Professional Documents
Culture Documents
02
*) Email : sulthanzainuddin@yahoo.com
ABSTRACT
The occurrence of conflict which involving between the customary community with the government and
corporations as well, was caused by the different perspectives of the meaning of natural resource. As a
consequence, it also would bring a different of natural resources management and its utilization; moreover,
it would be ended by the clash of idea concerning the natural resource management between both of the
government and the local community. In macro-level, this study is actually will address the differentiation of
meanings that ended in natural resource conflicts at Poboya; involved actors and customary community
representations and the NGO’s groups on natural resource conservation from the capitalist expansions.
Using the political ecology perspective, this study shows that there are many parties engaged in Poboya,
such as the central government, the political local elites, customary community, the regional police, CPM,
and the local community. The study also identifies that the origin of Poboya’s conflict between the
government and the corporation (CPM) and the customary community is a natural resource contestation.
Meanwhile, the conflict between the government, corporation and the NGO’s is a conflict of discourse. The
customary community representation realized in form of the control of mining activities, while the NGO’s
given a strengthening and stands behind of the community actions at Poboya.
Key words: power contestation, customary community, artisanal miner.
ABSTRAK
Terjadinya konflik yang melibatkan antara masyarakat dengan pemerintah dan perusahaan disebabkan oleh
perspektif yang berbeda dalam memandang sumber daya alam. Sebagai konsekuensinya, hal ini akan
membawa pada perbedaan manajemen dan pemanfaatan sumber daya alam, sehingga hal itu akan berakhir
dengan perbedaan pandangan dalam pengelolaan sumber daya alam antara pemerintah dan masyarakat
setempat. Dalam tingkat makro, studi ini sebenarnya akan membahas diferensiasi makna yang berakhir
dengan konflik sumber daya alam di Poboya, aktor yang terlibat dan representasi masyarakat adat dan
kelompok-kelompok LSM konservasi sumber daya alam dari ekspansi kapitalis. Dengan menggunakan
perspektif ekologi politik, studi ini menunjukkan bahwa ada banyak pihak yang terlibat dalam Poboya,
seperti pemerintah pusat, para elit politik lokal, masyarakat adat, kepolisian daerah, CPM, dan masyarakat
setempat. Penelitian ini juga mengidentifikasi bahwa asal usul konflik Poboya ini terjadi antara pemerintah,
perusahaan (CPM) dan masyarakat adat adalah dalam hal kontestasi sumber daya alam. Sementara itu,
konflik antara perusahaan, pemerintah dan LSM menjadi suatu diskursus. Representasi masyarakat adat
diwujudkan dalam bentuk pengendalian kegiatan pertambangan, sedangkan LSM yang diberikan penguatan
dan berdiri di belakang tindakan masyarakat di Poboya.
Kata Kunci: kontestasi kekuasaan, masyarakat adat, penambangan.
146 | Zainuddin, Sulthan. et. al. Kontestasi dan Konflik Memperebutkan Emas di Poboya
ordinat (dominasi) disatu sisi, dan kelompok subordinat Dalam memegang peran, seorang penguasa akan
(termarjinalkan) pada sisi lainnya dimana kelompok bertindak demi keuntungan organisasi sebagai suatu
ordinat (borjuis) melakukan eksploitasi terhadap keseluruhan dan dalam kepentingan untuk
kelompok subordinat (proletar) dalam sistem produksi mempertahankan kekuasaan.
kapitalis. Eksploitasi ini akan terus berjalan selama
Selain menjelaskan mengenai ketimpangan distribusi
kesadaran semu eksis, false consiousness, dalam diri
kekuasaan sebagai penyebab konflik, sumbangan teori
proletar (Turner, 1998).
konflik dari Dahrendorf adalah pandangannya tentang
Berbeda dengan pendahulunya, Dahrendorf mencoba fungsi konflik yang bisa menciptakan perubahan dan
untuk meyakinkan bahwa analisis Marx terlalu sempit, perkembangan. Dahrendorf menjelaskan setidaknya ada
hanya membahas tentang konsep pemilikan legal. enam fungsi konflik (Poloma,1994) yaitu:
Kriteria kelas ala Marx yaitu alat produksi dalam 1. membantu membersihkan suasana yang sedang
pengertian yang legal dan bukan struktur otoritas. Jadi, kacau;
dengan cara membebaskan definisi kelas yang sempit, 2. katup penyelamat ( proses/salah satu sikap serta ide)
dapat dipergunakan bagi seluruh hubungan produksi yang berfungsi dalam permusuhan;
(Johnson, 1986). Menurut Dahrendorf dalam Antoro 3. keagresifan dalam konflik yang realitas (dalam
(2010) konflik bersumber dari ketimpangan distribusi kekecewaan) dan konflik tidak realitas (dalam kebutuhan
kekuasaan. Kekuasaan tidak tercermin dalam penguasaan untuk meredakan ketegangan) mungkin terakumulasi
alat produksi semata, tapi jauh lebih luas yaitu kontestasi dalam proses interaksi lain sebelum ketegangan dalam
aktor sosial dalam mengontrol perilaku dan wacana situasi konflik diredahkan;
pembentuk kesadaran actor sosial yang lain, sehingga 4. konflik tidak selalu berakhir dengan rasa
tujuan utama yaitu akses sumber daya tercapai dengan permusuhan;
pembenaran (legitimate). 5. konflik dapat dipakai sebagai indikator kekuatan dan
stabilitas suatu hubungan; dan
Dahrendorf melihat masyarakat memiliki bersifat ganda,
6. konflik dengan berbagai Out-gruop dapat
yakni sisi konflik dan sisi kerja sama (konsesnsus).
