Professional Documents
Culture Documents
Abstrak
The purpose of this study was to determine how long a shelf life of Sate
Maranggi at different storage temperatures based on the Arrhenius approach. The benefits
of this research was to determine the shelf life of satay maranggi, providing information
prouk processed meat is of good quality for the consumer, simplify storage and distribution
and improve marketing to local businesses in the city purwakarta. The preliminary study
was conducted to analyze the response to the sate maranggi organoleptic "Haur Koneng"
to determine the best type of packaging for preliminary study is the sample code that is
packaged nylon 392. Main research undertaken is suspect shelf life satay maranggi in this
type of packaging chosen by the storage temperature 50C (control), 250C, 300C and 350C
during storage 0, 1, 2, 3, and 4 days and conducted chemical analyzes are Free Fatty Acid
storage of 0, 1, 2, 3, 4 and 5 days at a temperature of 250C. The results of the (FFA )
titration method and microbiological analysis, namely determination of the total amount of
microbes methods Total Plate Count (TPC). Based on the analysis of Free Fatty Acid
(FFA) obtained shelf life at a temperature of 5 0C which is 5,333 days, temperature 250C
which is 1,778 days, temperature 300C which is 0,375 days and temperature 35 0C which is
0,158 days. And than for total amount of microbes methods Total Plate Count (TPC)
obtained shelf life at a temperature of 50C which is 3 days, temperature 250C which is
2,463 days, temperature 300C which is 2,353 days and temperature 350C which is 2,278
days.
Sate Maranggi merupakan kuliner tidak sesuai lagi dengan tingkatan mutu
khas Indonesia yang berasal dari yang dijanjikan) (Arpah,2001).
Purwakarta, Jawa Barat. Bahan utama Penentuan umur simpan produk
dari Sate Maranggi Purwakarta adalah pangan dapat dilakukan dengan
daging sapi dan daging kambing, sambal menyimpan produk pada kondisi
pendampingnya yaitu terdiri dari irisan penyimpanan yang sebenarnya. Cara ini
tomat segar, cabe rawit dan garam menghasilkan hasil yang paling tepat,
ditambah dengan kecap manis untuk namun memerlukan waktu yang lama
menambah kelezatan dan penetralisir dan biaya yang besar. Kendala yang
rasa pedas sehingga mempunyai cita sering dihadapi oleh industri dalam
rasa tersendiri, kuliner khas daerah Jawa penentuan umur simpan suatu produk
Barat ini memang sudah tidak diragukan adalah masalah waktu, karena bagi
lagi kelezatannya (Dony,2015). produsen hal yang akan mempengaruhi
Pengemasan adalah seni, ilmu jadwal launching suatu produk
sekaligus teknologi untuk pangan.oleh karena itu diperlukan
mempersiapkan bahan guna keperluan metode pendugaan umur simpan cepat,
transportasi dan penjualan (Suyitno dan mudah, murah dan mendekati umur
Kamarijani, 1995). Sifat terpenting dari simpan yang sebenarnya. Menurut
pengemas meliputi permeabilitas gas Syarief dan Halid (1993), umur simpan
dan uap air serta luas permukaan dapat ditentukan dengan 2 cara yaitu
kemasan. Kemasan dengan daya hambat secara empiris dan pemodelan
gas yang baik dan luas permukaan yang matematika. Cara empiris dilakukan
lebih kecil menyebabkan masa simpan secara konvensional, yaitu disimpan
produk lebih lama (Bucle et al., 1987). pada kondisi normal hingga terjadi
Dengan adanya pengemasan dengan kerusakan produk. Permodelan
menggunakan jenis bahan pengemas matematika dilakukan penyimpanan
tertentu dapat memperpanjang daya dengan kondisi dipercepat dan
simpan sate maranggi dan dapat diperhatikan titik kritis produk. Contoh
meningkatkan pemasaran bagi permodelan matematika adalah
pengusaha lokal di kota Purwakarta. Accelerated Shelf Life Testing (ASLT)
Umur simpan didefinisikan sebagai dan Accelerated Storage Studies (ASS).
waktu yang dibutuhkan oleh suatu Metode ASLT dapat dilakukan
produk pangan menjadi tidak layak menggunakan metode Arrhenius.
dikonsumsi jika ditinjau dari segi ASLT dengan model Arrhenius
keamanan, nutrisi, sifat fisik, dan banyak digunakan untuk pendugaan
organoleptik, setelah disimpan dalam umur simpan produk pangan yang
kondisi yang direkomendasikan mudah rusak oleh akibat reaksi kimia,
(Septianingrum, 2008). seperti oksidasi lemak, reaksi Maillard,
Umur simpan adalah selang waktu denaturasi protein dan sebagainya.
