You are on page 1of 6

JURNAL BAHASA RUPA | ISSN 2581-0502 | E-ISSN 2580-9997

Vol.03 No.02 - April 2020 | http://bit.do/jurnalbahasarupa


DOI : https://doi.org/10.31598
Publishing : LPPM STMIK STIKOM Indonesia

MAKNA KODE VISUAL DALAM SCENE FILM ANIMASI


“BATTLE OF SURABAYA”

Hasbullah1, Gede Pasek Putra Adnyana Yasa2

1
Universitas Bumigora
Jl. Ismail Marzuki No.22, Cilinaya, Kec. Cakranegara, Kota Mataram, Nusa Tenggara Bar. 83127 Indonesia
2
Sekolah Tinggi Desain Bali
Jl. Tukad Batanghari No.29, Panjer, Kec. Denpasar Bar., Kota Denpasar, Bali 80225 Indonesia

e-mail: hasdkv@gmail.com1, pasekputra@std-bali.ac.id2

Received : December, 2019 Accepted : March, 2020 Published : April, 2020

Abstract
The animated film "Battle of Surabaya" is one of the nation's children's work that is able to win various
awards, both at national and international levels. In some scenes in this animated film, there is a visual
code that contains information or messages delivered to the audience (audience). Through observing
several scenes, it is found that there is a meaning of the visual codes contained in the scene. This study
aims to analyze the aesthetic visual codes contained in the first, middle and end scenes of the animated
film "Battle of Surabaya". Data collected through observation and literature study. Theories used as
analysis are semiotics and postmodern aesthetic codes. The results of this study indicate that the
meaning of the visual code in the animated film scene "Battle of Surabaya" namely: in the first scene, the
action or action of the Indonesian government declared independence from the Dutch East Indies
government as an act of the past that needed to be made; the scene is explaining the rejection of
Indonesian independence, this action as the style of an animator in the sequence before and next; the
final scene depicts the action of the main character (Musa) who unites the storyline sequence of the
animated film "Battle of Surabaya", one of which implements the cultural value of please help as an act
of popularizing Indonesian culture.

Keywords: visual codes, scenes, animated films, Battle of Surabaya

Abstrak
Film animasi “Battle of Surabaya” merupakan salah satu karya anak bangsa yang mampu meraih
berbagai macam penghargaan, baik tingkat nasional maupun internasional. Pada beberapa scene
dalam film animasi ini, terdapat kode visual yang mengandung informasi atau pesan yang disampaikan
kepada penikmat (audiens). Melalui pengamatan terhadap beberapa scene, ditemukan adanya makna
dari kode-kode visual yang terdapat di dalam scene-nya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
kode-kode visual estetik yang terdapat dalam scene pertama, tengah dan akhir dari film animasi “Battle
of Surabaya”. Data dikumpulkan melalui observasi dan studi pustaka. Teori yang digunakan sebagai
analisis adalah semiotika dan kode estetik postmodern. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa makna
kode visual dalam scene film animasi “Battle of Surabaya” yaitu: pada scene pertama, aksi atau
tindakan pemerintah Indonesia menyatakan kemerdekaan dari jajahan pemerintah Hindia Belanda
sebagai tindakan masa lalu yang perlu dibuat; scene tengah menerangkan aksi penolakan terhadap
kemerdekaan Indonesia, aksi ini sebagai penggayaan seorang animator pada sequence sebelum dan
berikutnya; scene akhir menggambarkan aksi pemeran utama (Musa) yang mempersatuakan urutan

Jurnal Bahasa Rupa | 123


alur cerita dari film animasi “Battle of Surabaya”, salah satunya mengimplementasikan nilai budaya
tolong menolong sebagai aksi mempopulerkan kebudayaan Indonesia.

