You are on page 1of 13

(Template Artikel JIHP)

HILIRISASI KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN EKSTRAK DAUN GAMBIR


(Uncaria gambir Roxb) MENJADI TEH DAUN GAMBIR OLEH PETANI LOKAL DI
KABUPATEN LIMA PULUH KOTA, SUMATERA BARAT

Hillirising Feasibility business of Gambier (Uncaria Gambir Roxb) into Gambier Leaf
extract by Local Farmers in Lima Puluh Kota District, West Sumatra

Abstract: The development of agricultural commodity processing innovations continues to be


pursued to encourage downstream agriculture. Gambier is a plant that has the potential to be
processed into a health drink because it contains high polyphenols. The simple processing
technique can be applied by the local community as an alternative for a prospective health drink
business. This study aims to (1) find out the technical processing of the Gambier into Gambier
herbal tea leaf extract; (2) analyze the financial feasibility of the business. The analytical
method used is descriptive qualitative and quantitative with four financial feasibility indicators,
namely Net Present Value (NPV), Benefit Cost (B/C) Ratio, Internal Rate of Return (IRR), and
Payback Period (PP). The results showed that Gambier plant processing into Gambier leaf
extract had a yield of 25 percent and a positive NPV value of Rp 1,479,239. The B/C value is
greater than one, which is 1.013. The IRR value above the prevailing interest rate is 7.47
percent and PP is lower than the investment age, which is 1,43 years. Overall this business is
financially viable. Strengthening these businesses needs to be done as an alternative micro-
small industry that can improve the local economy.

Keywords: Financial feasibility analysis, Gambier leaf extract, Technical Processing

Abstrak: Perkembangan inovasi pengolahan komoditi perkebunan terus dilakukan untuk


mendorong hilirisasi pertanian. Gambir merupakan salah satu tanaman yang berpotensi diolah
menjadi minuman kesehatan karena mengandung polifenol tinggi. Teknik pengolahan ekstrak
daun gambir yang sederhana diharapakan mudah diterapkan oleh masyarakat lokal sebagai
alternatif bisnis yang prospektif untuk dikembangkan. Penelitian ini bertujuan untuk (1)
mengetahui teknis pengolahan Gambir menjadi teh herbal ekstrak daun Gambir; (2)
menganalisis kelayakan finansial usaha teh pengolahan ekstrak daun Gambir. Metode analisis
yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dan analisis kuantitatif menggunakan empat indikator
kelayakan finansial, yaitu Net Present Value (NPV), Benefit Cost (B/C) Ratio, Internal Rate of
Return (IRR), dan Payback Period (PP). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengolahan teh
herbal daun ekstrak daun gambir memiliki rendemen 25% dan nilai NPV positif sebesar Rp
1.479.239. Nilai B/C lebih besar dari satu, yaitu 1,013. Nilai IRR di atas suku bunga yang
berlaku adalah 7,47% dan PP lebih rendah dari usia investasi, yaitu 1,43 tahun. Secara
keseluruhan bisnis ini layak secara finansial. Penguatan usaha tersebut perlu dilakukan
sebagai alternatif industri mikro kecil yang dapat meningkatkan perekonomian lokal.

Kata kunci: Analisis kelayakan finansial, Ekstrak Daun Gambir, Teknik Pengolahan.

