You are on page 1of 21

KORTIKOSTEROID SISTEMIK DAN DERMATO-TERAPI

LAPORAN REFRESHING

Dibimbing oleh:
dr. Rizqa Haerani S, Sp. KK, M.Kes

Disusun oleh:
Deifa Syaldillah Alya Kirana (2210026015)

KEPANITERAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA PONDOK KOPI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF.DR. HAMKA
PERIODE 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT Tuhan yang Maha Esa karena
dengan rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan refreshing ini. Refreshing ini saya
buat untuk memenuhi tugas saya dalam menyelesaikan stase Kulit dan Kelamin. Adapun
judul dari refreshing ini adalah “Kortikosteroid Sistemik dan Dermato-Terapi”.

Ucapan terima kasih kepada dr. Rizqa Haerani S, Sp.KK, M.Kes selaku pembimbing pada
stase Kulit dan Kelamin ini sehingga dengan dukungan dan bimbingan beliau saya dapat
menyelesaikan tugas ini. Saya menyadari bahwa dalam refreshing ini masih banyak sekali
kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu saya harapkan adanya kritik
dan saran yang membangun. Semoga refreshing ini dapat bermanfaat bagi kita semua
khususnya dalam bidang kesehatan.

Jakarta, 15 Oktober 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................................4

BAB II KAJIAN PUSTAKA...............................................................................................................5

2.1 Cara Kerja Kostikosteroid Sistemik.................................................................................................5

2.2 Indikasi Kortikosteroid Sistemik.....................................................................................................5

2.3 Cara Penggunaan Kortikosteroid.....................................................................................................6

2.4 Efek Samping Kortikosteroid..........................................................................................................8

2.5 Pengobatan Topikal.........................................................................................................................8

A. Bahan Dasar (Vehikulum).............................................................................................................9

B. Bahan Aktif.................................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................21

3
BAB I
PENDAHULUAN

Kortikosteroid termasuk zat anti-inflamasi yang paling penting dalam bidang dermatologi
dan karenanya memainkan peran utama untuk pengobatan penyakit kulit. Dalam dermatologi,
tiga efek kortikosteroid yang paling penting adalah efek antiinflamasi, antiproliferatif, dan
imunosupresi. Sejak Kortikosteroid sistemik (KS) digunakan dalam bidang dermatologi, obat
tersebut sangat menolong pasien. Serbagai penyakit dapat dipersingkat masa
penyembuhannya, bahkan penyakit berat yang dahulu banyak menyebabkan kematian,
misalnya pemfigus, angka kematiannya dapat ditekan berkat pengobatan dengan KS.

Selain itu, penyakit kulit juga dapat diobati dengan bennacammacam cara, antara lain:
topical, sistemik, dan intralesi. Apabila cara pengobatan tersebut belum memadai, maka
masih dapat dipergunakan cara-cara lain. Yaitu: radioterapi, sinar ultraviolet, pengobatan
laser, krioterapi, bedah listrik, dan bedah scalpel. Dengan adanya kemajuan-majuan yang
pesat dalam bidang farmasi, maka pengobatan penyakit kulit juga ikut berkembang pesat.
Yang menarik perhatian ialah kemajuan dalam bidang pengobatan topikal yang berupa
perubahan dari cara pengobatan nonspesifik dan empirik menjadi pengobatan spesifik dengan
dasar yang rasional.

Refreshing ini akan memberkenalkan berbagai jenis kortikosteroid serta bentuk dan cara
pengobatan topikal yang disesuaikan dengan keadaan penyakit kulit.

4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Cara Kerja Kostikosteroid Sistemik

Gambar 1. Cara kerja kortikosteroid sistemik

Sebagian besar efek KS terjadi melalui ikatan dengan reseptor glukokortikoid yang
terdapat di dalam sitoplasma, yang kemudian akan memengaruhi ekspresi gen pada inti
sel. Efek KS terhadap ekspresi gen ini akan mengurangi pembentukan prostaglandin dan
leukotrien, mengurangi sintesis berbagai molekul peradangan, termasuk sitokin,
interleukin, molekul adesi dan protease. KS juga dapat bekerja langsung tanpa
memengaruhi ekspresi gen, yaitu melalui reseptor pada membran sel dan atau interaksi
fisikokimia dengan membran sel.

