You are on page 1of 23

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN PANGAN

Acara 4. Pengaruh Bahan Pengemas terhadap Kualitas Produk Segar

Disusun oleh:
Nama : Ratu Sabrina Biantari Alika
NIM : 4444210027
Kelas : 5C

Asisten:
Reysma Natha Maheswari

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2023

1
ABSTRACT

Vegetables have perishable properties, so they are preferred for consumption


purposes in fresh conditions. The damage that occurs to vegetables is caused
because the harvested part is still carrying out the metabolic process by using the
food reserves contained in the vegetable. Factors that cause decreased quality and
shrinkage of vegetable harvest include decreased moisture content, mechanical
damage, evaporation, microbial development and sensitivity to ethylene. Packaging
of fruits and vegetables is a storage method where putting fruits into a container
that matches the commodity with the aim of protecting the commodity from damage
in the form of mechanical, physiological, chemical and biological damage. In this
practicum, fresh vegetable storage is carried out, namely, kale with plastic
treatment PP without ventilation, PP with ventilation, HDPE without ventilation,
HDPE with ventilation, PE without ventilation, PE with ventilation, control, and
plastic wrap. From observations, vegetables are produced that experience an
increase and decrease in weight starting from the beginning of storage to the end
of storage. The kale with the most stable appearance and weight is treated with a
plastic wrap packaging with low temperature. It is known that plastic wrap has a
high permeability making it suitable for packaging fresh products. In addition,
storage at low temperatures can inhibit the rate of respiration of fresh vegetables.

Keywords: HDPE Plastic, PP Plastic, PE Plastic, Wrap Plastic, Vegetable

ABSTRAK

Sayuran memiliki sifat perishable, sehingga lebih diutamakan untuk tujuan


konsumsi dalam kondisi segar. Kerusakan yang terjadi pada sayuran disebabkan
karena bagian yang telah dipanen tersebut masih melakukan proses metabolisme
dengan menggunakan cadangan makanan yang terdapat dalam sayuran tersebut.
Faktor-faktor yang menyebabkan turunnya kualitas dan susut panen sayuran
diantaranya adalah turunnya kadar air, kerusakan mekanis, penguapan,
berkembangnya mikroba dan sensitivitas terhadap etilen. Pengemasan pada buah
dan sayur merupakan metode penyimpanan dimana meletakkan buah-buahan ke
dalam suatu wadah yang cocok dengan komoditi tersebut dengan tujuan untuk
melindungi komoditi dari kerusakan berupa kerusakan mekanis, fisiologis, kimiawi
dan biologis. Pada praktikum ini dilakukan penyimpanan sayur segar yaitu,
kangkung dengan perlakuan plastik PP tanpa ventilasi, PP dengan ventilasi, HDPE
tanpa ventilasi, HDPE dengan ventilasi, PE tanpa ventilasi, PE dengan ventilasi,
kontrol, dan plastik wrap. Dari pengamatan dihasilkan sayur yang mengalami
kenaikan serta penurunan bobot dimulai dari awal penyimpanan sampai dengan
akhir penyimpanan. Kangkung dengan penampakan dan bobot paling stabil yaitu,
dengan perlakuan pengemas plastik wrap dengan suhu rendah. Diketahui bahwa
plastik wrap memiliki permeabilitas yang tinggi sehingga sesuai untuk mengemas
produk segar. Selain itu, penyimpanan pada suhu rendah dapat menghambat laju
respirasi sayur segar.

