Professional Documents
Culture Documents
Ringkasan Bab 1-4
Ringkasan Bab 1-4
A. Bentuk
Sepanjang yang dapat diamati, ada tiga bentuk sastra Melayu Riau yang paling dominan
sehingga ditemui pada semua kabupaten/ kota di Riau yakni: 1) mantra, 2) pantun, dan 3) syair.
Untuk itu baca dan simaklah contoh-contoh mantra, pantun, dan syair di bawah ini:
1. Mantra
Mantra diyakini sebagai ucapan yang memiliki daya magis. Digunakan sebagai
pelangkah, penjaga diri, penjaga harta benda, penyampai maksud, permohonan atau
pengharapan, untuk permainan rakyat termasuk olahraga. Istilah mantra merupakan sebutan
yang paling umum dipakai. Sebutan lain dari istilah ini adalah serapah, jampi, tawar, tangkal,
cuca, dan oja.
2. Pantun
Pantun merupakan bentuk puisi yang tertua dalam tradisi budaya Melayu, selain
mantra. Dalam genre puisi, pantun tergolong sebagai puisi terikat yang mempunyai peraturan
dan struktur tertentu. Pada umumnya bait-bait pantun terdiri atas empat baris. Bunyi, akhir
dari keempat baris kalimat yang membentuk pantun mengikuti pola persajakan yang disebut
a-b-a-b. Dua baris pertama berfungsi sebagai sampiran, sedangkan dua baris berikutnya
merupakan isi.
3. Syair
Syair merupakan puisi Melayu yang tersusun dari empat baris kalimat bersajak a-a-a-a.
Biasanya dinyanyikan dengan irama khas, berisikan hikayat, cerita, dan nasihat-nasihat untuk
kebaikan akhlak dan budi pekerti serta pelajaran-pelajaran agama. Beberapa syair yang
terkenal misalnya Syair Ikan Terubuk dan Syair Siti Subaidah.
B. Dari Puncak
Sutardji Calzoum Bachri, sastrawan terkemuka Indonesia yang juga adalah anak jati Riau,
mengatakan bahwa membicarakan sastra Riau saat ini adalah membicarakan sesuatu dari puncak
Sebab, bahasa yang digunakan Balai Pustaka yakni bahasa Melayu Riau sebagai medium sastra
telah dengan gemilang terpatrikan dalam begitu banyak karya antara lain Hikayat Hang Tuah dan
Gurindam Duabelas. Dua karya ini disebut karena Hikayat Hang Tuah disebut sebagai karya prosa
Melayu yang sampai tahun 80-an belum ada tolok bandingnya. Sedangkan Gurindam Duabelas
karya Raja Ali Haji merupakan lompatan kreatif pada saat orang sedang mabuk dalam syair dan
pantun yang telah begitu lama membumi.
Dalam "perayaan" sastra Indonesia yang semua pakar sepakat menyatakannya baru
bangkit dengan istilah keberadaan Angkatan Balai Pustaka dan Pujangga Baru, menjulang seorang
nama yakni Soeman Hs. Dari kota terpencil dalam peta Indonesia yang belum merdeka, Soeman
mampu mendobrak sastra di Hindia Belanda ini dengan berbagai kepeloporan. Sejarah mencatat
sebagaimana yang diakui oleh Sutan Takdir Alisjahbana, bagaimana bahasa Melayu dari tangan
Soeman Hs mengalir dan meliuk, memberi warna tersendiri dalam bahasa Indonesia yang baru
dikumandangkan. Dalam segi bentuk, Soeman Hs, memelopori penulisan roman ditektif dan
cerita pendek.
Bab 3
Tunjuk Ajar Jati Diri Pergaulan di Luar Masyarakat Melayu
A. Penamaan Melayu
Secara etimologi, penamaan Melayu berasal dari kata mula dan yu yang berarti negeri.
Negeri yang mula-mula dihuni orang Melayu pada zaman purba telah mempunyai peradaban yang
tinggi. Semua istilah dan perkataan, tersebut dapat disimpulkan bahwa melayu diartikan sebagai
suatu negeri yang mula-mula didiami, dan dilalui oleh sungai, yang diberi pula nama sungai Melayu.