PENDAHULUAN

Gambir dikenal sebagai tanaman perkebunan yang banyak diusahakan oleh


petani karena memiliki potensi ekonomi yang tinggi. Pemanfaatan tanaman gambir
untuk berbagai kepentingan industri memiliki nilai tambah bagi peningkatan ekonomi
masyarakat. Gambir juga memiliki peran strategis dalam ekspor nasional dimana
Indonesia merupakan negara pemasok 80 persen komoditas gambir di pasar
internasional dengan negara tujuan utamanya adalah India (Nazir, 2000).
Menurut data Badan Pusat Statistik (2021), daerah penghasil gambir terbesar
di Indonesia adalah Provinsi Sumatera Barat. Ekspor gambir Indonesia hampir 80–90
persennya berasal dari Sumatera Barat (Nazir, 2000). Di daerah ini Gambir di
Sumatera Barat lebih banyak diusahakan dalam skala usahatani perkebunan rakyat.
Gambir yang diekspor sebagian besar masih dalam bentuk gambir mentah dengan
teknologi pengolahan yang masih bersifat tradisional. Limapuluh Kota merupakan
daerah sentra gambir Sumatera Barat. Kehidupan masyarakat di daerah ini sebagian
besar berorientasi pada pengolahan tanaman gambir (Hosen 2017). Kesejahteraan
petani sangat rentan terutama bila terjadi fluktuasi harga gambir dunia. Untuk itu upaya
peningkatan nilai ekonomis tanaman gambir harus terus diupayakan oleh pemerintah
melalui pengembangan inovasi pengolahan gambir agar memberikan nilai ekonomis
tinggi khususnya bagi petani lokal di daerah tersebut.
Hilirisasi produk gambir perlu dikembangkan untuk meningkatkan nilai tambah
(value added) produk sehingga memberikan multiplier effect bagi perekonomian
daerah. Pengolahan tanaman gambir menjadi ekstrak daun gambir diharapkan dapat
menjadi salah satu target program pengembangan usaha kecil oleh pemerintah
setempat, sehingga diharapkan dapat menyediakan lapangan usaha bagi masyarakat
serta meningkatkan ekonomi lokal. Hilirisasi industri pertanian berbasis gambir
diharapkan bisa meningkatkan nilai tambah komoditi gambir di daerah sentra produksi
gambir Sumatera Barat bersama masyarakat lokal saat ini telah mengembangkan
bisnis pengolahan tanaman gambir yang dikelola oleh kelompok tani yang bernaung
dalam Kelompok Usaha Bersama (KUBE).
Daun tanaman gambir (Uncaria Gambir Roxb) memiliki kandungan senyawa
polifenol yang cukup tinggi. Senyawa ini memiliki sifat antioksidan yang dapat
menangkap radikal bebas dalam tubuh manusia (Aditya dan Ariyanti, 2016).
Kandungan senyawa polifenol pada tanaman gambir dapat dimanfaatkan untuk
menghasilkan teh herbal daun gambir sebagai salah satu bentuk inovasi pengolahan
tanaman gambir. Mengonsumsi teh daun gambir secara rutin diyakini juga dapat
memperkuat imunitas tubuh agar terhindar dari infeksi Covid-19 (Nazir, 2000) ; Aditya
& Ariyanti, 2016).
Beberapa penelitian terkait pemanfaatan tanaman gambir sudah banyak
dilakukan oleh peneliti lain seperti pemanfaatan gambir sebagai antioksidan (Aditya
dan Ariyanti, 2016); sebagai hepatoprotektor (Edward, 2009), sebagai pewarna tekstil
dan bahan baku kosmetik (Gumbira, 2009); sebagai bahan penyamak kulit (Nazir,
2000), dan sebagai bahan baku pakan ternak (Gusmanizar, 2011). Beberapa kajian
pengolahan tanaman gambir menjadi minuman herbal yang telah dilakukan lebih
banyak menilai aspek teknis produksi (Wibowo & Waluyo, 2005), namun masih sangat
sedikit dilakukan kajian yang terintegrasi terkait aspek teknis produksi dan aspek
ekonomis khususnya dari sisi kelayakan finansial usaha. Bisnis pengolahan gambir
diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah dan nilai ekonomis yang dirasakan oleh
petani gambir. Untuk itu maka penting dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menilai
sejauh mana teknis produksi dan prospek kelayakan finansial industri pengolahan
ekstrak daun gambir. Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis aspek teknis
produksi minuman ekstrak daun gambir dan (2) menganalisis aspek ekonomis usaha
dilihat dari segi kelayakan finansialnya.

METODOLOGI

Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain buku catatan, alat tulis, alat
perekam, dan laptop. Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer
dan data sekunder.

Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan yakni:(1) Melakukan analisis
teknis produksi dengan menggambarkan proses perubahan input berupa daun gambir
menjadi output berupa ekstrak daun gambir. Analisis teknis produksi memungkinkan
sebuah industri untuk mengetahui kebutuhan biaya bahan baku, kebutuhan biaya
tenaga kerja, dan kebutuhan biaya overhead pabrik lainnya untuk memulai atau
menjalankan bisnis serupa; (2) Melakukan analisis finansial untuk menilai sebuah
usaha apakah menguntungkan atau tidak selama umur investasinya.
Menurut (Jakfar, 2012), analisis finansial terkait dengan sumber dana investasi
dan proyeksi tingkat pengembalian investasi dengan mempertimbangkan biaya modal
yang sudah dikeluarkan. Menurut (Johan, 2011), jika keuntungan atau tingkat
kembalian investasi lebih besar atau sama dengan yang diharapkan, maka usaha ini
layak untuk dilakukan. Sebaliknya jika keuntungan atau tingkat kembalian investasi
lebih kecil dari yang diharapkan maka usaha ini tidak layak secara finansial. Perlu
diketahui bahwa sebuah usaha penting untuk melakukan perhitungan secara finansial
guna mengetahui seberapa besar peluang usaha yang dijalankan (Cahyani &
Novitasari, 2021).
Analisis finansial dilakukan dengan menggunakan sejumlah kriteria kelayakan
investasi mencakup: Analisis Benefit Cost Ratio (B/C Rasio), Analisis Net Present
Value (NPV), Analisis Internal Rate of Return (IRR), dan Analisis Payback Period (PP).

Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan metode survey observasi. Objek penelitian ini
dilakukan pada salah satu Kelompok Usaha Bersama (KUBE) di Kecamatan Mungka,
Kabupaten Lima Puluh Kota, Provinsi Sumatera Barat, yang melakukan usaha
pengolahan tanaman gambir menjadi ekstrak daun gambir. KUBE ini berdiri sejak
tahun 2016 dan telah mendapatkan izin Produksi Industri Rumah Tangga (P-IRT) dari
Dinas Kesehatan. KUBE ini juga pernah meraih gelar sebagai KUBE berprestasi
Terbaik I tahun 2019 Tingkat Provinsi Sumatera Barat
Data yang diambil dalam penelitian ini mencakup data primer dan data
sekunder. Data primer dikumpulkan dengan melakukan observasi langsung selama
dua bulan yakni April-Mei 2022 dan wawancara dengan 5 orang anggota aktif KUBE
yang sekaligus berperan sebagai tenaga kerja dalam pengelolaan usaha ekstrak daun
gambir. Informan kunci yang diwawancarai ini terlibat aktif dalam proses produksi
hingga pemasaran produk. Data sekunder dikumpulkan dari dinas terkait seperti BPTP
Sumatera Barat dan Badan Pusat Statistik.

Tabel 1. Responden penelitian


Umur (tahun) Jenis Pendidikan Tugas dan Peran
Nama
kelamin
Lela Misra 47 Perempuan SMA Ketua KUBE
29 Perempuan Bendahara, merangkap tenaga
Widya wati SMA
produksi dan pemasaran
49 Perempuan Sekretaris, merangkap tenaga
Retno Lila SMA
produksi dan pemasaran
57 Laki-laki Anggota, merangkap tenaga
Asril SMA
produksi dan pemasaran
34 Perempuan Anggota, merangkap tenaga
Yansi Mustika SMA
produksi dan pemasaran

Data primer yang dikumpulkan melalui observasi mencakup aspek teknis


produksi dan finansial usaha. Aspek teknis mencakup proses pengadaan input, proses
produksi hingga menjadi output berupa ekstrak daun gambir sedangkan aspek
finansial usaha meliputi variabel berikut:
a. Umur ekonomis usaha
b. Biaya (terdiri dari biaya investasi, biaya operasional dan pemeliharaan, dan
biaya penggantian alat)
c. Harga
d. Manfaat
e. Tingkat suku bunga

Metode Analisis
Analisis untuk tujuan pertama yakni mengetahui proses pengolahan tanaman
gambir menjadi ekstrak daun gambir dilakukan secara deskriptif kualitatif dengan
mendeskripsikan proses pengolahan input produksi berupa daun gambir menjadi
output produksi berupa ekstrak daun gambir. Untuk tujuan kedua yakni menganalisis
kelayakan finansial usaha pengolahan gambir menjadi esktrak daun gambir dilakukan
secara kuantitatif. Analisis kelayakan finansial usaha dilakukan dengan menggunakan
kriteria kelayakan investasi menggunakan pendekatan B/C ratio, Net Present Value
(NPV), Internal Rate of Return (IRR), dan Payback Periode (PP).

1. Benefit Cost Rasio (B/C)

B/C rasio merupakan alat analisis yang digunakan untuk membandingkan benefit dan
cost guna mengukur kelayakan finansial sebuah usaha/bisnis. Rumus untuk
menghitung B/C rasio adalah sebagai berikut:

Present Value of benefit


B/C = …..(1)
Present value of cost

Jika B/C ≥ 1 maka usaha itu layak secara finansial


Jika B/C < 1 maka usaha itu tidak layak secara finansial (Nurmalina, 2018)

2. Net Present Value (NPV)

NPV merupakan analysis tool yang digunakan untuk mengukur selisih antara da
dengan Net Present Value of Cost. NPV juga dapat diartikan sebagai present value
dari laba bersih selama umur usaha (Nurmalina, 2018). Perhitungan NPV dilakukan
untuk melihat nilai investasi dengan mempertimbangkan perubahan nilai mata uang
(Pujawan, 2004). Rumus untuk menghitung NPV adalah sebagai berikut:
n
Bt −Ct
NPV = ∑ …………………….(2)
t =1 (1+i)t
Keterangan:
Bt = Penerimaan tahun ke-t
Ct = Biaya tahun ke-t
i = suku bunga
n = umur ekonomi
t = tahun

jika NPV ≥ 0 maka bisnis itu layak secara finansial


jika NPV < 0 maka bisnis itu tidak layak secara finansial (Nurmalina, 2018).

3. Internal Rate of Return (IRR)


IRR merupakan metode untuk menghitung tingkat suku bunga dari sebuah investasi
dengan cara menyamakannya dengan nilai sekarang investasi tersebut berdasarkan
perhitungan penerimaan kas bersih di masa mendatang (Radiks, 1997). Menurut
Gittinger (1982), IRR merefleksikan tingkat suku bunga terbesar yang dapat
dibayarkan oleh perusahaan yang melakukan investasi yang dinyatakan dalam persen.
Rumus untuk menghitung IRR adalah sebagai berikut:

NPV 1
IRR = i 1+ ( i 2−i1 ) x 100 % …….......................................................(3)
NPV 1−NPV 2

Keterangan:
i1 adalah discount rate yang menghasilkan NPV 1
i2 adalah discount rate yang menghasilkan NPV 2
NPV1 adalah NPV yang nilainya positif
NPV2 adalah NPV yang nilainya negatif
Jika:
IRR > interest rate yang berlaku (discount rate) maka bisnis itu layak secara finansial
IRR < interest rate yang berlaku (discount rate) maka bisnis itu layak secara finansial
(Nurmalina, 2018).

