Professional Documents
Culture Documents
Abstract
The purpose of this study was to analyze the problem-solving abilities of prospective elementary school teachers
in terms of self-regulated learning. The research was carried out at Almuslim University located in Bireuen,
Aceh. The research subjects were 20 pre-service teacher elementary school. Data were collected from diagnostic
tests and self-regulated learning attitude scales. The diagnostic test was given to 20 students consisted of two
essay questions while the self-regulated scale consisted of five options, namely very often (SS), Often (S), KD
(Sometimes), JR (Rarely), and TP (Never). The results showed that students who had high self-regulated
learning were able to solve problem-solving skills well. Students who have moderate self-regulated learning have
moderate solving abilities, this seems to be able to write mathematical models or be known from questions
verbally or in written form, but without solving problems in the right way. Meanwhile, prospective elementary
school teacher students who have low self-regulated learning indicate that they have low problem-solving skills.
They understand the problem, but are unable to solve the problem properly. For that required the role of
independent learning. Because the better the students' self-regulated learning, the better their mathematical
problem solving abilities.Hence, it can be concluded that the student’ learning independence is at low level.
Keywords: Ability, Problem Solving, Pre-Service Teacher, Elemetary School, Self-Regulated Learning
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kemampuan pemecahan masalah calon guru SD ditinjau dari
self-regulated learning. Lokasi penelitian dilaksanakan di Universitas Almuslim yang berlokasi di Bireuen, Aceh.
Subjek penelitian adalah 20 orang mahasiswa calon guru sekolah dasar. Data dikumpulkan dari tes diagnostik
dan skala sikap self-regulated learning. Tes diagnostik diberikan kepada 20 orang mahasiswa yang terdiri dua
soal essay sedangkan skala self-regulated terdiri dari lima opsi, yaitu sangat sering (SS), Sering (S), KD
(Kadang), JR (Jarang), TP (Tidak Pernah). Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa yang memiliki self-
regulated learning tinggi mampu menyelesaikan soal kemampuan pemecahan masalah dengan baik. Mahasiswa
yang memiliki self-regulated learning sedang memiliki kemampuan pemecahan sedang, hal ini terlihat mampu
menuliskan model matematika atau diketahui dari soal secara verbal atau dalam bentuk tertulis, akan tetapi tanpa
menyelesaikan masalah dengan cara yang benar. Sementara itu, mahasiswa calon guru sekolah dasar yang
memiliki self-regulated learning rendah menunjukkan bahwa mereka memiliki kemampuan pemecahan masalah
yang rendah. Mereka memahami soal, tetapi tidak mampu untuk menyelesaikan soal tersebut dengan baik. Untuk
itu diperlukan peran belajar secara mandiri. Karena semakin baik self-regulated learning yang dimiliki
mahasiswa maka semakin baik pula kemampuan pemecahan masalah matematisnya. Jika dilihat dari tingkat
kemandirian belajar mahasiswa berada pada level rendah.
Kata Kunci: Kemampuan, Pemecahan Masalah, Calon Guru, Sekolah Dasar, Self-Regulated Learning
PENDAHULUAN
Pemecahan masalah dalam matematika pada hakikatnya merupakan proses berpikir tingkat
tinggi. Dengan adanya proses berpikir tingkat inilah mahasiswa harus mampu menguasai konsep-
konsep matematika dan keterkaitannya serta mampu menerapkan konsep-konsep tersebut untuk
memecahkan masalah yang dihadapinya (Kania, 2016). Kemampuan pemecahan masalah adalah
16582 Journal on Education, Volume 05, No. 04, Mei-Agustus 2023, hal. 16581-16590
kemampuan dasar yang harus dikuasai oleh calon guru sekolah dasar (Hidayat, 2018). Sebagai calon
guru sekolah dasar harus mampu menguasai kemampuan pemecahan masalah, karena merupakan
bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran, (Purnomo, dkk., 2022), (Rott, 2021), (Annizar, dkk.,
2020). National Council of Teachers Mathematics (NCTM, 2000) menyebutkan ada lima kemampuan
yang harus dimiliki oleh bagi calon pendidik yaitu komunikasi, representasi, penalaran, dan pemecahan
masalah.
