You are on page 1of 21

JURNAL

MAKNA LIRIK LAGU “HATI-HATI DI JALAN” OLEH TULUS


(Analisis Semiotika Ferdinand de Saussure)

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Mencapai Gelar Sarjana Ilmu


Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik

Oleh:

Nasyaatur Rosyidah

NIM. D0218063

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2023
MAKNA LIRIK LAGU “HATI-HATI DI JALAN” OLEH TULUS
(Analisis Semiotika Ferdinand de Saussure)

Nasyaatur Rosyidah
Aryanto Budhy Sulihyantoro

Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik


Universitas Sebelas Maret

Abstract
As a medium of mass communication, music can convey messages to many people.
The message in the music depends on how musicians represent the reality that they
have. One way to find out the message in music is by using a semiotics analysis of
the lyrics. Of the many songs, this study use the lyrics of the song "Be careful on
the Road". This song is part of a "Human" album by musician named Tulus. The
"Human" album's inspiration comes from all intrapersonal and interpersonal
human interactions that are around Tulus. Specifically, the lyrics of the song "Be
careful on the Road" only involve "me" and "you", so this research reference makes
use of devito's interpersonal relationships.
The purpose of this study is to learn in detail about the meaning of the song “Be
careful on The Road”. The study is of a qualitative description with data derived
from non-participant observations, documentation, and library studies. To test
data, they use triangulation, and other elements such as credibility,
transfermability, dependability, comfirmability. This study also employs an
interpretive paradigm. To achieve the goal of research, its analytical method of
semiotics saussure focuses on the linguistic grammatically.
The results of this study have shown that the lyrics to the song "Be careful on the
Road" adopt the "me" perspective. In addition, the lyrics of the song also contain
five of the six stages of interpersonal relationships. These five stages are contact,
involvement, intimacy, deterioration, and dissolution.
Keywords: Semiotics, Song lyrics, Interpersonal relationships

1
Pendahuluan

Komunikasi merupakan salah satu aspek terpenting dalam kehidupan


manusia. Baik antar individu, maupun di tingkat yang lebih luas, komunikasi
digunakan untuk berinteraksi dan bersosialisasi dengan manusia yang lain.

Dari sekian banyak jenis, komunikasi massa merupakan contoh komunikasi


yang dalam prosesnya memanfaatkan perantara. Di era globalisasi saat ini,
komunikasi massa memiliki peran khusus. Pasalnya, komunikasi massa mampu
membuat komunikator memperluas jangkauan komunikannya, sehingga hal ini
membuat proses globalisasi menjadi kian efektif.

Perantara dalam komunikasi massa disebut media massa. Menurut Bungin


(2007:72), media massa yaitu media komunikasi dan informasi yang
penyebarannya dilakukan secara massal dan juga bisa dijangkau banyak orang.
Contoh media massa seperti koran, majalah, radio, serta portal berita online.

Pada praktiknya, selain media massa yang disebutkan, komunikasi massa


juga bisa dilakukan melalui musik. Alasannya lantaran musik dan komunikasi
massa memiliki karakter yang sama. Musik memiliki komunikator yang
terlembaga. Sebagai komunikator, penyanyi melalui proses yang panjang untuk
mampu menyanyikan lagunya ke hadapan publik. Proses tersebut melibatkan
banyak orang yang terlembaga agar sebuah musik atau lagu siap dibagikan ke
publik. Kedua, musik memiliki pesan yang bersifat linier dimana dalam
penyampaiannya terjadi komunikasi satu arah. Ketiga, komunikan bersifat anonim
dan heterogen, maksudnya penyanyi tidak sepenuhnya mengenal siapa saja
komunikan yang mereka tuju (Preiss, 2007:263).

Sebagai media komunikasi massa, musik mampu menyampaikan beragam


pesan kepada para pendengarnya. Pesan ini terinspirasi dari berbagai hal, misalnya
pengalaman pribadi si musisi, ataupun kejadian di sekitar si musisi. Sama seperti
media komunikasi lainnya, lewat pesan tersebut, musik dapat merepresentasikan
sebuah realitas. Perihal representasi yang dibawakan, hal ini tergantung si musisi
yang berperan sebagai komunikator.

2
Guna menyampaikan pesan kepada khalayak, lirik menjadi alat yang efektif
untuk menggambarkan pesan dalam musik atau lagu. Menurut Awe (2003:51), lirik
lagu adalah ekspresi yang dialami oleh musisi. Dalam mengekspresikannya, musisi
memakai permainan kata dan bahasa untuk menciptakan daya tarik serta ciri khas
terhadap lirik yang dibuatnya. Permainan bahasa ini terdiri atas permainan vokal,
gaya bahasa, maupun penyimpangan makna kata yang diperkuat dengan
penggunaan melodi dan notasi musik yang menyesuaikan lirik lagu, sehingga
khalayak atau pendengar semakin terbawa dengan apa yang disampaikan si musisi.

