You are on page 1of 9

1.

Mahasiswa mampu menjelaskan tentang struktur (makroskopis dan


mikroskopis) dan organ terkait struktur utama dan fungsi organ yang
dibahas dimulai dari anatomi dan bentuk tulang panggul, organ genitalia
internal (contoh: uterus, ovarium, serviks) organ genitalia eksternal
contoh (vagina, perineum) serta vaskularisasi dan inervasi organ terkait

Anatomi

Histologi
Tuba uterina
Epitel Kolumner Simplek bersilia atau tidak

Uterus Fase Proliferasi


Epitel Kolumner Simpleks
Uterus Fase Luteal

The secretory (luteal) phase of the menstrual cycle is initiated after the
ovulation of the mature follicle. The additional changes in the endometrium
are caused by the influence of both estrogen and progesterone that is
secreted by the functioning corpus luteum. As a result, the functionalis layer
(1) and basalis layer (2) of the endometrium become thicker owing to
increased glandular secretion (5) and edema in the lamina propria (6). The
epithelium of the uterine glands (5, 8) undergoes hypertrophy (enlarges) as a
result of increased accumulation of the secretory product (5, 8). The uterine
glands (5, 8) also become highly coiled (tortuous), and their lumina become
dilated with nutritive secretory material (5) rich in carbohydrates. The coiled
arteries (7) continue to extend into the upper portion of the endometrium
(functionalis layer) (1) and become prominent because of their thicker walls.
The alterations in the surface columnar epithelium (4), uterine glands (5), and
lamina propria (6) characterize the functionalis layer (1) of the endometrium
during the secretory or luteal phase of the menstrual cycle. The basalis layer
(2) exhibits minimal changes. Below the basalis layer is the myometrium (3)
with smooth muscle bundles (10), sectioned in both longitudinal and
transverse planes, and blood vessels (9)
Vagina

This higher-magnification photomicrograph illustrates the vaginal epithelium


and the underlying connective tissue. The surface epithelium is stratified
squamous nonkeratinized (1). Most of the superficial cells in vaginal
epithelium appear empty owing to increased accumulation of glycogen in their
cytoplasm. During histologic preparation of the organ, the glycogen was
extracted by chemicals. The lamina propria (2) contains dense, irregular
connective tissue. The lamina propria lacks glands but contains numerous
blood vessels (4) and lymphocytes (3)

2. Mahasiswa memahami klasifikasi anemia dalam kehamilan


3. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa anemia defisiensi besi
Diagnosis anemia defisiensi besi (ADB) ditegakkan dari pemeriksaan
laboratorium dengan menentukan kadar Hb, menentukan jenis anemia, dan
menentukan kadar besi dalam darah. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
baik dapat membantu mencari gejala penyerta dan komplikasi dari ADB.

Kriteria dan Alur Diagnosis

Diagnosis anemia defisiensi besi (ADB) dibuat dengan cara:

Menegakkan Diagnosis Anemia

Diagnosis anemia ditegakkan dengan melakukan pengukuran kadar Hb dalam


darah. Berdasarkan WHO, anemia didefinisikan sebagai:

■ Laki-laki > 15 tahun : Hb < 13.0 g/dL


■ Wanita tidak hamil > 15 tahun : Hb < 12.0 g/dL
■ Wanita hamil : Hb < 11.0 g/dL
■ Anak 12 – 14 tahun : Hb < 12.0 g/dL
■ Anak 5 – 11 tahun : Hb < 11.5 g/dL
■ Anak 6 – 59 bulan : Hb < 11 g/dL

Menentukan Tipe Anemia

Anemia dibedakan berdasarkan ukuran sel darah merah menjadi: (1) anemia
mikrositik, (2) anemia normositik, dan (3) anemia makrositik. Hal ini dapat dibedakan
dengan melakukan pemeriksaan ukuran sel darah merah pada hitung eritrosit/RBC
indices ataupun melakukan tes morfologi sel darah merah dengan apusan darah
tepi. ADB termasuk dalam jenis anemia mikrositik. Bila ditemukan hasil pemeriksaan
makrositik, pikirkan kemungkinan diagnosis anemia lainya.

Menentukan Penyebab Anemia

Bila ditemukan anemia mikrositik, kecurigaan terhadap ADB meningkat. Akan terapi,
anemia mikrositik juga bisa disebabkan karena penyebab lain, sehingga perlu untuk
dibedakan. Pemeriksaan seperti studi besi darah/iron studies, aspirasi sumsum
tulang, dsb. Diagnosis ADB dapat ditegakkan apabila ditemukan:

■ Serum ferritin rendah


■ Serum transferrin/TIBC meningkat
■ Serum besi/serum iron rendah

Menentukan Penyebab ADB

Setelah diagnosis ADB ditegakkan, pemeriksaan harus dilanjutkan untuk mencari


penyebab dari ADB. Salah satu penyebab yang paling sering adalah perdarahan,
resiko perdarahan meningkat pada:
■ Mean Corpuscular Volume (MCV) : Dilakukan untuk mengukur volume/ukuran
sel darah. Nilai normal MCV adalah 80-100 fL (normositik). Nilai MCV < 80 fL
menunjukkan adanya sel darah mikrositik, sedangnkan MCV > 100 fL
menunjukkan sel darah makrositik. Pada ADB, sel darah akan ditemukan
mikrositik dan terkadang normositik.