Pemecahan masalah adalah proses berpikir yang melibatkan siswa dalam hal menggabungkan
unsur-unsur pengetahuan, aturan, teknik, keterampilan dan konsep yang telah dipelajari sebelumnya
untuk memberikan penyelesaian pada situasi baru (Barham, 2019). Sebagai mahasiswa calon guru
kemampuan pemecahan masalah harus perlu dikembangkan (Saputro & Sumarni, 2017; Sumarni,
Darhim, & Siti, 2019). Karena pada saat bertugas nantinya akan membimbing siswa belajar dalam
memecahkan masalah matematika, sehingga harus dibekali sejak sekarang (Iqbal & Akbar, 2020).
Namun, fakta yang ditemukan di lapangan mahasiswa masih sangat sulit dalam menyelesaikan
permasalahan soal matematika terutama dalam bentuk soal cerita, padahal sebelumnya mereka sudah
mendapatkan pengetahuan awal pada saat mereka belajar di sekolah menengah pertama maupun
menengah atas. Hal ini serupa dengan pendapat Purnomo, dkk (2022), (Yeni & Herman, 2020)
mengatakan bahwa banyak mahasiswa mengalami kegagalan dan kesulitan dalam menyelesaikan
masalah. Hal ini disebabkan guru mengalami kesulitan dalam mengajarkan bagaimana cara
menyelesaikan masalah matematis dengan baik, sehingga siswa mengalami kesulitan menyelesaikan
masalah yang diberikan oleh guru (Suherman, 2003). Tambychik & Meerah (2010) menjelaskan bahwa
pada saat siswa menghadapi masalah matematika yang sangat sulit, mereka tidak tahu cara untuk
mengerjakannya, sehingga mereka tidak bisa menentukan penyelesaiannya.
Polya (1985) memaparkan gambaran dalam memecahkan masalah matematika yaitu (a)
pemahaman pada masalah (identifikasi dari tujuan), (b) membuat rencana pemecahan masalah, (c)
melaksanakan rencana, dan (d) melihat kembali. Sumarmo (2017) mengembangkan teori Polya dengan
mengemukakan langkah-langkah sebagai berikut: (1) mengidentifikasi kecukupan data untuk
memecahkan masalah, (2) membuat model matematika dari suatu masalah dan menyelesaikannya, (3)
memilih dan menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah matematika dan atau di luar
matematika, (4) menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal, serta memeriksa
kebenaran hasil atau jawaban.
Untuk dapat mengembangkan kemampuan pemecahan masalah diperlukan kemandirian belajar
atau yang disebut dengan self-regulated learning. Kemandirian belajar adalah cara siswa dalam
mengatur sendiri untuk mendukung pembelajaran, sehingga memberikan pencapaian yang lebih efektif
Follmer & Sperling (2016). Self-regulated learning berperan penting dalam pembelajaran karena
membantu mengarahkan siswa pada kemandirian belajar, yakni mengatur jadwal belajar, menetapkan
target belajar dan mencari informasi yang dibutuhkan secara mandiri. Hal ini sejalan dengan pendapat
Dinata (2019), (Daumiller & Dresel, 2018), bahwa self-regulated learning memegang peranan penting
Kemampuan Pemecahan Masalah Calon Guru SD Ditinjau Dari Self Regulated Learning, Novianti, Asrul Karim,
Jasmaniah 16583
dalam nilai prestasi, sehingga mendorong peserta didik untuk melakukan kegiatan belajar mandiri yang
diatur sendiri Sumarmo (2017) menyebutkan beberapa indikator yaitu penilaian siswa tentang self-
regulated learning adalah sebagai berikut: (a) Inisiatif/motivasi dalam belajar (b) Kebiasaan
mengdiagnosa kebutuhan belajar; (c) Menetapkan tujuan/target belajar; (d) Memonitor, mengatur dan
mengontrol belajar; (e) Memandang kesulitan sebagai tantangan; (f) Memanfaatkan dan mencari
sumber yang relevan; (g) Memilih, menerapkan strategi belajar; (h) Mengevaluasi proses dan hasil
belajar; serta (j) Self-efficacy/konsep diri/kemampuan diri.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini kemampuan
pemecahan masalah yang akan dikembangkan pada mahasiswa calon guru sekolah dasar yaitu: (1)
memahami masalah (2) merencanakan cara penyelesaian, (3) melaksanakan rencana, (4) melihat
kembali.
