAK
Konsep Restorative Justice sebagai alternative penyelesaian perkara pidana anak. Restorative
Justice dimaknai sebagai suatu proses dimana semua pihak yang terkait dengan tindak pidana
tertentu duduk bersama-sama untuk memecahkan masalah dan memikirkan bagaimana
mengatasi terhadap pihak korban dan pelaku hukum, tetap mengedepankan prinsip
kepentingan terbaik bagi anak serta proses penghukuman adalah jalan terakhir dengan tetap
tidak mengabaikan hak-hak anak. Apabila proses hukum berlanjut kepada proses pelaporan ke
Kepolisian maka dasarnya pelaksanaan hukum melalui upaya diversi yang dilakukan oleh
pihak kepolisian dengan menggunakan otoritas diskresi. Diskresi adalah adalah pengalihan
dari proses pengadilan pidana secara formal ke proses non formal untuk diselesaikan secara
musyawarah. Pendekatan ini dapat diterapkan bagi penyelesaian kasus-kasus anak yang
berkonflik dengan hukum. Hal ini berdasarkan perubahan Undang-undang No.11 Tahun 2011
pengganti Undang-undang No.3 Tahun 1997 tentang pengadilan Anak hanya melindungi anak
sebagai korban dan tidak bagi pelaku, sebagai pelaku dikategorikan anak masih dibawah
umur, posisinya tidak di samakan dengan pelaku orang dewasa.
Kata Kunci : Restorative Justice, Peradilan Anak
Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 17 No. 1, Maret 2017: 92 - 107 92
Jurnal Penelitin Hukum
PENDAHULUAN
Kebijakan Pemerintah terhadap terkadang diposisikan sama dengan pelaku
permasalahan dari peradilan anak untuk orang dewasa, ini yang menjadi titik
melindungi anak terhadap hukum, yang kelemahan Peraturan Perundang-undangan
pertama adalah perlindungan khusus yaitu yang lama, akibatnya banyak
perlindungan hukum dalam sistem mendatangkan kerugian baik pihak
peradilan, dan yang kedua adalah undang- terdakwa dan pihak peradilan.
undang yang mengatur khusus tentang Dengan demikian maka
peradilan anak. Dan Undang-undang No. 3 perkembangannya, Undang-undang No. 11
Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak saat Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
ini di ganti dengan Undang-undang No. 11 Pidana Anak banyak mengalami
Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan perubahan, antara lain dilihat dari segi
Pidana Anak. definisi anak menjadi lebih luas dan
Maka didalam pergantian tersebut, mengarah kepada sistem peradilan pidana.
menjadi perubahan guna perkembangan Dan dari segi lembaganya terdapat
yang yang lebih baik bagi melindungi anak lembaga-lembaga yang dapat menjamin
yang mengalami proses di peradilan. hak anak dalam menjalani sistem
Perubahan perundang-undangan tersebut peradilan. Dan juga dari segi asas juga
berisikan tentang “Sistem Peradilan Pidana jelas bahwa hak-hak anak dijunjung tinggi
Anak” yang disahkan langsung oleh dalan undang-undang tersebut. Demikian
Presiden bersama DPR (Dewan juga segi sanksi pidana terhadap anak,
Perwakilan Rakyat), pada akhir bulanJjuli mengalami perluasan yang tadinya
Tahun 2012. cenderung mengikuti KUHP, sekarang
Tujuan penggantian yang berlaku saat lebih ke arah perluasan dari sanksi pidana
ini adalah Undang-Undang No.11 Tahun itu sendiri. Maka dapat dianalisis terjadi
2012, agar peradilan anak semakin pelaksanaan yakni pada ketentuan
efektifnya dalam melindungi anak yang pidananya tidak ada pada Undang-Undang
terjerat hukum dengan mewujudkan yang lama di Undang-Undang No. 3
“Sistem Peradilan Pidana yang Terpadu” Tahun 1997. Maka berdasarkan pada
atau (“integrated criminal justice pelaksanaan Undang-undang baru yaitu
system”). Perbandingan Undang-Undang Undang-Undang No.11 Tahun 2012 agar
No. 11 Tahun 2012 dengan Undang- dapat sebagai dasar untuk melaksanakan
undang No. 3 Tahun 1997 mencangkup sistem pemidanaan di Indonesia bagi anak,
pengertian perubahan yang sangat luas, tidak saja melalui hukuman penjara semata
diantaranya adalah : Definisi anak, tapi juga melalui penerapan Restorative
Lembaga-lembaga anak, Asas-asas, Sanksi Justice,lebih tepat untuk dilaksanakan.