Kata Kunci: kode visual, scene, film animasi, Battle of Surabaya

1. PENDAHULUAN Choice 2013 [5]. Oleh karena banyaknya


Film animasi sebagai bagian dari budaya visual penghargaan yang diraih, film animasi “Battle
yang difungsikan untuk menginformasikan atau of Surabaya” ini dilirik oleh salah satu studio
menyampaikan pesan melalui audio visual. animasi ternama di dunia yaitu Walt Disney.
Adapun pesan yang biasanya disampaikan Kesuksesan ini merupakan salah satu bukti
meliputi: himbauan, propaganda, bujukan, bahwa secara tidak langsung telah mendukung
maupun yang lainnya. Baik berupa jenis film agenda pembangunan ekonomi kreatif yang
animasi berbentuk dua dimensi (2D) yang dicanangkan oleh pemerintah. Adapun visi yang
sering disebut dwimatra, tiga dimensi (3D)atau diusung yaitu terciptanya landasan yang kuat
disebut trimatra, serta pencampuran untuk mengembangkan industri animasi yang
keduanya. Menurut Djalle, dkk [1] secara kreatif, yang dinamis, berbudaya, serta berdaya
umum jenis teknik film animasi digolongkan saing global dan lokal untuk meningkatkan
menjadi dua bagian besar, yaitu: film animasi kualitas hidup bangsa [6].
dwi-matra (flat animation) dan film animasi tri-
matra (object animation). Berbicara Melihat fenomena di atas, film animasi ini
perkembangan animasi kini sudah menjamur di tentu memiliki informasi bermakna yang
dunia khususnya di Indonesia. Perkembangan disampaikan. Informasi bermakna tersebut
animasi didukung oleh perkembangan dapat tersampaikan melalui salah satunya yaitu
teknologi serta derasnya arus globalisasi, kode visual. Oleh karenanya, kode visual perlu
sehingga kemudian sedikit demi sedikit sampai dianalisis dalam setiap scene. Scene (adegan)
dapat mengikis nilai-nilai kearifan lokal [2]. adalah satu segmen pendek dari keseluruhan
Keberadaan animasi ini diakui sebagai salah cerita yang memperlihatkan satu aksi
satu budaya media yang mendukung wacana berkesinambungan yang diikat oleh ruang,
perkembangan bidang ekonomi kreatif. waktu, isi (cerita), tema, karakter, atau motif
Animasi juga mampu memproduksi bermacam- [7]. Pada scene, sutradara atau animator
macam efek yang biasanya tidak bisa didapat menyelipkan pesan yang ingin disampaikan
dengan film gambar hidup atau nyata [3]. Hal melaui kode-kode (bahasa visual). Kode
serupa yang diungkapkan oleh Muhdaliha dan merupakan tanda visual yang diterapkan dalam
Batuaya [4], bahwa animasi memiliki film atas dasar hasil kesepakatan sebagai
keunggulan dalam menampilkan suatu penanda penyampai informasi. Kode menurut
representasi realitas dan meta-realitas dalam Piliang adalah cara pengkombinasian tanda
sajian imajinatif dengan teknik-teknik efek yang disepakati secara sosial, untuk
visual yang beragam. memungkinkan satu pesan disampaikan dari
seseorang ke orang lain [8]. Pesan yang
Film animasi “Battle of Surabaya” merupakan disampaikan secara visual termasuk bagian dari
animasi dua dimensi (2D) yang memiliki visual pesan yang bisa dilihat atau dibaca berulang-
menarik. Terbukti mampu meraih beberapa ulang. Kode-kode yang disepakati secara sosial
penghargaan, baik tingkat Nasional maupun dalam kehidupan sehari-hari biasanya menjadi
Internasional. Beberapa diantara penghargaan budaya dalam hidup seperti: gerak tubuh,
yang diraih seperti: Remi Winner 49TH Annual pakaian, aksesori, tempat dan lain sebagainya.
Wordfest–Houston International Film Festival Melalui kode tersebut, terselip pesan atau
2016, Special Screening Athens Animfest 2016, informasi yang memiliki nilai estetik. Kesan
Winner Best Animation 3TH Noida International menarik, cantik, dan komunikatif dapat
Film Festival-16, Holland Animation Film disampaikan melalui sebuah karakter/tokoh
Festival 2016 Official Selection, Official dalam film [1]. Secara terstruktur pesan atau
Selection Animation Dingle, Best Foreign informasi tersebut menjadi satu kesatuan tema
Animation Trailer Nomination the 15Th Annual dalam suatu film. Selain itu, analisis terhadap
Gloden Trailer Award 2014, dan Winner fim animasi “Battle of Surabaya” penting
International Movie Trailer Festival People’s dilakukan, setidaknya untuk menjelaskan dan
mengungkap suatu kejadian bersejarah yang