yang menunjukkan antara saat produksi Secara umum, laju reaksi kimia akan
hingga saat akhir dari produk masih semakin cepat pada suhu yang lebih
dapat dipasarkan, dengan mutu prima tinggi yang berarti penurunan mutu
seperti yang dijanjikan. Umur simpan produk semakin cepat terjadi
dapat juga didefinisikan sebagai waktu (Labuza,1982).
hingga produk mengalami suatu tingkat Berdasarkan hal di atas penulis
degradasi mutu tertentu akibat reaksi tertarik untuk melakukan penelitian
deteriorasi yang menyebabkan produk tentang umur simpan sate maranggi
tersebut tidak layak dikonsumsi atau metode Arrhenius.
tidak layaklagi sesuai dengan kriteria
yang tertera pada kemasannya (mutu
4
terhindar dari kerusakan yang dapat bahan pangan ikut berperan dalam
diakibatkan oleh pengaruh dari luar. menghasilkan produk dengan kualitas
Pengemasan merupakan suatu usaha baik dan aman bila dikonsumsi (Dwiari,
yang bertujuan untuk melindungi bahan 2008).
pangan dari penyebab-penyebab Winarno dan Jenie (1982)
kerusakan baik fisik, kimia , biologis mengemukakan faktor-faktor yang
maupun mekanis, sehingga dapat sampai mempengaruhi kerusakan sehubungan
ke tangan konsumen dalam keadaan dengan kemasan yang digunakan dapat
baik dan menarik (Herudiyanto, 2009). dibagi dalam dua golongan utama yaitu ;
Menurut Herudiyanto (2009), 1) kerusakan yang sangat ditentukan
kemasan (package) merupakan struktur oleh sifat alamiah dari produk sehingga
yang telah direncanakan untuk tidak dapat dicegah dengan pengemasan
mengemas bahan pangan baik dalam saja (perubahan-perubahan fisik,
keadaan segar atau setelah mengalami biokimia dan kimia serta mikrobiologis),
pengolahan. Peranan pengemasan dalam 2) kerusakan yang tergantung pada
pengawetan pangan adalah : lingkungan dan hampir seluruhnya dapat
1. Mempertahankan bahan dalam dikontrol dengan kemasan yang
keadaan bersih dan higienis digunakan (kemasan mekanis,
2. Mengurangi terbuangnya bahan perubahan kadar air bahan pangan,
selama distribusi absorpsi dan interaksi dengan oksigen,
3. Mempertahankan gizi produk kehilangan dan penambahan cita-rasa
yang dikemas yang diinginkan).
4. Sebagai alat penakar, media 2.3.2. Polietilen (PE)
informasi dan sekaligus sebagai Polietilen adalah polimer etilen yang
sarana promosi. diperoleh melalui dua proses yang
2.3.1. Fungsi Pengemasan berbeda dan menghasilkan polietilen
Bahan atau produk pangan bila tidak yang mempunyai berat jenis rendah dan
dikemas dapat mengalami kerusakan tinggi. Polietilen (BJ rendah)
akibat serangan binatang (tikus), mempunyai kekakuan yang cukup dan
serangga (kecoa), maupun mikroba tembus cahaya, sedangkan polietilen (BJ
(bakteri, kapang dan khamir). Kerusakan tinggi) mempunyai sifat pelindung yang
bisa terjadi mulai dari bahan pangan sangat baik terhadap uap air dan stabil
sebelum dipanen, setelah dipanen, terhadap panas. Secara umum sifat-sifat
selama penyimpanan, pada saat polietilen adalah sebagai berikut:
transportasi dan distribusi maupun - Halus dan lentur
selama penjualan. Adanya mikroba - Tahan akan dampak yang baik
dalam bahan pangan akan - Tahan terhadap pelarut organik
mengakibatkan bahan menjadi tidak - Tahan asam dan alkali
menarik karena bahan menjadi rusak, - Dapat melalukan gas
terjadi fermentasi atau ditumbuhi oleh - Tidak berasa dan berbau
kapang. Bakteri yang tumbuh dalam - Tidak terlalu transparan/agak
bahan pangan akan mempengaruhi buram
kualitasnya, disamping itu ada - Penggunaan dapat digabung
kecenderungan menghasilkan senyawa dengan alufo (Herudiyanto,
beracun bagi konsumen (manusia), 2009).
