You are on page 1of 16

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 9, No. 1, Hlm.

185-199, Juni 2017

PERFORMA PERTUMBUHAN CALON INDUK UDANG WINDU


Penaeus monodon TRANSFEKSI PADA GENERASI YANG BERBEDA

GROWTH PERFORMANCE OF TRANSFECTION TIGER SHRIMP


BROODSTOCK Penaeus monodon IN DIFFERENT GENERATION

Hidayat Suryanto Suwoyo* dan Sahabuddin


Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau dan Penyuluhan Perikanan, Maros
*E-mail: yayhat_95@yahoo.com

ABSTRACT
Diseases resistant genes assemblage for tiger shrimp has been initiated by The Research Institute for
Coastal Aquaculture in collaboration with Bogor Agricultural Institute, through transgenesis
approach under anti-virus genes transfection. The study aimed to evaluate the growth performance of
broodstock candidates of tiger shrimp at different generati on (F0 and F1). This research was
conducted at 2000 m2size of four ponds in Takalar Regency, South Sulawesi.. The treatment was
different generations of broodstocks, which were: broodstocks originated from F0 generation, (A) and
F1 (B). The 22.63 to 28.57 g of broodstock candidates were stocked 0.5 ind.m-2 and then reared for
128 days. During rearing period, these shrimp were fed usingcommercial pelleted feed with content
36-38% of protein in dosage of 10-4%/body weight. Feeding frequency was applied in the morning
and in the evening. Measured variables were growth, size distribution, survival rate and water quality
The results indicated that the performances of these shrimps, growth, size distributions as well as
survival rates between these F0 and F1 were not significantly different (p>0.05). The growth pattern
was relatively equal between treatment during rearing period. Survival rate of tiger shrimp in this
study ranged from 51.7 to 73.35%. This study have implications on the provision of superior
broodstock shrimp in ponds in order to support the sustainability of shrimp seed production in
hatchery.

Keywords: broodstock, production, transgenic, tiger shrimp

ABSTRAK
Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau dan Penyuluhan Perikanan (BRPBAP3) bekerjasama
dengan IPB Bogor dengan memanfaatkan teknologi transgenesis melalui transfeksi gen antivirus.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi performa pertumbuhan, distribusi ukuran, dan sintasan
udang windu generasi F0 dan F1. Penelitian menggunakan 4 petak tambak berukuran 2.000 m2 di
Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Sebagai perlakuan adalah perbedaan generasi calon induk,
yakni F0 (A) dan F1(B). Padat tebar yang digunakan adalah 0,5 ekor/m2 dengan bobot awal berkisar
22,63-28,57 g/ekor. Selama pemeliharaan udang diberi pakan komersial dengan kadar protein 36-38%
dengan dosis 10% pada bulan pertama dan menurun hingga 4% pada bulan keempat dari bobot total
udang dengan penyesuaian dosis pakan yang diestimasi sesuai hasil sampling. Frekuensi pemberian
pakan dilakukan pada pagi dan sore hari. Peubah yang diamati meliputi pertumbuhan, distribusi
ukuran, sintasan udang windu dan kualitas air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa performa
pertumbuhan, distribusi ukuran dan sintasan udang windu turunan F0 tidak berbeda nyata (P>0,05)
dengan turunan F1. Pola pertumbuhan udang windu pada kedua perlakuan relatif sama.Sintasan udang
windu yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar 51,7-73,35%. Hasil penelitian ini berimplikasi
pada penyediaan induk unggul udang windu asal tambak dalam rangka mendukung kesinambungan
produksi benih udang panti pembenihan.

Kata Kunci: calon induk, produksi, transgenik, udang windu

Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK-IPB


@ ISOI dan HAPPI 185
Performa Pertumbuhan Calon Induk Udang Windu Penaeus monodon . . .

I. PENDAHULUAN kan oleh induk udang windu betina dan


rendahnya tingkat hatching rate atau derajat
Udang windu Penaeus monodon penetasan telur (Nawang et al., 2015). Pe-
merupakan salah satu komoditi unggulan di nyediaan calon induk udang windu asal
sektor perikanan budidaya yang telah mem- tambak menjadi salah satu alternatif.
berikan kontribusi yang sangat besar ter- Perakitan Udang windu yang tahan
hadap peningkatan devisa negara. Peningkat- penyakit telah dirintis oleh BRPBAP3 Maros
an produksi udang terutama sangat pesat bekerjasama dengan Fakultas Perikanan dan
diera tahun 1980an, sampai awal tahun 1990. Ilmu Kelautan, IPB Bogor dengan meman-
Setelah itu, produksi udang mengalami faatkan teknologi transgenesis melalui trans-
penurunan yang sangat drastis akibat serang- feksi gen antivirus PmAV (Luo et al., 2003;
an penyakit yang disebabkan oleh organisme Parenrengi et al., 2009a).
patogen berupa virus, bakteri, parasit, dan Udang windu transgenik yang dihasil-
jamur. dan sampai saat ini permasalahan kan memperlihatkan resistensi yang lebih
tersebut belum dapat diatasi sepenuhnya. tinggi (24,5%) terhadap virus bintik putih
(Atmomarsono, 2004; Anshary dan Sriwulan, (WSSV) dibandingkan dengan udang windu
2013). tipe liar/non-transgenik dan telah didapatkan
Penurunan mutu lingkungan dan produk biologi udang windu hasil transfeksi
ketersediaan benih yang tidak bermutu sering F0 (Parenrengi et al., 2009b; Parenrengi et
memicu munculnya penyakit udang yang al., 2013). Persilangan antara udang windu
menyebabkan kegagalan dalam usaha budi- jantan F0 dan betina F0 menghasilkan udang
daya di tambak. Kegiatan perbenihan meme- windu generasi pertama (F1). Dalam rangka
gang peranan sangat besar menentukan penyediaan calon induk yang berkelanjutan,
peningkatan produksi perikanan khususnya maka dilakukan pemeliharaan benih-benih
perikanan budidaya. Keterbatasan penye- udang windu hasil transfeksi di tambak
diaan benih udang windu menjadi kendala pembesaran. Tujuan penelitian ini untuk
hingga kini. Selain itu adalah masalah infeksi mengevaluasi performa pertumbuhan, distri-
penyakit terutama bakteri Vibrio harveyi, busi ukuran dan sintasan calon induk udang
virus WSSV dan IHHNV, dan ketersediaan windu transgenik F0 dan F1.
induk berkualitas baik.
Penyediaan induk merupakan bagian II. METODE PENELITIAN
dari kesinambungan produksi perbenihan
udang secara keseluruhan. Induk udang 2.1. Waktu dan Tempat Penelitian
windu betina dan jantan masih dieksploitasi Penelitian dilaksanakan pada bulan
dari perairan alam. Hal ini bersifat musiman Maret - Agustus 2016 di Instalasi Tambak
dan harga yang mahal. Disamping itu, peng- Percobaan, Balai Riset Perikanan Budidaya
gunaan induk yang diperoleh dari perairan Air Payau dan Penyuluhan Perikanan
alam untuk pembenihan akan terjadi pem- (BRPBAP3), Kabupaten Takalar, Sulawesi
borosan sumberdaya udang windu. Dalam Selatan, menggunakan petak tambak ber-
pembenihan untuk produksi benih, induk ukuran 2.000 m2 sebanyak 4 petak. Peneliti-
udang windu jantan atau betina dari alam an ini untuk membandingkan performa per-
yang telah digunakan akan dimatikan bila tumbuhan calon induk udang windu turunan
dirasa dalam menghasilkan telur dan larva F0 (A),dan calon induk udang windu turunan
sudah tidak produktif (Haryanti et al., 2015). F1 (B), masing-masing perlakuan diulang 2
Sementara kendala lain yang umum dihadapi kali (petak tambak sebagai ulangan). Padat
oleh pembenih udang selama ini kaitannya tebar yang digunakan adalah 0,5 ekor/m2
dengan penyediaan induk matang gonad dengan bobot awal berkisar 22,63-28,57
adalah rendahnya jumlah telur yang dihasil- g/ekor.