Jurnal Bahasa Rupa | 124


menjadi sorotan dunia. Film animasi “Battle of
Surabaya” dikemas dengan pendekatan
dramatik dan kecanggihan teknologi yang
melengkapi visual.

Berdasarkan uraian yang melatarbelakangi


penelitian ini, film animasi “Battle of Surabaya”
menarik untuk diteliti dari segi kode estetik
pada scene pertama, tengah dan akhir. Oleh
karena itu, permasalahan yang diangkat dalam
penelitian ini adalah tentang apa makna kode Gambar 1. Presiden Soekarno membacakan teks
visual dalam scene film animasi “Batle of proklamasi kemerdekaan Indonesia
[Sumber: capture video film animasi “Battle of
Surabaya”. Tujuan penelitian ini, untuk
Surabaya”]
menganalisis kode-kode dan makna dibalik
kode visual film animasi “Batle of Surabaya”. Kode Proairetik
Melalui penelitian ini, diharapkan ada Gambar di atas menunjukkan visualisasi aksi
penelitian sejenis yang mampu mejelaskan pemerintah Indonesia menyatakan
lebih mendalam tentang makna kode dalam kemerdekaan melalui teks proklamasi. Aksi
scene film animasi. tersebut ditampilkan untuk mengatur alur
cerita melalui kode proairetik. Budiman [9]
2. METODE PENELITIAN menyatakan, kode proairetik (proairetic code)
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif merupakan kode “tindakan” (action).
dengan pendekatan deskriptif interpretatif. Action/adegan dalam visual scene pertama ini
Data dikumpulkan melalui observasi atau sebagai salah satu aksi perlawanan terhadap
pengamatan langsung terhadap objek, dan penjajah.
studi kepustakaan. Teori semiotika (kode)
Roland Barthes dan estetik postmodern Makna kode pada scene pertama film animasi
digunakan sebagai landasan analisis. Semiotika “Battle of Surabaya” merupakan aksi atau
merupakan ilmu yang mempelajari tentang tindakan pemerintah Indonesia menyatakan
tanda dan kodenya serta penggunaanya dalam kemerdekaan dari jajahan pemerintah Hindia
masyarakat. Barthes, dalam [8] menkonstruksi Belanda. Aksi ini yang mendasari peristiwa
lima macam kode yang berbeda yaitu; kode pertempuran 10 November 1945 tepatnya di
hermeneutik, semantik, simbolik, proaeretik kota Surabaya. Kode visual dalam scene ini
dan kultural. Dari kelima kode tersebut, hanya merupakan sejarah yang perlu dikembangkan
satu yaitu kode proaeretik yang digunakan melalui berbagai karya, baik film, animasi,
untuk menganalisis makna visual film animasi games dan lain sebagainya. Oleh karena itu,
“Battle of Surabaya”. Menurut Piliang [8] kode makna lain dari aksi (action) pada scene
proairetik adalah kode yang mengatur alur satu pertama, sebagai visual/topeng pengungkapan
cerita atau narasi. Ia disebut juga kode aksi. sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia
pada zaman dahulu.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Makna kode visual scene pertama Makna kode visual scene tengah
Scene pertama dalam film animasi “Battle of Scene tengah menggambarkan tokoh bernama
Surabaya” terdapat tokoh presiden Soekarno Jhon Wright sedang menembak kendi
didampingi Mohammad Hatta sedang bertuliskan freedom. Pada scene ini nampak
mambacakan teks proklamasi kemardekaan tidak ada perlawanan dari masyarakat pribumi,
Indonesia. Selain itu terdapat juga sejumlah sehingga membuat keleluasaan para penjajah
orang yang menyaksikan pembacaan teks untuk bergerak. Ikon freedom divisualkan dari
proklamasi tersebut. Pada scene ini setelah kendi berisikan beras, yang merupakan bahan
mengisahkan perjuangan Indonesia untuk lepas pokok ketahanan pangan rakyat pribumi.
dari jajahan Belanda, tetapi Belanda tidak Tindakan penolakan penjajah akan
mengakui kemerdekaan tersebut. Pemerintah kemerdekaan Indonesia dilakukan dengan
Hindia Belanda ingin memerintah Indonesia kekerasan dan penghancuran tulisan merdeka
sekali lagi.