Kata kunci: Plastik HDPE, Plastik PE, Plastik PP, Plastik wrap, Sayur

1
PENDAHULUAN
Dalam kehidupan pangan merupakan kebutuhan primer manusia. Produk
pangan mengalami perkembangan dari segi pengolahan, pengawetan, pengemasan,
serta proses pendistribusiannya. Hal ini memungkinkan suatu produk pangan dapat
dijangkau walaupun berasal dari tempat yang jauh (Sudibyo dan Hutajulu, 2013).
Kebanyakan produk pangan yang ada di pasaran telah dikemas sedemikian rupa
sehingga mempermudah konsumen untuk mengenali serta membawanya. Secara
umum kemasan pangan merupakan bahan yang digunakan untuk mewadahi atau
membungkus pangan baik yang besentuhan langsung maupun tidak langsung
dengan pangan. Selain untuk mewadahi atau membungkus pangan, kemasan
pangan juga mempunyai berbagai fungsi lain diantaranya untuk menjaga pangan
tetap bersih serta mencegah terjadinya kontaminasi organism, menjaga pangan dari
kerusakan fisik, menjaga produk dari kerusakan kimiawi, mempermudah
pengangkutan dan distribusi (Ningrum, 2015).
Pengemasan adalah pembungkusan bahan ataupun produk pangan yang
dilakukan untuk mengawetkan makanan. Pengemasan bertujuan untuk
memperpanjang umur simpan. Kerusakan pada bahan yang dikemas dapat dicegah
dengan penggunaan kemasan. Perkembangan zaman menyebabkan perubahan pada
kemasan baik dari segi jenis maupun desainnya. Regulasi mengenai kemasan perlu
ditinjau dari segi keamanan bahan kemasan pangan yang bersangkutan dengan sifat
toksiknya terutama yang bersifat kronis (Nugraheni, 2018).
Masyarakat Indonesia mengonsumsi sayuran (97,29%) dengan rata-rata
konsumsi perorang perminggu sebanyak 0,092 kg (BPS, 2017). Bagian tanaman
yang dikonsumsi berupa daun atau buah. Sayuran daun berupa bayam, kangkung,
sawi, pakchoy dan lainnya. Sayuran jenis buah seperti terung, cabai, wortel,
paprika, dan lainnya (Juhaeti dan Peni, 2016). Jenis sayur-sayuran baik sayur daun
maupun buah tersebut mempunyai daya tahan yang berbeda-beda setelah panen
(Yuarini et al., 2015). Sifat dari sayuran yakni mudah rusak, sehingga lebih
diutamakan untuk tujuan konsumsi dalam kondisi segar. Kerusakan yang terjadi
pada sayuran disebabkan karena bagian yang telah dipanen tersebut masih
melakukan proses metabolisme dengan menggunakan cadangan makanan yang
terdapat dalam sayuran tersebut. Faktor-faktor yang menyebabkan turunnya

2
kualitas dan susut panen sayuran diantaranya adalah turunnya kadar air, kerusakan
mekanis, penguapan, berkembangnya mikroba dan sensitivitas terhadap etilen.
Kerusakan juga dapat terjadi secara alamiah setelah dipanen akibat aktivitas
berbagai jenis enzim yang menyebabkan penurunan nilai ekonomi dan gizi.
Kerusakan hortikultura dapat lebih cepat bila penanganan selama panen atau
sesudah panen kurang baik. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya untuk
mempertahankkan kualitas produk dengan melakukan penangan pasca pananen
pada sayuran (Arista, 2021).

Gambar 1. Sayuran layu


(Sumber: https://shorturl.at/cBDPT)
Pengemasan pada buah dan sayur merupakan metode penyimpanan dimana
meletakkan buah-buahan ke dalam suatu wadah yang cocok dengan komoditi
tersebut dengan tujuan untuk melindungi komoditi dari kerusakan berupa
kerusakan mekanis, fisiologis, kimiawi dan biologis. Kemasan jenis plastikk sering
digunakan sebagai bahan pengemas karena mempunyai banyak keunggulan jika
dibandingkan dengan jenis pengemas lainnya. Plastik mempunyai sifat yang ringan,
transparan, kuat, termoplatis dan selektif serta memiliki sifat permeabilitas terhadap
uap air, O2 dan CO2. Dengan adanya sifat permeabilitas ini menjadikan plastik
mampu berperan sebagai pengatur kelembaban yang berasal dari ruang
penyimpanan (Saidi et al., 2021).
Laju respirasi merupakan petunjuk yang baik untuk daya simpan buah dan
sayuran sesudah dipanen. Intensitas respirasi dianggap sebagai ukuran laju jalannya
metabolisme, dan oleh karena itu sering dianggap sebagai petunjuk mengenai
potensi daya simpan buah dan sayuran. Laju respirasi yang tinggi biasanya disertai
oleh umur simpan yang pendek. Hal itu juga merupakan petunjuk laju kemunduran
mutu dan nilainya sebagai bahan makanan. Faktor yang sangat penting yang
mempengaruhi respirasi dilihat dari segi penyimpanan adalah suhu. Peningkatan