186 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt91
Hidayat dan Sahabuddin

Produksi larva udang windu trans- hama dengan kaporit bubuk dosis 3-5 ppm.
feksi dilakukan dengan menerapkan tekno- Penambahan air tambak dilakukan sampai
logi transgenesis yang dilakukan di hatchery kedalaman 80-100 cm. Untuk menumbuhkan
Instalasi Pembenihan Udang Windu (IPUW). pakan alami berupa plankton, maka dilaku-
Tahapan kegiatan yang dilakukan dalam kan pemupukan menggunakan pupuk anor-
produksi larva udang windu meliputi pena- ganik urea dan SP-36 masing - masing
nganan induk, transfer gen anti virus, deteksi dengan dosis 200 kg/ha dan 100 kg/ha.
insersi gen anti virus, pemeliharaan larva, Untuk memenuhi kebutuhan oksigen tetap
dan karakterisasi larva transgenik (Paren- optimal, maka setiap petak tambak dipasang
rengi dan Tenriulo, 2015). Udang windu 1 buah kincir 1 HP. Selama pemeliharaan
generasi F0 diperoleh dari induk yang berasal udang diberi pakan komersial dengan kadar
dari perairan Aceh. Sebelum digunakan protein 36-38% dengan dosis 10% pada
induk-induk dimasukkan dalam gedung bulan pertama dan menurun hingga 4%
karantina untuk dilakukan pengecekan status pada bulan keempat dari bobot total udang
kesehatan induk melalui teknik visual dan dengan penyesuaian dosis pakan yang di-
molekuler (PCR). Induk-induk yang dinyata- estimasi sesuai hasil sampling yang dilaku-
kan sehat dan bebas penyakit selanjutnya kan setiap 15 hari sekali. Frekuensi
dipindahkan ke bak-bak pemijahan untuk pemberian pakan dilakukan 2 kali sehari;
proses pematangan gonad. Penanganan induk pagi dan sore hari. Pergantian/penambahan
dan pematangan induk udang windu dilaku- air dilakukan setiap 2 minggu sekali
kan berdasarkan prosedur operasional standar sebanyak 10-15%. Pada penelitian ini, juga
penanganan induk untuk pembenihan diaplikasikan probiotik RICA dengan dosis
(Tonnek et al., 2013). Induk udang windu 0,5-1 mg/L /minggu sebagai prosedur baku
dipelihara lebih lanjut dalam bak beton untuk mencegah timbulnya penyakit
volume 3 m3 sistem air mengalir pada ke- (Atmomarsono et al., 2014). Pemeliharaan
padatan 10 ekor dengan rasio jantan: betina calon udang windu berlangsung selama 128
adalah 1:1. Pakan induk diberikan 2 kali/hari hari.
yaitu pagi pukul 09.00 dan sore pukul 15.00
sebanyak 15% bobot tubuh berupa cumi- 2.3. Parameter Uji dan Analisis Data
cumi dan cacing laut. Induk udang windu Peubah yang diamati adalah pertum-
alam jantan dan betina dipijahkan dengan buhan bobot udang windu meliputi bobot
menggunakan teknik transgenesis menghasil- awal, bobot akhir, bobot mutlak dan laju
kan larva F0. Persilangan antara udang windu pertumbuhan bobot harian. Bobot diukur
jantan F0 dan betina F0 menghasilkan udang menggunakan timbangan elektrik dengan
windu generasi pertama (F1). (Parenrengi, ketelitian 0,01 g. Jumlah udang windu yang
2010; Parenrengi dan Tenriulo, 2015; Lante disampling sebanyak 25 ekor yang dilakukan
et al., 2015). setiap 2 minggu sekali. Distribusi ukuran dan
sintasan udang windu diamati pada akhir
2.2. Persiapan Tambak dan Pemeli- penelitian dengan menimbang satu persatu
haraan Uudang Windu seluruh udang yang hidup pada akhir
Sebelum dilakukan penebaran ter- penelitian. Pengamatan peubah kualitas air
lebih dahulu dilakukan persiapan tambak (suhu dan oksigen terlarut (DO meter),
yang meliputi pembersihan, pengeringan dan salinitas (refraktometer), pH (pH meter),
pengolahan dasar kolam percobaan, penga- diukur in situ dilakukan 1 kali seminggu,
puran, pemasangan kincir (Tonnek et al., sedangkan parameter ammonia (spektrofoto-
2011). Setelah persiapan kolam selesai meter, phenat/nessler), nitrit (spektrofoto-
dilakukan pengisian air sampai kedalaman meter, sufanilik/colorimetrik), nitrat (spektro-
10-20 cm dan dilakukan pemberantasan fotometer, brucin/cadmium red), alkalinitas

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 9, No. 1, Juni 2017 187
Performa Pertumbuhan Calon Induk Udang Windu Penaeus monodon . . .

(titrimetri), fosfat (spektrofotometer, UV VIS III. HASIL DAN PEMBAHASAN


Shimadu), dan BOT(permanganat, titrimetri)
diamati setiap dua minggu sekali. Peubah 3.1. Pertumbuhan dan Sintasan
yang diamati meliputi bobot mutlak, laju Hasil pengamatan pertumbuhan bobot
pertumbuhan harian dan sintasan. calon induk udang windu selama 128 hari
pemeliharaan bervariasi dan semakin me-
2.3.1. Pertumbuhan Bobot Mutlak ningkat seiring dengan meningkatnya waktu
Menurut Effendie (1997), pertum- pemeliharaan untuk semua perlakuan
buhan bobot dapat dihitung menggunakan (Gambar 1). Bobot akhir rata-rata calon
rumus: induk udang windu turunan F0 diperoleh
𝐵 = 𝐵𝑡 − 𝐵𝑜 ........................................... (1) sebesar 76,74 g/ekor dengan pertambahan
bobot 54,11 g/ekor (239%), sedangkan
Keterangan: B = Pertumbuhan bobot (g); Bt pertumbuhan calon induk udang windu
= Bobot rata-rata udang pada akhir turunan F1 sebesar 73,27 g/ekor dengan per-
pemeliharaan (g); dan Bo = Bobot rata-rata tambahan bobot 44,69 g/ekor (156%). Per-
udang pada awal pemeliharaan (g). tambahan bobot yang diperoleh dalam pe-
nelitian ini lebih tinggi dibanding beberapa
2.3.2. Pertumbuhan Bobot Harian penelitian sebelumnya antara lain Laining et
Pertumbuhan bobot harian dapat di- al. (2014) yang mendapatkan pertambahan
hitung menggunakan rumus: bobotnya induk udang windu sebesar 95%.
setelah berumur 220 hari (sekitar 7,3 bulan).
𝑊𝑡−𝑊𝑜 Tonnek et al. (2015) yang mendapatkan
𝑃𝐻 = ............................................. (2)
𝑡 pertambahan bobot calon induk udang windu
betina sebesar 98,5% dan calon induk jantan
Keterangan: PH : Pertumbuhan bobot harian
98,13% selama 120 hari pemeliharaan di
(g/hari); Wt = Bobot rata-rata udang pada
tambak.
akhir pemeliharaan (g); Wo = Bobot rata-rata
Namun hasil penelitian ini tidak
udang pada awal pemeliharaan (g); dan t =
berbeda dengan yang dilaporkan Coman et
Lama pemeliharaan (hari).
al. (2005), bahwa udang windu yang
dipelihara dalam bak selama 8 bulan pertam-
2.3.3. Sintasan
bahan bobotnya mencapai 200% jika diberi
Menurut Effendie (1997), sintasan
kombinasi pakan pelet berprotein tinggi (50-
dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
60%) sebanyak 70% dan 30% pakan segar
𝑁𝑡 sebanyak 2 kali dibandingkan jika udang
𝑆𝑖𝑛𝑡𝑎𝑠𝑎𝑛 (%) = 𝑥 100 ....................... (3) diberi pakan hanya sekali dalam sehari
𝑁𝑜
dengan komposisi pakan yang sedikit ber-
Keterangan: Nt = Jumlah udang pada akhir beda yaitu 60% pakan komersial dan 40%
pemeliharaan (ekor) dan No = Jumlah udang pakan segar. Tonnek et al. (2015) melapor-
pada awal pemeliharaan (ekor). kan pertumbuhan udang strain tumbuh cepat
Data pertumbuhan dan sintasan udang (menggunakan marker DNA tumbuh cepat)
yang diperoleh ditabulasi dan dianalisis pada perlakuan kepadatan 10 dan 20 ekor/m2
menggunakan uji T-test dengan bantuan memperlihatkan performansi laju pertam-
program SPSS versi 23, sedangkan data bahan bobot yang lebih baik dibandingkan
kualitas air dianalisis secara deskriptif. dengan masing-masing kontrol yang di-
pelihara selama lima bulan.
Berdasarkan gambar 1 terlihat bahwa
pola pertumbuhan udang windu selama 128
hari pemeliharaan menunjukkan pola yang