Seperti yang dijelaskan, melihat sifat lirik lagu yang tidak selalu tersurat,
studi semiotika menjadi cara yang tepat untuk mengetahui makna sebuah lirik lagu.
Alasan yang mendasarinya lantaran bahasa merupakan bagian dari sistem tanda,
yang mana dapat dipelajari lewat studi semiotika. Sobur (2018:13)
mengungkapkan, bahasa merupakan sistem tanda yang paling fundamental bagi
manusia. Tidak hanya bahasa verbal, bahasa nonverbal juga bisa dilihat sebagai
tanda. Pasalnya, tanda-tanda dalam bahasa nonverbal dapat dipandang sebagai
sejenis bahasa yang tersusun dari tanda-tanda bermakna yang dikomunikasikan
berdasarkan hubungan-hubungan.

Dalam penelitian ilmu komunikasi, studi semiotika berguna untuk


mengungkapkan keseluruhan tanda yang berada dalam objek penelitian. Jika
mengaitkannya dengan penelitian ini, semiotika dipakai untuk memahami tanda
yang tersedia di sebuah lirik lagu. Adapun, semiotika yang dipakai yakni semiotika
Saussure. Peneliti memilih semiotika Saussure karena pemikiran linguistik
Ferdinand de Saussure sejalan dengan tujuan penelitian.

Musik yang dipakai pada penelitian ini yakni lagu “Hati-hati di Jalan” yang
dinyanyikan Muhamad Tulus Rusyidi atau Tulus. Selain karena peneliti menaruh
minat terhadap lagu ini, ada dua alasan lain yang membuat lagu ini digunakan dalam
penelitian. Pertama, Tulus merupakan salah satu musisi besar Indonesia. Kedua,
tidak lama setelah perilisannya, lagu “Hati-hati di Jalan” langsung menduduki
beberapa chart musik baik domestik maupun internasional. Selain itu, lagu ini juga
memperoleh beberapa penghargaan resmi.

3
Lagu “Hati-hati di Jalan” termasuk dalam album kelima Tulus yang
berjudul “Manusia”. Album ini menjadi penanda karir Tulus yang berusia satu
dekade. Dikutip dari Kompas.com, album “Manusia” terdiri atas sepuluh lagu yang
semua inspirasinya berasal dari interaksi dengan manusia. Didasari dari inspirasi
tersebut, Tulus memberi nama “Manusia” sebagai judul album kelimanya.

Lagu “Hati-hati di Jalan” dirilis bersamaan dengan peluncuran album


“Manusia” pada 3 Maret 2022. Sebulan kemudian, tepatnya 10 April 2022, Tulus
juga membagikan video musik lagu ini. Lagu “Hati-hati di Jalan” memakai konsep
melankolis yang dibalut dengan getaran lembut. Lagu ini menggunakan ungkapan
yang jarang didengar dalam kehidupan sehari-hari. Satu contohnya seperti lirik
yang berbunyi “Kukira kita asam dan garam”.

Lagu “Hati-hati di Jalan” merupakan lagu pop yang memadukan beragam


instrumen musik. Dikutip dari channel resmi Tulus, instrumen yang dipakai yaitu
drum, perkusi, bas elektrik, gitar elektrik, flugelhorn, strings, serta piano akustik
dan elektrik. Dalam pengerjaan lagu ini, Tulus menjalin kerja sama dengan banyak
pihak. Beberapa pihak yang terlibat ialah Riri Muktamar, Ari Renaldi. Rudy
Zulkarnaen, Topan Abimanyu, serta Wisnu Mawlana.

Jika dibaca sekilas, inti lagu “Hati-hati di Jalan” bercerita tentang sosok
“aku” dan “kamu”. Mereka berdua memiliki banyak kesamaan, namun pada
akhirnya keduanya justru memilih berpisah. Berawal dari gambaran tersebut,
peneliti melihat bahwa lagu ini tidak sekedar bercerita mengenai perpisahan saja,
tapi secara detail juga menggambarkan tahap hubungan interpersonal.

Dalam penelitian ini, rujukan tahap hubungan interpersonal yang dipakai


adalah milik Devito. Untuk mempermudah pemahaman, tahap hubungan
interpersonal Devito terbagi menjadi enam fase, yaitu kontak, keterlibatan,
keakraban, kemerosotan, perbaikan, serta pembubaran.

4
Hubungan interpersonal diartikan sebagai hubungan yang terdiri dari dua
orang atau lebih. Hubungan interpersonal juga disebut hubungan antarpribadi. Bagi
Suranto (2011:27-28), definisi hubungan interpersonal terbagi menjadi dua macam.
Pertama, dalam makna yang luas, hubungan interpersonal merupakan interaksi
seseorang dengan orang lain yang mencakup segala situasi di semua bidang
kehidupan. Hubungan ini menimbulkan kepuasan hati bagi mereka yang
bersangkutan. Kedua, hubungan interpersonal dalam arti sempit berarti interaksi
seseorang dengan orang lain–dalam kondisi kerja dan kekaryaan–yang berguna
untuk mengubah kegairahan kegiatan bekerja dengan semangat kerjasama yang
produktif.

