You are on page 1of 16

RESTORATIVE JUSTICE DALAM PERADILAN ANAK

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO.11 TAHUN 2012


(Restorative Justice in Juvenile Justice System Based on Law No. 11 Of 2012)

Rr. Susana Andi Meyrina


Peneliti pada Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan
Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM
Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia
Kav. 4-5 Rasuna Said Kuningan Jakarta Selatan
Email: susanaandimeyrina@yahoo.com
Tulisan Diterima: 02-02-2017; Direvisi: 16-03-2017;
Disetujui Diterbitkan: 20-03-2017

ABSTRACT
The concept of Restorative Justice as an alternative settlement of juvenile criminal cases.
Restorative Justice is defined as a process whereby all the parties with respect to certain
criminal act to sit together to solve problems and think about how to address the victims and
the perpetrators of the law, still put forward the principle of the best interests of the child as
well as the process of judgment is the last to remain not ignore the rights of children. If the
legal process continues to the process of reporting to the police, the law enforcement
essentially through diversion efforts undertaken by the police using discretionary authority.
Discretion is is a diversion from the criminal justice process formally to non formal process
to be resolved amicably. This approach can be applied to the settlement of cases of children
in conflict with the law. It is based on the change of Act No.11 of 2011 replacement of Law
No.3 of 1997 on Kids courts only protect children as victims and not the perpetrators, as the
perpetrators of categorized children are still under age, his position is not equated with adult
offenders.
Keywords: Restorative Justice, Juvenile Justice

ABSTRAK
Konsep Restorative Justice sebagai alternative penyelesaian perkara pidana anak. Restorative
Justice dimaknai sebagai suatu proses dimana semua pihak yang terkait dengan tindak pidana
tertentu duduk bersama-sama untuk memecahkan masalah dan memikirkan bagaimana
mengatasi terhadap pihak korban dan pelaku hukum, tetap mengedepankan prinsip
kepentingan terbaik bagi anak serta proses penghukuman adalah jalan terakhir dengan tetap
tidak mengabaikan hak-hak anak. Apabila proses hukum berlanjut kepada proses pelaporan ke
Kepolisian maka dasarnya pelaksanaan hukum melalui upaya diversi yang dilakukan oleh
pihak kepolisian dengan menggunakan otoritas diskresi. Diskresi adalah adalah pengalihan
dari proses pengadilan pidana secara formal ke proses non formal untuk diselesaikan secara
musyawarah. Pendekatan ini dapat diterapkan bagi penyelesaian kasus-kasus anak yang
berkonflik dengan hukum. Hal ini berdasarkan perubahan Undang-undang No.11 Tahun 2011
pengganti Undang-undang No.3 Tahun 1997 tentang pengadilan Anak hanya melindungi anak
sebagai korban dan tidak bagi pelaku, sebagai pelaku dikategorikan anak masih dibawah
umur, posisinya tidak di samakan dengan pelaku orang dewasa.
Kata Kunci : Restorative Justice, Peradilan Anak

Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 17 No. 1, Maret 2017: 92 - 107 92
Jurnal Penelitin Hukum

De Jure Akreditasi LIPI: No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

PENDAHULUAN
Kebijakan Pemerintah terhadap terkadang diposisikan sama dengan pelaku
permasalahan dari peradilan anak untuk orang dewasa, ini yang menjadi titik
melindungi anak terhadap hukum, yang kelemahan Peraturan Perundang-undangan
pertama adalah perlindungan khusus yaitu yang lama, akibatnya banyak
perlindungan hukum dalam sistem mendatangkan kerugian baik pihak
peradilan, dan yang kedua adalah undang- terdakwa dan pihak peradilan.
undang yang mengatur khusus tentang Dengan demikian maka
peradilan anak. Dan Undang-undang No. 3 perkembangannya, Undang-undang No. 11
Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak saat Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
ini di ganti dengan Undang-undang No. 11 Pidana Anak banyak mengalami
Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan perubahan, antara lain dilihat dari segi
Pidana Anak. definisi anak menjadi lebih luas dan
Maka didalam pergantian tersebut, mengarah kepada sistem peradilan pidana.
menjadi perubahan guna perkembangan Dan dari segi lembaganya terdapat
yang yang lebih baik bagi melindungi anak lembaga-lembaga yang dapat menjamin
yang mengalami proses di peradilan. hak anak dalam menjalani sistem
Perubahan perundang-undangan tersebut peradilan. Dan juga dari segi asas juga
berisikan tentang “Sistem Peradilan Pidana jelas bahwa hak-hak anak dijunjung tinggi
Anak” yang disahkan langsung oleh dalan undang-undang tersebut. Demikian
Presiden bersama DPR (Dewan juga segi sanksi pidana terhadap anak,
Perwakilan Rakyat), pada akhir bulanJjuli mengalami perluasan yang tadinya
Tahun 2012. cenderung mengikuti KUHP, sekarang
Tujuan penggantian yang berlaku saat lebih ke arah perluasan dari sanksi pidana
ini adalah Undang-Undang No.11 Tahun itu sendiri. Maka dapat dianalisis terjadi
2012, agar peradilan anak semakin pelaksanaan yakni pada ketentuan
efektifnya dalam melindungi anak yang pidananya tidak ada pada Undang-Undang
terjerat hukum dengan mewujudkan yang lama di Undang-Undang No. 3
“Sistem Peradilan Pidana yang Terpadu” Tahun 1997. Maka berdasarkan pada
atau (“integrated criminal justice pelaksanaan Undang-undang baru yaitu
system”). Perbandingan Undang-Undang Undang-Undang No.11 Tahun 2012 agar
No. 11 Tahun 2012 dengan Undang- dapat sebagai dasar untuk melaksanakan
undang No. 3 Tahun 1997 mencangkup sistem pemidanaan di Indonesia bagi anak,
pengertian perubahan yang sangat luas, tidak saja melalui hukuman penjara semata
diantaranya adalah : Definisi anak, tapi juga melalui penerapan Restorative
Lembaga-lembaga anak, Asas-asas, Sanksi Justice,lebih tepat untuk dilaksanakan.
pidana, Ketentuan pidana. “Restorative Justice" atau sering
Jika diperbandingkan Undang-Undang diterjemahkan sebagai keadilan restoratif
No. 11 Tahun 2012 tentang Sitem (Yanti, 1998:1), merupakan suatu model
Peradilan pidana Anak dengan Undang- pendekatan yang muncul dalam era tahun
Undang No.3 Tahun 1997 tentang 1960-an dalam upaya penyelesaian perkara
pengadilan Anak, maka Undang-Undang pidana. Berbeda dengan pendekatan yang
No. 11 Tahun 2012 tentang Sitem dipakai pada sistem peradilan pidana
Peradilan pidana Anak lebih komprehensip konvensional, pendekatan ini
dalam menempatkan posisi anak dalam menitikberatkan pada adanya partisipasi
hukum. Dibanding Undang-undang No.3 langsung pelaku, korban dan masyarakat
Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, dalam proses penyelesaian perkara pidana.
hanya melindungi anak sebagai korban Terlepas dari kenyataan bahwa pendekatan
dan tidak bagi pelaku, sebagai pelaku ini masih diperdebatkan secara teoritis,

Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 17 No. 1, Maret 2017: 92 - 107 93
Jurnal Penelitin Hukum

