You are on page 1of 8

2021 Seminar Nasional Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (SNPPKM) ISSN 2809-2767

Purwokerto, Indonesia, 06 Oktober 2021

Gambaran Tingkat Kecemasan pada Pasien Pre


Operasi dengan Indikasi Fraktur di Ruang Instalasi
Bedah Sentral Rumah Sakit Siaga Medika Banyumas

Nur Arifin1*, Wilis Sukmaningtyas2, Suci Khasanah3


Student of Nursing Study Program at Harapan Bangsa University, Purwokerto, 53182, Indonesia
1 2 3
arifin.isny@gmail.com*; wilis.sukmaningtyas@gmail.com; suci_medika90@yahoo.co.id

ABSTRACT

The proportion of injuries mostly occurred in the lower extremities where most of them occurred due
to traffic accidents. Characteristics of injuries caused by falls, accidents and sharp or blunt trauma are
the causes of fracture cases. Surgery is one of the methods used for fracture treatment which aims
to restore the fracture condition to its original state. One of the complaints experienced by
orthopedic patients who will be operated on is anxiety. The purpose of the study was to determine the
level of anxiety in preoperative patients with fracture indications in the Central Surgical Installation
Room (IBS) Siaga Medika Hospital Banyumas. The research design is descriptive quantitative with a
cross sectional time approach. The sample in this study were preoperative patients with fracture
indications as many as 70 respondents with consecutive sampling technique. The research
instrument used the Amsterdam Preoperative Anxiety and Information Scale (APAIS) questionnaire
with data analysis using a frequency distribution. The results showed that the characteristics of
preoperative patients with fracture indications were in the late adult category (36-45 years) (30%),
male and female (50%), secondary education level (SMA/SMK) (50%), worked (55.7%), and had a
closed fracture and performed ORIF surgery (95.7%). The level of anxiety in preoperative patients
with fracture indications had a severe level of anxiety (58.6%). Based on these results, it can be
concluded that preoperative patients have a severe level of anxiety.

Keywords : Anxiety, Preoperative, Fracture

ABSTRAK

Proporsi kejadian cedera paling banyak terjadi pada ekstremitas bawah dimana paling banyak terjadi
karena kecelakaan lalu lintas. Karakteristik cedera yang disebabkan karena terjatuh. kecelakaan dan
trauma benda tajam atau tumpul menjadi penyebab terjadinya kasus fraktur. Pembedahan menjadi
salah satu cara yang digunakan sebagai penanganan fraktur yang bertujuan untuk mengembalikan
kondisi fraktur seperti semula. Salah satu keluhan yang dialami pasien ortopedi yang akan dioperasi
adalah ansietas. Tujuan penelitian untuk mengetahui tingkat kecemasan pada pasien pre operasi
dengan indikasi fraktur di Ruang Instalasi Bedah Sentral (IBS) Rumah Sakit Siaga Medika Banyumas.
Desain penelitiannya deskriptif kuantitatif dengan pendekatan waktu cross sectional. Sampel dalam
penelitian ini adalah pasien pre operasi dengan indikasi fraktur sebanyak 70 responden dengan
teknik consecutive sampling. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner The Amsterdam
Preoperative Anxiety and Information Scale (APAIS) dengan analisis data menggunakan distribusi
frekuensi. Hasil penelitian menunjukkan karakteristik pasien pre operasi dengan indikasi fraktur
memiliki usia kategori dewasa akhir (36-45 tahun) (30%), berjenis kelamin laki-laki dan perempuan
(50%), tingkat pendidikan menengah (SMA/SMK) (50%), bekerja (55.7%), dan mengalami fraktur
tertutup dan melakukan jenis operasi ORIF (95.7%). Tingkat kecemasan pada pasien pre operasi
dengan indikasi fraktur memiliki tingkat kecemasan berat (58.6%). Berdasarkan hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa pasien pre operasi memiliki tingkat kecemasan yang berat.