2.2 Indikasi Kortikosteroid Sistemik


Penyakit-penyakit berikut ini merupakan indikasi penggunaan KS :

1. Penyakit vesikobulosa autoimun (pemfigus, pemfigoid bulosa)

2. Reaksi anafilaksis (akibat sengatan, alergi obat)

3. Penyakit jaringan ikat dan gangguan vaskular autoimun (lupus eritematosus sistemik,
dermatomiositis, vaskulitis)

4. Reaksi kusta tipe 1

5
5. Urtikaria yang luas atau rekalsitran dan angioedema

6. Lain-lain: pioderma gangrenosum, sarkoidosis, penyakit Behçet

Sebagai tambahan, KS jangka pendek dapat diberikan pada berbagai dermatitis yang
berat, termasuk dermatitis kontak, dermatitis atopik dan eritroderma. KS juga sering
diberikan pada kasus eritema multiforme dan SSJ-NET, walaupun belum terbukti
keunggulannya melalui uji klinis.

Gambar 2. Indikasi kortikosteroid

2.3 Cara Penggunaan Kortikosteroid

KS dapat diberikan secara intralesi, oral, intramuskular atau intravena bergantung


pada penyakit yang akan diobati. Terdapat 3 kelompok KS sesuai dengan masa kerjanya
(lihat tabel 1), yang memiliki perbedaan potensi glukokortikoid (GK) dan
mineralokortikoid (MK), waktu paruh plasma (WPP) dan waktu paruh biologis (WPS).

Tabel 1. Konsep farmakologi kortikosteroid sistemik

6
Prednison merupakan KS yang telah lama digunakan. Bila terdapat gangguan hepar,
dianjurkan untuk menggunakan metilprednisolon karena prednison dimetabolisme hepar
menjadi metilprednisolon. Pada pasien dengan hipertensi, gangguan jantung atau
keadaan lain dengan masalah retensi garam. Pada tabel 2 dicantumkam berbagai penyakit
yang dapat diobati dengan KS serta dosis awalnya, dipilih KS yang memiliki efek
mineralokortikoid kecil atau tidak ada (Iihat tabel 1)

Tabel 2. Dosis inisial kortikosteroid sistemik pemari untuk orang dewasa pada berbagai dermatosis

Pada pengobatan berbagai dermatosis dengan KS, bila telah mengalami perbaikan,
dosis diturunkan berangsur-angsur (tapering off) agar penyakit tidak mengalami
eksaserbasi dan tidak terjadi sindrom putus obat. Pada sindrom putus obat terdapat
keluhan lemah, lelah, anoreksia dan demam ringan. Tapering off juga diperlukan untuk
pemulihan sumbu hipotalamus-hipofisa-adrenal (HPA axis) yang mengalami supresi
dengan pemberian KS selama lebih dari 3-4 minggu. Pada supresi HPA axis, terjadi
supresi korteks kelenjar adrenal sehingga tubuh pasien tidak dapat mengatasi berbagai
stres. Supresi HPA axis juga dapat dikurangi dengan pemberian KS dosis tunggal pada
pagi hari jam 08.00 sesuai dengan siklus diurnal produksi alamiah kortikosteroid.

Sebelum memulai pengobatan dengan KS jangka panjang, diperlukan evaluasi


tentang: predisposisi diabetes, hipertensi, hiperlipidemia, glaukoma dalam keluarga,
pengukuran berat badan, tekanan darah dan bila memungkinkan juga pengukuran
densitas tulang belakang. Selama pengobatan KS jangka panjang, perlu dilakukan
pemeriksaan berkala temadap berbagai efek samping KS yang mungkin terjadi.

2.4 Efek Samping Kortikosteroid

Pada umumnya, efek samping pada penggunaan KS meningkat sesuai dengan


peningkatan dosis, lama pengobatan dan frekuensi penggunaan. Namun osteoporosis dan

7
katarak juga terjadi pada penggunaan KS selang sehari dan nekrosis avaskular dapat
timbul pada terapi singkat KS. Berbagai efek samping KS dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Efek samping penggunaan kortikosteroid sistemik

Sehubungan dengan berbagai efek samping tersebut di atas, maka penggunaan KS


jangka panjang harus disertai dengan monitor yang ketat. Pasien dianjurkan untuk
mendapat diet rendah kalori, rendah lemak, rendah garam, tinggi protein, tinggi kalium
dan tinggi kalsium. Konsumsi alkohol, kopi dan rokok harus sangat dikurangi. Olahraga
dan aktivitas fisik harus diperbanyak.