memperkuat kohesi (hubungan atau kerja sama) internal
Konflik tidak mungkin lahir tanpa ada konsensus
suatu kelompok.
sebelumnya atau dengan katalain terjadinya konflik
disebabkan karena salah satu fihak melanggar konsensus Penjelasan tentang fungsi konflik juga dapat ditemukan
bersama sementara kerja sama (consensus) merupakan dari pemikiran Coser (1956). Fungsi konflik menurut
ketidakbebasan yang dipaksakan. Pada tataran inilah Coser adalah :
konsep “otoritas” dan „posisi‟ memegang peran penting
1. konflik dapat mempererat kelompok yang semula
dalam membangun teorinya. Menurut Dahrendorf, dalam
terstruktur secara longgar;
kelompok sosial posisi seseorang sangat menentukan
2. konflik dapat membantu dalam membangun kohesi
otoritasnya dinatara kelompok yang lain. Otoritas tidak
sosial melalui aliansi;
bersifat stabil karena masyarakat adalah asosiasi yang
3. konflik dapat meningkatkan peran individu yang
dikoordinasikan seraca imperative (mutlak), masyarakat
semula terisolasi;
tampak sebagai asosiasi yang dikendalikan oleh hirarki
4. konflik dapat membantu fungsi komunikasi pihak
posisi otoritas. Karena itu, suatu ketika seseorang berada
yang berkonflik demi suatu solusi.
pada posisi superordinate, di suatu ketika yang lain
berada di posisi subordinat. Selain fungdi konflik di atas, Coser juga melihat bahwa
konflik dapat merupakan suatu rangsangan utama untuk
Untuk memahami posisi aktor sosial berikut otoritasnya,
melakukan perubahan sosial terutama kalau konflik itu
dapat dilihat dalam pembahasannya tentang konsep
bersifat realistik. Sebaliknya, konflik yang nonrealistik
kepentingan. Menurut Dahrendorf, bahwa yang terlibat
dapat mempengaruhi ketegangan emosional.
konflik ada tiga kelompok, yaitu: kelompok semu (quasi
group) yaitu para pemegang kekuasaan atau jabatan Menarik dari pemikiran Coser bahwa dia tidak
dengan kepentingan yang sama yang terbentuk karena bermaksud untuk mengbangkan suatu teori
munculnya kelompok kepentingan. Kelompok kedua komperhensif mengenai konflik, tetapi Coser
adalah kelompok kepentingan, yang terdiri dari memeperlihatkan bahwa konflik dapat mempunyai
kelompok semu yang lebih luas. Kelompok yang terakhir fungsi positif untuk suatu kelompok atau masyarakat
adalah kelompok konflik yaitu kelompok yang terlibat daripada hanya menghancurkan solidaritas. Untuk
dalam konflik actual (Rizer dan Goodman, 2003). Dari mendukung argumenya, Coser menyebut Katup
ketiga kelompok tersebut, Kelompok kepentingan penyelamat (saferty valve) sebagai salah satu mekanisme
mempunyai struktur, organisasi, program, tujuan serta khusus yang dapat dipakai untuk mempertahankan
anggota yang jelas. Kelompok kepentingan inilah yang kelompok dari kemungkinan konflik sosial.
menjadi sumber nyata timbulnya konflik dalam
masyarakat. Seperti halnya konsensus dan konflik adalah Coser membedakan konflik yang realistis dari yang tidak
sebuah realitas sosial. Teori konflik Dahrendorf adalah realistis. Konflik yang realistis berasal dari kekecewaan
mata rantai antara konflik dan perubahan sosial yang terhadap tuntutan-tuntutan khusus yang terjadi dalam
mengabaikan norma-norma dan nilai-nilai. Berbeda hubungan dan dari perkiraan kemungkinan keuntungan
dengan Marx yang selalu melihat “kepentingan” dari para partisipan, dan yang ditujukan pada obyek yang
segi materialnya, tetapi Dahrendorf melihat dianggap mengecewakan.Sedangkan konflik yang tidak
realistis adalah konflik yang bukan berasal dari tujuan-
“kepentingan” selalu memiliki suatu harapan-harapan.