Kata kunci : Kecemasan, Pre Operasi, Fraktur

Arifin, Sukmaningtyas,& Khasanah 623


PENDAHULUAN kecemasan selama prosedur. Oleh karena
itu, perasaan pasien akan menjadi tidak
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan
nyaman, khawatir dan takut (Apriansyah
Dasar (Riskesdas) tahun 2018, proporsi
et al., 2015). Pasien yang menjalani
kejadian cedera di Indonesia mengalami
operasi takut kehilangan waktu kerja,
peningkatan dibandingkan tahun 2013
potensi pengangguran, kewajiban
(8.2%) dan 2007 (7.5%) yaitu sebesar
dukungan keluarga, dan ancaman
9.2%. Proporsi kejadian cedera paling
dibandingkan dengan cacat tetap akan
banyak terjadi pada ekstremitas bawah
semakin memperburuk ketegangan
(67.9%) dimana paling banyak terjadi
emosional (Brunner, 2016). Keluhan yang
karena kecelakaan lalu lintas (31.4%).
dialami oleh pasien ortopedi sebelum
Karakteristik cedera yang disebabkan
operasi itu menakutkan. (De Moraes et al.,
karena terjatuh, kecelakaan dan trauma
2010).
benda tajam atau tumpul menjadi
Ketidaktahuan tentang prosedur
penyebab terjadinya kasus fraktur
pembedahan dan pengalaman yang akan
(Kemenkes RI, 2018). Fraktur adalah
dilakukan menyebabkan kecemasan pada
nama yang diberikan untuk kontinuitas
pasien. (Mahanani, 2016). Hal ini terjadi
tulang dan tulang rawan yang telah rusak
karena pasien takut akan ketakutan pasca
oleh kekuatan eksternal (Smeltzer &
operasi, kemungkinan kegagalan
Barre, 2017). Kecelakaan fraktur di
pembedahan (seperti cacat atau
Indonesia telah menjadi sala satu
kematian), prosedur anestesi yang tidak
penyebab utama kematian terbesar ke
diketahui, dan kemungkinan terbangun
tiga dibawah penyakit jantung koroner dan
selama operasi karena kegagalan
tuberkulosis (Ropyanto et al., 2013).
anestesi. (Mavridou et al., 2013).
Kemungkinan masalah yang
Hasil penelitian Widyastuti (2015)
disebabkan oleh patah tulang adalah rasa
menunjukkan bahwa tingkat kecemasan
sakit yang parah, kelemahan fisik dan
tertinggi disajikan pada pasien pre operasi
mental, karena keadaan bagian yang
adalah kecemasan sedang yaitu 65.62%.
patah biasanya dekat dengan organ intim.
Berdasarkan hasil penelitian Yuswinda
Pasien tidak bisa duduk dan bingung
(2017), diketahui bahwa kecemasan pada
bagaimana melakukan aktivitas sehari-
pasien pre operasi sebagian besar adalah
hari. Pasien juga mempertimbangkan apa
kecemasan sedang (90%). Faktor-faktor
yang akan terjadi di masa depan dan
yang mempengaruhi kecemasan pada
apakah cukup kuat untuk menopang tubuh
pasien diantaranya adalah faktor sosial
saat duduk. Selain itu, kebutuhan akan
ekonomi yang rendah (50%), dukungan
istirahat total dan ketidakmampuan pasien
keluarga yang rendah (33.3%) dan tingkat
untuk mengurus diri sendiri juga dapat
pengetahuan yang rendah (43.3%).
meningkatkan kecemasan pasien
Kecemasan dalam pikiran pasien
(Mariana et al., 2018).
mengaktifkan sistem saraf simpatik dan
Fraktur dapat diobati dengan atau
kemudian merangsang medula adrenal
tanpa operasi, termasuk fiksasi, reduksi,
untuk melepaskan hormon stres seperti
dan rehabilitasi (Ningsih & Lukman, 2012).
kortisol, katekolamin, epinefrin dan
Pembedahan menjadi salah satu cara
norepinefrin. Epinefrin dan norepinefrin
yang digunakan sebagai penanganan
berperan dalam mengatasi ketegangan
fraktur yang bertujuan untuk
pasien, ketegangan, kulit pucat,
mengembalikan kondisi fraktur seperti
peningkatan laju pernapasan, peningkatan
semula. Penanganan fraktur dengan
denyut jantung, dan penurunan energi,
metode operatif atau pembedahan dapat
dan pada akhirnya merugikan pasien
dilakukan dengan pemasangan implan
karena mempengaruhi pembedahan (Feist
secara Open Reductive Internal Fixatie
& Feist, 2017; Rahmawati et al., 2017).
(ORIF) dan Open Reductive External
Rahmawati et al., (2017) perlu
Fixatie (OREF) (Smeltzer & Barre, 2017).
diketahui bahwa ketakutan pasien
Pembedahan merupakan ancaman
terhadap pembedahan memiliki ciri-ciri
potensial dan aktual terhadap integritas
seperti ketakutan akan pembedahan, nyeri
seseorang dan dapat menyebabkan
luka pascaoperasi, ketergantungan pada