2.5 Pengobatan Topikal

Kegunaan dan khasiat pengobatan topikal didapat dari pengaruh fisik dan kimiawi
obat-obat yang diaplikasi di atas kulit yang sakit. Pengaruh fisik antara lain ialah
mengeringkan, membasahi (hidrasi), melembutkan, lubrikasi, mendinginkan,
memanaskan, dan melindungi (proteksi) dari pengaruh buruk dari luar. Semua hal itu
bermaksud untuk mengadakan homeostasis, yaitu mengembalikan kulit yang sakit dan
jaringan di sekitarnya ke keadaan fisiologik stabil secepat-cepatnya. Di samping itu
untuk menghilangkan gejala-gejala yang mengganggu, misalnya rasa gatal dan panas.

Dalam jangka waktu 20 tahun terakhir ini telah dikembangkan preparat-preparat


topikal yang mempunyai khasiat kimiawi yang spesifik terhadap organisme di kulit atau
terhadap kulit itu sendiri. Secara ideal maka pemberian obat topikal harus berkhasiat fisis
maupun kimiawi. Jika obat topikal digunakan secara rasional, maka hasilnya juga

8
optimal, sebaliknya kalau digunakan secara salah obat topikal menjadi tidak efektif dapat
menyebabkan penyakit iatrogenik. Prinsip obat topikal secara umum terdiri atas 2
bagian, yaitu : bahan dasar (vehikulum) dan bahan aktif.

A. Bahan Dasar (Vehikulum)

Memilih dahan dasar (vehikulum) obat topikal merupakan langkah awal dan
terpenting yang harus diambil pada pengobatan penyakit kulit. Pada umumnya
sebagai pegangan ialah pada keadaan dermatosis yang membasah dipakai bahan
dasar yang cair/basah, misalnya kompres; dan pada keadaan kering dipakai bahan
dasar padatlkering, misalnya salap. Secara sederhana bahan dasar dibagi menjadi
(lihat gambar 3):
1. Cairan
2. Bedak
3. Salap
Disamping itu ada 2 campuran atau lebih bahan dasar, yaitu:
4. Bedak kocok (lotion), iatu campuran cair dan bedak.
5. Krim, yaitu campuran cairan dan salap
6. Pasta, yaitu campuran salap dan bedak
7. Linimen (pasta pendingin), yaitu campuran, cairan, bedak, dan salap

Gambar 3. Bagan vehikulum


1. Cairan
Cairan terdiri atas :
a. solusio artinya larutan dalam air
b. tingtura artinya larutan dalam alkohol
Solusio dibagi dalam :

9
1. kompres
2. rendam (bath), misalnya rendaman kaki, rendaman tangan
3. mandi (full bath)
Prinsip pengobatan cairan ialah membersihkan kulit yang sakit dari debris
(pus, kusta dan sebagainya) dan sisa-sisa obat topikal yang pemah dipakai.
Disamping itu terjadi perlunakan dan pecahnya vesikel, bula, dan pustula. Hasil
akhir pengobatan ialah keadaan yang membasah menjadi kering, permukaan
menjadi bersih sehingga mikroorganisme tidak dapat tumbuh dan mulai terjadi
proses epitelisasi. Pengobatan cairan berguna juga untuk menghilangkan gejala,
misalnya rasa gatal, rasa terbakar, parestasi oleh bermacam-macam dermatosis.
Cara kompres lebih disukai dari pada cara rendam dan mandi, karena pada
kompres terdapat pendingin dengan adanya penguapan, sedangkan pada rendam
dan mandi terjadi proses maserasi. Bahan aktif yang dipakai dalam kompres
ialah biasanya bersifat astrigen dan antimikrobial. Astringen mengurangi eksudat
akibat presipitasi protein. Dikenal 2 macam cara kompres yaitu:
a. Kompres terbuka
Dasar: Penguapan cairan kompres disusul oleh absorbs eksudat atau pus