4. Payback Periode (PP)

PP merupakan metode untuk menentukan lamanya periode yang dibutuhkan untuk


mengembalikan investasi (Kusuma dan Mayasti, 2014). Rumus untuk menghitung PP
adalah sebagai berikut:

investasi awal
PP = x 1 tahun……(4)
penerimaan periode

Jika PP ≤ umur investasi (n) maka bisnis itu layak secara finansial
Jika PP > umur investasi (n) maka bisnis tidak layak secara finansial (Nurmalina,
2018).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambir merupakan salah satu komoditi unggulan Sumatera Barat. Tanaman ini
banyak diusahakan masyarakat lokal dalam bentuk perkebunan rakyat. Luas
perkebunan gambir di Sumatera Barat mencapai 28.742 Ha dengan produksi 7.582 ton
per tahun dan terdapat 32.135 keluarga yang menggantungkan hidupnya dari
perkebunan gambir (Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Provinsi
Sumatera Barat, 2020). Meskipun menjadi komoditi unggulan daerah, namun
kesejahteraan petani gambir masih rendah, salah satu strategi yang ditawarkan untuk
meningkatkan kesejahteraan petani Gambir adalah mendorong pengembangan
agroindustri gambir menjadi berbagai produk olahan (Evalia et al., 2012). Upaya lain
untuk peningkatan pendapatan petani gambir dilakukan dengan memfasilitasi petani
dengan alat dan rumah kempa untuk memperkuat sistem produksi dan pengolahan
hasil (Hosen, 2017) dan (Mutiara, 2017)
Daerah tujuan utama ekspor gambir Sumatera Barat adalah India. Umumnya
ekspor gambir yang dilakukan petani masih berupa gambir kering. Adakalanya terjadi
penurunan harga gambir akibat monopoli harga gambir oleh India. Pemerintah
Sumatera Barat telah mengupayakan berbagai kebijakan untuk menstabilkan harga
gambir seperti mendorong implementasi Sistem Resi Gudang (SRG) dan hilirisasi
komoditi gambir melalui inovasi industri. Salah satu inovasi industri yang dilakukan
pemerintah saat ini adalah dengan mengembangkan usaha pengolahan tanaman
gambir menjadi minuman ekstrak daun gambir. Usaha ini dilakukan oleh Kelompok
Usaha Bersama (KUBE) yang beranggotakan petani lokal setempat. Salah satu KUBE
yang konsisten melakukan pengolahan tanaman gambir menjadi minuman ekstrak
daun gambir adalah KUBE yang berlokasi di Nagari Talang Maur, Kecamatan Mungka,
Kabupaten Lima Puluh Kota. KUBE ini telah berdiri sejak tahun 2016 dan
beranggotakan 10 orang. Dalam satu kali proses produksi KUBE mengolah sebanyak
10 kg bahan baku berupa daun gambir yang dibeli dari hasil kebun gambir petani lokal
setempat. Dalam satu bulan KUBE mampu melakukan 4 kali proses produksi. Proses
pengolahan tanaman gambir menjadi minuman ekstrak daun gambir dilakukan dengan
memanfaatkan peralatan dan teknologi yang sederhana. Gambar 1 memperlihatkan
proses produksi yang dilakukan petani untuk mengolah tanaman gambir menjadi
ekstrak daun gambir.

Analisis Teknis Produksi

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa proses produksi ekstrak daun gambir


oleh petani setempat mampu menghasilkan rendemen sebesar 25 persen. Rendemen
olahan ekstrak daun gambir ini lebih besar dibandingkan rendemen ekstrak gambir
yang dilakukan dengan alat kempa tradisional oleh petani lokal di Desa Siambaliang,
Kabupaten Dairi Sumatera Utara yakni sebesar 4,2 persen hingga 4,8 persen (Wibowo
& Waluyo, 2005). Berdasarkan perbandingan teknis produksi, pengolahan ekstrak
daun gambir mampu menghasilkan rendemen yang lebih tinggi dibandingkan
pengolahan ekstrak gambir kering. Masyarakat lokal di Kabupaten Limapuluh Kota
sebelumnya lebih banyak melakukan pengolahan ekstrak gambir kering, dengan
adanya pengolahan daun gambir menjadi ekstrak daun gambir yang mampu
memberikan rendemen yang lebih besar diharapkan bisa menjadi alternatif produk
olahan gambir yang dapat meningkatkan nilai ekonomis gambir. Perbandingan nilai
ekonomi produk olahan gambir dapat dilihat pada tabel.2

Tabel 2. Pertambahan nilai ekonomi ekstrak daun gambir


Komponen Rendemen Nilai ekonomi
Bahan baku Daun gambir muda (Rp/Kg) 5.000
Produk akhir* Ekstrak daun gambir (Rp/Kg) 25% 72.000
Produk akhir** Ekstrak gambir kering (Rp/Kg) 4.2% – 4.8% 23.000-25.000
Sumber : * Data Primer ; ** Penelitian Wibowo dan Waluyo (2005)

