You are on page 1of 9

Jurnal Ilmiah Pariwisata-STP Trisakti, VOL 21, NO 1 (2016)

KAJIAN KRITIS TENTANG INOVASI DAERAH


TERKAIT PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN DESA WISATA
BERBASIS KOMUNITAS
Yusuf Adam Hilman
Dosen Tetap Universitas Muhammadiyah Ponorogo
Jl. Pramuka Gang V, No. 04 Ronowijayan, Siman, Kabupaten Ponorogo, Provinsi
Jawa Timur. Indonesia.
HP. 085755090861 / 082306576716
e –Mail : 545471adamongis@gmail.com

Abstract
Sutan sjahrir once said: “new if our village do start to move forward over
his power own, then all our society, will also up individuals at and progress in all
the field, including the field culture”. Look of the advice, should the community
welfare is in vilage’s, can be immediately realized, remember village have the
potential very large, in various natural resources, resources culture, the
characteristics and uniqueness his human, coupled with indorsement village
funds almost was 1.5 billion. But ironic if we look at it, why still in rural areas
community, still just coming problems hunger, poverty, lost identity and so on,
even a lot of which go from village because assume village he live in not were
given hope for the future. Problems these problems are real the and trickling in
almost all village in indonesian.This, apparently have many provide a to us how
to village dioah and managed, because of that village can give hope and welfare
for their citizens. The concept of the independence can be realized with a pattern
development of backward, with model of development tourist village, here the
community called to collectively make a notion how showing potential for many
fields including tourism, without damaging and reduce the value of the value local
knowledge owned. The outcome of several explained the study a lot of models
tourist village, as: tourist village themes culture, tourist village themes potential
nature, until tourist village of a religious nature, which some study it reduce on a
explaining how village managed in a communal with synchronize with many sides
such as; government and private, to shoulder - before build model of development
tourist village appropriate to identity the village community. Of all this can be
drawn an explanation that it is important comprehend potential in have village,
then mengolahna into a activities which is potential to lead on improving the
quality of the community, whether materil and moral .Hence we think the
development model tourist village relevant to the state of village that were still
marginalised.

Password: Innovation Regionsi, Tourist Village, Based Regions.


Jurnal Ilmiah Pariwisata-STP Trisakti, VOL 21, NO 1 (2016)

PENDAHULUAN Karakteristik sistem pemerintahan


lahir dan terbentuk dari akar budaya
Berbicara tentang konsep yang ada di masyarakat, secara
pembangunan terdapat di negara bertahun – tahun melewati
Indonesia, tidaklah adil jika hanya periodesasi masa, sehingga
difokuskan pada daerah tingat I menghasilkan model desa seperti
(satu) ataupun daerah tingkat II (dua) yang kita lihat saat ini. Sejak zaman
sekelas Provinsi dan Kabupaten / kolonial hingga sekarang, desa (yang
Kota, hal tersebut karena masih ada memiliki penduduk dan tanah) selalu
level pemerintahan yang paling menjadi obyek birokratisasi dan
bawah, dan merupakan sistem pembangunan oleh negara serta
permerintahan tertua di negeri ini eksploitasi oleh pemilik modal.
yakni pemerintahan desa. Dalam Negara membuat banyak peraturan
perjalanan panjang sejarah di (yang sering mengalami bongkar
Indonesia, keberadaan desa memiliki pasang dan selalu mengambang)
identitas penamaan yang beragam, bukan untuk menghormati dan
selain itu model pemerintahan desa mengangkat harkat dan martabat
juga memiliki sifat yang khas, serta orang desa, tetapi digunakan untuk
sistem pemerintahan yang berbeda, mengendalikan desa guna
sesuai dengan kultur yang terdapat mendukung kepentingan sepihak
didaerahnya tersebut. pemerintah, baik konsolidasi politik
Namun jauh sebelum temuan maupun pembangunan ekonomi.
tersebut diyakini terdapat desa atau Pada saat yang sama pemerintah
dengan beragam nama lain seperti melancarkan berbagai proyek
Dusun, Marga, Kampung, Gampong, pembangunan ke desa sebagai
Dati, Nagari dan Wanua yang bentuk, “politik elit” dan proyek
tersebar di wilayah Jawa dan luar jangka pendek untuk kepentingan
Jawa.( Ndara. 2010: 154) jajaran birokrasi negara. Setiap
Desa-desa yang telah ada jauh proyek pembangunan yang masuk ke
sebelum itu memiliki konstruksi desa tidak semerta – merta
organisasi paling minimalis dimana memberdayakan rakyat desa, tetapi
kepala desa merupakan simbol dalam justru memperkaya para pelaksana
semua entitas pemerintahan, dari unsur birokrasi maupun kepala
ekonomi, sosial budaya dan politik. desa. Karena hal itu, selama era
Integrasi semua fungsi dalam reformasi, muncul agenda
personifikasi kepala desa merupakan pembaharuan desa secara
konstruksi sistem politik totaliter berkelanjutan. Tujuan pembaharuan
klasik yang cenderung memberi desa adalah mendorong desa lebih
diskresi bagi kepala desa dalam otonom, demokratis, sejahtera dan
memainkan peran dominan bagi berkeadilan. Selain dengan kebijakan
kehidupan kelompok. Secara dan pembangunan yang pro desa,
kelembagaan kepala desa menjadi desentralisasi dan otonomi desa
representasi politik sebab ia secara merupakan agenda penting dalam
traditional dilahirkan untuk pembaharuan desa. Desentralisasi
memimpin kelompok masyarakat dan otonomi desa membutuhkan
dalam sebutan yang tertua (tetua). berbagai prakarsa lokal, gerakan
(Nurcholis. 2013: edisi 38) bersama, komitmen politik dan
Jurnal Ilmiah Pariwisata-STP Trisakti, VOL 21, NO 1 (2016)