Studi Besi Darah

Kadar besi dalam darah yang dinilai adalah :

■ Serum besi/serum iron (SI) : Kadar besi dalam darah umumnya ditemukan
rendah pada ADB, namun hal ini sering kali kurang spesifik dan kurang baik
digunakan untuk mendiagnosis ADB, karena juga bisa muncul pada jenis
anemia lain. Pemeriksaan yang lebih spesifik adalah ferritin. Kadar besi
normal adalah 60 – 150 µg/dL. Pada ADB dapat ditemukan < 60 µg/dL dan <
40 µg/dL pada ADB berat.
■ Serum Ferritin : Nilai normal ferritin adalah 40 – 200 µg/dL. Kadar ferritin akan
menurun terlebih dahulu pada defisiensi besi (<40 µg/dL) meskipun tanpa
adanya anemia. Pada ADB kadar ferritin umumnya < 20 µg/dL.
■ TIBC : Kadar normal TIBC adalah 300 – 360 µg/dL. Pada ADB, TIBC
umumnya ditemukan meningkat sekitar 350 – 400 µg/dL dan > 410 µg/dL
pada ADB berat.Perlu diperhatikan bahwa penggunaan kontrasepsi oral dan
kehamilan dapat menurunkan kadar TIBC, sehingga pada pasien-pasien
tersebut TIBC dapat ditemukan lebih rendah.
4. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi terjadinya anemia
defisiensi besi
Patogenesis
kebutuhan zat besi naik → intake besi menurun → besi untuk sintesis Hb
turun → insufisiensi Hb membuat sintesis RBC di bone marrow turun →
anemia defisiensi besi
Patofisiologi
1. 1. Kadar besi tubuh menurun → menyebabkan
a. berefek pada CNS melalui mekanisme yg kompleks, trigger
iron-seeking behaviour → pica
b. besi yang berikatan dengan apoferitin berkurang → serum feritin
berkurang
c. iron scavenging protein meningkat → mencari zat besi yg tersedia →
peningkatan TIBC
d. penurunan ketebalan lapisan kolagen sklera → blue sclera

2. Tidak cukup besi untuk sintesis hb → hb sedikit → penurunan hb di


RBC → penurunan volume hb di sitoplasma dan pewarnaan oleh Hb
terhadap sitoplasma berkurang → MCV turun dan hipokromia
3. Insufisiensi Hb → penurunan sintesis RBC di sumsum tulang
→penurunan RBC dari sumsum tulang ke darah perifer →
hematokritturun
4. ADB → menyebabkan
a. penurunan RBC dan penurunan warna merah darah → pucat
(konjungtiva, telapak tangan, bibir, dan sekitar kuku)
b. penurunan hb → transpor O2 ke jaringan turun → fungsi metabolik
turun → lelah, intoleransi olahraga
c. untuk meningkatkan O2 ke jaringan → tubuh berkompensasi →
meningkatkan pompa jantung → HR naik → takikardi
d. besi yang digunakan beberapa enzim, terkhusus untuk produksi
sitokrom berkurang → kuku sendok, angular stomatitis

5. Mahasiswa memahami tatalaksana anemia defisiensi besi


a. Modifikasi Diet

Defisiensi besi sering kali terjadi karena kurangnya asupan besi.


Modifikasi diet dapat membantu untuk mencegah rekurensi ADB dan
dapat diterapkan bersamaan dengan terapi besi. Makanan seperti roti,
teh, atau susu sering kali menghambat penyerapan besi. Pasien
dengan pica juga harus dilakukan edukasi dan konseling untuk
modifikasi diet.

b. Terapi Besi Oral

Terapi oral zat besi merupakan terapi yang efektif dan paling
terjangkau untuk ADB. Dosis rekomendasi asupan besi untuk ADB
adalah besi elemental 150 – 200 mg per hari. Sediaan yang ada antara
lain:

■ Besi elemental (garam besi) : Dapat diberikan dengan dosis 50-65 mg


sebanyak 3-4 kali sehari pada dewasa. Pada anak dapat diberikan 3
mg/kgBB sebelum makan atau 5 mg/kgBB setelah makan. Tablet besi harus
disimpan dengan baik agar jauh dari jangkauan anak-anak, karena satu tablet
dewasa dapat mengakibatkan kematian pada anak.
■ Sulfas ferrosus : Sulfas ferrosus merupakan terapi pilihan pada ADB.
Diberikan 3x sehari dengan tablet 325 mg yang mengandung 65 mg besi
elemental. Pemberian sulfas ferrosus harus dilanjutkan sampai 2 bulan
setelah koreksi Hb untuk membuat persediaan besi normal kembali.
■ Ferrous fumarat : Dapat diberikan 2–3 kali sehari. Setiap tablet ferrous
fumarat mengandung 106 mg besi elemental.
■ Ferrous glukonat : Dapat diberikan 3 kali sehari. Setiap tablet ferrous glukonat
mengandung 28–36 mg besi elemental

Konsumsi zat besi oral sebaiknya dilakukan sebelum makan untuk


penyerapan yang lebih baik dan diminum dengan jus jeruk. Penambahan
vitamin C 500 Unit atau 100 gram sekali sehari dapat membantu penyerapan
besi.

c. Transfusi darah

Transfusi darah diindikasikan pada pasien dengan Hb < 6-8 g/dL,


terutama pada pada ibu hamil dengan gawat janin atau gawat ibu,
hemodinamik tidak stabil, perdarahan aktif, iskemia organ karena ADB
berat. Transfusi dilakukan dengan packed red cell 300 ml 2 unit.
Pasien yang memerlukan transfusi harus dirujuk

You might also like