148 | Zainuddin, Sulthan. et. al. Kontestasi dan Konflik Memperebutkan Emas di Poboya
konflik, konfrontasi, krisis, akibat, sampai kepada pasca penguasa (negara). Kekerasan ini menurut negara adalah
konflik. kekerasan “yang dibenarkan” untuk menjaga keamanan
dan ketertiban umum (law and order), dari ancaman
Penjelasan berbeda terhadap konflik datang dari Dom
pihak-pihak luar (eksternal) maupun dari dalam
Helder Camara, melalui bukunya “Spiral Kekerasan”
(internal) negara. Kekerasan ini adalah respon atas
(2000), Camara menjelaskan bahwa penyebab utama
kekerasan nomor 2 dan memposisikan rakyat sebagai
munculnya kekerasan bersumber dari praktik
korban dan negara sebagai pahlawan. Kekerasan ini
ketidakadilan dan penindasan sosial, ekonomi, politik
akan terus berulang, sehingga Camara menyatakan,
dan budaya yang menimpa secara bersamaan secara
setiap kekerasan akan melahirkan kekerasan baru.
personal, institusional dan struktural. Ketidakadilan dan
penindasan tersebut melahirkan kondisi sosial yang akut, Pemikiran Camara tersebut nampaknya sangat relevan
bersifat sub-human, dimana manusia memilih cara-cara untuk melihat konflik pengelolaan sumber daya alam
kebinatangan untuk mempertahankan hidup. yang terjadi di Poboya. Kebijakan Pemerintah Daerah
yang diskriminatif dan tidak populis untuk mengusulkan
Dom Helder Camara dalam Spiral Kekerasan (2000)
Kawasan Poboya dan sekitarnya sebagai kawasan
mengungkapkan bahwa kekerasan yang dilakukan
konservasi TAHURA, dan klaim sepihak atas tanah-
penguasa melahirkan tindak kekerasan baru yang lebih
tanah yang merupakan kebun-kebun yang menjadi
komplek dan ini kemudian memancing tindak kekerasan
sumber kehidupan turun temurun komunitas “adat”
baru dari yang pertama, demikian seterusnya sehingga
Poboya, pembatasan akses masyarakat terhadap sumber
terjadi rangkaian kekerasan yang disebut "spiral
daya alam serta kemunculan gerakan perlawanan
kekerasan”.
menentang pemerintah dan perusahaan serta rencana
Varian-varian kekerasan tersebut menurut Camara POLDA SULTENG untuk menertibkan penambangan di
melalui tiga tahap: Poboya adalah contoh nyata bekerjanya tahapan spiral
kekerasan Camara.
Kekerasan Nomor 1, adalah pemicu dan dilakukan oleh
penguasa (basic atau established violence) terhadap KERANGKA PEMIKIRAN
individu-individu atau kelompok melalui serangkaian
Dari kerangka pemikiran (Gambar 1), maka disusun
kebijakan-kebijakan yang merugikan rakyat. Seperti
hipotesis pengarah sebagai berikut;
pembatasan akses, klaim sepihak dan pengusiran.
1. konflik dalam perebutan kuasa atas hak akses untuk
Kekerasan Nomor 2, kekerasan secara institusional
pengelolaan dan pemanfaatan SDA terjadi karena adanya
adalah kekerasan yang terorganisir, biasanya muncul dari
perbedaan pemaknaan terhadap SDA;
dua kelompok masyarakat yakni orang yang benar-benar
2. tingkat intensitas konflik yang berlangsung antar
tertindas dan kaum muda yang mengorganisir gerakan-
kelompok kepentingan di Poboya sangat ditentukan
gerakan massa untuk mengadakan perlawanan demi
keadilan dalam memperjuangkan segala kepentingan (bergantung) pada kejelasan klaim atas penguasaan SDA
pribadi maupun kelompok. Kekerasan ini merupakan di kawasan tersebut;
respon atas kekerasan pertama 3. tingkat kejelasan penguasaan SDA menentukan
derajat utilitas dan kerusakan SDA yang ditimbulkan
Kekerasan Nomor 3, kekerasan secara struktural yang
atas pemanfaatan SDA di kawasan tersebut.
dilakukan oleh lembaga negara (aparat keamanan)
sebagai bentuk reaksi atas kekerasan yang mengancam
150 | Zainuddin, Sulthan. et. al. Kontestasi dan Konflik Memperebutkan Emas di Poboya
untuk berkehidupan, Sedangkan dalam pandangan a. untuk melindungi flora dan fauna eksotik dan
Pemerintah Komunitas adat Kambuno dapat mengancam endemik yang mendekati kepunahan;
keutuhan kawasan Taman Hutan Raya (TAHURA) b. sebagai daerah penyangga (buffer area)untuk kota
sehingga harus direlokasi. Akibat dari dua kebutuhan Palu dan sekitarnya;
yang bertentangan tersebut menciptakan kondisi dan c. sebagai pensuplei air bagi bagi Daerah Aliran
situasi konflik karena menempatkan Komunitas adat Sungai (DAS) Poboya, Paneki, Mamara, Ngia dan
Kambuno tersubordinasi oleh kekuasaan dan Vatutela;
kesewenangan pemerintah sehingga menciptakan d. keadaan fisik tanah yang labil (lempung berpasir)
kemiskinan dan penderitaan bagi komunitas adat yang rawan erosi dan gundul
Kambuno.Sementara jika dilihat dari aspek hambatan, e. sebagai pengatur iklim mikro.
