You are on page 1of 34

Heat Flow in Welding

Suprapto.,S.T.,M.T.,PhD
Mechanical Engineering Department
Universitas Negeri Medan
2022
04
Objectives
• This chapter provides information of heat flow during welding, which
can strongly affect to phase transformation, microstructure, and
properties of the welds
• Students are required to indicate heat source and power density
Perpindahan Panas Las
• Perpindahan panas selama proses pengelasan mempunyai peranan
yang sangat penting karena dapat mempengaruhi transformasi fasa
selam pengelasan berlangsung. Hal ini juga dapat berpengaruh
kepada mikrostruktur dan sifat mekanik dari sambungan las.
• Selain itu juga perpindahan panas selama pengelasan juga dapat
mempengaruhi tegangan sisa (residual stress) yang mengakibatkan
distorsi (distorsion) pada sambungan las.
Perpindahan Panas Las
Semua proses metalurgi yang mempengaruhi mikrostruktur bergantung pada suhu
dan laju pemanasan/pendinginan, dan dengan demikian, siklus termal pengelasan
memainkan peran penting dalam evolusi mikro dan, pada akhirnya, kemampuan
pengelasan material

Gambar 1. Diagram perubahan dan kinerja mikrostruktur las


Welding Heat Sources
Electrical Sources Mechanical Sources Other Sources
- Arc Welding - Friction Welding - Diffusion welding
- Resistance Welding Heat Itensity 104 – 106 W/m2
- Electro slag - Ultrasonic Welding (15-75 kHz)
- Heat Itensity 1010 – 1012 W/m2 - Explotion welding

High Energy Sources Chemical Sources


- Laser Beam Welding - Oxyfuel gas Welding
- Electron beam Welding - Thermit Welding
- Heat Itensity 1010 – 1012 W/m2 - Heat Itensity 104 – 106 W/m2
Heat Source
The heat from the heat source melts the material, creating a weld pool;
Pengukuran (Measurements)

The heat source efficiency can be measured with a calorimeter. The heat
transferred from the heat source to the workpiece is in turn transferred from the
workpiece to the calorimeter

Fig. Measurement of arc efficiency in GTAW: (a) calorimeter; (b) layer of temperature gradient.
Reprinted from Giedt et al. (4). Courtesy of American Welding Society

where W is the mass flow rate of water, C the specific heat of water, Tout the outlet water temperature, Tin the inlet
water temperature, and t time.
Pengukuran (Measurements)

Fig. Measurement of arc efficiency in GTAW: (a) calorimeter; (b) layer of temperature gradient. Reprinted
from Giedt et al. (4). Courtesy of American Welding Society
Figure 2.3 shows the results of arc efficiency measurements in GTAW and PAW
Kerapatan energy (energy density) dan
distribusi energy (energy distribution)

• Kerapatan energy adalah besarnya energy yang


berpindah/mengalir tiap satuan luas permukaan kontak antara
sumber panas dan logam induk. Kerapatan energi dinyatakan
dalam satuan Watt/m2.
• Distribusi energy dalam sumber panas (nyala api, busur listrik,
plasma, sinar electron dan laser) tidak merata, mencapai
maksimum pada pusatnya dan berkurang pada jarak yang
semakin jauh dengan pusatnya sehingga menyerupai distribusi
gauss
Kapasitas Energi (Energy Capacity)
• Besarnya energy (Q) yang terkandung dalam sumber panas
dinamakan tingkat energy atau kapasitas energy (energy capacity)
• Energi Pengelasan Acetylene :
Q (W) = (48 kJ/lasetilene) x Vasetilene X (h/3600s)
Dimana Vasetilene = debit aliran gas asetylene (1/h)
Panas pembakaran acetylene = (48 kJ/l pada 1 atm dan 25oC

