You are on page 1of 34

LAPORAN PRAKTIKUM KORALOGI

(LABORATORIUM)

IDENTIFIKASI BENTUK PERTUMBUHAN, KORALIT DAN


PENYAKIT KARANG SERTA SIMULASI PENGAMATAN
EKOSISTEM TERUMBU KARANG

Dilaksanakan dan disusun untuk dapat mengikuti ujian praktikum


(responsi) pada mata kuliah Koralogi

Oleh :
Nama : Rais Fikri Azhari
NIM : L1C017025
Kelompok :7
Asisten : Rifki Nur F

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

2019
ACARA I. BENTUK PERTUMBUHAN KARANG

I. MATERI DAN METODE


I.1. Materi
I.1.1. Alat
Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah buku
identifikasi dan kaca pembesar.
I.1.2. Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah sampel
karang.
I.2. Metode
Cara kerja praktikum ini yaitu diambil sampel karang, kemudian
diamati bentuk dan bagian-bagian karang tersebut dengan menggunakan
kaca pembesar, lalu tentukan bentuk pertumbuhannya dan catat kedalam
lembar kerja.
I.3. Waktu dan Tempat
Pada praktikum kali ini dilaksanakan pada hari Selasa, 08 Oktober
2019 pukul 13.00 WIB di Laboratorium Pengajaran Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan Universitas Jenderal Soedirman.
II. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar Bentuk
No. Keterangan
Pertumbuhan Karang
1. Nama bentuk pertumbuhan:
Acropora Branching
2. Kode bentuk pertumbuhan:
ABC
3. Deskripsi bentuk pertumbuhan:
Bentu pertumbuhan koralit
karang ini berbetuk cabang.
1. Bentuk pertumbuhan coral
branching lebih tahan terhadap
sedimentasi. Persentase tutupan
karang Acropora diketahui
mencapai lebih dari 40%. contoh
dari acropora adalah: Acropora
formosa.
(Arisandi et al., 2018)
2. 1. Nama bentuk pertumbuhan:
Coral branching
2. Kode bentuk pertumbuhan:
CB
3. Deskripsi bentuk pertumbuhan:
bentuk pertumbuhan karang
bercabang. Mempunyai cabang
yang lebih panjang daripada
diameter karangnya sendiri.
Model percabangan dari karang
ini juga saling sambung
menyambung dan pada
umumnya ujung cabang karang
yang meruncing. Contoh karang
dengan bentuk ini adalah
Seriatopora hystrix.
(Dewi et al., 2018)
DAFTAR PUSTAKA

Arisandi, A., Tamam, B., & Fauzan, A. 2018. Profil Terumbu Karang Pulau
Kangean, Kabupaten Sumenep. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan,
10(2): 76-83.

Dewi, C.S.U., Sukandar., Chuldyah, J.H. 2018. Karang dan Ikan Terumbu
Pulau Bawean. Malang: Brawijaya Press.
ACARA II. IDENTIFIKASI STRUKTUR KORALIT
KARANG

I. MATERI DAN METODE


I.1. Materi
I.1.1. Alat
Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah kaca pembesar,
penggaris dan nampan.
I.1.2. Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah sampel
koralit karang.
I.2. Metode
Cara kerja praktikum ini yaitu diambil sampel koralit karang, diukur
diameter koralit karang tersebut kemudian dicatat. Setelah itu diamati
bentuk dan bagian-bagian koralit menggunakan kaca pembesar lalu catat
kedalam lembar kerja.
I.3. Waktu dan Tempat
Pada praktikum kali ini dilaksanakan pada hari Selasa, 08 Oktober
2019 pukul 13.00 WIB di Laboratorium Pengajaran Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Universitas Jenderal Soedirman.
II. HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar Bentuk
No. Keterangan
Pertumbuhan
1. Tipe koralit: Hydnoporoid
2. Bagian koralit karang:
a. Septa
b. Costa
c. konestum
3. Deskripsi karang: Struktur seperti
mangkuk kecil terbalik yang
1.
terdapat di hydnopora. Sering
dikatakan memiliki bentuk seperti
bukit bukit. Biasanya struktur ini
berkembang di antara mulut –
mulut koralit. Dari bentuk ini, koralit
mudah dikenali.
(Suharsono, 2010)
1. Tipe koralit: Placoid
2. Bagian koralit karang:
a. kolumella
b. konestum
c. pali
d. septa
e. costa
4. Deskripsi karang: Koralit seperti
2.
tabung pipih pendek. Terlihat seperti
tonjolan Masing-masing koralit
dindingnya dipisahkan oleh
coenosteum. Contohnya adalah
Astreopora.
(Dewi, 2018)
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, C.S.U., Sukandar., Chuldyah, J.H. 2018. Karang dan Ikan Terumbu
Pulau Bawean. Malang: Brawijaya Press.