Teknologi pengolahan ekstrak daun gambir yang sederhana dan biaya


produksi yang relatif tidak terlalu besar diharapkan dapat mendorong tumbuhnya
industri pengolahan gambir. Gapoktan KUBE dapat menjadi kelembagaan yang
menginisiasi lahirnya berbagai industri olahan gambir menjadi ekstrak daun gambir
sehingga mampu memberdayakan ekonomi rumah tangga sekaligus meningkatkan
pendapatan petani gambir di daerah sentra produksi.
Proses produksi esktrak daun gambir dapat dilakukan secara sederhana,
dimulai dengan mencuci daun gambir terlebih dahulu sehingga bersih dari kotoran.
Kemudian daun gambir ditiriskan dan dikeringkan sampai layu. Pengeringan dilakukan
dibawah sinar matahari atau menggunakan oven.
Daun gambir yang sudah layu difermentasi dengan cara direndam dalam air
dingin untuk mengurangi senyawa asam katekutanat atau kadar tannin yang tidak
diinginkan. Proses perendaman dengan air dingin berlangsung sekitar 1-2 jam.
Selanjutnya dijemur dibawah cahaya matahari atau pengeringan mekanis dengan
menggunakan oven dengan suhu berkisar 40 °C. Serbuk daun gambir yang sudah
kering kemudian dikemas dalam wadah yang kedap udara.
Dalam Pada pelaksanaan tahapan proses pengolahan ekstrak daun gambir,
proses perendaman merupakan tahapan yang terpenting untuk menghasilkan mutu
dan warna minuman yang diinginkan. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani
Gapoktan informan kunci, daun gambir yang direndam mampu menghasilkan warna
minuman yang lebih terang dibandingkan yang tidak direndam terlebih dahulu. Selain
itu citarasanya juga lebih enak dan tidak pahit.
Proses pememaran daun gambir dilakukan dengan menggunakan alat
tradisional setempat yakni lesung batu dan dipukul-pukul menggunakan palu batu.
Setelah itu daun gambir yang sudah dimemarkan dimasukkan ke dalam plastik bening
dan disimpan dalam box fermentasi. Proses ini biasanya berlangsung selama 2 hari.
Selanjutnya baru dilakukan proses penjemuran dengan memindahkan hasil fermentasi
tersebut ke atas loyang kayu yang sudah dialas mika. Proses penjemuran bisa
berlangsung selama 2-3 hari.
Proses terakhir adalah melakukan pengemasan. Ekstrak minuman daun gambir
yang dihasilkan oleh KUBE, dikemas dalam kantong celup kemudian dipress
menggunakan sealer. Ekstrak daun gambir ini kemudian dimasukan dalam aluminium
foil sebanyak 20 kantong celup, baru kemudian dimasukkan dalam kotak kemasan.
Setiap kotak kemasan memiliki berat 25 gram. Produk ekstrak daun gambir dijual
dengan harga Rp18.000/kotak atau seharga Rp72.000/kg.
Gambar 1. Bagan alir proses produksi ekstrak daun gambir

Teknis produksi ekstrak daun gambir yang dilakukan di Kecamatan Mungka


relatif lebih kompleks dibandingkan teknis produksi ekstrak daun gambir yang
dilakukan di Kecamatan Kapur IX Limapuluh Kota. Fadli et al (2021) mengungkapkan
bahwa di Kapur IX, pengolahan ekstrak daun gambir hanya melewati empat tahapan
proses produksi yakni pemetikan daun gambir, pengeringan, penggilingan dan
pengemasan. Bila dibandingkan dari volume produksinya, petani gambir di daerah
penelitian mampu menghasilkan volume produksi ekstrak daun gambir yang lebih
tinggi dibandingkan di Kec Kapur IX. Dari sisi kualitas produk, air seduhan ekstrak
daun gambir yang dihasilkan didaerah penelitian memiliki warna coklat yang lebih
terang serta tampilan kemasan yang menarik. Produk ekstrak daun gambir dikemas
dalam kemasan plastik dengan mesin press sealer menggunakan 3 jenis kemasan
yaitu kantong celup, menggunakan aluminium foil dan menggunakan kotak kemasan.
Setiap unit kemasan berisi 20 unit kantong celup. Pada kemasan juga sudah
dilengkapi dengan informasi merk produk, P-IRT, logo, alamat lokasi produksi,
komposisi, kandungan gizi, cara penyajian dan tanggal kadaluarsa penggunaan produk
(Gambar 2)

