You are on page 1of 24

BAB III

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
(CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING)

Kompetensi Akhir

Setelah mempelajari, membahas, mengkaji dan mendiskusikan isi bab ini,


Mahasiswa diharapkan mampu untuk menganalisis model pembelajaran kontekstual
secara tepat

Indikator

Indikator keberhasilan yang diharapkan adalah Mahasiswa dapat:


1. Menjelaskan pengertian pembelajaran kontekstual
2. Menyimpulkan pemikiran tentang belajar dalam pembelajaran kontekstual
3. Mengidentifikasi komponen-komponen pembelajaran kontekstual
4. Menganalisis bentuk aplikasi pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran. PPKn

Bagan Hubungan antar Indikator dengan Kemampuan Akhir

Menganalisis bentuk aplikasi pembelajaran kontekstual


dalam pembelajaran. PPKn

Mengidentifikasi komponen-komponen pembelajaran


kontekstual

Menyimpulkan pemikiran tentang belajar dalam


pembelajaran kontekstual

Menjelaskan pengertian pembelajaran kontekstual

38
Pengantar
Tuntutan dalam dunia pendidikan dewasa ini banyak mengalami perubahan,
guru tidak lagi memberikan pengetahuan kepada siswa yang diibaratkan hanya mengisi
suatu botol kosong saja, melainkan siswa harus membangun pengetahuan secara aktif,
sedangkan guru berusaha mengembangkan kompetensi dan kemampuan siswa.
Seiring dengan perubahan itu, guru diharapkan dapat mengembangkan proses
pendekatan dengan mengacu pada 4 pilar pendidikan yang dicanangkan oleh UNESCO,
yakni learning to do, learning to know, learning to be, dan learning to live together.
(Budimansyah, 2002). Siswa diposisikan sebagai insan yang harus diberdayakan agar
mau dan mampu berbuat (learning to do), dengan cara siswa menemukan dan
memperoleh pengetahuan sendiri (learning to know), menjadikan pengetahuan yang
dimilikinya menjadi milik dirinya (learning to be), sehingga akan membentuk
kepribadian yang mampu bertoleransi, mengembangkan sikap positif dalam perannya
sebagai warganegara di tengah-tengah kemajemukan kehidupan berbangsa (learning to
live together).
Ausubel (Suderadjat, 2004) salah satu tokoh ahli psikologi kognitif
berpendapat bahwa keberhasilan belajar siswa sangat ditentukan oleh kebermaknaan
bahan ajar yang dipelajari. Ausubel lebih menekankan bahwa keberhasilan belajar
terletak pada kebermaknaan bahan ajar yang diterima atau dipelajari oleh siswa dan
kebermaknaan bahan ajar sangat ditentukan oleh keterkaitannya dengan pengetahuan
yang dimiliki anak didik.
Salah satu pembelajaran aktif yang digunakan dalam proses pembelajaran yang
memungkinkan siswa memperoleh pengetahuan dengan cara menemukan sendiri
melalui pengalaman secara langsung adalah pembelajaran kontekstual (Contexual
Teaching and Learning).

1. Pengertian Pembelajaran Kontekstual


Menurut Johnson (2002) : “The CTL system is an educational process that
aims to help students see meaning in the academic material that are studying by
connecting academic subjects with the context of their daily lives, that is, with the
context of their personal, social, and cultural circumstances. To achieve this aim, the
system encompasses the following eight components; making meaningful
connections, doing significant work, self—regulated learning, collaborating, critical

39
and creative thinking, nurturing the individual, reaching high standards, using
authentic assessment”.
Pendapat Johnson menjelaskan bahwa CTL merupakan suatu proses
pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam bahan pelajaran
yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan
mereka sehari-hari, yaitu dengan konteks lingkungan pribadinya, sosialnya, dan
budayanya. Untuk mencapai tujuan tersebut, CTL dilakukan melalui delapan
komponen utama: melakukan hubungan yang bermakna, mengerjakan pekerjaan
yang berarti, mengatur cara belajar sendiri, bekerja sama, berpikir kritis dan kreatif,
memelihara/merawat pribadi siswa, mencapai standar yang tinggi, dan menggunakan
asesmen authentic (Nurhadi, dkk., 2004). Pendapat lain menjelaskan bahwa
Pembelajaran Kontekstual (Contexual Teaching and Learning) adalah konsep belajar
yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia
nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari (Depdiknas,
2003; Nurhadi, dkk., 2004).
Proses pembelajaran kontekstual berlangsung secara alamiah dengan siswa
mengalami sendiri untuk dapat mengkonstruksi pengetahuan. Untuk dapat
mengkonstruksi pengetahuan, siswa secara aktif menemukan sendiri dengan aktif
bertanya dan bekerja bersama dengan siswa lainnya. Proses pembelajaran bukan
dalam bentuk transfer pengetahuan dari guru ke siswa, guru bukan lagi sosok yang
dominan dalam proses pembelajaran dan bukan lagi penentu kemajuan belajar
siswanya namun guru memposisikan dirinya sebagai pendamping siswa dalam
pencapaian kompetensi dasar siswa. Dengan demikian pembelajaran kontekstual
dikembangkan dalam proses pembelajaran dengan tujuan agar pembelajaran berjalan
lebih produktif dan bermakna.
2 Pemikiran tentang Belajar
Pembelajaran kontekstual mendasarkan diri pada kecenderungan pemikiran
tentang belajar sebagai berikut (Yulaelawati, 2004):
2.1 Proses belajar
a. Belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus mengkonstruksikan
pengetahuan di benak mereka sendiri.

