You are on page 1of 8

PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN BIOLOGI 2022

“INTEGRASI AL-QU’RAN DALAM PEMBELAJARAN DAN PENELITIAN


PENDIDIKAN BIOLOGI”

KECEPATAN WAKTU TUMBUH TUNAS EKSPLAN TULANG DAUN


DUKU (Lansium domesticum Corr.) PADA KULTUR JARINGAN
MENGGUNAKAN HORMON BENZYL AMINO PURINE (BAP)
Resti Setianingsih*, Indah Rahmadhanniati, Hilwa, Ayu Indriani, Vepi Widia Sari,
Amin Nurokhman, Syarifah, Ummi Hiras Habisukan, Dini Afriansyah

Program Studi Pendidikan Biologi, Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang

*restisetia10@gmail.com

Abstract
Duku (Lansium domesticum Corr.) is a seasonal plant that grows in tropical regions, especially Southeast
Asia, such as Indonesia. Duku propagation by seed has a fairly high success rate, but has weaknesses such
as slow shoot growth and the plants produced are not always the same as the parent. Efforts to improve the
quality and production of duku through cultivation techniques can be used to reduce the tendency of
decreasing duku production. One effort that can be developed is through tissue culture techniques. This
tissue culture research was conducted from October to December 2022, in the Tissue Culture room, the
Integrated Laboratory of Raden Fatah State Islamic University Palembang. The type of research used was
descriptive qualitative with an experimental method, using a completely randomized design (CRD) with a
single factorial pattern using 2 treatments (2 ppm and 2,5 ppm BAP concentrations). The purpose of this
study was to determine the speed of growth time of leaf bone duku (Lansium domesticum Corr.) against the
concentration of hormone BAP. Duku leaf bone explants were cultured on WPM media with two kind of
concentrations of growth regulators and observed for 4 weeks or 28 DAP. The results of the observations
showed that the administration of the hormone BAP with a concentration of 2 ppm and 2,5 ppm BAP did not
significantly affect the time of emergence of duku leaf bone explantshoots, namely that they were not able to
show bud formation.

Keywords: Shoot growth rate, duku plants (Lansium domesticum Corr.), penninervis, Benzyl Amino Purine
(BAP)hormone

Abstrak
Duku (Lansium domesticum Corr.) merupakan tanaman musiman yang tumbuh di wilayah tropis terutama
Asia Tenggara, seperti Indonesia. Perbanyakan duku dengan biji memiliki tingkat keberhasilan cukup tinggi,
namun memiliki kelemahan seperti pertumbuhan tunas lambat dan tanaman yang dihasilkan tidak selalu
samadengan induknya. Upaya peningkatan kualitas dan produksi duku melalui teknik budidaya dapat
digunakan untuk mengurangi kecenderungan penurunan produksi duku. Salah satu upaya yang dapat
dikembangkan adalah teknik kultur jaringan. Penelitian kulturjaringan ini dilakukan mulai dari Oktober –
Desember 2022, bertempat di ruang Tissue Culture, Laboratorium Terpadu Universitas Islam Negeri Raden
Fatah Palembang. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptifkualitatif dengan metode eksperimen,
menggunakan desain penelitian rancangan acak lengkap (RAL) dengan pola faktorial tunggal menggunakan
2 perlakuan (konsentrasi 2 ppm dan 2,5 ppm BAP). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
kecepatan waktu tumbuh eksplan tulangdaun (Penninervis) duku (Lansium domesticum Corr.) terhadap
konsentrasi hormon BAP. Eksplan tulang daun duku dikultur pada media WPM dengan dua macam
konsentrasi zat pengatur tumbuh dan diamati selama 4 minggu atau 28 HST. Hasil pengamatan menunjukkan
bahwa pemberian hormon BAP dengan konsentrasi 2 ppm dan 2,5 ppm BAP tidak berpengaruh nyata
terhadap waktu munculnya tunas eksplan tulang daun duku yakni belum mampu menunjukkan adanya
pembentukan tunas.

