You are on page 1of 11

Jihad,

is that equal to the war?


Mudasir
Dosen PAI, FMIPA UGM
Shift of the word meaning
• Proletarian
before XIX century: Vile=kotor, vulgar = keji, kasar
after XIX century: dibanggakan Komunis, diwaspadai oleh
amerika
• Imperialis
before XIX century has better meaning than the one after
1950.
• Jihad,
Jihad is that equal to the war?
war
To better understand this issue, we have to trace back
and see how this word was used at the beginning (during
the prophet Muhammad era).
Makkah/MakkiyahPeriod
• The word of jihad has been used/available since
Makkiyah period, when the war was still prohibited (no
report of war during that period) Al Furqon Ayat 52:
Maka Janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah
terhadap mereka dengan Al Qur’an dengan jihad yang besar
• You have to keep in mind the following issues:
- No one has better understanding of Al Quran verses
meaning than the one who has received the verses at
the firsthand, i.e. Muhammad, SAW.
- No one is ready, suitable and capable to apply the verses of Al Quran
better than Nabi Muhammad SAW.
Situation during Makkah Period
• i) There was no one single report showing that the war has been happen
during that period.
• ii) It was not only no report of war, but the war was not allowed during that
period (QS: An Nisaa’ (4): 77
Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka:”
Tahanlah tanganmu (dari berperang), dirikanlah sholat dan tunaikanlah
zakat”. Kemudian setelah diwajibkan kepada mereka berperang, tiba-tiba
sebagian dari (kaum munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takut
mereka kepada Allah, bahkan lebih sangat dari itu takutnya. Mereka
berkata: “ Ya Tuhan kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada
kami? Mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang) kepada
kami sampai beberapa waktu lagi?” Katakanlah: “ kesenangan di dunia ini
hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa,
dan kamu tidak akan dianiyaya sedikitpun.
• Allah SWT has given instruction to Prophet Muhammad SAW to do the
Great Jihad since makkiyah period (Al Furqon 25/52), but there was no
single report showing that there has been a war during that period.
Moreover, the war was prohibited by Allah SWT during that period.
• Hence, it is obvious that Jihad could not be interpreted / designated as
the war.
Madaniyah Period (the war was allowed)
• Look at the following verses concerning Jihad which has been
descended to Prophet Muhammad SAW during Madaniyah period:
“Hai Nabi, berjihadlah terhadap orang-orang kafir dan munafik dan
bersikap keraslah terhadap mereka, tempat mereka ialah Jahannam dan itu
adalah seburuk-buruknya tempat kembali”.
(QS. At Taubah, 9/73 dan At Tahrim, 66/9)
• To be understood, in Islam the war can be classified into 2 categories:
- Sarriyah:
Sarriyah The war done by Islam soldier send by Prophet Muhammad
SAW, but he did not participate/involve directly in the war (125 times).
- Ghozwah: the war where Nabi SAW participated in or just visited the war
(25 times, Nabi directly involved and being commander: 9 times).
• If jihad at that verses means “war”, then Nabi SAW should do the war
to both “kuffar” and also “Munafiqin”.
• In the History of Islam: there was a lot of report that Nabi did the war
to “Kafirin”, but:
- no single report concerning the war to “munafiqin” either as sariyyah
or ghazwah
- Even the available report was that Nabi and His sahabat behave in the
opposite direction to the instruction of that verses
Jihad = Dakwah
• Walaupun fase Madaniyah Nabi berperang dengan orang-orang
kafir tetapi tidak pernah berperang dengan orang-orang munafik.
Padahal pada ayat di atas digunakan kata “dan”
dan yang berarti harus
kedua-duanya.
• Jadi jika Jihad diartikan “Perang” maka seharusnya nabi berperang
baik kepada orang-orang kafir maupun orang-orang munafik.
Karena Nabi tidak pernah berperang kepada orang munafik, maka
Jihad tidak dapat diartikan sebagai perang karena mustahil Nabi
mengabaikan perintah Allah.
• Jadi “Jihad”
Jihad baik pada fase Makkiyah dan fase Madaniyah adalah
apa yang dikerjakan Nabi sejak berada di Makkah yaitu
Menegakkan agama Islam dengan tulang punggung Da’wah:
(1) Hai orang yang berselimut, (2) Bangunlah, lalu berilah peringatan! (3)
Dan Tuhanmu agungkanlah! (4) Dan pakaianmu bersihkanlah, (5) dan
perbuatan dosa tinggalkanlah, (6) Dan janganlah kamu memberi dengan
mengharap balasan yang lebih banyak, (7) Dan untuk (memenuhi perintah)
Tuhanmu, bersabarlah
(QS Al Mudatstsir 74/1-7)
Metode Jihad/Da’wah
• Bil Aqdam (dengan kaki): terjun langsung di tengah-tengah masyarakat,
mengajarkan agama kepada orang yang kita belum tahu reaksinya, suka