Gambar 2. Kemasan Ekstrak Daun Gambir yang dihasilkan KUBE

Total Biaya

Analisis dilanjutkan untuk melihat kelayakan usaha secara finansial. Analisis


finansial yang dilakukan menggunakan 4 (empat) kriteria investasi yakni B/C rasio,
NPV, IRR, dan PP. Asumsi dasar yang digunakan dalam analisis finansial ini adalah:
(1) umur investasi 20 tahun sesuai dengan perkiraan umur ekonomis rumah produksi;
(2) suku bunga 7 persen pertahun, sesuai dengan suku bunga KUR di bank setempat;
(3) jumlah produksi 48 kali dalam setahun sesuai dengan periode waktu pengolahan
per proses produksi yakni 6-7 hari; (4) penetapan harga jual menggunakan mark up
sebesar 25 persen dari biaya produksi sesuai dengan persentase keuntungan yang
diinginkan.
Biaya yang dikeluarkan dalam usaha pengolahan tanaman gambir menjadi
ekstrak daun gambir terdiri dari biaya investasi (biaya pembuatan rumah produksi dan
biaya pengadaan alat dan mesin produksi pada awal tahun investasi), biaya biaya
bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya pabrikasi atau biaya overhead.
Pengadaan mesin serta peralatan dilakukan di awal tahun investasi yakni
berupa biaya pembuatan rumah produksi, pembelian box fermentasi, loyang, pisau dan
baki stainless, ember, gunting, papan iris, lesung, tempat pengeringan, mesin press
sealer, timbangan, dan etalase. Biaya bahan baku berupa biaya pembelian daun
gambir dari petani lokal seharga Rp5.000/Kg. Biaya tenaga kerja dibayar per output
produksi yakni Rp15.000/Kg. Biaya pabrikasi terdiri dari biaya air, biaya listrik, biaya
pajak kendaraan dan pajak bangunan, biaya penyusutan, BBM, dan biaya kemasan.
Total biaya yang dikeluarkan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Total Biaya pengolahan ekstrak daun gambir (Rp/tahun)


Biaya Pengolahan Nilai (Rp/tahun)
Biaya investasi (rumah produksi dan peralatan) 39.744.500
Biaya bahan baku 2.400.000
Biaya Tenaga kerja 1.800.000
Biaya Pabrikasi 2.623.646

Total Penerimaan
Industri pengolahan ekstrak daun gambir oleh KUBE mampu menghasilkan 120
kg ekstrak daun gambir pertahun. Produk dijual dalam bentuk kemasan yang berat
nettonya 250 gram. Mark Up yang ditetapkan adalah 25 persen dari harga pokok
produksi sesuai persentase keuntungan yang diharapkan, sehingga didapatkan harga
jual yakni Rp18.000 per kemasan atau Rp 72.000/Kg. Harga jual ini kemudian
diasumsikan akan mengalami peningkatan sebesar 20 persen setiap 5 tahun. Total
penerimaan usaha ekstrak daun gambir dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Penerimaan ekstrak daun gambir (Rp/tahun)


Komponen Penerimaan Nilai (Rp)
Total Produksi (kg) 120
Harga Jual (Rp/kg) 72.000
Penerimaan (Rp/Tahun) 8.640.000

Analisis Finansial
Untuk mengetahui kelayakan usaha pengolahan daun gambir menjadi ekstrak
daun gambir, maka dilakukan analisis finansial dengan menggunakan 4 kriteria yakni
B/C rasio, NPV, IRR, dan Payback Period (PP). Hasil analisis menunjukkan bahwa
usaha pengolahan daun gambir menjadi ekstrak daun gambir secara finansial layak
untuk diusahakan. Usaha ini memiliki rasio B/C yang lebih besar dari satu, NPV yang
bernilai positif, nilai IRR yang lebih besar dari tingkat suku bunga serta payback period
(PP) melebihi umur ekonomis. Hasil analisis finansialnya dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Analisis finansial usaha pengolahan tanaman gambir menjadi ekstrak daun gambir

Nilai Indikator Hasil


Kriteria
Kelayakan
B/C 1,013 ≥1 Layak
NPV (Rp) 1.479.239 ≥0 Layak
IRR (%) 7,47 ≥i Layak
PP (tahun) 1,43 < n Layak
Catatan: i adalah tingkat suku bunga sebesar 7% dan n adalah umur investasi sebesar 20
tahun

Benefit Cost Ratio (B/C)


Tabel 5 menunjukkan bahwa pada tingkat suku bunga 7 persen diperoleh B/C
rasio sebesar 1,013. Nilai B/C yang lebih besar dari 1 menunjukkan bahwa usaha ini
layak untuk dilaksanakan karena setiap Rp 1 yang diinvestasikan mampu memberikan
manfaat sebesar 1,013. Nilai B/C industri ekstrak daun gambir ternyata relatif lebih
kecil jika dibandingkan dengan nilai B/C usaha getah kering gambir yang mencapai
nilai B/C = 1,53 (Hosen (2017). Meskipun demikian usaha pengolahan ekstrak daun
gambir masih layak untuk dilaksanakan karena memiliki nilai B/C > 1. Dibandingkan
dengan produk teh herbal lainnya, nilai B/C ratio ekstrak daun gambir ternyata lebih
rendah dibandingkan dengan nilai B/C rasio teh herbal dengan kombinasi teh hitam
yang mampu mencapai nilai B/C sebesar 1.30 (Nugroho et al. 2021). Nilai B/C rasio
usaha ekstrak daun gambir di Limapuluh kota yang relatif masih rendah diduga
disebabkan karena usaha ini masih berskala kecil dan produksi yang terbatas
sehingga biaya produksi per unit cenderung besar.
Penelitian kelayakan finansial pembuatan ekstrak daun gambir yang dilakukan
oleh Hidayat dan Hernaini (2013) juga menunjukkan bahwa pembuatan teh celup daun
gambir pada skala kapasitas 100 Kg daun gambir per hari menghasilkan nilai layak.
Nilai BCR (Benefit Cost Ratio) lebih dari 1 menunjukkan ekspektasi keuntungan yang
positif

