You are on page 1of 12

TAWADU’

MAKALAH

Disusun guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Etika Profesi Guru


Dosen Pengampu : Dr. Nasiruddin, M.Ag

Disusun oleh :

Muhammad Ardi Tiyo 2003016013

Dela Aprilia Sugianto 2003016014

Qonaatul Mubarokah 2003016016

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayahnya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Makalah ini
sudah selesai kami susun dengan maksimal melalui berbagai sumber.
Terlepas dari semua itu, kami menydari seutuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya sehingga penyampaian
informasinya tidak sama dengan pengeahuan pembaca. Oleh karena itu, kami sangat berharap
saran dan kritik yang membangun berasal dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata semoga makalah tentang “Tawadu’” ini memberi manfaat ataupun inspirasi pada
pembaca.

Semarang, 15 Mei 2022

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tasawuf merupakan salah satu aspek Islam, sebagai perwujudan dari ihsan, yang
berarti kesadaran adanya komunikasi dan dialog langsung seorang hamba dengan
Tuhan-Nya. Dalam dunia tasawuf, seseorang yang ingin bertemu dengan-Nya, harus
melakukan perjalanan dan menghilangkan sesuatu yang menghalangi antara dirinya
dengf antara dirinya dengan Tuhan-Nya. Dalam tasawuf sikap ini disebut tawadu’.
Dalam agama Islam, orang yang pertama kali memperkenalkan sifat tawadu’ adalah
Nabi Muhammad SAW.
Dengan ketinggian akhlak beliau, maka mula-mula para sahabat mencontoh
perilaku serta sifat-sifat beliau yang salah satu sifatnya adalah sifat tawadu’. Sikap
tawadu’ sangat erat kaitannya dengan sifat ikhlas. Rangkuman keikhlasan seorang
hamba ada pada ketawadu’annya. Orang yang mampu beng yang mampu bersikap
tawadu’ berarti keikhlasan telah bersarang di hatinya. Bedanya, ketawadu’an lebih
bersifat horizontal.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian tawadu’ ?
2. Apa maksud tawadu’ tidak rendah ?
3. Bagaimana proses tawadu’ ?
4. Apa macam-macam tawadu’ ?
5. Bagaimana ancaman orang yang sombong ?
6. Apa saja hikmah tawadu’ ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui arti tawadu’
2. Untuk mengetahui maksud tawadu’ tidak rendah
3. Untuk mengetahui proses tawadu’
4. Untuk mengetahui macam-macam tawadu’
5. Untuk mengetahui ancaman orang yang sombong
6. Untuk mengetahui hikmah tawadu’
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Tawadu'

Rendah hati dalam konsep Islam disebut Tawadu'. Secara bahasa Tawadu' berasal
dari bahasa Arab (‫ )تواضع‬yg berarti memperlihatkan rendah (‫)الظهر الضعة‬. Kata tawadu’
kata kerjanya adalah “tawada’a” mengikuti wazan tafa’ala ( ‫ ) تفاعل‬yang menunjukkan arti
memperlihatkan, seperti kata “tabaka” ( ‫ ) تباكى‬yang berarti memperlihatkan menangis
meskipun hakikatnya tidak menangis, ta’ama yang berarti memperlihatkan buta meskipun
tidak buta. Lawan tawadu’ adalah takabbur yang berarti sombong yakni sikap menolak
kebenaran dan meremehkan orang lain.

Tawadu'menurut istilah adalah sebagai berikut,

ّ ‫إظهر الت‬
. ‫َنزل عن المرتبة ِل َمن يُراد تعظيمه‬
21

Memperlihatkan kedudukan yang rendah terhadap orang yang diagungkan.

ّ
‫للحق وترك االعتراض في الحكم‬ ‫التواضع هو االستسالم‬

Tawadu' adalah menyerah pada kebenaran dan meninggalkan perlawanan dalam


keputusan.

Pengertian pertama menunjukkan bahwa tawadu’ berarti menunjukkan kerendahan,


kesederhanaan kepada orang lain. Pengertian kedua menunjukkan bahwa orang yang
tawadu’ mau menerima kebenaran tanpa melihat siapa yang bicara.