Jurnal Bahasa Rupa | 125


(freedom) di tengah-tengah kehidupan berpengaruh pada setiap aspek interaksi di
masyarakat pribumi. dalam proses berkehidupannya. Karena emosi
dianggap memiliki peran penting dalam
mengambil keputusan yang dilakukan oleh
penonton terhadap suatu pesan visual yang
dikomunikasikan di dalam sebuah media.

Makna kode visual scene akhir


Scene akhir terdapat tokoh yang bernama
Musa dan Jhon Wright dinaikan ke gerobak,
Gambar 2. Tokoh Jhon Wright menolak dan kemudian dibawa ke markas tentara
kemerdekaan Indonesia penjajah. Adegan ini mengambarkan kebaikan
[Sumber: capture video film animasi “Battle of aktor/tokoh utama dalam film animasi “Battle
Surabaya”] of Surabaya”. Visual scene sebagai tindakan
seorang anak tukang semir sepatu
Penolakan kemerdekaan Indonesia oleh kaum menyelamatkan ketua tentara penjajah.
penjajah terus dilakukan dengan tindakan
kekerasan terhadap masyarakat pribumi.
Tindak kekerasan sebagai aksi penolakan
kemerdekaan Indonesia divisualkan dengan
action penembakkan kata freedom yang
bertuliskan pada kendi. Pada adegan (action)
ini sebagai perwakilan aksi penolakan
kemerdekaan Indonesia oleh penjajah.
Menurut Piliang [8] aksi tertentu berdasarkan
logika tertentu menjadikan seseorang pembaca Gambar 3. Tokoh Musa memnyelamatkan Jhon
mampu memperkirakan aksi sebelum dan Wright
sesudahnya. Sementara Budiman [9] [Sumber: capture video film animasi “Battle of
berpendapat bahwa tindakan-tindakan Surabaya”]
membuahkan dampak-dampak, dan masing-
masing dampak memiliki nama generik Visual pada scene akhir ini merupakan
tersendiri, semacam “judul” bagi sekuen yang tanda/peran tokoh utama sebagai pemegang
bersangkutan. Adegan yang berupa tindak kode dalam kemerdekaan Indonesia. Aksi ini
kekerasan yang ditampilkan dalam scene ini sebagai suatu proses pembacaan cerita dalam
akan berdampak pada penafsiran masing- film yang secara berurutan. Sebagaimana yang
masing penonton. dinyatakan oleh Piliang [8] setiap aksi dalam
suatu cerita dapat dipilah lagi menjadi sub-
Makna kode visual pada scene tengah ini, bagiannya yang secara berurutan, dan urutan-
menerangkan aksi penolakan terhadap urutan ini hanya dapat dilihat dalam proses
kemerdekaan Indonesia. Logika yang dapat membaca satu aksi dalam konteks totalitasnya.
disampaikan pada scene ini, juga dengan aksi Bogs [11] berpendapat bahwa sebuah plot atau
penembakan kata freedom pada tulisan di jalur cerita yang dipersatukan memusatkan diri
kendi dapat ditebak dampaknya pada scene pada satu urutan laku yang berkesinambungan.
berikutnya. Dampak yang terjadi akibat aksi Konteks cerita pada scene ini merupakan
penjajahan kembali pada judul film yakni urutan sebagai satu kesatuan dalam film
“Battle of Surabaya”. Penggayaan animator animasi “Battle of Surabaya”.
dalam scene ini sebagai suatu pengalaman
estetik yang dapat dirasakan ketika Makna kode visual pada scene akhir ini sebagai
mengamati/menonton film animasi “Battle of penggambaran aksi konteks pemeran utama
Surabaya”. Oleh karena itu, makna yang (Musa) yang mempersatukan urutan jalur
disampaikan melalui kode visual dapat tercapai cerita. Film animasi ini merupakan salah satu
dengan aksi yang menegangkan dalam sekuen film yang menampilkan visual yang tidak biasa
film tersebut sehingga mampu memacu emosi dalam jalur ceritanya. Aksi berkesinambungan
penonton. Menurut Julianto [10] faktor emosi yang memaksakan nilai kebudayaan yang harus
beserta kemampuan afektif seseorang ditekankan dan dikomunikasikan dalam film