sehingga menimbulkan sakit, bahkan Polietilen dibuat dengan cara
bisa menyebabkan kematian. Industri polimerisasi dari gas etilen yang
pangan hendaknya memproduksi bahan merupakan hasil samping dari industri
pangan yang memiliki kualitas bagus minyak dan batu bara. Terdapat dua
dan aman bila dikonsumsi. Pengemasan macam proses polimerisasi yang
12
Purwakarta, Jawa Barat. Bahan utama Metode Penelitian, dan (3) Prosedur
dari Sate Maranggi purwakarta adalah Penelitian.
daging kambing dan daging Sapi.
3.1. Bahan dan Alat Penelitian
disetiap sudut Kota Purwakarta sebagian
3.1.1. Bahan yang Digunakan
besar menjajakan sate Maranggi ini. ada
Bahan-bahan yang digunakan
yang menjual sate maranggi dengan cara
dalam penelitian ini adalah sate
berkeliling dan ada juga di warung-
maranggi “Haur Koneng”.
warung sudut kota Purwakarta. Sate
Bahan yang digunakan untuk
maranggi terkenal dengan dagingnya
analisis adalah air steril, alkohol 95%,
yang empuk sehingga menjadikan
aquades, KOH 0,1 N, indikator
pecinta kuliner sate selalu ketagihan.
phenolphthalein (PP) dan Plate Count
Tampilanya tidak jauh berbeda dengan
Agar (PCA).
sate-sate pada umumnya. perbedaanya
3.1.2. Alat yang Digunakan
yaitu sambal pendampingnya yaitu
Alat yang digunakan dalam
terdiri dari irisan tomat segar, cabe rawit
penelitian ini diantaranya adalah plastik
dan garam ditambah dengan kecap.
PE, plastik nilon dan Alumunium foil.
Akan tetapi kecapnya pun sebelumnya
Alat yang digunakan untuk
telah dilakukan pemasakan terlebih
analisis adalah timbangan digital,
dahulu sehingga membuat rasa kecap
spatula, cawan petri, kaca arloji, batang
menjadi asam, manis dan gurih sehingga
pengaduk, erlenmeyer, gelas kimia,
mempunyai cita rasa tersendiri
inkubator, oven, tangkrus, corong, pipet,
(Dony,2015).
kawat pt/ni, neraca digital dan tabung
2.5. Penyimpanan reaksi.
Selama penyimpanan, produk
3.2. Metode Penelitian
pangan mengalami penurunan mutu.
Penurunan mutu dan berkurangnya masa Pelaksanaan penelitian yang
simpan produk pangan disebabkan oleh dilakukan terdiri atas dua bagian, yaitu
pertumbuhan mikroorganisme (bakteri penelitian pendahuluan dan penelitian
dan kapang) sehingga menyebabkan utama.
timbulnya bauyang kurang enak 3.2.1. Penelitian Pendahuluan
(tengik), serta terbentuknya lendir, gas, Penelitian pendahuluan yang
warna, asam dan toksin. Selama dilakukan adalah menganalisa respon
penyimpanan terjadi ketengikan yang organoleptik terhadap sate maranggi
disebabkan oleh oksidasi lemak. “Haur Koneng” untuk menentukan jenis
Disamping itu selama penyimpanan juga pengemasan yang terbaik selama
terjadi perubahan warna yang penyimpanan 0, 1, 2, 3, 4 dan 5 hari
disebabkan oleh oksidasi asam lemak pada suhu 250C. Jenis pengemasan yang
tak jenuh sehingga warna menjadi pucat. terpilih akan digunakan selanjutnya
Kerusakan bahan makanan juga untuk penelitian utama. Sate maranggi
disebabkan oleh dekomposisi protein yang akan diuji organoleptik
menjadi amoniak, hidrogen sulfide, menggunakan uji hedonik terhadap 30
gugus amina dan karboksilat dan orang panelis. Atribut yang akan diuji
terbebasnya air terikat menjadi air bebas meliputi warna, rasa, aroma dan tekstur.
(Sumbaga, 2006). Contoh kriteria penilaian untuk uji
hedonik dapat dilihat pada tabel 5
III METODOLOGI PENELITIAN
berikut.