Indikasi Efek pada kulit

Kulit yang semula eksudatif menjadi


Dermatosis madidans
kering

Infeksi kulit dengan eritema yang


Permukaan kulit menjadi dingin
mencolok, misalnya erysipelas

Ulkus kotor yang mengandung pus


Vasokonstruksi
dan krusta

Eritema berkurang

Tabel 4. Indikasi kompres terbuka dan efek pada kulit


Cara
Digunakan kain kasa yang bersifat absorben dan non-iritasi serta tidak terlalu
tebal (3 lapis). Balutan jangan terlalu ketat, tidak perlu steril, dan jangan
mengunakan kapas karena lekat dan menghambat penguapan. Kasa dicelup
ke dalam cairan kompres, diperas, lalu dibalutkan dan didiamkan, biasanya
sehari dua kali selama 3 jam. Hendaknya jangan sampai terjadi maserasi.

10
Bila kering dibasahkan lagi. Daerah yang dikompres luasnya 1/3 bagian
tubuh agar tidak terjadi pendinginan.
b. Kompres tertutup/Kompres impermeable
Dasar: vasodilatasi, bukan untuk penguapan
Indikasi: kelainan yang dalam, misalnya limfogranuloma venerium
Cara: digunakan pembalut tebal dan ditutup dengan bahan impermeable,
misalnya selofan atau pastik.
2. Bedak
Bedak yang dioleskan di atas kulit membuat lapisan tipis di kulit yang tidak
melekat erat sehingga penetrasinya sedikit sekali. Efek bedak ialah :
- mendinginkan
- antiinflamasi ringan karena ada sedikit efek vasokonstriksi
- anti-priritus lemah
- mengurangi pergeseran pada kulit yang berlipat (intertrigo)
- proteksi mekanis.

Yang diharapkan dari bedak terutama ialah efek fisis. Bahan dasamya ialah
talkum venetum. Biasanya bedak dicampur dengan seng oksida, sebab zat ini
bersifat mengabsorpsi air dan sebum, astringen, antiseptik lemah dan antipruritus
lemah.
lndikasi:
1. dermatosis yang kering dan superfisial
2. mempertahankan vesikel/bula agar tidak pecah, misalnya pada varisela dan
herpes zoster
Kontraindikasi: dermatitis yang basah, terutama bila disertai dengan infeksi
sekunder.
3. Salap
Salap ialah bahan berlemak atau seperti lemak, yang pada suhu kamar
berkonsistensi seperti mentega. Bahan dasar biasanya vaselin, tetapi dapat pula
lanolin atau minyak.
lndikasi:
1. dermatosis yang kering dan kronik
2. dermatosis yang dalam dan kronik, karena daya penetrasi salap paling kuat
jika dibandingkan dengan bahan dasar lainnya.

11
3. dermatosis yang bersisik dan berkrusta.
Kontraindikasi: dermatitis madidans. Jika kelainan kulitterdapat pada bagian
badan yang berambut, penggunaan salap tidak dianjurkan dan salap jangan
dipakai diseluruh tubuh.
4. Bedak kocok
Bedak kocok terdiri atas campuran air dan bedak, yang biasanya ditambah
dengan gliserin sebagai bahan perekat. Supaya bedak tidak terlalu kental dan
tidak cepat menjadi kering, maka jumlah zat padat maksimal 40% dan jumlah
gliserin 10-15%. Hal ini berarti bila beberapa zat aktif padat ditambahkan, maka
persentase tersebut jangan dilampaui.
Indikasi:
1. dermatosis yang kering, superfisial dan agak luas, yang diinginkan ialah
sedikit penetrasi.
2. pada keadaan subakut.
Kontraindikasi:
1. dermatitis madidans
2. daerah badan yang berambut
5. Krim
Krim ialah campuran W (water, air), 0 (oil, minyak) dan emulgator. Krim ada 2
jenis :
1. krim W/O: air merupakan fase dalam dan minyak fase luar.
2. krim O/W: minyak merupakan fase dalam dan air fase luar.
Selain itu dipakai emulgator, dan biasanya ditambah bahan pengawet, misalnya
paraben dan juga dicampur dengan parfum. Berbagai bahan aktif adapt
dimasukkan di dalam krim.
lndikasi:
1. indikasi kosmetik
2. dermatosis yang subakut dan luas, yang dikehendaki ialah penetrasi yang lebih
besar daripada bedak kocok
3. krim boleh digunakan di daerah yang berambut.
Kontraindikasi: dermatitis madidans.
6. Pasta
Pasta ialah campuran homogen bedak dan vaselin. Pasta bersifat protektif dan
mengeringkan.

