Professional Documents
Culture Documents
Nur Fazillah
Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan
nurfazilla28@yahoo.co.id
Abstract
Civil society is the political ideals of Islam, that is to create a civilized
society and independent. This study as a purpose to determine the relevance of the
concept civil society Nurcholish Madjid and condition of Indonesian society
contemporary.
The result of this research indicates that concept of civil society
Nurcholish is a virtuous society or public morality (civilized society). There are
three formulas civil society of Nurcholish, that is: democracy, civil society (civil
society), and civility (civility). Civil society of Nurcholish has characteristics:
egalitarianism, openness, rule of law and justice, tolerance and diversity, as well
as the deliberations. Rationale Nurcholish on civil society, that is: the Koran and
the Hadith, the classical Islamic history (time of the Prophet), the principle of
democracy, and the figures that influence it. By paying attention to the potential of
the Indonesian people, especially the noble values derived from religious
teachings, and given the Indonesian society is a religious, then according to
Nurcholish Indonesian people have all the equipment and the potential to enforce
the civil society (civil society). Idea of Nurcholish to realize civil society in
Indonesia is very relevant to Indonesia today, because civil society is the concept
of democracy, pluralism, freedom, tolerance, the principle of consultation,
egalitarian, and openness, as well as applying the principle of fairness. Ideals of
Nurcholish for Indonesia is a democratic process, because democracy is the home
for civil society. Nurcholish aspires open democratic process monitoring and
balancing dynamics (check and balance) community.
Abstrak
Masyarakat madani (civil society) merupakan cita-cita dari politik Islam,
yaitu untuk menciptakan masyarakat yang berperadaban dan mandiri. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui relevansi konsep Nurcholish Madjid tentang civil
society dengan kondisi masyarakat Indonesia kontemporer.
Konsep civil society menurut Nurcholish yaitu masyarakat yang berbudi
luhur atau masyarakat berakhlak mulia (masyarakat berperadaban). Ada tiga
rumusan masyarakat madani menurut Nurcholish, yaitu: demokrasi, masyarakat
madani (civil society), dan civility (keadaban). Masyarakat madani menurut
Nurcholish mempunyai ciri-ciri: egalitarianisme, keterbukaan, penegakan hukum
dan keadilan, toleransi dan kemajemukan, serta musyawarah. Landasan pemikiran
Nurcholish tentang civil society yaitu: Alquran dan Hadis, sejarah Islam klasik
(masa Nabi Saw), prinsip demokrasi, dan tokoh-tokoh yang mempengaruhinya.
207 Al-Lubb, Vol. 2, No. 1, 2017: 206-225
Pendahuluan
Islam mencita-citakan terciptanya masyarakat ideal, yaitu masyarakat
Baldatun thayyibatun wa rabbun ghafūr (negerimu adalah negeri yang baik, dan
Tuhanmu adalah Tuhan maha pengampun).1 Untuk mencapai masyarakat yang
dicita-citakan itu, maka harus disusun rangkaian pola yang bertendensi dan
berdimensi umat yang satu dan umat yang bertakwa. Masyarakat yang dicitakan
oleh Islam sebagai masyarakat Baldatun thayyibatun wa rabbun ghafūr ialah
karena masyarakat tersebut dibangun dan dibina oleh dan dalam struktur yang