Arifin, Sukmaningtyas, & Khasanah 624


orang lain, bahkan risiko kematian akibat menggunakan teknik continuous sampling.
pembedahan. Sedangkan Vegas et al., Instrumen penelitian merujuk kepada
(2012) dalam penelitiannya, tingkat Firdaus (2014) menggunakan kuesioner
kecemasan yang tinggi memperlambat The Amsterdam Preoperative Anxiety and
proses penyembuhan luka, meningkatkan Information Scale (APAIS) hasil valid dan
durasi rasa sakit, dan meningkatkan reliabel untuk mengukur kecemasan pre
kemungkinan infeksi. operatif pada populasi Indonesia dengan
Rumah Sakit (RS) Siaga Medika hasil 70.79% memiliki nilai cakupan baik
Banyumas merupakan salah satu rumah dan nilai cronbach alpha komponen
sakit khusus bedah yang berada di kecemasan adalah 0,825 dan 0,863.
Kabupaten Banyumas, sejak tahun 2011 Analisis data menggunakan distribusi
Rumah Sakit Siaga Medika telah berubah frekuensi.
status menjadi Rumah Sakit Umum
(RSU), sehingga Rumah Sakit Siaga
HASIL DAN PEMBAHASAN
Medika memberikan pelayanan non bedah
Gambaran karakteristik pasien pre
yang komprehensif selain operasi,
operasi dengan indikasi fraktur di
ortopedi, dan operasi khusus. Hal ini
Ruang Instalasi Bedah Sentral (IBS)
menjadikan RS Siaga Medika menjadi
Rumah Sakit Siaga Medika Banyumas
pusat rujukan penanganan pada kasus
bedah tulang atau ortopedi. Operasi Tabel 1 Distribusi Frekuensi Karakteristik
dengan indikasi fraktur merupakan jenis Pasien Pre Operasi dengan Indikasi
operasi dengan persentase kejadian Fraktur di Ruang Instalasi Bedah Sentral
terbanyak di RS Siaga Medika dengan (IBS) Rumah Sakit Siaga Medika
rata-rata sebesar 73.62%. Banyumas
Hasil studi pendahuluan didapatkan Variabel f %
data jumlah pasien operasi dengan Usia
indikasi fraktur pada tahun 2019 sebanyak a. Remaja Akhir 13 18,6
b. Dewasa Awal 18 25,7
5759 pasien dengan rata-rata sebanyak c. Dewasa Akhir 21 30
480 pasien/tahun dan pada bulan d. Lansia Awal 8 11,4
e. Lansia Akhir 10 14,3
Agustus-September tahun 2020 sebanyak Jenis Kelamin
994 pasien dengan rata-rata jumlah a. Laki-Laki 35 50
pasien sebanyak 331 pasien/bulan. Hasil b. Perempuan 35 50
Pendidikan
wawancara yang dilakukan terhadap 3 a. Dasar 26 41,4
orang pasien pre operasi indikasi fraktur, b. Menengah 35 50
didapatkan hasil 2 orang (66.7%) c. Tinggi 6 8,6
Pekerjaan
mengatakan perasaan takut, cemas a. Bekerja 39 55,7
apabila terjadi kegagalan operasi yang b. Tidak Bekerja 31 44,3
dapat mengakibatkan kecacatan. Jenis Fraktur
a. Fraktur Terbuka 3 4,3
Tujuan peneliti ini adalah untuk b. Fraktur Tertutup 67 95,7
mengetahui “Gambaran Tingkat Jenis Operasi
Kecemasan pada Pasien Pre Operasi a. OREF 3 4,3
b. ORIF 67 95,7
dengan Indikasi Fraktur di Ruang Instalasi Total 70 100
Bedah Sentral (IBS) Rumah Sakit Siaga Berdasarkan tabel 1 diketahui paling
Medika Banyumas”. banyak memiliki usia kategori dewasa
akhir (36-45 tahun) sebanyak 21
METODE PENELITIAN responden (30%). Menurut asumsi peneliti
Desain penelitian menggunakan responden pada penelitian ini termasuk
metode waktu potong lintang untuk dalam kategori usia produktif sehingga
kuantifikasi deskriptif. Populasi dalam lebih banyak melakukan aktivitas dan
penelitian ini adalah seluruh pasien mobilisasi hal ini juga terlihat dari hasil
dengan indikasi fraktur pra operasi dan penelitian ini bahwa sebagian besar
rerata jumlah konsultasi per bulan adalah responden yang bekerja berada pada usia
331. Sampel dalam penelitian ini adalah 36-45 tahun (43.5%). Peneliti percaya
pasien dengan indikasi fraktur pra operasi bahwa banyak aktivitas menyebabkan
dan sebanyak 70 responden