Penelitian bertujuan untuk mmenganalisis kemampuan pemecahan masalah calon guru SD
ditinjau dari self-regulated learning.
METODE
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Lokasi penelitian
dilaksanakan di Universitas Almuslim yang berlokasi di Bireuen, Aceh. Subjek penelitian adalah 20
orang mahasiswa. Data dikumpulkan dari tes diagnostik dan skala sikap self-regulated learning. Tes
diagnostik diberikan kepada 20 orang mahasiswa yang terdiri 2 soal essay sedangkan skala self-
regulated terdiri dari lima opsi, yaitu sangat sering (SS), Sering (S), KD (Kadang), JR (Jarang), dan TP
(Tidak Pernah). Setelah tes dilakukan, hasilnya dianalisis untuk mengetahui mahasiswa yang memiliki
self-regulated learning tinggi, sedang, atau rendah. Tes diagnostik ini terdiri dari 2 soal essay yang
diberikan kepada mahasiswa dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Soal Kemampuan Pemecahan Masalah
No Pertanyaan Skor
1. Mela membeli 10 buku tulis merk AA dan 8 buah pulpen merk mygel
Rp. 85.000. Sedangkan Arif membeli 8 buah buku tulis merk AA dan 7
buah pulpen merk mygel 71.000.
a. Cukupkah data di atas untuk menyelesaikan soal di atas, jika 10
dirasa cukup.
b. Buatlah kedalam model matematika.
c. Jika Mela dan Arif membeli 6 buah buku tulis dan 9 buah Pulpen.
Bagaimana cara Mela dan Arif menghitung jumlah harga buku
dan pulpen tersebut?
10
berada dalam kategori rendah. Selain sebaran hasil angket, peneliti melakukan analisis hasil pengerjaan
mahasiswa dengan mengambil satu data sampel dari masing-masing kategori yang dibandingkan
dengan skor kemampuan pemecahan masalah. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Berdasarkan Kategori
Self-Regulated Learning.
Kategori Self- Mahasiswa Skor Persentase
Regulated Learning Kode Pemecahan Masalah Pemecahan Masalah
Tinggi M4 80 80%
Sedang M10 55 55%
Rendah M12 45 45%
Tabel 5 menunjukkan bahwa M4 yang berada pada kategori self-regulated learning tinggi
memiliki skor pemecahan masalah sebesar 80%. Skor tersebut berada pada pemecahan masalah tingkat
tinggi yang berada pada skor ≥ 75%. Sementara itu, siswa dengan self-regulated learning sedang yaitu
M10 memiliki persentase kemampuan pemecahan masalah masing-masing 55%. Skor tersebut berada
pada 63 < skor < 74. Sedangkan mahasiswa dengan kode M10 berada pada kategori self-regulated
learning rendah, yaitu dengan skor pemecahan masalah sebesar 55%. Skor tersebut berada pada skor ≤
62.
Berdasarkan persentase skor pemecahan masalah matematis dan self-regulated learning
dapat disimpulkan bahwa mahasiswa yang memiliki skor persentase pemecahan masalah matematis
tinggi juga akan memiliki self-regulated learning tinggi, siswa yang memiliki pemecahan masalah
sedang juga akan memiliki self-regulated learning sedangkan, begitu juga dengan siswa yang
memiliki self-regulated learning yang rendah akan memiliki kemampuan pemecahan masalah
matematis yang rendah.
Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah di Tinjau Self-Regulated Learning Tinggi
M4 termasuk mahasiswa yang memiliki self-regulated learning tinggi, hal ini tercermin dari
penyelesaian soal kemampuan pemecahan masalah yang diberikan oleh peneliti. M4 mampu
menuliskan apa yang diketahui dari soal, memahami masalah dan menyelesaikan masalah. Hal ini dapat
di lihat pada gambar 1.