Kata Kunci: Kecepatan tumbuh tunas, tanaman duku (Lansium domesticum Corr.), tulang daun, hormon
Benzyl Amino Purine (BAP)

248| http://proceedings.radenfatah.ac.id/index.php/semnaspbio
PENDAHULUAN

Duku (Lansium domesticum Corr.) merupakan tanaman musiman yang tumbuh di wilayah
tropis terutama Asia Tenggara, seperti Indonesia (Supriatna & Suparwoto, 2010). Di Indonesia
duku termasuk tanaman endemik yang dapat ditemukan di pulau Sumatera (Triyono, 2013). Selain
banyak diminati oleh masyarakat luas, buah duku juga memiliki beragam manfaat, diantaranya
untuk memperlancar sistem pencernaan, pencegahan kanker kolon, serta membersihkan tubuh dari
radikal bebas (Supriatna & Suparwoto, 2010). Perbanyakan duku dengan biji memiliki tingkat
keberhasilan cukup tinggi, namun memiliki kelemahan seperti pertumbuhan tunas lambat, umur
berbuah lama (Irianto, 2012), serta tanaman yang dihasilkan tidak selalu sama dengan induknya
(Gusniwati, 2001). Upaya peningkatan kualitas dan produksi duku melalui teknik budidaya dapat
digunakan untuk mengurangi kecenderungan penurunan produksi duku (Susilawati et al., 2017).
Salah satu upaya yang dapat dikembangkan adalah melalui teknik kultur jaringan (Rana dkk.,
2019).
Melalui teknik kultur jaringan akan diperoleh bibit dalam jumlah yang banyak, cepat,
seragam, berkualitas, serta terbebas dari penyakit (Juanda & Bambang, 2000). Keberhasilan dalam
kultur jaringan dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya yaitu zat pengatur tumbuh (ZPT). Zat
pengatur tumbuh yang kerap kali digunakan dalam kultur jaringan adalah Benzyl Amino Purine
(BAP) dari golongan sitokinin. BAP diketahui sangat efisien dalam memacu pertumbuhan tunas,
perkembangan dan pembentukan daun, mudah didapatkan, dan cukup terjangkau (Wardhani, 2022).
Jenis media yang digunakan tergantung jenis tanamannya. Woody Plant Medium (WPM) adalah
media yang sering digunakan untuk tumbuhan berkayu. WPM merupakan media yang memiliki
konsentrasi ion rendah dengan kandungan sulfat yang lebih tinggi dibandingkan sulfat pada media
lainnya, sehingga media ini sesuai untuk media kultur tanaman tahunan yang berkayu (Hartanti
dkk., 2017).
Pada penelitian ini eksplan yang digunakan adalah tulang daun tanaman duku yang masih
muda. Penggunaan tulang daun sebagai eksplan merupakan alternatif yang menguntungkan, karena
pengambilan pada bagian ini tidak merusak umbi sehingga tidak mengganggu tanaman induk.
Disamping itu, tulang daun juga lebih mudah didapatkan dalam jumlah banyak dan tidak
bergantung pada musim (Imelda et al., 2008). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Wulandari dkk. (2022) mengenai Pengaruh 2,4-Dichlorophenoxyacetic Acid (2,4-D) dan Benzyl
Amino Purine (BAP) Terhadap Induksi Kalus Dari Berbagai Jenis Eksplan Tanaman Duku
(Lansium domesticumCorr.)yang juga menggunakan eksplan tulang daun duku karena bagian
tersebut memiliki jaringan meristem yang aktif membelahmenunjukkan respon pertumbuhan dan
perkembangan induksi kalus yang baik. Pada penelitian Desyana dan Isda (2020) Pengaruh
Penambahan Benzyl Amino Purine (BAP) Terhadap Induksi Tunas Dari Eksplan Biji Drendan
(Lansium domesticum Varr. Aqueum (Jack) Miq.) By In Vitro menunjukkan penambahan BAP
berpengaruh nyata terhadap waktu muncul tunas pada eksplan. Berdasarkan uraian di atas,
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kecepatan waktu tumbuh eksplan tulang daun
(penninervis) duku (Lansium domesticum Corr.) pada media Woody Plant Medium (WPM) terhadap
konsentrasi zat pengatur tumbuh BAP dalam menginduksi tunas.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan mulai dari Oktober – Desember 2022, bertempat di ruang Tissue
Culture, Laboratorium Terpadu Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang. Jenis penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan metode
eksperimenmenggunakan desain penelitian rancangan acak lengkap (RAL) dengan pola faktorial
tunggal. Konsentrasi hormon BAP yang diaplikasikan yaitu 2 ppm dan 2,5 ppm.