berpolakan hukum-hukum Allah Swt. dengan Alquran dan Sunnah sebagai
sumbernya. Masyarakat Baldatun thayyibatun wa rabbun ghafūr bercirikan antara
lain: umat yang satu, tegaknya musyawarah dalam berbagai urusan, tegaknya
keadilan, tumbuhnya persatuan dan kejama’ahan, adanya kepemimpinan yang
berwibawa dan taat kepada Allah Swt. dan tidak saling menghina antara sesama.2
(lihat Q.S. Al-Baqarah: 213)
Namun pada kenyataannya, yang terjadi dalam masyarakat modern di
Indonesia adalah tidak sesuai dengan apa yang diinginkan dan dicita-citakan
Islam, yaitu masyarakat yang menerapkan prinsip-prinsip keadilan, egaliter,
musyawarah, dan toleransi dalam kehidupan bermasyarakat. Masyarakat yang
sering didapati di Indonesia sekarang, yaitu: adanya ketidak harmonisan antar
sesama masyarakat, antara satu golongan atau aliran saling menjelek-jelekkan,
saling bermusuhan, pelecehan terhadap agama, dan bahkan sering dijumpai sikap
arogansi dari penguasa terhadap masyarakat, dan juga sebaliknya. Seharusnya,
Indonesia dapat menjadikan masyarakatnya sebagai masyarakat paling ideal di
Konsep Civil Society Nurcholish Madjid (Nur Fazillah) 208
mereka yang akrab dengan tradisi intelektual Islam abad pertengahan, tidak kaget
dengan berbagai pikiran Nurcholish, karena Nurcholish selalu merujuk pada
sumber Kitab Kuning yang klasik.16
Pada 1986, Nurcholish bersama beberapa pemikir Muslim modernis
mendirikan Yayasan Wakaf Paramadina di Jakarta. Bagi Nurcholish, Paramadina
merupakan media untuk membangun suatu tatanan masyarakat madani yang
mengacu ke masyarakat Madinah yang dibangun oleh Nabi Muhammad Saw. Di
Paramadina, orang-orang (Islam) menengah kota berdiskusi tentang masalah-
masalah keagamaan dan kekinian. Nurcholish menjadikan Paramadina sebagai
tempat untuk mensosialisasikan agama dan pemikiran pembaharuannya.
Pembentukan Paramadina sejalan dengan cita-cita Nurcholish yang ingin
menghadirkan Islam yang bersifat spiritual dan menjadikannya sebagai
spiritualitas universal untuk mempertemukan dimensi transendental agama-agama
(kalimah sawa’) di tengah-tengah masyarakat plural.
Nurcholish pernah menjadi staf pengajar di IAIN (1972-1974) serta
pemimpin umum majalah Mimbar, Jakarta (1971-1974), dan pemimpin redaksi
majalah Forum. Nurcholish juga aktif di LIPI sebagai anggota staf peneliti, dan
menjadi penulis tetap harian Pelita Jakarta tahun 1988.17 Sejak tahun 1990-an,
Nurcholish menduduki jabatan penting, antara lain: Anggota MPR-RI periode
1987-1992, dan periode 1992-1997, Anggota Dewan Pers Nasional, tahun 1990-
1998,18 dan Ketua Dewan Pakar ICMI. Pada tahun 2003, Nurcholish pernah
menjadi kandidat Presiden berpasangan dengan ketua umum Golkar, Akbar
Tanjung.19
Sebagai salah satu cendekiawan Muslim ternama, Nurcholish
meninggalkan karya-karya di antaranya: Cendekiawan dan Religiusitas
Masyarakat, Islam, Doktrin, dan Peradaban, Cita-Cita Politik Islam Era
Reformasi, Islam Agama Peradaban, Dialog Keterbukaan: Artikulasi Nilai Islam
dalam Wacana Sosial Politik Kontemporer, Islam Kemodernan dan
Keindonesiaan, dan masih banyak lagi karya-karya Nurcholish yang lainnya.
Korelasi pandangan hidup yang seperti ini merupakan sikap terbuka kepada
sesama manusia dalam bentuk kesediaan untuk mengikuti mana yang terbaik.