De Jure No740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

akan tetapi pandangan ini pada dipergunakan dalam penanganan perkara


kenyataannya berkembang dan banyak pidana tergambar dari definisi yang
mempengaruhi kebijakan hukum dan dikemukakan oleh Dignan sebagai berikut:
praktik di berbagai negara. (Muladi dan Barda Nawawi Arief,
Penanganan perkara pidana dengan 1992:15-16).
pendekatan keadilan restoratif Keadilan restoratif adalah suatu
menawarkan pandangan dan pendekatan kerangka kerja baru untuk menanggapi
berbeda dalam memahami dan menangani kesalahan dan konflik yang cepat
suatu tindak pidana. Dalam pandangan mendapatkan penerimaan dan dukungan
keadilan restoratif makna tindak pidana oleh pendidikan, pekerjaan hukum, sosial,
pada dasarnya sama seperti pandangan dan konseling profesional dan kelompok
hukum pidana pada umumnya yaitu masyarakat. Keadilan restoratif adalah
serangan terhadap individu dan pendekatan dinilai berbasis menanggapi
masyarakat serta hubungan kesalahan dan konflik, dengan fokus
kemasyarakatan (Siswosoebroto, 2009:6). seimbang pada orang yang dirugikan,
Akan tetapi dalam pendekatan keadilan orang yang menyebabkan kerugian, dan
restoratif, korban utama atas terjadinya masyarakat yang terkena dampak.
suatu tindak pidana bukanlah negara, Definisi tersebut mensyaratkan adanya
sebagaimana dalam sistem peradilan suatu kondisi tertentu yang menempatkan
pidana yang sekarang ada (Siswosoebroto, keadilan restorative sebagai nilai dasar
2009:6). Oleh karenanya kejahatan yang dipakai dalam merespon suatu
menciptakan kewajiban untuk membenahi perkara pidana. Dalam hal ini disyaratkan
rusaknya hubungan akibat terjadinya suatu adanya keseimbangan fokus perhatian
tindak pidana. Sementara keadilan antara kepentingan pelaku dan korban
dimaknai sebagai proses pencarian serta memperhitungkan pula dampak
pemecahan masalah yang terjadi atas suatu penyelesaian perkara pidana tersebut
perkara pidana dimana keterlibatan dalam masyarakat. Penerapan syarat ini
korban, masyarakat dan pelaku menjadi bukanlah hal yang mudah mengingat
penting dalam usaha perbaikan, mainstream berfikir dari petugas penegak
rekonsiliasi dan penjaminan hukum yang sudah terpola dengan alur
keberlangsungan usaha perbaikan tersebut. berfikir konvensional sistem peradilan
Sebagai pendekatan yang paling pidana yang ada saat ini. Wajar bila
mutakhir dalam hukum pidana, maka mengingat pandangan Mark Umbreit,
PBB melalui Basic principles yang telah menyatakan :
digariskannya menilai bahwa pendekatan Keadilan restoratif menyediakan
keadilan restoratif adalah pendekatan yang kerangka kerja yang sangat berbeda
dapat dipakai dalam sistem peradilan untuk memahami dan menanggapi
pidana yang rasional. Hal ini sejalan kejahatan. Kejahatan dipahami sebagai
dengan pandangan G.P. Hoefnagels yang merugikan individu dan masyarakat,
menyatakan bahwa politik kriminil harus bukan sekadar melanggar hukum
rasional (a rational total of the responses abstrak terhadap negara. Mereka yang
to crime) (Muladidan Barda Nawawi paling langsung terpengaruh oleh
Arief, 1992:15-16). Pendekatan keadilan kejahatan - korban, anggota masyarakat
restoratif merupakan suatu paradigma dan pelaku - adalah-karena itu didorong
yang dapat dipakai sebagai bingkai dari untuk memainkan peran aktif dalam
strategi penanganan perkara pidana yang proses peradilan. Daripada fokus saat
bertujuan menjawab ketidakpuasan atas ini pada hukuman pelaku, pemulihan
bekerjanya sistem peradilan pidana yang kerugian emosional dan material dari
ada saat ini. kejahatan yang jauh lebih penting.
Pemahaman keadilan restoratif suatu (POLRI-fetrizals. blogspot. com.
bentuk pendekatan baru yang dapat

94 Restorative Justice Dalam Peradilan Anak.. (Rr. Susana Andy Meyrina)


Jurnal Penelitin Hukum

De Jure Akreditasi LIPI: No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

Kamis, 11 Desember, Tahun 2015, Hal ini dapat dilihat dari ciri-ciri umum
22.51 WIB). hukum adat Indonesia, pandangan
Kelemahan dari system peradilan terhadap pelanggaran adat/delik adat serta
pidana yang ada berdasarkan Undang- model dan cara penyelesaian yang
Undang No. 3 Tahun 1997 sebagaimana ditawarkannya. Model sederhana dari
dikemukakan diawal tulisan ini adalah pendekatan keadilan restorative
pada posisi korban dan masyarakat yang sebenarnya sudah ada dalam masyarakat
belum mendapatkan posisinya sehingga Indonesia dimana penyelesaian konflik
kepentingan keduanya menjadi terabaikan. yang timbul dilakukan dengan cara
Sementara dalam model penyelesaian musyawarah. Model ini dalam bahasa
perkara pidana dengan menggunakan “restorative justice" dikenal sebagai model
pendekatan keadilan restorative peran conference, circle atau victim-offender
aktif kedua pihak ini menjadi penting mediation (VOM).
disamping peran pelaku. Di Indonesia, paradigma yang
Banyak pakar hukum menganggap ditawarkan oleh keadilan restoratif dalam
keadilan restoratif bukanlah konsep yang prakteknya bukan merupakan hal pilihan
baru. Keberadaannya barangkali sama yang terbaik. Praktek penyelesaian
tuanya dengan hukum pidana itu sendiri. sengketa non adversary atau di luar proses
Bahkan beribu tahun, upaya penanganan peradilan pidana, dalam kenyataannya
perkara pidana, pendekatan justru sudah diterapkan masyarakat sebagai
ditempatkan sebagai mekanisme utama cerminan dari lembaga musyawarah
bagi penanganan tindak pidana. Marc mufakat yang menjadi bagian dari filosofis
Levin menyatakan bahwa pendekatan yang bangsa Indonesia. Realita menunjukan
dulu dinyatakan sebagai usang, kuno dan bahwa penyelesaian suatu konflik didalam
tradisional kini justru dinyatakan sebagai masyarakat Indonesia, meskipun
pendekatan yang progresif. Hooker merupakan suatu pelanggaran perundang-
menggambarkan unsur-unsur universal undangan pidana, tidak selalu berakhir di
yang menjadi dasar hukum adat serta pengadilan. Kasus-kasus ringan seperti
sistemnya sebagai berikut: (Wiranata, kenakalan anak, pencurian ringan, bahkan
2005:60) sampai pada penganiayaan dan perkosaan
(a) Distribusi kewajiban sering ternyata juga dapat diselesaikan melalui
merupakan fungsi dari hubungan lewat lembaga musyawarah ini dengan
silsilah aktual; atau tanpa melibatkan petugas terkait.
(b) masyarakat, didefinisikan pada Tetapi kenyataan dilapangan, sebagai
silsilah atau dasar wilayah, hampir contoh yang terjadi banyak kendalan
selalu memiliki hak yang lebih besar didalam pelaksanaan Sistem Peradilan
atas distribusi tanah daripada Anak dengan menggunakan pendekatan
possesor individu system restorasi justice maupun diversi
(c) Lembaga tolong menolong dan pada kasus seorang anak untuk
gotong-royong, individu tunduk menghindari proses penahanan melalui
untuk seperangkat kewajiban; pembelaan anak yang mengalami proses
(d) semua posisi adat pelestarian hukum, untuk tidak dijebloskan ke dalam
keharmonisan antara masyarakat Lembaga Pemasyarakatan atas dasar
dan alam. putusan hakim di pengadilan. Melainkan
Konsep hukum adat Indonesia sebagai untuk pembelaan anak sebagai terdakwa
wadah dari institusi peradilan adat juga didorong untuk bertanggung jawab atas
memiliki konsep yang dapat digambarkan kesalahannya dengan jalan proses
sebagai akar dari keadilan restoratif. Di musyawarah. Hal ini dilakukan bertujuan
Indonesia, karakteristik dari hukum adat di agar peradilan anak dapat menjadi
tiap daerah pada umumnya amat pengalihan dari proses peradilan pidana ke
mendukung penerapan keadilan restoratif. luar proses formal untuk diselesaikan

Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 17 No. 1, Maret 2017: 92 - 107 95
Jurnal Penelitin Hukum

De Jure No740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

secara musyawarah. tetap diproses di pengadilan anak.