Suharsono. 2010. Jenis-jenis karang di Indonesia.E-Book. Jakarta:


Puslitbang Oseanologi – LIPI.
ACARA III. SIMULASI PENGAMATAN EKOSISTEM
TERUMBU KARANG

I. MATERI DAN METODE


I.1. Materi
I.1.1. Alat
Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah miniatur
ekosistem terumbu karang, meteran (1 meter).
I.1.2. Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah biota
indikator/ikan, sampel biota karang, dan substrat.
I.2. Metode
Cara kerja praktikum ini yaitu meteran sebagai transect
direntangkan sejauh 100 cm, sepanjang line transect, dicatat : lifeform
karang (berdasarkan tabel lifeform categories and codes) dengan interval 0,5
cm, jenis substrat (sand, silt, clay), ikan terumbu, avertebrata asosiasi
(bintang laut, bulu babi dan lain-lain). Dicatat spesies biota karang
kemudian lengkapi klasifikasinya, kemudian dimasukan data
pengamatan ke dalam tabel data pengamatan yang telah disediakan.
I.3. Waktu dan Tempat
Pada praktikum kali ini dilaksanakan pada hari Selasa, 08 Oktober
2019 pukul 13.00 WIB di Laboratorium Pengajaran Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Universitas Jenderal Soedirman.
II. HASIL DAN PEMBAHASAN
2.1 Hasil
Titik Kategori Biota Asosiasi/Ikan Karang
0 cm S -
5 cm S -
10 cm CF -
15 cm S Amblyglyphidodon curacao
20 cm S -
25 cm R -
30 cm R Mespilia globulus
35 cm S Abudefduf sexfasciatus
40 cm S -
45 cm ACT -
50 cm S Holoturoidea scabra
55 cm CM -
60 cm CM Pomacentrus moluccensis
65 cm S -
70 cm S -
Halichoeres vroliki
75 cm Gorgonia sp
Halichoeres hotulanus
80 cm CMR -
85 cm R Cypraea tigris
90 cm R -
95 cm ACM -
100 cm S Cheilinus fasciatus
Perhitungan:
Jumlah titik per kategori X 100%
Jumlah titik total
7 X 100% = 35%
20
2.2 Pembahasan

