Professional Documents
Culture Documents
Abstract
Sexual violence against children that occurs in the city of pekanbaru continues to increase
every year. where this becomes an urgency for the pekanbaru city government to overcome
the issue of the phenomenon. The Law on Sexual Violence is a law that was passed on April 12,
2022 through a very long journey starting from 2012 and the rejection of several parties until
it was finally passed. With the passing of the TPKS Law, it is a form of protection provided by
the government to prevent and provide security to the community, especially women and
children who are vulnerable to sexual violence. the purpose of this study is to find out how the
opportunities and challenges faced in the implementation of the Law on the Crime of Sexual
Violence (TPKS). By using the theory of policy implementation by Daniel Mazmanian and Paul
A Sobatie with 3 indicators. The results showed that the challenges faced in the
implementation of this Law are: (1). The social, economic and technological conditions of the
community are inadequate so that they affect the implementation of the implementation of
Law No. 12 of 2022 concerning Criminal Acts of Sexual Violence. (2). public socialization,
which is carried out by DP3APM is not fully maximized because it only uses social media as a
forum in carrying out its duties as a place of prevention and guidance in terms of preventing
sexual violence against children.
bermanfaat yang besar dan tidak seksual yang terjadi pada anak menjadi
menyebabkan kerugian. Implementasi salah satu masalah yang pelik dan butuh
kebijakan publik dalam artian yang luas upaya penanganan yang lebih intens
yaitu melaksanakan kegiatan kebijakan dalam mengatasinya oleh semua pihak.
publik yang sudah ditentukan dengan Begitu banyak kejahatan kekerasan yang
menggunakan alat untuk mencapai terjadi anak, baik dalam soal
tujuannkebijakan. Oleh karena itu, pada pembunuhan, perkosaan, pencabulan,
saat proses kebijakan publik, penganiayaan dan masih banyak yang
implementasi kebijakan menjadi lainnya. Menurut UU TPKS No. 12 Tahun
tahapan praktissdan berbeda dengan 2022 Pasal 1 ayat (5) menyatakan bahwa
perumusan kebijakan yang dapat anak ialah seorang yang berusia dibawah
dianggap sebagai tahapan teoritis. 18 tahun termasuk anak yang masih
Daniel A. Mazmanian dan Paul A. berada dalam kandungan (Undang-
Sabatier (1979) mengatakan Undang Republik Indonesia, 2022).
implementasi adalah pemahaman yang Berdasarkan cacatan tahunan
senyatanya terjadi sesudah suatu Komnas Perempuan(Komnas
kebijakan dinyatakan berlaku atau Perempuan, 2021) yang menunjukkan
dirumuskan merupakan suatu fokus dari jumlah kasus kekerasan seksual di tahun
implementasi itu sendiri yaitu kejadian- 2019 yaitu 6.454, mengingkat menjadi
kejadian dan kegiatan-kegiatan yang 6.980 di tahun 2020, pada tahun 2021
timbul sesudah disahkannya pedoman mengalami kenaikan sebesar 25%
kebijakan negara yang mencakup baik menjadi 8.730 jumlah kasus. Dengan
usaha untuk mengadministrasikannya jumlah kasus yang setiap tahun semakin
maupun untuk menimbulkan akibat meningkat disertai dengan terbatasnya
dampak nyara pada masyarakat aturan hukum yang mampu
(Pramono, 2020). Mazmanian dan menyediakan perlindungan kepada anak
Sabatier mengatakan ada 3 indikator korban kekerasan seksual sehingga
dalam implementasi kebijakan yaitu menyebabkan indonesia mengalami
karakteristik masalah, karakteristik krisis kekerasan seksual. Kekerasan
kebijakan, dan karakteristik lingkungan seksual merupakan suatu fenomena
(Dr. H. Tachjan, 2006). Sedangkan Jones sosial yang sudah lama mendarah daging
mendefenisikan implementasi kebijakan di lingkungan masyarakat yang
itu mengarah pada proses yang efektif, memerlukan payung hukum yang jelas
sehingga implementasi kebijakan untuk memberikan perlindungan
mencakup aktivitas-aktivitas program terhadap korban. Oleh karena itu, untuk
yanggdilaksanakan berdasarkan tujuan menyelesaikan beberapa persoalan yang
yang telah ditentukan dan memberikan berkaitan dengan kekerasan seksual
manfaat terhadap khalayak yang dituju. maka dibuatlah aturan hukum yang
Kekerasan seksual telah menjadi secara khusus memuat tentang
perhatian yang sangat serius oleh kekerasan seksual yaitu Undang-Undang
masyarakat dunia karena merupakan Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU
suatu masalah yang cukup pelik dan TPKS).