40
b. Siswa belajar dari mengalami dan siswa mencatat sendiri pola-pola bermakna
dari pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja oleh guru.
c. Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang itu terorganisir dan
mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan.
d. Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi
yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.
e. Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi baru.
f. Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna
bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide.
g. Proses belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan otak itu berjalan terus
seiring dengan perkembangan organisasi pengetahuan dan keterampilan
seseorang.
2.2 Transfer Belajar.
a. Siswa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari pemberian orang lain.
b. Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas (sedikit
demi sedikit)
c. Penting bagi siswa mengetahui untuk apa dia belajar, dan bagaimana ia
menggunakan pengetahuan dan keterampilan itu.
2.3 Siswa sebagai Pembelajar
a. Manusia mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang tertentu, dan
seorang anak mempunyai kecenderungan untuk belajar dengan cepat tentang hal-
hal baru.
b. Strategi belajar itu penting. Siswa dengan mudah mempelajari sesuatu yang baru.
Akan tetapi, untuk hal-hal yang sulit, strategi belajar amat penting.
c. Peran orang dewasa (guru) membantu menghubungkan antara yang baru dan
yang sudah diketahui.
d. Tugas guru memfasilitasi agar informasi baru bermakna, memberi kesempatan
kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri, dan
menyadarkan siswa untuk menerapkan strategi mereka sendiri.
2.6 Pentingnya Lingkungan Belajar
a. Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Dari
guru akting di depan kelas, siswa menonton ke siswa akting bekerja dan
berkarya, guru mengarahkan.

41
b. Pengajaran harus berpusat pada bagaimana cara siswa menggunakan
pengetahuan baru mereka. Strategi belajar lebih dipentingkan dibanding
hasilnya.
c. Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian yang
benar.
d. Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok.
3. Komponen Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual merupakan salah satu strategi pembelajaran aktif
yang mengkondisikan situasi alamiah dalam proses belajar, siswa mengalami sendiri
apa yang dipelajarinya sehingga kelas menjadi lebih hidup dan bermakna. Siswa
akan terlatih untuk menghubungkan pengetahuan yang dimilikinya dengan situasi
dunia nyata di lingkungannya.
Implementasinya dalam pembelajaran di kelas didasari oleh pemikiran bahwa
siswa akan belajar dengan lebih bermakna manakala dilakukan dengan cara bekerja
sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan
keterampilan barunya. Untuk dapat mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilan
lakukanlah dengan cara inkuiri atau menemukan sendiri. Agar dapat menemukan
pengetahuan sendiri kembangkanlah sifat ingin tahu dengan cara aktif bertanya.
Belajarlah dalam kelompok-kelompok dan gunakanlah model sebagai contoh
pembelajaran. Di akhir pertemuan lakukankan refleksi dan penilaian yang
sebenarnya baik penilaian proses maupun hasil belajar.
Pembelajaran kontekstual memiliki tujuh komponen utama, yaitu
konstruktivisme (constructivism), menemukan (inquiry), bertanya (questioning),
masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modelling), refleksi
(reflection), dan penilaian yang sebenarnya (authentic assessment)
( Depdiknas,2003; Johnson, 2002; Nurhadi, dkk., 2004; dan Yager, 1991).
3.1 Konstruktivisme (Constructivism)
Filosofi atau landasan berpikir pembelajaran kontekstual adalah
konstruktivisme. Pengetahuan dibangun manusia tidak sekonyong-konyong,
namun pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit dari konteks
yang terbatas. Siswa mengkonstruksi sendiri pemahamannya dan pemahaman
yang mendalam diperoleh melalui pengalaman belajar yang bermakna. Esensi
dari teori konstruktivisme adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan

42
mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila
dikehendaki informasi itu menjadi milik mereka sendiri (depdiknas, 2003).
Terjadinya perubahan-perubahan di tengah masyarakat yang begitu
cepat dan kompleks dengan berbagai masalah di dalamya harus cepat direspon
oleh pelaku pendidikan. Di sekolah, siswa harus dibiasakan untuk memecahkan,
menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, memunculkan ide / gagasan
baru. Bagi siswa, belajar bukan sekedar proses mengingat informasi yang
disampaikan oleh guru, namun siswa harus bekerja untuk memecahkan masalah,
menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, selalu bergulat dan
memunculkan ide-ide baru. Dengan demikian pembelajaran bukanlah proses
menerima pengetahuan, namun pembelajaran merupakan proses
“mengkonstruksi” pengetahuan.
Bagaimanakah peran guru untuk mengkonstruksi/membangun
pengetahuan siswa?. Landasan berpikir konstruktivisme lebih menekankan pada
strategi memperoleh pengetahuan dibandingkan seberapa banyak siswa
memperoleh dan mengingat pengetahuan. Untuk itu tugas guru adalah
memfasilitasi proses tersebut dengan :
a. Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa
b. Memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri, dan
c. Menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar
Lebih lanjut, bagaimanakah cara merealisasikan konstrukstivisme di
dalam kelas. Menurut Nurhadi, dkk (2004), ada lima langkah pembelajaran
dalam penerapan pembelajaran konstruktivistik, sebagai berikut :
a. Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge).
Guru perlu mengetahui prior knowledge siswanya karena struktur-
struktur pengertahuan awal yang sudah dimiliki siswa akan menjadi dasar
sentuhan untuk mempelajari informasi baru. Struktur-struktur tersebut perlu
dibangkitkan atau dibangun sebelum informasi baru diberikan oleh guru.
b. Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge)
Pemerolehan pengetahuan perlu dilakukan secara keseluruhan, tidak
dalam paket-paket yang terpisah-pisah. Pemerolehan pengetahuan baru
(acquiring knowledge) dengan cara mempelajari sesuatu secara keseluruhan
dulu, kemudian memperhatikan detailnya.