2.2.1 Penutupan Terumbu Karang

Metode pengamatan dan pengambilan data terumbu karang


menggunakan Metode Point Intercept Transect (PIT). Menurut Hill and
Wilkinson, (2004) PIT berupa transek garis dengan panjang 150 m yang
dibentangkan sejajar garis pantai. Masing-masing transek panjangnya
50 m dengan 3 kali pengulangan pada setiap transek, serta memiliki
interval 5 m dengan prinsip pencatatan substrat dasar yang
menyinggung sampai tingkat sentimeter pada ekosistem terumbu
karang. Pengamatan dicatat berdasarkan banyaknya terumbu karang
(genus) yang ditemukan sepanjang transek (Ulfah et al., 2018).
Hasil dari perhitungan simulasi yang kami lakukan di
Laboratorium Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan adalah sekitar 35%.
Berdasarkan kriteria penilaian kondisi terumbu karang berdasarkan
persentase tutupan karang hidup (Kep. MENLH No 4 tahun 2001) dengan
kategori sebagai berikut:
a. Karang rusak = 0–24,9%
b. Karang sedang = 25–44,9%
c. Karang baik = 50–74,9%
d. Karang sangat baik = 75–100%
Menurut Ahmad (2013) dalam Muniaha et al., (2016) kondisi tutupan
karang yang baik akan mempengaruhi biota. Dimana kondisi tutupan
yang baik miliki kondisi organisme yang lebih baik pula (Muniaha et al.,
2016).
Banyak faktor yang mempengaruhi kondisi terumbu karang. Yang
paling penting adalah faktor lingkungan seperti suhu perairan, salinitas,
dan kecerahan perairan (Malik, 2016). Menurut Levinto (1982) dalam
(Malik, 2016), suhu adalah faktor lingkungan yang paling besar
pengaruhnya terhadap pertumbuhan organisme laut seperti karang.
Suharsono (1998) dalam (Malik, 2016) mengemukakan bahwa kisaran
suhu yang masih dapat di toleransi oleh karang berkisar antara 26-34 °C.
Faktor kecerahan juga mempengaruhi pertumbuhan karang karena
perkembangan dan pertumbuhan karang sangat dipengaruhi oleh cahaya
matahari dimana semakin cerah perairan maka semakin baik pula caha
matahari yang diserap oleh perairan tersebut sehingga karang dapat
memanfaatkannya dengan lebih optimal. Cahaya yang cukup sangat
dibutuhkan oleh Zooxanthellae yang merupakan simbiotik dalam jaringan
karang untuk proses fotosintesis sehingga hasil dari fotosintesis tersebut
dimanfaatkan oleh karang sebagai suplai makanan utama (Nybakken,
1992 dalam Malik, 2016).
2.2.2 Biota Asosiasi dan Ikan Karang

a. Amblyglyphidodon curacao

Sumber : (Dokumentasi Pribadi, 2019) Sumber : (Fishbase.se)

Kalsifikasi menurut Bloch (1787) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Famili : Pomacentridae
Genus : Amblyglyphidodon
Spesies : Amblyglyphidodon curacao
Ikan Amblyglyphidodon curacao memiliki panjang maksimal
mencapai 13 cm dan terdapat beberapa variasi. Di Indonesia mayoritas
ikan ini berwarna hijau dengan garis hitam. Di daerah Papua berwarna
lebih keperakan dengan garis kehijaun dengan range dari jepang-
Australia timur. Habitat dari ikan ini biasa didaerah laguna dan lereng
karang bagian luar. Juvenil sering terlihat dekat karang lunak jenis
Sarcophyton dan Sinularia. Mereka sering berkelompok didaerah karang
saat makan pada kedalaman 1-40 m. Distribusinya Pasifik barat dan
makanannya adalah Zooplankton dan filamentous alga (Setiawan, 2010).
b. Mespilia globulus
Sumber : (Dokumentasi Pribadi, 2019) Sumber : (marinespecies.org)

Kalsifikasi menurut Linnaeus (1758) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia
Filum : Echinodermata
Kelas : Echinoidea
Ordo : Camarodonta
Famili : Temnopleuridae
Genus : Mespilia
Spesies : Mespilia globulus
Hewan ini memiliki panjang badan maksimal 5 cm. Ciri
morfologinya badan berwarna biru dengan duri oranye merah belang
putih yang tersusun rata vertikal dan tentakel keluar dari sela-sela duri
tersebut. Hewan ini biasa ditemui di daerah fringing reef (terumbu karang
tepi) dan padang lamun dengan range kedalaman 0 - 60 m. Distribusinya
di Filipina, Indonesia, Palau, PNG, the loyality islands dan Australia
(Setiawan, 2010).
c. Abudefduf sexfasciatus

Sumber : (Dokumentasi Pribadi, 2019) Sumber : (Fishbase.se)

Kalsifikasi menurut Lacepède (1801) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Famili : Pomacentridae
Genus : Abudefduf
Spesies : Abudefduf sexfasciatus
Ikan karang ini memiliki panjang maksimal 16 cm. Morfologi badan
berwarna putih dan agak kehijaun saat dewasa dengan 5 garis hitam. Ciri
khasnya adalah memiliki garis hitam di bagian cagak ekornya. Habitatnya
di daerah pantai, karang berbatu dan trumbu karang yang baik. Biasa
berada di karang lunak dan koloni hydroid dengan Range kedalaman 1-20
m. Distribusinya Indo-Pasifik dan termasuk pemakanan Zooplankton dan
alga atau omnivora (Setiawan, 2010).
d. Holoturoidea scabra