Dengan demikian tawadu' dapat diartikan sebagai sikap memperlihatkan


kerendahan terhadap Allah, rasulNya, dan sesama orang mukmin, meskipun sebenarnya
ia orang yang kuat dihadapan sesama mukmin. Hal ini sesuai dengan perintah Allah
untuk bersikap tawadu' pada orang-orang mukmin.

1 Nasiruddin, “Akhlak Pendidik (Upaya Membentuk Kompetensi Spiritual Dan Sosial) Cet.1
(Semarang: CV Karya Abadi Jaya, 2015), hlm. 133.
2 Khalid bin Jumuat bin Ustman bin al-Kharaz, Mausu’ah al-Akhlaq, Juz 1, Kuwait, Maktabah Ahl al-

Atsar li al-Nasyr wa al-Tauzi’ 2009, hal 300


‫المومنين‬
ٔ ‫واخفض جناحك لكن إتبعك من‬

Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikuti mu yaitu orang-orang


yang beriman(Al asyuara' : 215).

Tawadu' merupakan sikap seseorang untuk melepaskan segala atribut ketinggian


seperti pangkat, kekayaan, jabatan, keilmuan, dan atribut-atribut lain yang dapat
menghalangi komunikasi dengan orang lain karena menyadari keagungan Allah dan
kerendahan diri. Dengan melepaskan atribut-atribut tersebut akan tercipta kesamaan
derajat sehingga mempermudah komunikasi saling menghargai dan tidak ada salah satu
pihak yang diremehkan. Ia menyadari bahwa setiap manusia dihadapan Allah sama
derajatnya. Perbedaan derajat dihadapan Allah hanyalah takwa yang dimilikinya. Tawadu'
merupakan titik tengah diantara dua ujung akhlak yg tidak baik. Ujung yang satu kurang
dan ujung yg satu berlebihan. Kedua ujung itu sama-sama negative, Ujung yang kurang
adalah menghinakan diri dan ujung yang berlebihan adalah sombong, Tawadu' berada
diantara menghinakan diri dan sombong.

B. Tawadu’ Tidak Rendah

Suasana batin seorang yang tawadu’ adalah suasana mencari kemuliaan disisi
Allah. Meskipun orang yang tawadu’ memperlihatkan dirinya rendah (bukan rendah diri),
namun ia tidak merasa rendah, bahkan ia merasa dengan memperlihatkan dirinya rendah
merupakan ketinggian derajat di sisi Allah. Orang yang tawadu’ tidak akan merasa malu
dan rendah karena ia memulai menyapa, berjabatan tangan, mengucapkan salam, dan
memberikan salam kepada orang lain yang sebenarnya secara sosial, ekonomi, pangakat,
jabatan, Pendidikan dan usia di bawahnya.

Contoh seorang kiyai memulai salam sapa kepada santrinya bukan berarti rendah.
Seorang pendidik memulai salam sapa kepada peserta didiknya bukan berarti rendah.
Contoh diatas merupakan perasaan tidak merasa rendah tidak akan dimiliki kecuali oleh
orang-orang yang tawadu’ yang senantiasa megharap kemulian di sisi Allah SWT. Nabi
saw adalah sosok orang tawadu’. Nabi tidak malu memulai terlebih dahulu mengucapkan
salam kepada anak-anak.

Dari Sayyar, ia berkata: Aku berjalan Bersama Tsabit Al Bannani, dan melewati
anak-anak kecil, lalu ia mengucapkan salam kepada mereka. (Tsabit) berkata: Aku pernah
Bersama (Anas), ia melewati anak-anak kecil lalu mengucapkan salam pada mereka, Anas
lalu berkata: “Aku pernah Bersama Rasul Allah s.a.w. beliau melewati anak-anak kecil
lalu mengucapkan salam kepada mereka. “Abu isa berkata: hadis ini shahih diriwayatkan
melalui sanad lain dari Anas. Telah menceritakan kepada kami (Ja’far bin Sulaiman) dari
(Tsabit) dari (Anas) dari Nabi S.a.w. seperti hadist di atas (H.R al Tirmizi)