43
c. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge)
Dalam memahami pengetahuan, siswa perlu menyelidiki dan menguji
semua hal yang memungkinkan pengetahuan yang baru itu. Siswa harus
membagi-bagi struktur prior knowledge-nya kepada siswa-siswa lainnya
untuk dikritik agar strukturnya semakin jelas dan benar. Tahapnya, meyusun :
(1) konsep sementara (hipotesis), (2) melakukan sharing kepada orang lain
agar mendapat tanggapan (validasi), dan atas tanggapan itu (3) konsep
tersebut direvisi dan dikembangkan.
d. Menerapkan pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh (appliying
knowledge).
Siswa memerlukan waktu untuk memperluas dan memperhalus
struktur pengetahuannya dengan cara menggunakannya secara otentik
melalui problem solving.
e. Melakukan refleksi (reflecting on knowledge)
Jika pengetahuan harus sepenuhnya dipahami dan diterapkan secara
luas, maka pengetahuan itu harus didekontekstualkan dalam hal memerlukan
waktu.
Untuk mengetahui bagaimana seorang guru melaksanakan
pembelajaran secara konstruktivistik, Brooks dan Brooks (Nurhadi,dkk, 2004),
memberikan ciri-ciri sebagai berikut:
a. Guru adalah salah satu dari berbagai macam sumber, bukan satu-satunya
sumber belajar.
b. Guru membawa siswa masuk ke dalam pengalaman-pengalaman yang
menentang konsepsi pengetahuan yang sudah ada dalam diri mereka.
c. Guru mebiarkan siswa berpikir setelah mereka disuguhi berbagai macam
pertanyaan-pertanyaan guru.
d. Guru menggunakan teknik bertanya untuk memancing siswa berdiskusi
satu sama lain.
e. Guru menggunakan istilah-istilah kognitif seperti: klasifikasikan analisislah,
dan ciptakanlah ketika merancang tugas-tugas.
f. Guru membiarkan siswa bekerja secara otonom dan berinisiatif sendiri.
g. Guru menggunakan data mentah dan sumber primer bersama-sama dengan
bahan-bahan pelajaran yang dimanipulasi.

44
h. Guru tidak memisahkan antara tahap mengetahui dan tahap menemukan
i.Guru mengusahakan agar siswa dapat mengkomunikasikan pemahaman
mereka karena dengan begitu mereka benar-benar sudah belajar.
Bagaimanakah prosedur implementasi pembelajaran kontekstual di
kelas? Yager (1991) mengemukakan sebagai berikut:
a. Carilah dan gunakanlah pertanyaan dan gagasan siswa untuk menuntun
pelajaran dan keseluruhan unit pengajaran.
b. Biarkan siswa menemukakan gagasan-gagasan mereka dulu.
c. Kembangkan kepemimpinan, kerjasama, pencarian informasi, aktivitas
siswa sebagai hasil dari proses belajar.
d. Gunakan pemikiran, pengalaman, dan minat siswa untuk mengarahkan
proses pembelajarannya.
e. Kembangkan penggunaan alternatif sumber informasi baik dalam bentuk
bahan tertulis maupun bahan-bahan para pakar.
f. Usahakan agar siswa mengemukakan sebab-sebab terjadinya suatu
peristiwa dan situasi serta doronglah agar mereka memprediksi aibat-
akibatnya.
g. Carilah gagasan-gagasan siswa sebelum guru menyajikan pendapatnya atau
sebelum siswa mempelajari gagasan-gagasan yang ada dalam buku teks atau
simber-sumber lainnya.
h. Buatlah agar siswa tertantang dengan konsepsi dan gagasan-gagasan mereka
sendiri.
i. Sediakan waktu cukup untuk berefleksi dan menganalisis, menghormati dan
menggunakan semua gagasan yang diketengahkan seluruh siswa.
j. Doronglah siswa untuk melakukan analisis sendiri, mengumpulkan bukti
nyata untuk mendukung gagasan-gagasan dan reformulasi gagasan sesuai
dengan pengetahuan baru yang dipelajarinya.
k. Gunakanlah masalah yang diidentifikasi oleh siswa sesuai minatnya dan
dampak yang ditimbulkannya.
l. Gunakanlah sumber-sumber lokal (manusia dan benda) sebagai sumber-
sumber informasi asli yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah.
m. Libatkan siswa dalam mencari informasi yang diterapkan dalam
memecahkan masalah-masalah yang ada dalam kehidupan nyata.

45
n. Perluas belajar seputar jam pelajaran. ruangan kelas, dan lingkungan
sekolah.
o. Pusatkan perhatian pada dampak sains pada setiap individu siswa.
p. Tekankan kesadaran karier – terutama yang berhubungan dengan ilmu dan
teknologi.
Dengan demokian konstruktisme dalam pembelajaran kontrukstivisme
dalam pembelajaran kontekstual mendorong siswa untuk belajar sedikit demi
sedikit dari kontek terbatas agar dapat mengkonstruksi pemahamannya melalui
pengalaman belajar yang bermakna.
3.2 Menemukan (Inquiry)
Inti dari kegiatan pembelajaran kontekstual adalah menemukan.
Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil
mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru
harus selalu merancang kegiatan pembelajaran yang merujuk pada kegiatan
menemukan, apapun materi yang diajarkannya.
Kegiatan inkuiri adalah sebuah siklus dengan langkah-langkah sebagai
berikut :
3.2.1 Merumuskan masalah (dalam mata pelajaran).
a. Bagaimana ciri-ciri ibu hamil?
b. Bagaimana cara mengatasi ibu melahirkan dengan bayi sungsang?
c. Mengapa terjadi perdarahan pada ibu yang mengalami keguguran?
3.2.2 Mengumpulkan data melalui observasi
a. Membaca buku atau sumber lain untuk mendapatkan informasi
pendukung.
b. Mengamati dan mengumpulkan data sebanyak-banyaknya dari sumber
atau objek yang diamati.
3.2.3 Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan,
tabel, dan karya lainnya.
a. Siswa membuat peta wilayah-wilayah konflik.
b. Siswa membuat paragraf deskripsi sendiri.
c. Siswa membuat bagan penyebab terjadinya perdarahan pada ibu yang
keguguran.