Sumber : (Dokumentasi Pribadi, 2019) Sumber : (researchgate.net)

Kalsifikasi menurut Jaeger, (1833) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia
Filum : Echinodermata
Kelas : Holothuroidea
Ordo : Aspidochirotida
Famili : Holothuroidae
Genus : Holothuria
Spesies : Holothuria scraba
Teripang pasir dikenal juga dengan teripang gosok dalam
internasional biasa disebut sand fish. Sampai ukuran 40 cm dengan bobot
1.5 kg. Jenis ini mempunyai bentuk badan yang bulat panjang dan
berwarna putih kekuning-kuningan serta terdapat sekat-sekat yang
melintang berwarna putih. Diantara sekat sekat tersebut terdapat garis-
garis hitam pada punggungnya apabila seluruh badannya diraba, akan
terasa kasar seperti butiran (BPSPL padang, 2017)
e. Pomacentrus moluccensis

Sumber : (Dokumentasi Pribadi, 2019) Sumber : (marinespecies.org)

Kalsifikasi menurut Bleeker (1853) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Famili : Pomacentridae
Genus : Pomacentrus
Spesies : Pomacentrus moluccensis
Pomacentrus moluccensis atau yang biasa disebul damselfish
adalah jenis ikan yang biasa kita pelajari di didaerah terumbu karang.
Ikan ini memiliki kelimpahan dan jenis yang cukup banyak. Ikan ini juga
dikenal dengan sifat agresif dan teritorialnya sebagai mana family
Pomacentridae. Tidak terjadinya overlap akan menurunkan angka
persaingan yang akan terjadi merebutkan sumber makanan di terumbu
karang (Ahmadia et al., 2012).
f. Halichoeres vroliki

Sumber : (Dokumentasi Pribadi, 2019) Sumber : (marinespecies.org)

Kalsifikasi menurut Bleeker (1855) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Famili : Labridae
Genus : Halichoeres
Spesies : Halichoeres vroliki
Ikan ini dapat ditemukan di daerah rawan garuis pantai berbatu dangkal.
Di daerah pertumbuhan karang yang kaya. Persebaran ikan ini di daerah
samudra Hindia: Maldive, Sri Lanka ke Myanmar, Thailand Barat, dan Indonesia
(Sumatera dan Jawa) (Fishbase, 2019).
g. Halichoeres hotulanus

Sumber : (Dokumentasi Pribadi, 2019) Sumber : (White et al., 2013)

Kalsifikasi menurut Lacépède (1801) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Famili : Labridae
Genus : Halichoeres
Spesies : Halichoeres hortulanus
Ikan ini biasanya dapat dijumpai di dekat atau pada terumbu
karang dengan kedalaman 0–35 m. Morfologinya dia memiliki sirip
punggung dengan 9 duri dan 11 jari lunak, 26 sisik gurat sisi. Untuk ikan
betina berbintik keputihan bertepi kotak gelap di sisiknya, jantan hijau
bergaris gelap di tiap sisik, bercak kuning di sisi tubuh, garis hijau di sirip
ekor. Banyak ditemukan di Indo–Pasifik dengan ukuran dapat mencapai
27 cm (White et al., 2013).
h. Cypraea tigris

Sumber : (Dokumentasi Pribadi, 2019) Sumber : (Ahmad, 2018)

