You are on page 1of 15

Ta’dibiya Volume 3 Nomor 2 Oktober 2023

INTERFAITH MARRIAGE PERSPECTIVE OF LEGAL CERTAINTY AFTER THE


ISSUANCE OF THE SUPREME COURT CIRCULAR
NUMBER 2 OF 2023

Amum Mahbub Ali


Sekolah Tinggi Agama Islam Babunnajah Pandeglang
amummahbubali@gmail.com

Abstract

The purpose of this study is to analyze several regulations related to marriage between people of
different religions in Indonesia, especially based on the regulations of Marriage Law No. 1 of 1974
concerning Marriage, Law No. 23 of 2006 concerning Administration and Supreme Court Circular
No. 2 of 2023 concerning instructions for judges in order to adjudicate cases of applications for
registration of marriages between people of different religions and beliefs. In addition, it is also to
explain how the legal certainty of marriage between people is after the issuance of SEMA Number 2
of 2023. Research methods used by analyzing literature data qualitatively through legal and
conceptual approaches on legal certainty of marriage between people of different religions. The results
showed that Law No. 1 of 1974 as amended by Law No. 16 of 2019 concerning Marriage does not
regulate firmly and clearly about interfaith marriage. Article 2 paragraph 1 of the regulation only
states whether or not marriage is valid and not submitted based on the law of their respective religions
and beliefs, Article 35 (a) of Law No. 23 of 2006 which is a reference for judges in determining
marriage between people of different religions contrary to the marriage law, there is a discrepancy
between the two regulations that causes uncertainty in the law of marriage between people of different
religions in Indonesia. The issuance of SEMA No. 2 of 2023 provides fresh air in an effort to end the
polemic of marriage between interfaith couples in Indonesiaso that there is certainty and similarity in
the application of law related to cases of marriage registration applications carried out by couples of
different religions, even though the problem of marriage between people of different religions has not
ended because article 35 (a) of Law No. 23 of 2006 concerning Administration and its explanation is
still valid today.

Keywords : Marriage, Different religions, Legal certainty

PENDAHULUAN Nomor 23 tahun 2006 tetang Adminduk


Perkawianan antar umat beda agama yang tersebar dibeberapa pengadilan di
tidak diatur dalamm UU Nomor 1 Tahun Indonesia (Direktori Putusan Pengadilan,
1974 sebagaimana telah di ubah dengan 2023). Dalam penerapannya, pasal 35
UU Nomor 16 tahun 2019 tentag huruf (a)UU No.23/2006 memberikan
perubahan UU Nomor 1 tahun 1974 dasar hukum dilaksanakannya
tentang perkawinan. Pada tahun 2023 ini perkawinan beda agama di
sebanyak 12 putusan yang mengabulkan Indonesia.Pada penjelasan pasal ini
permohonan pencatatan pernikahan yang dinyatakan bahwa perkawinan yang
dilakukan oleh pasangan yang melakukan ditetapkan oleh pengadilan adalah
perkawinan beda agama diputus perkawinan yang dilakukan antar
berdasarkan pada pasal 53 huruf a UU umat yang berbeda agama (S.Bahri,

44
Ta’dibiya Volume 3 Nomor 2 Oktober 2023

2022). Dua Undaag-Undang tersebut jelas Rumusan Masalah


berbeda padangan terhadap sah atau Dari latarbelakang masalah tersebut
tidaknya perkawinan antar umat beda maslah dirumuskan sebagai berikut:
yang berdampak pada dapat atau tidaknya 1. Bagaimana Kepastian Hukum
perkawian tersebut dicatat oleh negara, perkawinan antar umat beda agama
akibatnya menimbulkan ketidakpastian dalam Undang-Undang Nomor 1
hukum tentang perkawinan di Indonesia. tahun 1974 Tentang perkawinan?
Tanggal 17 Juli Tahun 2023 2. Bagaimana Kepastian Hukum
Mahkamah Agung mengeluarkan Surat perkawinan antar umat beda agama
Edaran (SEMA) Nomor 2 Tahun 2023 dalam Undang-Undnag Nomor 23
tentang Petunjuk bagi hakim dalam Tahun 2006 Tentang Administrasi
mengadili perkara permohonan pencatatan Kependudukan?
perkawinan antar umat yang berbeda 3. Bagimana Kepastian Hukum
agama dan kepercayaan dengan perkawian antar umat beda agama
menyebutkan bahwa perkawinan yang sah pasca diterbitkannya SEMA Nomor 2
adalah perkawinan yang dilakukan Tahun 2023?
menurut hukum masing-masing agama
dan kepercayaannya itu sesuai dengan Tujuan Penelitian
pasal 2 ayat (1) dan pasal 8 huruf f UU Penelitian ini bertujuan untuk
Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan menganalisa berbagai peraturan yang
serta menyebutkan pengadilan tidak berkaitan denga perkawinan antar umat
mengabulkan permohonan pencatatan beda agama di Indonesia terutama
perkawinan antar umat yang berbeda berdasarkan peraturan Undang-Undang
agama dan kepercayaan. Penelitian ini Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974
menurut penulis penting dilakukan karena Tentang Perkawinan, Undang-Undnag
ketentuan tentang sah atau tidaknya Nomor 23 tahun 2006 tentang Adminduk
perkawinan yang dilakukan oleh pasangan dan SEMA Nomor 2 tahun 2023 Tentang
yang berbeda agama belum secara tegas petunjuk bagi hakim dalam mengadili
di atur dalam UU perkawinan di perkara permohonan pencatatan
Indonesia sehingga belum terdapat perkawinan antar umat yang berbeda
kepastian hukum tentang perkawinan agama dan kepercayaan. Selain itu juga
antar umat yang berbeda agama di untuk menjelaskan bagaimana kepastian
Indonesia. hukum perkawinan antar umat beda