Tidak hanya itu, sikap terbuka sesama manusia dalam arti saling menghargai dan
tidak lepas dari sikap kritis adalah indikasi dari adanya petunjuk dari Tuhan,
karena rasa itu sejalan dengan rasa ketaqwaan.32
c. Penegakan hukum dan keadilan
Menurut Nurcholish, Keadilan dalam Alquran dinyatakan dengan istilah-
istilah ‘adl dan qisth. Pengertian adil dalam Alquran juga terkait dengan sikap
seimbang dan menengahi (fair dealing), dalam semangat moderniasasi dan
toleransi, yang dinyatakan dengan istilah wasath (pertengahan). Dengan sikap
berkeseimbangan tersebut, kesaksian dapat diberikan dengan adil, karena
dilakukan dengan pikiran tenang dan bebas dari sikap berlebihan. Seorang saksi
tidak bisa mementingkan diri sendiri, melainkan dengan pengetahuan yang tepat
mengenai suatu persoalan dan mampu menawarkan keadilan.33 (lihat Q.S. An-
Nisa: 135)
Mendalamnya makna keadilan juga terlihat dari tugas Nabi Saw yang
utama, yaitu menegakkan keadilan dan tugas ini sebenarnya juga merupakan
tanggung jawab bagi seluruh masyarakat dan badan-badan pemerintahan.34
Nurcholish menjelaskan bahwa dalam penegakan hukum dan keadilan, Nabi tidak
pernah membedakan antara orang kaya dengan orang miskin, orang atas dengan
orang bawah. Nabi menegaskan bahwa hancurnya bangsa-bangsa pada zaman
dahulu itu karena jika orang atas berbuat kejahatan dibiarkan begitu saja, tetapi
jika orang bawah yang berbuat kesalahan maka akan dan pasti dihukum.35 Berikut
hadis Nabi mengenai keadilan:
ُ ت لَقَطَع
.ْت يَ َدٌَا ِ ََوإِوِّي َوالَّ ِري وَ ْف ِسي بِيَ ِد ِي لَوْ أَ َّن ف
ْ َاط َمةَ بِ ْىتَ ُم َح َّم ٍد َس َسق
Artinya: Demi Dzat yang diriku berada di Tangan-Nya, kalau seandainya
Fathimah bintu Muhammad mencuri, niscaya akan aku potong tangannya. (HR.
Bukhari)36
d. Toleransi dan kemajemukan
Toleransi adalah salah satu asas masyarakat madani (civil society) yang
dicita-citakan oleh semua orang. Di Indonesia, Sebagian besar masyarakatnya
beragama Islam, dan itu bisa disebut sebagai dukungan terhadap paham toleransi,
karena Islam memiliki pengalaman melaksanakan toleransi dan pluralisme yang
Konsep Civil Society Nurcholish Madjid (Nur Fazillah) 216
unik dalam sejarah agama-agama. Sampai sekarang bukti hal itu kurang lebih
masih tampak jelas dan nyata pada berbagai masyarakat dunia, yakni di mana
agama Islam merupakan anutan mayoritas, agama-agama lain tidak mengalami
kesulitan berarti. Tapi sebaliknya, di mana agama mayoritas bukan Islam dan
kaum Muslim menjadi minoritas, mereka selalu mengalami kesulitan yang tidak
kecil, kecuali di negara-negara demokratis Barat. Di sana umat Islam sejauh ini
masih memperoleh kebebasan beragama yang menjadi hak mereka.37
Berpangkal dari berbagai pandangan asasi mengenai toleransi Islam, Al-
Quran mengajarkan bahwa umat Islam harus menghormati semua pengikut kitab
suci (Ahl al-Kitâb).38 (Lihat dalam Q. S. Al-Maidah: 82). Maka dari itu, Nabi Saw
yang ditegaskan sebagai suri tauladan umat manusia adalah seorang pribadi yang
sangat toleran kepada sesama manusia, khususnya para sahabat karena adanya
rahmat Allah Swt.39 Pola hidup manusia menganut hukum Sunnatullāh tentang
kemajemukan (pluralitas), antara lain karena Allah Swt menetapkan jalan dan
pedoman hidup (syir’ah dan minhāj) yang berbeda-beda untuk berbagai golongan
manusia. Perbedaan itu seharusnya tidak menjadi sebab perselisihan dan
permusuhan, melainkan pangkal tolak bagi perlombaan kearah kebaikan (al-
khayrāt).40
e. Musyawarah
Musyawarah berasal dari kata bahasa Arab, yaitu syurā. Menurut
Nurcholish, konsep musyawarah selalu menjadi tema penting dalam setiap
pembicaraan tentang politik demokrasi, dan tidak dapat dipisahkan dari konsep
politik Islam. Bagi Nurcholish, musyawarah yang secara kebahasaan berarti saling
memberi isyarat, yaitu isyarat tentang apa yang baik dan benar mempunyai
kesamaan dasar dengan ajaran saling berpesan tentang kebenaran sebagai syarat
ketiga keselamatan manusia, setelah syarat-syarat iman dan amal shaleh.