Net Present Value (NPV)


Hasil perhitungan NPV menunjukkan bahwa pada tingkat suku bunga 7 persen
dan rendemen 25%, usaha pengolahan daun gambir menjadi minuman ekstrak daun
gambir mampu menghasilkan NPV sebesar Rp1.479.239. Nilai NPV yang positif
menujukkan bahwa usaha ini layak secara finansial untuk dilakukan.
Penelitian kelayakan finansial pembuatan ekstrak daun gambir yang dilakukan
oleh Hidayat dan Hernaini (2013) juga menunjukkan bahwa pada skala kapasitas 100
Kg daun gambir per hari dan rendemen 25.7%, usaha ini layak untuk dilaksanakan
dengan nilai NPV mencapai lebih dari Rp 450 juta.

Intenal Rate of Return (IRR)


Sebuah usaha dikatakan layak secara finansial jika memiliki nilai IRR yang sama
atau lebih besar dari tingkat suku bunga yang dipakai. Tabel 5 menunjukkan bahwa
pada tingkat suku bunga 7 persen, usaha pengolahan tanaman gambir menjadi ekstrak
daun gambir layak secara finansial karena memiliki IRR yang lebih besar dari tingkat
suku bunga berlaku yakni 7,47 persen
Penelitian kelayakan finansial pembuatan akstrak daun gambir yang dilakukan
oleh Hidayat dan Hernaini (2013) juga menunjukkan bahwa pada skala kapasitas 100
Kg daun gambir per hari dan rendemen sebesar 25.7%, usaha ini layak (feasible)
karena mencapai IRR sebesar 48.79%. Hasil sensitivitas pada penelitian tersebut juga
menunjukkan bahwa industri pembuatan teh celup daun gambir skala 100 Kg daun
gambir perhari dapat mentolerir kenaikan harga bahan baku sampai dengan 40%

Payback Periode (PP)

Analisis PP menunjukkan lamanya waktu yang dibutuhkan untuk pengembalian


modal investasi. Sebuah usaha dinyatakan layak secara finansial jika memiliki nilai PP
yang lebih kecil dari umur investasi. Hasil analisis Tabel 5 menunjukkan bahwa
pengembalian modal usaha ini lebih kecil dari umur investasi sehingga layak secara
finansial untuk dilaksanakan.
Periode pengembalian modal (Payback Periode) usaha didapatkan nilai 1,43
tahun, artinya bahwa kurang dari 2 tahun modal yang diinvestasikan sudah dapat
dikembalikan. Hasil penelitian ini sejalan dengan temuan Hidayat dan Hernaini (2013)
bahwa usaha pengolahan ekstrak daun gambir hanya membutuhkan periode 3 tahun
untuk mengembalikan modal yang sudah diinvestasikan. Jadi secara finansial usaha
ini layak untuk dilaksanakan.
Dibandingkan dengan analisis finansial pengolahan ekstrak gambir kering yang
dilakukan dengan oleh petani lokal dengan menggunakan alat kempa tradisional di
Nagari Taratak, Sungai Lundang, Pesisir Selatan, Sumatera Barat, didapatkan nilai PP
sebesar 1.9 tahun (Mutiara, 2017), sedangkan didaerah lain yakni Desa Toman, Musi
Banyuasin Sumatera Selatan didapatkan nilai PP sebesar 2.5 tahun (Affandi, 2007).
Perbandingan ini menunjukkan bahwa periode pengembalian modal (payback
periode) usaha ekstrak daun gambir relatif lebih cepat dibandingkan usaha pengolahan
ekstrak gambir kering yang dilakukan oleh petani di daerah lain.

SIMPULAN

Pengolahan tanaman gambir menjadi minuman ekstrak daun gambir dapat


menjadi salah satu alternatif untuk meningkatkan nilai tambah komoditi gambir
sehingga dapat membantu peningkatan pendapatan petani lokal disekitar sentra
produksi gambir. Analisis teknis produksi menunjukkan bahwa usaha ini mampu
menghasilkan rendemen sebesar 25 persen, lebih besar dibandingkan rendemen
ekstrak gambir kering yang dilakukan petani lokal setempat.
Berdasarkan hasil analisis kelayakan finansial diperoleh hasil bahwa usaha
pengolahan daun gambir menjadi ekstrak daun gambir layak untuk dilaksanakan.
Usaha ini mampu mendatangkan nilai NPV yang positif yakni Rp 1,479,239. Nilai B/C
yang lebih besar dari satu yakni 1,013. Nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga
berlaku yakni 7,47 persen dan payback period (PP) yang lebih rendah dari umur
investasi yakni 1,43 tahun
Pengolahan daun gambir menjadi minuman ekstrak daun gambir diharapkan
dapat menjadi salah satu target program pengembangan usaha kecil oleh pemerintah
provinsi Sumatera Barat, sehingga dapat menyediakan lapangan usaha bagi rumah
tangga petani serta meningkatkan ekonomi lokal. Hilirisasi industri pertanian berbasis
gambir diharapkan bisa meningkatkan nilai tambah komoditi gambir di daerah sentra
produksi gambir Sumatera Barat