45
Ta’dibiya Volume 3 Nomor 2 Oktober 2023

setelah keluarnya SEMA Nomor 2 tahun teks hukum pada suatu Undang-Undang
2023. adalah mutlak adanya, tidak boleh ada
makna ganda di dalam teks hukum
KAJIAN TEORETIK atau Undang-Undang, sebab kepastian
Munculnya perkawinan beda agama hukum menunjuk kepada pemberlakuan
dikarenakan seseorang tidak memegang hukum yang jelas, tetap, konsisten dan
teguh ajaran agamanya. Sebagai umat konsekuen yang pelaksanaannya tidak
beragama dituntut untuk selalu mematuhi dapat dipengaruhi oleh keadaan-
ajaran agamanya. Karena yang keadaan yang sifatnya subjektif (Khairul
diperintahkan agama dan batas-batas yang Fani,2021) . Analisis kasus hukum
telah digariskan tiap agama juga bertujuan judicial review tentang pernikahan beda
mencari kebaikan untuk umatnya. Jadi agama pada putusan Mahkamah
pelanggaran terhadap ketentuan agama Konstitusi Nomor 24/PUU/XX/2022 serta
juga bisa menimbulkan kesulitan bagi diri pertimbangan hukum dalam perspektif
pribadi, keluarga yang bersangkutan kepastian hukum dan Hak Asasi Manusia
maupun orang lain (Hanifah M, 2019). (Mustaan Walidai, 2023) menunjukan
Permasalahan kepastian hukum sendiri bahwa putusan Mahkamah Konstitusi
mendapatkan perhatian khusus pada saat tersebut sudah sesuai dengan prinsip
terdapat pergolakan politik di indonesia kepastian hukum dan Hak Asasi Manusia
padatahun 1999, adanya pergolakan sehingga Mahkamah Konstitusi menolah
politik ini menjadikan kepastian hukum di judicial review tersebut karena sudah
masukkan dalam Pasal 28I ayat (1) sangat jelas perkawinan yang sah adalah
Amandemen Kedua UUD NRI 1945, yang dilaksnakan menurut hukum
yaitu: “... hak untuk tidak dituntut atas masing-masing agama sesuai dengan
dasar hukum yang berlaku surut adalah Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 1 tahun 1974
hak asasi manusia yang tidak dapat tentang perkawinan.Penelitaan Kairul
dikurangi dalam keadaan apapun”(UUD Fani,(2021) dan Mustaan Walidaih,(2023)
NKRI 1945 , 1945) (Silawati, N. W., & sudah menyebutkan bahwa Undang-
Ningrum, 2023). Kepastian hukum dalam Undang Perkawinan di Indonesia belum
pengaturan perkawinan beda agama di memberikan kepastian hukum secara
indonesia masih belum memiliki tegas terkait perkawinan beda agama
kepastian hukum secara normatif pada melalui teks-teks hukum atau aturan yang
teks-teks hukum yang berkitan dengan jelas.
perkawinan, kesatuan makna di dalam

46
Ta’dibiya Volume 3 Nomor 2 Oktober 2023

Hal tersebut maka dapat dikatakan yang berkaitan dengan isu hukum yang
terjadi kekaburan hukum dan sedang diteliti yaitu tentang perkawinan
ketidakpastian terhadap praktik antar umat beda agama serta pendekatan
perkawinan beda agama di Indonesia konseptual (conceptual approach), dimana
(Sekarbuana, M. W., 2021). Penelitian penelitian berangkat dari doktrin atau
tentang kepastian hukum terkait pandangan tentang kepastian hukum dari
perkawinan beda agama di Indonesia sebuah aturan yang sudah
sudah banyak dilakukan sebelum berlaku.Pengumpulan data dilakukan
dikelaurkannya SEMA Nomor 2 Tahun melalui studi kepustakaan (library
2023 tanggal 27 Juli 2023 dan hasil research) kemudian data di sususn secara
penelitian banyak menunjukan bahwa sistematis dan di analisis secara kualitatif
status hukum perkawinan antar umat beda untuk memperoleh jawaban permasalah
agama di Indonesia belum mempunyai yang sedang diteliti
kepastian hukum. Oleh karena itu dengan
penelitian ini penulis mencoba HASIL DAN PEMBAHASAN
menganalisis peraturan8i9899 perkawinan Perkawinan Beda Agama dalam UU
antar umat beda agama prspektif No.1 Tahun 1974
kepastian hukum pasca dikeluarkanya Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No
SEMA Nomor 2 tahun 2023 tentang 1 Tahun 1974 sebagaimana telah di rubah
petunjuk atau pedoman bagi hakim dalam dengan Undang-Undang No.16 tahun
mengadili perkara permohonan 2019 Tentang Perkawinan menyebutkan
pencatatan parkawinan antar-umat yang bahwa Perkawinan adalah sah apabila
berbeda agama dan kepercayaan. dilakukan menurut hukum masing-masing
agama dan kepercayaannya itu (UU No.1
METODE PENELITIAN Tahun 1974 Tentang Perkawinan, 1974).
Jenis penelitian ini adalah penelitian Dalam Undang sudah secara jelas dan
hukum normative yaitu penelitian yang tegas menyatakan bahwa perkawianan
dilakukan dengan cara meneliti bahan yang sah adalah perkawian yang
Pustaka atau data sekunder belaka dilksanakan menurut hukum masing-
(Soerjono Soekento, 2003).Penelitian ini masing agama dan kepercayaan. Sejalan
dilakukan melalui pendekatan undang- dengan pasal 2 ayat (1), pasal 8 huruf (f)
undang (normative juristische recherche) Undang-Undang Perkawinan melarang
dimana penelitian dilakukan dengan cara pelaksanaan perkawianan antar 2 orang
menelaah hukum aturan yang berlaku yang mempunyai hubungan yang oleh