Dari gambar 3 terlihat bahwa siswa dengan self-regulated learning tinggi (M4) dapat
menyelesaikan soal tes kemampuan pemecahan masalah matematis matematis dengan baik. Pada soal
nomor 1, terlihat semua tahapan langkah-langkah pemecahan masalah, mahasiswa dapat memahami
masalah, menyelesaikan masalah bahkan mampu menyelesaikan soal tersebut dengan baik. Begitu
juga pada soal nomor 2, siswa dapat menuliskan apa yang diketahui dari soal, memahami masalah,
mampu menyelesaikan soal, melaksanakan rencana selanjutnya melihat kembali apakah
penyelesaiannya benar dan ternyata pengetahuan mereka sudah sangat baik. Berdasarkan wawancara
dengan siswa tersebut, diketahui bahwa jawaban akhir siswa muncul setelah beberapa kesalahan demi
kesalahan ketika mencoba. Siswa mencoba beberapa kali dengan mengecek kembali rumus dan
memahami kembali konsep pertanyaan. Setelah merasa yakin, siswa menuliskan jawabannya pada
lembar jawaban. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa tersebut memiliki sikap kemandirian belajar
yang tinggi, tidak memandang kesulitan sebagai tantangan serta memilih atau menerapkan strategi
belajar yang benar. Mahasiswa juga memiliki kemandian belajar (self-regulated learning) yang tinggi
dalam menyelesaikan matematika dengan sangat baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Wahyuningsih
(2023) bahwa keberhasilan seorang siswa dalam menyelesaikan pemecahan masalah akan semakin
baik jika ditinjau dari tingginya self regulated learning yang dimilikinya. Ketika siswa terbiasa
mengarahkan dan mengendalikan diri dalam belajar, siswa dengan mudah mengatur informasi
mereka dan mengidentifikasi strategi yang akan digunakan ketika memecahkan masalah atau tugas
kuliah lainnya.
Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah di Tinjau Self-Regulated Learning Sedang
M10 termasuk mahasiswa yang memiliki self-regulated learning sedang, mampu menuliskan
apa yang diketahui dari soal, akan tetapi penyelesaian jawaban masih keliru. Sedangkan penyelesaian
soal nomor 2, M10 mampu mengetahui dan menentukan pola bilangan pertama, kedua, dan ketiga.
Akan tetapi pada saat peneliti menyimpulkan hasil jawaban yang mereka masih terdapat indikator yang
memenuhi dalam penyelesaian soal pemecahan masalah. Hal ini dapat di lihat pada gambar 2.
di wawancarai mereka masih kesulitan dalam memanipulasi aljabar dalam bentuk variabel. Akan tetapi
mereka kebingungan mengerjakan soal tersebut. Hal ini terlihat mereka sudah menyerah dalam mencari
solusi matematika. Tingkat kepercayaan masih kepercayaan diri dalam menyelesaikan matematika
masih sedang sekali. Hal ini sesuai dengan pendapat Knuth (2011) mahasiswa dalam menghadapi
aljabar sering salah mengartikan huruf/lambang sebagai label untuk benda atau sebagai benda itu
sendiri. Bahkan ketika siswa menerima bahwa huruf/simbol mewakili angka, mereka tidak mengerti
bahwa huruf/simbol yang berbeda dalam ekspresi yang sama dapat memiliki nilai yang sama (Stephens,
2005).
Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah di Tinjau Self-Regulated Learning Rendah
M12 adalah mahasiswa yang memiliki self-regulated learning rendah, hanya dapat menuliskan
apa yang diketahui dari soal. Namun penyelesaian soal nomor cara penyelesaian belum benar, masih
terdapat banyak kesalahan. Sedangkan soal nomor 2, hanya beberapa item mereka menjawab. Ada
beberapa indikator soal yang tidak memenuhi. Sedangkan siswa dengan self-regulated learning rendah
hanya mampu menulis ulang soal yang diberikan pada tes kemampuan pemecahan masalah matematis.
Mahasiswa hampir tidak dapat menyelesaikan soal yang diberikan. Hal ini dapat dilihat pada Gambar
3.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa mahasiswa yang memiliki self-
regulated learning tinggi mampu menyelesaikan soal kemampuan pemecahan masalah dengan baik.