Berdasarkan latar belakang yang dijelaskan, peneliti tertarik melakukan


analisis semiotika pada lirik lagu ”Hati-hati di Jalan” yang dinyanyikan Tulus.
Berangkat dari ketertarikan ini, peneliti bermaksud melaksanakan penelitian yang
berjudul “Makna Lirik Lagu “Hati-hati di Jalan” oleh Tulus (Analisis
Semiotika Ferdinand de Saussure)”.

Rumusan Masalah

1. Bagaimana makna lirik lagu “Hati-hati di Jalan” oleh Tulus?


2. Bagaimana korelasi antara tahap hubungan interpersonal dengan makna
lirik lagu “Hati-hati di Jalan” oleh Tulus?

5
Tinjauan Pustaka

1. Komunikasi Massa
Pada intinya, komunikasi massa adalah proses komunikasi yang
dilakukan dengan media massa dan ditujukan pada banyak orang (Bittner,
1980:10; Rakhmat, 2099:188). Karakteristik khusus komunikasi massa
adalah sifatnya yang searah, komunikator yang melembaga, isi pesan yang
bersifat umum, komunikan yang heterogen, serta menyebabkan
keserempakan (Suprapto, 2006:13).
Menurut Dominick (2001), seperti dikutip Ardianto, dkk (2004:15-
18), lima fungsi komunikasi massa adalah pengawasan (surveillance),
penafsiran (interpretation), keterkaitan (linkage), transmisi nilai
(transmission of values), dan hiburan (entertainment).
Di sisi lain, menurut Jahi (1988:17), komunikasi massa memiliki
tiga efek. Pertama, efek afektif yang berhubungan dengan sisi emosional.
Kedua, efek konatif yang berkaitan dengan tindakan. Ketiga, efek kognitif
yang berkorelasi dengan hal-hal informatif.
2. Musik, lagu, lirik lagu
Dikutip dari Tirto.id, David Ewen menjelaskan bahwa musik
merupakan ilmu pengetahuan dan seni yang membicarakan kombinasi
ritmik, baik vokal maupun instrumental. Musik meliputi melodi dan
harmoni yang digunakan sebagai ekspresi dari segala hal yang ingin
diungkapkan, khususnya yang berkaitan dengan aspek emosional. Di sisi
lain, menurut Moylan (2002:62), lagu merupakan musik yang memiliki
unsur lirik atau teks. Dari dua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa
musik dan lagu memiliki sedikit perbedaan. Satu-satunya perbedaan yang
mencolok antara keduanya yakni adanya unsur lirik yang biasanya
dibawakan lewat nyanyian.

6
Menurut Semi (1993:106), lirik adalah puisi yang sangat pendek
yang menggambarkan emosi. Lirik ini diartikan juga sebagai puisi yang
dinyanyikan, karena itu ia disusun secara sederhana dan mengungkapkan
sesuatu yang sederhana pula. Pada umumnya, puisi yang pendek
digolongkan dalam jenis ini
3. Tahap Hubungan Interpersonal
Salah satu karakteristik hubungan yang paling menonjol adalah
prosesnya yang bertahap. Mongeau & Henningsen (dalam Devito, 2013:231)
menjelaskan bahwa seseorang membangun hubungan intim secara bertahap
melalui serangkaian langkah tertentu. Hal tersebut berlaku untuk sebagian
besar hubungan, termasuk diantaranya hubungan interpersonal.
Dalam buku yang berjudul “The Interpersonal Communication
Book”, Devito (2013:231-234) menjelaskan ada enam tahap utama yang
kebanyakan dialami sebuah hubungan. Enam tahap tersebut adalah kontak
(contact), keterlibatan (involvement), keakraban (intimacy), kemerosotan
(deterioration), perbaikan (repair), dan pembubaran (dissolution).
Hal yang perlu ditambahkan, meski setiap hubungan prosesnya
berjalan bertahap, pada akhirnya setiap hubungan bersifat relatif yang
berarti bisa jadi sama ataupun berbeda.
4. Semiotika Ferdinand de Saussure
Menurut Saussure (1990:15; Sobur, 2018), semiotika adalah ilmu
yang mempelajari peran tanda sebagai bagian dari kehidupan sosial. Untuk
menghubungkan sistem tanda dan sistem sosial, Saussure memakai
konvensi sosial. Pada intinya, semiotika Saussure mencoba menjelaskan
suatu relasi yang melihat tanda sebagai bagian dari kehidupan sosial yang
berlaku.

7
Jika membahas semiotika Saussure, hal yang tidak boleh
ketinggalan adalah lima pandangannya yang menjadi dasar strukturalisme
Levi-Strauss (dalam Sobur, 2018:46). Lima pandangan tersebut ialah (a)
signifier (penanda) dan signified (petanda); (b) form (bentuk) dan content
(isi); (c) langue (bahasa) dan parole (tuturan, ujaran), (d) synchronic
(sinkronis) dan diachoric (diakronis); serta syntagmatic (sintagmatis) dan
associative (paradigmatis).