kebijakan pemerintah. (Sutoro Eko. kegiatan pembangunan dan


2008: 76 – 77) pemberdayaan bisa mengingkatkan
Dalam perspektif sosiologi kesejahteraan bagi masyarakat secara
pemerintahan, entitas pemerintahan merata. Selain itu pemerintah pusat
terendah semacam desa diakui harus memberikan kepercayaan
merupakan basis tumbuhnya terhadap pemerintahan desa, untuk
pemerintahan yang lebih luas dan menjalankan tugas – tugasnya
kompleks sebagaimana pemerintahan dengan asas desentralisasi, yang
modern dewasa ini.(Mc Iver. 199: 33 transparan, akuntabel, dan
– 35) berkesinambungan. Dalam rangka
Perjalanan sejarah bangsa telah mewujudkan hal tersebut, tidaklah
membuktikan bahwa desa telah mudah mengingat jumlah desa di
melalui banyak ujian serta lika – Indonesia saat banyak, dan tersebar
liku, khususnya yang terkait dengan dari Sabang hingga Merauke.
bentuk ideal dan praktik Jakarta - Menteri Desa,
pemerintahan serta penyelenggaraan Pembangunan Daerah Tertinggal,
negara dalam upaya mewujudkan dan Transmigrasi (Mendes), Marwan
konsep negara kesejahteraan (welfare Jafar, mengatakan, Di Indonesia,
state). Maka pada saat ini, Desa terdapat 75.000 desa yang tersebar di
diberikan kesempatan dan juga 34 provinsi dan 502 kabupaten.
kewenangan untuk mengurusi Sebagian desa tersebut berada di 122
daeranya, dengan alokasi dana yang kabupaten yang masih memiliki
cukup besar. predikat kawasan daerah tertinggal.
Terkait dengan itu, undang- (http://www.beritasatu.com/nasional/
undang desa menentukan bahwa 336997-indonesiavietnam-punya-
sumber keuangan desa secara umum persoalan-desa-yang-sama.html
berasal dari APBN, APBD, PAD dan pada 22 Februari 2017)
sumber lain yang sah. Jika Selain itu tingkat keragaman desa
diperkirakan pemerintah mampu di Indonesia sangat tinggi, sehingga
menggelontorkan setiap desa perlu pendekatan khusus terkait
sebanyak 10% dari total APBN, plus kebudayaan dan corak
ADD sebesar 10% dari Pajak / masyarakatnya yang sangat
Retribusi / DAU / DBH, ditambah kompleks. Oleh karena itu penting,
Pendapatan Asli Desa dan memahami desa tidak hanya terkait
sumbangan lain yang sah, maka dengan regulasi yang berkaitan
setiap desa kemungkinan akan dengan kewenangan dan kekuasaan,
mengelola dana di atas 1 Milyar tetapi juga harus memiliki
perdesa pada 72.944 desa di pemahaman yang mendalam tentang
Indonesia. (Handout Materi sebuah desa.
Sosialisasi RUU Desa. 2013) Dalam kegiatan pembangunan
Dengan potensi keuangan dan yang ada di pedesaan, biasanya ada
juga payung hukum yang jelas, maka beberapa model, yaitu: 1).
desa bisa secara mandiri dalam Pembangunan fisik, tujuannya
menyelenggarakan pemerintahan, memberikan kemudahan terhadap
termasuk melakukan kegiatan akses – akses publik yang
pemberdayaan dan pembangunan dibutuhkan desa, seperti: jalan,
sesuai amanat yang terkandung lapangan, rumah sakit, tempat ibdah
dalam undang – undang desa. Supaya dan lain sebagainya. Sehingga
Jurnal Ilmiah Pariwisata-STP Trisakti, VOL 21, NO 1 (2016)