12
Lndikasi: dermatitis yang agak basah.
Kontraindikasi : dermatosis yang eksudatif dan daerah yang berambut. Untuk
daerah genital eksterna dan lipatan-lipatan badan pasta tidak dianjurkan karena
terlalu melekat.
7. Linimen
Linimen atau pasta pendingin ialah campuran cairan, bedak da salap.
lndikasi : dermatosis yang subakut.
Kontraindikasi : dermatosis madidans
Gel
Ada vehikulum lain yang tidak termasuk dalam "bagian vehikulum", ialah gel.
Gel ialah sediaan hidrokoloid atau hidrofilik berupa suspensi yang dibuat dari
senyawa organik. Zat untuk membuat gel diantaranya ialah karbomer, metilselulosa,
dan tragakan. Bila zat-zat tersebut dicampur dengan air dengan perbandingan
tertentu akan terbentuk gel. Karbomer akan membuat gel menjadi sangat jemih dan
halus. Gel segera mencair, jika berkontak dengan kulit dan membentuk satu lapisan.
Absorpsi perikutan lebih baik daripada krim.

B. Bahan Aktif

Memilih obat topikal selain faktor vehikulum, juga faktor bahan aktif yang
dimasukkan ke dalam vehikulumyang mempunyai khasiat tertentu yang sesuai untuk
pengobatan topikal. Khasiat bahan aktif topikal dipengaruhi oleh keadaan fisiko-
kimia permukaan kulit, disamping komposisi formulasi zat yang dipakai. Di dalam
resep harus ada bahan aktif dan vehikulum. Bahan aktif dapat berinteraksi satu sama
lain. Yang penting ialah, apakah bahan yang kita campurkan itu dapat tercampurkan
atau tidak, sebab ada obat/zat yang sifatnya O.T.T. (obat tidak tercampurkan). Bahan
aktif yang digunakan diantaranya ialah :
1. Aliminium asetat
Contohnya ialah larutan burowi yang mengandung aluminium asetat 5%. Efeknya
ialah astringen dan antiseptik ringan. Jika hendak digunakan sebagai kompres
diencerkan 1 : 10.
2. Asam asetat
Dipakai sebagai larutan 5% untuk kompres, bersifat antiseptik untuk infeksi
pseudomonas.

13
3. Asam benzoat
Mempunya sifat antiseptif terutama fungsisidal. Digunakan dalam salap
contohnya dalam Whitfield dengan konsentrasi 5%. Menurut British
Pharmaceutical Codex susunannya demikian :
R/ Acidi benzoici 5
Acidi salicylici 3
Petrolati 28
Olei cocos 64
Modifikasi salap tersebut ialah A.A.V.I yang digunakan untuk penyakit jamur
superfisial. Salap tersebut berisi asam salisilat 6% dan asam benzoat 12%.
Sedangkan salap lain ialah A.A.V.I berisi asam salisilat 3% dan asam benzoat
6%, jadi konsentrasi bahan aktif hanya separuhnya.
4. Asam borat
Konsentrasinya 3%, tidak dianjurkan untuk dipakai sebagai bedak, kompres atau
dalam salap berhubungan efek antiseptiknya sangat sedikit dan dapat bersifat
toksik, terutama pada kelainan yang luas dan erosif terbelih-lebih pada bayi.
5. Asam salisilat
Merupakan zat keratolitik yang tertua yang dikenal dalam pengobatan topikal.
Efeknya ialah mengurangi proliferasi epitel dan menormalisasi keratinisasi yang
terganggu. Pada konsentrasi rendah (1-2%) mempunyai efek keratoplastik, yaitu
menunjang pembentukan keratin yang baru. Pada konsentrasi tinggi (3--20%)
bersifat keratolitik dan dipakai untuk keadaan dermatosis yang hiperkeratotik.
Pada konsentrasi sangat tinggi (40%) dipakai untuk kelainan-kelainan yang
dalam, misalnya kalus dan veruka plantaris. Asam salisil dalam konsentrasi 1 %
dipakai sebagai kompres, bersifat antisaeptik, Pengunaannya, misalnya untuk
dermatitis eksudatif. Asam salisil 3% - 5% juga bersifat mempertinggi absorbasi
per kutan zat-zat aktif.
6. Asam undersilenat
Bersifat antimikotik dengan konsentrasi 5% dalam salap atau krim. Dicampur
dengan garam seng (Zn undecylenic) 20%.
7. Asem Vit. A (tretinoin, asam retinoat)
Efek