1. Pakaian Diri
Tenas Effendy, menyebut pakaian diri dengan nilai-nilai luhur yang diamalkan untuk
manusia yang sempurna lahiriah dan batiniah, yang dapat diwujudkan dalam Sifat yang Duapuluh
Lima atau Pakaian yang Duapuluh Lima. Hakikat pakain diri pada dasarnya adalah menyeimbangkan
kehidupan kekinian dengan akhirat berdasarkan nilai-nilai asas yang berlaku di tengah masyarakat.
Berikut jabaran 5 pakaian diri dari Pakaian yang Duapuluh Lima.
a) Sifat Tahu Asal Mula Jadi, Tahu Berpegang pada Yang Satu
Sifat ini mencerminkan suatu kesadaran bahwa manusia adalah makhluk ciptaan
Allah Swt. kesadaran sebagai hamba Allah Swt., mendorong untuk selalu mengingat
penciptanya. Bertakwa, mematuhi semua perintah dan larangannya, serta berusaha untuk
selalu meningkatkan keimanan dan ketakwaan.
b) Sifat Tahu Membalas Budi
Sifat ini dapat mendorong untuk berbuat baik kepada kaum kerabat, sahabat, jiran
tetangga, masyarakat, bangsa dan negara.
c) Sifat Tahu Diri
Menerapkan sifat tahu diri, akan menghantarkan seseorang untuk tahu alur dengan
patutnya, tahu menempatkan dirinya pada tempat yang layak, tahu membawa dirinya di
dalam pergaulan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, tahu memahami hak dan
kewajiban, tahu menjalankan tugas yang dibebankan dan sebagainya.
d) Sifat Menang dalam Kalah
Sifat ini menggambarkan bahwa orang Melayu memiliki kerendahan hati dan dan
tenggang rasa. Piawai dalam bersiasat, mahir dalam menyusun strategi, sabar dan teliti dalam
mencari peluang, unggul dalam berunding, berhemat cermat dalam mengambil keputusan,
teliti dalam mengambil kebijakan, berdada lapang dan berpandangan luas dalam
menyelesaikan masalah, dan memandang sesuatu dengan hati nurani yang jernih.
e) Sifat tahu akan malu
Sifat ini akan membuat seseorang untuk tahu menjaga aib dan malu, tahu mengawal
tuah dan marwah, tahu memelihara nama baik diri dan keluarga, dan berpantang
memalukan atau dipermalukan orang lain. Rasa malu merupakan akhlak yang paling tinggi
yang harus dimiliki setiap insan manusia. Jika rasa malu telah lenyap dari diri seseorang,
maka harga dirinya juga akan hilang.
2. Adab
Adab merupakan tingkah laku serta tutur kata yang halus atau sopan untuk menunjukkan
rasa hormat, kerendahan hati, penyerahan diri, dan menjadi cermin kemuliaan orang yang
menyandangnya.
Adat menjadi tata aturan yang harus dipakai orang Melayu dimana pun berada. Di dalam
ungkapan adat disebutkan, di mana ranting dipatah di situ air diciduk, di mana bumi dipijak, di
situlah langit dijunjung. Penjelasan pepatah ini adalah apabila seseorang mencari penghidupan
dan bekerja di negeri orang, hendaklah ikut membangun negeri tersebut, dan menghormati adat
istiadat yang berlaku. Anak dagang tidak diperbolehkan seperti dalam pepatah, hidup bagai
bayam bertabur yang berarti hidup sesuka hati saja tanpa menghormati orang lain, dan menjadi
pantangan pada suatu negeri untuk membuat rumah dalam rumah, yang berarti mendirikan adat
yang dibawa dari luar ke dalam adat yang berlaku di suatu daerah. Sifat ini akan menyebabkan
berbangga diri terhadap kebesaran adat sendiri dan bersaing dengan adat masyarakat setempat.
Apabila seorang anak hendak pergi merantau, misalnya bekerja atau menuntut ilmu ke
negeri orang, orang tua selalu memberi nasihat yang disebut pesan langkah atau petuah
melangkah Dalam Tunjuk Ajar Melayu dijelaskan sebagai berikut.
Pakai olehmu adat merantau
Di mana bumi dipijak Di sana langit dijunjung
Di mana air disauk
Di sana adat patuh
Di mana nasi dimakan,
Di sana adatnya dimuliakan