Bab ini menguraikan mengenai Tabel 5. Contoh Skala Hedonik dan
(1) Bahan dan Alat Penelitian, (2) Skala Numerik Uji Hedonik
15
Qs = mutu aktif (mutu produk yang organoleptik ini meliputi warna, aroma
tidak layak konsumsi) ,rasa dan tekstur oleh 30 orang panelis.
ts = waktu kadaluwarsa 3.2.6.2. Respon Kimia
Perhitungan dilanjutkan menggunakan Analisis kimia yang dilakukan
model Q10 yang dirumuskan sebagai pada penelitian utama terhadap sate
berikut. maranggi berdasarkan pendekatan
Q10=Laju penurunan mutu pada suhu (T+ 10) Arrhenius yaitu Free Fatty Acid (FFA)
Laju penurunan mutu pada suhu dengan metode titrasi.
= ts (T) 3.2.6.3. Respon Mikrobiologi
ts (T+10) Analisis mikrobiologi yang
Keterangan : dilakukan pada penelitian utama
T = suhu penyimpanan dalam terhadap sate maranggi berdasarkan
ts (T) = masa kadaluwarsa jika pendekatan Arrhenius yaitu penentuan
disimpan pada suhu T jumlah total mikroba Total Plate Count
ts (T+10) = masa kadaluwarsa jika (TPC).
disimpan pada suhu T+10
(Syarief dan Halid, 1993) 3.3.Prosedur Penelitian
3.2.5. Rancangan Analisis Prosedur dalam penelitian ini
Analisis pada Sate Maranggi ini terdiri dari prosedur penelitian
adalah pendugaan umur simpan pendahuluan dan prosedur penelitian
berdasarkan pendekatan Arrhenius, utama.
sehingga dari perhitungan umur simpan 3.3.1. Prosedur Penelitian Pendahuluan
tersebut didapat konstanta penurunan Prosedur penelitian pendahuluan
mutu (k). diawali dengan mengemas sate
3.2.5.1. Uji Organoleptik maranggi pada 3 jenis kemasan plastik
Uji organoleptik dilakukan untuk yang berbeda, yaitu: PE, Plastik Nilon,
mengetahui tingkat kesukaan dari dan kemasan Alumunium Foil. Setelah
panelis terhadap produk. Uji itu dilakukan penyimpanan selama 0, 1,
organoleptik ini dilakukan dengan 2, 3, 4 dan 5 hari pada suhu 250C.
metode penerimaan yaitu skala hedonik, Kemudian dilakukan analisis
dimana kriteria penilaian berdasarkan organoleptik terhadap sate maranggi.
tingkat kesukaan panelis terhadap Sate Data uji organoleptik dikumpulkan dan
Maranggi “Haur Koneng”. dimasukkan ke dalam formulir pengisian
3.2.5.2. Analisis Kimia dan kemudian ditransformasikan agar dapat
Mikrobiologi dilakukan analisis statistik.
Analisis kimia dilakukan terhadap 3.3.2. Deskripsi Penelitian Utama
Sate Maranggi adalah Free Fatty Acid Penelitian utama diawali dengan
(FFA) dengan metode titrasi dan mengemas sate maranggi dengan
Analisis mikrobiologi dilakukan kemasan yang telah terpilih pada
penentuan jumlah total mikroba Total penelitian pendahuluan. Kemudian
Plate Count (TPC) . dilakukan penyimpanan sate maranggi
3.2.6. Rancangan Respon pada suhu 50C (kontrol), 250C, 300C,
Rancangan respon yang akan 350C selama penyimpanan 0, 1, 2, 3 dan
dilakukan pada penelitian meliputi : 4 hari. Kemudian dilakukan analisis
3.2.6.1. Respon Organoleptik kimia dan mikrobiologi. Data dari hasil
Uji organoleptik yang dilakukan analisa tersebut akan diolah berdasarkan
pada penelitian pendahuluan terhadap pendekatan Arrhenius dan dilanjutkan
produk sate maranggi berdasarkan dengan model Q10 untuk menduga
pendekatan Arrhenius, dengan umur simpan sate maranggi “Haur
parameter yang digunakan dalam uji Koneng”.