Jurnal Bahasa Rupa | 126


tersebut. Nilai yang ditunjukan kepada dunia unik, serta sekaligus memaksakan atau
tentang budaya Indonesia saling tolong mempopulerkan juga nilai-nilai kebudayaan
menolong antar sesama. objek-objek tersebut. Nilai budaya yang
memvisualkan tolong menolong tampak pada
Estetika Postmodern adegan bagian akhir ini.
Pandangan estetika postmodern, visual scene
pertama ini masuk dalam kategori idiom Keindahan Kitsch menggambarkan suatu yang
pastiche, yaitu sebagai bentuk menolak lupa langka ditemukan pada kepribadian atau
terhadap sejarah. Menurut Umberto Eco, kehidupan realistis. Namun, dalam hal ini visual
dalam [8] pastiche merupakan “…perang yang menggambarkan suatu ajaran agama
terhadap sejarah…sebab, sejarah tidak dapat seperti tolong-menolong walaupun musuh,
diulangi. Sejarah harus dibuat”. Tindakan dalam tetapi pada scene ini memberikan keindahan
visual ini, sebagai pengingat sejarah perjuangan yang bersifat segera. Sebagaimana Piliang [8],
Indonesia melawan penjajah. mengatakan bahwa efek segera ini sangat
diperlukan dalam kebudayaan dan bisa
Pastiche diidentikan sebagai suatu pinjaman dikosumsi massa. Budaya yang digambarkan
terhadap karya atau budaya masa lalu. Melalui pada scene ini sangat penting, karena hal ini
keindahan pastiche, maka adegan pada scene jarang ditemukan dalam kehidupan nyata.
pertama film animasi “Battle of Surabaya”
dipandang Charles Jencks sebagai konsep 4. KESIMPULAN
historisisme. Jancks memandang konsep ini Makna kode visual dalam scene film animasi
sebagai pengkombinasian dari berbagai unsur, “Battle of Surabaya” menujukkan aksi
gaya atau subsistem digunakan dalam suatu pemerintah Indonesia menyatakan
sintesis baru [8]. Unsur sejarah yang kemas kemerdekaan, sedangkan pemerintah Hindia
dalam gaya film animasi 2D, memberikan Belanda menolak kemerdekaannya. Melalui
keindahan yeng bersintesis dalam kebaruan. kode visual tersebut diciptakan nilai sejarah
masa lalu yang perlu dikembangkan. Aksi dalam
Scene pertengahan ini menekankan pada idiom scene film ini juga sebagai makna tolong
camp. Camp sebagai idiom estetika yang menolong dan menjadi nilai budaya yang perlu
didekatkan dengan keartifisialan dan dikomunikasikan kepada masyarakat dunia.
penggayaan dalam gambar. Susan Sontag, Selain itu, beberapa aksi dalam scene film
dalam [8] melihat camp sebagai satu model animasi “Battle of Surabaya” dapat
estetisisme satu cara melihat dunia sebagai dikategorikan sebagai penggayaan animator
satu fenomena estetik, namun estetik bukan untuk menciptakan makna yang dapat
dalam pengertian keindahan atau menekankan pengakuan dan rasa (taste)
keharmonisan, melainkan dalam pengertian penonton. Melalui aksi-aksi tersebut, animator
keartifisialan dan penggayaan. Keindahan camp berupaya untuk memberikan implikasi
pada scene pertengahan film animasi “Battle of terhadap perdamaian dunia.
Surabaya” terkait antara judul dan fenomena
dalam adegan klimaks. Pandangan estetika postmodern tentang ketiga
scene yang dikaji dalam film animasi “Battle of
Keindahan camp lebih tertarik pada Surabaya”, lebih ditekankan pada idiom
keontetikan dan duplikasi dari fenomena masa Pastiche, Kitsch dan Camp. Pastiche lebih
lalu. Hal tersebut diidentikan Piliang [8] sebagai menggambarkan visual masa lalu yang
duplikasi dari apa yang ditemukan untuk tujuan diceritakan dan dikemas dalam bentuk film
dan kepentingan sendiri. Tujuan seorang animasi 2D. Kitsch lebih menekan pada visual
produser atau animator untuk menempatkan scene tolong menolong yang harus
adegan yang menegangkan pada bagian dipopulerkan secara massa dan harus segera di
klimaks adalah suatu cara memberikan kenalkan kepada semua khalayak. Sedangkan
keindahan pada suatu cerita suatu film. Camp lebih mengarah pada keindahan adengan
klimaks yang membawa audiens menjadi
Pandangan estetika postmodern dalam pada merasakan efek dari tujuan produser atau
scene akhir ini, didekatkan dengan idiom kitsch. animator yang membuat film animasi tersebut.
Menurut Piliang [8] kitsch dalam hal ini,
mamaksakan objek-objek langka, precious dan