menunjukkan bahwa terjadinya konflik antara komunitas
Namun tujuan dan maksud tersebut menciptakan
adat Kambuno dengan Pemerintah dan perusahaan
pertentangan dengan hak-hak penduduk lokal
disebabkan oleh adanya hambatan untukmengakses
(masyarakat adat) yang hidup di sekitar kawasan.
sumber daya alam di Poboya. Komunitas adat
memandang Pemerintah sebagai penghambat karena 2. Konfrontasi: Konflik mulai terasa pada periode
melarang masyarakat mengakses SDA. Sebaliknya 1987-1995 ketika dilakukan persiapan lahan dimana
pemerintah menempatkan Komunitas local sebagai pemerintah secara sepihak mengklaim tanah yang
perusak lingkungan.Kondisi ini semakin melanggengkan dimiliki dan dikelola masyarakat sebagai tanah milik
konflik. Negara, sementara tanah-tanah tersebut adalah tanah
adat, tanah tempat kelahiran yang secara emosional telah
Tahapan Konflik Sumber daya Alam di Poboya
menyatu dengan alam lingkungan mereka. Pemerintah
Kelurahan Poboya mempunyai catatan yang panjang dengan kekusaan yang dimilikinya mengabaikan fakta-
tentang konflik sumber daya alam. Jauh sebelum hiruk- fakta keberadaan komunitas adat tersebut dan tanpa
pikut tentang penambangan emas seperti saat ini, poboya melibatkan masyarakat, pemerintah Daerah
sudah diperhadapkan dengan persoalan konflik. Konflik merekomendasikan usul pembentukan kawasan
terjadi antara pemerintah versus komunitas lokal, konservasi Taman Hutan Raya (TAHURA) kepada
pemerintah vesrsus perusahaan (CPM) dan komunitas Pemerintah Pusat (Menteri Kehutanan) sesuai dengan
versus perusahaan. Secara umum tahapan konflik surat usulan Gubernur dengan Surat No.
tersebut 239/591/IX/1987 yang dilanjutkan dengan Surat No.
WALHI
Pemerintah
Kota
POLDA
Dinas Komunitas
Gambar 3. Tahapan Konflik Pengelolaan Sumber daya Alam di Poboya
Kehutanan Adat
Sumber: analisa data lapangan, 2011
152 | Zainuddin, Sulthan. et. al. Kontestasi dan Konflik Memperebutkan Emas di Poboya
masyarakat, makin besar hambatan yang timbul budaya mereka masing-masing. Kondisi yang demikian
bagi terjadinya hubungan-hubungan sosial diantara sangat tidak kondusif karena kohesivtas sosial menjadi
anggotanya atau terjadinya integrasi Sosial” 5 renggang dan bersifat semu dan sangat rentan dengan
berbagai konflik, seperti yang dikatakan Homer-Dixon
Selain karena faktor heteroginitas di atas, konflik di
(dalam Thun Ju Lan, 2005:63) bahwa kepunahan
poboya juga dapat berlanjut karena terlalu banyak orang
lingkungan yang diakibatkan oleh arus migrasi yang
bekerja dalam ruang yang sama dan tidak terdifferensiasi
besar dan semakin terkotak-kotaknya hubungan antar
sehingga pekerjaan mengerucut pada satu aktivitas
kelompok bisa mendorong konflik identitas
dimana keuntungan masing-masing fihak tidak merata.
antarkelompok.
Potensi konflik tersebut telah dikemukakan Suliman
dalam“rationality end irrationality of Violence in sub Karena itu, arus migrasi yang besar menuju Poboya,
Sahara Africa (1999) menyatakan bahwa “terlalu banyak jika dibiarkan terus menerus, maka suatu ketika konflik
orang melakukan hal yang sama sehingga tingkat dikalangan masyarakat akan terjadi karena semakin
differensiasi struktural dari ekonomi Negara sangat sempitnya ruang gerak sosial komunitas lokal. Tapi
lambat. Tingkat differensiasi yang kecil tersebut untuk saat ini, kelihatannya semua masih berjalan
menyebabkan terbatasnya peluang bagi anggota normal dan belum ada konflik yang berarti, dan
masyarakat yang bersangkutan untuk melakukan kalaupun ada, semuanya sudah diantisipasi melalui
aktivitas yang menguntungkan di luar bidang pertanian Dewan Adat Poboya yang memberlakukan hukum adat
dan peternakan disamping karena terlalu banyaknya terhadap setiap orang yang bekerja di kawasan tambang
orang melakukan hal yang sama rakyat Poboya yang dianggap melanggar adat dan norma
kesusilaan akan dikenakan denda adat minimal satu
Dari penjelasan di atas, maka untuk kasus Poboya,
hingga tiga ekor kambing atau dikembalikan ke daerah
berdasarkan hasil penelusuran peneliti menemukan
asal.