249| http://proceedings.radenfatah.ac.id/index.php/semnaspbio
Prosedur Penelitian
Seluruh alat yang akan digunakan disterilisasi menggunakan autoklaf dengan suhu 121°C
dan tekanan 1 atm selama 20 menit. Pembuatan media 500 ml diawali dengan menimbang
komponen media seperti gula pasir 15 g dan media WPM 1,205 g kemudian dilarutkan dalam 250
ml aquades. Setelah semua bahan larut, bagi larutan menjadi 2 bagian dalam erlenmeyer dan
tambahkan konsentrasi BAP sesuai dengan perlakuan (2 ppm dan 2,5 ppm). Ukur pH larutan media
yang telah dibuat (pH 5,8 – 6,5) dan jika sudah sesuai selanjutnya tambahkan aquades hingga
volumenya 250 ml pada masing-masing erlenmeyer. Tambahkan 2 g agar-agar pada setiap
erlenmeyer, kemudian panaskan menggunakan hot plate (sambil diaduk) sampai larutan agar-agar
larut. Dalam keadaan masih cair, bagilah media kedalam botol kultur (100 ml) kurang lebih 20 – 40
ml/botol. Selanjutnya beri label dengan keterangan sesuai perlakuan dan tutup rapat menggunakan
aluminium foil. Sterilkan media dalam autoklaf pada suhu 121°C, tekanan 1 atm selama 15 menit.
Setelah tekanan pada autoklaf menunjukkan angka 0, segera keluarkan media dari autoklaf. Simpan
media yang sudah steril di dalam ruang penyimpanan.
Sterilisasi eksplan tulang daun (penninervis)tanaman duku (Lansium domesticum Corr.)
dilakukan diluar dan di dalam LAF. Proses sterilisasi diluar LAFdilakukan secara kimiawi dengan
mencuci bersih eksplan menggunakan sunlight dan bilas dengan air mengalir (Sarianti et al., 2022).
Teteskan sedikit sunlight pada eksplan dan beri air hingga eksplan tenggelam, kemudian masukkan
eksplan sambil digojlok selama 5–10 menit dan bilas hingga busanya hilang. Sebelum melakukan
penanaman LAF menggunakan alkohol 70% dan UV selama 60 menit. Semua peralatan yangakan
digunakan dalam proses penanaman disemprot terlebih dahulu menggunakan alkohol 70%
kemudian dimasukkan kedalam LAF. Eksplan tulang daun duku yang telah disterilisasi di luar LAF
selanjutnya disterilisasi di dalam LAF dengan menggunakan clorox 10 ml. Masukkan clorox 10 ml
dalam gelas ukur kemudian tambahkan aquades hingga volume 100 ml dan digojlok selama 5
menit, lakukan pembilasan sebanyak 3 kali menggunakan aquades steril (Nurohkman et al., 2019).
Setelah pembilasan eksplan selesai, lakukan proses inokulasi (penanaman). Penanaman
dilakukan di dalam Laminar Air Flow (LAF), dengan memasukkan terlebih dahulu alkohol 95%
kedalam botol kultur steril, lalu nyalakan bunsen kemudian letakkan alat (scalpel, pinset, dan
gunting) ke dalam botol kultur berisi alkohol 95%. Siapkan gelas beaker sebagai alas cawan petri
dan letakkan di samping bunsen. Kemudian letakkan eksplan tulang daun (penninervis) ke dalam
cawan petri yang telah diberi alas kertas saring, potong tulang daun dengan ukuran ± 0,5 cm.
Selanjutnya tanamdalam media padatWPMyang ditambahkan hormon BAP dengan konsentrasi 2
ppm dan 2,5 ppm. Tutup botol kultur rapat-rapat menggunakan aluminium foil dan plastic wrap,
lalu beri label. Eksplan dipeliharaselama 28 hari dalam ruangan pertumbuhan dengan suhu 25°C
dalam keadaan terang yakni menggunakan lampu neon 20 watt secara terus menerus(Nurohkman et
al., 2018).

Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data dilakukan dengandokumentasi berupa gambar eksplan
menggunakan kamera handphonedan dokumentasi berupa pengamatan langsung setiap 1 minggu
sekali selama 4 minggu setelah penanaman (28 HST) dengan tujuan untukmengamati
perkembangan serta pertumbuhan eksplan saat sebelum dan sesudah perlakuan yang selanjutnya
akan dianalisis secara deksriptif kualitatif.

Teknik Analisis Data


Teknik analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan analisis deskriptif kualitatif.
Analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk mengamati kecepatan waktu tumbuh tunas eksplan
tulang daun (penninervis) duku (Lansium domesticum Corr.) berdasarkan pemberian dua macam
konsentrasi hormone Benzyl Amino Purine (BAP). Pengamatan dilakukan selama 4 minggu atau 28
HST dan hasil yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan gambar.

250| http://proceedings.radenfatah.ac.id/index.php/semnaspbio
HASIL DAN PEMBAHASAN

Parameter kecepatan waktu tumbuh tunas eksplan tulang daun duku diamati pada akhir
penelitian 28 HST. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pemberian hormon Benzyl Amino Purine
(BAP)dengan konsentrasi 2 ppm dan 2,5 ppm BAP tidakberpengaruh nyataterhadap waktu
munculnya tunas eksplan tulang daun duku yakni belum mampu menunjukkan adanya
pembentukan tunas (Tabel 1).

Tabel 1. Pengaruh pemberian BAP terhadap kecepatan waktu tumbuh tunas


Konsentrasi Kecepatan Waktu Tumbuh Tunas
BAP (ppm) 7 HST 14 HST 21 HST 28 HST
2 ppm − − − −
2,5 ppm − − − −

Keterangan :
+ : sudah tumbuh tunas
- : belum tumbuh tunas

Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 1. dapat diketahui bahwa kecepatan waktu
tumbuh tunas eksplan yang dikulturkan pada mediaWPM dengan penambahan 2 ppm BAP
(Gambar 1.b) dan 2,5 ppm BAP(Gambar 1.d) tidak menunjukkan pengaruh yang nyata, dimana
hingga minggu keempat (28 HST) belum ada pertumbuhan tunas pada eksplan.Hal tersebut diduga
karenahormon eksogen yang diberikan dalam media dan hormon endogen yang terkandung pada
eksplantidak seimbang sehingga tidak sesuai untukmemenuhi nutrisi yang dibutuhkan eksplan
dalam mendukung pembentukan tunas.

a b

c d

Gambar 1. Visualisasi Respon Eksplan Tulang Daun Duku(a) Konsentrasi 2 ppm BAP pada 0 HST (b)
Konsentrasi 2 ppm BAP pada 28 HST(c) Konsentrasi 2,5 ppm BAP pada 0 HST (d) Konsentrasi 2,5
ppm BAP pada 28 HST

Kecepatan waktu tumbuh tunasdipengaruhi oleh adanya zat pengatur tumbuh yang
diberikan. Pemberian sitokinin pada konsentrasi tertentu memiliki pengaruh terhadap waktu muncul
tunas, dimana fungsi dari sitokinin itu sendiri ialah sebagai zat pengatur tumbuh yang efisien dalam
merangsang pembentukan tunas (Fathurrrahman et al., 2012). Howell et al. (2003) menjelaskan
bahwa sitokinin dibutuhkan guna memicu perkembangan dan pertumbuhan tunas melalui efektivitas
pembelahan sel. Regulasi siklus sel dan jumlah siklus dimana sel membelah pada meristem dan
organ primordial (bakal organ) merupakan sasaran utama sitokinin. Pada golongan sitokinin, BAP
dikenal mampu memicu induksi tunaslebih baik dan efisien dibandingkan kinetin ataupun zeatin.
Akumulasi BAP ke dalam media kultur dapat menyebabkan perbedaan respon eksplan yang