Kalsifikasi menurut Linnaeus (1758) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia
Filum : Mollusca
Kelas : Gastropoda
Ordo : Littorinimorpha
Famili : Cypraeidae
Genus : Cypraea
Spesies : Cypraea tigris
Cypraea tigris memiliki cangkang yang keras dan berbentuk mirip
seperti helm yang ditelungkupkan. Warna bagian dorsal bintik-bintik
coklat corak putih dan warna bagian ventral putih corak coklat sedikit.
Cangkang siput laut ini memiliki tekstur permukaan yang licin,
mengkilap dan memiliki motif yang sangat indah. Panjang cangkang
sekitar 6,4 cm dengan lebar cangkang sekitar 4,5 cm sedangkan bentuk
apex memendek, bentuk bibir bagian dalam dan luar bergerigi dan
memiliki apecture sempit memanjang (Ahmad, 2018).
.
i. Cheilinus fasciatus

Sumber : (Dokumentasi Pribadi, 2019) Sumber : (marinespesie.org)

Kalsifikasi menurut Bloch (1791) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Famili : Labridae
Genus : Cheilinus
Spesies : Cheilinus fasciatus

Ikan ini termasuk jenis ikan yang jarang di konsumsi. Biasanya


ukuran umum banya mencapai < 40cm. Ikan ini biasanya didapat oleh
nelayan dengan cara hooks & lines. Ikan ini dapat ditemui di Kepulauan
Mentawai, Kepulauan Raja Ampat, Bali, Teluk Maumere, Komodo, Pulau
Seribu, Pulau Bintan, Kepulauan Sangalakki, Togean, Kepulauan Banggai
dan Pulau Weh. Pada umumnya mereka cenderung hidup menetap di
ekosistem terumbu karang dari pada vertebrata lain yang sama
ukurannya (Sugianti dan Mujiyanto, 2013).
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Ahmad. 2018. Identifikasi Filum Mollusca (Gastropoda) di Perairan Palipi


Soreang Kecamatan Banggae Kabupaten Majene. PhD Thesis. Universitas
Islam Negeri Alauddin Makassar.

Ahmadia, G. M., Turner, J. A., & Smith, D. J. 2012. Habitat associations of


damselfish in reefs of varying quality in The Wakatobi Marine National
Park. Journal of Indonesia Coral Reefs, 1(3): 184-197.

Bleeker. 1853. Pomacentrus moluccensis.


http://www.marinespecies.org/aphia.php?p=taxdetails&id=277159.
diakses 07-11-2019.

Bleeker. 1855. Halichoeres vroliki . http://www.marinespecies.org/aphia.php?


p=taxdetails&id=275805 . diakses 07-11-2019.

Bloch. 1791. Cheilinus fasciatus. http://www.marinespecies.org/aphia.php?


p=taxdetails&id=218940. diakses 07-11-2019.

Bloch. 1787. Amblyglyphidodon curacao.


https://www.fishbase.se/summary/Amblyglyphidodoncuracao.html. diakses 07-
11-2019.

Danie Al Malik, M. 2016. Tutupan Terumbu Karang dan Kelimpahan Ikan


Terumbu di Pulau Nyamuk, Karimunjawa. Prosiding Seminar Nasional
Tahunan Ke-V Hasil-Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, Universitas
Diponogoro.

Muniaha, H., & Nur, A. I. (2017). Studi kelimpahan ikan karang berdasarkan
kondisi terumbu karang di Desa Tanjung TiramKabupaten Konawe
Selatan. Jurnal Manajemen Sumber Daya Perairan, 2(1).

Lacepede. 1801. Abudefduf sexfasciatus.


https://www.fishbase.se/summary/Abudefduf.sexfasciatus.html.
diakses 07-11-2019.

Linnaeus. 1758. Mespilia globulus. http://www.marinespecies.org/aphia.php?


p=taxdetails&id=214476. diakses 07-11-2019.

Setiawan, Fakhrizal. 2010. Panduan Lapangan Identifikasi Ikan Karang Dan


Invertebrata Laut Dilengkapi dengan Metode Monitoringnya. Wildlife
Conservation Society (WCSIP). Manado
Sugianti, Y., & Mujiyanto, M. (2016). Biodiversitas Ikan karang Di Perairan Taman
Nasional Karimunjawa, Jepara. Bawal Widya Riset Perikanan Tangkap, 5(1):
23-31.

Ulfah, M., Cyndy, Y., Sofyatuddin, K. 2018. Perbandingan Tutupan Karang Keras
Sebelum, Saat dan Sesudah Pemutihan Karang Di Perairan Krueng Raya,
Aceh Besar. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 10(3): 739-745.