C. Proses Tawadu’

Sikap Tawadu’ muncul dari sebuah pengetahuan (ilmu) yang dimiliki seseorang
seperti mengetahui bahwa dirinya hanya sebagai seorang hamba Allah yang sangat lemah.
Mereka menyadari bahwa segala atribut yang menempel pada dirirnya seprti kekayaan,
jabatan, dan ilmu yang menjadikan mereka dinilai tinggi oleh orang lain adalah anugrah
dari Allah yang di Amanahkan kepadanya dan suatu saat dapat pergi. Mungkin seseorang
juga mengetahui kebaikan-kebaikan yang ada pada sikap Tawadu’. Seperti diberi diberi
pahala oleh Allah karena Ketawadu’annya. Mungkin juga seseorang mengetahui ancaman
Allah SWT terhadap orang yang sombong seperti tidak akan masuk surga bila dihati
seseorang masih memiliki sedikit kesombongan itu. Mungkin juga seseorang tidak
mengetahui bahwa tidak ada seseorang yang tidak membutuhkan orang lain contoh seperti
orang kaya membutuhkan orang miskin begitpun sebaliknya. Itu merpakan bentuk
sunnatullah bahwa Allah SWT melebihkan antara manusia yang satu dengan yang lain,
agar bisa saling bekerja satu sama lain. Seperti dalam firmannya:

ُ ‫ت ِّل َيتَّخِ ذَ َب ْع‬


‫ض ُه ْم‬ ٍ ٰ‫ض د ََرج‬ َ ‫اَهُ ْم َي ْقسِ ُم ْونَ َرحْ َمتَ َر ِبّ َۗكَ نَحْنُ قَ َس ْمنَا َب ْينَ ُه ْم َّم ِع ْي َشتَ ُه ْم فِى ْال َحيٰو ِة الدُّ ْن َي ۙا َو َرفَ ْعنَا َب ْع‬
ٍ ‫ض ُه ْم ف َْوقَ َب ْع‬
َ‫بَ ْعضًا س ُْخ ِريًّا ََۗو َرحْ َمتُ َربِّكَ َخي ٌْر ِ ّم َّما يَجْ َمعُ ْون‬

“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kamilah yang


menentukan penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan
sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat
memanfaatkan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang
mereka kumpulkan.” (Q.S Al-Zukhruf: 32)

Proses berikutnya adalah bahwa tawadu’ muncul dari sebuah afeksi (ahwal) yaitu
suasana hati seperti senang, sedih, takut, benci, tertarik dan lainnya. Boleh jadi orang
yang tawadu’ memiliki suasana hati yang takut akan ancaman-ancaman Allah SWT.
Proses selanjutnya muncul setelah suasa hati seperti senang dan takut kemungkinan besar
seseorang akan mengamalkan (konasi) sikap Tawadu’ tersebut dan mereka kan
menonjolkan atribut-atribut ketinggian yang dapat mengencilkan atau meremehnakn
orang lain seperti halnya penjelasan diatas. 3

D. Macam-Macam Tawadu

Tawadu’ada yang terpuji dan ada yang tercela Tawadu’yang terpuji sikap
merendahkan diri kepada Allah dan tidak berbuat semena-mena atau memandang remeh
terhadap sesama kaum beriman. Sementara tawadu’tercela adalah sikap merendahkan
diri dihadapan orang kaya dengan harapan mendapatkan sesuatu darinya.

E. Ancaman Orang Yang Sombong

1. Orang yang sombong tidak akan masuk surga

‫عن عبد هللا قال قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم ال يدخان الجنة من كان في قلبه مثقال حبة من خردل‬

‫من كبر وال يدخل النار من كان في قلبه مثقال حبة من إيمان‬

Dari’Alqamah dari Abdullah ia berkata: Rasul Allah s.a.w berasabda :’’tidak akan
masuk surga seseorang yang didalam hatinya terdapat sifat sombong meskipun hanya
sebesar biji khardal (sejenis biji-bijian yang sangat kecil). Dan tidak akan pula masuk
neraka bagi seorang yang didalam hatinya terdapat iman sekecil biji (yang sangat kecil).
(H.R. al-Tirmizi)

‫عن سعد بن مرثد الرحبي قال سمعت عبد الرحمن بن خوشب يحدث عن ثوبان بن شهر األشعري قال سمعت كريب بن‬
‫أبرهة وهو جالس مع عبد الملك على سريره بدير المران وذكر الكبر فقال كريب سمعت أبا ريحانة يقول سمعت رسول هللا‬
‫صلى هللا عليه وسلم يقول ال يدخل شيء من الكبر الجنة فقال قائل يا ئي هللا إني أحب أن أتحمل يخبالن سؤطي وشس‬