251| http://proceedings.radenfatah.ac.id/index.php/semnaspbio
dikulturkan tergantung pada BAP tersebut berperan secara langsung ataupun melalui pengendalian
atas penumpukan dengan senyawa sitokinin endogen yang mungkin sudah ada pada eksplan yang
dikultur (Arigita et al., 2005).
Menurut Manurung (1985), tanaman mempunyai hormon endogen yang tersedia dalam
jumlah kecil, dimana hormon ini berperan dalam mengendalikan pertumbuhan tanaman. Adanya
pemberian hormon eksogen pada tanaman dapat menyebabkan perubahan hormon dalam tanaman
serta menimbulkan respon tertentu.Penelitian Yuniastuti et al. (2010) menjelaskan bahwa semakin
meningkat konsentrasi BAP yang diberikan maka waktu tumbuh tunas akan semakin lambat, yakni
pada perlakuan 4 ppm BAP waktu muncul tunasnya adalah 5,66 mst (minggu setelah tanam). Hasil
yang serupa didapatkan dalam penelitian Triatminingsih et al. (2003) menggunakan eksplan biji
duku utuh dengan pemberian zat pengatur tumbuh 1 ppm BAP menghasilkan waktu muncul tunas
tercepat, yaitu 2 minggu setelah inokulasi(penanaman). Adapun pada pemberian konsentrasi BAP
yang terlalu tinggi yaitu 3, 5, dan 7 mg/L tidak lagi memacu pembentukan tunas, namun
justrumenghambat pembentukan tunas. Hal ini terjadi dikarenakan zat pengatur tumbuh (ZPT)
dapat memicu pertumbuhan eksplan pada konsentrasi yang rendah, jika diberikan pada konsentrasi
tinggi akan menyebabkan kebalikan dari fungsinya, sebab hormon bekerja pada konsentrasi yang
sedikit dan paling optimal. Pada penelitian Sarianti dkk. (2022), pertumbuhan eksplan dengan
pemberian variasi hormon 2,4-D dan BAP pada induksi tunas terhadap eksplan daun (Folium) dan
ibu tangkai daun (Petiolus communis) duku (Lansium domesticum Corr.)menunjukkan adanya
respon, tetapi respon yang ditunjukkan belum memperlihatkan terbentuknya tunas pada eksplan.
Dalam penelitian lain yang dilakukan Irawati (2000), tunas tanaman Philodendron goeldii
mampu tumbuh pada eksplan yang dikultur tanpa penambahan hormon apapun. Hal tersebut
memperlihatkan bahwa eksplan yang tidak diberi zat pengatur tumbuh dari luar dapat memunculkan
tunas walaupun lebih lambat pada jenis tanaman tertentu. Selain itu, hal ini juga dapat terjadi sebab
dalam suatu organ dan jaringan tanaman terdapat hormon endogen yang dapat memberikan
pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan jaringan meski tanpa hormon eksogen.
Sitokinin efektif dalam merangsang kerja fisiologis pada tanaman tergantung dengan
konsentrasi dan jenis tanaman. Penggunaan konsentrasi BAP yang rendah pada eksplan duku
cenderung mempercepat pembentukan tunasdibandingkandengan penggunaan konsentrasi BAP
yang tinggi (Karla dan Bhatla, 2018). Menurut Yanti dan Isda(2021) penggunaan zat pengatur
tumbuh sitokinin dengan konsentrasi yang tinggi akan menghambat eksplan dalam membentuk
tunas, sehingga pertumbuhan tunas pada eksplan akan berkurang dan menghambat waktu muncul
tunas.Fithriyandini (2015) juga menyatakan bahwa pada sebagian tumbuhan, tunas dapat terbentuk
pada eksplan biji duku yang ditanam dalam media seperti MS dan WPM tanpa pemberian ZPT. Hal
ini dikarenakan tanaman tersebut mengandung hormon endogen yang mampu mempengaruhi
pertumbuhan jaringan meskipun tanpa adanya hormon eksogen yang ditambahkan.
Disamping itu, pembentukan tunas juga dapat dipengaruhi oleh faktor genetik pada tanaman
duku yang digunakan serta tingkat perkembangan embrio pada bagian tanaman yang digunakan
sebagai eksplan (Prihatini et al., 2010). Perbedaan respon yang timbul pada tanaman terjadi karena
setiap eksplan mempunyai kepekaan sel yang berbeda terhadap zat pengatur tumbuh yang
diberikan, serta mekanisme kerja yang tidak konstan dalam jaringan eksplan sehingga menghasilkan
respon yang tidak pasti (Santoso dan Nursandi, 2004).