18
pada makanan akibat bahan kemasan maka formasi asam amino bebas akan
yang bermigrasi ke makanan. Produk diubah oleh enzim hidrolase (proteolitik)
pangan mudah bereaksi terhadap yang menyebabkan perubahan flavor
perubahan suhu dan kelembaban. atau perubahan nilai cita rasa. Selain itu
Perubahan ini akan mengakibatkan menurut Pelezar (2005), kebanyakan
kerusakan fisik, kimia, maupun bahan pangan merupakan media yang
mikrobiologis pada produk. Kerapatan baik bagi pertumbuhan mikroorganisme.
monomer yang menyusun pada plastik, Pada keadaan fisik yang menguntungkan
dapat mempengaruhi kualitas dari terutama pada kisaran 70C-600C,
makanan yang akan dikemas organisme akan tumbuh dan
(Budiawan, 2014). meyebabkan terjadinya perubahan
Pengujian organoleptik adalah dalam hal penampilan, rasa, bau serta
pengujian yang didasarkan pada proses sifat-sifat lain pada bahan makanan.
pengindraan. Menurut Abustam dan Ali Aroma suatu makanan mempunyai
(2004) menyatakan bahwa daging peranan penting dalam penilaian, karena
mempunyai sifat organoleptik yang bila makanan tersebut tidak memiliki
dapat berkaitan dengan lima sifat dasar aroma yang khas, makanan tersebut
yaitu rasa, bau/aroma, tidak bisa dikatakan baik. Aroma khas
penampilan/warna, tekstur. timbul bila dirasakan oleh indera
Rasa merupakan faktor yang pencium (Soekarto, 1985).
penting dari produk makanan disamping Berdasarkan pada hasil data asli
tekstur, penampakan dan konsistensi penilaian uji organoleptik dalam hal
bahan yang akan mempengaruhi cita aroma, sate maranggi yang dikemas
rasa yang ditimbulkan oleh bahan dengan menggunakan kemasan nylon
makanan tersebut. Rasa dari suatu bahan lebih disukai. Menurut Herudiyanto
dapat berasal dari sifat bahan pangan itu (2009), kemasan nylon mempunyai sifat
sendiri atau karena adanya zat lain yang dan karakteristik salah satunya yaitu
ditambahkan pada proses sebagai penahan yang baik terhadap
pengolahannya (Kartika dkk, 1988). aroma pada produk. Semakin lama
Berdasarkan pada hasil data asli waktu penyimpanan, maka penerimaan
penilaian uji organoleptik dalam hal panelis terhadap aroma sate maranggi
rasa, sate maranggi yang dikemas pun semakin menurun, ini dibuktikan
dengan menggunakan kemasan nylon dengan penilaian panelis berdasarkan uji
lebih disukai dan dimana semakin lama hedonik.
waktu penyimpanan, penerimaan panelis Perubahan yang terjadi tersebut
terhadap warna pun semakin menurun menurut Zakaria (1996) menjelaskan
ini dibuktikan dengan penilaian panelis bahwa penyimpangan bau atau aroma
berdasarkan uji hedonik. Menurut yang terjadi pada produk disebabkan
penelitian yang dilakukan oleh (Febrina, oleh adanya enzim dan mikroorganisme.
2010), Lama penyimpanan Bau busuk terjadi akibat aktivitas
mempengaruhi cita rasa pada produk bakteri proteolitik yang memecah
olahan dendeng giling daging sapi. Hal protein menjadi senyawa-senyawa
ini mendukung pernyataan yang sederhana seperti polipeptida, asam
dikemukakan oleh Soeparno (1992) amino, H2S, indol, dan skatol.
bahwa flavor dan aroma daging adalah Sedangkan bau tengik disebabkan oleh
sensasi yang kompleks dan saling enzim lipolitik dan oksigen.
terkait. Menurut Frazier dan Dennis
Menurut Untu (2009), (1998), penyimpangan aroma
menyatakan perubahan yang terjadi disebabkan dekomposisi protein,
selama penyimpanan produk daging peptide, dan asam amino yang
21
Tabel 12. Hasil Analisis Umur Simpan Konstanta laju penurunan mutu
Sate Maranggi Berdasarkan Kadar FFA berdasarkan kadar FFA diperoleh bahwa
semakin tinggi suhu semakin tinggi
konstanta laju penurunan mutu dan
Suhu Persamaan Persamaan R2 R2
(oC) Regresi Regresi kadar FFA semakin meningkat. Kadar
Ordo Ordo
Ordo 0 Ordo 1 0 1
FFA meningkat diduga terjadi proses
hidrolisis. Kadar FFA tertinggi dimiliki
5 2,166+0,127x 0,777+0,052x 0,968 0,961
oleh produk yang disimpan pada suhu
25 2,182+0,253x 0,683+0,122x 0,992 0,831 350C yaitu 2,236 %.
