Professional Documents
Culture Documents
Anatomi
Histologi
Tuba uterina
Epitel Kolumner Simplek bersilia atau tidak
The secretory (luteal) phase of the menstrual cycle is initiated after the
ovulation of the mature follicle. The additional changes in the endometrium
are caused by the influence of both estrogen and progesterone that is
secreted by the functioning corpus luteum. As a result, the functionalis layer
(1) and basalis layer (2) of the endometrium become thicker owing to
increased glandular secretion (5) and edema in the lamina propria (6). The
epithelium of the uterine glands (5, 8) undergoes hypertrophy (enlarges) as a
result of increased accumulation of the secretory product (5, 8). The uterine
glands (5, 8) also become highly coiled (tortuous), and their lumina become
dilated with nutritive secretory material (5) rich in carbohydrates. The coiled
arteries (7) continue to extend into the upper portion of the endometrium
(functionalis layer) (1) and become prominent because of their thicker walls.
The alterations in the surface columnar epithelium (4), uterine glands (5), and
lamina propria (6) characterize the functionalis layer (1) of the endometrium
during the secretory or luteal phase of the menstrual cycle. The basalis layer
(2) exhibits minimal changes. Below the basalis layer is the myometrium (3)
with smooth muscle bundles (10), sectioned in both longitudinal and
transverse planes, and blood vessels (9)
Vagina
Anemia dibedakan berdasarkan ukuran sel darah merah menjadi: (1) anemia
mikrositik, (2) anemia normositik, dan (3) anemia makrositik. Hal ini dapat dibedakan
dengan melakukan pemeriksaan ukuran sel darah merah pada hitung eritrosit/RBC
indices ataupun melakukan tes morfologi sel darah merah dengan apusan darah
tepi. ADB termasuk dalam jenis anemia mikrositik. Bila ditemukan hasil pemeriksaan
makrositik, pikirkan kemungkinan diagnosis anemia lainya.
Bila ditemukan anemia mikrositik, kecurigaan terhadap ADB meningkat. Akan terapi,
anemia mikrositik juga bisa disebabkan karena penyebab lain, sehingga perlu untuk
dibedakan. Pemeriksaan seperti studi besi darah/iron studies, aspirasi sumsum
tulang, dsb. Diagnosis ADB dapat ditegakkan apabila ditemukan:
■ Serum besi/serum iron (SI) : Kadar besi dalam darah umumnya ditemukan
rendah pada ADB, namun hal ini sering kali kurang spesifik dan kurang baik
digunakan untuk mendiagnosis ADB, karena juga bisa muncul pada jenis
anemia lain. Pemeriksaan yang lebih spesifik adalah ferritin. Kadar besi
normal adalah 60 – 150 µg/dL. Pada ADB dapat ditemukan < 60 µg/dL dan <
40 µg/dL pada ADB berat.
■ Serum Ferritin : Nilai normal ferritin adalah 40 – 200 µg/dL. Kadar ferritin akan
menurun terlebih dahulu pada defisiensi besi (<40 µg/dL) meskipun tanpa
adanya anemia. Pada ADB kadar ferritin umumnya < 20 µg/dL.
■ TIBC : Kadar normal TIBC adalah 300 – 360 µg/dL. Pada ADB, TIBC
umumnya ditemukan meningkat sekitar 350 – 400 µg/dL dan > 410 µg/dL
pada ADB berat.Perlu diperhatikan bahwa penggunaan kontrasepsi oral dan
kehamilan dapat menurunkan kadar TIBC, sehingga pada pasien-pasien
tersebut TIBC dapat ditemukan lebih rendah.
4. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi terjadinya anemia
defisiensi besi
Patogenesis
kebutuhan zat besi naik → intake besi menurun → besi untuk sintesis Hb
turun → insufisiensi Hb membuat sintesis RBC di bone marrow turun →
anemia defisiensi besi
Patofisiologi
1. 1. Kadar besi tubuh menurun → menyebabkan
a. berefek pada CNS melalui mekanisme yg kompleks, trigger
iron-seeking behaviour → pica
b. besi yang berikatan dengan apoferitin berkurang → serum feritin
berkurang
c. iron scavenging protein meningkat → mencari zat besi yg tersedia →
peningkatan TIBC
d. penurunan ketebalan lapisan kolagen sklera → blue sclera
Terapi oral zat besi merupakan terapi yang efektif dan paling
terjangkau untuk ADB. Dosis rekomendasi asupan besi untuk ADB
adalah besi elemental 150 – 200 mg per hari. Sediaan yang ada antara
lain:
c. Transfusi darah