Arifin, Sukmaningtyas, & Khasanah 625


kelelahan tulang, dan jika terkena atau dikarenakan laki-laki memiliki aktivitas
mengalami trauma berat, tulang bisa yang lebih tinggi di luar untuk bekerja. Hal
patah. Hal ini didukung oleh pernyataan ini terlihat dari hasil penelitian ini dimana
Marsaid et al., (2018) bahwa kejadian responden yang bekerja sebagian besar
fraktur didominasi pada masyarakat usia berjenis kelamin laki-laki (44.3%). Selain
produktif, dimana aktivitas dengan itu, dari hasil penelitian diketahui bahwa
intensitas yang tinggi terjadi pada usia kejadian fraktur pada laki-laki lebih banyak
produktif. Hal ini menyebabkan tingginya terjadi pada usia dewasa awal dan akhir
mobilitas fisik sehingga akan (35.8%). Sedangkan responden
meningkatkan risiko terjadinya perempuan lebih banyak terjadi pada usia
kecelakaan. Hal ini juga sejalan dengan lansia (18.6%).
penelitian Platini et al., (2020) tentang Responden laki-laki lebih rentang
karakteristik pasien fraktur ekstremitas mengalami fraktur karena faktor aktivitas
bawah dimana sebagian besar memiliki fisik (bekerja) sedangkan jenis kelamin
usia 36-45 tahun (42.5%). perempuan mengalami fraktur karena
Berkaitan dengan kecemasan faktor peningkatan usia yang
responden dengan usia dewasa akhir menyebabkan terjadinya penurunan
dalam penelitian ini memiliki tingkat kondisi fisik tubuh sehingga rentan
kecemasan berat (31.7%) dibandingkan mengalami risiko jatuh.
kelompok usia lainnya, sedangkan Hadi (2015) menjelaskan bahwa laki-
responden dengan kelompok usia lansia laki memainkan peran utama dalam
awal memiliki tingkat kecemasan paling keluarga yang bertanggung jawab atas
rendah (3.8%) dibandingkan kelompok istri dan anak-anak mereka, laki-laki lebih
lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa ditakuti daripada perempuan. Insiden
dengan bertambahnya usia, persepsi dan fraktur pada pasien yang terkait dengan
pemahaman tentang penyakit atau awal menopause seiring bertambahnya
kejadian dapat ditingkatkan, sehingga usia. Menambah usia adalah faktor risiko
membentuk pandangan dan sikap orang osteoporosis. Karakteristik osteoporosis
yang diwawancarai dalam menghadapi adalah kelemahan ketahanan tulang
masalah tersebut. Penelitian Tangian karena keropos tulang, sehingga
(2015) menjelaskan bahwa responden meningkatkan risiko terjadinya fraktur
berusia 40 tahun ke atas memiliki tingkat akibat terjatuh dari ketinggian maupun
kecemasan yang dominan, karena terpeleset. International Osteoporosis
sebagian besar anak pasien masih Foundation (2013) menyatakan bahwa
sekolah dan memiliki kebutuhan finansial baik pria maupun wanita mulai kehilangan
yang cukup untuk menopang kehidupan kepadatan tulang saat mendekati usia 30
keluarga, dan pasien melakukannya tahun. Osteoporosis Canada (2014)
karena orang tua akan menyebabkan diketahui bahwa penurunan kekuatan
anaknya cemas.Menurut penelitian Vahedi tulang pada wanita lebih besar dari 23%
et al., (2017) yang menyatakan bahwa per tahun.
seiring bertambahnya usia, persiapan Hasil penelitian ini sejalan dengan
psikologis dan psikologis pasien semakin penelitian Ridwan et al., (2019) di RSUD
matang, dan tekanan psikologis dan Ternate menunjukkan karakteristik pasien
kecemasan tidak mudah muncul. fraktur terjadi pada laki-laki (76%), hasil
Berdasarkan pengalaman bertahun-tahun, yang sama juga ditunjukkan oleh
mekanisme koping yang digunakan penelitian Platini et al., (2020) dimana
biasanya sangat baik. sebagian besar pasien fraktur ekstremitas
Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa bawah memiliki jenis kelamin laki-laki
pada kelompok jenis kelamin responden (100%). Hasil yang berbeda ditunjukkan
masing-masing laki-laki dan perempuan oleh Maulana (2015) yang menyatakan
adalah 50%. Menurut asumsi peneliti, bahwa fraktur lebih sering terjadi pada
meskipun memiliki persentasi yang sama, perempuan (64%) daripada laki-laki
jenis kelamin laki-laki memiliki risiko (36%).
mengalami fraktur lebih tinggi Berdasarkan hasil penelitian juga
dibandingkan jenis kelamin perempuan diketahui bahwa responden dengan jenis