3
suhu antara 0℃ – 35℃ akan meningkatkan laju respirasi buah- buahan dan sayuran,
yang memberi petunjuk bahwa baik proses biologi maupun proses kimiawi
dipengaruhi oleh suhu. Sampai sekarang pendinginan merupakan satu-satunya cara
ekonomis untuk penyimpanan jangka panjang bagi buah dan sayuran segar. Asas
dasar penyimpanan dingin adalah penghambatan respirasi oleh suhu tersebut
(Safaryani, 2017)
Penggunaan plastik sebagai pengemas pangan terutama karena keunggulannya
dalam hal bentuknya fleksibel sehingga mudah mengikuti bahan pangan yang
dikemas, berbobot ringan, tidak mudah pecah, bersifat transparan atau tembus
pandang, mudah diberi label dan dibuat dalam aneka warna, dapat diproduksi secara
masal, harga relative murah dan terdapat berbagai jenis pilihan bahan dasar plastik
(Nurcahyo, 2018). Penggunaan plastik sebagai pengemas sayuran perlu diteliti
untuk mengetahui jenis plastik yang paling sesuai untuk mengemas sayuran. Oleh
karena itu, dilakukanlah praktikum ini. Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu,
untuk mengetahui pengaruh bahan pengemas terhadap kualitas produk segar dan
olahan.

METODOLOGI PENELITIAN
Alat
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini sebagai berikut:
1. Regfrigerator
2. Tray
3. Gunting
4. Timbangan analitik

Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini sebagai berikut:
1. Platik PP
2. Plastik PE
3. Plastik HDPE
4. Plastik wrap
5. Sayur kangkung

4
Cara Kerja
Adapun cara kerja dari praktikum ini sebagai berikut.

Sayur segar

Dipetik lalu dibuang bagian


akarnya

Dicuci bersih dan dikering


anginkan

Disiapkan dengan perlakuan


Plastik PP, PE, * tanpa lubang, dengan lubang
HDPE, dan (sebanyak 6 buah lubang), dan
wrap kontrol (tanpa dikemas)

Ditimbang sayur segar


* menggunakan timbangan digital

Dimasukkan kedalam masing-


masing plastik pengemas

Diletakkan pada suhu ruang dan


suhu dingin didalam regfrigerator

Diamati perubahan yang terjadi


selama tiga hari
*
Gambar 2. Diagram alir pengaruh bahan pengemas terhadap kualitas produk segar

5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Tabel 1. Perubahan Warna pada Sampel
Suhu
Jenis Plastik H0 H1 H2
Penyimpanan
Tanpa Ventilasi +++++ ++++ ++
PP Dengan
+++++ ++++ +++
Ventilasi
Tanpa Ventilasi +++++ ++++ ++
PE Dengan
Suhu Rendah +++++ +++ +
Ventilasi
(4°C)
Tanpa Ventilasi +++++ ++++ +++
HDPE Dengan
+++++ ++++ ++
Ventilasi
Wrapper +++++ +++++ ++++
Kontrol +++++ +++ +
Tanpa Ventilasi +++++ +++ +++
PP Dengan
+++++ ++++ +++
Ventilasi
Tanpa Ventilasi +++++ ++++ +++
PE Dengan
+++++ ++++ +++
Suhu Ruang Ventilasi
Tanpa Ventilasi +++++ ++ ++
HDPE Dengan
+++++ +++++ +++
Ventilasi
Wrapper +++++ ++++ +++
Kontrol +++++ ++ +

6
Tabel 2. Perubahan Aroma pada Sampel
Suhu
Jenis Plastik H0 H1 H2
Penyimpanan
Tanpa
+++++ ++++ +++
Ventilasi
PP
Dengan
+++++ ++++ ++++
Ventilasi
Tanpa
+++++ ++++ +++
Ventilasi
PE
Suhu Rendah Dengan
+++++ ++++ +++
(4°C) Ventilasi
Tanpa
+++++ ++++ +++
Ventilasi
HDPE
Dengan
+++++ +++ +++
Ventilasi
Wrapper +++++ ++++ +++
Kontrol +++++ +++ +
Tanpa
+++++ +++++ ++
Ventilasi
PP
Dengan
+++++ +++++ ++++
Ventilasi
Tanpa
+++++ +++++ ++
Ventilasi
PE
Dengan
Suhu Ruang +++++ +++++ +++
Ventilasi
Tanpa
+++++ +++++ +++
Ventilasi
HDPE
Dengan
+++++ ++++ +++
Ventilasi
Wrapper +++++ ++++ +++
Kontrol +++++ ++ +

7
Tabel 3. Perubahan Penampakan pada Sampel
Suhu
Jenis Plastik H0 H1 H2
Penyimpanan
Tanpa
+++++ +++ ++
Ventilasi
PP
Dengan
+++++ +++ ++
Ventilasi
Tanpa
+++++ +++ ++
Ventilasi
PE
Suhu Rendah Dengan
+++++ +++ +
(4°C) Ventilasi
Tanpa
+++++ ++++ +++
Ventilasi
HDPE
Dengan
+++++ ++++ ++
Ventilasi
Wrapper +++++ ++++ ++
Kontrol +++++ ++ +
Tanpa
+++++ +++ +++
Ventilasi
PP
Dengan
+++++ ++++ +++
Ventilasi
Tanpa
+++++ +++ ++
Ventilasi
PE
Dengan
Suhu Ruang +++++ ++++ ++
Ventilasi
Tanpa
+++++ +++ +++
Ventilasi
HDPE
Dengan
+++++ +++ ++
Ventilasi
Wrapper +++++ +++ ++
Kontrol +++++ ++ +