188 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt91
Hidayat dan Sahabuddin

Gambar 1. Pola pertumbuhan calon induk udang windu (Penaeus monodon) transgenik
generasi F0 dan F1 yang dipeliharan di tambak selama 128 pemeliharaan.

sama baik pada generasi F0 maupun pada udang windu transfeksi turunan F1 yaitu
generasi F1. Pola pertumbuhan tersebut sebesar 0,35 ± 0,36 g/hari. Laju pertumbuhan
menunjukkan pertumbuhan yang linier udang yang telah dicapai ini sudah cukup
dengan bobot akhir rata-rata berkisar 73,27- bagus dan termasuk dalam kategori ukuran
76,74 g/ekor. Pola pertumbuhan tersebut sedang (medium) berdasarkan standar induk
sama dengan yang diperoleh oleh Laining et yang dikemukakan oleh Subramanian (2010).
al. (2014), sementara Paibulkichakul et al. Hasil penelitian ini juga tidak berbeda
(2008) melaporkan bahwa udang windu dengan beberapa penelitian sebelumnya
betina yang dipelihara di tambak selama 6 antara lain Susanto (2011) yang mengem-
bulan memiliki bobot antara 48-50 g, sedang- bangkan domestikasi calon induk udang
kan yang jantan bobotnya sekitar 35-38 g. windu di Jepara yang memperoleh laju
Peterson dan Warner (1998) bahwa udang pertumbuhan harian hingga generasi ke-6
windu betina pertama kali matang gonad sebesar 0,322 g/hari. Laining et al. (2015)
pada ukuran bobot 70 g, namun kualitas memperoleh laju pertumbuhan induk udang
telurnya kurang baik dan jumlahnya sedikit. windu asal tambak sebesar 0,33 g/hari.
Menurut Hoa et al. (2009) mengemukakan Sementara Tonnek et al. (2015a), yang
bahwa udang yang dikategorikan berada pada mendapatkan laju pertumbuhan calon induk
fase prematurasi yaitu yang bobotnya antara udang windu tumbuh cepat (menggunakan
55-80 g. Menurut Rothlisberg (1998), per- marker DNA tumbuh cepat) mencapai 0,50-
tumbuhan udang penaeid di alam sangat 0,52 g/ekor untuk betina dan 0,31-0,35 g/hari
cepat pada enam hingga sembilan bulan untuk induk jantan. Metode produksi untuk
pertama sejak menetas dan selanjutnya seleksi tumbuh cepat menggunakan marker
mencapai fase yang stagnan. DNA juga sebagai Marker Asisted Selection
Laju pertumbuhan yang diperoleh (MAS) yang telah dikembangkan BBPPBL,
pada penelitian ini berada pada kisaran 0,36 - Gondol dalam rangka menunjang keter-
0,42g/hari. Laju pertumbuhan harian yang sediaan benih berkualitas bagi pembudidaya
diperoleh pada calon induk udang windu (Wardana et al., 2008).
turunan F0 yaitu 0,42 ± 0,04 g/hari dan tidak Sintasan calon induk udang windu
berbeda nyata (p>0,05) dengan calon induk yang diperoleh pada generasi F0 sebesar

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 9, No. 1, Juni 2017 189
Performa Pertumbuhan Calon Induk Udang Windu Penaeus monodon . . .

73,35 ± 2,05% dan F1 sebesar 51,7 ± 31,68% lokasi penelitian yakni sebesar 9,7-21%
(Tabel 1). Rerata sintasan F1 lebih kecil (Mansyuret al., 2016). Tingginya sintasan
daripada F0 karena pada proses pengangkutan calon induk udang windu transfeksi (F0 dan
tahap awal penebaran, kondisi udang F1 F1) dibandingkan dengan udang non trans-
lemah akibat stres selama trasportasi selain genik disebabkan oleh karena gen PmAV
itu udang harus beradaptasi dengan ling- yang diberikan dapat membentuk pertahanan
kungan yang baru, sehingga hal tersebut non spesifik pada udang (Parenrengi et al.,
berdampak pada rendahnya sintasan udang F1 2013). Meskipun selama masa pemeliharaan
dan besarnya nilai standar deviasi yang tidak terjadi infeksi penyakit, namun be-
dihasilkan karena ulangan pada salah satu berapa informasi sebelumnya menunjukkan
perlakuan sintasannya sangat rendah. Hasil bahwa kelangsungan hidup udang yang
analisis statistik menunjukkan bahwa sin- transgenik lebih tinggi dibandingkan dengan
tasan calon induk udang windu pada generasi udang normal.
F0 dan F1 tidak berbeda nyata (p>0,05). Tenriulo et al. (2010) menjelaskan
Adanya kematian yang dijumpai pada bahwa gen PmAV berperan aktif dalam
semua perlakuan disebabkan karena proses merespons infeksi virus WSSV yang berguna
pengangkutan pada tahap awal penebaran dalam pengendalian penyakit virus pada
dimana udang harus beradaptasi dengan udang. Lu dan Sun (2005) melaporkan bahwa
lingkungan yang baru. Selain itu faktor dengan introduksi gen TSV-CP, udang
lingkungan juga mempengaruhi sintasan vaname transgenik memperlihatkan kelang-
udang windu yakni tingginya kadar salinitas sungan hidup yang signifikan lebih tinggi
air tambak (35-39 g/L) menyebabkan dibandingkan dengan udang normal (non
lambatnya pertumbuhan dan kelangsungan transgenik). Penelitian sebelumnya yang di-
hidup udang windu. Menurut De la Vega et lakukan oleh Withyachumarnkulet al. (1998)
al. (2007) bahwa penyebab stres pada udang mendapatkan sintasan calon induk udang
yang akan berakibat kepada timbulnya windu di tambak berkisar 29,0-37,5%.
penyakit adalah kondisi lingkungan yang Coman et al. (2005) memelihara udang
menurun dan penanganan yang buruk. windu dari beberapa famili dalam bak
Kisaran nilai sintasan calon induk udang terkontrol diperoleh sintasan udang jantan
windu yang diperoleh pada penelitian ini berkisar 23,2-53,6% dan udang betina
masih lebih baik dibandingkan dengan berkisar 20,8-45% selama lebih 14 bulan
sintasan calon induk udang windu non pemeliharaan.
transgenik yang dipelihara bersama disekitar

Tabel 1. Pertambahan bobot, laju pertumbuhan harian dan sintasan calon induk udang windu
pada masing-masing perlakuan selama hari 128 pemeliharaan.

