You are on page 1of 49

Pajak Penghasilan

Nama Anggota Kelompok 3

1. Yossie Novelidhawaty NPM 2221031040


2. Intan Kumala Ratu NPM 2221031024
3. Bella Noviani Pratiwi NPM 2221031007
4. Valentina Rani NPM 2221031001
5. Zam-Zami NPM 2221031035
6. Febby Fadlika Syabila NPM 2221031042
7. Yulia Arum Melati NPM 2221031029
8. Hafizh Billy Anisman NPM 2221031034
9. FadhilahNPM 2221031017
10. M. Ardiles NPM 2221031005
11. Heryawan NPM 2221031041
12. Ines Maharromah Fatmasari NPM 2221031021
13. Diajeng Fitri Wulan NPM 2221031043
14. Rifki Safutra Sianipar NPM 2221031010
15. Nadya Novita NPM 2221031038
16. Diah Miharsi NPM 2221031045
PPH Pasal 15

PPh Pasal 15 adalah pajak penghasilan


yang dikenakan atau dipungut dari wajib
pajak yang bergerak pada industri-industri
tertentu yang ditetapkan dalam UU PPh.
Objek PPh Pasal 15

1. Semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima dari charter
penerbangan dalam negeri
2. Penghasilan yang diperoleh dari pengangkutan orang dan/atau barang termasuk penyewaan kapal,
baik dari Indonesia maupun dari luar negeri untuk usaha pelayaran
3. Semua nilai pengganti atau imbalan berupa uang atau nilai uang dari pengangkutan orang dan/atau
barang yang dimuat dari suatu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia maupun luar negeri untuk
usaha pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri
4. Nilai ekspor bruto yaitu semua nilai pengganti atau imbalan yang diterima atau diperoleh wajib
pajak luar negeri yang punya kantor perwakilan di Indonesia dari penyerahan barang pada orang
pribadi atau badan di Indonesia
5. Jumlah seluruh biaya pembuatan atau perakitan barang tidak termasuk pemakaian bahan baku
Subjek yang dikenakan PPh Pasal 15

● Perusahaan pelayaran
● Perusahaan pelayaran dalam negeri
● Perusahaan pelayaran asing
● Perusahaan maskapai penerbangan internasional
● Perusahaan asuransi asing
● Wajib pajak luar negeri/asing yang memiliki kantor perdagangan perwakilan di
Indonesia tapi tidak memiliki perjanjian bilateral di bawah perjanjian pajak
Indonesia (P3B/Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda)
● Pihak yang melakukan kemitraan dalam bentuk perjanjian bangun-guna-serah
(BOT/build-operate-transfer)
Subjek yang memotong PPh Pasal 15
● Pencharter yang merupakan badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, BUT, atau
perwakilan perusahaan luar negeri lainnya, untuk objek pajak charter penerbangan dalam negeri
● Perusahaan pelayaran yang apabila penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian persewaan atau charter dengan
pemotong pajak, pihak yang membayar atau terutang hasil tersebut wajib melakukan pemotongan pada saat pembayaran
atau terutang
● Bagi perusahaan pelayaran dalam hal penghasilan diperoleh bukan berdasarkan perjanjian persewaan atau charter dengan
pemotong pajak, maka perusahaan pelayaran dalam negeri wajib menyetor sendiri PPh yang terutang
● Dalam hal pengguna jasa adalah bukan pemotong pajak, maka perusahaan pelayaran dalam negeri wajib menyetor sendiri
PPh terutang
● Dalam hal penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian charter, maka pihak yang membayar/mencharter wajib
melakukan pemotongan pada saat pembayaran atau terutang untuk usaha pelayaran/penerbangan luar negeri
● Penghasilan selain berdasarkan perjanjian charter, maka perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri wajib
menyetor sendiri untuk usaha pelayaran/penerbangan luar negeri
● Wajib pajak yang melakukan kegiatan usaha jasa maklon (contract manufacturing) internasional , yang
merupakan wajib pajak badan dalam negeri yang melakukan jasa pembuatan atau perakitan barang berupa produk
mainan anak-anak, dengan bahan-bahan, spesifikasi, petunjuk teknis dan penentuan imbalan jasa dari pihak pemesan
yang berkedudukan di luar negeri dan mempunyai hubungan istimewa dengan wajib pajak. PPh terutang disetor sendiri
oleh wajib pajak.
Pembayaran dan Penyampaian Laporan PPh Pasal 15