krusial. Pelanggaran Hak Asasi Manusia Undang-Undang Tindak Pidana
bisa terjadi pada semua subyek hukum Kekerasan Seksual adalah Undang-
termasuk perempuan sebagai subyek Undang yang disahkan pada tanggal 12
hukum yang sangat rentan terhadap April 2022 kemudian diundangkan pada
kekerasan seksual. Kasus kekerasan 9 Mei tahun 2022 dengan melalui
101
JURNAL DESENTRALISASI DAN KEBIJAKAN PUBLIK (JDKP) E-ISSN : 2722-5259
Vol. 04 No. 02 (September 2023)
DOI : 10.30656/jdkp.v4i2.7199
perjalanan yang sangat panjang mulai 2022) Pada bulan Agustus 2021, RUU
dari tahun 2012 dan adanya penolakan PKS resmi berubah nama menjadi RUU
dari beberapa pihak hingga akhirnya TPKS yang kemudian masuk kedalam
disahkan. RUU TPKS akhirnya disahkan Proglegnas Prioritas 2022. Pergantian
pada 12 April 2022 menjadi Undang- nama ini diyakini bahwa RUU TPKS akan
Undang saat diskusi Tingkat II di Rapat menjadi UU yang melindungi dan
Paripurna ke 19 tahun 2021-2022, UU ini memberikan keadilan bagi korban
adalah bentuk upaya pemerintah untuk dengan tidak ada batasan dan juga RUU
melindungi serta pemenuhan hak TPKS dianggap sebagai jawaban atas
korban atas penanganan, perlindungan, persoalan pro dan kontra yang menjadi
dan pemulihan. Setelah diskusi yang kendala dalam pembahasan RUU PKS.
dilaksanakan oleh para stakeholders Hingga pada tahun 2022 RUU TPKS
terkait meliputi Komnas Perempuan, disahkan dan di Undangkan pada 9 Mei
para pakar, dan MUI maka RUU PKS 2022.
mengalami pergantian nama menjadi Pekanbaru sampai saat ini masih
RUU TPKS. Dengan menggunakan nama banyak ditemui masalah-masalah terkait
RUU PKS yang mengandung kata anak, hal ini berdasarkan data yang
kekerasan dinilai menjadi hal yang peneliti dapatkan wawancara dengan
berpotensi menimbulkan problematika. salah satu pegawai di UPT PPA sebagai
Oleh karena itu pergantian nama akan berikut: anak berhadapan dengan
berpengaruh pada isi RUU, wakil Ketua hukum, anak korban kekerasan fisik,
Komisi VIII DPR yang bertugas anak korban kekerasan psikis, anak
membahas permasalahan ini korban perlakuan salah, anak korban
mengajukan nama baru yaitu ‘RUU kekerasan seksual, penelantaran, anak
Penghampusan Tindak Pidana dengan perilaku menyimpang, hak anak,
Kekerasan Seksual’ atau ‘ RUU dan hak asuh anak. Berikut rekap kasus
Pemberantasan Tindak Kekerasan kekrasan pada anak dari tahun 2020-
Seksual”.(Anida, Falarasika & Madalina, 2021.