Peubah Turunan Udang Windu transgenik PmAV


F0 F1
Bobot Awal (g) 22,63 ±2,89 28,57 ±3,37
Bobot Akhir (g) 76,74 ±4,53a 73,27 ±3,22 a
Pertumbuhan Mutlak (g) 54,11 ±4,53 a 44,69 ±3,22 a
Laju Pertumbuhan Harian (g/hari) 0,42 ±0,04a 0,35±0,36a
Sintasan (%) 73,35 ±2,05a 51,7 ±31,68a
Keterangan: Nilai dalam baris yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda
nyata (P > 0,05).

190 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt91
Hidayat dan Sahabuddin

Menurut Tonnek et al. (2011) jantan. Menurut Gopal et al. (2010) bahwa
memperoleh sintasan calon induk udang dimorfisme seksual akan menjadi kontributor
windu tumbuh cepat sebesar 10 - 30% pada utama untuk variasi dalam ukuran panen jika
pemeliharaan lanjut dari ukuran 20 - 30 jantan dan betina tidak dipelihara secara
g/ekor sampai ukuran calon induk (> 100 terpisah. Beberapa spesies Crustacea menun-
g/ekor betina dan > 70 g/ekor jantan). jukkan pertumbuhan seksual dimorfik pada
Laining et al. (2014) memperoleh sintasan udang betina yang biasanya tumbuh lebih
udang windu asal tambak fase prematurasi cepat dan mencapai ukuran yang lebih besar
yang diberi kombinasi pakan yang berbeda dari udang jantan pada usia yang sama
berkisar 15,7 - 25% yang dipelihara selama (Perez-Rostro and Ibarra, 2003; Gitterle et
90 hari pemeliharaan. Lante et al. (2015) al., 2005).
mendapatkan sintasan udang windu trans-
feksi sebesar 34 - 49% selama 81 hari
pemeliharaan dengan pemberian pakan kan-
dungan protein berbeda (30%, 40% dan 50%)
di dalam bak terkontrol. Tonnek et al. (2015)
memperoleh sintasan calon induk udang
windu dengan kepadatan 1 ekor/m2 selama 4
bulan berkisar antara 10,65 - 20,90% untuk
betina dan 13,25 - 14,92% untuk jantan.

3.2. Distribusi Ukuran Calon Induk


Udang Windu Gambar 2. Distribusi calon induk udang
Sebaran ukuran udang windu F0 dan
windu windu Penaeus monodon
F1 setelah dipelihara di tambak selama 128
transgenik berdasarkan ukuran
hari menunjukkan perbedaan nyata (Gambar
dari turunan berbeda.
2). Sebaran ukuran calon induk udang
turunan F0 didominasi oleh ukuran > 60
g/ekor (75,77%), disusul udang berukuran
sedang 50 - 60 g/ekor (19,95%) dan udang
yang berukuran kecil < 50 g/ekor sebanyak
4,27%, sedangkan pada turunan F1 juga
didominasi ukuran > 60 g/ekor (57,63%)
yang lebih rendah dari turunan F0 dan
bergeser ke udang yang berukuran sedang
50-60 g/ekor dan berukuran kecil < 50
g/ekor masing-masing sebesar sebanyak
26,50% dan 15,86%. Gambar 3. Distribusi calon induk udang
Berdasarkan distribusi jenis kelamin, windu Penaeus monodon trans-
terlihat tidak ada perbedaan yang nyata genik F0 dan F1 berdasarkan
(Gambar 3). Pada generasi F0, sebaran jenis jenis kelamin.
kelamin calon induk terdiri atas jantan 50%
dan betina 50%, sedangkan pada calon induk 3.3. Kualitas Air
turunan F1, sebaran jenis kelamin calon induk
terdiri atas jantan 53% dan betina 47%. Salah satu faktor yang berperan
Selama masa pemeliharaan terlihat bahwa menentukan keberhasilah produksi udang
udang betina tumbuh lebih cepat dan budidaya adalah pengelolaan kualitas air,
berukuran lebih besar dibanding udang karena udang adalah hewan air yang segala

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 9, No. 1, Juni 2017 191
Performa Pertumbuhan Calon Induk Udang Windu Penaeus monodon . . .

Tabel 2. Kisaran peubah kualitas air tambak selama pemeliharaan calon induk udang windu.

Kisaran
Parameter Turunan Nilai Kisaran Pustaka
Optimal
F0 26,6-30,90
Suhu (C) 26,0-30,0 Atmomarsono (2003)
F1 26,5-30,90
F0 35-39
Salinitas (g/L) 10-35 Murdjani et al. ( 2007)
F1 35-39
F0 4,30-6,38
DO (mg/L) 4-7 Mangampa et al. (2003)
F1 4,47-6,70
F0 7,00-8,77
pH 7,5-9,0 Tharavathy (2014)
F1 7,00-9,24
F0 72,34-180,90
Alkalinitas (mg/L) ≥ 80 Atmomarsonoet al. (2013)
F1 84,42-229,42
F0 0,0020-1,3686
Amonia (mg/L) 0,32-0,71 Kumar et al. (2016)
F1 0,0020-0,9735
F0 0,0010-0,6095
Nitrit (mg/L) <0,25 Kasnir et al. (2014)
F1 0,0010-0,5230
F0 0,0454-0,6987
Nitrat (mg/L) 0,1 – 4,5 Effendi (2003)
F1 0,0294-0,6933
F0 0,0021-0,8508
Fosfat (mg/L) 1,0 ± 0,0 Tharavathy (2014)
F1 0,0021-0,9937
F0 35,03-68,19
BOT (mg/L) <20 Madeali et al. (2009)
F1 26,27-63,19

kehidupan, kesehatan dan pertumbuhannya ngaruhi pertumbuhan. Udang akan mati jika
tergantung pada kualitas air sebagai media berada pada suhu dibawah 15C atau diatas
hidupnya. Kisaran peubah kualitas air tam- 33C dalam waktu 24 jam atau lebih. Sub
bak selama pemeliharaan calon induk udang lethal stress terjadi pada 15–22C dan 30–
windudisajikan pada Tabel 2. Hasil pengu- 33C. Chanratchakool et al. (1995) menyata-
kuran suhu pada kedua petak tambak per- kan bahwa suhu air berpengaruh pada respon
lakuan relatif sama, dimana suhu berkisar makan udang, dimana pada suhu tinggi dari
26,5 - 30,9C (29,39 ± 1,29) Suhu air pada 32C dan lebih rendah dari 25C, nafsu
petak F0 berkisar 26,6-30,90C dan petak F1 makan udang turun mencapai 30-50%. Me-
berkisar 26,5 - 30,90C. Suhu air yang diper- nurut Atmomarsono (2003) bahwa suhu
oleh tersebut masih tergolong layak untuk optimal uintuk pertumbuhan udang berkisar
mendukung pertumbuhan dan sintasan udang 26–30C.
windu di tambak. Menurut Boyd (1990) Hasil pengukuran salinitas pada
bahwa temperatur yang umum untuk spesies kedua perlakuan berkisar 35-39 ppt dengan
daerah tropik yang memberikan pertumbuhan rata-rata 37 ppt. Kondisi salinitas tersebut
optimal berkisar 29–30C, sedangkan suhu cukup tinggi, sehingga berpengaruh terhadap
yang dapat menyebabkan pertumbuhan pertumbuhan dan sintasan udang windu.
rendah < 26–28C dan batas tingkat lethal < Salinitas optimal untuk pertumbuhan udang
10–15C. Temperatur juga sangat mempe- windu adalah 10-35 ppt (Murdjani et al.,