47
Ta’dibiya Volume 3 Nomor 2 Oktober 2023

agamanya atau aturan lain yang berlaku Secara normatif perkawinan beda agama
dilarang untuk kawin.Dari 2 pasal tersebut memang tidak diatur secara terang
belum secara tegas perkawinan beda benderang dalam aturan Perkawinan,
agama diatur dalam Undang-undang yang menjadi patokan dalam menentukan
perkawinan dengan artian bahwa aturan sah atau tidaksahnya suatu perkawinan
perkawinan tersebut hanya menyebutkan dapat ditemui dalam pasal 2 ayat1 UU
perkawinan yang sah dan tidak sah saja Perkawinan yaitu: “Perkawinan adalah
yaitu perkawinan yang dilakukan sah, apabila dilakukan menurut hukum
berdasarkan hukum agamanya masing- masing-masing agamanya dan
masing dan kepercayaannya. Undang- kepercayaannya itu” serta ayat (2) yang
Undang menyerahkan sepenuhnya mewajibkan pencatatan setiap perkawinan
keabsahan perkawinan kepada hukum menurut undang-undang yang berlaku.
agama dengan artian belum secara tegas Menurut penulis Pasal ayat (1) dan (2) ini
melarang perkawinan dilakukan oleh harus dibaca satu nafas atau saling
umat yang beda agama. berkaitan tidak berdiri sendiri, berarti
Landasan peraraturan terhada;p bahwa perkawinan yang di catat itu
pelaksanaan perkawinan di Indonesia adalah perkawinan yang sah yang
telah jelaskan sebelumnya, yaitu pada dilakukan menurut agama-agama masing
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan kepercayaannya itu. Perkawinan yang
sebagaimana telah dirubah dengan di lakukan oleh pasangan muslim dicatat
Undang-Undang Nomor 16 tahun 2019 oleh Kantor Urusan Agama (KUA) dan
Tentang perkawinan. Peraturan perkawinan yang dilakukan oleh orang
perkawinan tersebut belum mengatur non muslim di catat oleh Kantor Catatan
secara jelas terkait dengan perkawinan Sipil (KSC)
antar umat agama. Tidak ada satu frasa Keadaan masyarakat Indonesia yang
yang secara langsung mengatur dan secara beragam dan plural dan ada lebih dari satu
jelas melarang ataupun memberikan agama yang diakui,tidak menutup
pedoman dalam pelaksanaan tentang kemungkinan adanya pelaksanaan
bagaimana perkawinan antar umat beda perkawinan beda agama meskipun
agama . Perkawinan umat beda agama cenderung ditemukan adanya larangan
dapat memberikan akibat hukum terhadap secara tegas dari masing-masing agama
sah atau tidaknya perkawinan tersebut. dalam pelaksanaan perkawinan beda
Sebagai negara prulalistis Indonesia agama (Sastra, Abd. Rozak, 2011). Dalam
memiliki beberapa agama di dalamnya. hal ini berarti bahwa celah untuk