14
- memperbaiki keratinisasi menjadi normal, jika terjadi gangguan
- meningkatkan sintesis D.N.A. dalam epitelium germinatif
- meningkatkan laju mitosis
- menebalkan stratum granulosum
- menormalkan parakeratosis.

lndikasi

- penyakit dengan sumbatan folikular


- penyakit dengan hiperkeratosis
- pada proses menua kulit akibat sinar matahari
8. Benzokain
Bersifat anestesia. Konsentrasinya Yi - 5%, tidak larut dalam air, lebih larut
dalam minyak (1 : 35), dan lebih larut lagi dalam alkohol. Dapat digunakan
dalam vehikulum yang lain. Sering menyebabkan sensitisasi.
9. Benzil benzoat
Cairan berkhasiat sebagai akabisid dan pedikulosid. Digunakan sebagai emulsi
dengan konsentrasi 20% atau 25%.
10. Comphora
Konsentrasinya 1 - 2%. Bersifat antiprutitus berdasarkan penguapan zat tersebut
sehingga terjadi pendinginan. Dapat dimasukkan ke dalam bedak atau bedak
kocok yang mengandung alkohol agar dapat larut. Juga dapat dipakai dalam salap
dan krim.
11. Kortikosteroid Topikal
Kortikosteroid dalam pengobatan penyakit kulit topical mempunyai khasiat
yang sangat luas, yaitu: anti-inflamasi, anti-alergi, anti-pruritus, anti mitotik dan
vasokonstriksi. Kortikosteroid topikal dibagi menjadi 7 golongan besar, di
antaranya berdasarkan antiinflamasi dan antimitotik. Golongan I yang paling kuat
daya anti-inflamasi dan antimotitiknya (superpoten). Sebagliknya golongan VII
yang terlemah (potensi lemah). Berikut penggolongan kortikosteroid topical
berdasarkan potensi klinis:

15
16
Indikasi
Dermatosis yang responsif dengan K.T. ialah: proriasis, dermatitis atopik,
dermatitis seboroik, neurodermatitis sirkumskripta, dermatitis numularis,
dermatitis statis, dermatitis venenata, dermatitis intertriginosa, dan dermatitis
solaris (fotodermatitis). Dermatosis yang kurang responsif ialah lupus
eritematosus diskoid, psoriasis di telapak tangan dan kaki, nekrobiosis lipoidika
diabetikorum, vetiligo, granuloma anulare, sarkoidosis, liken planus, pemfigoid,
eksantema fikstum. Dermatosis yang responsif dengan kortikosteroid intralesi
ialah keloid, iarmgan parut hipertrofik, alopesia areata, akne berkista, prurigo
nodularis, morfea, dermatitis dengan likenifikasi, liken amiloidosis, dan vitiligo
(sebagian responsif).
Pemilihan jenis kortikosteroid
Dipilih K.T. yang sesuai, aman, efek samping sedikit dan harga murah;
disamping itu ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan, yaitu jenis
penyakit kulit, jenis vehikulum, kondisi penyakit, yaitu stadium penyakit,
luas/tidaknya lesi, dalam/dangkalnya lesi, dan lokalisasi lesi. Perlu juga
dipertimbangkan umur penderita.
Aplikasi klinis
a. Cara aplikasi
Pada umumnya dianjurkan pemakaian salap 2-3 x/hari sampai penyakit
tersebut sembuh. Perlu dipertimbangkan adanya gejala takifilaksis.
Takifilaksis ialah menurunnya respons kulit terhadap glukkortikoid karena
pemberian obat yang berulang-ulang; berupa toleransi akut yang berarti efek
vasokonstriksinya akan menghilang, setelah diistirahatkan beberapa hari efek
vasokonstriksi akan timbul kembali dan akan menghilang lagi bila pengolesan
obat tetap dilanjutkan.
b. Lama pemakaian steroid topikal
Lama pemakian steroid topikal sebagiknya tidak lebih dari 4-6 minggu untuk
steroid potensi lemah dan tidak lebih dari 2 minggu untuk potensi kuat.