Arifin, Sukmaningtyas, & Khasanah 626


kelamin laki-laki memiliki tingkat kemampuan berpikirnya. Semakin tinggi
kecemasan berat (25.7%) lebih rendah tingkat pendidikan seseorang, semakin
dibandingkan responden perempuan mudah untuk berpikir rasional dan
(32.8%). Menurut Paputungan (2019) memahami informasi baru, termasuk
tingkat kecemasan yang lebih tinggi menggambarkan masalah baru. Penelitian
diamati di antara responden. Hal ini Dewi (2012) menunjukkan bahwa ada
karena wanita lebih sensitif secara hubungan antara tingkat pendidikan
emosional, yang akan mempengaruhi dengan tingkat kecemasan pasien
perasaan cemas mereka. Hasil penelitian menjelang operasi besar.
pada tabel 1 menunjukkan bahwa Hasil penelitian pada tabel 1
sebagian besar responden memiliki menunjukkan lebih dari separuh
tingkat pendidikan kategori menengah responden adalah responden yang
(50%). Menurut asumsi peneliti, bekerja, sebanyak 39 responden (55.7%).
pendidikan bukan faktor utama terjadinya Hampir seluruh responden mengalami
fraktur, akan tetapi fraktur dapat terjadi fraktur tertutup dan melakukan jenis
akibat aktivitas yang dilakukan seseorang. operasi ORIF sebanyak 67 responden
Pendidikan berkaitan dengan tingkat (95.7%). Menurut asumsi peneliti,
pengetahuan responden dalam pekerjaan dapat menyebabkan fraktur
melakukan aktivitas sehingga dapat berkaitan dengan tingkat aktivitas fisik
mencegah atau mengurangi risiko yang dilakukan oleh responden. Semakin
terjadinya fraktur, dimana pendidikan yang banyak pekerjaan yang dilakukan maka
semakin tinggi menjadikan pengalaman akan semakin besar kemungkinan untuk
dalam melakukan suatu tindakan aktivitas mengalami fraktur. Fraktur yang dialami
seseorang. Pengetahuan dipengaruhi oleh juga dapat terjadi karena kecelakaan kerja
tingkat pendidikan seseorang. seperti jatuh sehingga membuat pasien
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui mengalami fraktur tertutup. Putri (2017)
bahwa responden dengan pendidikan menyatakan bahwa aktivitas masyarakat
dasar memiliki tingkat kecemasan berat yang bekerja di luar rumah cukup dengan
(62.1%) lebih tinggi dibandingkan intensitas yang tinggi dan dengan
responden dengan tingkat pendidikan pergerakan yang cepat dapat
menengah dan tinggi. Menurut asumsi meningkatkan risiko terjadinya benturan
peneliti tingkat pendidikan responden atau kecelakaan yang menyebabkan
dapat memengaruhi kecemasan karena fraktur. Secara umum bagi seseorang
faktor pengetahuan, dimana responden bekerja dan memiliki mobilitas tinggi akan
dengan tingkat pendidikan yang lebih lebih berisiko menderita trauma yang
tinggi dapat memiliki pengetahuan yang menyebabkan fraktur.
lebih baik sehingga akan memiliki
Gambaran tingkat kecemasan pada
informasi yang lebih baik tentang
pasien pre operasi dengan indikasi
pelaksanaan operasi sehingga dapat
fraktur di Ruang Instalasi Bedah
meningkatkan kesiapan responden untuk
Sentral (IBS) Rumah Sakit Siaga Medika
menjalani operasi.
Banyumas
Penelitian Astiti (2014) menjelaskan
bahwa pasien dengan pendidikan yang
lebih tinggi lebih mudah memutuskan Tabel 2 Distribusi Frekuensi Tingkat
untuk mengambil tindakan untuk Kecemasan pada Pasien Pre Operasi
memperbaiki masalah kesehatannya, dengan Indikasi Fraktur di Ruang Instalasi
sedangkan pasien yang berpendidikan Bedah Sentral (IBS) Rumah Sakit Siaga
lebih rendah cenderung memiliki Medika Banyumas
kesadaran yang kurang terhadap Tingkat Kecemasan f %
a. Tidak Cemas 0 0
kondisinya, dan sering terbangun di b. Kecemasan Ringan 2 2,9
tengah malam. Dengan demikian, tingkat c. Kecemasan Sedang 26 37,1
pendidikan memiliki pengaruh yang kuat d. Kecemasan Berat 41 58,6
e. Panik 1 1,4
terhadap kecemasan pasien. Total 70 100
Menurut Stuart (2013) tingkat
pendidikan seseorang mempengaruhi