8
Tabel 4. Perubahan Tekstur pada Sampel
Suhu
Jenis Plastik H0 H1 H2
Penyimpanan
Tanpa
+++++ +++ +
Ventilasi
PP
Dengan
+++++ +++ +++
Ventilasi
Tanpa
+++++ +++ ++
Ventilasi
PE
Suhu Rendah Dengan
+++++ ++ +
(4°C) Ventilasi
Tanpa
+++++ ++++ ++
Ventilasi
HDPE
Dengan
+++++ ++++ ++
Ventilasi
Wrapper +++++ ++++ +++
Kontrol +++++ +++ +
Tanpa
+++++ +++++ +++
Ventilasi
PP
Dengan
+++++ +++++ +++
Ventilasi
Tanpa
+++++ +++++ +++
Ventilasi
PE
Dengan
Suhu Ruang +++++ +++++ ++
Ventilasi
Tanpa
+++++ +++++ ++
Ventilasi
HDPE
Dengan
+++++ +++ +
Ventilasi
Wrapper +++++ +++ +
Kontrol +++++ ++ +

9
Tabel 5. Prubahan Berat pada Sampel
Suhu
Jenis Plastik H0 H1 H2
Penyimpanan
Tanpa
4 4 4
Ventilasi
PP
Dengan
11 8,76 8
Ventilasi
Tanpa
3 3 3
Ventilasi
PE
Suhu Rendah Dengan
4 3 3
(4°C) Ventilasi
Tanpa
4 4 6
Ventilasi
HDPE
Dengan
8 7,03 9
Ventilasi
Wrapper 13 13 14
Kontrol 10 6 5
Tanpa
7 7 6
Ventilasi
PP
Dengan
7 6 5
Ventilasi
Tanpa
15 15 15
Ventilasi
PE
Dengan
Suhu Ruang 9 8 6
Ventilasi
Tanpa
6 5 6
Ventilasi
HDPE
Dengan
3 2,7 2
Ventilasi
Wrapper 3 1,61 0,07
Kontrol 13 5,8 3,3

10
Pembahasan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan oleh praktikan dapat diketahui
bahwa pada praktikum kali ini dilakukan uji pengaruh bahan pengemas terhadap
kualitas produk segar. Pengujian dilakukan dengan bahan kemasan plastik HDPE,
PP, PE, dan wrap. Sayuran merupakan salah satu komoditas hortikultura yang
sangat berkembang pesat di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan
jumlah produksi sampai pada mutunya. Sayuran termasuk kedalam jenis tanaman
perishable atau yang mudah mengalami kerusakan, baik secara mekanis, kimia,
fisik dan biologi. Dengan demikian untuk tetap menjaga mutunya sampai ke tangan
konsumen maka diperlukan pengemasan yang baik dan sangat cocok untuk jenis
sayuran yang dipilih.
Sayuran daun berupa bayam, kangkung, sawi, pakchoy dan lainnya. Sayuran
jenis buah seperti terung, cabai, wortel, paprika, dan lainnya (Juhaeti dan Peni,
2016). Jenis sayur-sayuran baik sayur daun maupun buah tersebut mempunyai daya
tahan yang berbeda-beda setelah panen (Yuarini et al., 2015). Sifat dari sayuran
yakni mudah rusak, sehingga lebih diutamakan untuk tujuan konsumsi dalam
kondisi segar. Kerusakan yang terjadi pada sayuran disebabkan karena bagian yang
telah dipanen tersebut masih melakukan proses metabolisme dengan menggunakan
cadangan makanan yang terdapat dalam sayuran tersebut. Faktor-faktor yang
menyebabkan turunnya kualitas dan susut panen sayuran diantaranya adalah
turunnya kadar air, kerusakan mekanis, penguapan, berkembangnya mikroba dan
sensitivitas terhadap etilen. Kerusakan juga dapat terjadi secara alamiah setelah
dipanen akibat aktivitas berbagai jenis enzim yang menyebabkan penurunan nilai
ekonomi dan gizi. Kerusakan hortikultura dapat lebih cepat bila penanganan selama
panen atau sesudah panen kurang baik. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya untuk
mempertahankkan kualitas produk dengan melakukan penangan pasca pananen
pada sayuran (Arista, 2021).
Adapun pengujian yang dilakukan pada praktikum ini adalah prepacking sayur.
Tujuannya adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan kemasan plastik pada
pengemasan sayur segar serta memahami pengaruh pemberian lubang pada
kemasan plastik pada pengemasan buah dan sayur segar. Adapun sayur yang
digunakan sebagai objek praktikum adalah kangkung. Bahan tersebut di kemas