30 2,218+0,305x 0,808+0,110x 0,983 0,983 Didukung oleh penelitian Chukwu
35 2,236+0,407x 0,837+0,121x 0,985 0,951
(2008) menyebutkan kadar FFA
semakin meningkat seiring dengan
Berdasarkan hasil penelitian bertambahnya lama penyimpanan.
diperoleh kadar FFA mengalami Perhitungan dengan persamaan Labuza
kenaikan dengan bertambahnya lama (1982) diperoleh umur simpan pada
penyimpanan. Hal ini ditandai dengan suhu 50C, 250C, 300C dan 350C berturut-
nilai b yang bernilai positif. Berdasarkan turut 5,333 hari, 1,778 hari, 0,375 hari
kadar FFA, nilai b (slope) tertinggi dan 0,158 hari.
dimiliki oleh 350C yaitu 0,407. Nilai Q10 sebesar 11,253. Energi
Sedangkan nilai a (intersep) menunjukan aktivasi yang dibutuhkan pada respon
nilai tertinggi dimiliki oleh suhu 350C FFA ini adalah sebesar 6313,353
yaitu 2,236. Dapat dilihat pada Tabel 12 kal/mol yang artinya dibutuhkan energi
nilai R2 terbesar adalah R2 ordo 0 sebesar tersebut untuk memulai
sehingga yang dipakai adalah ordo 0. terjadinya perubahan kadar FFA.
Kadar FFA pada suatu produk
5 berlemak tinggi mencerminkan kualitas
4 y = 0,407x + 2.236 y = 0,305x+ 2.218
Kadar FFA
mengakibatkan bau yang tidak enak, dengan timbulnya bau dan rasa tengik.
tetapi juga dapat menurunkan nilai gizi Ketengikan diartikan sebagai kerusakan
darena kerusakan vitamin larut lemak atau perubahan bau dan cita rasa dalam
dan asam lemak essensial dalam lemak bahan pangan berlemak atau minyak.
(Ketaren,1989). Terjadinya proses ketengikan tidak
Selain itu, menurut Frazier dan hanya terbatas pada bahan pangan
Dennis (1998) dalam Nur (2009), berlemak tinggi, tetapi juga terjadi pada
penyimpangan aroma atau adanya bau bahan pangan berlemak rendah
yang tidak enak tersebut disebabkan (Ketaren, 1989).
dekomposisi protein, peptide, dan asam Ketengikan pada bahan pangan
amino yang menyebabkan bau busuk berlemak dapat disebabkan oleh
dan disebut putrefaksi. Reaksi tersebut beberapa faktor yaitu absorpsi lemak,
menghasilkan senyawa-senyawa yang aksi enzim dalam jaringan bahan pangan
mengandung sulfur (hidrogen, metal yang mengandung lemak, aksi mikroba
sulfide, merkaptan) ammonia, amina dan oksidasi oleh oksigen atau
(histamine, tiramin, piperidin, putresin, kombinasi dari dua atau lebih penyebab
dan kadaverin), indol, skatol dan asam ketengikan (Ketaren, 1989).
lemak tidak jenuh. Menurut de Man (1997), proses
Menurut Ketaren (1989) autooksidasi atau kerusakan pada bau
terbentuknya FFA mengakibatkan rasa lemak dan makanan berminyak
timbulnya aroma yang tidak diinginkan sering dinyatakan dengan istilah
karena hidrolisis trigliserida menjadi ketengikan, dimana ikatan tidak jenuh
asam lemak bebas dan gliserol. Asam yang terdapat dalam semua lemak dan
lemak bebas akan terbentuk selama minyak merupakan pusat aktif antara
proses oksidasi yang dihasilkan dari lain dapat berekasi dengan oksigen.
pemecahan dan oksidasi ikatan rangkap Ketengikan adalah kerusakan yang
dari lemak yang terkandung. dapat disebabkan oleh reaksi hidrolisis
Faktor-faktor yang mempercepat dan oksidasi.Ketengikan yang paling
terbentuknya FFA diantaranya panas, sering terjadi adalah ketengikan
air, keasaman, katalisator, seperti enzim, oksidatif yang dihasilkan oleh
oksigen, bakteri patogen, cahaya dan autooksidasi radikal asam lemak tidak
jenis kemasan. Semakin lama reaksi jenuh dalam minyak. Faktor – faktor
berlangsung semakin tinggi FFA yang yang mempengaruhi proses oksidasi
terbentuk (Poedjiadi dkk, 2005). Salah antara lain suhu tinggi, sinar ultraviolet,
satu yang mempercepat terbentuknya radiasi ionisasi, enzim peroksidase,
FFA adalah cahaya. Cahaya adalah katali besi organik dan logam seperti Cu
akselerator terhadap timbulnya dan Fe (Ketaren, 1989).