Setiap tanggal 20 di bulan yang sama pembayaran penghasilan


diterima, kita harus menyerahkan laporan PPh. Untuk tanggal
jatuh temponya bisa bervariasi, tergantung pada jenis PPh itu
sendiri.
Berikut dijabarkan beberapa di antaranya

● Perusahaan pelayaran wajib bayar paling lambat setiap bulan di tanggal 10. Pembayaran
setelah faktur pajak sudah dibuat.
● Perusahaan pelayaran dalam negeri, pengiriman asing dan/atau perusahaan penerbangan
wajib bayar (diambil oleh pemungut cukai) paling lambat di tanggal 10. Pembayaran
dilakukan di bulan yang sama setelah faktur pajak dibuat. Jika yang Wajib Pajak
membayar langsung, maka pembayaran dilakukan paling lambat tanggal 15 di bulan yang
sama setelah faktur sudah dibuat.
● Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) dengan kantor perwakilan di Indonesia tanpa perjanjian
bilateral di bawah Perjanjian Pajak Indonesia, pajak wajib dibayar di bulan yang sama
setelah menerima penghasilan, selambat-lambatnya di tanggal 15.
● Pihak kemitraan perjanjian bangun-guna-serah (BOT) wajib bayar pajak ini pada bulan di
mana masa BOT sudah selesai. Pembayaran paling lambat di tanggal 15 bulan tersebut.
Tarif PPh Pasal 15

Adapun tarif pajak yang dikenakan dalam PPh Pasal 15 ini juga berbeda. Berbeda-beda
bergantung pada jenis industri bisnis tersebut. Berikut penjabarannya.

● Perusahaan pelayaran dengan laba bersih 6% dari omzet bruto, maka PPh yang dikenakan
sebesar 1,8% omzet bruto.
● Perusahaan pelayaran dalam negeri dengan laba bersih 4% dari omzet bruto, maka PPh
yang dikenakan sebesar 1,2% omzet bruto.
● Perusahaan pelayaran asing dan/atau maskapai penerbangan dengan laba bersih 6% dari
omzet bruto, maka PPh yang dikenakan sebesar 2,64% omzet bruto.
● WPLN dengan kantor perwakilan di Indonesia tanpa perjanjian bilateral di bawah P3B
dengan laba bersih 1% dari Nilai Ekspor Bruto, maka penyelesaian PPh yang dikenakan
sebanyak 0,44% dari Nilai Ekspor Bruto.
● Pihak kemitraan perjanjian bangun-guna-serah dikenakan PPh 5% dari bruto nilai tertinggi
nilai pasar dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
Pajak Penghasilan Pasal 21
Subjek PPH 21
Pengertian
Subjek PPh 21 adalah orang pribadi yang memiliki penghasilan
PPh 21: pemotongan pajak penghasilan WP OP dalam
atas pekerjaan atau kegiatan yang dilakukannya. Namun tidak
negeri ataspekerjaan, jasa, atau kegiatan yang
semua oraang pribadi yang mendapat penghasilan merupakan
dilakukannya.
subjek pajak.

Landasan Hukum: Subjek PPh 21 antara lain terdiri dari:


1. Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983
2. Peraturan Menteri Keuangan No. 252/PMK.03/2008 ❖ Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas
3. Peraturan Dirjen Pajak No. PER-16/PJ/2016 ❖ Bintang film, pemain musik, penyanyi, bintang iklan,
4. Peraturan Menteri Keuangan No. 102/PMK.010/2016 bintang sinetron, pelukis, pemain drama, penari, seniman
5. Peraturan Pemerintah No. 68/2009 lainnya.
6. Peraturan Menteri Keuangan No. 16/PMK.03/2010 ❖ Peneliti, pengarang, dan penerjemah.
7. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja . ❖ Penyedia jasa komputer dan sistem aplikasi, fotografi,
teknik, telekomunikasi, dan penyedia jasa kepanitiaan.
Objek Pajak ❖ Petugas dinas luar asuransi, direct selling, petugas
1.Penghasilan bagi Pegawai Tetap penjaja barangdagangan.
2.Penghasilan bagi Pegawai Tidak Tetap ❖ Dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai
3.Penghasilan bagi Bukan Pegawai pegawai tetapperusahaan atau anggota dewan
4.Penghasilan yang dikenakan PPh 21 Final komisaris.
5.Penghasilan Lainnya ❖ Peserta pertemuan, sidang, konferensi, kunjungan kerja,
dan pesertarapat.
❖ Mantan pegawai.
Mekanisme Perhitungan PPh 21
1.Penghasilan Kena Pajak (PKP) NILAI PTKP
Menurut UU Pajak Penghasilan, Penghasilan Kena
Pajak adalahpengahsilan yang menjadi dasar
perhitungan pajak. PKP didapatdari penghasilan
netto dikurangi Penghasilan Tidak Kena
Pajak(PTKP).

2. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)


Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) merupakan
pendapatanyang tidak dikenai Pajak Penghasilan
seperti yang termuat dalamPPh Pasal 21. Menurut
Direktorat Jenderal Pajak, PenghasilanTidak Kena
Pajak (PTKP) dijelaskan sebagai pengeluaran
untukmemenuhi kebutuhan dasar Wajib Pajak Tambahan tanggungan yang diakui dalam perhitungan PTKP
beserta keluarga, dalamsatu tahun. Nilai adalah anggotakeluarga kandung serta keluarga dalam garis
penghasilan ini tidak dima menjadi keturunan serta anak angkat yang menjadi tanggungan
dasarperhitungan PPh 21. Berdasarkan PMK No. sepenuhnya. Tambahan tanggungan paling banyak 3 orang
101/PMK. 010/2016, Wajib Pajak tidak akan untuk setiap keluarga.
dikenakan pajak penghasilan apabilapenghasilan
Wajib Pajak sama dengan atau tidak lebih
dariRp54.000.000 per tahun.
Tarif Progresif PPh 21 Tarif PTKP
PPH Pasal 22

Objek PPh Pasal 22 menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.010/2017 adalah:
● Impor barang dan ekspor
● Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna
Anggaran (KPA)
● Pembayaran atas pembelian barang dengan mekanisme uang persediaan (UP)
● Pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga
● Pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya BUMN
● Penjualan hasil produksi kepada distributor
● Penjualan kendaraan bermotor
● Penjualan bahan bakar minyak
● Pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul
● Penjualan barang yang tergolong sangat mewah
- Subjek yang dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 22 yaitu badan-badan usaha tertentu, baik milik
pemerintah maupun swasta yang melakukan kegiatan perdagangan ekspor, impor dan re-impor.

- Pemungut PPh Pasal 22 adalah:


1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC)
2. Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)
3. Bendahara pengeluaran
4. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Badan Usaha Milik Negara (BUMN),
5. Industri dan eksportir
7. Industri atau badan usaha yang melakukan pembelian komoditas tambang

- Wajib pajak badan atau perusahaan swasta yang wajib memungut PPh Pasal 22 saat penjualan adalah:
1. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja,
industri otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan hasil produksinya kepada distributor di dalam
negeri;
2. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum
kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri;
3. Produsen atau importir bahan bakar minyak
4. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri baja
5. Wajib pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
Tarif PPh Pasal 22
1. PPh Atas impor:
a. yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API) = 2,5% x nilai impor;
b. non-API = 7,5% x nilai impor;
c. yang tidak dikuasai = 7,5% x harga jual lelang.
1. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah, BUMN/BUMD = 1,5% x harga
pembelian (tidak termasuk PPN dan tidak final.)
3. Atas penjualan hasil produksi ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, yaitu:
a. Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
b. Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
c. Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
d. Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)
3. Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau importir bahan bakar minyak,gas,
dan pelumas, pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final. Selain penyalur/agen bersifat
tidak final
4. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang pengumpul ditetapkan =
0,25 % x harga pembelian (tidak termasuk PPN)
5. Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang menggunakan API = 0,5% x nilai impor.
Cara Penyetoran PPh Pasal 22