46
3.2.4 Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman
sekelas, atau audiens yang lain.
a. Karya siswa disampaikan teman sekelas atau kepada orang banyak
untuk mendapatkan masukan.
b. Bertanya jawab dengan teman.
c. Memunculkan ide-ide baru.
d. Melakukan refleksi
e. Menempelkan gambar, karya tulis, peta, dan sejenisnya di dinding
kelas, dinding sekolah, majalah dinding, majalah sekolah, dsb.
Kegiatan inkuiri dalam pembelajaran kontekstual sebenarnya sebuah
siklus yang terdiri dari mengamati, bertanya, menganalisis dan merumuskan
teori, baik perorangan maupun kelompok. Kegiatan ini diawali dengan
pengamatan, lalu berkembang untuk memahami konsep/fenomena,
mengembangkan dan menggunakan keterampilan berpikir kritis.
3.3 Bertanya (Questioning)
Ilmu pengetahuan bisa berkembang bermula dari kegiatan bertanya.
Bertanya merupakan strategi utama dalam pembelajaran kontekstual.
Menggunakan pertanyaan dalam pembelajaran berbasis inkuiri sangatlah
mendasar. Guru menggunakan pertanyaan selain untuk menuntun siswa berpikir
juga untuk membuat penilaian secara kontinyu terhadap pemahaman siswa. Bagi
siswa kegiatan bertanya merupakan cara untuk menggali informasi,
mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada
aspek yang belum diketahuinya.
Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna
untuk (Depdiknas, 2003):
a. Menggali informasi, baik administrasi maupun akademis.
b. Mengecek pemahaman siswa.
c. Membangkitkan respon kepada siswa.
d. Mengetahui sejauhmana keingintahuan siswa.
e. Mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa.
f. Memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru.
g. Membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa.
h. Menyegarkan kembali pengetahuan siswa.

47
Pada semua aktivitas belajar questioning (bertanya) dapat diterapkan
antara siswa dengan siswa, antara guru dengan siswa, antara siswa dengan guru,
antara siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas, dsb. Aktivitas
bertanya dilakukan ketika siswa berdiskusi, bekerja dalam kelompok, ketika
siswa mengalami kesulitan, ketika siswa mengamati, kegiatan apapun yang
menumbuhkan dorongan untuk bertanya.
3.4 Masyarakat Belajar (Learning Community)
Dalam proses pembelajaran kontekstual, guru disarankan melaksanakan
pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi dalam
kelompok-kelompok yang anggotanya heterogen. Kelompok siswa bisa sangat
bervariasi bentuknya, baik keanggotaan, bahkan biasanya melibatkan siswa di
kelas atasnya, atau guru melakukan kolaborasi dengan mendatangkan seorang
ahli ke kelas. Misalnya tukang sablon, petani jagung, peternak susu, teknisi
computer, tukang cat mobil, tukang reparasi kunci, dan sebagainya.
Siswa belajar dalam kelompok-kelompok yang anggotanya heterogen
berarti dalam pembelajaran sudah mengarah pada terciptanya masyarakat
belajar. Learning community atau masyarakat belajar mengandung arti sebagai
berikut :
a. Adanya kelompok belajar yang berkomunikasi untuk berbagi gagasan dan
pengalaman.
b. Ada kerjasama untuk memecahkan masalah.
c. Pada dasarnya hasil kerja kelompok lebih baik dari pada hasil kerja
individual.
d. Ada rasa tanggungjawab kelompok, semua anggota dalam kelompok
mempunyai tanggungjawab yang sama.
e. Upaya membangun motivasi belajar bagi anak yang belum mampu dapat
diadakan.
f. Menciptakan situasi dan kondisi yang memungkinkan seorang anak belajar
dengan anak lainnya.
g. Ada rasa tanggungjawab dan kerja sama antara anggota untuk saling
memberi dan menerima.
h. Ada fasilitator/guru yang memandu proses belajar dalam kelompok.
i. Harus ada komunikasi dua arah atau multi arah.

48
j. Ada kemamuan untuk menerima pendapat yang lebih baik.
k. Ada kesediaan untuk menghargai pendapat orang lain.
l. Tdak ada kebenaran yang hanya satu saja.
m. Dominasi siswa-siswa yang pintar perlu diperhatikan agar yang
lambat/lemah bisa berperan pula.
n. Siswa bertanya kepada teman-temannya itu sudah mengandung arti learning
community.
Masyarakat belajar bisa tercipta apabila ada komunikasi dua arah.
Dalam masyarakat belajar, anggota kelompok yang terlibat dalam komunikasi
pembelajaran dapat saling belajar. Kegiatan saling belajar bisa terjadi apabila
tidak ada pihak yang dominan dalam komunikasi, tidak ada pihak yang merasa
segan untuk bertanya, tidak ada pihak yang menganggap paling tahu, semua
pihak saling mendengarkan. Kalau setiap orang mau belajar dari orang alain,
maka setiap orang lain bias menjadi sumber belajar, dan ini berarti setiap orang
akan sangat kaya dengan pengetahuan dan pengalaman. Prakteknya dalam
pembelajaran terwujud:
a. Bekerja dalam pasangan.
b. Pembentukan kelompok kecil.
c. Pembentukan kelompok besar.
d. Mendatangkan ahli ke kelas (tokoh, olahragawan, dokter, perawat, petani,
pengurus organisasi, polisi, tukang kayu, dan sebagainya).
e. Bekerja dengan kelas sederajat.
f. Bekerja kelompok dengan kelas di atasnya.
g. Bekerja dengan sekolah di atasnya.
h. Bekerja dengan masyarakat.
3.5 Pemodelan (Modelling)
Pemodelan dalam pembelajaran kontekstual pada dasarnya
membahasakan gagasan yang dipikirkan, mendemontrasikan bagaimana guru
menginginkan para siswanya, dan melakukan apa yang guru inginkan agar
siswa-siswanya melakukan. Pemodelan dapat berbentuk demonstrasi,
pemberian contoh tentang konsep atau aktivitas belajar.
Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model.
Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Seorang siswa dapat ditunjuk