192 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt91
Hidayat dan Sahabuddin

2007). Lebih lanjut dikatakan bahwa pada pengaruh pada kelangsungan hidup dan
salinitas yang tinggi transformasi energi pertumbuhan udang yang dibudidayakan, dan
banyak dimanfaatkan untuk proses osmore- berefek pada metabolisme dan proses
gulasi dari pada untuk pembentukan daging, fisiologis pada udang. Kisaran pH oprimum
sehingga pertumbuhan udang menjadi 6,8 - 8,7 dapat meningkatkan pertumbuhan
lambat. Tonnek et al. (2015) menjelaskan dan produksi maksimum. Pushparajan dan
bahwa lambatnya pertumbuhan calon induk Soundarapandian (2010) mendapatkan nilai
udang windu diduga akibat kondisi kualitas pH berkisar 7,5-8,8 selama pemeliharaan
air yang cukup ekstrem terutama salinitas udang windu di tambak. Tharavathy (2014)
selama pemeliharaan yang berkisar antara 35 menjelaskan pH air kolam merupakan
- 52 ppt. Salinitas sangat berhubungan indikasi kesuburan atau potensi produk-
dengan proses osmotis dan pengaturan ion- tivitas. Air dengan pH mulai 7,5-9,0 umum-
ion udang terhadap cairan lingkungannya, nya dianggap sebagai nilai yang cocok untuk
dengan demikian energi pada kondisi sa- produksi udang. Pertumbuhan udang ter-
linitas tinggi akan digunakan untuk proses hambat jika pH turun di bawah 5,0. Air
osmotis dan bukan untuk pertumbuhan. dengan pH rendah dapat diperbaiki dengan
Hasil pengukuran oksigen terlarut menambahkan kapur untuk menetralkan
petak perlakuan F0 berkisar 4,30 - 6,38 mg/L keasaman. Air dengan alkalinitas berlebihan
dengan rata-rata 5,28 ± 0,52 mg/L dan petak (nilai pH > 9,5) juga dapat membahayakan
perlakuan F1 berkisar 4,47-6,70 mg/L dengan pertumbuhan udang dan kelangsungan hidup.
rata-rata 5,58 ± 0,61 mg/L. Nilai tersebut .Gunarto dan Mansyur (2015) mendapatkan
layak untuk mendukung pertumbuhan dan kondisi pH air yang normal selama pe-
sintasan udang windu. Mangampa et al., meliharaan udang windu di tambak dengan
(2003) menyatakan bahwa persyaratan penambahan sumber karbon dan probiotik
kualitas air optimal untuk udang windu yakni yang berkisar 7,5-8,0.
suhu 29 -32°C, salinitas 15 – 25 ppt, Oksigen Hasil pengamatan alkalinitas air
terlarut 4 – 7 mg/L dan pH 8,0 – 8,7. Push- tambak pada petak F0 berkisar 72,34-180,90
parajan dan Soundarapandian (2010) me- mg/L, dengan rata-rata 129,53 ± 30,94 mg/L
laporkan nilai minimum oksigen terlarut 3,9 sedangkan pada petak F1 berkisar 84,42-
mg/L dan nilai maksimum 4,2 mg/L selama 229,24 mg/L, dengan rata-rata 135,12 ±
pemeliharaan udang windu di tambak. 39,12 mg/L nilai tersebut masih cukup
Shailenderet al. (2010) melaporkan nilai mi- optimal untuk mendukung pertumbuhan dan
nimum oksigen terlarut 4,5 mg/L dan nilai kehidupan udang windu. Menurut Atmo-
maksimum 5,5 mg/L selama 140 hari marsonoet al. (2013) bahwa nilai alkalinitas
pemeliharaan udang windu di tambak men- air di tambak digunakan sebagai penstabil
dukung pertumbuhan udang windu hingga pH dan pertumbuhan normal fitoplankton.
mencapai bobot 40,2 g/ekor dan sintasan Nilai alkalinitas air tambak udang windu
85%. disarankan >100 mg/L atau berada pada
Kisaran nilai pH air yang diperoleh kisaran 120 – 160 mg/L. Alkalinitas adalah
selama penelitian berkisar 7,00 - 8,77dengan jumlah karbonat, bikarbonat, dan hidroksida
rata-rata 8,32 pada perlakuan petak F0 dan yang terkandung di dalam air. Alkalinitas
7,00 – 9,24 dengan rata-rata 8,32 pada menjadi kunci penting dalam air karena
perlakuan petak F1.Hasil pengamatan ini kemampuannya untuk mempertahankan ting-
menunjukkan bahwa pH air media budidaya kat pH dan alkalinitas air yang rendah
udang tersebut masih dapat ditolerir oleh menjadi penyangga yang buruk terhadap
udang windu. Ramanathan et al. (2005) perubahan pH. Nilai standar dalam total
mengemukakan bahwa pH merupakan salah alkalinitasperairan tambak ≥ 80 mg/L. Jika
satu karakteristik vital lingkungan yang ber- alkalinitas air tambak memiliki nilai di

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 9, No. 1, Juni 2017 193
Performa Pertumbuhan Calon Induk Udang Windu Penaeus monodon . . .