Metodelogi

Jenis penelitian ini yaitu deskriptif kualitatif. Dalam pelaksanaannya,


penelitian ini memakai pendekatan dan data kualitatif yang hasilnya digambarkan
secara deskriptif. Penelitian ini juga memakai paradigma interpretif. Menurut
Neuman (2013: 115-117), paradigma interpretif menganggap bahwa realitas tidak
bersifat tunggal atau relatif.

Guna mencapai tujuan penelitian, peneliti menggunakan tiga metode


pengumpulan data. Pertama, observasi non partisipan yang tidak memerlukan
interaksi langsung dengan subjek penelitian. Kedua, dokumentasi yang
mengumpulkan berbagai data yang berkaitan dengan subjek penelitian. Ketiga,
studi pustaka yang berguna untuk mengumpulkan berbagai data yang berhubungan
dengan penelitian.

Setelah mendapatkan data yang diperlukan, analisis penelitian ini ada tiga
tahapan. Selain memanfaatkan semiotika Saussure, penelitian ini melakukan
langkah analisis yang dijelaskan Miles dan Hubberman (2014: 16-20), yaitu reduksi
data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.

8
Terakhir, uji validitas penelitian ini memakai unsur credibility,
transfermability, dependability, serta confirmability. Cara yang dilakukan pada
masing-masing unsur yaitu dengan: 1.) Persistent observation dan triangulation
untuk unsur credibility, 2.) Menjabarkan hasil riset secara sistematis, jelas, rinci,
dapat dipercaya, serta mencocokkan dengan penelitian lain–yang memiliki konteks
berbeda dengan karakter yang sama–untuk unsur transfermability, 3.) Depandable
audit untuk unsur dependability, serta 4.) Metode confirmability audit untuk unsur
confirmability.

Sajian dan Analisis Data

Untuk mencapai tujuan penelitian, analisis data menggunakan semiotika


Ferdinand de Saussure. Dari lima pandangan, peneliti tidak menjelaskan semuanya
secara rinci. Alasannya lantaran peneliti perlu menyesuaikannya dengan tujuan
penelitian. Pandangan yang dijelaskan secara rinci ialah penanda dan petanda, serta
sintagmatis dan paradigmatis.

Dalam analisis yang dilakukan, konvensi yang dipakai yaitu gramatika


dalam bahasa Indonesia, termasuk diantaranya Kamus Besar Bahasa Indonesia atau
KBBI. Di sisi lain, hubungan sintagmatis dan paradigmatis yang dipakai yakni pada
tataran sintaksis.

Guna menyesuaikan tujuan penelitian, peneliti lebih banyak membahas


penanda dan petanda. Oleh sebab itu, di penelitian ini hubungan sintagmatis dan
paradigmatis lebih berfokus pada perubahan yang menghasilkan makna atau
kalimat baru. Hal yang perlu ditambahkan, mengingat hubungan sintagmatis tidak
sefleksibel paradigmatis, maka penggunaan kata-kata di luar lirik lagu “Hati-hati di
Jalan” hanya diterapkan pada hubungan paradigmatis.

9
Menurut wawancara Tulus, inspirasi album “Manusia”—yang mana berisi
lagu “Hati-hati di Jalan”—berasal dari interaksi manusia. Oleh sebab itu, referensi
penelitian ini memakai tahap hubungan interpersonal yang dikemukakan Devito.
Tahap hubungan interpersonal yang dimaksud yakni kontak, keterlibatan,
keakraban, kemerosotan, perbaikan, serta pembubaran.

Analisis penelitian ini membagi lirik lagu “Hati-hati di Jalan” menjadi


sepuluh bait. Untuk lebih lengkapnya, berikut rincian analisisnya:

Lirik Lagu “Hati-hati di Jalan”

Perjalanan membawamu Entah apa maksud dunia


Bertemu denganku Tentang ujung cerita
Kubertemu kamu Kita tak bersama

Sepertimu yang kucari Semoga rindu ini menghilang


Konon aku juga seperti yang kau cari Konon katanya waktu sembuhkan
Akan adakah lagi yang sepertimu
Kukira kita asam dan garam
Dan kita bertemu di belanga Back to (*)
Kisah yang ternyata tak seindah itu
Kau melanjutkan perjalanmu
(*) Kukira kita akan bersama Ku melanjutkan perjalanku
Begitu banyak yang sama
Latarmu dan latarku Back to (*)

Kukira takkan ada kendala Kukira kita akan bersama


Kukira ini kan mudah Hati-hati di jalan
Kau aku jadi kita

Kasih sayangmu membekas


Redam kini sudah
Pijar istimewa

10
Penerapan Lima Pandangan Semiotika Saussure

Dari lima pandangan semiotika Saussure, secara eksplisit penelitian ini hanya
menjelaskan dua pandangan. Meski demikian, secara implisit tiga pandangan yang
lain juga ikut tercantum dalam analisis penelitian ini. Guna lebih memahaminya,
berikut detail mengenai hal tersebut:

1. Penanda (signifier) dan Petanda (signified)


Penanda dan petanda merupakan pandangan semiotika Saussure
yang cukup esensial. Sobur (2018:46) menerangkan, pandangan ini penting
karena termasuk dalam upaya memahami hal pokok pada teori Saussure.
Singkatnya teori Saussure berisi tentang bahasa yang merupakan suatu
sistem tanda, dan setiap tandanya terdiri dari penanda dan petanda.
Pada penelitian ini, seluruh lirik lagu “Hati-hati di Jalan” menjadi
penandanya, sedangkan petandanya diperoleh dari hasil menerjemahkan
lewat gramatika atau tata bahasa Indonesia.
2. Sintagmatis (syntagmatic) dan Paradigmatis (paradigmatic)
Alasan penelitian ini menggunakan sintagmatis dan paradigmatis
karena keduanya termasuk aturan bahasa dalam teori Saussure. Sobur (2018)
mengungkapkan, sintagmatis dan paradigmatis adalah dua aksis bahasa.
‘Perbedaan’ bahasa, hanya mungkin terjadi jika sintagmatis dan
paradigmatis bekerja.
Pada penelitian ini, sintagmatis dan paradigmatis digunakan sebagai
landasan yang menguatkan penanda dan petanda. Secara tidak langsung,
sintagmatis dan paradigmatis menjelaskan bahwa susunan lirik lagu “Hati-
hati di Jalan” dibuat menurut aturan tertentu. Dalam hal ini, aturan yang
dimaksud yaitu berdasarkan penggunaan bahasa Indonesia.
Setelah dianalisis, lirik lagu “Hati-hati di Jalan” lebih banyak
menghasilkan perubahan hubungan paradigmatis. Dari sepuluh bait, hanya
empat bait yang mengandung perubahan sintagmatis, sedangkan perubahan
hubungan paradigmatis berada di semua bait yang tersedia.

11
3. Isi (content) dan bentuk (form)
Menurut Gleason, wujud isi dan bentuk ialah expression dan content.
Salah satunya ada yang berwujud bunyi, dan satunya lagi berbentuk idea.
Pandangan ini secara rinci memberikan gambaran tentang perbedaan
keduanya (Pateda, 1994; Sobur, 2018: 47).
Dalam beberapa kasus—khususnya mengenai linguistik—, terdapat
sejumlah kata yang bentuknya sama, namun isinya berbeda. Contohnya,
kata “padi” yang tidak sama dengan kata “rice” dalam bahasa Inggris (Sobur,
2018:48).
Dari sekian banyak kata yang dianalisis, satu contoh yang ditemui
pada penelitian ini ialah kata “kira”. Dalam lirik lagu “Hati-hati di Jalan”,
ada empat bait yang menyebutkan kata tersebut, yaitu bait ketiga, keempat,
kelima, dan kesepuluh. Meski kata yang digunakan sama, penggunaan kata
“kira” di empat bait yang ada memiliki dua arti yang berbeda.
Berdasarkan KBBI, kata “kira” mempunyai dua arti yang berbeda
namun hampir serupa. Pertama, kata “kira” bermakna pendapat yang
berdasarkan dugaan atau tidak memiliki bukti nyata. Kedua, kata “kira”
yang berarti hitung, taksir, atau hitungan kasar.
Dari dua definisi di KBBI, kata “kira” memiliki persamaan dan
perbedaan. Persamaannya ialah bentuk keduanya yang mirip. Keduanya
juga memiliki makna yang tidak sepenuhnya terpercaya atau terbukti.
Sementara itu, perbedaannya adalah dasar yang dimiliki masing-masing
definisi. Arti kata “kira” yang pertama menunjukkan bahwa terdapat sebuah
pendapat yang tidak memiliki bukti nyata. Sebaliknya, arti kata “kira” yang
kedua justru menunjukkan adanya sedikit bukti nyata.
Jika dihubungkan dengan penelitian ini, bait ketiga dan kesepuluh
memakai kata “kira” yang dugaannya tidak memiliki bukti, sedangkan bait
keempat dan kelima memakai kata “kira” yang memiliki sedikit bukti.