49
untuk memberi contoh cara memakai seragam sekolah yang rapi atau
menunjuk seorang siswa untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya dengan
sikap sempurna. Siswa ‘contoh’ tersebut adalah seorang model. Siswa lain
dapat menggunakan model tersebut sebagai ‘standar. Kompetensi yang harus
dicapainya.
Model juga dapat didatangkan dari luar, misalnya mendatangkan
seorang pakar kesehatan dengan tujuan untuk memberikan pengalaman kepada
siswa secara langsung tentang bagaimana cara menangani kesehatan
masyarakat tersebut. Dengan cara ini diharapkan dapat menumbuhkan rasa
kesungguhan siswa untuk menjadi bagian dari tim kesehatan.
3.6 Refleksi (Reflection)
Refkelsi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau
berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa yang
lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur
pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari
pengetahuan sebelumnya.
Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau
pengetahuan yang baru diterima. Misalnya, ketika pelajaran berakhir, siswa
merenung ”Kalau begitu pemahaman saya tentang kesehatan?”
Pengetahuan yang bermakna diperoleh dari proses. Pengetahuan
dimiliki siswa diperluas melalui konteks pembelajaran, yang kemudian
diperluas sedikit demi sedikit. Guru atau orang dewasa membantu siswa
membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan yang dimiliki sebelumnya
dengan pengetahuan baru. Dengan begitu, siswa merasa memperoleh sesuatu
yang berguna bagi dirinya tentang apa yang baru dipelajarinya.
Kuncinya adalah bagaimana pengetahuan itu mengendap di benak
siswa. Siswa mencatat apa yang sudah dipelajari dan bagaimana merasakan
ide-ide baru. Guru perlu melakukan refleksi pada akhir program pengajaran.
Pada akhir pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa
melakukan refleksi. Realisasinya berupa:
a. Pernyataan langsung tentang apa-apa yang diperolehnya hari itu.
b. Catatan atau jurnal di buku siswa.
c. Kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari itu.

50
d. Diskusi.
e. Hasil karya.
Contoh perintah guru yang menggambarkan kegiatan refleksi, sebagai
berikut:
a. Bagaimana pendapatmu mengenai kegiatan hari ini?
b. Hal-hal baru apa yang kalian dapatkan melalui kegiatan hari ini?
c. Catatlah hal-hal penting yang kalian dapatkan!
d. Buatlah komentar di buku catatanmu tentang pembelajaran hari ini!
e. Mungkinkah keterampilan yang kalian pelajari hari ini kalian terapkan di
rumah?
3.7 Penilaian yang Sebenarnya (Authentic Assessment)
Assesment adalah proses pengumpulan berbagai data yang biasa
memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran tentang
kemajuan belajar, diperlukan sepanjang proses pembelajaran, maka penilaian
tidak hanya dilakukan diakhir pembelajaran, namun diperlukan di sepanjang
proses pembelajaran. Kemajuan belajar dinilai dari proses bukan semata-mata
dari hasil. Penilaian yang benar adalah menilai apa yang seharusnya dinilai.
Authentic Assessment adalah prosedur penilaian pada pembelajaran
kontekstual. Prinsip-prinsip yang dipakai dalam penilaian serta ciri-ciri penilaian
autentik adalah sebagai berikut:
a. Harus mengukur semua aspek pembelajaran: proses, kinerja, dan produk.
b. Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung.
c. Menggunakan berbagai cara dan sumber.
d. Tes, hanya salah satu alat pengumpul data penilaian.
e. Tugas-tugas yang diberikan kepada siswa harus mencerminkan bagian-bagian
kehidupan siswa yang nyata setiap hari, mereka harus dapat menceritakan
pengalaman atau kegiatan yang mereka lakukan setiap hari.
f. Penilaian harus menekankan kedalaman pengetahuan dan keahlian siswa,
bukan keluasan (kuantitasnya).
Inti dari Authentic Assessment adalah “apakah anak-anak belajar?”,
bukan “apa yang sudah diketahui?”. Prinsip utama asesmen dalam pembelajaran
kontekstual tidak hanya menilai apa yang diketahui siswa, tetapi juga menilai

51
apa yang dapat dilakukan siswa. Penilaian itu mengutamakan penilaian kualitas
hasil kerja siswa dalam menyelesaikan suatu tugas.
4. Karakteristik CTL
a. Kerjasama
b. Saling menunjang
c. Menyenangkan
d. Tidak membosankan
e. Belajar dengan bergairah
f. Pembelajaran terintegrasi
g. Menggunakan berbagai sumber
h. Siswa aktif
i. Sharing dengan teman
j. Siswa kritis, guru kreatif
k. Dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa, peta-peta,
gambar, artikel, humor.
l. Laporan kepada orang tua bukan hanya raport, tetapi hasil karya siswa, laporan
hasil praktikum, karangan siswa.

5. Kelemahan dan Kelebihan


5.1 Kelebihan
a. Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk
dapat menagkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan
kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan
materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi
itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya
akan tertanam erat dalam memori siswa, sihingga tidak akan mudah
dilupakan.
b. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep
kepada siswa karena metode pembelajaran CTL menganut aliran
konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan
pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswa
diharapkan belajar melalui ”mengalami” bukan ”menghafal”.
4.2 Kelemahan

52
a. Memerlukan waktu lama; Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena
dalam metode CTL. Guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi.
Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja
bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi
siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang.
Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat
perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan
demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau ” penguasa ” yang
memaksa kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar
mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.
b. Memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa; Guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau
menerapkan sendiri ide–ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari
dan dengan sadar menggunakan strategi–strategi mereka sendiri untuk
belajar. Namun dalam konteks ini tentunya guru memerlukan perhatian
dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar tujuan pembelajaran
sesuai dengan apa yang diterapkan semula

6. Penerapan CTL dalam Pembelajaran PPKn


Filosofi pembelajaran kontekstual adalah kontruktivistik, yaitu belajar
yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal. Setiap siswa
mempunyai gaya belajar yang berbeda – beda. Perbedaan yang dimiliki siswa
tersebut dinamakan sebagai unsur modalitas belajar. Menurut Bobbi Deporter ada
tiga tipe gaya belajar siswa, yaitu tive visual, auditorial dan kinestis. Tipe visual
adalah gaya belajar dengan cara melihat, sedang tipe auditorial adalah tipe belajar
dengan cara menggunakan alat pendengarannya, dan tipe kinestetis adalah tipe
belajar dengan cara bergerak. Ketiga gaya belajar tersebut akan dapat diaplikasikan
dengan baik oleh pendidik dengan menggunakan CTL.
Pembelajaran kontekstual bertujuan untuk membantu peserta didik
memahami materi pelajaran yang sedang mereka pelajari dengan menghubungkan
pokok materi pelajaran dengan penerapanya dalam kehidupan sehari-hari seperti
berikut ini.