maupun benci, setuju atau tidak setuju, perlu atau tidak perlu (Azas da’wah)
• Bil qolam (dengan tulisan): merupakan sarana da’wah, nabi berkirim surat
kepada raja-raja, tetapi beliau juga mengirim rombongan utusan ke sana (bil
aqdam).
• Bi amwal wa anfus (dengan harta dan raga): dakwah/jihad dengan harta saja
akan menyebabkan sifat-sifat positif seperti sabar, tawakkal dan ikhsan lebih sulit
tumbuh, sedangkan da’wah/jihad hanya dengan jiwa/raga saja juga dapat
menyebabkan tumbuhnya sifat-sifat kurang tawakal pada Allah, rakus pada dunia
dan ingin selalu dekat dengan baitul Ahlul Maal ( pemilik harta/ahli dunia):
Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan atau berat, dan
berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah, yang demikian itu
adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui (QS Al Taubah 9/41)
Dari Abu Sa’id Al-Khudzry ra. Dari Nabi saw, beliau bersabda: “Jihad yang
paling utama adalah mengatakan keadilan pada penguasa yang
menyeleweng (HR Abu Dawud dan At-Turmudzy). Dalam riyawat lain: Jihad
yang paling utama adalah kalimah haaq (perkataan yang benar), bukan
mengacungkan pedang.
Beberapa Hadist Tentang Jihad
serta kedudukan jihad dan perang
• Janganlah kamu memerangi mereka hingga kamu sudah berda’wah /
menyeru mereka kepada Islam (HR Imam Ahmad, Abu Daud, Tirmidzy dari
Farwah bin Musaik ra)
• Rasulullah saw tidak pernah memerangi suatu kaum kecuali beliau
berda’wah / berseru kepada mereka terlebih dahulu (HR Imam Ahmad dan
Hakim dari Ibnu Abbas ra)
• Dari Anas ra. Berkata, Rasullullah bersabda: ”Barang siapa yang keluar
dengan tujuan untuk menuntut ilmu maka ia berada di jalan Allah hingga ia
kembali (HR At Turmudzy)
• Sesungguhnya Allah itu mencintai hamba yang mau bekerja (mencari
nafkah) dan siapa saja yang mau bersusah payah mencarikan nafkah
keluarganya, maka ia bagaikan orang yang berjihad di jalan Allah ‘Azza wa
Jalla’ (HR Ahmad)
• Jadi posisi Jihad dan Perang dapat diibaratkan dengan posisi Wudlu dan
Tayamum, kedua-duanya wajib, tetapi yang satu hanya berlaku ketika yang
lain tidak dapat dikerjakan. Dalam keadaan normal (terdapat air) kita tidak
diperbolehkan tayamum, tayamum hanya diperbolehkan saat wudlu tidak
memungkinkan. Begitu pula halnya dengan perang, perang hanya
diperbolehkan dalam keadaan darurat, jika da’wah sudah tidak
memungkinkan untuk dikerjakan lagi atau dihalang-halangi.
Kedudukan Dakwah dan Perang
• Dakwah dapat diibaratkan Wudlu/Mandi besar, menggunakan air, air
sifatnya suci dan bersih dan dapat berfungsi mensucikan.
• Perang dapat diibaratkan sebagai tayamum, hanya dikerjakan pada saat
darurat (tidak ada air), menggunakan debu sifat debu kotor dan mengotori
tetapi dalam kondisi terpaksa meskipun kotor dapat berfungsi mensucikan.
• Dakwah mengajak orang kepada hidayah, jika mendapat hidayah tidak akan
tersesat dan masuk surga. Mendapatkan Hidayah adalah hak paling hakiki
setiap manusia. Menghalangi dakwah = menghalangi sampainya hidayah
kepada seseorang = menghalangi seseorang untuk menjadi baik dan
masuk surga = menghalangi hak paling hakiki dari seseorang. Jika dakwah
dihalang-halangi disitulah perang diperkenankan.
• Perang mempercepat matinya seseorang (yang diperangi) sebelum
mendapatkan hidayah sehingga tersesat dan masuk neraka. Karena
hakekat dakwah adalah mengajak orang kepada kebaikan. Oleh karena itu,
perang sangat dihindari dalam Islam, selama masih ada jalan lain yang bisa
ditempuh, bukan karena takut tetapi karena hal ini akan mempercepat
masuknya orang ke neraka
• Azas Islam bukan Perang tetapi dakwah rahmatan lil ‘alamin, bukan
hanya rahmatan lil muslimin tetapi lil ‘alamin.
When are we allowed to war (Al Hajj, 22/39-41)

39. Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena


sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar
Maha Kuasa menolong mereka itu.

40. (Yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka
tanpa alasan yang benar, hanya karena mereka berkata: “Tuhan kami
hanyalah Allah”. Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian
manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara
nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang yahudi dan masjid-masjid yang
di dalamnya banyak disebut Asma Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong
orang-orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar
Maha Kuat lagi Maha Perkasa.
Kapan kita boleh berperang
(Al Hajj, 22/39-41)

41. Yaitu orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di


muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan
zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah dari perbuatan
mungkar, dan kepada Allah-lah tempat kembalinya segala urusan.

You might also like