diharapkan masyarakat menjadi solusi terhadap permasalahan


mudah dan merasa kebutuhan – ekonomi, sosial, dan budaya, yang
kebutuhan publiknya, di perhatikan seringkali dialami masyarakat
oleh pemerintah, sehingga kegiatan pedesaan.
keseharian dapat diselenggarakan Selama ini banyak sekali model
dengan baik, misalnya: aktifitas kegiatan terkait pengembangan desa
sosial, ekonomi, pendidikan, budaya, wisata yang dilakukan oleh
dan lain sebagainya. 2). masyarakat, pemerintahan, dan
Pembangunan sumber daya manusia, private sector, akan tetapi tingkat
disini lebih ditekankan tentang efektifitas dan efesiensinya, masih
bagaimana kualitas masyarakat yang belum bisa maksimal, oleh karena itu
ada di desa bisa dikembangkan, kami akan mencoba menggagas,
dengan berbagai macam pelatihan bagaimanakah konsep desa wisata
yang aplikatif, ditujukan supaya yang ideal dapat dikelola dan
kualitas manusianya menjadi lebih dikembangkan secara komunal,
baik. Implikasinya, dengan kegiatan dengan konsep dari desa, oleh desa,
tersebut diharapkan masyarakat dan untuk desa.
dapat hidup secara mandiri dan Kajian ini menggunakan
mempunyai motivasi untuk berjuang pendekatan kritis, dengan jenis
dengan segala keterbatasan yang ada, penelitian library research atau
dalam upaya memenuhi kebutuhan kepustakaan. Maksudnya ialah
sehari – harinya. 3). Perpaduan memberikan telaah atau analisis
pembangunan fisik dan juga kritis terhadap berbagai literatur yang
pembangunan sumber daya manusia, relevan dengan permasalahan
yang berbasis kekuatan sosial pada tersebut, kemudian menghasilkan
komunitas tersebut, maksudnya analisis deskriptif.
adalam melakukan berbagai kegiatan
yang menekankan pada bagaimana Berbagai Model Pengembangan
masyarakat secara komunal bisa Desa Wisata
bahu membahu, menjalankan
kegiatan yang bisa berimlikasi pada 1. Model Desa Wisata Budaya
pemenuhan kebutuhan – kebutuhan Secara garis besar konsep model
pokok, mereka dengan cara swadaya kampung wisata budaya terpadu
dan mandiri yang berbasis (Mokatabu) merupakan represntati,
komunitas. Pada kesempatan ini, objek wisata budaya yang
kami mencoba menawarkan model mengintegrasikan kekhasan etnik
yang ketiga, dengan membuat budaya suku tertentu dalam satu
gagasan terkait konsep kemandirian kesatuan (lokasi) untuk menjaga
desa, melalui pencanangan desa identitas nasional yang berakar pada
wisata yang ideal. penguatan identitas lokal. Kampung
Kita ketahui bahwa potensi wisata budaya ini menampilkan
pariwisata di Indonesia sangatlah nuansa kelokalan baik secara esensi,
banyak, dan mayoritas posisi obyek artifisial, maupun lingkungan alam,
tersebut merupakan bagian dengan melibatkan totalitas kekayaan
administratif dari pemerintahan desa, budaya, adat istiadat dan pola
oleh karena itu model pembangunan kehidupan. (Safi Harto. Diakses dari
kepariwisataan di desa, ternyata http://repository.unri.ac.id/ pada 20
sangat menarik dan bisa menjadi Februari 2016) .
Jurnal Ilmiah Pariwisata-STP Trisakti, VOL 21, NO 1 (2016)