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian kultur jaringan tentang kecepatan waktu tumbuh eksplan tulang
daun (penninervis) duku (Lansium domesticum Corr.)menggunakan hormon Benzyl Amino Purine
(BAP) dapat disimpulkan bahwa pemberian hormon Benzyl Amino Purine (BAP) dengan
konsentrasi 2 ppm dan 2,5 ppm BAP tidak berpengaruh nyata terhadap waktu munculnya tunas
eksplan tulang daun duku yakni belum mampu menunjukkan adanya pembentukan tunas. Tidak
terbentuknya tunas pada konsentrasi 2 ppm dan 2,5 ppm BAPdiduga karena ketidaksesuaian atau
252| http://proceedings.radenfatah.ac.id/index.php/semnaspbio
ketidakseimbangan hormon eksogen yang diberikan dan hormon endogen yang terkandung pada
eksplan. Oleh karena itu, pemberian zat pengatur tumbuh Benzyl Amino Purine(BAP) pada
pertumbuhan tunas eksplan tulang daun yang baik adalah dengan konsentrasi yang rendah.

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, I., Asnilawati, A., Yuniar, Y., Habisukan, U., & Nurokhman, A. (2019). Uji Aktivitas
Antibakteri Ekstrak Daun Sungkai (Peronema Canescens Jack) Terhadap Pertumbuhan
Bakteri Salmonella Typhi. In Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Biologi (Vol. 2, No.
1, Pp. 56-61).
Arigita, L. B., Fernandez, A. Gonzalez, R. S., and Tames. (2005). Effect of the application of
benzyladenine pulse on organogenesis, acclimatization, and endogenous, phytohormone
content in kiwi explants cultured under autothropic conditions. Plant Physiology and
Biochemistry,43: 161–167.
Desyana, F. I., dan Isda, M. N. (2020). Pengaruh Penambahan Benzyl Amino Purine (BAP)
Terhadap Induksi Tunas dari Eksplan Biji Drendan (Lansium domesticum var. aqueum
(Jack) Miq) Secara In Vitro. Jurnal Biologi Universitas Andalas, 8(2): 61–68.
Fathurrahman, Rormawati, T., Nasution, A.S. dan Gunawan,S. (2012). Multiplikasi Tunas Pucuk
Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) dengan Menggunakan Benzyl Amino Purine (BAP)
dan Naphtalene Acetic Acid (NAA) Secara In Vitro. Jurnal Agroteknologi 1(1): 1–12.
Fithriyandini, A., M. D. Maghfoer dan T. Wardiyati. (2015). Pengaruh Media Dasar dan 6-Benzyl
Amino Purine (BAP) Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Nodus Tangkai Bunga
Anggrek Bulan (Phalaenopsis amabilis) dalam Perbanyakan secara In Vitro. Jurnal
Produksi Tanaman 3(1): 43–39.
Gusniwati. (2001). Penggunaan Sekam Padi Sebagai Campuran Media Pada Pembibitan
Duku.Jurnal Agronomi, 2: 55–57.
Habisukan, U. H., & Nurokhman, A. (2020). Potensi Tanaman Lahan Gambut Sebagai Obat
Tradisional.
Habisukan, U. H., & Nurokhman, A. (2023). Eksplorasi Fungi Endofit Dari Tanaman Sambung
Nyawa (Gynura Procumbens (Lour.) Merr.). Jurnal Pro-Life, 10(1), 733-742.
Hamidi, H., Nurokhman, A., Riswanda, J., Habisukan, U. H., Ulfa, K., Yachya, A., & Maryani, S.
(2022). Identifikasi Jenis Tumbuhan Family Zingiberaceae Di Kebun Raya Sriwijaya
Kabupaten Ogan Ilir Provinsi Sumatera Selatan. Stigma: Jurnal Matematika Dan Ilmu
Pengetahuan Alam Unipa, 15(02), 60-66.
Hartanti, L.D., L. Maharani dan D.S. Sukamto. (2017). Perbandingan Kombinasi Konsentrasi ZPT
(BAP & NAA) Media WPM Terhadap Induksi Kalus Pada Eksplan Daun Muda Tanaman
Karet (Hevea brasiliensis Muell.Arg). Prosiding Seminar Nasional SIMBIOSIS II. 30
September 2017. IKIP PGRI Jember: 246–254.
Howell, S. H., S. Lall and P. Che. (2003). Cytokinin and Shoot Development. Trend Plant Sciences,
8: 453–459.
Imelda, M., Aida, W., dan Yuyu, S. P. (2008). Regenerasi Tunas dari Kultur Tangkai Daun Iles-iles
(Amorphophallus muelleri Blume). BIODIVERSITAS, 9(3): 173–176.
Irawati. (2000). Diferensiasi Berbagai Macam Eksplan pada Perbanyakan Philodendron goeldii
(Araceae) secara In Vitro. Berita Biologi 10(1): 69–74.
Irianto. (2012). Fenofisiologi Perkecambahan dan Pertumbuhan Bibit Duku (Lansium domesticum
Corr.). Jurnal Pertanian, 1(4): 23–31.
Juanda, D., dan Bambang, C. (2000). Budidaya dan Analisis Usaha Tani Manggis. Yogyakarta:
Kanisius.
Karla, G., and Bhatla, S. C. (2018). Cytokinins in Bhatla S.C and M.A. Lal (Eds). Plant
Physsiology, Development and Metabolism. Singapore: Springer Nature Singapore Ltd.