bawah standar, dapat dilakukan perbaikan untuk budidaya yakni 0,01 – 0,05 mg/L
melalui aplikasi kapur (Tharavathy, 2014). (Adiwijaya et al., 2003). Kasnir et al. (2014)
Mohanty et al. (2014) mendapatkan total menjelaskan bahwa batas kandungan nitrit
alkalinitas pada media budidaya udang windu (NO2-N) direkomendasikan untuk kegiatan
dengan perlakuan managemen air yang budidaya udang adalah < 0,25 mg/L.
berbeda diperoleh nilai alkalinitas 104 ± 15 Kandungan nitrat yang yang diper-
mg/L untuk perlakuan tanpa pergantian air oleh sekitar 0,0454 - 0,6987 (0,1276 ±
sedangkan dengan pergantian air diperoleh 0,1649) mg/L pada petak F0 dan pada petak
nilai alkalinitas total berkisar 118 ± 8,5 F1 berkisar 0,0294 - 0,6933 (0,1421 ±
mg/L. Menurut Comanet et al. (2005) untuk 0,1603) mg/L. Nilai cukup mendukung pakan
meningkatkan alkalinitas air selama pemeli- alami yang tumbuh dalam petak pemelihara-
haraan udang di dalam bak dapat dilakukan an udang. Menurut Effendi (2003). Nitrat
dengan menambahan sodium bikarbonat se- adalah bentuk nitrogen utama diperairan
cara berkala. alami dan sangat diperlukan oleh pertum-
Hasil pengukuran amonia selama buhan akuatik (algae), sangat mudah larut
pemeliharaan udang windu berkisar 0,0020- dalam air dan bersifat stabil. Kandungan
1,3686 mg/L (0,3471 ± 0,4324) pada petak nitrat yang dibutuhkan untuk pertumbuhan
F0 dan 0,0020 - 0,9735 mg/L (0,2647 ± algae di perairan adalah 0,2 – 0,9 mg/L dan
0,2797) pada petak F1. Nilai tersebut masih optimal pada kisaran 0,1 – 4,5 mg/L. Semen-
dapat mendukung pertumbuhan dan kelang- tara Clifford (1994) mengemukakan bahwa
sungan hidup udang yang dibudidayakan. konsentrasi nitrat yang optimal untuk udang
Menurut Boyd (1982) bahwa kandungan berkisar 0,4 – 0,8 mg/L.
amonia dalam air sebaiknya tidak melebihi Hasil pengamatan kandungan fosfat
1,2 mg/L. Kumar et al. (2016) mendapatkan pada petak F0 berkisar 0,0021 - 0,8508 mg/L,
nilai total amonia nitrogen pada media dengan rata-rata 0,1673 ± 0,222 mg/L se-
pemeliharaan udang yang menggunakan dangkan pada petak F1 berkisar 0,0021-
probiotik dan tanpa probiotik masing masing 0,9937 mg/L dengan rata-rata 0,2076 ±
sebesar 0,32 - 0,71 mg/L dan 2,1 - 2,7. Lebih 0,2644 mg/L. Konsentrasi fosfat selama
lanjut dikatakan untuk perawatan kondisi penelitian tergolong tingkat kesuburan
media budidaya disarankan menggunakan tinggidan masih layak untuk mendukung per-
probiotik untuk menstabilkan kadar amonia. tumbuhan dan sintasan udang windu. Thara-
Menurut Susianingsih et al. (2012) bahwa vathy (2014), mengemukakan bahwa tingkat
aplikasi probiotik (pergiliran bakteri pro- fosfat anorganik terlarut yang tinggi (1,0 ±
biotik BT951 bulan I, MY1112 bulan II, 0,0 mg/L) selama masa budaya dapat me-
BL542 bulan III, BT951 bulan IV) selain nyebabkan pertumbuhan dan periode panen
mampu mengendalikankandungan bakteri udang menjadi berkurang. Kasnir et al.
Vibrio spp. juga mampu mengurai bahan (2014) menjelaskan bahwa batas nilai kan-
organik total (BOT) dan TAN dalam air dungan fosfat (PO4-P)yang cocok untuk
pemeliharaan udang windu. kegiatan budidaya udang adalah 0,05-0,5
Hasil pengamatan kandungan nitrit mg/L.
yang didapatkan pada kedua tambak berkisar Kisaran nilai Bahan Organik Total
0,0010 - 0,6095 (0,0514 ± 0,1422) mg/L (BOT) yang diperoleh selama penelitian
pada petak F0 dan pada petak F1 berkisar berkisar 26,27–68,19 mg/L. Nilai BOT yang
0,0010 - 0,5230 (0,0493 ± 0,1216) mg/L. diperoleh selama pemeliharaan ini cukup
Nitrit merupakan bentuk peralihan antara tinggi dan berpengaruh terhadap pertum-
amonia dan nitrat melalui proses nitrifikasi, buhan dan sintasan udang yang dipelihara.
serta antara nitrat dan gas hidrogen melalui Madeali et al. (2009) mengemukakan bahwa
proses dinitrifikasi. Kisaran optimal nitrit BOT sebaiknya tidak melebihi 20 mg/L.

194 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt91
Hidayat dan Sahabuddin

Kandungan BOT yang melebihi 20 mg/L DAFTAR PUSTAKA


selain dapat memicu perkembangbiakan
Vibrio spp juga memungkinkan virus (ter- Anshary, H. dan Sriwulan, 2013. Deteksi
utama WSSV) untuk menyerang udang yang white spot syndrome virus (WSSV)
lemah akibat berbagai stressor. Gunarto et dan monodon baculo virus (MBV)
al. (2006) menyatakan bahwa penggunaan secara simultan pada induk udang
probiotik mampu memperbaiki lingkungan windu Penaeus monodon dari Per-
tambak seperti memperbaiki nilai potensial airan Makassar dan sekitarnya dengan
redoks sedimen tambak, menurunkan kon- teknik duplex PCR. J. Penelitian
sentrasi amonia, bahan organik total (BOT) Perikanan Indonesia,11:69-73.
dan menekan pertumbuhan populasi Vibrio Atmomarsono, M. 2003. Upaya penanggu-
sp di air tambak. langan penyakit udang windu secara
utuh dan terpadu. Makalah disampai-
IV. KESIMPULAN kan pada acara temu konsultasi dan
sosialisasi teknologi budidaya tambak
Berdasarkan penelitian ini maka dapat ramah lingkungan. Maros Sulawesi
disimpulkan bahwa performa pertumbuhan, Selatan. 15hlm.
distribusi ukuran dan sintasan calon induk Atmomarsono, M. 2004. Pengelolaan ke-
udang windu transgenik PmAV turunan F0 sehatan udang windu, Penaeus
tidak berbeda nyata dengan turunan F1. monodon di tambak. Akuakultura
Sebaran jenis kelamin calon induk turunan F0 Indonesiana, 5(2):73-78.
terdiri atas jantan 50% dan betina 50%, Atmomarsono, M., Muliani, Nurbaya,
sedangkan pada calon induk turunan F1, Susianingsih, E. Nurhidayah, dan
terdiri atas jantan 53% dan betina 47%. Rachmansyah. 2013. Peningkatan
produksi udang windu di tambak
UCAPAN TERIMA KASIH tradisional plus dengan aplikasi pro-
biotik RICA. Buku Rekomendasi
Diucapkan terima kasih kepada Teknologi Kelautan dan Perikanan
Bapak Ir. Machluddin Amin, MS dan Bapak 2013. Badan Penelitian dan Pengem-
Dr. Ir. A. Parenrengi, M.Sc yang telah me- bangan Kelautan dan Perikanan.
ngarahkan dan membimbing kami selama Hlm.: 33-43.
pelaksanaan kegiatan penelitian ini dan juga Atmomarsono, M., Muliani, Nurbaya, Su-
kepada rekan-rekan teknisi tambak (Ilham, sianingsih, E dan Nurhidayah. 2014.
S.Pi, Hamzah, Dg. Nojeng, Eko Aprilianto, Petunjuk teknis aplikasi bakteri
S.Pi), serta analis laboratorium kualitas air probiotik RICA pada budidaya udang
(Hj. St. Rohani, Kurniah, S.Si, Debora Ayu, windu di Tambak. Balai Penelitian
AMd, St Suleha, S.Si, Irmayani S.Pi, dan dan Pengembangan Budidaya Air
Laode. M. Hafidz, A.Md) yang telah mem- Payau, Maros. 30hlm.
bantu jalannya penelitian. Penelitian ini Badan Penelitian dan Pengembangan Per-
merupakan bagian dari kegiatan Penelitian tanian. 1987. Petunjuk teknis pengo-
Penyediaan Calon Induk Udang Windu di perasian unit usaha pembenihan
Tambakyang dibiayai oleh dana APBN Balai (Hatchery) udang windu. Direktorat
Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Jenderal Perikanan. International De-
Payau Tahun Anggaran 2016. velopments Research Centre. INFIS
Manual Seri No. 39.101hlm.
Berglund, A. dan C. Rosenqvist. 1986.
Reproductive costs in the prawn
Palaemon adspersus:

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 9, No. 1, Juni 2017 195
Performa Pertumbuhan Calon Induk Udang Windu Penaeus monodon . . .