beberapa permasalahan yang ada dalam masyarakat
akibat dari perebutan kepentingan ekonomi terhadap Selama ini,pemberlakuan hukum adat dianggap cukup
aktivitas penambangan di Poboya. Permasalahan efektif mengontrol perilaku para penambang di kawasan
tersebut dapat diidentifikasi sebagai berikut (Mengacu Poboya karena sampai saat ini belum ada yang seorang
pada model analisis (Fisher, 2001). pun yang mendapatkan sanksi adat. Namun
permasalahannya adalah sampai kapan keberadaan
Gambar 13. Pohon Permasalahan Penambangan Emas di
Dewan adat mampu mengontrol perilaku penambang
Poboya
yang jumlahnya puluhan ribu penambang.
Ketimpangan penguasaan Asset Produksi
Mengamati setiap rantai produksi dalam proses
penambangan di Poboya maka terlihat jelas bahwa secara
struktural telah terjadi pola hubungan patronase dalam
aktivitas tambang emas di Poboya, dimana sebagian
besar dari rantai produksi dikuasai oleh pemodal dari
luar kota Palu bahkan dari luar Sulawesi Tengah. Mereka
membangun ivestasi besar-besaran dibidang
pengolahan emas, seperti Tromol, Tumbuk-Tumbuk
((crusher), dan Tong. Sementara pengusaha lokal dari
Poboya jumlahnya tidak lebih 5 persen dari keseluruhan
pemilik lubang, Tromol, Tumbuk-Tumbuk (crusher) dan
A. Arus Migrasi yang besar ke Poboya. Tong.
Sejak di buka pada akhir tahun 2008 yang lalu, migrasi Ketimpangan asset produksi ini sepertinya belum
penduduk dari berbagai daerah telah mengalir ke dihiraukan atau menjadi masalah bagi penduduk lokal
Poboya.Informasi dari Ketua Adat menyatakan bahwa karena sebagian dari mereka sudah merasakanaliran
saat ini jumlah penambang yang ada di Poboya telah tetesan dari aktivitas penambangan emas di Poboya
melebihi 10 ribu jiwa.dan akan terus bertambah selama berupa keuntungan dari sewa tanah yang kebetulan
tidak ada usaha pembatasan yang dilakukan berada di areal penambangan dan sebagian yang lainnya
pemerintah. mendapatkan penghasilan dari uang jasa keluar masuk
Kondisi yang terjadi saat ini terlalu banyak orang yang areal pertambangan atau paling tidak mereka siap
datang ke Poboya dengan latar belakang budaya yang menjadi buruh angkut batuan rep yang memang
berbeda-beda untuk melakukan penambangan sehingga dibutuhkan dalam penambangan tersebut. Tapi kondisi
dapat menimbulkan gesekan-gesekan budaya, karena ini tidak menjamin keberlanjutan (sustainability) dan
masing-masing penambang membawa identitas kultur harmonisasi penambangan kedepan. Karena cepat atau
lambat, sensitifitas kelompok kedaerahan atau
kecemburuan sosial akan muncul.
5
Lihat Suharman, Beberapa Masalah Kerukunan Suku: Kasus
Pembakaran Pasar Abepura, Irian Jaya, dalam Kritik Sosial Selama ini, argumentasi penduduk lokal yang
Dalam Wacana Pembangunan, MD, Mahfud 1997). membiarkan penduduk dari luar menguasai asset
produksi dan tambang karena merasa masih ingin
“belajar”cara menambang yang baik dari penduduk
154 | Zainuddin, Sulthan. et. al. Kontestasi dan Konflik Memperebutkan Emas di Poboya
yang letaknya di kota Palu berada di jalur gempa Persoalan lain berkaitan dengan eksistensi Dewan Adat
sehingga sangat rentan dengan goncangan. Sampai saat adalah munculnya dualisme kepemimpinan ditngkat
ini Informasi dari ketua adat, sudah lebih dari sepuluh kelurahan yang berujung pada konflik kewenangan.
korban meninggal dunia akibat dari penambangan. Sebenarnya konflik ini sudah terasa meski masih bersifat
semu, dimana otoritas kelurahan mempertanyakan siapa
sesungguhnya yang lebih berhak mengatur administrasi
kependudukan di Poboya, karena faktanya pengurusan
Posisi Penambangan di Tengah Kota
surat izin dan KTP semua diambil alih Dewan Adat.7
Posisi Penambangan Poboya menyimpan masalah Jika konflik (semu) dibiarkan berlanjut, maka akan
tersendiri, karena Jika dilihat dari aspek lokalitas, berpengaruh kepada pengembangan Poboya kedepan.