2. Desa Wisata Alam (Agraris dan hijau, biru, dan kuning emas. Selain
Bahari) itu, aktivitas manusia mengambil
belerang dari kawah, potensi lain
Pulau Sempu merupakan wilayah yang mendukung yaitu flora dan
wisata yang dapat dikembangkan fauna yang beragam diwilayah
menjadi ekowisata yang menarik tersebut. Daya tarik lain yang
bagi wisatawan domestik dan mendukung ekowisata yaitu potensi
internasional ang ingin menikmati budaya yang unik dari komunitas
konsep ekowisata. Pengembangan yang berdekatan dengan gunung Ijen.
ekowisata diwilayah pulau sempu Untuk meningkatkan implementasi
hendaknya dapat diselaraskan konsep ekowisata atau kriteria,
dengan kondisi sosial dan ekonomi diperlukan pelatihan.
masyarakat, serta tidak berbenturan Selain itu masyarakat setempat
dengan upaya konservasi yang telah harus dilibatkan dalam program.
dilakukan pemerintah daerah di Desa harus mendirikan fasilitas
wilayah ini. (Dias Satria. 2009: Vol.3 persinggahan untuk mengakomodasi
No.1 mei 29, hal37 – 47). pengunjung yang melewati desa
Kegiatan sehari - hari masyarakat Taman Sari menuju Kawah Ijen. (Sri
yaitu bertani menjadi ciri khas desa Widowati. 2012)
Bandungan sangat berpotensi untuk
dikembangkan menjadi desa wisata 3. Desa Wisata Sejarah & Religius
yang berbasis agrowisata yang
memiliki atraksi wisata lain yaitu Pengelolaan makam Sultan
mempelajari cara memelihara sapi Hadiwijaya sudah berjalan dengan
khusus karapan sapi dan sapi sono’ baik yaitu meliputi pengelolaan
dan juga mempelajari cara membatik wisata religi, pengelolaan sumber
menggunakan alat tradisional yang daya antara lain sumber daya
kemudian pengembangan - nya manusia, sumber daya alam serta
secara spesial terbagi menjadi tiga, sumber daya finansial. Faktor -
yaitu menyediakan rute perjalanan faktor pendukung maupun
wisata yang mengelilingi kawasan penghambat untuk pengelolaan
desa wisata yang memperlihatkan wisata religi di kompleks makam
kegiatan sehari – hari masyarakat Sultan Hadiwijaya hendaknya selalu
desa Bandungan, menyediakan ditingkatkan, misal pemberian
sarana transportasi khusus untuk informasi kepada pihak luar,
menuju kawasan desa wisata untuk menjalin kerjasama dengan
mempermudah wisatawan pemerintah yang paling utama Dinas
berkunjung kawasan desa wisata dan Pariwisata, bekerjasama dengan
menyediakan fasilitas pendukung Kraton Surakarta maupun dengan
dan penunjang kegiatan wisata. masyarakat. (Ashana Mustika Ati,
(Faris Zakaria. 2014: Vol.3 No.02) 2011)
Kawah Ijen memiliki potensi
besar bagi pengembangan ekowisata, Karakteristik Desa Wisata
meskipun belum sepenuhnya
dikembangkan, sumber yang paling Desa wisata adalah suatu wilayah
utama adalah panorama / pedesaan yang menawarkan keaslian
pemandangan kawah gunung ijen baik dari segi sosial budaya, adat
dengan tiga warna berbeda, yaitu: istiadat, keseharian, arsitektur
Jurnal Ilmiah Pariwisata-STP Trisakti, VOL 21, NO 1 (2016)