1. Pemungutan PPh Pasal 22 atas impor barang dilaksanakan dengan cara


penyetoran oleh importir yang bersangkutan atau Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk
oleh Menteri Keuangan. Penyetoran dilakukan dengan menggunakan Surat
Setoran Pajak.
2. Pemungutan PPh Pasal 22 atas pembelian barang oleh Bendahara Pemerintah
dan KPA, bendahara pengeluaran dan pejabat penerbit Surat Perintah
Membayar, wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui Kantor Pos,
bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak yang telah diisi atas nama rekanan serta
ditandatangani oleh pemungut pajak.
Pajak yang dipotong atas penghasilan dengan nama
dan dalam bentuk apa pun yang berasal dari modal,
penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain
yang telah dipotong PPh Pasal 21.
YANG DIKECUALIKAN DARI PEMOTONGAN PPH PASAL
23

•Bagian laba yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura


dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau
kegiatan di Indonesia dengan syarat badan pasangan usaha tersebut :
·merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan
kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan; dan
·sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
•Sisa Hasil Usaha (SHU) koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada
anggotanya;
•Bunga simpanan yang tidak melebihi jumlah sebesar Rp 240.000,00
setiap bulannya yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;
PPh pasal 23 atas Dividen
–PPh pasal 23 = 15% x Bruto

PPh pasal 23 atas Bunga, Termasuk Premium, Diskonto, dan Imbalan
Sehubungan Dengan Jaminan Pengembalian Utang

–Atas penghasilan berupa bunga dikenakan pemotongan PPh pasal 23 sebesar 15% dari
jumlah bruto
PPh pasal 23 = 15% x Bruto

–Atas penghasilan berupa bunga simpanan Kopersai yang jumlahnya melebihi Rp.
240.000,- dikenakan pemotongan PPh pasal 23 bersifat final ebesar 15% dari jumlah bruto
PPh pasal 23 (final) = 15% x Bruto
Pajak Penghasilan Jenis PPh Pasal 4 ayat (2) atau
PPh Final

Definisi PPh Pasal 4 ayat 2 atau juga disebut PPh


Final adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas
beberapa jenis penghasilan yang didapatkan dan
pemotongan pajaknya bersifat final serta tidak dapat
dikreditkan dengan pajak penghasilan terutang.
Objek PPh Pasal 4 ayat (2)/PPh Final
Objek jenis PPh atau pajak penghasilan pasal 4 ayat (2) atau PPh Final ini dikenakan pada
jenis tertentu dari penghasilan atau pendapatan berupa:

● Penghasilan berupa bunga dari deposito dan jenis-jenis tabungan lainnya serta diskonto
sertifikat Bank Indonesia
● Penghasilan berupa bunga dari obligasi swasta dan obligasi negara (SUN/Surat Utang
Negara)
● Penghasilan berupa bunga dari tabungan yang dibayarkan oleh koperasi kepada
anggota masing-masing
● Penghasilan berupa hadiah berupa lotre/undian
● Penghasilan dari transaksi saham/dividen dan surat berharga lainnya
● Penghasilan dari transaksi industri perdagangan di bursa
● Penghasilan dari transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada
perusahaan mitranya yang diterima oleh perusahaan modal ventura
Objek PPh Pasal 4 ayat (2)/PPh Final
● Penghasilan dari transaksi atas pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan
● Penghasilan dari usaha jasa konstruksi
● Penghasilan dari usaha real estate
● Penghasilan dari sewa atas tanah dan/atau bangunan
● Pendapatan tertentu lainnya, sebagaimana diatur dalam atau
sesuai dengan Peraturan Pemerintah
Subjek yang dikenakan PPh 4 ayat (2)/PPh Final

Jenis PPh Pasal 4 ayat (2) atau PPh Final ini


dikenakan pada wajib pajak badan maupun wajib
pajak pribadi atas beberapa jenis penghasilan yang
mereka dapatkan dan pemotongan pajaknya bersifat
final.
Subjek pemotong PPh 4 ayat (2)/PPh
Final
1. Wajib Pajak Badan
● Penerbit obligasi atau kustodian selaku agen pembayaran yang ditunjuk
● Perusahaan efek, dealer, atau bank, selaku pedagang perantara dan/atau
pembeli
● Koperasi yang melakukan pembayaran bunga simpanan kepada anggota
koperasi orang pribadi
● Penyelenggara undian
● Pihak yang membayar atau pihak lain yang ditunjuk sekali pembayar dividen
● Pengusaha jasa pada saat pembayaran, dalam hal pengguna jasa merupakan
pemotong pajak
2. Wajib Pajak Orang Pribadi

