Professional Documents
Culture Documents
Yang Mengesahkan,
Dr. Elfina Lebrine Sahetapy, S.H., LL.M. Dr. Hwian Christianto, S.H., M.H.
Hukum
Abstract — Sexual crimes against children, both normal children and children with disabilities, nowadays often occur in social life, so
the implementation of protection for children must be carried out properly and appropriately. One example is in the Bogor District Court
Decision Number 48/Pid.Sus/2019/ PN.Bgr where a child with mental retardation has experienced a sexual crime committed by his own
stepfather which resulted in the child experiencing physical and psychological harm. This research is intended to analyze the additional
criminal sanctions that can be applied to JU for his actions against DAR. The research method used is a normative juridical research
method, namely by conducting a literature study. The result of the research is that JU's actions can be subject to additional criminal
sanctions in the form of revocation of child custody based on the Criminal Code and Law Number 35 of 2014 concerning Amendments to
Law Number 23 of 2002 concerning Child Protection.
Keywords: sexual crimes, child protection, additional criminal sanctions, the Criminal Code, Law Number 35 of 2014 concerning
Amendments to Law Number 23 of 2002 concerning Child Protection.
Abstrak — Kejahatan seksual terhadap anak baik anak normal maupun anak penyandang disabilitas saat ini sering terjadi dalam
kehidupan bermasyarakat, sehingga penyelenggaraan perlindungan terhadap anak harus dilakukan dengan baik dan tepat. Salah satu
contohnya pada Putusan Pengadilan Negeri Bogor Nomor 48/Pid.Sus/2019/PN.Bgr dimana seorang anak penyandang disabilitas
tunagrahita mengalami kejahatan seksual yang dilakukan oleh ayah tirinya sendiri yang mengakibatkan anak mengalami kerugian baik
fisik maupun psikisnya. Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis sanksi pidana tambahan yang dapat diterapkan terhadap JU atas
perbuatannya kepada DAR. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif, yaitu dengan cara melakukan
studi kepustakaan. Hasil dari penelitian adalah bahwa perbuatan JU dapat diterapkan sanksi pidana tambahan berupa pencabutan hak
asuh anak berdasarkan KUHP dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak.
Kata kunci: kejahatan seksual, perlindungan anak, sanksi pidana tambahan, KUHP, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Pendahuluan
Anak merupakan amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus
kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus
dijunjung tinggi. Menjadi suatu perhatian luas bagi setiap orang untuk meletakkan posisi anak
sebagai suatu insan yang perlu untuk diperhatikan dan mendapat segala kebutuhan yang sesuai
kebutuhan anak itu sendiri. Secara umum kedudukan anak dalam rumah tangga sebenarnya
memiliki posisi yang strategis serta menjadi kebanggan kedua orang tuanya, namun secara fisik
mereka lebih lemah dibandingkan dengan orang dewasa sehingga anak sering kali menjadi korban.
Perkembangan pada masyarakat yang semakin maju berdampak pada timbulnya kejahatan
terhadap anak, misalnya kejahatan seksual yang dilakukan oleh keluarganya sendiri.
Perlindungan anak di dalam pelaksanaannya harus dilakukan tepat dan tidak berlebihan
sebab perlu memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan maupun diri anak itu sendiri,
sehingga usaha perlindungan yang dilakukan tidak berakibat yang negatif. Perlindungan anak
dilaksanakan secara rasional, bertanggungjawab, dan bermanfaat sehingga dapat mencerminkan
suatu usaha yang efektif dan efisien. Orang tua merupakan salah satu yang memiliki kewajiban
dan bertanggung jawab atas penyelenggaraan perlindungan anak. Namun realita yang terjadi saat
ini, orang tua melalaikan kewajibannya untuk memberikan perlindungan terhadap anak, hal ini
nantinya akan berdampak buruk terhadap tumbuh kembangnya apabila masih berada dalam
pengasuhan orang tuanya yang melalaikan kewajiabn dan tanggung jawabnya.