253| http://proceedings.radenfatah.ac.id/index.php/semnaspbio
Lestari, W., Jumari, J., & Ferniah, R. (2018). Identification and Cluster Analysis of Pitcher Plant
(Nepenthes spp.) from South Sumatera Indonesia. Biosaintifika: Journal of Biology &
Biology Education, 10(2), 245-251. doi:https://doi.org/10.15294/biosaintifika.v10i2.13968.
Manurung, S.O. (1985). Penggunaan Hormon dan Zat Pengatur Tumbuh pada Kedelai.Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian: Bogor.
Novaldi, A. L., Dewi, D. K., Ulpa, L. N., Apriyani, S., Hapida, Y., Habisukan, U. H., ... & Maretha,
D. E. (2018). Isolasi, Identifikasi Molekuler Fungi Endofit Serta Potensinya Sebagi Sumber
Bahan Baku. In Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Biologi (Vol. 1, No. 1, Pp. 6-15).
Nurohkman, A., Faizah, H., Sugiharto, Utami, E.S.W., and Manuhara, Y.S.W. (2019). Effect of
Plant Growth Regulator and Explant Types on In Vitro Callus Induction of Gynura
procumbens (Lour.) Merr. Research Journal of Biotechnology, 14(9): 102–107.
Nurokhman, A. (2018). Pengaruh Variasi Sukrosa Dan Frekuensi Perendaman Terhadap Biomassa
Dan Kadar Flavonoid Kultur Kalus Sambung Nyawa (Gynura Procumbens (Lour.) Merr.)
Dalam Bioreaktor Perendaman Sementara (Doctoral Dissertation, Universitas Airlangga).
Nurokhman, A., Faizah, H., Sugiharto, S., Utami, E. S. W., & Manuhara, Y. S. W. (2019). Effect
Of Plant Growth Regulator And Explant Types On In Vitro Callus Induction Of Gynura
Procumbens (Lour.) Merr. Research Journal Of Biotechnology, 14(9), 102-107.
Nurokhman, A., Tahani, N. A., Faizah, H., Utami, E. S. W. and Manuhara, Y. S. W. (2018).
Influence of Combination of Sucrose Concentration and Immersion Frequency on Biomass
and Flavonoid Production of Gynura procumbens (Lour.) Merr Callus Culture in Temporary
Immersion Bioreactor. Journal of Bioscience, 6(12): 748–754.
Prihatini, R., S. Yahya dan A. Purwito. (2010). Kultur Poliembrioni Biji Duku (Lansium
domesticum Corr.) pada Media MS dan WPM dengan Penambahan Air Kelapa. Jurnal
Saintek 11(1): 7–11.
Rana, S. D., Reza, P. D., Agung, P. A., dan Mayta, N. I. (2019). Respons Poliembrioni Dari Dari
Biji Duku (Lansium domesticum Corr.) yang Dibelah Tiga Secara In Vitro. Jurnal Biota.
4(2): 63–69.
Santoso, U. dan F. Nursandi. (2004). Kultur Jaringan Tanaman. Malang: Universitas
Muhammmadiyah Malang.