11
dalam plastik dengan perlakuan yang berbeda, ada perlakuan terhadap sayuran
harus dikemas dalam kantung plastik yang di beri lubang, ada yang tidak diberi
lubang dan ada yang tidak diakukan pengemasan (kontrol). Kemudian, pada setiap
perlakuan, dilakukan penyimpanan pada suhu ruang dan suhu dingin (dalam
refrigerator). Setelah itu, dilakukan pengamatan secara visual terhadap keadaan
sayur, serta uap air yang muncul. Selain itu juga dilakukan pengamatan terhadap
perubahan berat sayur selama penyimpanan.
Berdasarkan hasil pengamatan pada sayuran kangkung pada suhu ruang hari
pertama dengan menggunakan plastik PP tanpa lubang masih dalam kondisi warna
hijau segar, teksturnya keras, kenampakannya segar, dan aroma nya sayur segar.
Pada hari kedua warna nya hijau kekuningan, teksturnya agak lunak, kenampakan
nya layu, dan aromanya daun layu. Pada hari ketiga warna kangkung mulai kuning
kecoklatan, teksturnya lunak, kenampakan nya sangat layu, dan aroma daun kering.
Untuk berat kangkung mengalami penurunan dari hari 1 ke hari 2. Sedangkan pada
perlakuan plastik PP dengan lubang pada hari pertama masih dalam kondisi yang
baik, pada hari kedua kankung mulai kurang segar, dan pada hari ketiga sayur
terjadi perubahan warna kekuningan dan sedikit layu. Untuk berat kangkung
mengalami penurunan, hal ini dikarenakan kangkung menghasilkan embun atau
uap air selama penyimpanan yang membuat kangkung berkurang beratnya. Dari
hasil pengamatan ini tidak terdapat banyak perubahan dari penyimpanan dengan
suhu rendah, hal ini sesuai dengan literatur Nafiusokhib et al. (2021), yang
menyatakan bahwa diperlukan penanganan pasca panen untuk menurunkan laju
respirasi dan transpirasi yang terjadi selama proses distribusi agar bobot sayuran
tidak mengalami penyusutan terlalu tinggi saat dikonsumsi. Salah satu cara untuk
mengurangi terjadinya respirasi adalah dengan menyimpanan bahan pangan pada
suhu rendah.

Gambar 3. Struktur Polypropylene


(Sumber: https://smpl.co.id/semua-tentang-polypropylene/)

12
Pada perlakuan dengan plastik wrap di suhu ruang pada hari pertama
kangkung masih dalam kondisi yang baik, pada hari kedua warna kangkung
berubah menjadi hijau kekuningan dan sedikit lunak atau layu, pada hari ketiga
warnanya berubah menjadi kuning kecoklatan dan lunak. Penyimpanan suhu
rendah dengan plastik wrap pada hari pertama warnanya hijau segar, teksturnya
batang renyah, kenampakan segar, aromanya sayur segar. Pada hari kedua tidak
terdapat perubahan. Pada hari ketiga terjadi perubahan kenampakan dibeberapa
bagian kangkung menghitam dan batang bagian bawah lembek. Pelakuan kontrol
atau tanpa kemasan pada hari pertama dalam kondisi segar warnanya hijau dan
tekturnya keras, pada hari kedua warnanya kekuningan dan agak layu, pada hari
ketiga warna kangkung menjadi kuning kecoklatan, tekturnya lunak, dan aroma nya
tidak ada.
Pada kemasan HDPE tanpa lubang hari pertama sayur kangkung masih
dalam kondisi segar. Hari kedua mengalami perubahan warna kekuningan, agak
layu, dan aromanya daun layu. Pada hari ketiga terjadi perubahan warnanya kuning
kecoklatan, agak lunak, dan aromanya daun kering. Sedangkan HDPE dengan
lubang kangkung masih berwarna hijau segar dan aromanya daun segar. Pada hari
kedua warnanya berubahan hijau kekuningan dan agak lunak. Pada hari ketiga
warnanya tidak terjadi perubahan tetap hijau kekuningan dan aromanya seperrti
daun kangkung. Hasil menunjukkan bahwa kangkung yang disimpan pada suhu
ruang mengalami peningkatan persentase susut bobot. Pada tabel 5 dapat dilihat
bahwa semakin lama penyimpanan maka semakin meningkat persentase susut
bobotnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Anggraini dan Nesly (2017), bahwa
semakin banyak lubang perforasi semakin tinggi laju respirasi produk hortikultura
yang dikemas. Peningkatan prsentase susut bobot kangkung pada suhu ruang dapat
dilihat pada tabel 5.