48
Ta’dibiya Volume 3 Nomor 2 Oktober 2023

melakukan perkawinan antar umat yang konsisten serta mudah diperoleh atau
berbeda agama misalnya melakukan diakses. Aturan hukum tersebut haruslah
perkawinan dua 2 dalam satu hari pagi diterbitkan oleh kekuasaan negara dan
menikah dengan cara islam sorenya memiliki tiga sifat yaitu jelas, konsisten
menikah dengan Kristen, dilihat dari dan mudah diperoleh.
sudut ketentuan agama masing-masing itu b. Beberapa instansi penguasa atau
akan dianggap sah, tapi ketika perkawinan pemerintahan dapat menerapkan aturan
tersebut tidak dapat dicatat oleh negara hukum dengan cara yang konsisten serta
maka perkawinan tersebut dianggap tidak dapat tunduk maupun taat kepadanya.
sah oleh negara dan berakibat pada tidak c. Mayoritas warga pada suatu
dapat dipenuhinya hak-hak keperdataan negara memiliki prinsip untuk dapat
dalam bidang perkawinan seperti menyetujui muatan yang ada pada muatan
mendpatkan akta nikah yang merupakan isi. Oleh karena itu, perilaku warga pun
legalitas bahwa perkawinan sudah akan menyesuaikan terhadap peraturan
dilaksanakan secara sah. yang telah diterbitkan oleh pemerintah.
Menurut Gustav Radbruch Kepastian d. Hakim peradilan memiliki sifat
hukum merupakan salah satu dari tujuan yang mandiri, artinya hakim tidak
hukum disamping untuk keadilan dan berpihak dalam menerapkan aturan
kemanfaatan (Satjipto Rahardjo, hukum secara konsisten ketika hakim
2012).Hal tersebut menurut penulis maka tersebut dapat menyelesaikan hukum.
setiap Undang-Undang atau ketentuan e. Keputusan dari peradilan dapat
yang dibuat oleh negara harus dapat secara konkrit dilaksanakan.
memenuhi unsur kepastian hukum, Berdasar kedua pendapat ahli
sehingga masyarakat dapat memastikan tersebut, maka Undang-undang
dari awal efek atau dampak dari dilakukan perkawinan di Indonesia belum dapat
atau tidak dilakukanya suatu perbuatan memberikan kepastian hukum tentang
hukum. perkawinan yang dilakukan oleh pasanagn
yang berbeda agama karena peraturan
Dikutip dari gramedia.com/ Jan M. perkawinan beda agama belum secara
Otto berpendapat mengenai kepastian jelas dan jernih tertuang dalam aturan
hukum yang disyaratkan menjadi perkawinan tersebut, sehingga tidak
beberapa hal sebagai berikut: terdapat kepastian hukum yang dapat
a. Kepastian hukum menyediakan dijadikan landasan oleh masyarakat dapat
aturan hukum yang jelas serta jernih,

49
Ta’dibiya Volume 3 Nomor 2 Oktober 2023

atau tidaknya perkawinan antar umat beda Kependudukan sebagaimana di ubah


agama di Indonesia. dengan Undang-Undang Nomor 24
Untuk larangan perkawinan antar Tahun 2013 pada Pasal 35 huruf (a) dan
umat beda agama, Islam di Indonesia Penjelasan Pasalnya menentukan bahwa
sudah secara tegas dalam Kompilasi perkawinan beda agama yang
Hukum Islam Bab VI Pasal 40 dan 44 ditetapkan oleh Pengadilan Negeri
tentang larangan perkawinan yang dicatat di Kantor Dinas
menyebyutkan larangan melangsungkan Kependudukan dan Pencatatan Sipil
perkawinan antara seorang pria dan yang berwenang. Bunyi Pasal 35 adalah
seorang wanita karena keadaan: a) Karena sebagai berikut:
wanita yang bersangkutan masih terikat Pencatatan perkawinan sebagaimana
satu perkawinan dengan pria lain; b) dimaksud dalam Pasal 34 berlaku pula
Seorang wanita yang masih berada dalam bagi: a. perkawinan yang ditetapkan oleh
masa iddah dengan pria lain; c) Seorang Pengadilan; dan b. perkawinan Warga
wanita yang tidak beragam Islam. Negara Asing yang dilakukan di
Kemudian Pasal 44 UU menjelaskan Indonesia atas permintaan Warga Negara
bahwa seorang wanita Islam dilarang Asing yang bersangkutan.
untuk melangsungkan perkawinan dengan Dalam penejelasan pasal 35 huruf a
seorang pria yang tidak beragama Islam. disebutkan bahwa Yang dimaksud dengan
Dari kedua pasal tersebut dapat diketahui ”Perkawinan yang ditetapkan oleh
bahwa agama Islam melarang secara tegas Pengadilan” adalah perkawinan yang
mengenai Perkawinan beda agama yang dilakukan antar-umat yang berbeda
dilakukan oleh seorang pria atau wanita agama. Selain pasal 35 dalam Undang-
muslim. Hal tersebut sudah jelas Undang Nomor 23 tahun 2006 terdapat
menunjukan sudah adanya kepastian pasal lain yang yang mengatur pencatatn
hukum bagi umat Islam di Indonesia perkawinan di Indonesia yaitu pasal 34
mengenai larangan perkawinan beda dan 36.
agama, karena sudah terdapat hukum Pasal 34 berbunyi :
perkawinan yang bersifat nasional berlaku 1. Perkawinan yang sah menurut
bagi seluruh umat Islam di Indonesia. peraturan perundang-undangan wajib
Perkawinan Beda Agama dalam UU dilaporkan oleh penduduk kepada Instansi
No.23 Tahun 2006 Tentang Adminduk pelaksana di tempat terjadinya
Di dalam Undang-Undang Nomor perkawinan paling lambat 60 (enam
23 Tahun 2006 tentang Administrasi puluh) hari sejak tanggal perkawinan.