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada KUBE pengolahan minuman


esktrak daun gambir di Talang Maur Kecamatan Mungka, Provinsi Sumatera Barat
yang sudah memberikan data dan informasi terkait penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. Aditya M, Ariyanti PR. 2016. Manfaat Gambir (Uncaria gambir Roxb) sebagai Antioksidan.
Majority [Internet]. 5(September):129–133.
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/viewFile/1049/844
2. Affandi M. 2007. Analisis Kelayakan Finansial Usahatani Gambir di Desa Toman,
Kecamatan Babat Toman, Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan.
(Skripsi). Bogor. Institut Pertanian Bogor.
3. BPS [Badan Pusat Statistik]. 2021. https://sumbar.bps.go.id/indicator/54/597/1/luas-lahan-
dan-produksi-gambir-menurut-kabupaten-kota-di-provinsi-sumatera-barat.html
4. Cahyani WK, Novitasari D. 2021. AGROINTEK : Jurnal Teknologi Industri Pertanian.
5. Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Sumatera Barat. 2020.
Produksi tanaman perkebunan rakyat (ton).
6. Edward Z. 2009. Pemanfaatan fungsi anti oksidan gambir. 2(2):3–4.
7. Evalia N.A., Said E.G., Suryana R. N. 2012. Strategi Pengembangan Agroindustri dan
Peningkatan Nilai Tambah Gambir di Kabupaten Limapuluh Kota Sumatera Barat. Jurnal
Manajemen dan Agribisnis. Vol 9 No.3
8. Fadli M., Agriqhisti., Anshari L.H. 2021. Pengembangan Metode Produksi Teh Untuk
Peningkatan Pendapatan Petani Gambir di Durian Tinggi Kabupaten Limapuluh Kota.
Jurnal Hilirisasi IPTEKS. hal 1-7
9. Gittinger, J. P. 1982. Economic analysis of agricultural projects. Baltimore: Johns Hopkins
University Press.
10. Gumbira E. 2009. Agro Industri & Bisnis Gambir di Indonesia. IPB Press.
11. Gusmanizar N. 2011. Effect of Incubation time on chemical composition and in vitro
digestibility of treated extracted gambir leaf waste with mix Rhizopus sp and aspergilus
niger as animal feed.
12. Hidayat T., Hernani. 2013. Financial analysis of tea bags gambir leaves processing
technology package. Proceedings International Conference on Agricultural Postharvest
Handling, and Processing (ICAPHP), Jakarta, 19-21 November 2013
13. Hosen. N. 2017. Profil Sistem Usaha Pertanian Gambir di Sumatera Barat. Jurnal Penelitian
Pertanian Terapan. Vol 17 (2) : 124-131.
14. Jakfar K.S. 2012. Studi Kelayakan Bisnis: Kencana Prenada media Grup.
15. Johan S. 2011. Studi Kelayakan Pengembangan Bisnis. [place unknown]: Graha Ilmu.
16. Kusuma P,T,W., Mayasti, N.K.I. 2014. Analisa Kelayakan Finansial Pengembangan Usaha
Produksi Komoditas Lokal : Mie Berbasis Jagung. Agritech, Vol 34 (2): 194-202
17. Mutiara. 2017. Analisis kelayakan Finansial Pengolahan Gambir dengan Menggunakan
Sistem Dongkrak di Nagari Siguntur Tua Kecamatan Koto IX Tarusan Kabupaten Pesisir
Selatan (skripsi). Universitas Andalas. Padang
18. Nazir M. 2000. Gambir, Budidaya, Pengolahan dan Prospek Diservikasinya. [place
unknown]: Yayasan Hutanku.
19. Nugroho A., Heryani H., Istikowati W.R., 2021. Analisis Kelayakan Industri Pengolahan The
Herbal (Euphorbia hirta) dengan kombinasi teh hitam (Camellia sinensis). Agrointek 15 (2):
544 - 553
20. Nurmalina R. 2018. Studi Kelayakan Bisnis : IPB Press.
21. Pujawan I.N 2004, Ekonomi Teknik. Penerbit Guna Widya, Surabaya
22. Radiks, P. 1997. Analisis Biaya dan Manfaat. Rineka Cipta. Jakarta
23. Wibowo & Waluyo. 2005. Teknik Pengolahan Gambir di Desa Siambaliang, Kabupaten
Dairi, Sumatera Utara. 2005.Jurnal penelitian Hasil Hutan.
http://ejournal.forda-mof.org/ejournal-litbang./index.php/JPHH/article/view/3987

You might also like