White W.T., Last P.R., Dharmadi, Faizah R., Chodrijah U., Prisantoso B.I.,
Pogonoski J.J., Puckridge M. and Blaber S.J.M. 2013. Market fishes of
Indonesia. ACIAR Monograph. Australian Centre for International
Agricultural Research: Canberra. 438.
ACARA IV. IDENTIFIKASI GENUS KARANG DENGAN
CORAL FINDER TOOL

I. MATERI DAN METODE


II.1. Materi
II.1.1. Alat
Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah buku
identifikasi karang berupa Coral Finder dan juga kaca pembesar.
II.1.2. Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah contoh
karang yang sudah mati.
II.2. Metode
Metode yang digunakan untuk mengidentifikasi genus karang
dilakukan dengan menggunakan Coral Finder Tool. pada halaman
pertama Coral Finder Tool dilihat pada kolom key group untuk melihat
bentuk pertumbuhan karang yang akan diidentifikasi (apakah karang
tersebut memiliki bentuk pertumbuhan branching, massive, dll).
Selanjutnya menentukan bentuk dan mengukur besar koralit pada karang
tersebut menggunakan kaca pembesar dan penggaris untuk alat ukur.
Setelah itu, akan langsung diarahkan pada halaman utama (look alike)
yang menggambarkan bentuk koloni dan koralit karang serta satu kolom
characters yang menjelaskan tentang karakteristk atau cirri khusus dari
genus karang. Kemudian bandingkan karang yang sedang diamati
dengan gambar karang pada kolom colony, corallites dan close up,
kemudian mengkonfirmasi cirri-ciri karang tersebut dengan karakteristik
kunci yaitu deskripsi dalam teks tebal pada kolom characters, langkah
selanjutnya melihat gambar karang yang terdapat pada kolom scaled
(skala) untuk menyesuaikan bentuk koralit karang dalam skala atau
ukuran yang sebenarnya. Setelah karakteristik karang yang diamati
dengan contoh karang pada Coral Finder sesuai, kemudian dicatat nama
genus karang yang telah diamati sesuai dengan keterangan nama genus
yang terdapat di atas gambar karang pada Coral Finder.
II.3. Waktu dan Tempat
Pada praktikum kali ini dilaksanakan pada hari Selasa, 08 Oktober
2019 pukul 13.00 WIB di Laboratorium Pengajaran Fakultas Perikanan
Ilmu Kelautan, Universitas Jenderal Soedirman.
II. HASIL DAN PEMBAHASAN

Metode identifikasi menggunakan coral finder tool ada beberapa


tahap. Pertama, lihat bentuk pertumbuhan karang tersebut (Branching,
Meandering, Massive, Plates, dsb) pada kolom Key Group dalam Coral
Finder. Kemudian tentukan bentuk pertumbuhannya, selanjutnya adalah
mengukur besar koralit pada karang tersebut. Untuk langkah ini gunakan
bantuan kaca pembesar dan penggaris/ alat ukur. Ketiga Coral Finder,
setelah anda menentukan besar koralit karang yang anda identifikasi,
maka anda akan langsung diarahkan pada halaman dimana terdapat
jenis-jenis karang yang memiliki besar koralit yang anda ukur
sebelumnya. Keempat, halaman yang sudah dirujuk, lihat dan cari
gambar karang yang sesuai dengan karang yang anda sedang amati. Jika
terdapat kemiripan antar genus, kerucutkan pilihan anda menjadi 2 jenis
saja. Untuk memilih genus yang tepat, terdapat kolom karakteristik pada
tiap-tiap genus. Baca lalu kemudian pilih karang yang memiliki
karakteristik yang sama dengan yang ada di Coral Finder (Arifin dan
Oktiyas, 2016).
Coral Finder merupakan buku panduan yang dikeluarkan oleh
CoralHub. Buku ini merupakan Field Guide atau buku panduan yang
dapan membantu memudahkan kita dalam melakukan identifikasi karang
secara visual. Buku ini sangat mudah digunakan dalam mengidentifikasi
karang terutama untuk pemula yang baru belajar mengidentifikasi. Coral
Finder merupakan buku identifikasi karang hidup yang ada di perairan
dan mengacu pada buku taksonomi karang Coral of The World.
Kekurangan dari Coral Finder Tool ini adalah hanya dapat membatu
identifikasi hingga genus saja (Arifin dan Oktiyas, 2016).
Genus karang yang kami dapat dalam acara praktikum kali ini
adalah Acropora sp dan Pachyseris sp:
A. Acropora sp.