Salah satu kejahatan seksual terjadi pada bulan November 2018. Seorang anak berinisial
DAR merupakan anak penyandang disabilitas tunagrahita berumur 16 tahun 11 bulan menjadi
korban kejahatan seksual oleh JU selaku ayah tirinya sendiri. Perbuatan ini berawal dari DAR
sedang mandi di dalam kamar mandi yang pintunya tidak terkunci sehingga JU dengan sengaja
masuk dan beralasan hendak mencuci tangannya. Melihat DAR dalam keadaan seperti itu nafsu
birahi pada diri JU muncul sehingga JU mengajak DAR untuk mandi bersama-sama, bersamaan
dengan itu JU mulai menjalankan aksinya dengan meraba dan menggosok-gosokkan punggung dan
memegang payudara DAR. Kemudian setelah selesai mandi ketika DAR mengenakan baju hanya
atasannya saja (setengah telanjang) JU langsung mengajak DAR ke dalam kamar untuk
melanjutkan aksinya.
Saat di dalam kamar DAR disandarkan ke tembok oleh JU kemudian JU mulai melakukan
aksinya kembali dengan memegang payudara DAR dan menggesek-gesekkan alat kelamin JU ke
alat kelamin DAR, barulah setelah itu JU menyuruh DAR untuk tidur terlentang kemudian JU
langsung menindih tubuh DAR dan melakukan persenggamaan dengan DAR. Akibat dari perbuatan
yang dilakukan oleh JU terhadap DAR, DAR mengalami trauma dan merasa ketakutan saat melihat
JU. Selain itu juga DAR mengalami sakit dan perih disekitar kemaluannya akibat dari perbuatan JU
terhadap DAR. Kasus ini telah diputus oleh Pengadilan Negeri Bogor dengan Nomor Perkara
48/Pid.Sus/2019/PN.Bgr yang menyatakan bahwa JU terbukti terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah menurut Pasal 81 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juncto Pasal 76D Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak melakukan tindak pidana “melakukan ancaman kekerasan memaksa
anak melakukan persetubuhan dengannya yang dilakukan oleh orang tua” dan menjatuhkan
pidana terhadap JU oleh karena itu dengan pidana penjara 15 (lima belas) tahun dengan denda
sebesar Rp1000.000.000,- (satu milyar rupiah) apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan
pidana penjara 6 (enam) bulan.
Berkaitan dengan hal ini, maka diperoleh suatu rumusan masalah yaitu: Apakah
penerapan sanksi pidana tambahan berupa pencabutan hak asuh anak dapat dikenakan kepada JU
ditinjau dari KUHP dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak?.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum yuridis normatif.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum yuridis normatif. Metode
penelitian ini didasari dengan melakukan studi kepustakaan pada berbagai bahan hukum, baik
menggunakan bahan hukum primer seperti peraturan perundang-undangan, maupun bahan
hukum sekunder yaitu literatur-literatur lainnya yang terkait dengan permasalahan hukum yang
akan diteliti. Berkaitan dengan hal tersebut, maka pendekatan masalah yang digunakan dalam
penelitian ini adalah menggunakan pendekatan undang-undang (statue approach) yang dilakukan
dengan menelaah semua undang-undang maupun regulasi yang terkait dengan isu hukum yang
sedang ditangani. Dalam penelitian ini juga digunakan pendekatan konseptual (conceptual
approach) yang merupakan suatu pendekatan yang didasari dengan doktrin atau pandangan yang
ada dan berkembang dalam ilmu hukum. Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini
meliputi bahan hukum primer yaitu peraturan perundang-undangan antara lain KUHP dan
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa terkait dengan perbuatan JU
yang memaksa dan mengancam DAR untuk melakukan persetubuhan dengannya dapat dikenakan
sanksi pidana tambahan berupa pencabutan hak asuh anak dengan alasan sebagai berikut:
Pertama, perbuatan JU yang melakukan persetubuhan terhadap DAR yang mana
hubungan antara JU dan DAR merupakan ikatan orang tua dan anak serta dapat diketahui oleh JU
bahwa DAR merupakan seorang anak yang masih dibawah umur, sehingga perbuatan JU telah
memenuhi unsur Pasal 287 Ayat (1) KUHP. Namun dalam kasus ini ketentuan yang ada dalam
KUHP tidak diberlakukan karena terdapat undang-undang yang bersifat khusus yaitu Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak.