tradisional, struktur tata ruang desa dan belajar dari alam, tentang cara
yang disajikan dalam suatu bentuk hidup berdampingan yang selaras
integrasi komponen pariwisata antara dengan alam, sehingga manusia
lain seperti atraksi, Akomodasi dan dapat memiliki kesadaran yang tinggi
fasilitas pendukung. (Darsono. 2005: terhadap pentingnya alam.
Vol.3 No.02)
3. Karakteristik Desa Wisata
1. Karakteristik Desa Wisata Sejarah & Religius
Budaya
Karakteristik desa wisata religius
Model desa wisata ini biasanya biasa dikaitkan dengan beberapa
lebih menekankan pada identitas tempat – tempat suci dan juga
budaya yang coba ditampilkan, bersejarah, yang diyakini sebagai
secara natural, dan apa adanya, tempat yang dianggap memiliki
sehingga nampak jelas bagaimana kekuatan, atau tempat bersejarah
masyarakat hidup, bersosialisasi dan bagi agama atau kepercayaan
membangun komunikasi dengan tertentu.
komunitasnya. Selain itu model desa
wisata budaya juga dituntut untuk Bentuk Aplikatif Desa Wisata
dapat menyentuh komponen –
komponen kawasan secara mendasar, Dari beberapa penjelasan tersebut
yaitu: a). Pemberdayaan masyarakat kita dapat memberikan gambaran,
pelaku wisata budaya. b). bentuk konkrit dari konsep desa
Pengembangan pusat – pusat wisata, seperti yang diilustrasikan
kegiatan wisata sebagai titik oleh beberapa gambar, berikut:
pertumbuhan. c). Pengembangan
sarana dan prasarana yang
menunjang. d). Adanya keterpaduan
antar kawasan yang mendukung
upaya peningkatan dan pelestarian
daya dukung lingkungan serta sosial
dan budaya setempat. e). Adanya
keterpaduan kawasan wisata budaya
dengan rencana tata ruang wilayah Gambar 1. Salah satu contoh model desa
daerah dan nasional. (Safi Harto. wisata budaya.
Diakses dari Sumber ; diakses dari www.google.com
http://repository.unri.ac.id/ pada 20
Februari 2016).

2. Karakteristik Desa Wisata


Alam (Agraris dan Bahari)

Karakteristik desa wisata alam,


yaitu biasanya memiliki karakteristik
Gambar 2. Salah satu contoh model desa
untuk melakukan eksplorasi terhadap wisata Agraris.
keindahan alam, selaian itu desa Sumber ; diakses dari www.google.com
wisata ini berusaha mengajak
wisatawan untuk kembali ke alam,
Jurnal Ilmiah Pariwisata-STP Trisakti, VOL 21, NO 1 (2016)

uraikan, sebagai berikut: 1).


Pembentukan komunitas masyarakat
atau meneruskan kelompok sosial
yang ada, 2). Kemudian komunitas
tersebut memerakan potensi yang ada
berupa, potensi budaya, ekonomi,
sumber daya alam, dan lain
Gambar 3. Salah satu contoh model desa
wisata bahari sebagainya, 3). Setelah itu dibuatlah
Sumber ; diakses dari www.google.com desain dan mekanisme pengelolaan
desa wisata, 4). Kemudian membuat
peraturan desa atau produk hukum,
yang mengatur soal pengelolaan,
retribusi, dan juga lainsebagainya, 5).
Melakukan pelaksanaan kegiatan
desa wisata, dengan melakukan
publikasi dokumentasi, 6).
Melanjutkan dengan pengawasan dan
evaluasi terhadap pelaksanaan desa
Gambar 4. Salah Satu contoh Desa wisata, selain itu dalam pelaksanaan
Religius. desa wisata, harus ditekankan peran
Sumber ; diakses dari www.google.com serta komunitas, khususnya warga
masyarakat untuk mengelola desa
Skema Pembentukan Desa Wisata wisata dengan konsep dari desa, oleh
desa dan untuk desa.
Komunitas masyarakat desa
KESIMPULAN