Musyawarah merupakan perintah Allah Swt yang langsung diberikan kepada Nabi
Saw sebagai teladan untuk umat. Musyawarah adalah suatu proses pengambilan
keputusan dalam masyarakat yang menyangkut kepentingan bersama. Mufakat
(muwāfaqah atau muwāfaqat) adalah terjadinya persetujuan atas suatu keputusan
yang diambil melalui musyawarah.41
Dalam musyawarah terkandung sejumlah elemen yang dengan sendirinya
akan ditemukan berkaitan dengan proses politik, yaitu yang disebut dengan istilah
partisipasi, kebebasan, dan persamaan. Tidak mungkin sebuah musyawarah
217 Al-Lubb, Vol. 2, No. 1, 2017: 206-225
dijalankan tanpa kehadiran dari ketiga elemen tersebut. Tidak mungkin juga
mengadakan musyawarah tanpa adanya kehadiran, baik secara langsung maupun
secara tidak langsung. Musyawarah juga tidak mungkin diwujudkan tanpa adanya
kebebasan untuk menyatakan pendapat atau freedom of expression. Dan dalam
pengambilan keputusan dalam musyawarah dilandasi oleh kebebasan dan haruslah
didasari oleh semangat persamaan atau equality.42
Banyak ayat Alquran dan Hadis Nabi Saw yang menyatakan tentang
musyawarah, di antaranya lihat Q.S. Ali Imran:159. Berikut Hadis Nabi Saw.
tentang musyawarah:
)ً (زواي ابه ماج.ًاز أَ َح ُد ُك ْم أخاي فليس ُس علي
َ إذا إِسْت َش
Artinya: Apabila salah seorang di antara kamu meminta bermusyawarah
dengan saudaranya, maka penuhilah. (HR. Ibnu Majjah)
Nurcholish menyatakan bahwa dalam masyarakat yang diatur oleh prinsip-
prinsip musyawarah, tidak ada kebenaran mutlak ataupun dalil-dalil mati (artinya
yang tidak dapat ditawar-tawar) yang menentukan tingkah laku manusia. Dalam
musyawarah, yang harus dicoba dengan tulus dan serius oleh setiap peserta adalah
mendengarkan, memahami dan menghargai pendapat orang lain, dan pada
urutannya memberi pendapat dengan penuh ketulusan dan rasa hormat kepada
para pendengar. Jika terdapat perbedaan, maka yang harus dilakukan adalah
menunjukkan sikap hormat dan respek kepada sesama. Ini tidak hanya
menyangkut persoalan etika dan sopan santun, tetapi lebih dari itu adalah sikap
saling menghormati dan penuh pengertian antar sesama, untuk menciptakan
mekanisme berpikir yang baik, maka dengan begitu musyawarah akan mencapai
tujuan yang sebaik-baiknya.43
sekarang ini adalah dapat dikatakan jauh dari harapan (UUD 1945). Pada
kenyataannya, Indonesia yang merupakan negeri yang didirikan oleh pejuang-
pejuang yang religius sekarang dikuasai oleh pejabat-pejabat yang rakus dan
korup yang lebih mementingkan kepentingan pribadi daripada memperjuangkan
kepentingan rakyat, hukum seolah-olah tergadaikan demi kepentingan politis,
antara pemimpin dan rakyat tidak seiring jalan. Para koruptor semakin merajalela
dan ada yang lepas dari hukum begitu saja, penista agama tidak dapat diadili
dengan semestinya, belum lagi masalah kemorosotan akhlak dikalangan remaja.