17
Sebagai ilustrasi dapat diberikan contoh sebagai berikut :
1. Psoriasis Penyakit psoriasis dengan skuama tebal berupa plakat,
memerlukan steroid yang poten (golongan I) dengan vehikulum salap atau
krim.
2. Dermatitis atopik Pada anak diperlukan steroid topikal yang lemah
mengingat umur anak, lokalisasi penyakit dan kulit pada anak masih halus
dan tipis. Dipilih bentuk krim. Pada dewasa diperlukan K.T. yang poten
dalam bentuk salap
3. Dermatitis kontak alergik Pemakaian steroid dengan potensi sedang
biasanya cukup untuk mengatasi penyakit ini. Zat penyebabnya harus
dihindari.
Efek samping
Efek samping terjadi bila :
1. penggunaan K.T. yang lama dan berlebihan
2. pengunaan K.T. dengan potensi kuat atau sangat kuat atau pengunaan secara
oklusif. Harus diingat bahwa makin tinggi potensi K.T. , makin cepat terjadinya
efek samping.
Gejala efek samping:
1. Atrofi
2. Strie atrofise
3. Telangiektasis
4. Purpura
5. Dermatosis akneformis
6. Hipertrikosis setempat.
7. Hipopigmentasi
8. Dermatitis perioral
9. Menghambat penyembuhan ulkus
10. lnfeksi mudah terjadi dan meluas
11 . Gambaran klinis penyakit infeksi menjadi kabur
Dermatofitosis yang diobati dengan K.T. gambaran klinisnya menjadi tidak khas
karena efek anti-inflamasinya. Pinggir yang eritenatosa dan berbatas tegas
menjadi kabur dan meluas dikenal sebagai ftiea incognito.
Pencegahan efek samping

18
Efek samping sistemik jarang sekali terjadi, agar aman dosis yang dianjurkan
ialah jangan melebihi 30 gram sehari tanpa oklusi. Pada bayi kulit masih tipis,
hendaknya dipakai K.T. yang lemah. Pada kelainan akut dipakai K.T. yang
lemah. Pada kelainan subakut digunakanan K.T. sedang jika kelainan kronis dan
tebal dipakai K.T. kuat. Bila telah membalik pengolesan dikurangi, yang semula
dua kali sehari menjadi sekali sehari atau diganti dengan K.T. sedang/lemah
untuk mencegah efek samping.
Jika hendak menggunakan cara oklusi jangan melebihi 12 jam sehari dan
pemakaiannya terbatas pada lesi yang resisten. Pada daerah lipatan (inguinal,
ketiak) dan wajah digunakan K.T. lemah/sedang. Jangan gunakan K.T untuk
infeksi bakterial. infeksi mikotik, infeksi virus, dan akabies. Di sekitar mata
hendaknya berhati-hati untuk menghindari timbulnya glaukom dan katarak.
Terapi intralesi dibatasi 1 mg pada satu tempat, sedangkan dosis maksimum per
kali 10 mg.
12. Mentol
Bersifat antipruritik seperti somphora. Pemakaiannya seperti pada comphora,
konsentasinya ¼ - 2%.
13. Podofilin
Damar podofilin digunakan dengan konsentrasi 25% sebagai tingtur untuk
kondiloma akuminata. Setelah 4-6 jam hendaknya dicuci.
14. Selenium disulfide
Digunakan sebagai sampo 1% untuk dermatitis seboroik pada kepala dan tinea
versikolor. Kemungkinan terjadinya efek toksik rendah.
15. Sulfur
Merupakan unsur yang telah digunakan selama berabad-abad dalam dermatologi.
Bersifat antiseboroik, anti-akne, antiskabies, antibakteri positif. Gram dan
antijamur. Yang digunakan ialah sulfur dengan tingkat terhalus, yaitu sulfur
presipitatum (belerang endap) berupa bubuk kuning kehijauan. Biasanya dipakai
dalam konsentrasi 4-20%. Dapat digunakan dalam pasta, krim, salap, dan bedak
kocok. Contoh dalam salap ialah salap 2-4 yang mengandung asam salisilat 2%
dan sulfur presipitatum 4%.
16. Ter
Preparat golongan ini didapat sebagai hasil destilasi kering dari batubara, kayu
dan fosil. Yang berasal dari batubara, misalnya liantral dan likuor karbonis