Menurut sumber Ikatan Lembaga Proses yang demikian bukan dilihat
Bantuan Hukum di beberapa wilayah, DKI dari umur si anak namun dilihat
Jakarta, Bogor dan Tangerang Selatan, ketika anak melakukan kejahatan
bahwa pelaksanaan Sistem Peradilan Anak ketika itu masih berusia anak.
dengan menggunakan pendekatan system Berdasarkan uraian diatas, maka yang
restorasi justice maupun diversi, tidak menjadi permasalahan adalah :
berjalan dengan baik diantaranya adalah, Bagaimanakah pelaksanaan peraturan baru
pada yang pihak-pihak yang terlibat, yaitu Undang-Undang No.11 Tahun 2012
diantaranya kenyataan di pangan adalah : terhadap kasus-kasus tersebut diatas ?
a) BAPAS (Balai Pemasyarakatan)
Kementerian Hukum dan HAM, METODE PENELITIAN
yang memiliki peran yang cukup Berdasarkan permasalahan pada latar
besar didalam perjalanan proses belakang diatas, penelitian ini dilakukan
penyidikan dan penuntutan serta dengan menggunakan pendekatan yuridis,
pengadilan, hal ini sangat dilakukan dengan meneliti bahan pustaka
mempengaruhi pelaksanaan atau data sekunder belaka. Pemikiran
restorasi justice. Karena hakim normative didasarkan pada penelitian,
sebelum memutuskan terdakwa asas-asas hukum, sistematik hukum, taraf
anak di pengadilan menunggu hasil sinkronisasi vertical dan horizontal,
laporan dari pihak BAPAS. Proses perbandingan hukum, dan sejarah hokum
ini menjadi titik-titik rawan (Soekanto dan Sri Mamudji, 1979 :15).
kemungkinan muncul tindakan- Dan metode penelitian ini sebagai dasar
tindakan yang negatif (suap). untuk meneliti yang berfokus pada proses
b) Adanya pemaksaan agar terjadi peradilan anak sesuai Undang-Undang
proses perdamaian dari pihak No.11 Tahun 2012 tentang Pengadilan
Kepolisian dan kejaksaan yang Anak. Untuk mendapatkan cara yang
merupakan hasil pendekatan (suap) terbaik agar dapat ditempuh dalam
keluarga pelaku dengan pihak Penanganan Anak bermasalah dengan
Kepolisan dan kejaksaan. hukum, agar hakim dapat menggunakan
c) Dan ketika undang-undang telah Restroactive Justice, untuk menyelesaikan
berjalan akan nampak kelemahan sesuai dengan peraturan baru.
dari Undang-undang SP2A. Secara Untuk mendukung tulisan ini, juga
khusus, SP2A juga tidak mampu menggunakan bahan hukum sekunder
menyelesaikan tentang wansprestasi untuk menjelaskan berdasarkan pada
bagi anak yang telah di Diversi bahan-bahan hukum primer dalam
sebagai contoh ketika anak 18 tahun menyangkut pendapat para ahli-ahli
yang telah melakukan kejahatan hukum dengan teori-teori yang relevan
telah di Diversi namun, ketika ia agar dapat dianalisis manfaat Undang-
berumur lebih 18 tahun melakukan Undang No.11 Tahun 2014 terhadap
kejahatan yang sama terhadap orang peradilan anak.
yang sama pertanyaannya adalah
apakah anak tersebut masih dapat PEMBAHASAN
dipertanggung jawabkan untuk Kelemahan dari system peradilan
diproses dipengadilan anak atau pidana yang yang sering dilaksanakan
tidak? adalah pada posisi korban dan masyarakat
d) SP2A hanya mengenal anak yang yang belum mendapatkan posisinya
ketika melakukan kejahatan belum sehingga kepentingan keduanya menjadi
berumur 18 tahun atau 18 tahun terabaikan. Sementara dalam model
meskipun dalam proses usia anak penyelesaian perkara pidana dengan
menjadi dewasa maka anak tersebut menggunakan pendekatan keadilan

96 Restorative Justice Dalam Peradilan Anak.. (Rr. Susana Andy Meyrina)


Jurnal Penelitin Hukum

De Jure Akreditasi LIPI: No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

restorative peran aktif kedua pihak ini lain yang disebut dalam bagian
menjadi penting disamping peran pelaku, Penjelasan Umum Undang-undang
maka sebagai focus tulisan ini adalah tersebut.
pelaksanaan Undang-Undang No.11 3. Isi Undang-Undang Nomor 11 Tahun
Tahun 2011 pengganti Undang-Undang 2012 menegaskan tentang keadilan
No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan restoratif merupakan suatu proses
Anak terhadap pembaharuan untuk diversi. Diversi adalah pengalihan
mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut penyelesaian perkara anak dari proses
diatas. peradilan pidana ke proses di luar
peradilan pidana. Maka semua pihak
A. Tujuan Pengantian Undang-Undang yang terlibat dalam suatu tindak
Nomor 3 Tahun 1997 menjadi pidana diharapkan agar dapat
Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 bersama-sama dalam mengatasi
tentang Peradilan Pidana Anak. masalah bertujuan untuk menciptakan
1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun suatu kewajiban didalam keputusan
2012 tentang Sistem Peradilan Pidana kekeluargaan dengan lebih baik
Anak (“UU SPPA”) yang mulai dengan melibatkan korban, anak, dan
dilaksanakan dua tahun setelah tanggal masyarakat untuk mencari solusi
pengundangannya, yaitu 30 Juli 2012 untuk memperbaiki, rekonsiliasi, dan
sebagaimana disebut dalam Ketentuan menenteramkan hati yang tidak
Penutupnya (Pasal 108 UU SPPA). menciptakan balas dendam.
Artinya UU SPPA ini mulai berlaku 4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun
sejak 31 Juli 2014. Tujuan 2012, dipergunakan untuk peradilan
penggantian adalah dinilai sudah tidak pidana anak-anak dibawah umur, yang
sesuai lagi dengan kebutuhan hukum artinya anak di bawah umur sebagai
dalam masyarakat dan belum secara anak yang telah berumur 12 tahun
komprehensif memberikan tetapi belum berumur 18 tahun, dan
perlindungan khusus kepada anak membedakan anak yang terlibat dalam
yang berhadapan dengan hukum. Dan suatu tindak pidana dalam tiga
untuk mewujudkan peradilan yang kategori : a). Anak yang menjadi
benar-benar menjamin perlindungan pelaku tindak pidana, berdasarkan
kepentingan terbaik terhadap setiap Pasal 1 angka 3; b). Anak yang
anak yang sedang berhadapan dengan menjadi korban tindak pidana,
hukum. berdasarkan Pasal 1 angka 4 ; dan c).
2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun Anak yang menjadi saksi tindak
2012 berdasarkan substansi berisikan pidana (Anak Saksi) berdasarkan Pasal
aturan-aturan tentang penempatan 1 angka 5.
anak yang menjalani proses peradilan 5. Berdasarkan Undang-undang No. 3
dapat ditempatkan di Lembaga Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak,
Pembinaan Khusus Anak (LPKA). yang membedakan Undang-Undang
Didalam Substansi dari isi peraturan Nomor 11 Tahun 2012 antara lain :
tersebut secara tegas tentang Proses peradilan anak tidak
“Keadilan Restoratif dan Diversi” agar membedakan kategori Anak Korban
proses peradilan anak dilaksanakan dan Anak Saksi. Akibatnya anak pihak
dengan tidak menyentuh anak dari korban dan anak pihak saksi tidak
proses peradilan tujuannya agar dapat dapat diberikan perlindungan hukum.
dapat menghindari stigmatisasi Konsekuensinya kasus-kasus peradilan
terhadap anak yang berhadapan anak banyak yang tidak terselesaikan
dengan hukum dan diharapkan anak menumpuk di pengadilan. Dan banyak
dapat kembali ke dalam lingkungan juga kasus-kasus tentang peradilan
sosial secara wajar. Demikian antara anak banyak yang tidak dilaporkan

Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 17 No. 1, Maret 2017: 92 - 107 97
Jurnal Penelitin Hukum

De Jure No740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

karena cenderung ketakutan dengan Pembimbing Kemasyarakatan, dan


proses peradilan yang tidak kunjung Pekerja Sosial Profesional
selesai akibatnya mengganggu pihak mengambil keputusan dilaksanakan
korban didalam pendidikannya sesuai pasal Pasal 21. Diantaranya
(sekolah), untuk menghadapi sistem adalah : Untuk diserahkan kembali
peradilan pidana. kepada orang tua/Wali; atau
6. Undang-Undang Nomor 11 Tahun diikutsertakan untuk mengikuti
2012 berdasarkan isi Pasal 69 ayat (2), program pendidikan, pembinaan,
yang dapat meringankan didalam dan pembimbingan di instansi
proses peradilan anak, bagi pelaku pemerintah atau LPKS di instansi
tindak pidana yang berumur di bawah yang menangani bidang
14 tahun adalah : kesejahteraan sosial, baik di tingkat
a) Sanksi Tindakan didalam peradilan pusat maupun daerah, paling lama
anak, bahwa terdakwa anak 6 (enam) bulan.
meliputi (Pasal 82), untuk 7. Hak-hak Anak berdasarkan Undang-
meringankan putusan dakwaan, Undang Nomor 11 Tahun 2012,
antara lain adalah : Pengembalian berdasarkan pada isi pasal 3, yakni :
kepada orang tua/Wali; Penyerahan Diperlakukan secara manusiawi
kepada seseorang; Perawatan di dengan memperhatikan kebutuhan
rumah sakit jiwa; Perawatan di sesuai dengan umurnya; Dipisahkan
LPKS (Lembaga Pembinaan dari orang dewasa; Memperoleh
Khusus Anak) adalah lembaga atau bantuan hukum dan bantuan lain
tempat Anak menjalani masa secara efektif; Melakukan kegiatan
pidananya; Kewajiban mengikuti rekreasional; Bebas dari penyiksaan,
pendidikan formal dan/atau penghukuman atau perlakuan lain
pelatihan yang diadakan oleh yang kejam, tidak manusiawi, serta
pemerintah atau badan swasta; merendahkan derajat dan martabatnya;
Pencabutan surat izin mengemudi; Tidak dijatuhi pidana mati atau pidana
dan/atau Perbaikan akibat tindak seumur hidup; Tidak ditangkap,
pidana. ditahan, atau dipenjara, kecuali
b) Penjatuhan sanksi pidana yang sebagai upaya terakhir dan dalam
dapat dikenakan kepada pelaku waktu yang paling singkat;
tindak pidana anak terbagi atas Memperoleh keadilan di muka
“Pidana Pokok dan Pidana pengadilan anak yang objektif, tidak
Tambahan” , pada isi Pasal 71, memihak, dan dalam sidang yang
Pidana Pokok terdiri atas : Pidana tertutup untuk umum; Tidak
peringatan; Pidana dengan syarat, dipublikasikan identitasnya;
yang terdiri atas: pembinaan di luar Memperoleh pendampingan orang
lembaga, pelayanan masyarakat, tua/Wali dan orang yang dipercaya
atau pengawasan; Diberikan oleh anak; Memperoleh advokasi
Pelatihan kerja; Pembinaan dalam sosial; Memperoleh kehidupan
lembaga; Penjara. Jika pribadi; Memperoleh aksesibilitas,
mendapatkan putusan hakim, terutama bagi anak cacat; Memperoleh
pidana tambahan terdiri dari : pendidikan; Memperoleh pelayananan
Perampasan keuntungan yang kesehatan; dan Memperoleh hak lain
diperoleh dari tindak pidana; atau sesuai dengan ketentuan peraturan
Pemenuhan kewajiban adat. perundang-undangan.
Terkecuali untuk anak dibawah 8. Hak-hak Anak berdasarkan Undang-
umur 12 (dua belas) tahun, Undang Nomor 11 Tahun 2012,
melakukan atau diduga melakukan berdasarkan pada isi Pasal 4,
tindak pidana, Penyidik, menyatakan bahwa anak yang sedang