Arifin, Sukmaningtyas, & Khasanah 627


Hasil penelitian pada tabel 2 didapat staf operasi, takut mati saat dibius/kembali
lebih dari separuh responden memiliki pingsan, dan takut gagal operasi.
tingkat kecemasan berat yaitu sebanyak Berdasarkan hal tersebut, hal ini
41 responden (58.6%) dan paling sedikit menunjukkan bahwa kecemasan pasien
adalah responden dengan tingkat yang rendah dapat muncul karena
kecemasan panik sebanyak 1 responden informasi tentang operasi yang diterima
(1.4%). Penelitian ini konsisten dengan oleh responden membuat pasien lebih
penelitian Widiyastuti dan Rahayu (2015), siap untuk menghadapi operasi. Hal ini
yang menyatakan bahwa pasien dengan dijelaskan oleh Smeltzer & Bare (2013)
operasi fraktur mengalami kecemasan yang menunjukkan bahwa kecemasan
yang kuat (65,62%). Kecemasan yang pada pasien pra operasi disebabkan oleh
dialami oleh pasien pra operasi dapat ketakutan dan kebingungan mengenai
disebabkan oleh kekhawatiran tentang informasi pra operasi. Widayanti (2020)
kondisi setelah operasi dan refleksi pada menambahkan bahwa sumber informasi
periode rehabilitasi untuk kembali ke dapat mempengaruhi tingkat kecemasan.
aktivitas normal mereka. Responden yang menerima informasi
Menurut Brien (2014), kecemasan sebelum operasi memiliki pemahaman
adalah perasaan yang dialami di seluruh dan pemahaman yang lebih baik tentang
dunia dan respons terhadap stres secara operasi yang akan dilakukan dan lebih
umum yang memiliki fungsi adaptif yang mampu mempersiapkan diri untuk operasi
memotivasi kita untuk bersiap sehingga tingkat kecemasan lebih rendah
menghadapi situasi apa pun. Kecemasan atau tidak lagi khawatir.
adalah ketakutan yang samar-samar Penelitian Amelia menunjukkan bahwa
disertai dengan perasaan tidak pasti, tidak kecemasan berat pada pasien fraktur
berdaya, terisolasi dan tidak aman (Stuart, sebagian besar terjadi pada pasien
2013). Kecemasan dapat mempengaruhi dengan fraktur ekstremitas bawah (15%),
tubuh seperti menggigil, keringat berlebih, jenis fraktur tertutup (15.4%), dan jenis
jantung berdebar-debar, sakit kepala, operasi ORIF (11.5%). Hal ini didukung
gelisah, tangan gemetar, ketegangan otot, dengan pernyataan Maisyaroh (2015)
mual, lemas, penurunan produktivitas yang menyatakan bahwa lokasi fraktur
dalam tubuh. Efek psikologis dari dapat menentukan tingkat pergerakan
kecemasan adalah stres, kebingungan, seseorang yang bergerak. Jika lokasinya
kecemasan, sulit berkonsentrasi, berada di ujung bawah, akan lebih mudah
perasaan tidak pasti (Detianan, 2014). untuk membuat seseorang mencoba
Black (2014) menyatakan bahwa kesulitan, lebih unggul dari lokasi fraktur di
semua orang memiliki kecemasan dan ujung atas. Pergerakan gerakan tubuh
ketakutan terhadap pembedahan hal adalah salah satu penyebab kecemasan
tersebut dapat dipengaruhi beberapa pada pasien dengan fraktur.
faktor seperti tingkat kesulitan operasi, Hasil ini sejalan dengan penelitian yang
kemampuan individu menghadapi dilakukan oleh Faradisi (2018) yang
masalah, ekspektasi kultural dan menyatakan bahwa pasien pre operasi
pengalaman operasi sebelumnya. Long ORIF memiliki skor rata-rata kecemasan
(2017) menambahkan jika pasien sebelum 48.032. Senada pada penelitian
operasi akan mengalami reaksi emosional Kustiawan (2014) mendapatkan hasil
berupa kecemasan. Alasan kecemasan bahwa tingkat kecemasan pre operasi
pasien meliputi ketakutan akan rasa sakit bedah mayor sebagian banyak terjadi
setelah operasi, ketakutan akan pada kategori sedang (81%). Penelitian
perubahan tubuh, keburukan dan oleh Stuart (2011) menjelaskan bahwa
ketidakmampuan untuk berfungsi dengan pasien pre operasi ORIF mengalami
baik (citra tubuh), ketakutan akan kecemasan sedang lebih banyak dari
keganasan (jika diagnosis tidak pasti), pada kecemasan ringan karena pasien
ketakutan berada dalam situasi yang pre operasi ORIF menganggap bahwa pre
sama seperti orang lain. orang dengan operasi ORIF merupakan tindakan yang
penyakit yang sama, takut menghadapi tidak terlalu menakutkan karena pasien
ruang operasi, takut peralatan bedah dan