Tabel 1
Rekap kasus kekerasan pada anak di Kota Pekanbaru
Jumlah Kasus
No. Jenis Kasus
2019 2020 2021 2022
1. Anak berhadapan dengan hukum 20 8 5 4
2. Anak korban kekerasan fisik 10 15 13 19
3. Anak korban kekerasan psikis 12 2 18 17
4. Anak korban perlakuan salah 4 1 5 1
5. Kekerasan seksual pada anak 37 38 42 55
6. Penelantaran anak 2 21 0 1
8. Hak anak 27 14 26 34
9. Hak asuh anak 3 19 13 12
Jumlah 115 118 122 143
Sumber: data olahan peneliti diadaptasi dari UPTt PPA Kota Pekanbaru
102
JURNAL DESENTRALISASI DAN KEBIJAKAN PUBLIK (JDKP) E-ISSN : 2722-5259
Vol. 04 No. 02 (September 2023)
DOI : 10.30656/jdkp.v4i2.7199
Gambar 1
Kasus kekerasan seksual pada anak di Kota Pekanbaru
60
50
40
30
20
10
0
2019 2020 2021 2022
Sumber: data olahan peneliti diadaptasi dari UPT PPA kota Pekanbaru
Berdasarkan tabel diatas, data dengan hadiah dan memberikan
diatas adalah hasil dari wawancara perhatian yang berlebihan.
peneliti bersama salah satu pegawai Berdasarkan informasi yang peneliti
dibidang teknisi yang mengatakan peroleh dari website pekanbaru.go.id
bahwa setiap tahunnya kekerasan menyebutkan bahwa pekanbaru
seksual pada anak terus bertambah. Di mendapatkan penghargaan kota layak
tahun 2019 angka kasus kekerasan anak pada tahun 2022 dengan
seksual pada anak berjumlah kategori Nindya. Namun kasus
sebanyak 37 kasus, tahun 2020 kasus kekerasan anak malah terus
kekerasan berjumlah 38 kasus, bertambah setiap tahunnya.
selanjutnya pada tahun 2021 Fenomena ini menjadi gunung es yang
meningkat menjadi 42 kasus dan perlu penyelesaian yang cepat serta
jumlah kasus semakin meningkat tepat, hal ini menjadi urgensi
pada tahun 2022, dimana jumlah disahkanya UU TPKS. Dengan
kasus kekerasan seksual pada anak perjalanan yang panjang sampai
berjumlah 55 kasus. Peningkatan akhirnya disahkan, maka UU TPKS ini
kasus ini dikarenakan beberapa faktor perlu adanya pengawalan dari semua
salah satunya ialah masyarakat sudah masyarakat dan stakeholders terkait
mengetahui adanya UPT PPA yang sehingga UU TPKS ini mampu untuk
berfungsi sebagai tempat pengaduan mengatasi problematika tersebut.
kasus kekerasan seksual. Metode Penelitian
Ironisnya kekerasan yang Penelitian ini menggunakan
dialami oleh anak itu seringkali metode penelitian kulitatif dengan
berasal dari orang-orang terdekat pendekatan deskriptif. metode ini
korban, karena adanya hubungan digunakan dengan alasan bahwa data
yanng erat antara korban dan pelaku yang didapatkan adalah hasil dari
seperti tinggal didalam rumah yang observasi, wawancara dan juga
sama, tetangga, membujuk korban dokumentasi yang peneliti peroleh di
103
JURNAL DESENTRALISASI DAN KEBIJAKAN PUBLIK (JDKP) E-ISSN : 2722-5259
Vol. 04 No. 02 (September 2023)
DOI : 10.30656/jdkp.v4i2.7199
104
JURNAL DESENTRALISASI DAN KEBIJAKAN PUBLIK (JDKP) E-ISSN : 2722-5259
Vol. 04 No. 02 (September 2023)
DOI : 10.30656/jdkp.v4i2.7199
105
JURNAL DESENTRALISASI DAN KEBIJAKAN PUBLIK (JDKP) E-ISSN : 2722-5259
Vol. 04 No. 02 (September 2023)
DOI : 10.30656/jdkp.v4i2.7199
106
JURNAL DESENTRALISASI DAN KEBIJAKAN PUBLIK (JDKP) E-ISSN : 2722-5259
Vol. 04 No. 02 (September 2023)
DOI : 10.30656/jdkp.v4i2.7199
107