Energi pada busur listrik Q (W) = . E. I


Dimana : E = Potensial Listrik
l = Arus Listrik
 = Effisiensi sumber panas

𝐸𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠𝑓𝑒𝑟 𝑘𝑒 𝑏𝑒𝑛𝑑𝑎𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎


𝜂=
𝐸𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑏𝑎𝑛𝑔𝑘𝑖𝑡𝑘𝑎𝑛 𝑠𝑢𝑚𝑏𝑒𝑟 𝑝𝑎𝑛𝑎𝑠
Kapasitas Energi (Energy Capacity)
• In arc welding with a constant voltage E and a constant current I, the
arc efficiency can be expressed as
ANALYSIS OF HEAT FLOW IN WELDING
Figure 2.14 is a schematic showing
the welding of a stationary
workpiece (24).
The origin of the coordinate system
moves with the heat source at a
constant speed V in the negative-x
direction.
Except for the initial and final
transients of welding, heat flow in a
workpiece of sufficient length is
steady, or quasistationary, with Figure 2.14 Coordinate system (x, y, z) moving with
respect to the moving heat source heat source. From Kou and Le (24)
Heat Input (Masukan Panas)
• Masukan panas adalah besarnya energy panas tiap satuan panajang
las ketika sumber panas (yang berupa nyala api, busur listrik, plasma
atau cahaya energy tinggi) bergerak :
𝑷 𝑬.𝑰
𝑯= =
𝒗 𝒗
Dimana : H = masukan panas (J/mm)
P = tenaga input (Watt)
v = kecepatan pengelasan (mm/s)
E = potensial listrik (volt)
I = arus listrik (ampere)
Heat Input (Masukan Panas)
• Pada kenyataannya, perpindahan panas dari sumber panas ke benda kerja
berjalan tidak sempurna ditanadai dengan adanya panas yang hilang ke
lingkungan. Besarnya panas yang hilang ini menentukan efisiensi
perpindahan panas sehingga persamaan menjadi

𝑷 𝑬.𝑰
𝑯 =𝜂 =𝜂
𝒗 𝒗

• Dimana ƞ adalah efisiensi perpindahan panas yang nilainya 0 dan 1


Masukan Panas (Heat Input )

Figure 2.7 summarizes the


heat source efficiencies
measured in several welding
processes.

Figure 2.7 Heat source efficiencies in several welding processes


Sumber Panas Bidang (Area Source)
• Jika sumber panas bekerja pada batang (rod) maka panas akan
mengalir pada satu arah (satu dimensi).
• Besarnya energy panas tiap satuan luas Q/A adalah :
Persamaan Rosenthal tiga dimensi

Persamaan diatas dapat menghitung temperatur dalam


keadaan steady state T(x, y, z), dimana sumber panas
bergerak pada ‘posisi benda kerja (x,y,z) dimana x = 1 cm,
y= 4 cm dan z = 0 cm
Efek Pengaruh Variable Pengelasan Pada Daerah Penyebaran Panas

Luas daerah yang mengalami pemanasan dapat dipengaruhi oleh beberapa


factor :
> Peningkatan kecepatan pada panas masukkan konstan 
menyebabkan daerah yang dipengaruhi panas menjadi mengecil
dimana garis-garis isotermis menyempit pada arah tegak lurus
arah las dan dan memendek pada arah pengelasan

> Kenaikan pada masukan q pada kecepatan konstan v memperluas


daerah terpengaruh panas dimana garis-garis isothermis melebar
pada arah tegak lurus las dan memanjang pada arah las
Lanjutan
> Kenaikan masukan panas q dan kecepatan v pada harga masukan panas (q/v)
konstan memperluas daerah terpengaruh panas sebanding dengan panas
masukan dan kecepatan

> Kenaikan suhu preheat To pada masukkan panas dan kecepatan konstan
memperluas daerah terpengaruh panas