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2019) (Sumber: Eol.org)

Kingdom : Animalia
Filum : Coelenterata
Kelas : Anthozoa
Ordo : Sclerectinia
Famili : Acroporidae
Genus : Acropora
Spesies : Acropora sp
Veron (1986) mengungkapkan tentang karakteristik dari Acropora sp
yaitu memiliki koloni berbentuk arboresent tegak bercabang. Biasanya
seperti tanduk rusa, memiliki koralit radial terdiri dari bermacam ukuran
dan bentuk, warna coklat muda, biru kuning atau hijau. Dalam satu
koloni biasanya mempunyai warna yang sama kecuali ujung cabang
berwarna pucat. Untuk habitat biasa hidup di goba yang berpasir dan
sering dijumpai di tubir (Muhlis, 2019).
B. Pachyseris sp

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2019) (Sumber: Eol.org)

Kingdom : Animalia
Filum : Cnidaria
Kelas : Anthozoa
Ordo : Scleractinia
Famili : Scleractinia incertae sedis
Genus : Pachyseris
Koloni berupa lembaran atau berupa pilar-pilar yang tegak. Koralit
merupakan seri yang saling bersambungan satu sama lain yang
membentuk alur yang sejajar dengan tepi koloni. Septokosta sangat nyata
dan sangat teratur dan membentuk pematang yang kompak. Marga ini
mempunyai 3 jenis yaitu Pachyseris foliosa, Pachyseris speciosa dan Pachyseris
rugosa, tersebar di seluruh perairan Indonesia (Suharsono, 2010).
DAFTAR PUSTAKA

Ariffin, Z. dan Oktiyas M.L. 2016. Studi Pertumbuhan dan Survival Rate
Pada Transplantasi Karang Acropora sp. Di Pantai Kondang Merak
Kabupaten Malang. Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan VI,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya. Hal :
556-561.

Muhlis. 2019. Pertumbuhan Kerangka Karang Acropora di Perairan Sengigi


Lombok. Jurnal Biologi Tropis, 19(1) :14 - 18.

Suharsono. 2010. Jenis-jenis karang di Indonesia.E-Book. Jakarta:


Puslitbang Oseanologi – LIPI.
ACARA V. IDENTIFIKASI PENYAKIT KARANG
I. MATERI DAN METODE
I.1. Materi
I.1.1. Alat
Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah kartu
identifikasi dan simulator transek.
I.1.2. Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah foto penyakit
karang
I.2. Metode
Dibuat Belt Transect (100 cm) dimana penyakit karang akan dilihat
setiap 20 cm. Lalu lakukan pengamatan terhadap gambar penyakit karang
yang terlewati simulator transek. Pengulangan akan dilakukan sebanyak 3
kali kemudian hasil dicatat.
I.3. Waktu dan Tempat
Pada praktikum kali ini dilaksanakan pada hari Selasa, 08 Oktober
2019 pukul 13.00 WIB di Laboratorium Pengajaran Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Universitas Jenderal Soedirman.
II. HASIL DAN PEMBAHASAN
a. BBD

Sumber : (Dokumentasi Pribadi, 2019) Sumber : (Siringoringo, 2007)