12
4. Ujaran (parole) dan bahasa (langue)
Dalam pemikiran bahasa Saussure, perbedaan antara ujaran (parole)
dan bahasa (langue) merupakan pembahasan yang sangat sentral (Sobur,
2018). Singkatnya, ujaran (parole) merupakan pandangan yang melihat
bahasa dari sudut penggunaannya secara nyata. Di sisi lain, bahasa (langue)
melihat penggunaan bahasa sebagai sebuah sistem.
Guna mencapai tujuan penelitian, pandangan yang dipakai peneliti
hanya bahasa atau langue. Meski Saussure juga menjelaskan tentang ujaran
atau parole, pandangan tersebut tidak sesuai dengan tujuan penelitian ini.
5. Diakronis (diachronic) dan sinkronis (synchronic)
Diakronis adalah pandangan Saussure yang mempelajari bahasa
secara vertikal. Di sini, bahasa dipelajari dengan cara menelusuri waktu atau
dari waktu ke waktu. Contoh studi diakronis seperti mempelajari
perkembangan bahasa Indonesia dari tahun 1990 hingga 2022.
Sementara sinkronis ialah pandangan Saussure yang menelaah
bahasa secara horizontal. Artinya, bahasa dipelajari dalam satu periode atau
tidak melihat susunan waktu. Contoh studi sinkronis yaitu mempelajari
penggunaan bahasa Indonesia pada tahun 2022 saja.
Guna menjawab rumusan masalah, penelitian ini hanya memakai
pandangan sinkronis. Sobur (2018:51) menjelaskan, langue bersifat
sinkronis dalam arti tanda atau kode yang dipakai dianggap baku, sehingga
mudah disusun sebagai sebuah sistem. Selain itu, alasan peneliti tidak
menggunakan diakronis karena pandangan tersebut tidak sesuai dengan
tujuan penelitian.

13
Korelasi dengan Tahap Hubungan Interpersonal

Berdasarkan penjelasan Devito (2013:231-234), berikut analisis hubungan


antara lirik lagu “Hati-hati di Jalan” dengan tahap hubungan interpersonal:

1. Tahap Kontak (Contact)


Tahap kontak adalah fase awal dalam sebuah hubungan
interpersonal. Kontak dapat dimulai dari melihat, mendengar, ataupun
membaca hal-hal yang berhubungan dengan orang yang bersangkutan. Ciri-
ciri tahap ini ialah sifatnya yang cenderung dangkal atau impersonal. Selain
itu, tahap kontak juga disebut dengan masa kesan pertama.
Bait yang menjelaskan tahap kontak ialah bait pertama, kedua, dan
lirik pertama bait ketiga. Tahap kontak yang dijelaskan berupa pertemuan
sosok “aku” dan “kamu” hingga ekspektasi sosok “aku”. Sama seperti ciri
tahap kontak, interaksi yang yang terjadi pada tiga bait tersebut bersifat
impersonal.
Awal pertemuan antara sosok “aku” dan “kamu” digambarkan pada
bait pertama. Dalam KBBI, kata “bertemu” bermakna berjumpa atau
berhadapan muka. Berdasarkan arti tersebut sosok “aku” dan “kamu”
minimal telah melihat satu sama lain. Interaksi di bait pertama setidaknya
sudah memenuhi syarat awal tahap kontak.
Setelah saling bertemu, bait kedua dan lirik pertama bait ketiga
melanjutkan narasi bait pertama. Dua bait ini menggambarkan ekspektasi
atau kesan pertama yang sosok “aku” berikan kepada sosok “kamu”. Dua
bait ini memiliki alasan kenapa keduanya masuk tahap kontak. Pertama,
ekspektasi atau perkiraan yang dimiliki sosok “aku” bersifat dangkal. Kedua,
mengingat dua bait ini melanjutkan bait pertama, maka ekspekstasi sosok
“aku” merupakan hal yang wajar. Bisa dibilang, dua bait ini semakin
menegaskan adanya interaksi yang masih impersonal.

14
2. Tahap Keterlibatan (Involvement)
Tahap keterlibatan adalah lanjutan dari fase kontak. Tahap
keterlibatan ditandai dengan interaksi yang lebih intensif. Salah satu ciri hal
tersebut ialah masing-masing pihak saling mengungkapkan lebih banyak
informasi diri. Selain itu, tahap ini juga merupakan fase di mana kesan
pertama dari tahap kontak diverifikasi.
Bait yang menjelaskan tahap keterlibatan adalah bait keempat.
Walaupun lirik pertama dari bait keempat hanya sebatas perkiraan sosok
“aku”, lirik terakhir justru menjadi kunci yang menandakan tahap
keterlibatan.
Lirik “begitu banyak yang sama” serta “latarmu dan latarku”
menjadi petunjuk yang membuat bait keempat masuk tahap keterlibatan.
Dua lirik ini mengandung penjelasan mengenai interaksi yang lebih intensif.
Bentuk interaksi yang dimaksud yaitu sosok “aku” mengetahui lebih banyak
informasi tentang sosok “kamu”. Dari makna tersebut, bait keempat
memenuhi kriteria tahap keterlibatan.
3. Tahap Keakraban (Intimacy)
Tahap keakraban adalah peningkatan dari tahap keterlibatan. Tahap
keakraban ditandai dengan terciptanya komitmen. Dalam hubungan
interpersonal, komitmen terbagi menjadi dua. Pertama, komitmen
interpersonal yang hanya dilakukan pihak terkait atau yang berhubungan.
Kedua, komitmen ikatan sosial yang artinya berkaitan dengan orang-orang
di sekitar atau lingkungan sosial.
Bait yang menandakan tahap keakraban ialah bait kelima. Kunci
penting yang menggambarkan tahap keakraban yaitu lirik “kau aku jadi
kita”. Sama seperti pola bait keempat, lirik ini merupakan dasar dari dua
lirik sebelumnya. Kata “jadi” dan “kita” menjadi bukti kuat yang
menunjukkan komitmen antara sosok “aku” serta “kamu”. Lirik ini
mengandung makna tentang sosok “aku” dan “kamu” yang bertransformasi
menjadi “kita”.