‫نعلي فقال التي صلى هللا عليه وسلم إن ذلك ليس بالكبر إن هللا عز وجل جميل يحب الجمال إنّما الكبر من سفة‬

‫الحق وغمض الناس بعينيه‬

Dari Sa’ad bin Martsad Ar-Rahabi berkata : saya telah mendengar Abdurrahman bin
Hautsab menceritakan dari Tsauban bin Syahr Al Asyari berkata: saya telah mendengar
Kuraib bin Abrahah dia duduk bersama Abdul Malik di atas tempat tidurnya di Dair Al

3Nasiruddin, “Akhlak Pendidik (Upaya Membentuk Kompetensi Spiritual Dan Sosial) Cet.1 (Semarang: CV
Karya Abadi Jaya, 2015), hlm 139-141
Murrah, dia menyabut tentang ‘sombong’ lalu Kuraib berkata : saya mendengar rasul
Allah s.a.w. bersabda ‘sedikit saja dari kesombongan tidak akan masuk surga, “(Abu
Raihanah ) berkata :lalu ada seseorang yang berkata : “Wahai Nabiyullah, saya senang
berdandan dengan dua tali cemetiku dan tali sandalku.” Lalu Nabi S.a.w. bersabda: “itu
bukan termasuk kesombongan, sesunggunya Allah Azzawajalla Maha indah dan
menyukai keindahan. Sesungguhnya kesombongan itu siapa saja yang tidak mau tahu
terhadap kebenaran dan meremehkan manusia dengan kedua matanya.”(H.R.Ahmad.)

2. Orang yang sombong dilempar ke Neraka

‫عن أبي هريرة قال هناد قال قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم قال هللا عز وجل الكبرياء ردائي والعظمة‬

‫إزاري فمن نازعني واحدا منهما قذفته في النار‬

Dari Abu Hurairah. Hannad berkata, Rasul Allah S.a.w bersabda : Allah Azza Wa
Jalla berfirman : Kesombongan adalah selendangku, kebesaran adalah sarung-ku
barang siapa mengambil salah satu dari keduanya dari-ku maka ia akan aku
lemparkan ke dalam neraka”(H.R. Abu Daud)

3. Orang yang sombong tidak dilihat oleh Allah besok dihari kiamat

‫عن سالم بن عبد هللا عن أبيه رضي هللا عنه عن النبي صلى هللا عليه وسلم قال من جر ثوبه خيالء لم ينظر هللا‬

‫إليه يوم القيامة قال أبو بكر يا رسول هللا إن أحد شقي إزاري يسترجي إال أن أتعاهد ذلك منه فقال النبي صلى هللا عليه‬

‫وسلم لست ممن يصنعه خيالء‬

Dari Salim bin Abdullah dari Ayahnya r.a dari Nabi s.a.w. beliau bersabda : “siapa yang
menjulurkan pakaianya (hingga ke bawah mata kaki ) dengan sombong , maka Allah
tidak akan melihatnya pada hari kiamat kelak. “Lalu Abu Bakar berkata:”Wahai Rasul
Allah, sesungghnya salah satu dari sarungku terkadang turun sendiri,kecuali jika aku
selalu menjaganya? Lalu Nabis. S.a.w bersabda “Engkau bukan termasuk orang yang
melakukan hal itu karena sombong.”(H.R. al-Bukhari)

4. Orang sombong Dimurkai Allah

‫عن ابن عمر يقول سمعت رسول هللا صلى هللا عليه وسلم يقول من تعظم في نفسه أو اختال في مشيته لقي هللا‬
‫وهو عليه غضبان‬

Dari Umar ia berkata : saya mendengar Rasul Allah Shallallahu’alaihi wasallam


bersabda : “Barang siapa yang merasa sombong dalam dirinya atau dalam cara
berjalannya,ia bertemu Allah dan Dia murka kepadanya” (H.R ahmad)

5. Orang yang sombong tidak bisa menerima Kebenaran

‫عن جرير عن رجل عن مجاهد قال ال يتعلم من استحيا واستكبر‬

Dari Jarir dari sesorang dari Mujahid ia berkata :Orang pemalu dan orang sombong tidak
akan bisa menutut ilmu (H.R al-Darimi)

6.Dalam Keadaan Hina di hari Kiamat

‫عن عمرو بن شعيب عن أبيه عن جده عن النبي صلى هللا عليه وسلم قال يحشر المتكبرون يوم القيامة أمثال‬