ketengikan. Kombinasi dari oksigen dan Bentuk kerusakan dari bahan
cahaya dapat mempercepat proses pangan yang mengandung lemak,
oksidasi. Selain pengaruh cahaya dan terutama ketengikan yang paling penting
oksigen, penurunan aroma selama disebabkan oleh aksi oksigen terhadap
penyimpanan produk dapat terjadi lemak.Oksidasi oleh oksigen udara
dikarenakan adanya penguapan senyawa terjadi secara spontan jika bahan yang
volatile pada produk tersebut sehingga mengandung asam lemak dibiarkan
aromanya menjadi berkurang (Ketaren, kontak dengan udara. Hasil oksidasi
1989). lemak dalam bahan pangan tidak hanya
Bahan pangan yang mengandung mengakibatkan rasa dan bau tidak enak,
lemak atau minyak biasanya akan tetapi juga dapat menurunkan nilai gizi,
mengalami proses ketengikan selama karena kerusakan vitamin (karoten dan
proses penyimpanan yang ditandai
24
Total Mikroba
R² = 0.962
Buckle et al. (1987) mengatakan 150000
y = 0.379x + 10.222
bahwa hidrolisis lemak akan 100000 R² = 0.978 5
menghasilkan asam-asam lemak bebas 50000 25
y = 0.315x + 10.036
yang dapat mempengaruhi citarasa dan R² = 0.855
bau bahan pangan. Hidrolisis dapat y = 0.379x +0 10.252 30
disebabkan oleh adanya air dalam R² = 0.973 0 1 2 3 4
35
lemak. Dengan adanya air, lemak akan Lama Penyimpanan (hari)
terhidrolisis menjadi asam lemak bebas
dan gliserol (hidrolic rancidity) dimana
reaksi ini dipercepat dengan enzim Gambar 12. Grafik Total Mikroba pada
lipase pada semua jaringan yang Suhu Selama Penyimpanan
mengandung lemak (Winarno dan Jenie,
1982). 15
4.2.2. Total Mikroba 10
ln k
Tabel 13. Hasil Analisis Total Mikroba 5 y = -545.064x - 0.797
Suhu Hari ke- 0 R² = 0.936
(oC)
0 1 2 3 4
5 2,79 x 2,99 x 3,42 x 4,98 x 1,04 x
104 104 104 104 105
25 2,79 x 3,08 x 4,49 x 5,63 x 1,13 x
104 104 104 104 105 1/T (K-1)
30 2,79 x 4,40 x 5,51 x 7,20 x 1,44 x
104 104 104 104 105
35 2,79 x 4,72 x 5,75 x 7,23 x 1,49 x
104 104 104 104 105 Gambar 13. Grafik Hubungan ln k
Tabel 13. Hasil Analisis Umur Simpan dengan 1/T Berdasarkan Total Mikroba
Sate Maranggi Berdasarkan Total Nilai r menunjukan korelasi antara
Mikroba variable x yaitu lama penyimpanan dan
Suh Persamaan Persamaan R2 R2 variabel y yaitu total mikroba. Konstanta
u Regresi Regresi Ordo Ordo
(oC) laju penurunan mutu berdasarkan total
Ordo 0 Ordo 1 0 1
5 14740+17210x 10,036+0,315x 0,85 0,92 mikroba diperoleh bahwa semakin tinggi
5 0 suhu maka semakin tinggi konstanta laju
25 15440+19570x 10,086+0,341x 0,89 0,96 penurunan mutu dan total mikroba
4 2
30 16560+26020x 10,222+0,379x 0,91 0,97 semakin meningkat sehingga lebih cepat
2 8 mengalami kerusakan. Perhitungan
35 17320+26730x 10,252+0,379x 0,90 0,97 dengan persamaan linier diperoleh umur
7 3
simpan pada suhu 50C, 250C, 300C dan
Berdasarkan hasil penelitian 350C berturut-turut 3 hari, 2,463 hari,
diperoleh total mikroba mengalami 2,353 hari dan 2,278 hari.