15
Dari dua macam komitmen, bait kelima menerangkan tentang
komitmen interpersonal. Jika diperhatikan, bait ini sama sekali tidak
menyinggung pihak eksternal. Oleh karena itu, bait ini lebih cocok dengan
definisi komitmen interpersonal.
4. Tahap Kemerosotan (Deterioration)
Tahap kemerosotan adalah fase di mana suatu hubungan mengalami
penurunan. Tahap kemerosotan diawali dengan ketidakpuasan intrapersonal.
Definisi ketidakpuasan intrapersonal ialah keadaan tidak puas yang
dirasakan satu pihak saja. Bila ketidakpuasan intrapersonal berlanjut, fase
berikutnya adalah ketidakpuasan interpersonal yang dirasakan kedua belah
pihak.
Meski lirik pertama bait ketiga menjelaskan tahap kontak, seluruh
lirik bait ketiga cocok dengan definisi tahap kemerosotan. Kata “kira” pada
lirik “Kukira kita asam dan garam” menunjukkan pendapat yang tidak
berdasarkan bukti nyata. Di sisi lain, lirik “kisah yang ternyata tak seindah
itu” merupakan antitesis bagi dua lirik sebelumnya. Pemakaian kata
“ternyata” justru menegaskan bahwa dua lirik sebelumnya tidak sesuai
realita.
Bila seluruh lirik disatukan, bait ketiga termasuk dalam
ketidakpuasan intrapersonal. Dalam bait ini sosok “aku” sama sekali tidak
menyebut sosok “kamu”. Artinya perkiraan hingga kenyataan yang
disebutkan hanya dirasakan sosok “aku”.
5. Tahap Pembubaran (Dissolution)
Tahap pembubaran adalah pilihan selain tahap perbaikan.
Pembubaran terjadi bila suatu hubungan tidak mampu berlanjut.
Pembubaran diawali dengan fase interpersonal lebih dulu. Pada fase
interpersonal, pembubaran baru dilakukan oleh pihak yang berhubungan.
Jika fase tersebut diterima, berlanjut ke fase pemisahan sosial. Disini
pembubaran diketahui oleh orang terdekat atau lingkungan sosial.

16
Bait yang menerangkan tahap pembubaran adalah bait keenam
hingga kesepuluh. Dari lima bait, hampir seluruhnya menjelaskan fase
pembubaran interpersonal. Meski hampir seluruhnya memiliki kemiripan,
setiap bait tetap mempunyai fokus yang berbeda-beda.
Bait keenam, ketujuh, dan kedelapan menjelaskan mengenai
pembubaran interpersonal. Tiga bait ini lebih fokus menyoroti kehidupan
individu sosok “aku”. Kata atau lirik yang menjadi kunci pembubaran
interpersonal ialah kata “membekas” pada bait keenam, lirik “kita tak
bersama” di bait ketujuh, serta lirik “semoga rindu ini menghilang” pada
bait kedelapan.
Bait keenam hingga kedelapan memang menyinggung sosok
“kamu”, namun tiga bait ini memposisikan sosok “kamu” yang sudah tidak
bersama sosok “aku”. Selain itu, alasan yang membuat tiga bait ini masuk
fase interpersonal lantaran tidak adanya keberadaan mengenai pihak
eksternal.
Berbeda dengan tiga bait sebelumnya, bait kesembilan
menggambarkan fase pemisahan sosial. Penyebab adanya fase tersebut
didasari dua hal. Pertama, sosok “aku” dan “kamu” yang bersedia
melaksanakan pembubaran interpersonal. Meski bait ini tidak menceritakan
pihak ketiga, kesediaan keduanya merupakan syarat pertama pemisahan
sosial. Kedua, sosok “aku” dan “kamu” yang hidup terpisah menunjukkan
bahwa keduanya mencoba memulai kehidupan baru yang berbeda, baik
sendirian maupun bersama orang lain.
Sebagai bait terakhir, bait kesepuluh menandakan fase pemisahan
sosial. Meski lirik pertama menunjukkan keinginan untuk bersama, lirik
“Hati-hati di jalan” menegaskan tentang pemisahan sosial. Untuk lebih
jelasnya, alasan bait kesepuluh masuk ke pemisahan sosial sama seperti bait
kesembilan.