Arifin, Sukmaningtyas, & Khasanah 628


sudah pernah memiliki pengalaman melakukan perluasan materi seperti
operasi sebelumnya. meneliti kecemasan pada saat pre, intra
dan post dan tidak hanya pada pasien
SIMPULAN fraktur tetapi juga pada pasien pre operasi
Berdasarkan hasil penelitian dan lainnya.
pembahasan maka dapat disimpulkan
bahwa gambaran tingkat kecemasan pada DAFTAR PUSTAKA
pasien pre operasi dengan indikasi fraktur Apriansyah, A., Romadoni, S., & Andrianovita,
di Ruang Instalasi Bedah Sentral (IBS) D. (2015). Hubungan Antara Tingkat
Rumah Sakit Siaga Medika Banyumas Kecemasan Pre-Operasi Dengan
lebih dari separuh responden memiliki Derajat Nyeri Pada Pasien Post Sectio
tingkat kecemasan berat (58.6%). Caesarea Di Rumah Sakit
Muhammadiyah Palembang Tahun
2014. Jurnal Keperawatan Sriwijaya.
SARAN Black, J. M. & H. (2014). Keperawatan Medikal
a. Bagi Rumah Sakit Siaga Medika Bedah Vol 3.Pdf. In 3.
Banyumas
Brunner, S. (2016). Buku Ajar Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat menjadi
Medikal Bedah Brunner & Suddarth
dasar untuk memberikan terapi pada Edisi 8 Volume 1,2. Jakarta: Penerbit
pasien pre operasi untuk menurunkan Buku Kedokteran Indonesia Egc. Water
kecemasan, pemberian informasi (Switzerland).
merupakan hal yang penting dan
De Moraes, V. Y., Jorge, M. R., Faloppa, F., &
dibutuhkan oleh pasien yang akan
Belloti, J. C. (2010). Anxiety And
menjalani operasi sehingga diharapkan Depression In Brazilian Orthopaedics
perawat di ruangan maupun di ruang Inpatients: A Cross Sectional Study With
operasi memberikan informasi secara A Clinical Sample Comparison. Journal
lengkap terkait operasi dari proses Of Clinical Psychology In Medical
pembiusan sampai pelaksanaan operasi Settings.
kepada pasien. Https://Doi.Org/10.1007/S10880-009-
b. Bagi Universitas Harapan Bangsa 9184-5
Hasil penelitian diharapkan dapat Feist, J., & Feist, G. J. (2017). Teori
memberikan informasi terkait kecemasan Kepribadian. Jilid 2.
pada pasien pre operasi sehingga
K, Y. (2017). Evidence Base Practice Efek Seft
diharapkan bagi pihak institusi pendidikan
(Spiritual Emotional Freedom Tehnique)
hasil ini dapat menjadi dasar agar dalam Therapy Terhadap Kecemasan Pasien
proses pembelajaran praktik keperawatan Pre Operasi Di Ruang Persiapan Iar
perioperatif untuk menjelaskan tentang Rso Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta.
pentingnya pengkajian status psikologis Medica Hospitalia : Journal Of Clinical
seperti kecemasan agar mahasiswa dpaat Medicine.