pidana, Ketentuan pidana. “Restorative Justice" atau sering
Jika diperbandingkan Undang-Undang diterjemahkan sebagai keadilan restoratif
No. 11 Tahun 2012 tentang Sitem (Yanti, 1998:1), merupakan suatu model
Peradilan pidana Anak dengan Undang- pendekatan yang muncul dalam era tahun
Undang No.3 Tahun 1997 tentang 1960-an dalam upaya penyelesaian perkara
pengadilan Anak, maka Undang-Undang pidana. Berbeda dengan pendekatan yang
No. 11 Tahun 2012 tentang Sitem dipakai pada sistem peradilan pidana
Peradilan pidana Anak lebih komprehensip konvensional, pendekatan ini
dalam menempatkan posisi anak dalam menitikberatkan pada adanya partisipasi
hukum. Dibanding Undang-undang No.3 langsung pelaku, korban dan masyarakat
Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, dalam proses penyelesaian perkara pidana.
hanya melindungi anak sebagai korban Terlepas dari kenyataan bahwa pendekatan
dan tidak bagi pelaku, sebagai pelaku ini masih diperdebatkan secara teoritis,
Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 17 No. 1, Maret 2017: 92 - 107 93
Jurnal Penelitin Hukum
De Jure No740/AU/P2MI-LIPI/04/2016
Kamis, 11 Desember, Tahun 2015, Hal ini dapat dilihat dari ciri-ciri umum
22.51 WIB). hukum adat Indonesia, pandangan
Kelemahan dari system peradilan terhadap pelanggaran adat/delik adat serta
pidana yang ada berdasarkan Undang- model dan cara penyelesaian yang
Undang No. 3 Tahun 1997 sebagaimana ditawarkannya. Model sederhana dari
dikemukakan diawal tulisan ini adalah pendekatan keadilan restorative
pada posisi korban dan masyarakat yang sebenarnya sudah ada dalam masyarakat
belum mendapatkan posisinya sehingga Indonesia dimana penyelesaian konflik
kepentingan keduanya menjadi terabaikan. yang timbul dilakukan dengan cara
Sementara dalam model penyelesaian musyawarah. Model ini dalam bahasa
perkara pidana dengan menggunakan “restorative justice" dikenal sebagai model
pendekatan keadilan restorative peran conference, circle atau victim-offender
aktif kedua pihak ini menjadi penting mediation (VOM).
disamping peran pelaku. Di Indonesia, paradigma yang
Banyak pakar hukum menganggap ditawarkan oleh keadilan restoratif dalam
keadilan restoratif bukanlah konsep yang prakteknya bukan merupakan hal pilihan
baru. Keberadaannya barangkali sama yang terbaik. Praktek penyelesaian
tuanya dengan hukum pidana itu sendiri. sengketa non adversary atau di luar proses
Bahkan beribu tahun, upaya penanganan peradilan pidana, dalam kenyataannya
perkara pidana, pendekatan justru sudah diterapkan masyarakat sebagai
ditempatkan sebagai mekanisme utama cerminan dari lembaga musyawarah
bagi penanganan tindak pidana. Marc mufakat yang menjadi bagian dari filosofis
Levin menyatakan bahwa pendekatan yang bangsa Indonesia. Realita menunjukan
dulu dinyatakan sebagai usang, kuno dan bahwa penyelesaian suatu konflik didalam
tradisional kini justru dinyatakan sebagai masyarakat Indonesia, meskipun
pendekatan yang progresif. Hooker merupakan suatu pelanggaran perundang-
menggambarkan unsur-unsur universal undangan pidana, tidak selalu berakhir di
yang menjadi dasar hukum adat serta pengadilan. Kasus-kasus ringan seperti
sistemnya sebagai berikut: (Wiranata, kenakalan anak, pencurian ringan, bahkan
2005:60) sampai pada penganiayaan dan perkosaan
(a) Distribusi kewajiban sering ternyata juga dapat diselesaikan melalui
merupakan fungsi dari hubungan lewat lembaga musyawarah ini dengan
silsilah aktual; atau tanpa melibatkan petugas terkait.