Sarianti, J., Zulaikha, S., Wulandari, M.A., Silva, S., Rizky, Z.N., Nurohkman, A., dan Yachya, A.
(2022). Pengaruh 2,4-Dichlorophenoxyacetic Acid (2,4-D) dan Benzyl Amino Purine
(BAP) Terhadap Induksi Tunas Dari Eksplan Folium dan Petiolus communis Tanaman
Duku (Lansium domesticum Corr.). Jurnal Stigma. 15(2): 52–59.
Supriatna, A., dan Suparwoto. (2009). Teknologi Pembibitan Duku dan Prospek Pengembangannya.
Jurnal Litbang Pertanian, 29(1): 19–24.
Susilawati, Munandar, dan Merida, J. D. (2016). Kajian Ragam Aksesi Duku (Lansium doemsticum
Corr.) di Kabupaten Musi Banyuasin Berdasarkan Karakter Morfologi, Anatomi, dan
Fisiologi. Jurnal Lahan Suboptimal, 5(1): 104–117.
Triatminingsih, R., Karsinah, H., Subakti, dan Fitrianingsih. (2003). Kultur In Vitro Biji Duku.
Jurnal Holtikultura, 13(2): 77–81.
Triyono, K. (2013). Keanekaragaman Hayati dalam Menunjang Ketahanan Pangan. Jurnal Inovasi
Pertanian, 11(1): 439.
Wardhani., Imaniah., Bazlina. (2022). Effect of BAP (Benzyl Amino Purine) and NAA (Napthtalen
Acetic Acid) on the Induction of Axillary Shoots in Sandalwood (Santalum album L.).
Journal of Science and Technological Education (META). 1(1): 24-30.
Wulandari, M.A., Silva, S., Rizky, Z.N., Sarianti, J. Zulaikha, S., Nurohkman, A., Yachya, A.,
Handayani, T., Syarifah.,dan Afriansyah, D. (2022). Pengaruh 2,4-Dichlorophenoxyacetic
Acid (2,4-D) dan Benzyl Amino Purine (BAP) Terhadap Induksi Kalus Dari Berbagai Jenis
Eksplan Tanaman Duku (Lansium domesticum Corr.). Jurnal Stigma. 15(1): 38–45.
Yanti, D., dan Isda, M. N. (2021). Induksi Tunas Dari Eksplan Nodus Jeruk Kasturi (Citrus
microcarpa Bunge.) Dengan Penambahan 6-Benzyl Amino Purine (BAP) Secara In Vitro.
Biospecies, 14(1): 53–58.
254| http://proceedings.radenfatah.ac.id/index.php/semnaspbio
Yuniastuti, E., Praswanto dan I. Harminingsih. (2010). Pengaruh Konsentrasi BAP Terhadap
Multiplikasi Tunas Anthurium (Anthurium andraeanum Linden) pada Beberapa Media
Dasar Secara In Vitro. Caraka Tani (1): 1–8.
Zulaikha, S., Sarianti, J., Wulandari, M. A., Silva, S., Rizky, Z. N., Nurokhman, A., & Yachya, A.
(2022). Pengaruh 2, 4-Dichlorophenoxyacetic Acid (2, 4-D) Dan Benzyl Amino Purine
(Bap) Terhadap Induksi Tunas Dari Eksplan Folium Dan Petiolus Communis Tanaman
Duku (Lansium Domesticum Corr.). Stigma: Jurnal Matematika Dan Ilmu Pengetahuan
Alam Unipa, 15(02), 52-59.

255| http://proceedings.radenfatah.ac.id/index.php/semnaspbio

You might also like