98 Restorative Justice Dalam Peradilan Anak.. (Rr. Susana Andy Meyrina)


Jurnal Penelitin Hukum

De Jure Akreditasi LIPI: No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

menjalani masa pidana berhak atas : pidana berhak untuk mendapatkan


Remisi atau pengurangan masa bantuan hukum tanpa
pidana; Asimilasi; Cuti mengunjungi mempermasalahkan jenis tindak
keluarga; Pembebasan bersyarat; Cuti pidana telah dilakukan. Dan setiap
menjelang bebas; Cuti bersyarat; Hak- anak berhak mendapatkan bantuan
hak lain sesuai dengan peraturan hukum di setiap tahapan pemeriksaan,
perundang-undangan. baik dalam tahap penyelidikan,
9. Undang-Undang Nomor 11 Tahun penyidikan, penuntutan, maupun tahap
2012, berdasarkan pada isi Pasal 32 pemeriksaan di pengadilan. Anak saksi
ayat (2), menyatakan bahwa dan anak korban wajib didampingi
penahanan terhadap anak hanya dapat oleh Orang Tua atau Wali, orang yang
dilakukan dengan syarat anak telah dipercaya oleh anak, atau pekerja
berumur 14 (empat belas) tahun, atau sosial dalam setiap tahapan
diduga melakukan tindak pidana pemeriksaan. Akan tetapi, jika orang
dengan ancaman pidana penjara tujuh tua dari anak tersebut adalah pelaku
tahun atau lebih. Jika masa penahanan tindak pidana, maka orang tua atau
sebagaimana yang disebutkan di atas Walinya tidak wajib mendampingi.
telah berakhir, anak wajib dikeluarkan 12. Undang-Undang Nomor 11 Tahun
dari tahanan demi hukum. 2012, Pasal 86 ayat (1), menegaskan
10. Undang-Undang Nomor 11 Tahun anak yang belum selesai menjalani
2012, Pasal 58 ayat (3), Mengatur pidana di Lembaga Pembinaan Khusus
tentang “Pemeriksaan Terhadap Anak Anak (“LPKA”) dan telah mencapai
Sebagai Saksi atau Anak Korban” umur 18 (delapan belas) tahun
bertujuan memberikan kemudahan dipindahkan ke lembaga
bagi anak saksi atau anak korban pemasyarakatan pemuda. Pengaturan
dalam memberikan keterangan di tersebut tidak ada dalam peraturan
pengadilan. Saksi/korban yang tidak Pasal 61 UU Pengadilan Anak. Dan
dapat hadir untuk memberikan baik pada uraian isi Undang-Undang
keterangan di depan sidang pengadilan Nomor 11 Tahun 2012 dan Undang-
dengan alasan apapun dapat undang Pengadilan Anak sama-sama
memberikan keterangan di luar sidang mengatur bahwa penempatan anak di
pengadilan melalui perekaman Lembaga Pemasyarakatan dilakukan
elektronik yang dilakukan oleh dengan menyediakan blok tertentu
Pembimbing Kemasyarakatan bagi mereka yang telah mencapai
setempat, dengan dihadiri oleh umur 18 (delapan belas) tahun sampai
Penyidik atau Penuntut Umum, dan 21 (dua puluh satu) tahun (Penjelasan
Advokat atau pemberi bantuan hukum Pasal 86 ayat (2) UU SPPA dan
lainnya yang terlibat dalam perkara Penjelasan Pasal 61 ayat (2) UU
tersebut. Anak saksi atau korban juga Pengadilan Anak).
diperbolehkan memberikan keterangan
melalui pemeriksaan jarak jauh B. Kebutuhan Masyarakat Terhadap
dengan menggunakan alat komunikasi Keadilan Restoratif berdasarkan
audiovisual. Pada saat memberikan Undang-Undang No. 11 Tahun 2012.
keterangan dengan cara ini, anak harus Deskripsi kasus diatas tentang
didampingi oleh orang tua/Wali, pendekatan keadilan restoratif pada
Pembimbing Kemasyarakatan atau dasarnya telah menjadi suatu kebutuhan
pendamping lainnya. dalam masyarakat. Kebutuhan ini
11. Undang-Undang Nomor 11 Tahun diperlihatkan bahwa penyelesaian perkara
2012, Pasal 23 ayat (3), menegaskan pidana diluar sistem meskipun tidak
“Hak Mendapatkan Bantuan Hukum”, ditemui dalam statistik kepolisian namun
setiap anak yang terlibat dalam tindak hasil survey memperlihatkan bahwa hal

Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 17 No. 1, Maret 2017: 92 - 107 99
Jurnal Penelitin Hukum

De Jure No740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

tersebut ada dan menjadi rahasia umum dan; pengintegrasian kembali pelaku
dalam masyarakat. Hasil survey tersebut kejahatan dalam masyarakat. Istilah
pada dasarnya merupakan fenomena "penyelesaian di luar pengadilan"
gunung es, sebagaimana jumlah tindak umumnya dikenal sebagai kebijakan yang
pidana itu sendiri yang tidak semuanya dilakukan oleh aparat penegak hukum
tercatat dalam statistik kepolisian. Oleh yang memiliki wewenang untuk
karenanya selayaknya hal ini dapat dilihat melakukan beberapa hal sebagai berikut:
sebagai sebuah potensi untuk mereformasi sebagai penentu keluaran akhir dari suatu
sistem penanganan perkara pidana kasus sengketa, konflik, pertikaian atau
sekaligus potensi untuk menerapkan pelanggaran, namun juga memiliki
pendekatan keadilan restroactif. wewenang melakukan
(Marliana, 2009:17) diskresi/pengenyampingan perkara pidana
Untuk mewujudkan ruang sidang anak yang dilakukan oleh pihak tertentu,
dan ruang tunggu anak tersebut ketua dilanjutkan dengan permintaan kepada
pengadilan negeri Bandung mengadakan pelaku/ pelanggar agar mengakomodasi
diskusi dengan pemerintah kota Bandung kerugian korban. Istilah umum yang
dan pemerhati masalah anak di Bandung populer adalah dilakukannya "perdamaian"
yaitu Dr. Ignatius Pohan, Dra. Rinni dalam perkara pelanggaran hukum pidana.
Sutiarny, Psi sebagai psikolog anak, dan (Manan, 2008:1-3)
Ir. Anton Yuliarto Sigit sebagai Desain Keuntungan dari penggunaan
Interior dan Lembaga Perlindungan Anak "penyelesaian di luar pengadilan" dalam
(LPA Bandung). Diskusi tersebut menyelesaikan kasus'-kasus pidana adalah
dilakukan untuk mendapatkan tanggapan bahwa pilihan penyelesaian pada
mengenai keinginan Pengadilan Negeri umumnya diserahkan kepada pihak pelaku
Bandung untuk mendirikan ruang tahanan dan korban. (Manan, 2008:3) Keuntungan
khusus anak dan ruang tunggu anak. lain yang juga amat menonjol adalah biaya
Diskusi yang dilakukan menghasilkan yang murah. Sebagai suatu bentuk
kesepakatan dan keinginan serta dorongan pengganti sanksi, pihak pelaku dapat
untuk mewujudkan cita-cita besar menawarkan kompensasi yang
pengadilan negeri Bandung untuk dirundingkan/disepakati dengan pihak
memiliki ruang tahanan khusus anak dan korban. Dengan demikian, keadilan
ruang tunggu anak. Akhirnya pada tanggal menjadi buah dari kesepakatan bersama
13 Agustus 2004 kedua ruang tersebut antar para pihak sendiri, yaitu pihak
telah berhasil dibangun di Pengadilan korban dan pelaku, bukan berdasarkan
Negeri Bandung. (Kanwil Kumham kalkulasi jaksa dan putusan hakim.
Bandung, 2007-2008:21) Dengan demikian berdasarkan
Sasaran akhir konsep peradilan pendapat tokoh hukum didalam uraian
restorative ini mengharapkan tersebut diatas, penulis berpengertian
berkurangnya jumlah tahanan di dalam bahwa, konsep restorative justice,
penjara; menghapuskan stigma/cap dan dilaksanakan untuk proses penyelesaian
mengembalikan pelaku kejahatan menjadi tindakan pelanggaran hukum yang terjadi
manusia normal; pelaku kejahatan dapat dilakukan dengan membawa korban dan
menyadari kesalahannya, sehingga tidak pelaku (tersangka) bersama-sama duduk
mengulangi perbuatannya serta dalam satu pertemuan untuk bersama-sama
mengurangi beban kerja polisi, jaksa, berbicara. Dalam pertemuan tersebut
rutan, pengadilan, dan lapas; menghemat mediator memberikan kesempatan kepada
keuangan negara tidak menimbulkan rasa pihak pelaku untuk memberikan gambaran
dendam karena pelaku telah dimaafkan yang sejelas-jelasnya mengenai tindakan
oleh korban, korban cepat mendapatkan yang telah dilakukannya (Marliana,
ganti kerugian; memberdayakan 2009:180).
masyarakat dalam mengatasi kejahatan Pihak pelaku yang melakukan