17
Kesimpulan

Lagu tidak hanya berfungsi sebagai media hiburan saja. Lebih dari itu, lagu
juga memiliki tanda-tanda yang sebenarnya menyimpan makna tertentu. Dalam
penelitian ini, tanda-tanda yang dicari berada di lirik lagu “Hati-hati di Jalan”.

Guna memperoleh makna lirik lagu “Hati-hati di Jalan”, peneliti memakai


semiotika Ferdinand de Saussure. Peneliti juga menggunakan tahap hubungan
interpersonal yang dikemukakan Devito. Dari analisis di bab sebelumnya, berikut
kesimpulan yang diperoleh:

1. Lirik lagu “Hati-hati di Jalan” bercerita tentang awal hingga akhir hubungan
sosok “aku” dan “kamu”. Sudut pandang lirik lagu ini yaitu berasal dari
sosok “aku”.
2. Lirik lagu “hati-hati di jalan” mengandung lima dari enam tahap hubungan
interpersonal yang diungkapkan Devito. Untuk lebih lengkapnya, berikut
rincian mengenai hal tersebut:
a. Kontak
Fase kontak muncul di bait ke satu, dua, dan tiga. Fase kontak di lirik
lagu “Hati-hati di Jalan” digambarkan dengan pertemuan antara sosok
“aku” dan “kamu”. Fase kontak juga digambarkan melalui ekspektasi
yang sosok “aku” berikan terhadap hubungannya.
b. Keterlibatan
Tahap keterlibatan hanya terletak di bait keempat. Disini dijelaskan
bahwa sosok “aku” dan “kamu” melakukan interaksi yang lebih intensif.
Tidak hanya itu, keduanya juga saling mengungkapkan lebih banyak
informasi mengenai diri masing-masing.
c. Keakraban
Lirik terakhir dibait kelima menunjukkan adanya fase keakraban. Dari
dua komitmen yang tersedia di tahap keakraban, lirik terakhir di bait
kelima menggambarkan komitmen interpersonal, yang hanya berkisar
antara sosok “aku” dan “kamu”.

18
d. Kemerosotan
Selain menjelaskan tahap kontak, bait ketiga juga menggambarkan
tahap kemerosotan. Bila melihat lirik bait ketiga secara keseluruhan,
kemerosotan yang dimaksud lebih ke arah intrapersonal.
e. Pembubaran
Fase pembubaran ditunjukkan pada bait keenam hingga sepuluh. Fase
pembubaran di lirik lagu “Hati-hati di Jalan” berupa pembubaran
interpersonal dan sosial.

Daftar Pustaka
Ardianto, E., dan Erdinaya, L. K. 2004. Komunikasi Massa Suatu Pengantar.
Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Awe, M. 2003. Iwan Fals: Nyanyian di Tengah Kegelapan. Yogyakarta: Ombak.
Bungin, B. 2007. Sosiologi Komunikasi. Jakarta: Kencana Pranada Media Group.
Devito, J. A. 2013. The Interpersonal Communication Book (Thirteenth Edition).
United State Of America: Pearson Education.
Jahi, A. 1988. Komunikasi Massa dan Pembangunan Pedesaan di Negara-Negara
Dunia Ketiga: Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Gramedia.
Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kelima Daring. 2016. Dari Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Diambil dari
https://kbbi.kemdikbud.go.id/ (diakses 13 Desember 2022)
Mario, V. 2022, Maret 5. Inspirasi dan Pesan di Balik Album Terbaru Tulus,
Manusia. Dari Kompas.com. Diambil dari
https://www.kompas.com/hype/read/2022/03/05/075210366/inspirasi-dan-
pesan-di-balik-album-terbaru-tulus-manusia?page=all
(diakses 20 Desember 2022)
Miles, M. B. dan Huberman, A. M. 2014. Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber
Tentang Metode-metode Baru. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia
(UI-Press).
Moylan, W. 2002. The Art of Recording: Understanding and Crafting the Mix.
Amsterdam: Focal Press.
Neuman, W. L. 2013. Metodologi Penelitian Sosial: Pendekatan Kualitatif dan
Kuantitatif (Edisi Ketujuh). Jakarta: Indeks.
Preiss, R. W. 2007. Mass Media Effect Research. London: Associates Publisher.

19
Rakhmat, J. 2009. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Semi, M. A. 1993. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya.
Suntama, N. 2021, September 13. Pengertian Seni Musik menurut Para Ahli:
Jamalus, Red, dan Sidnell. Dari tirto.id. Diambil dari
https://tirto.id/pengertian-seni-musik-menurut-para-ahli-jamalus-red-dan-
sidnell-gjte (diakses pada 20 Maret 2023)
Suranto, Aw. 2011. Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta. Graha Ilmu.
Sobur, A. 2018. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Tulus – Situs Resmi Tulus. n.d. dari situstulus.com. diambil dari
https://www.situstulus.com/ (diakses 1 Januari 2023)

20

You might also like