53
Pertama, Membuat hubungan yang bermakna (making meaningful
conections), yaitu membuat hubungan antara subjek dengan pengalaman atau antara
pembelajaran dengan kehidupan nyata peserta didik sehingga hasilnya akan
bermakna dan makna ini akan memberi alasan untuk belajar.
Kedua, Melakukan pekerjaan yang berarti (doing significant work), yaitu
dapat melakukan pekerjaan atau tugas yang sesuai.
Ketiga, Melakukan pembelajaran yang di atur sendiri (self regulated
learning), yaitu: 1. Siswa belajar melalui tatanan atau cara yang berbeda-beda bukan
hanya satu, mereka mempunyai ketertarikan dan talenta (bakat) yang berbeda; 2.
Membebaskan peserta didik menggunakan gaya belajar mereka sendiri, memproses
dalam cara mereka mengeksplorasi ketertarikan masing-masing dan mengembangkan
bakat dengan intelegensi yang beragam sesuai dengan selera mereka; 3. Proses
pembelajaran yang melibatkan peserta didik dalam aksi yang bebas mencakup
kadang satu orang, biasanya satu kelompok, aksi bebas ini dirancang untuk
menghubungakan pengetahuan akademik dengan konteks kehidupan sehari-hari
peserta didik dalam mencapai tujuan yang bermakna. Tujuan ini dapat berupa hasil
yang terlihat maupun yang tidak.
Keempat, bekerja sama (collaborating), yaitu proses pembelajaran yang
melibatkan peserta didik dalam satu kelompok.
Kelima, berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking), yaitu
peemikiran kritis adalah : 1. Proses yang jelas dan terorganisir yang di gunakan
dalam kegiatan mental, seperti penyelesaian masalah, pengambilan keputusan,
membujuk, menganalisis asumsi, dan melakukan penelitian ilmiah; 2. Kemampuan
untuk mengevaluasi secara sistematis, sedangkan pemikiran kreatif adalah kegiatan
mental yang memupuk ide-ide asli dan pemahaman-pemahaman baru.
Keenam, membantu individu untuk tumbuh dan berkembang (nurturing
the individual), yaitu menjaga dan mempertahankan kemajuan individu. Hal ini
menyangkut pembelajaran yang dapat memotivasi, mendukung, menyemangati dan
memunculkan gairah belajar peserta didik. Pembelajaran harus member stimuli yang
baik terhadap motivasi belajar peserta didik dalam lingkungan sekolah. Pembelajaran
di harapkan mampu member pengaruh baik terhadap lingkungan belajar peserta
didik. Antara pembelajaran dan orang tua mempunyai peran yang sama dalam
mempengaruhi kemampuan peserta didik. Pencapaian perkembangan peserta didik

54
tergantung pada lingkungan sekolah, juga pada kepedulian perhatian yang diterima
peserta didik dalam pembelajaran (termasuk orang tua). Hubungan ini penting dan
member makna pada pengalaman peserta didik nantinya dalam kelompok dan dunia
kerja.
Ketujuh, mencapai standar yang tinggi (reaching high standars), yaitu
menyiapkan peserta didik mandiri, produktif dan cepat merespon atau mengikuti
perkembangan teknologi dan zaman. Dengan demikian dibutuhkan penguasaan
pengetahuan dan keterampilan sebagai wujud jaminan untuk menjadi orang yang
bertanggung jawab, pengambil keputusan. Kedelapan, menggunakan penilaian yang
sesungguhnya (using authentic assessement), yaitu ditujukan pada motivasi peserta
didik menjadi unggul di era teknologi, penilaian sesungguhnya ini berpusat pada
tujuan, melibatkan keterampilan tangan, penerapan, dan kerja samaserta pemikiran
tingkat tinggi yang berulangg-ulang. Penilaian itu bertujuan agar peserta didik dapat
menunjukan penguasaan dan keahlian yang sesungguhnya dan kedalam berpikir dari
pengertian, pemahaman, akal budi, kebijaksanaan dan kesepakatan.
Praktik pembelajaran kontekstual meliputi: 1. Peserta didik aktif belajar; 2.
Peserta didik belajar dari satu peserta didik ke peserta didik lain melalui kerja sama,
tim kerja dan refleksi diri; 3. Pembelajaran hubungan dengan dunia nyata dan atau
isu-isu simulasi dan masalah-masalah yang bermakna; 4. Peserta didik bertanggung
jawab untuk memantau dan mengembangkan pembelajaran mereka sendiri; 5.
Menghargai pendekatan konteks kehidupan peserta didik dan pengalaman-
pengalaman peserta didik sebelumnya merupakan dasar dari pembelajaran; 6. Peserta
didik merupakan partisipasi yang aktif di dalam peningkatan masyarakat; 7.
Pembelajaran peserta didik dinilai dengan berbagai cara; 8. Perspektif dan pendapat
peserta didik memiliki nilai dan dihargai; 9. Guru bertindak sebagai fasilitator dalam
pembelajaran peserta didik; 10. Guru menggunakan berbagai teknik pembelajaran
yang tepat; 11. Lingkungan pembelajaran dinamis dan menyenangkan; 12.
Menekankan pada berpikir tingkat tinggi dan pemecahan masalah; 13. Peserta didik
dan guru disiapkan untuk bereksperimen dengan pendekatan-pendekatan kreativitas
seseorang; 14. Proses pembelajaran sama pentingnya dengan konteks yang di
pelajari; 15. Pembelajaran tejadi dalam setig dan konteks ganda; 16. Pengetahuan
merupakan antar disiplin dan diperluas tidak hanya sebatas di dalam kelas; 17.