100 Restorative Justice Dalam Peradilan Anak.. (Rr. Susana Andy Meyrina)
Jurnal Penelitin Hukum

De Jure Akreditasi LIPI: No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

pemaparan sangat mengharapkan pihak mempunyai dasar prinsip restorative


korban untuk dapat menerima dan justice yang telah diakui di banyak negara
memahami kondisi dan penyebab mengapa yang mana dalam pelaksanaannya kini
pihak pelaku melakukan tindak pidana telah diimplementasikan dalam sejumlah
yang menyebabkan kerugian pada korban. aturan di negara Eropa, Amerika Serikat,
Selanjutnya dalam penjelasan pelaku juga Kanada, Australia dan New Zeland dapat
memaparkan tentang bagaimana dirinya dikelompokkan dalam empat jenis praktik
bertanggungjawab terhadap korban dan yang menjadi pioner penerapan restorative
masyarakat atas perbuatan yang telah justice di beberapa negara yaitu, Victim
dilakukannya. Selama pihak pelaku Offender Mediation, Conferencing/Family
memaparkan tentang tindakan yang telah Group Conferencing, Circles dan
dilakukan dan sebab-sebab mengapa Restorative Board/Youth Panels (Supeno,
sampai tindakan tersebut dilakukan 2010:181).
pelaku, korban wajib mendengarkan Terdapat beberapa proses Restoractive
dengan teliti penjelasan pelaku. Di Justice, sebagai berikut (Supeno,
samping itu, juga hadir pihak masyarakat 2010:182): Victim Offender Mediation
yang mewakili kepentingan masyarakat. (selanjutnya disingkat VOM) :
Wakil masyarakat tersebut memberikan Proses restorative justice terbaru yang
gambaran tentang kerugian yang pertama adalah victim offender mediation.
diakibatkan oleh telah terjadinya tindak Program victim offender mediation
pidana yang dilakukan oleh pelaku. Dalam pertamakali dilaksanakan sejak tahun 1970
paparannya tersebut masyarakat di Amerika bagian utara dan Eropa seperti
mengharapkan agar pelaku melakukan Norwegia dan Finlandia.
suatu perbuatan atau tindakan untuk VOM di negara bagian Pennsylvania
memulihkan kembali Amerika Serikat menjalankan program
keguncangan/kerusakan yang telah terjadi tersebut dalam kantor pembelaan terhadap
karena perbuatannya (Marliana, korban di bawah tanggungjawab
2009:180). Deparmen Penjara. Program tersebut
Prinsip yang dipaparkan oleh Tony berjalan dengan sebuah ruang lingkup
Marshall dan prinsip yang ditulis Susan kejahatan kekerasan termasuk pelaku yang
Sharpe sebenarnya telah dipraktikkan diancam hukuman mati.
selama ribuan tahun oleh masyarakat Program tersebut dirancang dan
walaupun secara nonformal. Di Indonesia diperbaiki selama waktu lima tahun
praktik secara restorative justice ini juga dengan kerangka pengertian dan
telah dilakukan yang dikenal dengan pemahaman konsep restorative justice
penyelesaian secara kekeluargaan. Hal ini yang memusatkan perhatian pada
terbukti dari hasil penelitian dengan penyelenggaraan dialog di mana korban
beberapa suku di Medan (Supeno, ditimbulkan berupa trauma dari kejahatan
2010:26). Secara terpisah pelaksanaan dan menerima jawaban dan informasi
restorative justice menurut beberapa suku tambahan dari pelaku yang telah
di Medan akan dijelaskan pada Bab V menyakitinya. Hal itu memberikan
mengenai prospek perkembangan konsep kesempatan bagi korban untuk mendengar
restorative justice dan diversi dalam dan memberikan kepada pelaku sebuah
sistem peradilan pidana anak di Indonesia. kesempatan untuk menerima
Praktik yang ada merupakan sebagian tanggungjawab perbuatannya dan
dari tradisi dalam masyarakat atau hasil mengungkapkan perasaannya tentang
dari penelitian dan perjalanan panjang dari kejahatan dan konsekuensi yang harus
contoh atau pilot project yang diambil diterimanya.
sebagai cara alternatif untuk Permintaan untuk melakukan mediasi
menyelesaikan kasus pidana di luar merupakan inisiatif dan usulan korban dan
peradilan. Praktik-praktik yang ada tetap kehendak korban. Peserta dari pihak

Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 17 No. 1, Maret 2017: 92 - 107 101
Jurnal Penelitin Hukum

De Jure No740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

korban harus berumur 18 tahun atau lebih. pelaku utnuk bermusyawarah dan
Peserta pihak pelaku harus dijelaskan mempersiapkan secara rinci daftar nama
dengan bantuan lembaga psikolog. pihak yang mengikuti pertemuan, namun
Mediator atau fasilitator adalah kelompok yang paling penting membiarkan
sukarela yang telah menjalani training pertemuan korban dan pelaku mengalir
intensif. Kebanyakan mediasi melibatkan dengan sendirinya tanpa arahan dan
comediator terhadap kasus-kasus yang pembatasan. Banyak juga mediator yang
membutuhkan persiapan banyak dan luas membayar jasa staf, walaupun persentase
sebalum menghadirkan kedua belah pihak mediator sukarela sudah dilatih dengan
bertemu dalam mediasi secara langsung. baik, harus lebih banyak dibanding yang
Dialog secara tidak langsung juga pemula (Marliana, 2009:185).
dimungkinkan sebagai pilihan dalam Tujuan dilaksanakannya VOM adalah
program VOM (Supeno, 2010:184). memberi penyelesaian terhadap peristiwa
VOM tujuannya memberikan yang terjadi, di antaranya dengan membuat
kesempatan bagi korban kejahatan sanksi alternatif bagi pelaku atau untuk
kekerasan bertemu secara langsung, aman, melakukan pembinaan di tempat khusus
resmi dan teratur dengan pelaku, bagi pelanggaran yagn benar-benar serius.
memberikan perlindungan terhadap Dalam bentuk dasarnya proses ini
lingkungan tempat tindak pidana. melibatkan dan membawa bersama korban
Selanjutnya upaya penyembuhan dan dan pelakunya kepada satu mediator yang
penghapusan kerusakan yang terjadi akibat mengkoordinasi dan memfasilitasi
perbuatannya. Upaya penyembuhan yang pertemuan.
menghilangkan trauma yang terjadi dalam Sasaran dari VOM yaitu proses
kurun waktu yang relatif agak lama yaitu penyembuhan terhadap korban dengan
menunggu pihak korban untuk bersedia menyediakan wadah bagi semua pihak
melakukan perdamaian dan berniat ikut untuk bertemu dan berbicara secara
serta dalam program restorative justice sukarela serta memberi kesempatan pada
yang akan dilaksanakan. Pelaku pelaku belajar terhadap akibat dari
diundangkan untuk ikut berpartisipasi perbuatannya dan mengambil
harus dengan sukarela. tanggungjawab langsung atas
Proses pertemuan berlangsung dengan perbuatannya itu serta membuat rencana
lancar. Pertemuan langsung secara nyata penyelesaian kerugian yang terjadi.
diyakini sebagai satu bagian penting Peserta yang terlibat dalam bentuk
sepanjang perhatian yang terus-menerus mediasi adalah korban (secara sukarela),
dari titik penyerahan, persiapan pelaku, pihak yang bersimpati terhadap
pertemuan, sampai pelaksanaan setelah kedua pihak, orangtua/wali dari kedua
selesai mediasi. Persiapan akan selesai pihak dan orang yang dianggap penting
dalam waktu kurang lebih enam bulan dan bila diperlukan, serta mediator yang dilatih
bahkan lebih lama. Para peserta khusus.
diumpamakan seperti baterai yang Tata cara pelaksanaannya, tahapan
terpasang seri dan dirancang dengan awal dari VOM mediator melakukan
sistem protokol untuk memfasilitasi mediasi mempersiapkan korban dan
kedatangan mereka kepada pegangan atas pelaku bertemu. Persiapan awal mediasi
ketakutan dan kegagalan dan membantu atau pramediasi minimal sekali pertemuan
mereka menjalani proses penyembuhan dalam tatap muka secara langsung dan hal
dan penghapusan. ini sangat membantu untuk tercapainya
Mediator bekerjasama dengan protokol kesepakatan yang maksimal pada mediasi
dengan sangat teliti dan cermat sesungguhnya nanti. Dalam pertemuan
mempersiapkan proses pemanduan pramediasi ini mediator mendengarkan
pertemuan antara korban dengan pelaku. bagaimana peristiwa tersebut telah terjadi,
Mediator menaksir kesiapan korban dan mengidentifikasi hal-hal yang penting