Melihat kenyataan tersebut, maka sudah sepantasnya rakyat Indonesia
kembali berkaca pada konsepnya Nurcholish yang menawarkan solusi untuk
Indonesia. Rakyat Indonesia harus sadar betul akan tujuan bernegara,
sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 alinea keempat. Dengan
memperhatikan potensi yang dimiliki oleh bangsa Indonesia, terutama nilai-nilai
luhur yang bersumber dari ajaran agama, dan mengingat masyarakat Indonesia
adalah masyarakat religius, maka menurut Nurcholish bangsa Indonesia memiliki
semua perlengkapan dan potensi untuk menegakkan dan mewujudkan masyarakat
madani (civil society). Tidaklah berlebihan rasanya jika berharap bahwa
masyarakat madani akan segera tumbuh subur dan berkembang di Indonesia.
Nurcholish menghimbau kepada masyarakat Indonesia agar tidak terjatuh lagi
dalam kondisi yang lebih buruk dari sebelumnya, caranya adalah dengan
menjunjung tinggi mekanisme pengawasan dan pengimbangan. Karena
pengawasan dan pengimbangan yang dilakukan secara mantap dan terbuka akan
dapat menghindari Indonesia dari bencana.44
Gagasan Nurcholish untuk mewujudkan adanya masyarakat madani di
Indonesia dianggap masih sangat relevan untuk Indonesia sekarang, karena
memang masyarakat madani adalah konsep mengenai demokrasi, pluralisme,
kebebasan manusia, toleransi, menerapkan prinsip musyawarah, egaliter, dan
keterbukaan, serta menerapkan prinsip keadilan.
Di kaitkan dengan keadaan Indonesia saat ini, hampir setiap hari
diberitakan adanya tindakan kekerasan dan kekejaman manusia, baik itu melalui
TV, radio, koran, media sosial seperti facebook, twitter, instagram, maupun berita
online. Seakan nyawa seseorang sangatlah murah harganya, dari kasus-kasus
seperti demikian, maka sudah seharusnya masyarakat Indonesia kembali
memperhatikan nilai-nilai perikemanusiaan yang adil dan beradab, menjunjung
Konsep Civil Society Nurcholish Madjid (Nur Fazillah) 220
Penutup
Konsep Civil Society menurut Nurcholish yakni masyarakat yang berbudi
luhur atau masyarakat berakhlak mulia atau masyarakat berperadaban. Ada tiga
term yang menjadi satu kesatuan konsep ketika Nurcholish membicarakan
rumusan masyarakat madani, pertama: demokrasi, kedua: masyarakat madani
(civil society), dan ketiga: civility. Menurutnya, jika demokrasi harus punya
rumah, maka rumah bagi demokrasi ialah masyarakat madani (civil society).
Sedangkan civility merupakan kualitas etik yang dimiliki oleh masyarakat, seperti
toleransi, keterbukaan, dan kebebasan yang betanggung jawab.
Masyarakat madani menurut Nurcholish mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut: Egalitarianisme, keterbukaan, penegakan hukum dan keadilan, toleransi
dan kemajemukan, serta musyawarah. Landasan pemikiran Nurcholish Madjid
tentang civil society yaitu: Alquran dan Hadis, sejarah Islam klasik (Masa Nabi
Saw), prinsip demokrasi, dan tokoh-tokoh yang mempengaruhi pemikirannya.
Gagasan Nurcholish untuk mewujudkan adanya masyarakat madani di Indonesia
adalah masih sangat relevan untuk Indonesia sekarang. Karena memang
masyarakat madani adalah konsep mengenai demokrasi, pluralisme, kebebasan
manusia, toleransi, menerapkan prinsip musyawarah, egaliter, dan keterbukaan,
serta menerapkan prinsip keadilan. Cita-cita Nurcholish bagi Indonesia adalah
proses demokrasi, alasannya adalah karena demokrasi merupakan rumah bagi
masyarakat madani. Nurcholish mencita-citakan proses demokrasi yang membuka
dinamika pengawasan dan penyeimbangan (chek and balance) masyarakat.