Tahun 1970, Arnfried Antonius melaporkan kejadian suatu band


bermaterial hitam lembut yang keluar ke permukaan dari beberapa jenis
karang otak dan karang masif pada terumbu karang di Caribbean barat.
Band adalah suatu tanda berupa garis yang terdapat pada koloni karang
dimana warna tersebut mencirikan jenis penyakit pada suatu jenis karang.
Penyakit ini ditandai dengan suatu lembaran/bercak (mate) hitam yang
luasnya sekitar ¼ - 2 inci pada permukaan jaringan karang. Penyakit ini
bergerak melewati permukaan rangka karang, dengan kecepatan sekitar 3
mm -1 cm perhari dan kemudian meninggalkan rangka karang berwarna
putih kosong. Black Band Disease atau BBD juga dicirikan oleh suatu cincin
gelap, yang memisahkan antara jaringan karang yang masih sehat dengan
rangka karang. Penyakit ini juga disebut Black Band Ring BBD akan
meningkat, apabila terjadi sedimenasi serta adanya pasokan nutrien,
bahan-kimia beracun dan suhu yang melebihi normal (Richardson, 1998
dalam Siringoringo, 2007).
b. BrBD

Sumber : (Dokumentasi Pribadi, 2019) Sumber : (Massinai, 2016)

Penyakit Brown Band (BrB) pertama kali ditemukan oleh Borneman


(2001) lalu dideskripsikan oleh Willis (2004) pada survei di bagian Utara
dan Selatan Great Barrier Reef, Australia. Selanjutnya ditemukan oleh
Bourne et al. (2008) dan Massinai (2012). Hasil pengamatan makroskopik
karang yang terinfeksi penyakit Brown Band (BrB) terdapat daerah coklat
berupa pita (band) dengan ukuran lebar pita tersebut bervariasi yang
terdapat antara jaringan sehat dan skeleton yang putih. Massinai (2012)
menemukan laju infeksi penyakit Brown Band (BrB) pada karang Acropora
bercabang di pulau Barranglompo Makassar (Massinai, 2016).
Penyakit brown band disease dicirikan adanya garis tebal
menyerupai pita (band) berwarna coklat melingkar pada percabangan.
Acropora di antara skeleton yang sudah mati dan jaringan yang masih
hidup. Antara garis tebal berwarna coklat dengan jaringan hidup terdapat
bagian berwarna putih. Infeksi mulai dari pangkal batang menuju cabang
atau jaringan sehat. Pada setiap cabang, ditemukan satu band dengan
ukuran 2-10 mm (Massinai, 2016).
c. WBD

Sumber : (Dokumentasi Pribadi, 2019) Sumber : (Huda et al., 2018)

Penyakit white band disease ditandai dengan adanya band berwarna


putih dengan lebar sekitar 2-8 cm terletak diantara jaringan karang yang
sehat dan jaringan karang yang sudah mati. Bentuk lingkaran ini seragam
mulai dari pangkal dari ujung koloni. Menurut Raymundo et al., (2008)
dalam Huda et al., (2018) beberapa karakteristik dari penyakit white band
disease yaitu penyakit ditandai dengan linier, band yang terjadi karena
karang kehilangan jaringan dengan lebar 2-10 cm yang dapat membatasi
cabang, band memisahkan jaringan sehat dari kerangka yang terkena
epibiont, penyakit dapat berkembang cepat (mm-cm/hari) dari dasar
koloni atau bifurkasi cabang, dan hanya diamati pada Acropora. Gambar
diatas menunjukkan Karang Acropora yang terinfeksi penyakit white
band disease, a) Bagian yang sudah mati, b) Bagian yang terinfeksi, c)
Bagian yang masih sehat (Huda et al., 2018).
DAFTAR PUSTAKA

Huda, F. M., Effendy, M., & Nugraha, W. A. 2018. Karakteristik Penyakit


White Band Disease dan White Syndrome Secara Visual dan
Histologi Pada Karang Acropora SP. Dari Pulau Gili Labak
Sumenep Madura. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 10(3):
711-718.

Massinai, A. 2016. Laju Infeksi Penyakit Brown Band Disease dan


Bakteriasosiasi pada Karang Acropora SP. di Pulau
Barranglompo, Makassar, Sulawesi Selatan. Jurnal Administrasi
dan Kebijakan Kesehatan Indonesia, 2(2).

Siringoringo, R. M. 2007. Pemutihan karang dan beberapa penyakit


karang. Jurnal Oseana, 32(4): 29-37.

You might also like