102 Restorative Justice Dalam Peradilan Anak.. (Rr. Susana Andy Meyrina)
Jurnal Penelitin Hukum

De Jure Akreditasi LIPI: No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

untuk dibicarakan, mengundang partisipasi kepada victim offender mediation.


mereka untuk hadir, menjelaskan proses Sekali pelaku dan korban memutuskan
acara victim offender mediation sehingga untuk melakukan mediasi, secara khusus
meminimalkan kecemasan dan mediator akan menemui masing-masing
meningkatkan peran mereka dalam dialog pihak sekali atau lebih sebelum acara yang
sehingga peran mediator tidak terlalu sebenarnya. Hal ini dilakukan untuk
banyak lagi. Peran dari pramediasi ini mendengar cerita masing-masing individu
sangat menentukan kesuksesan mediasi secara terpisah, mengundang partisipasi
yang sesungguhnya. mereka dan jika mereka mau untuk proses
Pertemuan mediasi dimulai dengan sharing dengan mereka, acara dengan
korban menceritakan pengalaman yang bentuk seperti apa yang diharapkan untuk
dialaminya akibat kejahatan yang membantu peserta mencapai harapannya.
dialaminya dan apa yang menjadi kerugian Dari teori proses Restoractive Justice,
fisik, emosional, dan materi pada dirinya. (HadiSupeno, 2010:182): Victim Offender
Pelaku menjelaskan apa yang dilakukan Mediation, berdasarkan uraian di atas di
dan mengapa dia melakukannya, dan juga dalam melaksanakan Undang-undang
pelaku bersedia memberikan jawaban atas No.11 Tahun 2012, menurut penulis
pertanyaan yang diajukan oleh korban. peran-peran yang terpenting adalah:
Pada saat korban dan pelaku sedang a) Pembela atau Pengacara
mengutarakan pembicaraan masing- Pengacara adalah pihak yang paling
masing, mediator akan membantu mereka "dirugikan" bila model keadilan
mempertimbangkan jalan keluar dan restoratif dipraktikkan. Dan pihak yang
pemecahannya. Di beberapa negara Eropa berperan sebagai pembela bila
proses mediasi tidak melibatkan diperlukan pada pihak terdakwa. Tetapi
pertemuan secara langsung antara pihak- biasanya bila pada model yang selama
pihak. Mediator melaksanakan negosiasi ini kita kenal jasa pengacara sangat
dengan setiap pihak yang terkait dalam penting, pada model keadilan restoratif
proses victim offender mediation sampai tidak memerlukan pembela atau
dicapai persetujuan/ kesepakatan termasuk pengacara. Pelaku dan korban
ganti rugi bila ada. Dengan demikian, didampingi keluarganya dipertemukan
sebuah pendekatan pemuasan dalam langsung dalam sebuah forum yang
beberapa prinsip restorative justice, dikendalikan aktor-aktor masyarakat.
namun tidak dengan melakukan pertemuan Dalam proses seperti sidang keluarga
secara langsung. (family court), pelaku langsung
Beberapa program kasus yang dibuat mengemukakan apa yang dipikirkan,
dalam victim offender mediation demikian juga korban atau keluarga
merupakan pelimpahan dari (diversi) korban mengemukakan apa yang
putusan peradilan yang telah lengkap. dipikirkan secara langsung. Hukuman
Dalam program lain victim offender tawar-menawar secara manusiawi, dan
mediation diambil setelah adanya boleh jadi yang menentukan hukuman
pengakuan bersalah diterima oleh adalah pelakunya sendiri setelah
Pengadilan dengan mediation sebagai menyadari perilakunya telah
kondisi percobaan (jika korban setuju), menimbulkan kerugian atau
kadang juga victim offender mediation mem¬bahayakan pihak lain. Oleh
diambil setelah diversi dan tingkat setelah sebab itu, tidak ada proses pembelaan,
penjatuhan keputusan hakim. Kebanyakan banding, kasasi, atau peninjauan
kasus kriminalitas anak, namun ada juga kembali. Kalaupun sidang
untuk kasus orang dewasa. Pada semua kekeluargaan tidak bisa berlangsung
tingkatan seperti hakim, jaksa, petugas LP, dalam waktu sekali, tetaplah tidak
pengacara, korban, jaksa, pembela, atau memerlukan jasa pembela atau
polisi dapat membuat keputusan diversi pengacara. Di sini pengacara

Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 17 No. 1, Maret 2017: 92 - 107 103
Jurnal Penelitin Hukum

De Jure No740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

kehilangan kesempatan untuk mengatur Pelaksanaan Undang-Undang No.11


persidangan agar berlangsung lama, Tahun 2012 tentang peradilan anak,
alot, dan rumit dalam menyelesaikan bertujuan perubahan dengan cara terbaik
persoalan delinkuensi anak. yang dapat ditempuh dalam Penanganan
b) BAPAS (Balai Pemasyarakatan) Anak bermasalah dengan hukum, maka
Kementerian Hukum Dan HAM pihak-pihak yang berperan yaitu BAPAS
Beradasarkan pada teori proses dan merupakan focus untuk meringankan
Restoractive Justice, (Hadi Supeno; proses hukum anak di dalam
2010:182): Victim Offender Mediation, menggunakan Restroactive Justice pada
pelaksanaan Undang-Undang No.11 setiap peradilan anak sehingga tidak
Tahun 2012. Peran BAPAS untuk terjadi kriminalisasi terhadap anak nakal
melaksanakan tugas pokok dan fungsi atau dengan kata lain seorang anak yang
dilaksanakan secara serius, maka bermasalah dengan hukum tidak
keberadaan proses peradilan anak dapat seharusnya diproses hukum.
mengurangi kriminalisasi anak dengan Untuk kasus-kasus perkara pada anak
melaksanakan secara profesional yang berkonflik dengan hukum, pada
dengan memberikan rekomendasi- prinsipnya agar dapat dibawa didalam
rekomendasi sesuai isi Undang-uUdang proses peradilan adalah kasus-kasus berat
N0.11 Tahun 2012, diantaranya adalah yang sifatnya serius, dan tetap
: Pasal 82 agar meringankan putusan mengedepankan prinsip kepentingan
dakwaan, antara lain adalah : terbaik bagi anak serta proses
Pengembalian kepada orang tua/Wali; penghukuman adalah jalan terakhir dengan
Penyerahan kepada seseorang; tetap tidak mengabaikan hak-hak anak,
Perawatan di rumah sakit jiwa; sesuai pada isi uraian Undang-Undang
Perawatan di LPKS (Lembaga No.11 Tahun 2012 tentang peradilan anak
Pembinaan Khusus Anak) adalah pasal 69.
lembaga atau tempat Anak menjalani Untuk kasus-kasus anak terhadap
masa pidananya; Kewajiban mengikuti permasalahan hukum dapat diselesaikan
pendidikan formal dan/atau pelatihan melalui mekanisme non formal yang
yang diadakan oleh pemerintah atau dilakukan dengan pendekatan restorative
badan swasta; Pencabutan surat izin justice guna memenuhi rasa keadilan bagi
mengemudi; dan/atau Perbaikan akibat korban sehingga kedua belah pihak dapat
tindak pidana. Kebijakan melalui saling memaafkan dan tidak ada dendam
rekomendasi untuk diberikan kepada diantara mereka. Pelaksanaan Undang-
polisi, jaksa, maupun hakim, dan Undang No.10 Tahun 2012 tentang
karena itu akan lebih banyak lagi anak keadilan restoratif merupakan suatu proses
yang diselamatkan dari pemidaan dan diversi. Diversi adalah pengalihan
pemenjaraan. Pada model keadilan penyelesaian perkara anak dari proses
restoratif agar di bangun, dengan peradilan pidana ke proses di luar
memberikan mereformasi diri secara peradilan pidana.
mendasar. Petugas Bapas bukanlah
orang-orang birokrat yang bekerja SARAN-SARAN
secara mekanis, tetapi para profesional Penegakan hukum dengan
yang memiliki tanggungjawab mengedepankan proses penyelesaian
pembimbingan dan bertanggungjawab perkara yang hanya mementingkan
menganalisis kasus demi kasus yang tercapainya keadilan retributif, yakni
pertimbangannya akan menjadi pembalasan kepada pelaku tindak pidana
referensi para aktor peradilan restoratif. anak, sudah tidak memenuhi rasa keadilan
masyarakat. Keadilan retributif yang pada
KESIMPULA: hakikatnya sebatas keadilan formal,
seharusnya memberikan rasa keradilan