Catatan
1
Kaelany HD, Islam dan Aspek-Aspek Kemasyarakatan, Cet. II (Jakarta: Bumi Aksara,
2005), h. 165.
2
Ibid., h. 166.
3
Achmad Jainuri, “Agama dan Masyarakat Madani: Rujukan Khusus Tentang Sikap
Budaya, Agama, dan Politik”, dalam Jurnal Al-Afkar, Edisi III, Tahun ke 2: Juli-Desember 2000,
h. 21.
4
Akram Dhiyauddin Umari, Masyarakat Madani: Tinjauan Historis Kehidupan Zaman
Nabi (Jakarta: Gema Insani, 1999) h. 108.
Konsep Civil Society Nurcholish Madjid (Nur Fazillah) 222
5
Adi Suryadi Culla, Masyarakat Madani: Pemikiran, Teori, dan Relevansinya dengan
Cita-cita Reformasi (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 1999), h. 7.
6
Ibid., h. 193.
7
A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education):
Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani, Cet. III (Jakarta: Prenadamedia Group,
2013), h. 223.
8
Kuntowijoyo, dkk. Begawan Jadi Capres: Cak Nur Menuju Istana (Jakarta: Paramadina,
2003), h. 18.
9
Ibid.
10
Marwan Saridjo, Cak Nur: di Antara Sarung dan Dasi & Musdah Mulia Tetap Berjilbab
(Jakarta: Yayasan Ngali Aksara, 2005), h. 3.
11
Akhmad Taufik, Sejarah Pemikiran dan Tokoh Modernisme Islam (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2005), h. 151.
12
Nurcholish Madjid, Cita-Cita Politik Islam Era Reformasi, Cet. I (Jakarta: Paramadina,
1999), halaman biografi.
13
Akhmad Taufik, Sejarah Pemikiran dan Tokoh Modernisme Islam, h. 152.
14
Ibid.
15
Budi Handrianto, 50 Tokoh Islam Liberal Indonesia; Pengusung Ide Sekularisme,
Pluralisme, dan Liberalisme Agama (Jakarta: Hujjah Press, 2007), h. 66-67.
16
Komaruddin Hidayat, “Kata Pengantar”, dalam Nurcholish Madjid, Islam Agama
Peradaban: Membangun Makna dan Relevansi Doktrin Islam dalam Sejarah, Cet. II (Jakarta:
Paramadina, 2000), h. xiv-xv.
17
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Cet. Ke-II (Jakarta: Ichtiar Baru
Van Hoeve, 2003), h. 104.
18
Budi Handrianto, 50 Tokoh Islam Liberal Indonesia, h. 60.
19
Muhammad Hari Zamharir, Agama dan Negara: Analisis Kritis Pemikiran Politik
Nurcholish Madjid (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004), h. 300.
20
Ibid., h. 75.
21
Ibid., h. 217.
22
Jalaluddin Rakhmat, et.al., Tharikat Nurcholishy: Jejak Pemikiran dari Pembaharu
Sampai Guru Bangsa (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), h. 371.
23
Nurcholish Madjid, et.al, Kehampaan Spiritual Masyarakat Modern: Respon
Transpormasi Nilai-Nilai Islam Menuju Masyarakat Madani (Jakarta: Mediacita, 2000), h. 318.
24
Nurcholish Madjid, Cita-Cita Politik Islam Era Reformasi, h. 145.
25
Yasmadi, Modernisasi Pesantren (Ciputat: Ciputat Press, 2005), h. 15.
26
Nurcholish Madjid, Cita-Cita Politik Islam Era Reformasi, h. 148.
27
Ibid., h. 150.
28
Muhammad Wahyuni Nafis, Cak Nur, Sang Guru Bangsa: Biografi Pemikiran Prof. Dr.
Nurcholish Madjid (Jakarta: Kompas, 2014), h. 296.