penambangan emas tradisional Poboya berada di
A. Ketidak-jelasan Status Hukum Penambangan
kawasan komunitas adat sehingga asumsi banyak orang
bahwa penambangan tersebut terproteksi dengan baik. Potensi konflik berikutnya adalah status kawasan
Padahal penambangan tradisional Poboya merupakan penambangan di Poboya. Selama ini akses masyarakat
satu-satunya penambangan emas di dunia yang terletak lokal terhadap kawasan Poboya dan sekitarnya sudah
di tengah kota sehingga sulit menghindari panetrasi dari berlangsung selama ratusan tahun. Masyarakat lokal
luar yang begitu kuat dan akan terus bermetamorfosa menganggap kawasa tersebut sebagai milik bersama
mencari keseimbangan baru. Informasi dari tokoh (communal property) sehingga siapa saja dapat
pemuda di Poboya (Herman, 25 tahun) menyatakan memanfaatkan kawasan tersebut (open acses).Tapi saat
bahwa dengan adanya penambangan emas di Poboya ini kawasan Poboya dan sekitarnya telah diklaim oleh
terjadi perubahan gaya hidup (life style) dari orang-orang pemerintah sebagai milik Negara (state property) dan
Poboya maupun para pendatang. Perilaku konsumtif dari ditetapkan sebagai kawasan lindung Taman Hutan Raya
masyarakat Poboya yang sebelumnya hanya bekerja (TAHURA).Kondisi ini lebih rumit karena kehadiran
sebagai pencari rotan, menanam bawang yang tujuannya perusahaan PT. Citra Palu Mineral (CPM) juga
untuk pemenuhan kebutuhan makan, kini beralih kepada mengklaim sebagai pemilik hak konsesi pertambangan.
pemenuhan kebutuhan sosial lainnya seperti prestise
Dengan demikian konflik Poboya bisa muncul
seperti kepemilikan simbol-simbol kesejahteraan berupa
kepermukaan dengan melibatkan antara komunitas lokal
kendaraan motor maupun mobil. Demikian pula dengan
berhadapan dengan pemerintah dan swasta (PT.CPM).
mode, telah merasuki anak muda. Saat ini banyak anak-
Gejala adanya konflik tersebut sudah muncul
anak di Poboya putus sekolah, dan banyak yang
kepermukaan dengan penolakan terhadap kebijakan
mengikuti budaya kota seperti mencat rambut mereka
penertiban yang dilakukan pemerintah. Demikian pula
dengan warna pirang. Ketakutan tokoh pemuda Poboya
dengan keberadaan PT. CPM yang mendapat penolakan
bahwa tambang emas ini jangan sampai merusak nilai-
dari masyarakat, seperti yang ungkapkan anggota Dewan
nilai yang berkembang di tengah masyarakat.
Kota Palu Sopyan R. Aswin yang dengan tegas menolak
Referesentasi Komunitas Adat kehadiran PT. CPM di Poboya. Sementara penolakan
dari masyarakat luas ditandai dengan spanduk yang
Tidak dapat dipungkiri bahwa dewan adat merupakan
bertuliskan “harga mati menolak CPM di Poboya”;
pintu masuk ke Poboya untuk melakukan aktivitas
:”kami siap mati menolak CPM di Poboya”.Munculnya
penambangan.Dewan Adat mendapat dukungan dari
penolakan tersebut karena menurut masyarakat sejak
pemerintah kota, menjadi media, penyambung aspirasi
awal proses hingga terbitnya kontrak karya sampai
penambang rakyat dengan pemerintah maupun dengan
dengan saat ini warga tidak pernah dilibatkan.
segala kebijakan yang terkait dengan tambang di Poboya.
Sementara pihak PT. CPM karena merasa pemilik hak
Karena begitu kuatnya posisi Dewan Adat di Poboya dan
konsesi yang sah siap menggunakan “kekuatan penuh”
peran-peran teknis yang dimainkannya maka Kehadiran
untuk masuk ke Poboya (Anas, wakil CPM Palu).
Dewan Adat di Poboya menjadi taruhan, apakah
kehadirannya benar-benar menjadi referesentasi Dari identifikasi potensi konflik di atas menunjukkan
komunitasnya yang dapat memproteksi masyarakat dan bahwa persoalan penambangan rakyat di Poboya saat ini
lingkungnnya dari pertarungan kepentingan di Poboya dan untuk kedepan sangat kompleks dan memprihatinkan
atau menjadi salah satu aktor yang turut berkepentingan karena terkait dengan permasalahan policy, lingkungan
terhadap penambangan emas di Poboya. Karena selama fisik, sosial dan budaya. Tambang emas Poboya sebagai
ini kehadiran komunitas adat yang seharusnya suatu sumber daya alam yang ada memerlukan suatu
memproteksi lingkungan dan masyarakatnya dari penanganan yang harus memperhatikan aspek-aspek
gangguan dari luar sebagaimana yang terjadi di tempat kebijakan publik, sosial budaya, ekonomi, hukum,
lain, justru mengembangkan sayapnya melalui yayasan lingkungan.
yang dibentuk dewan adat seperti Barisan Pemuda Tara
KESIMPULAN
(BATARA) yang dinilai sebagai pundi-pundi mencari
keuangan. Kehadiran BATARA menjadi dilemma antara Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada bab-bab
penyelamatan lingkungan dan keberpihakan pada sebelumnya maka dapat disimpulkan beberapa hal
komunitas atau bergerak diluar kelaziman mengejar sebagai berikut :
propit yang menggerus nilai-nilai adat yang penuh
dengan kearifan dan dikenal banyak orang. 7
Pertanyaan yang bernada kekecewaan tersebut disampaikan
oleh Kepala Kelurahan Poboya, Nurnaningsih, S.STP.