Gambar 4. Struktur HDPE


(Sumber: https://www.researchgate.net/figure/Chemical-structure-of-
HDPE_fig2_344283177)

13
Pada kemasan PE tanpa lubang hari pertama sayur kangkung masih dalam
kondisi segar. Hari kedua mengalami perubahan warna kekuningan, agak layu, dan
aromanya daun layu. Pada hari ketiga terjadi perubahan warnanya kecoklatan,
lunak, dan aromanya daun kering. Sedangkan PE dengan lubang kangkung masih
berwarna hijau segar dan aromanya daun segar. Pada hari kedua warnanya berubah
menjadi hijau kekuningan dan lunak. Pada hari ketiga warnanya terjadi perubahan
menjadi kekuningan dan aromanya seperti daun kangkung. Hasil menunjukkan
bahwa kangkung yang disimpan pada suhu ruang mengalami peningkatan
persentase susut bobot pada penyimpanan dengan ventilasi, sementara itu, pada
sampel tanpa ventilasi bobot nya stabil. Menurut Deglas (2023), Polyethylene (PE)
adalah jenis polimer plastik yang terbuat dari senyawa etilen. Plastik PE sangat
populer digunakan karena memiliki sifat ringan, kuat, tahan terhadap air dan kimia,
dan mudah didaur ulang. Plastik PE memiliki permeabilitas gas yang rendah,
sehingga cocok digunakan untuk membungkus atau menyimpan bahan-bahan
makanan yang membutuhkan perlindungan terhadap oksigen dan kelembaban.

Gambar 5. Sturktur Polyethylene


(Sumber: https://www.xometry.com/resources/materials/polyethylene/)
Pada kangkung terdapat pigmen klorofil yang memengaruhi warna dari
kangkung. Klorofil adalah pigmen hijau yang ditemukan di sebagian besar
tumbuhan, alga, dan sianobakteria. (Sumbono, 2019). Klorofil adalah pigmen
utama berwarna hijau pada tumbuhan yang memiliki struktur mirip dengan
hemoglobin (pigmen pada darah manusia), dimana atom sentral Fe2+ pada darah
diganti dengan Mg2+ pada klorofil. Klorofil merupakan senyawa yang tidak stabil
dan sangat peka terhadap cahaya sehingga sulit untuk menjaga agar molekulnya
tetap utuh dengan warna hijau yang sangat menarik. Selain itu, klorofil juga peka
terhadap panas, oksigen dan degradasi kimia. Degradasi klorofil pada jaringan

14
sayuran dipengaruhi oleh pH. Pada media basa, kondisi klorofil lebih stabil,
sehingga dapat menekan reaksi pembentukan feofitin yang berwarna hijau
kecoklatan (Ernaini et al., 2012).

Gambar 6. Struktur Kloroplas


(Sumber: https://www.kompas.com/skola/read/2022/02/23/151129969/kloroplas-
ciri-ciri-letak-struktur-dan-fungsinya?page=all)
Proses feofitinisasi adalah reaksi pembentukan feofitin yang berwarna hijau
kecoklatan. Reaksi ini terjadi karena ion Mg di pusat molekul klorofil terlepas dan
diganti oleh ion H. Denaturasi protein pelindung dalam kloroplas menyebabkan ion
magnesium mudah terlepas dan diganti ion hidrogen membentuk feofitin. Feofitin
memacu perubahan warna pada daun dari kuning atau hijau menjadi coklat.
Degradasi pigmen klorofil tersebut terjadi pada pH rendah, hal inilah yang memicu
terjadinya proses feofitinisasi. Selama pemanasan, akan terjadi pelepasan asam-
asam organik dari jaringan yang berdampak pada pembentukan feofitin. Pemanasan
juga memberi pengaruh terhadap aktivitas enzim klorofilase dan enzim
lipoksigenase. Klorofilase merupakan satu-satunya enzim yang dapat mengkatalis
degradasi klorofil (Arfandi et al., 2013).
Menurut Renny dan Dian (2017) menyatakan pengemasan pada sayuran
memeliki beberapa persyaratan yang harus dipenuhi seperti plastik yang digunakan
harus memiliki permeabilitas yang tinggi terhadap gas, tembus pandang, desain
yang bisa mendukung proses transpirasi pada sayuran dan menekan terjadinya
pengerutan pada sayuran. Selain itu pemberian lubang perforasi (ventilasi)
bertujuan untuk permasi oksigen yang terjadi antara sayuran dengan bahan
kemasan. Tanaman kangkung dapat mengalami kerusakan akibat proses transpirasi