kenaikan dengan bertambahnya lama Nilai Q10 sebesar 1,081. Energi
penyimpanan. Hal ini ditandai dengan aktivasi yang dibutuhkan pada total
nilai b yang bernilai positif. Nilai b mikroba ini adalah sebesar 1082,497
(slope) tertinggi dimiliki oleh suhu 350C kal/mol yang artinya dibutuhkan energi
yaitu 0,379. Sedangkan nilai a sebesar tersebut untuk memulai
menunjukan nilai tertinggi dimiliki oleh terjadinya perubahan total mikroba.
suhu 350C yaitu 10,252. Dapat dilihat Faktor mikrobiologi memiliki
pada Tabel 13 nilai R2 terbesar adalah R2 peranan sangat penting dalam penilaian
ordo 1 sehingga yang dipakai adalah mutu produk pangan karena pada
ordo 1. beberapa jenis produk pangan cepat
25
kemasan atau pH dan (4) Suhu 300C selama 0,375 hari dan pada
(Yudhabuntara,2003). suhu 350C selama 0,158 hari.
Faktor lain yang berpengaruh Sedangkan hasil penelitian utama
terhadap penurunan mutu produk pendugaan umur simpan sate
pangan adalah kandungan mikroba, maranggi „Haur Koneng„
selain mempengaruhi mutu produk menggunakan metode Arrhenius
pangan, juga menentukan keamanan dengan respon Total Mikroba pada
prouk tersebut dikonsumsi. suhu 50C memiliki umur simpan
Pertumbuhan mikroba pada produk selama 3 hari, selanjutnya pada
pangan dipengaruhi oleh beberapa faktor suhu 250C selama 2,463 hari, pada
diantaranya keasaman (pH), aktiitas air suhu 300C selama 2,353 hari dan
(aw), kandungan nutrisi dan suhu pada suhu 350C selama 2,278 hari.
penyimpanan (Arpah,2001). 4. Semakin tinggi suhu penyimpanan
Selain itu, sifat bahan pengemas maka semakin tinggi pula laju
yang transparan akan menyebabkan penurunan mutu, begitu pula
olahan pangan kontak langsung dengan sebaliknya, semakin rendah suhu
cahaya sehingga dapat mendukung penyimpanan maka semakin rendah
pertumbuhan mikroba (Pelezar, 2005). pula laju penurunan mutu sehingga
umur simpan produk akan lebih
V KESIMPULAN DAN SARAN lama, sehingga suhu penyimpanan
berpengaruh terhadap laju
Bab ini menguraikan mengenai :
penurunan mutu dan lama umur
(1) kesimpulan dan (2) saran.
simpan produknya pun berbeda-
5.1. Kesimpulan beda.
Berdasarkan hasil penelitian 5. Berdasarkan hasil penelitian utama
pendugaan umur simpan sate maranggi „ dapat disimpulkan bahwa semakin
Haur Koneng „ menggunakan metode tinggi suhu maka semakin pendek
Arrhenius dapat disimpulkan sebagai umur simpan.
berikut : 5.2. Saran
1. Hasil analisis pendahuluan dengan 1. Perlu dilakukan penelitian
berdasarkan uji organoleptik berdasarkan parameter lain
menggunakan uji hedonik terhadap umur simpan sate
didapatkan kemasan terpilih yakni maranggi
menggunakan kemasan nylon.
2. Perlu adanya penelitian lebih
2. Lamanya penyimpanan makanan di
lanjut mengenai penggunaan jenis
dalam kemasan dapat
kemasan dan perlakuan yang
mempengaruhi rasa, bau, bahkan
lainnya.
warna yang terdapat pada makanan.
3. Hasil analisis respon kadar FFA 3. Perlu ditambahkan analisis kadar
berbeda dengan hasil analisis air dan Total Volatil Base (TVB)
respon Total Mikroba. Pada hasil pada penelitian ini.
penelitian utama pendugaan umur
DAFTAR PUSTAKA
simpan sate maranggi „Haur
Koneng„ menggunakan metode Abustam, E. dan H. M. Ali. 2004. Bahan
Arrhenius dengan respon kadar Ajar Ilmu dan Teknologi
FFA memiliki umur simpan yang Pengolahan Daging. Fakultas
lama adalah pada suhu 50C selama Peternakan Universitas
5,333 hari, selanjutnya pada suhu Hasanuddin, Makassar.
250C selama 1,778 hari, pada suhu
27
Frazier, W.C., dan Dennis, C.W. 1998. Lawrie R A. (1986). Meat Science.
Food Microbiology. Fourt Edisi Kelima. Terjemahan
Edition. Me Graw-Hill, Ine. Aminudin P. Gajah Mada
New York. University Press, Yogyakarta.