(Wawancara pada tanggal 20 Januari 2011 di Poboya)
156 | Zainuddin, Sulthan. et. al. Kontestasi dan Konflik Memperebutkan Emas di Poboya
Poboya. Selain karena faktor heteroginitas di atas, 10. Meskipun potensi konflik sangat besar terjadi di
konflik di poboya juga dapat berlanjut karena terlalu Poboya, tapi konfliktersebut tidak akan muncul
banyak orang bekerja dalam ruang yang sama dan tidak kepermukaan karena setiap orang (aktor) akan
terdifferensiasi sehingga pekerjaan mengerucut pada satu mendapakan apa yang menadi keinginannya secara
aktivitas dimana keuntungan masing-masing fihak tidak cukup.
merata. Perbedaan struktur dan kultur serta adanya
kompetisi diantara masyarakat lokal dengan para migran
tentunya dapat menimbulkan konflik dan ketegangan DAFTAR PUSTAKA
social; (2) ketimpangan penguasaan aset produksi.
Adiwibowo, Soeryo. 2005. Dongi-dongi - Culmination of
Secara struktural telah terjadi pola hubungan patronase
a Multi-dimensional Ecological Crisis: A
dalam aktivitas tambang emas di Poboya, dimana
Political Ecology Perspective Inaugural-
sebagian besar dari rantai produksi dikuasai oleh
Dissertation, Universität Kassel
pemodal dari luar kota Palu bahkan dari luar Sulawesi
Tengah. Sementara pemodal lokal Poboya jumlahnya _________, 2007. Ekologi Manusia, Fakultas Ekologi
tidak lebih lima persen dari keseluruhan pemilik lubang, Manusia, IPB Bogor
Tromol, Tumbuk-Tumbuk (crusher) dan Tong.
Agger, B. 1998. Critical Social Theories An
Ketimpangan asset produksi ini suatu saat akan
Introduction, (second edition), Colorado,
mengusik sensitifitas kelompok kedaerahan; (3)
lemahnya aturan dan kontrol Pemerintah, sehingga Westriew Press
membuka ruang konflik terkuka dan adu kekuatan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, 1999; Catatan Hasil
dilakangan penambang semakin besar dan pada saat Kongres Masyarakat Adat Nusantara, Aman,
yang sama kerusakan sumber daya alam semakin Jakarta
massive; (4) adaptasi teknologi produksi, dimana
teknologi yang digunakan sangat sederhana dan tidak Bryant, Raymond and Bailey (2001). Third Word
mempunyai standar pengamanan sehingga sangat Political Ecology, Routledge- London and
membahayakan diri sendiri dan orang lain; (5) posisi New York
penambangan di tengah kota, penambangan tradisional Bryant, Raymond L. 1998. Power, knowledge and
Poboya merupakan satu-satunya penambangan emas di Political Ecology in The Third World; A
dunia yang terletak di tengah kota sehingga sulit Review. Progress In Physical Geography, Vol
menghindari panetrasi dari luar yang begitu kuat 22/1, pp 79-94
terutama perubahan gaya hidup (life style) dan perilaku
konsumtif dikalangan masyarakat; (6) representasi Denzin, Norman K. and Yonna S. Lincoln. 2000.
komunitas adat, selama ini kehadiran komunitas adat Handbook of Qualitative Research. Thousand
yang seharusnya memproteksi lingkungan dan Oaks, London, New Delhi: SAGE
masyarakatnya dari gangguan dari luar sebagaimana Publications
yang terjadi di tempat lain, justru mengembangkan Dharmawan, Arya Hadi. 2007, „Dinamika Sosio‐Ekologi
sayapnya melalui yayasan yang dibentuk dewan adat Pedesaan: Perspektif dan Pertautan Keilmuan
seperti Barisan Pemuda Tara (BATARA) yang dinilai Ekologi Manusia, Sosiologi Lingkungan dan
sebagai pundi-pundi mencari keuangan. Kehadiran Ekologi Politik‟, dalam Solidality: Jurnal
BATARA menjadi dilemma antara penyelamatan Transdisiplin, Sosiologi, Komunikasi dan
lingkungan dan keberpihakan pada komunitas atau Ekologi Manusia, Departemen KPM IPB,
bergerak diluar kelaziman mengejar propit yang Volume 1 Nomor 1 April 2007.