Jurnal Bahasa Rupa | 127


DAFTAR PUSTAKA Membuat Trailer Seru. Yogyakarta: Pustaka
[1] Z. G. Djalle, E. Purwantoro and D. Dasmana, Ananda Srva, 2015.
The Making of 3D Animation Movie Using [6] F. Rochman, dkk, Ekonomi Kreatif: Rencana
3DStudioMax, Bandung: Informatika, 2007. Pengembangan Animasi Nasional 2015-
[2] P. A. Riyanta Lestari and I. K. Setiawan, 2019, Jakarta: PT. Republik Solusi, 2015.
“Adaptasi Cerita Rakyat Jayaprana Dan [7] H. Pratista, Memahami Film. Yogyakarta:
Layonsari Dalam Bentuk Animasi Homerian Pustaka, 2008.
2D”, nawalavisual, vol. 1, no. 2, pp. 88-94, [8] Y. A. Piliang, Semiotika dan Hipersemiotika
Oct. 2019. Kode, Gaya & Matinya Makna. Bandung:
[3] I. N. Agus Suarya Putra and I. P. Adi Saputra, Matahari, 2012.
“Perancangan Media Informasi Program [9] K. Budiman, Semiotika Visual: Konsep , Isu,
Studi Teknik Informatika Dan Sistem dan Problem Ikonitas. Yogyakarta: Jalasutra,
Komputer Pada STMIK STIKOM Indonesia 2011.
Berbasis Animasi 2D”, Jurnal Bahasa Rupa, [10] I. N. L. Julianto, “Nilai Interaksi Visual
vol. 1, no. 1, pp. 17-24, Oct. 2017. dalam Perkembangan Medium Komunikasi
[4] B. Muhdaliha and D. R. D. Batuaya, “Film pada Era Revolusi Industri 4.0”, Seminar
Animasi 2 Dimensi Cerita Rakyat Bali Nasional Desain dan Arsitektur Sekolah
Berjudul I Ceker Cipak”, Jurnal Bahasa Rupa, Tinggi Desain Bali, Feb. 2019.
vol. 1, no. 1, pp. 61-72, Oct. 2017. [11] J. M. Boggs, Cara Menilai Sebuah film (The
[5] A. Yuniawan, Scratching The Market With Art of Watching Film), Jakarta: Yayasan
Animation Movie Trailer:Langkah Jitu Citra, 1992.

Jurnal Bahasa Rupa | 128

You might also like