19
detergens. Yang berasal dari kayu, misalnya oleum kadini dan oleum ruski.
Konsentrasi 2-5%. Efeknya antipruritus, antiradang, antiekzem, antiakantosis
keratoplastik, dapat digunakan untuk proriasis dan dermatitis kronik dalam salap.
Jika terdapat lesi yang universal, misalnya pada psoriasis, tidak boleh dioleskan
di seluruh lesi karena akan diabsorbsi dan memberi efek toksik terhadap ginjal.
Cara pengolesan digilir, tubuh dibagi 3, hari pertama: kepala dan ekstremitas atas,
hari kedua: batang tubuh dan hari ketiga ekstremitas bawah.
Efek sampingnya pada pemakaian ter perlu diperhatikan adanya reaksi
fototoksik, pada ter yang berasal dari batubara dapat juga terjadi folikulitis dan
ter akne. Efek karsinogen ter batubara dapat terjadi pada pemakaian yang lama.
Pada pemakaian dalam waktu yang singkat efek samping ini tidak pemah terjadi.
17. Urea
Dengan konsentrasi 10% dalam krim mempunyai efek sebagai emolien, dapat
dipakai untuk iktiosis atau xerosis kutis. Pada konsentrasi 40% melarutkan
protein.
18. Zat antiseptik
Zat ini bersifat antiseptik dan/atau bakteriostatik. Zat-zat antiseptik lebih disukai
dalam bidang dermatologi daripada zat antibiotik, sebab dengan memakai zat
antiseptik persoalan resistensi terhadap antibiotik dapat dihindarkan.
Golongan antiseptik:
a. Alkohol.
b. Fenol.
c. Halogen.
d. Zat-zat pengoksidasi.
e. Senyawa logam berat.
f. Zat warna
19. Obat imunomodulator topikal
Salah satu obat imunomodulator ada-lah takrolimus (TKL) suatu calcinerin
inhibitors (CnLs) yaitu suatu makrolactam yang pertama-tama diisolasi dari
streptomyces. TKL dapat diberikan secara oral, topikal, dan intravena. TKL di
metabolisasi di hati dan mempunyai bioavailabilitas lebih tinggi. Formulasi
topikal mempunyai konsentrasi 0,03% dan 0, 1 % dalam bentuk salap.
TKL terutama diindikasikan untuk dermatitis atopik dan mencegah sel T, dengan
demikian mencegah sintesis IL2-IL3-IL4, IL5 dan sitokin yang lain misalnya

20
CSF, TNFα dan TFNγ. TKL tidak menyebabkan atrofi kulit dan tidak
berpengaruh pada sintesis kolagen kulit. Pimekrolimus mempunyai mekanisme
kerja yang sama dengan CnLs yang lain. Pimekrolimus diformulasi dalam bentuk
krim 0, 1 %, 0,6%, dan 1,0%.

DAFTAR PUSTAKA

Miller, LS., 2019, Superficial Cutaneus Infections And Pyodermas. In: Jeffrey S. Orringer.,
Amy J. McMichael., David J. Margolis., Alexander H. Enk., Anna L. Bruckner.,
Masayuki Amagai, Sewon Kang editors, Fitzpatrick's Dermatology, 9th ed, McGraw
Hill, New York

Menaldi SL, Bramono K, Indriatmi W. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi ke 7. Jakarta:
Badan Penerbit FK UI; 2019.

21

You might also like