50
Ta’dibiya Volume 3 Nomor 2 Oktober 2023

2. Berdasarkan laporan sebagaimana Pasal 35 (a) dan penjelasanya sudah


dimaksud pada ayat (1), pejabatpencatatan menyebutkan dengan jelas bahwa
sipil mencatat pada Register Akta pecatatan perkawinan dapat dilakukan
perkawinan dan menerbitkankutipan Akta tehadap perkawinan yang di tetapkan oleh
perkawinan. pengadilan, dan yang dimaksud
3. Kutipan Akta perkawinan perkawinan yang di tetapkan oleh
sebagimana dimaksud pada ayat (2) pengadilan adalah perkawinan yang
masingmasing diberikan kepada suami dilakukan oleh pasangan antar umat yang
istri. berbeda agama. Dengan pasal ini
4. Pelaporan sebagimana dimaksud pasangan yang melakukan perkawinan
pada ayat (1) bagi penduduk yang beda agama mendapatkan legalitas
beragama Islam dilakukan oleh KUA pencatatan perkawinan di Indonesia
kecamatan. melalui penetapan pengadilan meskipun
5. Data hasil pencatatn atas perkawinan mereka tidak sah menurut
peristiwa sebagimana dimaksud pada undang-undang perkawinan. Pasal 35
Ayat (4) dan pada pasal 8 ayat (2) wajib huruf a Undang-Undang Administrasi
disampaikan oleh KUA kecamatan Kependudukan adalah sebuah pasal yang
kepada memberikan dasar hukum
Instansi pelaksana dalam waktu dilaksanakannya perkawinan beda agama
paling lambat 10 (sepuluh) hari setelah di Indonesia. Pada pasal 35 huruf a
pencatatan perkawinan dilaksanakan. menyatakan bahwa perkawinan yang
6. Hasil pencatatan data ditetapkan oleh pengadilan adalah
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak perkawinan yang dilakukan antar umat
memerlukan penerbitan kutipan kutipan yang berbeda agama, dapat dicatatkan di
Akta Pencatatan Sipil. Instansi Pelaksana yaitu Dinas
7. Pada tingkat kecamatan laporan Kependudukandan Pencatatan Sipil
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) (Yunus, F. M., & Aini, Z, 2020).
dilakukan pada UPTD Instansi Pelaksana. Dasar hukum dapat dilakukannya
Pasal 36 berbunyi “‟Dalam hal perkawinan antar umat beda agama
perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan tersebut bertentangan dengan Undang-
Akta perkawinan, pencatata perkawinan Undang No 1 Tahun 1974 tentang
dilakukan setelah adanya penetapan perkawinan perkawinan yang
pengadilan” (UU Nomor 23 tahun 2006, menganggap perkawinan antar umat beda
2006) agama adalah tidak sah. Sebelum

51
Ta’dibiya Volume 3 Nomor 2 Oktober 2023

keluarnya Undang-Undang 23 Tahun Menurut penulis aturan perkawinan


2006 banyak para pasangan yang berbeda antar umat beda agama yang tercantum
agama yang melakukan perkawiann di dalam pasal 35 (a) dan pejelasnnya
luar negeri yang mana hukum negara Undang-Undang Nomor 23 tahun 2006
tersebut memberikan pengesahan atas tentang Adminduk bertentangan dengan
perkawinan pasangan tersebut dan setelah Undang-Undang No 1 Tahun 1974
kembali ke Indonesia mereka akan tentang perkawinan pasal 2 ayat (1) dan
mendaftarkan pencatatan perkawinan di pasal 8 huruf (f), artinya adanya
kantor pencatatan perkawinan. Hal ketidaksingkronan antara dua peraturan
tersebut dilakukan untuk menghindari tersebut satu sisi peraturan menyebutkan
larangan perkawinan beda agama di perkawinan sah apabila dilakukan
Indonesia. berdasarkan hukum agamanya masing-
Selain pasal 35 huruf (a) Undang- masing dan kepercayaannya disisi lain
Undang Adminduk ada juga dasar hukum perkawinan antar umat beda agama diakui
yang menjadi preseden bagi hakim apabila sudah terdapat putusan
tentang pelaksanaan dan pengakuan pengadilan. Terhadap hal yang sama yang
perkawinan beda agama yang dilakukan diatur di dalam undang-undang yang
yaitu berdasarkan Yurisprudensi berbeda maka berlaku di dalam asas
Mahkamah Agung Nomor : perundang-undangan yaitu lex specialis
1400K/Pdt/1986. Dengan Yurisprudensi derogat legi generalis, undang-undang
Makamah Agung tersebut, perkawinan yang bersifat khusus mengesampingkan
beda agama akan tetap dilangsungkan undang-undang yang bersifat umum.
dan diakui secara hukum. Mahkamah Karena UU Perkawinan merupakan aturan
Agung mengeluarkan putusan tersebut yang bersifat khusus yaitu mengenai
dengan tujuan untuk mengisi kekosongan perkawin-an maka kedudukannya
hukum mengenai masalah perkawinan berada pada lex specialist. Sedangkan
beda agama. Sehingga putusan MA yang UU Administrasi Kependudukan bersifat
sudah mempunyai kekuatan hukum yang umum, karena menyangkut hal yang
tetap tersebut bersifat umum, tidak saja mengatur
dijadikan sebagai yurisprudensi bagi pencatatan perkawinan tetapi juga
putusan-putusan pengadilan setelahnya, administrasi kependudukan yang lain
dan semakin membuka celah bagi (Rosidah.Z, 2013). Dalam hal ini menurut
perkawinan beda agama (Muhamad Arsy penulis berarti harusnya hakim dalam
Surya Saputra,Lina Jamilah, 2022) memutskan permohonan pencatatan