15
yang terjadi. Transpirasi merupakan tahap fisiologis dimana tanaman akan
melepaskan H2O dan mengalami penguapan. Jika tanaman mengalami penguapan
maka tanaman akan mengalami susut bobot dan kehilangan kesegaran. Menurut
Saidi et al. (2021), terjadinya perubahan warna pada kangkung selama proses
penyimpanan diakibatkan oleh adanya penurunan kandungan klorofil pada daun.
Hal ini dikarenakan adanya perubahan enzim oksidatif. Untuk tingkat kelayuan nya
sendiri disebabkan oleh adanya kegiatan respirasi dan fotosintesis yang menurun
karean telah terjadi kerusakan mitokondria pada sel yang melemah sehingga terjadi
perubahan permeabilitas dari membrane sel.
Umur simpan sayuran daun hijau segar pada suhu ruang hanya 1-2 hari.
Penyimpanan sayur tanpa kemasan memiliki resiko kerusakan kelayuan jika ruang
penyimpanan memiliki kelembaban rendah terutama pada musim panas.
Penyimpanan pada suhu dingin dapat memperpanjang umur simpan, namun jika
tanpa kemasan didapati mudah layu, dan menguning Sayuran hijau dapat disimpan
di kulkas dalam kemasan plastik dilapisi kertas selama satu minggu.
Mikroorganisme merupakan kontaminan alami yang dapat mempercepat kerusakan
sawi. Pada sayuran segar kontaminan dapat berasal dari udara, tanah, maupun air
pencucian (Nafiusokhib et al., 2021). Penyimpanan dengan suhu rendah dapa
dijadikan solusi untuk menghambat laju respirasi. Akan tetapi, selama
penyimpanan perlu diperhatikan suhu yang digunakan karena dapat terjadi chilling
injury. Perkembangan gejala chilling injury sangat dipengaruhi oleh temperatur dan
waktu, dimana semakin rendah temperatur gejala akan semakin parah dan semakin
lama terpapar suhu rendah gejala juga akan semakin parah (Sugianti et al., 2014).
Menurut Maharani et al. (2021), yang menyatakan bahwa tanda-tanda jaringan
yang mengalami chilling injury adalah perubahan warna menjadi cokelat. Chilling
injury dapat mengurangi kualitas dan umur simpan produk.

16
KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan oleh praktikan dapat diketahui
bahwa pada praktikum ini dilakukan penyimpanan sayur segar yaitu, kangkung
dengan perlakuan plastik PP tanpa ventilasi, PP dengan ventilasi, HDPE tanpa
ventilasi, HDPE dengan ventilasi, PE tanpa ventilasi, PE dengan ventilasi, kontrol,
dan plastik wrap. Dari pengamatan dihasilkan sayur yang mengalami kenaikan
serta penurunan bobot dimulai dari awal penyimpanan sampai dengan akhir
penyimpanan. Kangkung dengan penampakan dan bobot paling stabil yaitu, dengan
perlakuan pengemas plastik wrap dengan suhu rendah. Diketahui bahwa plastik
wrap memiliki permeabilitas yang tinggi sehingga sesuai untuk mengemas produk
segar. Selain itu, penyimpanan pada suhu rendah dapat menghambat laju respirasi
sayur segar.