menggerus nilai-nilai adat yang penuh dengan kearifan
dan dikenal banyak orang.selain itu keberadaan dewa _________, 2007. Otoritas Lokal dalam Pengelolaan
adat juga menimbulkan konflik kewenangan antara Sumber daya Alam: Menatap Otonomi Desa
pemerntah kelurahan dan otoritas adat setempat; (7) dalam Perspektif Sosiologi Pembangunan dan
ketidak-jelasan status hukum pemanbangan. Selama ini Ekologi Politik. Makalah disampaikan pada
akses masyarakat lokal terhadap kawasan Poboya dan “Seminar dan Lokakarya Menuju Desa 2030”
sekitarnya sudah berlangsung selama ratusan tahun. diselenggarakan oleh PKSPL, PSP3IPB dan
Masyarakat lokal menganggap kawasa tersebut sebagai P4W LPPM IPB, dilaksanakan di Kampus
milik bersama (communal property) sehingga siapa saja Manajemen Bisnis IPB Gunung Gede, Bogor
dapat memanfaatkan kawasan tersebut (open acces). 9-10 Mei
Tapi saat ini kawasan Poboya dan sekitarnya telah 2007.http;//kelembagaandas.wordpress.com
diklaim oleh pemerintah sebagai milik Negara (state _________, 2007. Konflik-Sosial dan Resolusi Konflik:
property) dan ditetapkan sebagai kawasan lindung Analisis Sosio-Budaya(Dengan Fokus
Taman Hutan Raya (TAHURA). Kondisi ini lebih rumit Perhatian Kalimantan Barat), Makalah
karena kehadiran perusahaan PT. Citra Palu Mineral disajikan pada Seminar dan Lokakarya
(CPM) juga mengklaim sebagai pemilik hak konsesi Nasional Pengembangan PerkebunanWilayah
pertambangan melalui Kontrak Karya (KK). Dengan Perbatasan Kalimantan, dengan
demikian masing-masing fihak saling klaim kepemilikan tema:”Pembangunan Sabuk Perkebunan
yang berpotensi menimbulkan konflik antara komunitas Wilayah PerbatasanGuna Pengembangan
dengan pemerintah, dan swasta. Ekonomi Wilayah dan Pertahanan Nasional”,
Pontianak 10-11 Januari 2007.
LAMPIRAN
Komunitas Adat
Gubernur AA.
Gubernur HB.
DPRD Kota
Masyarakat
Kehutanan
Walikota
JATAM
WALHI
POLDA
Palnidji
Lamaji
Dinas
YTM
YMP
CPM
YPR
Issu
TAHURA
Kebijakan
Tambang
Tambang
Tambang
Tambang
Tambang
Tambang
Tambang
Tambang
Tambang
Tambang
Tambang
Tambang
Tambang
Poboya
Poboya
Poboya
Poboya
Poboya
Poboya
Poboya
Poboya
Poboya
Poboya
Poboya
Poboya
Poboya
SDA
Ideologi
Developmentaism
Developmentaism
Developmentaism
Developmentaism
Developmentaism
Konservasionis
Konservasionis
Konservasionis
Eko-populis
Eko-populis
Eko-populis
Eko-populis
Eko-populis
Eko-poulis
-
Kepentingan
Mempertahankan Hak
Perlindungan SDA
Menetapkan Perda
Pengadaan Proyek
Penertiban UPETI
Peningkatan PAD
Peningkatan PAD
Penggunaan SDA
Pelestarian Perda
Eksplorasi SDA
Pengelolaan &
Eksploitasi &
Menyusun &
Pengatur &
& Identitas
Penguatan
Penguatan
Penguatan
Pengguna
Reboisasi
Arena Konflik
Kolektivitas
Kolektivitas
Kolektivitas
Kolektivitas
Kolektivitas
Kolektivitas
Negara
Negara
Negara
Negara
Negara
Negara
Negara
Negara
Swasta
Sosial
Sosial
Sosial
Sosial
Sosial
Sosial
Sumber Kekuatan
Jaringan Politik
Jaringan Politik
Jaringan Politik
Jaringan Politik
Jaringan Politik
Jaringan Lokal
Jaringan Lokal
Jaringan Lokal
Multinasional
Komunitas
Komunitas
Nasional
Nasional
Jaringan
Jaringan
Negara
Negara
158 | Zainuddin, Sulthan. et. al. Kontestasi dan Konflik Memperebutkan Emas di Poboya
Gambar 3. Relasi Antar Aktor
Gubernur AA.
Gubernur HB.
Ornop Lokal
DPRD Kota
Masyarakat
Komunitas
Kehutanan
Aktor
Walikota
POLDA
Palnidji
Lamaji
Dinas
CPM
Adat
Pemerintah B B B B B - - B B -
Pusat
Pemda - B B B K K - B K
AA.
Lamajido
Pemda HB. B B B S K B B S
Paliudju
Dinas B B K K - B K
Kehutanan
Walikota B S S B B S
DPRD S S B B B
Kota