(b) masyarakat, didefinisikan pada Tetapi kenyataan dilapangan, sebagai
silsilah atau dasar wilayah, hampir contoh yang terjadi banyak kendalan
selalu memiliki hak yang lebih besar didalam pelaksanaan Sistem Peradilan
atas distribusi tanah daripada Anak dengan menggunakan pendekatan
possesor individu system restorasi justice maupun diversi
(c) Lembaga tolong menolong dan pada kasus seorang anak untuk
gotong-royong, individu tunduk menghindari proses penahanan melalui
untuk seperangkat kewajiban; pembelaan anak yang mengalami proses
(d) semua posisi adat pelestarian hukum, untuk tidak dijebloskan ke dalam
keharmonisan antara masyarakat Lembaga Pemasyarakatan atas dasar
dan alam. putusan hakim di pengadilan. Melainkan
Konsep hukum adat Indonesia sebagai untuk pembelaan anak sebagai terdakwa
wadah dari institusi peradilan adat juga didorong untuk bertanggung jawab atas
memiliki konsep yang dapat digambarkan kesalahannya dengan jalan proses
sebagai akar dari keadilan restoratif. Di musyawarah. Hal ini dilakukan bertujuan
Indonesia, karakteristik dari hukum adat di agar peradilan anak dapat menjadi
tiap daerah pada umumnya amat pengalihan dari proses peradilan pidana ke
mendukung penerapan keadilan restoratif. luar proses formal untuk diselesaikan
Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 17 No. 1, Maret 2017: 92 - 107 95
Jurnal Penelitin Hukum
De Jure No740/AU/P2MI-LIPI/04/2016
restorative peran aktif kedua pihak ini lain yang disebut dalam bagian
menjadi penting disamping peran pelaku, Penjelasan Umum Undang-undang
maka sebagai focus tulisan ini adalah tersebut.
pelaksanaan Undang-Undang No.11 3. Isi Undang-Undang Nomor 11 Tahun
Tahun 2011 pengganti Undang-Undang 2012 menegaskan tentang keadilan
No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan restoratif merupakan suatu proses
Anak terhadap pembaharuan untuk diversi. Diversi adalah pengalihan
mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut penyelesaian perkara anak dari proses
diatas. peradilan pidana ke proses di luar
peradilan pidana. Maka semua pihak
A. Tujuan Pengantian Undang-Undang yang terlibat dalam suatu tindak
Nomor 3 Tahun 1997 menjadi pidana diharapkan agar dapat
Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 bersama-sama dalam mengatasi
tentang Peradilan Pidana Anak. masalah bertujuan untuk menciptakan
1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun suatu kewajiban didalam keputusan
2012 tentang Sistem Peradilan Pidana kekeluargaan dengan lebih baik
Anak (“UU SPPA”) yang mulai dengan melibatkan korban, anak, dan
dilaksanakan dua tahun setelah tanggal masyarakat untuk mencari solusi
pengundangannya, yaitu 30 Juli 2012 untuk memperbaiki, rekonsiliasi, dan
sebagaimana disebut dalam Ketentuan menenteramkan hati yang tidak
Penutupnya (Pasal 108 UU SPPA). menciptakan balas dendam.