223 Al-Lubb, Vol. 2, No. 1, 2017: 206-225
29
Nurcholish Madjid, Islam, Kemodernan, dan Keindonesiaan, Cet-XI (Bandung: Mizan,
1998), h. 71.
30
Ibid., h. 73-74.
31
Ahmad Gaus Af., Api Islam Nurcholish Madjid: Jalan Hidup Seorang Visioner (Jakarta:
Kompas Media Nusantara, 2010), h. 98.
32
Nurcholish Madjid, Islam, Doktrin dan Peradaban, h. 117.
33
Ibid., h. 116.
34
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Edisi Revisi (Jakarta: Gramedia, 2008), h.
240.
35
Nurcholish Madjid, Menuju Masyarakat Madani, dalam Jurnal Ulumul Quran, No.
2/VII/96, Jakarta: LSAF-PPM, 1996, h. 51-55.
36
M. Nashiruddin al-Albani, Mukhtashar Shahih Muslim, terj. Elly Lathifah, Ringkasan
Shahih Muslim, Cet. I (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), h. 502.
37
Budhy Munawar Rachman, Ensiklopedi Nurcholish Madjid, Jilid 4 (Jakarta: Mizan,
2011), h. 3447.
38
Ibid., h. 3448.
39
Nurcholish Madjid, Agama dan Dialog Antar Peradaban (Jakarta: Paramadina, 1996),
h. 44.
40
Ibid., h. 43.
41
Nurcholish Madjid, Masyarakat Religius: Membumikan Nilai-nilai Islam dalam
Kehidupan Masyarakat, Cet. III (Jakarta: Paramadina, 2004), h. 8.
42
Komaruddin Hidayat, dkk. 70 Tahun Prof. Dr. Munawir Sjadzali, Cet. I (Jakarta:
Paramadina, 1995), h. 350.
43
Nurcholish Madjid, dkk, Demokratisasi Politik, Budaya, dan Ekonomi: Pengalaman
Indonesia Masa Orde Baru (Jakarta: Paramadina, 1994), h. 214.
44
Nurcholish Madjid, et.al, Kehampaan Spiritual Masyarakat Modern, h. 322.
45
Nurcholish Madjid, “Mewujudkan Masyarakat Madani di Era Reformasi”, dalam Titik
Temu: Jurnal Dialog Peradaban, Vol. 1, No. 2, Januari-Juni 2009, h. 27.
Daftar Pustaka
Alquran & Hadits
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Cet. Ke-11, Jakarta: Ichtiar
Baru Van Hoeve, 2003.
Gaus AF, Ahmad, Api Islam Nurcholish Madjid: Jalan Hidup Seorang Visioner,
Jakarta: Gramedia, 2010.
HD. Kaelany, Islam dan Aspek-Aspek Kemasyarakatan, Cet. II, Jakarta: Bumi
Aksara, 2005.
Hidayat, Komaruddin, dkk. 70 Tahun Prof. Dr. Munawir Sjadzali, Cet. I, Jakarta:
Paramadina, 1995.
Kuntowijoyo, dkk. Begawan Jadi Capres: Cak Nur Menuju Istana, Jakarta:
Paramadina, 2003.
Nafis, Muhammad Wahyuni, Cak Nur, Sang Guru Bangsa: Biografi Pemikiran
Prof. Dr. Nurcholish Madjid, Jakarta: Kompas, 2014.
Saridjo, Marwan, Cak Nur: di Antara Sarung dan Dasi & Musdah Mulia Tetap
Berjilbab, Jakarta: Yayasan Ngali Aksara, 2005.
Taufik, Akhmad, Sejarah Pemikiran dan Tokoh Modernisme Islam, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2005.
Zamharir, Muhammad Hari, Agama dan Negara: Analisis Kritis Pemikiran Politik
Nurcholish Madjid, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004.
Jurnal
Jainuri, Achmad, “Agama dan Masyarakat Madani: Rujukan Khusus Tentang
Sikap Budaya, Agama, dan Politik”, dalam Jurnal Al-Afkar, Edisi III,
Tahun ke 2: Juli-Desember 2000.