52
Ta’dibiya Volume 3 Nomor 2 Oktober 2023

perkawinan pasangan yang berbeda a. “Perkawinan yang sah adalah


agama lebih mengedepankan UU tetang perkawinan yang dilakukan menurut
perkawinan dibanding UU adminduk hukum masing-masing agama dan
karena pencatatan perkawinan menurut kepercayaannya itu sesuai dengan pasal 2
pasal 2 ayat (2) UU Perkawinan harus ayat (1) dan pasal 8 huruf (f) Undang-
dibaca bahwa perkawinan yang dicatat itu Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang
adalah perkawinan yang sah dan perkawinan.”
perkawinan yang sah adalah perkawinan b. “Pengadilan tidak mengabulkan
yang dilakukan bedasrakan pada aturan permohonan pencatatan perkawinan antar
perkawinan masing-masing agama sesuai umat yang berbeda agama dan
pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan. Dengan kepercayaan”.
adanya pertentangan antara dua peraturan SEMA Nomor 2 Tahun 2023
perundangan yang sejajar terhadap hal tersebut sudah secara tegas menyebutkan
yang sama tidak dapat memberikan bahwa perkawinan yang sah adalah
kepastian hukum kepada masyarakat perkawinan yang dilakukan berdasarkan
dalam hal ini khususnya peraturan tentang ketentuan pasal 2 ayat (1) UU Nomor 1
perkawinan antar umat beda agama di Tahun 1974 yang berbunyi „‟ Perkawinan
Indonesia. adalah sah apabila dilakukan menurut
Kepastian Hukum Perkawinan Antar hukum masing-masing agama dan
Umat Beda Agama Pasca Keluarnya kepercayaannya itu‟‟ serta pasal 8 huruf
SEMA Nomor 2 tahun 2023 (f) yang berbunyi „‟Perkawinan dilarang
Pada tanggal 17 juli 2023 Mahkamah antara dua orang yang mempunyai
Agung mengeluarkan surat edaran Nomor hubungan yang oleh agamanya atau
2 Tahun 2023 Tentang petunjuk bagi praturan lain yang berlaku dilarang
hakim dalam mengadili perkara kawin‟‟. Selanjutnya SEMA tersebut juga
permohonan pencatatan perkawinan antar menentukan bagi para hakim agar tidak
umat yang berbeda agama dan boleh mengabulkan permohonan
kepercayaan.SEMA tersebut dikeluarkan pencatatan perkawinan antar umat yang
dalam rangka memberikan pedoman pada berbeda agama dan kepercayaa
hakim Ketika mengadili permohonan Salah satu dari tujuan hukum
pencatatan perkawinan pasangan antar adalah adanya kepastian hukum, dapat
umat yang berbeda agama dan dikatakan pula bahwa kepastian hukum
kepercayaan dimana para hakim harus merupakan bagian dari upaya untuk dapat
bersandar pada ketentuan: mewujudkan keadilan. Kepastian hukum

53
Ta’dibiya Volume 3 Nomor 2 Oktober 2023

sendiri diterapkan dalam bentuk nyata tentang pencatatan perkawinan yang


melalui pelaksanaan maupun penegakan dilakukan adalah pencatatan perkawinan
hukum terhadap suatu tindakan dengan yang sah berdasarkan pasal 2 ayat (1)
tidak memandang siapa yang Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.
melakukan. Melalui kepastian hukum, Dengan adanya SEMA tersebut
setiap orang dapat mengetahui atau diharapkan tidak ada lagi keputusan
memperkirakan apa yang akan dialami pengadilan yang mengabulkan
apabila melakukan suatu tindakan hukum permohonan pencatatan perkawinan yang
tertentu. Gustav Radbruch menjelaskan dilakukan oleh pasangan yang berbeda
ada empat hal mendasar yang memiliki agama.
hubungan erat dengan makna dari Dikutip dari https://tirto.id/ Imam
kepastian hukum itu sendiri, yaitu sebagai Hadi Wibowo, S.H. praktisi hukum pada
berikut: Kantor IHW Lawyers di Jakarta
a. Hukum merupakan hal positif menyebutkan Selama ini, ada empat cara
yang memiliki arti bahwa hukum positif populer yang kerap dilakukan pasangan
ialah perundang-undangan. beda agama. Pertama, menikah di luar
b. Hukum didasarkan pada sebuah negeri. Nanti mereka akan mencatatkan
fakta, artinya hukum itu dibuat pernikahannya setelah kembali ke
berdasarkan pada kenyataan. Indonesia. Cara kedua, yang jamak
c. Fakta yang termaktub atau dilakukan adalah penundukan sementara
tercantum dalam hukum harus pada salah satu hukum agama. Dengan
dirumuskan dengan cara yang jelas, cara salah satu pihak menundukan diri
sehingga akan menghindari kekeliruan kepada hukum agama pasangannya
dalam hal pemaknaan atau penafsiran dengan berpindah agama. Cara ketiga
serta dapat mudah dilaksanakan. adalah dilakukan menurut masing-masing
d. Hukum yang positif tidak boleh agama. Misalnya pagi hari menikah
mudah diubah.( Satjipto Rahardjo, 2012) dengan cara hukum agama Islam, lalu
Menurut teori tersebut Gustav sore harinya menikah lagi di gereja. Dan
Radbruch tersebut maka sudah terdapat keempat adalah meminta penetapan
kepastian hukum bahwa perkawinan pengadilan. Khusus untuk yang melalui
antar-umat yang berbeda agama tidak sah jalur penetapan pengadilan, Yurisprudensi
jika berdasarkan pada SEMA Nomor 2 Putusan Mahkamah Agung Nomor
tahun 2023 karena SEMA tersebut sudah 1400K/Pdt/1986 tanggal 20 Januari 1986
merumuskan secara jelas ketentuan disebut-sebut sebagai putusan pengadilan