Artinya UU SPPA ini mulai berlaku 4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun
sejak 31 Juli 2014. Tujuan 2012, dipergunakan untuk peradilan
penggantian adalah dinilai sudah tidak pidana anak-anak dibawah umur, yang
sesuai lagi dengan kebutuhan hukum artinya anak di bawah umur sebagai
dalam masyarakat dan belum secara anak yang telah berumur 12 tahun
komprehensif memberikan tetapi belum berumur 18 tahun, dan
perlindungan khusus kepada anak membedakan anak yang terlibat dalam
yang berhadapan dengan hukum. Dan suatu tindak pidana dalam tiga
untuk mewujudkan peradilan yang kategori : a). Anak yang menjadi
benar-benar menjamin perlindungan pelaku tindak pidana, berdasarkan
kepentingan terbaik terhadap setiap Pasal 1 angka 3; b). Anak yang
anak yang sedang berhadapan dengan menjadi korban tindak pidana,
hukum. berdasarkan Pasal 1 angka 4 ; dan c).
2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun Anak yang menjadi saksi tindak
2012 berdasarkan substansi berisikan pidana (Anak Saksi) berdasarkan Pasal
aturan-aturan tentang penempatan 1 angka 5.
anak yang menjalani proses peradilan 5. Berdasarkan Undang-undang No. 3
dapat ditempatkan di Lembaga Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak,
Pembinaan Khusus Anak (LPKA). yang membedakan Undang-Undang
Didalam Substansi dari isi peraturan Nomor 11 Tahun 2012 antara lain :
tersebut secara tegas tentang Proses peradilan anak tidak
“Keadilan Restoratif dan Diversi” agar membedakan kategori Anak Korban
proses peradilan anak dilaksanakan dan Anak Saksi. Akibatnya anak pihak
dengan tidak menyentuh anak dari korban dan anak pihak saksi tidak
proses peradilan tujuannya agar dapat dapat diberikan perlindungan hukum.
dapat menghindari stigmatisasi Konsekuensinya kasus-kasus peradilan
terhadap anak yang berhadapan anak banyak yang tidak terselesaikan
dengan hukum dan diharapkan anak menumpuk di pengadilan. Dan banyak
dapat kembali ke dalam lingkungan juga kasus-kasus tentang peradilan
sosial secara wajar. Demikian antara anak banyak yang tidak dilaporkan
Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 17 No. 1, Maret 2017: 92 - 107 97
Jurnal Penelitin Hukum
De Jure No740/AU/P2MI-LIPI/04/2016
Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 17 No. 1, Maret 2017: 92 - 107 99
Jurnal Penelitin Hukum
De Jure No740/AU/P2MI-LIPI/04/2016
tersebut ada dan menjadi rahasia umum dan; pengintegrasian kembali pelaku
dalam masyarakat. Hasil survey tersebut kejahatan dalam masyarakat. Istilah
pada dasarnya merupakan fenomena "penyelesaian di luar pengadilan"
gunung es, sebagaimana jumlah tindak umumnya dikenal sebagai kebijakan yang
pidana itu sendiri yang tidak semuanya dilakukan oleh aparat penegak hukum
tercatat dalam statistik kepolisian. Oleh yang memiliki wewenang untuk
karenanya selayaknya hal ini dapat dilihat melakukan beberapa hal sebagai berikut:
sebagai sebuah potensi untuk mereformasi sebagai penentu keluaran akhir dari suatu
sistem penanganan perkara pidana kasus sengketa, konflik, pertikaian atau
sekaligus potensi untuk menerapkan pelanggaran, namun juga memiliki
pendekatan keadilan restroactif. wewenang melakukan
(Marliana, 2009:17) diskresi/pengenyampingan perkara pidana
Untuk mewujudkan ruang sidang anak yang dilakukan oleh pihak tertentu,
dan ruang tunggu anak tersebut ketua dilanjutkan dengan permintaan kepada
pengadilan negeri Bandung mengadakan pelaku/ pelanggar agar mengakomodasi
diskusi dengan pemerintah kota Bandung kerugian korban. Istilah umum yang
dan pemerhati masalah anak di Bandung populer adalah dilakukannya "perdamaian"
yaitu Dr. Ignatius Pohan, Dra. Rinni dalam perkara pelanggaran hukum pidana.