104 Restorative Justice Dalam Peradilan Anak.. (Rr. Susana Andy Meyrina)
Jurnal Penelitin Hukum

De Jure Akreditasi LIPI: No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

kepada para korban tindak pidana anak.


Arus utama (main stream) global
keadilan hukum dalam beberapa dekade
terakhir telah banyak bergeser dari
keadilan formal ke keadilan substantif,
dari keadilan retributif ke keadilan
restoratif. Fenomena global ini, yang tidak
terkecuali juga terjadi di tanah air,
tampaknya tidak dapat dilepaskan dari ide-
ide hukum postmodern atau
postmodernisme dalam bidang hukum.
Dalam banyak hal, kendatipun tentunya
tidak secara keseluruhan, ide-ide dan
konsep keadilan dalam konstruksi
pemikiran hukum postmodern berbeda
secara diametral dengan ide-ide dan
konsep keadilan dalam pemikiran hukum
modern atau pemikiran hukum positivistic
dengan tujuan untuk meringankan tindak
pidana yang yang diketegorikan dibawah
umur.
Proses peradilan kasus-kasus berat
yang sifatnya serius, dan tetap
mengedepankan prinsip kepentingan
terbaik bagi anak serta proses
penghukuman adalah jalan terakhir dengan
tetap tidak mengabaikan hak-hak anak.
Selain itu, kasus-kasus anak dapat
diselesaikan melalui mekanisme non
formal yang dilakukan dengan pendekatan
restorative justice guna memenuhi rasa
keadilan bagi korban sehingga kedua belah
pihak dapat saling memaafkan dan tidak
ada dendam diantara mereka.

Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 17 No. 1, Maret 2017: 92 - 107 105
Jurnal Penelitin Hukum

De Jure No740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

DAFTAR PUSTAKA

Achmad Ubbe, Perlunya Perubahan Mainstream” in Restorative Juvenile


Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Justice Repairing the Harm of Youth
dalam Upaya Perlindungan Anak di Crime, edited by Gordon Baemore and
Indonesia, Jakarta: BPHN-Kementrian Lode Walgrave. Monsey, NY: Criminal
Hukum dan HAM, 2008 Justice Press. 1999
Bagir Manan, Perlunya Restroactive Marliana, Penerapan Restroactive Justice
Justice dalam Peradilan Pidana, dalam Peradilan Anak, Jakarta: BPHN-
Jakarta: Percetakan Negara, 2008 KemkumHam RI. 2009
Buka Borok Tarif Pelayanan, ditelusuri Muladi and Barda Nawawi Arief, Teori-
melalui http://www.gatra.com/2004-06- teori dan Kebijakan Pidana, Bandung,
21/artikel.php?id=39280 pada tanggal Alumni, 1992
20 Februari 2007. Pendekatan ini jelas Paulus Hadi Suprapto, Delinkuensi Anak:
bukan merupakan pelaksanaan Pasal 82 Pemahaman dan Penanggulangannya,
KUHP mengenai penyelesaian perkara Surabaya: Bayu Media Publishing,
pidana diluar lembaga pengadilan 2008
karena hanya dapat diperlakukan untuk Ridwan Mansyur, Mediasi Penal terhadap
tindak pidana-tindak pidana yang Perkara KDRT (Kekerasan Dalam
ancamannya hanya denda saja. Rumah Tangga), Jakarta: Yayasan
Eva Achjani Zulfa., Restorative Justice di Gema Yustia Indonesia, 2010
Indonesia., Jakarta: Penerbit FHUI, Ronny Hanitijo Soemitro. Metodologi
2010 Penelitian Hukum. Jakarta: Ghalia
Friedman, Hukum Amerika sebuah Indonesia, 1982.
Pengantar, Penerjemah: Wisnu Basuki, Rudy Satriyo et al, Pelaksanaan Advokasi
Jakarta: Tata Nusa, 2001 Terhadap Korban Kekerasan Dalam
I Gede A B. Wiranata, Hukum Adat Rumah Tangga dalam Perspektif
Indonesia Perkembangan Dari Masa Hukum dan Hak Asasi Manusia,
Ke Masa, Bandung: PT.Citra Aditya Balitbang HAM – Departemen Hukum
Bakti, 2005 dan HAM RI, 2006
Koesriani Siswosoebroto, Pendekatan Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji.
Baru dalam Kriminologi, Jakarta: Penelitian Hukum Normatif: Suatu
Penerbit Universitas Trisakti, 2009 Tinjauan Singkat. Jakarta: Rajawali
M. Aslam Sumhudi, Komposisi Disain Press, 1985.
Riset. Jakarta: Lembaga Penelitian Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji.
Univ. Trisakti, 1956. Penelitian Hukum Normatif: Suatu
Marc Levin, Restorative justice in Texas Tinjauan Singkat. Jakarta: Rajawali
Past Present and Future, (Texas: Pers, 1988.
Texas Public Policy Foundation, Yanto, Perlunya Pendamping Anak
2005 ditelusur melalui www. Berhadapan dengan Hukum, Jakarta:
TexasPolicy.com pada tanggal 3 FH Jayabaya (S3) 2010
Februari 2008 Yanto, Restroactive Justice dalam Hakim
Maria SW Sumardjono, Pedoman Komisaris, Jakarta: FH Jayabaya, 2010
Pembuatan Usulan Penelitian. Yudi Kristiana, Menuju Kejaksaaan
Yogyakarta: FH-UGM, 1989. Progresif: Studi tentang Penyelidikan,
Mark Umbreit, “Avoiding the Penyidikan, dan Penuntutan Tindak
Marginalization and ‘McDonaldiation’ Pidana Korupsi, Jakarta, MPI, 2009
of Victim-Offender mediation: A case Umbreit, Mark., "Avoiding the
Study in Moving Toward the Marginalization and 'McDonaldization'

106 Restorative Justice Dalam Peradilan Anak.. (Rr. Susana Andy Meyrina)
Jurnal Penelitin Hukum

De Jure Akreditasi LIPI: No:740/AU/P2MI-LIPI/04/2016

of Victim-Offender mediation: A Case


Study in Moving Toward the
Mainstream" in Restorative Juvenile
Justice Repairing the Harm of Youth
Crime, edited by Gordon Bazemore
and Lode Walgrave. Monsey, NY:
Criminal Justice Press. 1999
Dasar hukum:
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997
tentang Pengadilan Anak;
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 17 No. 1, Maret 2017: 92 - 107 107

You might also like