> Konduktivitas termal sangat mempengaruhi daerah pengaruh panas. Jika


nilai k kecil panas masukan (q) yang diperlukan saat pengelasan kecil. Sebagai
akibatnya baja tahan karat austenite Cr-Ni dapat dilas dengan masukan
panas yang kecil sedangkan aluminium dan tembaga membutuhkan masukan
panas yang besar
Kerugian energy selama proses pengelasan
• Ketika energy ditransfer dari sumber
energy kebenda kerja sewaktu pengelasan
dilakukan pada kenyataannya tidak sampai
secara sempurna.
• Ada banyak celah dimana energy akan
lepas dari sumber energy ke benda kerja
seperti ditunjukkan pada gambar sebelah
• Energi dapat lepas melalui benda kerja itu
sendiri, terjadi konveksi ke udara bebas,
melalui kawat filler, radiasi, Konduksi
dengan elektoda itu sendiri
Suhu Temperatur Puncak (Peak Temperature)
• Untuk memprediksi atau menginterpretasikan transformasi metalurgi yang terjadi
berkaitan dengan masalah; peleburan, pembentukan austenite (austenitization),
rekristalisasi dan lainnya pada daerah dimana posisi wilayah material padat terdekat
dengan wilayah lasan. Memerlukan informasi seperti : temperature maksimum pada
lokasi tertentu. Suhu maksimum ini dapat dihitung dengan persamaan berikut ini;

Dimana:
Tp = suhu maksimum (K) Dimana Hnet = q/v (J/m)
To = suhu awal las (K) Sedangkan panas atau energy untuk
e = bilangan natural sebuah las busur adalah Q= ƞEI
ρ = masa jenis (g/mm3)
c = panas jenis logam induk (J/(gK))
h = tebal logam induk (mm)
y = sama dengan nol pada batas las,
dimana Tp =To Tm = suhu cair logam induk (K)
Hnet = masukan panas (J/mm)
Laju pendinginan (Cooling Rates)
• Struktur akhir metallurgi las dari sambungan las
sangat dipengaruhi laju pendinginan dari suhu
maksimum selama proses pengelasan.
• Laju pendinginan akan mempengaruhi kekasaran,
kehalusan dan keseragaman dari struktur mikro.
• Kecepatan pembekuan yang terlalu cepat pada baja
akan menyebabkan terbentuknya struktur mikro
martensit yang bersifat keras dan getas.
• Selain itu juga mempengaruhi pembentukan dan
sebaran fasa penyusun dari mikrostruktur Fusion
Zone (FZ) dan Heat affected Zone (HAZ).
• Dengan mengetahui laju pendinginan maka dapat R = Laju pendinginan pada posisi tengah (center line) logam las
menentukan struktur mikro yang diinginkan atau (K/s)
yang akan dihindari. Laju pendinginan pada pelat k = konduktifitas termal dari material (J/mm s-1K-1)
yang tebal dapat dihitung dengan persamaan berikut To = Temperatur awal plat (K)
Tc = temperature
dimana laju pendinginan dihitung (K) Hnet = q/v Q = ƞ E I
Laju pendinginan (Cooling Rates)
Waktu Pendinginan
• Pada umumnya waktu pendinginan (cooling time) antara suhu 800-500℃ dipakai
acuan pada pengelasan baja karbon rendah karena pada interval suhu tersebut.
• Terjadi transformasi fasa dari austenite menjadi ferit, bainit atau martensite,
tergantung dengan kecepatan pendinginannya Biasanya waktu pendinginan dinyatakan
dalam notasi ∆t8/5. Dan besarnya biasa dihitung dengan persamaan berikut:

Untuk semi infinite solid (tebal)

untuk plat tak hingga (tipis)

Pelat dikategorikan tebal jika h > hc dan tipis apabila h < hc


Sebagai contoh, baja
struktural, yang paling
banyak digunakan dalam
aplikasi pengelasan, akan
dipertimbangkan dengan
memeriksa diagram (Fe-C)
secara paralel dengan suhu
maksimum yang dicapai
dalam sambungan yang dilas.

You might also like