Sutiarny, Psi sebagai psikolog anak, dan (Manan, 2008:1-3)
Ir. Anton Yuliarto Sigit sebagai Desain Keuntungan dari penggunaan
Interior dan Lembaga Perlindungan Anak "penyelesaian di luar pengadilan" dalam
(LPA Bandung). Diskusi tersebut menyelesaikan kasus'-kasus pidana adalah
dilakukan untuk mendapatkan tanggapan bahwa pilihan penyelesaian pada
mengenai keinginan Pengadilan Negeri umumnya diserahkan kepada pihak pelaku
Bandung untuk mendirikan ruang tahanan dan korban. (Manan, 2008:3) Keuntungan
khusus anak dan ruang tunggu anak. lain yang juga amat menonjol adalah biaya
Diskusi yang dilakukan menghasilkan yang murah. Sebagai suatu bentuk
kesepakatan dan keinginan serta dorongan pengganti sanksi, pihak pelaku dapat
untuk mewujudkan cita-cita besar menawarkan kompensasi yang
pengadilan negeri Bandung untuk dirundingkan/disepakati dengan pihak
memiliki ruang tahanan khusus anak dan korban. Dengan demikian, keadilan
ruang tunggu anak. Akhirnya pada tanggal menjadi buah dari kesepakatan bersama
13 Agustus 2004 kedua ruang tersebut antar para pihak sendiri, yaitu pihak
telah berhasil dibangun di Pengadilan korban dan pelaku, bukan berdasarkan
Negeri Bandung. (Kanwil Kumham kalkulasi jaksa dan putusan hakim.
Bandung, 2007-2008:21) Dengan demikian berdasarkan
Sasaran akhir konsep peradilan pendapat tokoh hukum didalam uraian
restorative ini mengharapkan tersebut diatas, penulis berpengertian
berkurangnya jumlah tahanan di dalam bahwa, konsep restorative justice,
penjara; menghapuskan stigma/cap dan dilaksanakan untuk proses penyelesaian
mengembalikan pelaku kejahatan menjadi tindakan pelanggaran hukum yang terjadi
manusia normal; pelaku kejahatan dapat dilakukan dengan membawa korban dan
menyadari kesalahannya, sehingga tidak pelaku (tersangka) bersama-sama duduk
mengulangi perbuatannya serta dalam satu pertemuan untuk bersama-sama
mengurangi beban kerja polisi, jaksa, berbicara. Dalam pertemuan tersebut
rutan, pengadilan, dan lapas; menghemat mediator memberikan kesempatan kepada
keuangan negara tidak menimbulkan rasa pihak pelaku untuk memberikan gambaran
dendam karena pelaku telah dimaafkan yang sejelas-jelasnya mengenai tindakan
oleh korban, korban cepat mendapatkan yang telah dilakukannya (Marliana,
ganti kerugian; memberdayakan 2009:180).
masyarakat dalam mengatasi kejahatan Pihak pelaku yang melakukan
100 Restorative Justice Dalam Peradilan Anak.. (Rr. Susana Andy Meyrina)
Jurnal Penelitin Hukum
Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 17 No. 1, Maret 2017: 92 - 107 101
Jurnal Penelitin Hukum
De Jure No740/AU/P2MI-LIPI/04/2016
korban harus berumur 18 tahun atau lebih. pelaku utnuk bermusyawarah dan
Peserta pihak pelaku harus dijelaskan mempersiapkan secara rinci daftar nama
dengan bantuan lembaga psikolog. pihak yang mengikuti pertemuan, namun
Mediator atau fasilitator adalah kelompok yang paling penting membiarkan
sukarela yang telah menjalani training pertemuan korban dan pelaku mengalir
intensif. Kebanyakan mediasi melibatkan dengan sendirinya tanpa arahan dan
comediator terhadap kasus-kasus yang pembatasan. Banyak juga mediator yang
membutuhkan persiapan banyak dan luas membayar jasa staf, walaupun persentase
sebalum menghadirkan kedua belah pihak mediator sukarela sudah dilatih dengan
bertemu dalam mediasi secara langsung. baik, harus lebih banyak dibanding yang
Dialog secara tidak langsung juga pemula (Marliana, 2009:185).