54
Ta’dibiya Volume 3 Nomor 2 Oktober 2023

pertama yang mengakui adanya Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan


pernikahan beda agama. Dari hal tersebut Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
maka menurut penulis, SEMA Nomor 2 Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah
tahun 2023 hanya menutup cara yang ke Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan,
empat yaitu melaui penolakan Komisi Yudisial, Bank Indonesia,
permohonan penetapan pengadilan, masih Menteri, badan, lembaga, atau komisi
ada tiga acara yang lain yang dapat yang setingkat yang dibentuk dengan
dilakukan pasangan beda agama untuk Undang-Undang atau Pemerintah atas
dapat melaksanakan perkawinan beda perintah Undang-Undang, Dewan
agama. Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi,
Dengan dikelurkannya Surat Edaran Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat
Mahkamah Agung No 2 Tahun 2023 Daerah Kabupaten/Kota,
mudah-mudahan dapat mengakhiri Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang
permaslahan tentang perkawinan beda setingkat.
agama yang terjadi di Indonesia, (2) Peraturan Perundang-undangan
diharapkan hakim tidak lagi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengabulkan permohonan perkawinan diakui keberadaannya dan mempunyai
pasangan berbeda agama yang kekuatan hukum mengikat sepanjang
diajukan pemohon. Ketentuan UU No. diperintahkan oleh Peraturan Perundang-
23 Tahun 2006 dirubah dengan UU undangan yang lebih tinggi atau
No 24 Tahun 2013 tentang Adminduk dibentuk berdasarkan kewenangan
Pasal 35 huruf a terkait dengan SEMA diterbitkan berdasarkan
masalah perkawinan beda agama kewenangan yang dimiliki oleh
menjadi wewenang pengadilan negeri Mahkamah Agung menurut Undang-
untuk memeriksa dan memutusnya Undang. Melihat pasal tersebut diatas
menjadi tidak dapat dilaksanakan. maka SEMA Nomor 2 tahun 2023
(Karisma. B.U,2023) merupakan salah satu jenis peraturan
Pasal 8 UU No. 12 Tahun 2011 perundang-undangan yang tentunya wajib
tentang Peraturan Pembentukan diikuti secara internal oleh oleh semua
Perundang-Undangan yang berbunyi: hakim wajib tunduk pada SEMA ini yang
Pasal 8 (1) Jenis Peraturan berkaitan dengan pencatatan perkawinan
Perundang-undangan selain sebagaimana pasangan yang berbeda agama, shingga
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dapat tercipta kepastian dan kesatuan
mencakup peraturan yang ditetapkan oleh hukum.

55
Ta’dibiya Volume 3 Nomor 2 Oktober 2023

Keluarnya SEMA Nomor 2 tahun 2. Pasal 35 (a) Undang-Undang


2023 tidak serta merta dapat Nomor 23 tahun 2006 dan penjelasannya
menyelesaikan masalah perkawinan sebagai mana telah dirubah dengan
antar umat beda agama karena masih ada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013
pasal 35 (a) dan penjelasnnya Undang- tentang Administrasi Kependudukan
Undang Nomor 23 tahun 2006 tentang memberikan celah untuk dapat
Administrasi Kependudukan yang masih dilakukukannya perkawinan beda agama
berlaku serta Yurisprudensi Putusan di Indonesia karena Undang-Undang
Mahkamah Agung Nomor tersebut dijadikan dasar oleh hakim untuk
1400K/Pdt/1986 yang akan menjadi dasar menetapkan perkawinan yang dilakukan
hukum bagi pengadilan dalam oleh pasangan yang berbeda agama dan
menetapkan perkawinan yang dilakukan ini bertentangan dengan Undang-Undang
antar umat yang berbeda agama sehingga perkawinan yang menyebutkan
hasil penetapan pengadilan tersebut dapat perkawinan itu sah dan dapat dicatat
menjadi dasar pencatatan perkawinan di apabila perkawinan dilakukan bedasarkan
Indonesia. hukum masing-masing agama, artinya
terjadi ketidaksingkronan antara dua
SIMPULAN undang-undang tersebut
Dari hasil penelitian dan pembahasan sehinggamenimbulkan ketidakpastian
diatas penulis memperoleh kesimpulan hukum perkawinan antar umat agama di
antara lain: Indonesia
1. Undang-Undang No 1 tahun 1974 3. Terbitnya Surat Edaran
sebagaimana telah diubah dengan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2023
Undang-Undang No 16 Tahun 2019 Tentang pedoman bagi hakim di
Tentang Perkawinan tidak mengatur Indonesia dalam menangani perkara
secara tegas dan jelas tentang perkawinan permohonan pencatatan perkawinan antar
beda agama. Pasal 2 ayat (1) peraturan umat beda agama dapat memberikan
tersebut hanya menyebutkan sah tidaknya angin segar dalam upaya mengakhiri
perkawinan diserahkan sepenuhnya polemik perkawinan antar umat berbeda
berdsarkan hukum agama masing-masing agama di Indonesia sehingga terdapat
dan kepercayaannya dan perkawinan kepastian dan kesatuan penerapan hukum
tersebut sah menurut negara apabila dalam mengadili perkara permohonan
dicatat menurut undang-undang-undang pencatatan perkawinan yang dilakukan
atau peraturan yang berlaku pasangan berbeda agama. SEMA tersebut