55
Dosen/guru menerima perannya sebagai pembelajar juga; 18. Peserta didik
mengidentifikasi dan memecahakan masalah dalam konteks baru.
Pembelajaran secara kontekstual ini dapat diterapkan dalam kurikulum apa
saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Pendekatan
pembelajaran kontekstual dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkahnya
sebagai berikut ini:
a. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara
bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan
barunya
b. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiri untuk semua topik
c. kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya
d. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok – kelompok)
e. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran
f. Lakukan refleksi di akhir pertemuan
g. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara yang betul – betul
menunjukan kemampuan siswa

Untuk itu ada beberapa catatan dalam penerapan CTL sebagai suatu strategi
pembelajaran, diantaranya:
a. Strategi pembelajaran kontekstual adalah model pembelajaran yang menekankan
pada aktivitas siswa secara penuh, baik fisik maupun mental.
b. Strategi pembelajaran kontekstual memandang bahwa belajar bukan menghafal
akan tetapi proses berpengalaman dalam kehidupan nyata. Artinya CRL bukan
hannya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan
tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam
kehidupan sehari – hari.
c. Kelas dalam pembelajaran CTL bukan sebagai tempat untuk memperoleh
informasi, akan tetapi sebagai tempat untuk menguji data hasil temuan mereka di
lapangan. Artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara
langsung.
d. Materi pelajaran ditemukan oleh siswa sendiri bukan hasil pemberian dari orang
lain. Artinya CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara
materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyara, jadi siswa dituntut untuk

56
dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan
kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan
materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu
akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan
tertanam erat dalam memori siswa, sihingga tidak akan mudah dilupakan.
Sehubungan dengan hal tersebut, terdapat beberapa hal yang harus
diperhatikan bagi setiap guru manakala menggunakan pendekatan CTL, yaitu:
1) Siswa dalam pembelajaran dipandang sebagai individu yang sedang
berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat
perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Anak bukanlah
orang dewasa dalam bentuk kecil, melainkan organisme yang sementara berada
pada tahap – tahap perkembangan. Kemampuan belajar akan sangat ditentukan
oleh tikat perkembangan dan pengalaman mereka. Dengan demikian, peran guru
bukanlah sebagai instruktur atau ” penguasa ” yang memaksa kehendak
melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai
dengan tahap perkembangannya.
2) Siswa memiliki kecenderungan untuk belajar hal – hal yang baru dan penuh
tantangan. Kegemaran anak adalah mencoba hal – hal yang dianggap aneh dan
baru. Oleh karena itulah belajar bagi mereka adalah mencoba memecahkan
setiap persoalan yang menantang. Dengan demikian, guru berperan dalam
memilih bahan – bahan belajar yang dianggap penting untuk dipelajari oleh
siswa.
3) Balajar bagi siswa adalah proses mencari keterkaitan atau keterhubungan antara
hal – hal yang baru dengan hal – hal yang sudah di ketehui. Dengan demikian,
peranan guru adalah membantu agar setiap siswa mampu menemukan
keterkaitan antara pengalaman baru dengan pengalaman sebelumnya.
4) Belajar bagi anak adalah proses penyempurnaan skema yang telah ada
( asimilasi ) atau proses pembentukan skema ratu atau ( akomodasi ), dengan
demikian tugas guru adalah memfasilitasi ( mempermudah ) agar anak mampu
melakukan proses asimilasi dan proses akomodasi.
5) Dengan menerapkan CTL tanpa disadari pendidik telah mengikuti tiga prinsip
ilmiah modern yang menunjang dan mengatur segala sesuatu di alam semesta,

57
yaitu: 1) Prinsip Kesaling-bergantungan, 2) Prinsip Diferensiasi, dan 3) Prinsip
Pengaturan Diri.
Prinsip kesaling-bergantungan mengajarkan bahwa segala sesuatu di alam
semesta saling bergantung dan saling berhubungan. Dalam CTL prinsip kesaling-
bergantungan mengajak para pendidik untuk mengenali keterkaitan mereka dengan
pendidik lainnya, dengan siswa-siswa, dengan masyarakat dan dengan lingkungan.
Prinsip kesaling-bergantungan mengajak siswa untuk saling bekerjasama, saling
mengutarakan pendapat, saling mendengarkan untuk menemukan persoalan, merancang
rencana, dan mencari pemecahan masalah. Prinsipnya adalah menyatukan pengalaman-
pengalaman dari masing-masing individu untuk mencapai standar akademik yang
tinggi.
Prinsip diferensiasi merujuk pada dorongan terus menerus dari alam semesta
untuk menghasilkan keragaman, perbedaan dan keunikan. Dalam CTL prinsip
diferensiasi membebaskan para siswa untuk menjelajahi bakat pribadi, memunculkan
cara belajar masing-masing individu, berkembang dengan langkah mereka sendiri.
Disini para siswa diajak untuk selalu kreatif, berpikir kritis guna menghasilkan sesuatu
yang bermanfaat.

Prinsip pengaturan diri menyatakan bahwa segala sesuatu diatur, dipertahankan


dan disadari oleh diri sendiri. Prinsip ini mengajak para siswa untuk mengeluarkan
seluruh potensinya. Mereka menerima tanggung jawab atas keputusan dan perilaku
sendiri, menilai alternatif, membuat pilihan, mengembangkan rencana, menganalisis
informasi, menciptakan solusi dan dengan kritis menilai bukti. Selanjutnya dengan
interaksi antar siswa akan diperoleh pengertian baru, pandangan baru sekaligus
menemukan minat pribadi, kekuatan imajinasi, kemampuan mereka dalam bertahan dan
keterbatasan kemampuan.
Kurikulum dan pengajaran yang didasarkan pada strategi pembelajaran
kontekstual harus disusun untuk mendorong lima bentuk pembelajaran penting, yaknii:
Mengaitkan: Belajar dalam konteks pengalaman hidup, atau mengaitkan. Guru
menggunakan strategi ini ketia ia mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu yang sudah
dikenal siswa. Jadi dengan demikian, mengaitkan apa yang sudah diketahui siswa
dengan informasi baru. Kurikulum yang berupaya untuk menempatkan pembelajaran
dalam konteks pengalaman hidup harus bisa membuat siswa memperhatian kejadian