effects on growth and predator cial conditions. Aquaculture, 243: 83-


vulnerability. Oikos, 46:349–354. 92.
Boyd, C.E. 1982. Water quality management Gopal, C., G. Gopikrishna, G. Krishna, S.S.
for pond fish culture. Elsever Scien- Jahageerdar., M. Rye., B.J. Hayes, S.
tific Publishing Company, Auburn Paulpandi, R.P. Kiran, S.M. Pillai, P.
University. Auburn, Alabama, USA. Ravichandran, A.G. Ponniah, and D.
318p. Kumar. 2010. Weight and time of
Boyd, C.E. 1990. Water quality in ponds for onset of female superior sexual
aquaculture. Auburn University, Ala- dimorphism in pond reared Penaeus
bama. USA. 482p. monodon. Aquaculture, 300:237–239.
Chanratchakool, P. Turnbull, J.F. Funge- Gunarto, A.M. Tangko, B.R. Tampangalo,
Smith, and C. Limsuwan. 1995. dan Muliani. 2006. Budidaya udang
Health management in Shrimp Ponds. windu (Penaeus monodon) di tambak
2nd ed. Aquatic animal health research dengan penambahan probiotik. J.
institute departement of fisheries Riset Akuakultur, 1(3):303-313.
kasetsat University Campus Bangkok, Haryanti, Fahrudin, dan S.B.M. Sembiring.
Thailand. 111p. 2015. Induksi hormon 17 α methyl
Chen, L.C. 1990. Aquaculture in Taiwan. testosteron terhadap profil sperma-
Fishing News Books, Oxford. UK. togenesis induk jantan udang windu,
278p. Penaeus monodon. Dalam: Sugama
Coman, G.J., P.J. Grocos, S.J. Arnold, S.J. et al. (eds.). Prosiding Forum Inovasi
Key, and N.P. Preston. 2005. Growth, Teknologi Akuakultur 2015. Pusat
survival and reproductive perfor- Penelitian dan Pengembangan Pe-
mance of domesticated Australia rikanan Budidaya. Jakarta. Hlm.:133-
stock of the giant tiger prawn, P. 139.
monodon, reared in tanks and Hoa, N.D. 2009. Domestication of black tiger
receways. J. World Aquaculture Soc., shrimp (Penaeus monodon) in
36:464-479. recirculation systems inVietnam. PhD
De La-Vega, E., M.R. Hall, K.J. Wilson, A. thesis, Ghent University. Belgium.
Revetter, R.G. Wood, and B.M. 189p.
Degnan 2007. Stress induce gene Kasnir, M., Harlina, and Rosmiati. 2014.
expression profiling in the black tiger Water quality parameter analysis for
shrimp Penaeus monodon. Physiol the feasibility of shrimp culture in
Genomics, 31:126-138. takalar regency, Indonesia. J. Aqua-
Effendi, H. 2003. Telaah kualitas air bagi culture Research and Development,
pengelolaan sumber daya dan ling- 5:(6)1-3. doi:10.4172/21559546.1000
kungan perairan. Kanisius. Yogya- 273.
karta. 258p. Kumar, N.J.P., K. Srideepu, H.M. Reddy,
Effendie, M.I. 1997. Biologi perikanan. and K.V.S. Reddy. 2016. Effect of
Yayasan Pustaka Nusatama. Yogya- water probiotic (Pro-W) on Lito-
karta. 163hlm. penaeus vannamei culture ponds of
Gitterle, T., M. Rye, R. Salte, J. Cock, H. Nellore, Andhra Pradesh, India. Inter-
Johansen, C. Lozano, J.A. Suárez, national J. Of Environmental Scien-
and B. Gjerde. 2005. Genetic ces, 6(5):846-850.
(co)variation in harvest body weight Laining, A., Usman, Muslimin, dan N.N.
and survival in Penaeus (Litopenaeus Palinggi. 2014. Performansi pertum-
vannamei) under standard commer- buhan dan reproduksi udang windu
asal tambak yang diberi kombinasi

196 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt91
Hidayat dan Sahabuddin

pakan yang berbeda. J. Riset besaran komoditas perikanan. Ma-


Akuakultur, 9(1):67-77. kalah disampaikan pada temu konsul-
Laining, A., Kamaruddinn, dan N.N. tasi dan sosialisasi teknologi budidaya
Palinggi. 2015. Formulasi pakan tambak ramah lingkungan. Kerjsama
buatan untuk pematangan gonad antara Pusat Riset Perikanan Budi-
udang windu (Penaeus monodon) daya dengan Balai Riset Perikanan
hasil budidaya. Monograf perbenihan Budidaya Air Payau. Maros Sulawesi
dan pembesaran udang windu Selatan. 17hlm.
(Penaeus monodon). Balai Penelitian Mansyur, A., S. Tahe, A. Sarijanna, E.A.
dan Pengembangan Budidaya Air Hendrajat, A. Laining, A. Nawang, E.
Payau. Hlm.:11-20. Septiningsih, Hamzah, S. Rohani,
Lante, S., Usman, dan A. Laining. 2015. Nurjannah, A. Gaffar, L. Hafidz, dan
Pengaruh kadar protein pakan ter- D.A. Cristiandari. 2016. Pembesaran
hadap pertumbuhan dan sintasan calon induk udang windu hasil
udang windu, Penaeus monodon Fab. selektif breeding (F1 Dan F2) pada
Transfeksi. Universitas Gadjah Mada. wadah substrat berbeda. Laporan
J. Perikanan, 1: 10-17. Teknis Akhir Kegiatan. Balai Pene-
Lante, S., A. Tenriulo, dan A. Parenrengi. litian dan Pengembangan Budidaya
2015. Performa larva udang windu, Air Payau. Kementerian Kelautan
Penaeus monodon transgenik dan dan Perikanan. 84hlm.
tanpa transgenik PmAVpasca uji Mohanty, R.K., A. Mishra, and D.U. Pati.
vitalitas dan morfologi. Dalam: Su- 2014. Water budgeting in black tiger
gama et al. (eds.). Prosiding Forum shrimp Penaeus monodon culture
Inovasi Teknologi Akuakultur 2015. using different water and feed
Pusat Penelitian dan Pengembangan management systems. Turkish J. of
Perikanan Budidaya. Jakarta. Hlm: Fisheries and Aquatic Sciences,
219-225 14:487-496.
Lu, Y. and P.S. Sun. 2005. Viral resistant in Murdjani, Z. Arifin, dan D. Adiwijaya.
shrimp that express an antisense 2007. Penerapan best management
Taura syndrome virus coat protein Parctices (BMP) pada budidaya
gene. Antivir Res, 67:141-146. udang windu Penaeus monodon
Luo, T., X. Zhang, Z. Shao, and X. Xu. 2003. Fabricus intensif. Departemen Ke-
PmAV, a novel gene involved in lautan dan Perikanan. Direktorat Jen-
virus resistence of shrimp Penaeus deral Perikanan Budidaya. Balai
monodon. FEBS Letter, 551: 53-57. Besar Pengembangan Budidaya Air
Madeali, M., M. Atmomarsono, Muliani, dan Payau. Jepara. 67hlm.
A. Tompo. 2009. Pengaruh konsen- Nawang, A., I. Trismawanti, dan A.
trasi bahan organik total (BOT) Parenrengi. 2015. Produktivitas telur
terhadap patogenesitas bakteri Vibrio dan daya tetas induk udang windu
alginolyticus pada udang windu. (Penaeus monodon) asal Aceh dan
Prosiding Seminar Nasional Tahun Takalar. Dalam: Sugama et al. (eds.).
VI. Hasil Penelitian Perikanan dan Prosiding Forum Inovasi Teknologi
Kelautan Tahun 2009. 2nd ed Bio- Akuakultur 2015. Pusat Penelitian
teknologi Perikanan. UGM. Yog- dan Pengembangan Perikanan Budi-
yakarta. Hlm.:1-6. daya. Jakarta. Hlm.:701-707.
Mangampa, M., T. Ahmad, M. Atmomarsono Paibulkichakul, C., S. Piyatiratitivorakul, P.
dan M. Tjaronge. 2003. Usaha pe- Sorgeloos, and P. Menasveta. 2008.
nyambung pembenihan dan pem- Improved maturation of pondreared,