dimungkinkan sebagai pilihan dalam Tujuan dilaksanakannya VOM adalah
program VOM (Supeno, 2010:184). memberi penyelesaian terhadap peristiwa
VOM tujuannya memberikan yang terjadi, di antaranya dengan membuat
kesempatan bagi korban kejahatan sanksi alternatif bagi pelaku atau untuk
kekerasan bertemu secara langsung, aman, melakukan pembinaan di tempat khusus
resmi dan teratur dengan pelaku, bagi pelanggaran yagn benar-benar serius.
memberikan perlindungan terhadap Dalam bentuk dasarnya proses ini
lingkungan tempat tindak pidana. melibatkan dan membawa bersama korban
Selanjutnya upaya penyembuhan dan dan pelakunya kepada satu mediator yang
penghapusan kerusakan yang terjadi akibat mengkoordinasi dan memfasilitasi
perbuatannya. Upaya penyembuhan yang pertemuan.
menghilangkan trauma yang terjadi dalam Sasaran dari VOM yaitu proses
kurun waktu yang relatif agak lama yaitu penyembuhan terhadap korban dengan
menunggu pihak korban untuk bersedia menyediakan wadah bagi semua pihak
melakukan perdamaian dan berniat ikut untuk bertemu dan berbicara secara
serta dalam program restorative justice sukarela serta memberi kesempatan pada
yang akan dilaksanakan. Pelaku pelaku belajar terhadap akibat dari
diundangkan untuk ikut berpartisipasi perbuatannya dan mengambil
harus dengan sukarela. tanggungjawab langsung atas
Proses pertemuan berlangsung dengan perbuatannya itu serta membuat rencana
lancar. Pertemuan langsung secara nyata penyelesaian kerugian yang terjadi.
diyakini sebagai satu bagian penting Peserta yang terlibat dalam bentuk
sepanjang perhatian yang terus-menerus mediasi adalah korban (secara sukarela),
dari titik penyerahan, persiapan pelaku, pihak yang bersimpati terhadap
pertemuan, sampai pelaksanaan setelah kedua pihak, orangtua/wali dari kedua
selesai mediasi. Persiapan akan selesai pihak dan orang yang dianggap penting
dalam waktu kurang lebih enam bulan dan bila diperlukan, serta mediator yang dilatih
bahkan lebih lama. Para peserta khusus.
diumpamakan seperti baterai yang Tata cara pelaksanaannya, tahapan
terpasang seri dan dirancang dengan awal dari VOM mediator melakukan
sistem protokol untuk memfasilitasi mediasi mempersiapkan korban dan
kedatangan mereka kepada pegangan atas pelaku bertemu. Persiapan awal mediasi
ketakutan dan kegagalan dan membantu atau pramediasi minimal sekali pertemuan
mereka menjalani proses penyembuhan dalam tatap muka secara langsung dan hal
dan penghapusan. ini sangat membantu untuk tercapainya
Mediator bekerjasama dengan protokol kesepakatan yang maksimal pada mediasi
dengan sangat teliti dan cermat sesungguhnya nanti. Dalam pertemuan
mempersiapkan proses pemanduan pramediasi ini mediator mendengarkan
pertemuan antara korban dengan pelaku. bagaimana peristiwa tersebut telah terjadi,
Mediator menaksir kesiapan korban dan mengidentifikasi hal-hal yang penting
102 Restorative Justice Dalam Peradilan Anak.. (Rr. Susana Andy Meyrina)
Jurnal Penelitin Hukum
Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 17 No. 1, Maret 2017: 92 - 107 103
Jurnal Penelitin Hukum
De Jure No740/AU/P2MI-LIPI/04/2016
104 Restorative Justice Dalam Peradilan Anak.. (Rr. Susana Andy Meyrina)
Jurnal Penelitin Hukum
Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 17 No. 1, Maret 2017: 92 - 107 105
Jurnal Penelitin Hukum
De Jure No740/AU/P2MI-LIPI/04/2016
DAFTAR PUSTAKA
106 Restorative Justice Dalam Peradilan Anak.. (Rr. Susana Andy Meyrina)
Jurnal Penelitin Hukum
Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 17 No. 1, Maret 2017: 92 - 107 107