17
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini R, dan Nelsy D.P. 2017. Pengaruh Lubang Perforasi dan Jenis Plastik
Kemasan terhadap Kualitas Sawi Hijau (Brassica juncea L.). Jurnal
Penelitian Pascapanen Pertanian, 14(3), 154-162.
Arfandi, A., Ratnawulan., dan Yenni, D. 2013. Proses Pembentukan Feofitin Daun
Suji Sebagai Bahan Aktif Photosensitizer Akibat Pemberian Variasi Suhu.
Jurnal Pillar of Physics, 1(1), 68-76.
Arista, N. I. D. 2021. Penanganan Pasca Panen Sayuran Serta Strategi
Sosialisasinya Kepada Masyarakat Ditengah Pandemi Covid-19.
AGROPROSS, 6(9), 207-216.
BPS. 2017. Konsumsi Buah dan Sayur Susenas Maret 2016,
http://gizi.depkes.go.id/wpcontent/uploads/2017/01/Paparan-BPSKonsumsi-
BuahDan-Sayur.pdf. Diakses pada 28 Oktober 2023.
Deglas, W. 2023. Pengaruh Jenis Plastik Polyethylene (PE), Polypropylene (PP),
High Density Polyethylene (HDPE), dan Overheated Polypropylene (OPP)
Terhadap Kualitas Buah Pisang Mas. AGROFOOD: Jurnal Pertanian dan
Pangan, 5(1), 33-42.
Ernaini, Y., Agus, S., dan Rinto. 2012. Pengaruh Jenis Pelarut Terhadap Klorofil
dan Senyawa Fitokimia Daun Kiambang (Salvinia Molesta Mitchell) dari
Perairan Rawa. Jurnal Fishtech, 1(1), 1-13.
Johnrencius, M., Netti, H., dan Vonny, S. J. 2017. Pengaruh Penggunaan Kemasan
Terhadap Mutu Kukis Sukun. JOM FAPERTA, 4(1), 1-15.
Juhaeti, T., dan Peni, L,. (2016). Pertumbuhan, Produksi dan Potensi Gizi Terung
Asal Enggano pada Berbagai Kombinasi Perlakuan Pemupukan. J Ilmu-
ilmu hayati, 15(3), 303-313.
Maharani, D. M., Lastriyanto, A., Rafianto, V., Putri, S. V. Y. S., dan Khasanah, K.
2019. Rancang Bangun Hypobaric Storage Sebagai Alat Penyimpanan
Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.). Agritech. 39(2), 143– 152.
Nafiusokhib, Meilody, I., dan Salman, A. 2021. Pengaruh Waktu Penyimpanan dan
Variasi Kemasan Terhadap Nilai Suhu dan Kualitas Fisik Sawi, Jurnal
Pendidikan Fisika, 6(2), 93-104.

18
Ningrum, A. K. 2015. Pengetahuan Label Kemasan Pangan. Penerbit Gunung
Samuder
Nugraheni, M. 2018. Kemasan Pangan. Plantaxia. Yogyakarta.
Nurcahyo, E. 2018. Pengaturan dan Pengawasan Produk Pangan Olahan Kemasan.
Jurnal Magister Hukum Udayana, 7(3), 402-417.
Renny, A., dan Dian, N. P. 2017. Pengaruh Lubang Perforasi dan Jenis Plastik
Kemasan Terhadap Kualitas Sawi Hijau (Brassica juncea L.). Jurnal
Penelitian Pascapanen Pertanian, 14(4), 154-162.
Safaryani, Nurhayati. 2017. Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan terhadap
Penurunan Kadar Vitamin C Brokoli (Brassica oleracea L). Semarang:
Biologi FMIPA UNDIP
Saidi, I. A., Rima, A., dan Evi, Y. 2021. Pasca Panen dan Pengolahan Sayuran
Daun. UMSIDA Press. Sidoarjo.
Sudibyo, A., dan Hutajulu, T. F. 2013. Potensi Penerapan Polimer Nanokomposit
Dalam Kemasan Pangan. Jurnal Kimia dan Kemasan, 35(1), 6-19.
Sugianti, C., Rokhani, H., Aris, P., dan Dondy, A. S. 2014. Kajian Pengaruh Iradiasi
Dosis 0.75 kGy terhadap Kerusakan Dingin (Chilling Injury) pada Buah
Mangga Gedong Selama Penyimpanan. Jurnal Teknik Pertanian Lampung,
3(2), 195-204.
Sumbono, A. 2019. Biomolekul. Deepublish. Yogyakarta
Yuarini, D.A., Satriawan, I.K., dan Suardi, I.D. 2015. Strategi Peningkatan Kualitas
Produk Sayuran Segar Organik pada CV. Golden Leaf Farm Bali. J
Manajemen Agribisnis, 3(2), 93 – 109.

19
LAMPIRAN

Gambar 1. Plastik PP Suhu Rendah Gambar 2. Plastik HDPE Suhu


Rendah

Gambar 3. Plastik PE Suhu Rendah Gambar 4. Plastik PP Suhu Ruang

20
Gambar 5. Plastik HDPE Suhu Ruang Gambar 6. Plastik PE Suhu Ruang

Gambar 6. Plastik Wrap

21
22

You might also like