Mahasiswa yang memiliki self-regulated learning sedang dapat menuliskan model matematika atau
diketahui dari soal secara verbal atau dalam bentuk tertulis, akan tetapi tanpa menyelesaikan masalah
dengan cara yang benar. Sementara itu, mahasiswa dengan kategori self-regulated learning yang
rendah hanya bisa menulis ulang pertanyaan yang diberikan dalam tes kemampuan pemecahan
masalah. Mahasiswa kemampuan rendah (M12) hampir tidak bisa menyelesaikan pertanyaan yang
diberikan. Hal ini sesuai dengan pendapat Kurnia dan Warni (2019) bahwa mahasiswa masih rendah
dalam penentuan strategi yang digunakan dalam belajar, serta rendahnya kesadaran diri untuk
mengatur dirinya sendiri dalam proses belajar. Hasil penelitian Masfingatin, dkk (2018) menjelaskan
bahwa kemampuan pemecahan masalah dapat dilakukan dengan banyak latihan dan memperbanyak
pengalaman dalam memecahkan soal matematika. Selain itu mahasiswa juga harus memiliki
dorongan dari dalam diri untuk melakukan pemecahan masalah.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa mahasiswa calon guru
sekolah dasar yang memiliki self-regulated learning matematika yang tinggi juga memiliki
kemampuan pemecahan masalah yang baik. Mereka membuktikan bahwa mereka mampu
memecahkan masalah dan menulis simbol matematika dengan baik. Mahasiswa yang memiliki self-
regulated learning sedang dapat menuliskan model matematika atau diketahui dari soal secara verbal
atau dalam bentuk tertulis, akan tetapi tanpa menyelesaikan masalah dengan cara yang benar.
Sementara itu, mahasiswa calon guru sekolah dasar yang memiliki self-regulated learning rendah
menunjukkan bahwa mereka memiliki kemampuan pemecahan masalah yang rendah. Mereka
memahami soal, tetapi tidak mampu untuk menyelesaikan soal tersebut dengan baik. Untuk itu
diperlukan peran belajar secara mandiri. Karena semakin baik self-regulated learning yang dimiliki
mahasiswa maka semakin baik pula kemampuan pemecahan masalah matematisnya.
REFERENSI
Annizar, A. M., Maulyda, M. A., Khairunnisa, G.F., & Hijriani, L. (2020). Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematis Siswa dalam Menyelesaikan Soal PISA Pada Topik Geometri. Jurnal
Elemen. 6 (1), 39-55. https://doi.org/10.29408/je.v6i1.1688
Anwar, S., Juniawan, E.A., & Pamungkas, A. S. (2021). Analisis Kemampuan Koneksi Matematis
Mahasiswa ditinjau dari Self-Regulated Learning (SRL) Pada Pembelajaran Daring. Jurnal
ABSIS: Junal Pendidikan Matematika dan Matematika, 4(1), 439-455.
https://doi.org/10.300606/absis.v4i1.1066
Kemampuan Pemecahan Masalah Calon Guru SD Ditinjau Dari Self Regulated Learning, Novianti, Asrul Karim,
Jasmaniah 16589
Sumarni, S., Darhim, D., & Siti, F. (2019). Profile of mathematical knowledge for teaching of
prospective mathematics teachers in develop the lesson plan. Journal of Physics: Conference
Series, 1157(4). https://doi.org/10.1088/17426596/1157/4/042107
Yeni, E. M., & Herman, T. (2020). Difficulty Analysis Of Elementary School Students In Mathematical
Problem Solving In Solutions. 9(03).
Root, B. (2020). Problem Solving in Mathematics Education. Research in Mathematics Education,
4802. https://doi.org/10.1080/14794802.2020.1731577
Sumarmo, U., dk. (2017) Hard Skills dan Soft Skills Matematik Siswa. Bandung: Refika Aditama.
Stephens, A. C. (2005). Developing students’ understanding of variable. Mathematics Teaching in the
Middle School, 11(2), 96–100.
Tambychik, T.,& Meerah, T.S.M. (2010). Students' Difficulties in Mathematics Problem-Solving: What
do they say?. Procedia Sosial and Behavioral Sciences, 8, 142-151.
Wahyuningsih, B. Y. (2023). Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Ditinjau dari Self
Regulated Learning (Kemandirian Belajar) Siswa. Jurnal Pendidikan dan Konseling (JPDK),
5(1), 2762-2771. https://doi.org/10.31004/jpdk.v5i1.11401