58
sehari-hari yang mereka lihat, peristiwa yang terjadi di sekitar, atau kondisi-kondisi
tertentu, lalu mengubungan informasi yang telah mereka peroleh dengan pelajaran
kemudian berusaha untuk menemukan pemecahan masalah terhadap permasalahan
tersebut.
Mengalami: Belajar dalam konteks eksplorasi, mengalami. Mengalami
merupakan inti belajar kontekstual dimana mengaitkan berarti menghubungkan
informasi baru dengan pengelaman maupun pengetahui sebelumnya. Belajar dapat
terjadi lebih cepat ketika siswa dapat memanipulasi peralatan dan bahan-bahan dan
untuk melakukan bentuk-bentuk penelitian aktif.
Menerapkan: Menerapkan konsep-konsep dan informasi dalam konteks yang
bermanfaat bagi diri siswa. Siswa menerapkan suatu konsep ketika ia malakukan
kegiatan pemecahan masalah. Guru dapat memotivasi siswa dengan memberikam
latihan yang realistik dan relevan.
Kerjasama: Belajar dalam konteks berbagi, merespons, dan berkomunikasi
dengan siswa lain adalah strategi pengajaran utama dalam pengajaran kontekstual.
Siswa yang bekerja secara individu sering tidak membantu kemajuan yang signifikan.
Sebaliknya, siswa yang bekerja secara kelompok sering dapat mengatasi masalah yang
komplek dengan sedikit bantuan. Pengalaman bekerja sama tidak hanya membantu
siswa mempelajari materi, juga konsisten dengan dunia nyata. Seorang karyawan yang
dapat berkomunikasi secara efektif, yang dapat berbagi informasi dengan baik, dan yang
dapat bekerja dengan nyaman dalam sebuah tim tentunya sangat dihargai di tempat
kerja. Oleh karena itu, sanat penting untuk mendorong siswa mengembangkan
keterampilan bekerja sama ini.
Mentrasfer: Belajar dalam konteks pengetahuan yang ada, atau mentransfer,
menggunakan dan membangun atas apa yang telah dipelajari siswa. Peran guru
membuat bermacam-macam pengelaman belajar dengan focus pada pemahaman bukan
hapalan.
Proses pembelajaran dengan strategi pembelajaran kontekstual, yakni:
a. Persiapan/pembukaan
1) Pembelajaran meningkatkan kepada peserta didik meteri pembelajaran yang lalu
dan mengaitkan dengan materi pelajaran yang akan dipelajari terutama tentang
tata cara pemecahan masalah.
2) Pembelajar menyatakan tujuan pembelajaran

59
3) Peserta didik memperhatikan tujuan belajar tidak hanya untuk menguasai materi
pelajaran, tetapi juga untuk memahami strategi memahami masalah.
b. Penyajian
1) Pembelajar mengemukakan masalah, member contoh bagaimana cara
memecahkan masalah, merumuskan masalah, menyelesaikan masalah, menjawab
masalah, dan mengaitkan dengan kehidupan dunia nyata
2) Peserta didik dan pembelajar membuat generalisasi dan menggunakan alat-alat
pemecahan masalah
3) Peserta didik mengerjakan tugas
4) Peserta didik melakukan penguatan internal terhadap materi
5) Pembelajar mendorong peserta didik untuk menghasilkan jawaban kritis dan
kreatif
6) Peserta didik membuatkan kesimpulan terhadap materi yang dipelajarinya
c. Penutup
1) Pembelajar memberikan penguatan terhadap kesimpulan yang dibuatkan peserta
didik
2) Peserta didik meneguhkan kesimpulan sesuai dengan penguatan yang diberikan
pembelajar
3) Peserta didik mengerjakan tes atau tugas yang diberikan pembelajar
4) Pembelajar membuat kesimpulan hasil proses pembelajaran.

Rangkuman

Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) merupakan


konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan
situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan
yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota
keluarga dan masyarakat. Pembelajaran kontekstual mengacu pada pemikiran bahwa
belajar bukan menghafal melainkan mengkonstruksi pengetahuan oleh si pembelajar.
Komponen-komponen pembelajaran kontekstual meliputi: mendasarkan pada
filsafat konstruktivisme, menemukan, bertanya, masyarakat belajar, pemodeling,
refleksi, dan authentic assessment.

Uji Kemampuan Kognitif


60
Untuk memperdalam pemahaman anda terhadap materi di atas, silahkan
melatih kemampuan anda dengan menjawab pertanyaan berikut dengan singkat dan
jelas.
1. Jelaskan dengan argument Anda sendiri apa yang dimaksud dengan pembelajaran
Kontekstual?
2. Buat rangkuman singkat, bagaiman pemikiran belajar dalam pembelajaran
kontekstual?
3. Identifikasi dan berikan contoh aplikasi komponen-komponen pembelajaran
kontekstual dalam pembelajaran

Tugas/latihan
Buat kelompok, setiap kelompok beranggotakan 4-5 orang (ada pembagian
tugas yang menjadi tanggung jawab setiap anggota kelompok). Tugas kelompok adalah:
1. Pilih satu kompetensi dasar pelajaran
2. Tentukan tema belajar berdasarkan pilihan kompetensi dasar dan kelas yang diambil
3. Buatlah Skenario pembelajaran yang mencerminkan penggunaan pembelajaran
kontekstual
4. Siapkan media dalam bentuk pajangan yang mencerminkan penggunaan
pembelajaran kontekstual.
5. Praktikkan pelaksanaan pembelajaran berdasarkan skenario yang disusun di dalam
kelas

Daftar Pustaka
Budimansyah, D. (2002). Model pembelajaran dan penilaian berbasis portofolio.
Bandung: Genesindo.
Johnson, E.B. (2002). Contextual Teaching and Learning : What it is and why it is here
to stay. Thousand oaks, California : corwin Press, Inc
Nurhadi, dkk. (2004). Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning)
dan Penerapannya dalam KBK. Malang : Universitas Negeri Malang
Sudderadjat, H. (2004). Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).
Bandung: Cipta Cekas Grafika.
Yager, R, (1991). The Constructivist Learning Model : Towards Real Reform in Science
Education. The Sience Teacher, 58(6): 52-57
Yulaelawati, E. (2004). Kurikulum Dan Pembelajaran: Filosofi, Teori, Dan Aplikasi.
Bandung: Pakar Raya.

61

You might also like