56
Ta’dibiya Volume 3 Nomor 2 Oktober 2023

sudah secara tegas menyebutkan bahwa


perkawian yang sah adalah adalah
perkawinan yang dilakukan berdasarkan DAFTAR PUSTAKA
ketentuan pasal 2 ayat (1) dan pasal 8 Buku
Soerjono Soekanto, Sri Mamudji. 2003.
huruf (f) Undang-Undang Nomor 1 Tahun
Penelitian Hukum Normatif, Suatu
1974 Tentang Perkawinan dan para hakim Tinjauan
Singkat. Jakarta: PT Raja Grafindo
tidak boleh mengabulkan permohonan
Persada.
pencatatan perkawinan antar umat Satjipto Rahardjo. 2012. Ilmu Hukum.
Bandung: Citra Aditya Bakti.
berbeda agama dan kepercayaan.
Artikel dalam Jurnal/Article on Journal
Meskipun demikian bukan berarti Bahri, S. (2022). Dinamika Hukum
Perkawinan Beda Agama dan
permasalahan perkawinan beda agama
Campuran di Dunia Islam dan
telah selesai karena Pasal 35 (a) dan Implementasinya di
Indonesia. Syaksia: Jurnal Hukum
penjelasannya Undang-Undang No 23
Perdata Islam, 23(1), 101-114.
tahun 2006 yang selama ini menjadi dasar Hanifah, M. (2019). Perkawinan Beda
Agama Ditinjau dari Undang-undang
hukum dikabulkannya permohonan
Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
pencatatan perkawinan beda agama oleh Perkawinan. Soumatera Law
Review, 2(2), 297-308.
hakim masih berlaku.
Silawati, N. W., & Ningrum, P. A. P.
Dari kesimpulan tersebut penulis (2023). Pernikahan Beda Agama di
Tinjau dari Perspektif Hukum dan
mempunyai harapan agar pemerintah
Agama. Pariksa: Jurnal Hukum
dalam hal ini adalah pembuat Undang- Agama Hindu, 6(2), 81-90.
Fani, K. (2021). Pengaturan Perkawinan
Undang agar dapat segera mengahkiri
Beda Agama dalam Perspektif
polemik atau permasalahan perkawinan Kepastian Hukum. Jurnal
Intelektualita: Keislaman, Sosial dan
antar umat beragama di Indonesia
Sains, 10(1), 43-49.
mengingat kepastian hukum merupakan Yunus, F. M., & Aini, Z. (2020).
Perkawinan beda agama dalam
salah satu hak konstitusional seluruh
undang-undang nomor 23 tahun
warga negara Indonesia dengan membuat 2006 tentang administrasi
kependudukan (tinjauan hukum
atau merevisi aturan atau undang-undang
islam). Media Syari'ah: Wahana
perkawinan antar umat beda agama di Kajian Hukum Islam dan Pranata
Sosial, 20(2), 138-158.
Indonesia sehingga warga negara dapat
Rosidah, Z. (2013). Sinkronisasi
mengetahui lebih awal terhadap efek Peraturan Perundang-Undangan
Mengenai Perkawinan Beda Agama.
hukum atau akibat hukum Ketika
Al-Ahkam, 23(1), 1-20
melakukan suatu perbuatan hukum. Kharisma, B. U. (2023). Surat Edaran
Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun
2023, Akhir Dari Polemik
Perkawinan Beda Agama?. Journal

57
Ta’dibiya Volume 3 Nomor 2 Oktober 2023

of Scientech Research and


Development, 5(1), 477-482.
Artikel di Internet/Article on Internet
Muhamad Arsy Surya Saputra,Lina
Ananda (2012) Teori Kepastian
Hukum Menurut Para Ahli
https://www.gramedia.com/literasi/te
ori-kepastian-hukum/ (diakses 25
Oktober 2023)

Artikel dalam Jurnal di


Internet/Article on Journal in Internet:
Muhamad Arsy Surya Saputra,Lina
Jamilah (2019) Perkawinan Beda
Agama Menurut Peraturan
Perkawinan di Indonesia
Dihubungkan dengan Putusan
Mahkamah Agung
https://proceedings.unisba.ac.id/inde
x.php/BCSLS/article/download/872/
597/ (di akses 25 Oktober 2023 )

Skripsi, Tesis, atau Disertasi/Research


Paper, Thesis, or Dissertation:
Walidaih, M. Perkawinan Beda Agama
Dalam Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 24/PUU-XX/2022
Perspektif Kepastian Hukum Dan
Hak Asasi Manusia (Bachelor's
thesis, Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta).

Publikasi atau Dokumen


Lembaga/Institution Document
Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974
Tentang Perkawinan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006
Tentang Administrasi Kependukukan
SEMA Nomor 2 tahun 2023 Tentang
petunjuk bagi hakim dalam
mengadili permohonan pencatatan
perkawinan antar umat beda agama
dan kepercayaan.
Impres No.1 Tahun 1991 Tentang
Kompilasi Hukum Islam (KHI)

58

You might also like