mempraktikan pada saat praktik di rumah https://Doi.Org/10.36408/Mhjcm.V4i2.32
sakit. 1
c. Bagi Responden Kemenkes Ri. (2018). Laporan Nasional
Hasil penelitian diharapkan dapat Riskesdas 2018. Balitbang Kemenkes
memberikan informasi kepada responden Ri.
terkait tingkat kecemasan yang dialami Mahanani, S. . N. D. . P. S. (2016). Aktivitas
sehingga diharapkan responden dapat Fisik Berdasarkan Teori Handerson
memberikan informasi terkait perasaan Pada Pasien Diabetes. Jurnal Penelitian
yang dialami sebelum operasi kepada Keperawatan.
petugas kesehatan agar kecemasan yang Https://Studylibid.Com/Doc/530360/Aktiv
dialami tidak menimbulkan masalah pada itas-Fisik-Berdasarkan-Teori-
saat operasi. Handerson-Pada-Pasien-D...
d. Bagi Peneliti Selanjutnya Mariana, A., Mariana, A. T., & Dewi, F. S. T.
Bagi peneliti selanjutnya agar dapat (2018). Cedera Akibat Kecelakaan Lalu
mengembangkan penelitian dengan Lintas Di Sleman: Data Hdss 2015 Dan
2016. Berita Kedokteran Masyarakat.

Arifin, Sukmaningtyas, & Khasanah 629


Mavridou, P., Dimitriou, V., Manataki, A., Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Arnaoutoglou, E., & Papadopoulos, G. Dengan Status Fungsional Paska Open
(2013). Patient’s Anxiety And Fear Of Reduction Internal Fixation (Orif) Fraktur
Anesthesia: Effect Of Gender, Age, Ekstremitas. Jurnal Keperawatan
Education, And Previous Experience Of Medikal Bedah.
Anesthesia. A Survey Of 400 Patients.
Smeltzer, S. ., & Barre, B. . (2017). Buku Ajar
In Journal Of Anesthesia.
Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Https://Doi.Org/10.1007/S00540-012-
Suddarth. In Lippincott Williams &
1460-0
Wilkins.
Ningsih, N., & Lukman, . (2012). Asuhan
Vegas, Ó., Vanbuskirk, J., Richardson, S.,
Keperawatan Pada Klien Dengan
Parfitt, D., Helmreich, D., Rempel, M.,
Gangguan Sistem Muskuloskeletal. In
Moynihan, J., & Tausk, F. (2012).
Salemba Medika.
Effects Of Psychological Stress And
Rahmawati, P. M., Widjajanto, E., & Astari, A. Housing Conditions On The Delay Of
M. (2017). The Influence Of Progressive Wound Healing. Psicothema.
Muscle Relaxation On Anxiety Level Of
Widyastuti, Y. (2015). Gambaran Stres Pada
Pre-Caesarean Section Mothers In
Pasien Pre Operasi Fraktur Femur Di Rs
Delivery Room. Nurseline Journal.
Ortopedi Prof. Dr.R Soeharso Surakarta.
Https://Doi.Org/10.19184/Nlj.V2i2.5929
Jurnal Profesi.
Ropyanto, C. ., R, S., & T, E. (2013). Analisis

Arifin, Sukmaningtyas, & Khasanah 630

You might also like