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 9, No. 1, Juni 2017 197
Performa Pertumbuhan Calon Induk Udang Windu Penaeus monodon . . .

black tiger shrimp (Penaeus Selection. Academic Press, San


monodon) using fish oil and Diego. 435p.
astaxanthin feed supplements. Aqua- Pushparajan, N. and P. Soundarapandian.
culture, 282(1-4): 83-89. 2010. Recent farming of marine black
Parenrengi, A., Alimuddin, Sukenda, K. tiger shrimp, Penaeus monodon
Sumantadinata, M. Yamin, and A. (Fabricius) in South India. African J.
Tenriulo. 2009. Cloning of proAV of Basic and Applied Sciences, 2(1):
promoterisolated from tiger prawn, 33-36.
Penaeus monodon. Indonesian Aqua- Ramanathan, N., P. Padmavathy, T. Francis,
culture J., 4(1):1-7. S. Athithian, and N. Selvaranjitham.
Parenrengi, A. 2010. Peningkatan resistensi 2005. Manual on polyculture of tiger
udang windu Penaeus monodon ter- shrimp and carps in freshwater, tamil
hadap penyakit White spot syndrome nadu veterinary and animal sciences
virus melalui transfer gen Penaeus university, Fisheries College and
monodon Antiviral. Disertasi. IPB. Research Institute.Thothukudi. 161p.
Bogor. 108hlm. Rothlisberg, P.C. 1998. Aspects of penaeid
Parenrengi, A., Alimuddin, Sukenda, K. biology and ecology of relevance to
Sumantadinata, dan A. Tenriulo. aquaculture: a review. Aquaculture,
2009. Karakteristik sekuen cDNA 164: 49-65.
pengkode gen antivirus dari udang Shailender. M., S. Babu. C.H.B. Srikanth, B.
windu, Penaeus monodon. J. Riset Kishor, D. Silambarasan, and P.
Akuakultur 2009: 4(1):1-13. Jayagopal. 2012. Sustainable culture
Parenrengi, A., A. Tenriulo, dan B.R. Tam- method of giant black tiger shrimp,
pangallo. 2013. Uji tantang udang Penaeus monodon (Fabricius) in
windu, Penaeus monodon transgenik Andhra Pradesh, India. IOSR. J. of
menggunakan bakteri patogen Vibrio Agriculture and Veterinary Science,
harveyi. Prosiding Konferensi Akua- 1:12-16.
kultur Indonesia. Hlm.:226-233. Subramanian, K. 2010. Commercial produc-
Parenrengi, A. dan A. Tenriulo. 2015. tion of SPF Penaeus monodon
Produksi larva udang windu (Penaeus broodstock in Malaysia. Collabo-
monodon) tahan penyakit melalui rative Program Between Departement
teknologi transgenesis. Monograf per- of Fisheries (DOF) and Black Tiger.
benihan dan pembesaran udang windu Aquaculture (BTA). 20p.
(Penaeus monodon). Balai Penelitian Susanto, A. 2011. Kinerja jejaring pemulia-
dan Pengembangan Budidaya Air an udang windu (Penaeus monodon).
Payau. Hlm: 37-44. Makalah disampaikan pada workshop
Perez-Rostro, C.L. and A.M. Ibarra. 2003. jaringan perbenihan dan produksi
Heritabilities and genetic correlations induk unggul. Surabaya, 27 - 29
of size traitsat harvest in sexually November 2011. 15hlm.
dimorphic pacific white shrimp Susianingsih, E., Nurbaya, dan M. Atmomar-
(Litopenaeus vannamei) grown in two sono. 2012. Pengaruh kombinasi jenis
environments. Aquac. Res., 34:1079- bakteri probiotik berbeda terhadap
1085. sintasan dan produksi udang windu
Peterson, C.W. and R.R. Warner. 1998. di tambak semiintensif. J. Riset Akua-
Spermcompetition infishes. In: kultur, 7(3):485-498.
Birkhead, T.R., Muller, P. (Eds.), Tharavathy, N.C. 2014. Water quality
Sperm Competition and Sexual management in shrimp culture. Acta
biologica indica, (1):536-540.

198 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt91
Hidayat dan Sahabuddin

Tonnek, S. 1989. Perkembangan ovarium monodon). Balai Penelitian dan Pe-


dan peneluran udang windu Penaeus ngembangan Budidaya Air Payau.
monodon Fabricius setelah disuntik Hlm: 45-54.
dengan estrogen atau progesterone Tenriulo, A., S. Tonnek, B.R. Tampangallo,
dan ablasi mata. Tesis. Fakultas Pasca A.F. Widodo, dan A. Parenrengi.
Sarjana. UGM. Yogyakarta. 74hlm. 2010. Analisis ekspresi gen antivirus
Tonnek, S. Tahe, dan S. Lante. 2011. PmAV pada udang windu, Penaeus
Performansi calon induk udang windu monodon yang ditantang dengan
Penaeus monodon asal tambak. WSSV. Dalam: Sudrajat et al. (eds.).
Dalam: Tatang et al. (eds.). Prosiding Prosiding forum inovasi teknologi
Seminar Nasional Perikanan 2011. akuakultur 2010. Pusat Penelitian dan
Kelompok Budidaya Perikanan. Pusat Pengembangan Perikanan Budidaya.
Penelitian dan Pengabdian Masya- Jakarta. Hlm:541-546.
rakat (P3M). Sekolah Tinggi Per- Wardana, I.K., Muzaki, A., Fahrudin, IG.N.
ikanan Jakarta. Hlm.: 313-321. Permana, dan Haryanti. 2008. Selek-
Tonnek, S., A. Nawang, A. Parenrengi., dan tif breeding udang windu Penaeus
Rachmansyah. 2013. Produksi Benih monodon dengan karakter pertum-
udang Windu SPF. Petunjuk Teknis. buhan dan SPF (Spesific Phatogen
Balai Penelitian dan Pengembangan Free). J. Riset Akuakultur, 3:301-312.
Budidaya Air Payau, Maros. 23hlm. Withyachumarnkul, B., V. Boonsaeng, T.W.
Tonnek, S.M.N., Syafaat, dan Haryanti. Flegel, S. Panyim, and C. Wong-
2015. Pertumbuhanlarva udang windu teerasupaya. 1998. Domestication and
strain cepat tumbuh dan seleksi calon selective breeding of Penaeus mono-
induk asal tambak. Dalam: Sugama et don in Thailand. In: Flegel, T.W.
al. (eds.). Prosiding forum inovasi (ed). Advances in shrimp biotech-
teknologi akuakultur 2015. Pusat nology. Proceeding to special session
Penelitian dan Pengembangan Per- on shrimp biotechnology 5th asian
ikanan Budidaya. Jakarta. Hlm:979- fisheries forum, 11-14 November
983. 1998. Chiang Mai, Thailand. 73-
Tonnek, S. A. Parenrengi dan Haryanti. 77pp.
2015. Produksi udang windu
(Penaeus monodon) tumbuh cepat di Diterima : 28 November 2016
tambak. Monograf perbenihan dan Direview : 9 Desember 2016
pembesaran udangwindu (Penaeus Disetujui : 20 Mei 2017

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 9, No. 1, Juni 2017 199

You might also like