Pemetaan Pembuatan Dari pemaparan diatas, dapat


Potensi Desa rancangan
digambarkan bahwa konsep desa
wisata bisa diterapkan di Indonesia,
desa wisata
khususnya didaerah – daerah yang
masih tertinggal dalam hal
pembangunannya, mengingat secara
Pembuatan Aturan Hukum geografis dan ekonomi, wilayah
Indonesia hampir sama. Yang
diperlukan saat ini adalah inisiatif
Pelaksanan Kegiatan Desa dan kemauan dari masyarakat dalam
Wisata upaya berperan aktif untuk
mendukung konsep desa wisata, dan
mengimplementasikan dalam
Monitoring dan evaluasi
lingkungannya, hal ini sangat penting
mengingat beberapa desa telah
Gambar 5. Pembentukan Desa Wisata
berhasil melaksanakan program
tersebut, dan manfaatnya bisa
Dari uraian tersebut, dapat kami
dirasakan saat ini, terlebih lagi,
berikan penjelasan terkait proses
secara perlahan – lahan komunitas
pembentukan desa wisata, dimana
masyarakat yang ada di desa tersebut
dalam langkah – langkahnya kami
merasakan efek kesejahteraan.
Jurnal Ilmiah Pariwisata-STP Trisakti, VOL 21, NO 1 (2016)

DAFTAR PUSTAKA Prinsip – Prinsip dan


kriteria ekowisata dikawasan
Buku wisata alam kawah Ijen, Desa
Iver, Mc. 1999. Jaring-Jaring Taman Sari Kabupaten
Pemerintahan (The Web of Banyuwangi. Tesis. Program
Goverment), Laila Hasyim, Pascasarjana Universitas
Jakarta: Aksara Baru. Jilid 1. Udayana Bali.

Ndraha. 2010. Ilmu Pemerintahan Modul


(Kybernology), Jakarta: PT. Hand out tentang Materi Sosialisasi
Rineka Cipta. RUU Desa Tahun 2013.

Sutoro Eko. 2008. Masa lalu, masa Jurnal


kini dan masa depan otonomi Dias Satria. 2009. Strategi
desa. Working Paper/Eko/ II/ Pengembangan Ekowisata
February/2008 IRE’S berbasis ekonomi lokal dalam
INSIGHT. Yogyakarta: rangka program pengentasan
Institute For Research and kemiskinan di wilauah
Empowerment (IRE). Kabupaten Malang. Jurnal Of
Indonesia Aplied Economics.
Skripsi, Tesis, & Disertasi Vol.3 No.1 mei 29, hal37 –
47. Fakultas Ekonomi.
Ashana Mustika Ati, 2011. Niversitas Brawijaya .
Pengelolaan Wisata Religi Malang.
(Studi Kasus Makam Sultan
Hadiwijaya Untuk Faris Zakaria dan Rima Dwi
Pengembangan Dakwah). Supriharjo, 2014. Konsep
Skripsi. Fakultas Dakwah Pengembangan Kawasan
Institut Agama Islam Negeri desa wisata di desa
Wali Songo. Semarang. Bandungan Kecamatan
Pakong Kabupaten
Safi Harto. Kajian Budaya Wisata Pamekasan. Jurnal Teknik
Terpadudalam rangka Pomits Vol.3 No.02. Jurusan
mengoptimalkan Potensi Perencanaan Wilayah dan
Lokaldalam meningkatkan Kota. Fakultas Teknik Sipil
daya saing bangsa dan Perencanaan. Institut
(optimalisasi wisataKawasan Sepuluh November.
Muara Takus, Kabupaten Surabaya.
Kampar Propinsi Riau).
Skripsi Jurusan Ilmu Nurcholis, Hanif, 2013. Dua Ratus
Hubungan Internasional Tahun Praktek Demokrasi
FISIPOL Universitas Riau. Desa, Potret Kegagalan
Diakses dari Adopsi Demokrasi Barat,
http://repository.unri.ac.id/ Jurnal Ilmu Pemerintahan,
pada 20 Februari 2016. MIPI, Edisi 38, Jakarta.

Sri Widowati. 2012. Kajian Potensi


dan Evaluasi Penerapan
Jurnal Ilmiah Pariwisata-STP Trisakti, VOL 21, NO 1 (2016)

Internet
Diakses dari
http://www.beritasatu.com/na
sional/336997-
indonesiavietnam-punya-
persoalan-desa-yang-
sama.html pada 22
Febrauari 2017.
Gambar visual desa wisata diakses
dari http://www.google.com
pada 24 Maret 2016.

You might also like