‫الذر في صور الرجال يغشاهم الذل من كل مكان فيساقون إلى سجن في جهنم يسمى بولس تعلوهم نار األنيار‬

‫يسقون من عصارة أهل النار طينة الخبال‬

Dari Amru bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda : orang-orang sombong dikumpulkan pada hari kiamat seperti semut
bermuka manusia,mereka diliputi kehinaan dari segala penjuru,mereka digiring menuju
penjara di neraka jahanam yang bernama Bulas diatas mereka ada api paling panas
mereka diminumi muntahan dan darah penduduk neraka yang namanya thinatul khabal
(H.R. al-Tirmizi)

F. Hikmah Tawadu

Setiap akhlak yang baik pasti didalamnya ada kebaikan yang dapat diambil oleh
penyandangan akhlak tersebut. Adapun kebaikan tawadu”adalah:

1. Mencairkan komunikasi dan sebab tersebarnya persatuan dan kasih sayang orang yang
tawadu meletakan ketinggian yang dimiliki sehingga muncul persamaan derajat
diantara dua orang atau lebih yang secara sosial sedang berinteraksi.
2. Orang yang tawadu”diangkat derajatnya oleh Allah
‫عن أبي هريرة أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم قال ما نقصت صدقة من مال وما زاد هللا عبدا بعفو إال عزا‬
‫وما تواضع أحد هلل إال رفعه هللا‬
Dari Abu Hurairah bahwa Rasul Allah s.a.w bersabda : “Harta tidak akan berkuarang
karena sedekah,dan tidaklah Allah menambahkan bagi seorang hamba karena sikap. 4

BAB III

G. Kesimpulan
Tawadu’ adalah menyerah pada kebenaran dan meninggalkan perlawanan
dalam keputusan. Menunjukkan bahwa tawadu’ berarti menunjukkan kerendahan,
kesederhanaan kepada orang lain. Pengertian kedua menunjukkan bahwa orang
yang tawadu’ mau menerima kebenaran tanpa melihat siapa yang bicara.
Dengan demikian tawadu’ dapat diartikan sebagai sikap memperlihatkan
kerendahan terhadap Allah, rasulNya, dan 10esame orang mukmin, meskipun
sebenarnya ia orang yang kuat dihadapan 10esame mukmin. Hal ini sesuai dengan
perintah Allah untuk bersikap tawadu’ pada orang-orang mukmin.

‫المومنين‬
ٔ ‫واخفض جناحك لكن إتبعك من‬

Sikap Tawadu’ muncul dari sebuah pengetahuan (ilmu) yang dimiliki seseorang
seperti mengetahui bahwa dirinya hanya sebagai seorang hamba Allah yang sangat
lemah. Mereka menyadari bahwa segala atribut yang menempel pada dirirnya seprti
kekayaan, jabatan, dan ilmu yang menjadikan mereka dinilai tinggi oleh orang lain
adalah anugrah dari Allah yang di Amanahkan kepadanya dan suatu saat dapat
pergi. Mungkin seseorang juga mengetahui kebaikan-kebaikan yang ada pada sikap
Tawadu’. Seperti diberi diberi pahala oleh Allah karena Ketawadu’annya.
Tawadu’ada yang terpuji dan ada yang tercela Tawadu’yang terpuji sikap
merendahkan diri kepada Allah dan tidak berbuat semena-mena atau memandang
remeh terhadap 10esame kaum beriman. Sementara tawadu’tercela adalah sikap

4Nasiruddin, “Akhlak Pendidik (Upaya Membentuk Kompetensi Spiritual Dan Sosial) Cet.1 (Semarang: CV
Karya Abadi Jaya, 2015), hlm 142-146
merendahkan diri dihadapan orang kaya dengan harapan mendapatkan sesuatu
darinya.

DAFTAR PUSTAKA

Khalid bin Jumuat bin Ustman bin al-Kharaz, Mausu’ah al-Akhlaq, Juz 1, Kuwait, Maktabah
Ahl al-Atsar li al-Nasyr wa al-Tauzi’ 2009

Nasiruddin, “Akhlak Pendidik (Upaya Membentuk Kompetensi Spiritual Dan Sosial) Cet.1
(Semarang: CV Karya Abadi Jaya, 2015)

You might also like