Kedua, perbuatan JU selaku ayah tiri DAR yang melakukan kejahatan seksual dengan cara
memaksa DAR untuk melakukan persetubuhan dengannya yang mana dalam setiap melakukan
perbuatan tersebut DAR selalu diancam oleh JU jika menolak keinginannya maka JU tidak akan
mengantar jemput DAR bersekolah lagi, hal ini membuat DAR menjadi ketakutan dan tertekan
sehingga DAR dengan ketidakberdayaannya menuruti keinginan JU. Terkait dengan ini maka
perbuatan yang JU lakukan terhadap DAR telah memenuhi unsur yang ada dalam Pasal 76D
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak.
Ketiga, perbuatan JU telah terbukti melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan
yaitu KUHP dan juga Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Berdasarkan kasus tersebut dalam hal
ini DAR sebagai anak korban kejahatan seksual wajib mendapatkan perlindungan maka menurut
KUHP dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak terhadap JU sebagai pelaku kejahatan seksual terhadap
DAR dapat dikenakan sanksi pidana tambahan pencabutan hak-hak tertentu dalam bentuk
pencabutan hak asuh anak.
Pustaka Acuan
A. Peraturan Perundang-Undangan
KUHP, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
B. Buku
Amin,Moh. (2005). Ortopedagogik Anak Tunagrahita. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti.
Astati. (2001). Persiapan Pekerjaan Penyandang Tunagrahita.Bandung: CV.Pendawa.
Amirudin dan Zainal Asikin. (2012). Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Christianto, Hwian. (2017). Kejahatan Kesusilaan Penafsiran Ekstentif dan Studi Kasus.
Yogyakarta: Suluh Media.
Gosita, Arif. (1989). Masalah Perlindungan Anak. Jakarta: CV.Akademika Pressido.
Hamzah, Andi. (2017). Hukum Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
Gultom, Maidin. (2018). Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Perempuan. Bandung:
PT Refika Aditama.
Gultom, Maidin. (2014). Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan
Pidana Anak di Indonesia. Bandung: PT Refika Aditama.
Lamintang, P.A.F. (1984). Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: CV.Sinar Baru.
Mumpuniarti. (2007). Pembelajaran Akademik Bagi Tunagrahita. Yogyakarta: Fakultas Ilmu
Politik Universitas Negeri Yogyakarta.
Muladi. (1995). Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana. Semarang: Badan Penerbit
Universita Diponegoro.
Moeljatno. (1993). Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawabannya dalam Hukum Pidana.
Jakarta: Rinneke Cipta.
Nashriana. (2011). Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak di Indonesia. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Kansil, C.S.T. (1989). Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Prasetyo, Teguh. (2010). Hukum Pidana. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sudarto. (1990). Hukum Pidana I. Semarang: Yayasan Sudarto Fakultas Hukum Universitas
Diponegoro.
Supeno, Hadi. (2010). Kriminalisasi Anak, Tawaran Gagasan Radikal Peradilan Anak Tanpa
Pemidanaan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Wijaya, Andika dan Wida Peace Ananta. (2016). Darurat Kejahatan Seksual. Jakarta: Sinar
Grafika.
Yuwono, Ismantoro Dwi. (2015). Penerapan Hukum dalam Kasus Kekerasan Seksual
Terhadap Anak. Jakarta: PT Buku Seru.
Said, Moh Fachri. (2018). Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Pespektif HAM.
Makassar: Universitas Muslim Indonesia.
C. Salinan Putusan Pengadilan
Putusan Pengadilan Negeri Bogor Nomor: 48/Pid.Sus/2019/PN.Bgr