Sebagai pemungut, wajib pajak orang Pribadi tidak ditunjuk untuk


memotong PPh Pasal 4 ayat (2), di antaranya:

● Disetor sendiri oleh penyedia jasa, dalam hal pengguna jasa


bukan merupakan pemotong pajak
● Bendaharawan atau pejabat yang melakukan pembayaran atau
pejabat yang menyetujui tukar menukar untuk objek pajak
pengalihan hak atas tanah/bangunan
Wajib pajak orang pribadi yang ditunjuk sebagai pemotong jenis PPh
Pasal 4 ayat (2) adalah:
● Akuntan, arsitek, notaris, PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah)
kecuali PPAT tersebut adalah camat, pengacara, dan konsultan
yang melakukan pekerjaan bebas
● Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan
pembukuan, yang telah terdaftar sebagai wajib pajak dalam
negeri
Alur pemotongan PPh 4 ayat (2)

Pajak yang dipotong, dipungut oleh pihak pemberi penghasilan atau dibayar sendiri
oleh pihak penerima penghasilan, penghitungan pajaknya sudah selesai dan tidak
dapat dikreditkan lagi dalam penghitungan PPh pada SPT Tahunan.

Namun jika WP menerima penghasilan yang merupakan objek pemotongan PPh Pasal
4 ayat (2) dan pemberi penghasilan (pemberi kerja) juga merupakan pemotong PPh
Pasal 4 ayat (2), maka atas penghasilan yang diterima akan dipotong
PPh Pasal 4 ayat (2) oleh si pihak pemotong tersebut.

Apabila WP menerima penghasilan yang merupakan objek jenis PPh Pasal 4 ayat (2)
dan pihak pemberi penghasilan adalah orang pribadi (bukan pemotong), maka WP
tersebut wajib menyetor sendiri PPh Pasal 4 ayat (2) tersebut.
Pajak Penghasilan Jenis PPh Final PP 23/2018
Jenis PPh Final ini berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak
Penghasilan Atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki
Peredaran Bruto Tertentu.
a. Objek PPh Final PP 23/2018
Objek yang pajak penghasilan final berdasarkan PP 23 UMKM ini adalah penghasilan dari usaha yang
dijalankan dengan jumlah penghasilan atau omzet/peredaran bruto hingga Rp4,8 miliar dalam setahun.
b. Subjek yang dikenakan PPh Final PP 23/2018
Sedangkan pihak atau subjek yang dikenakan jenis PPh Final PP 23/2018 ini adalah para pelaku usaha
yakni usaha kecil dan menengah (UKM).
c. Subjek pemotong PPh Final PP 23/2018
Pelaku usaha sebagai subjek yang dikenakan jenis PPh Final PP 23/2018 ini menyetorkan sendiri
kewajiban pajaknya setiap bulan pada tahun pajak berjalan.
PPh Pasal 26
Definisi
Pajak yang dikenakan atas penghasilan berasal dari Indonesia yang diterima atau diperoleh WP luar negeri
selain BUT.

Subjek PPh Pasal 26


Merupakan WP luar negeri orang pribadi atau WP organisasi internasional.

Cara Pemenuhan
Kewajiban atas PPh Pasal 26 dapat dipenuhi melalui pemotongan oleh pihak pemberi penghasilan.

Objek PPh Pasal 26


1. Dividen 2. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan 3. Royalti, sewa, dan penghasilan lain 4. Imbalan
sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan 5. Hadiah dan penghargaan 6. Pensiun dan pembayaran berkala
lainnya 7. Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya 8. Keuntungan karena pembebasan utang

Pemotong PPh Pasal 26


Terdiri dari: Badan Pemerintah, Subjek Pajak dalam Negeri, Penyelenggara Kegiatan, Bentuk Usaha Tetap,
dan Perwakilan Perusahaan Luar Negeri.
Saat Terutang, Penyetoran, dan Pelaporan

PPh Pasal 26 terutang di saat yang lebih dahulu terjadi antara akhir bulan
diterimanya penghasilan atau akhir bulan diperolehnya penghasilan

Atas PPh Pasal 26 yang dipotong, wajib disetorkan paling lambat tanggal 10 masa
pajak berikutnya setelah saat terutang.

Pemotong wajib melakukan pelaporan SPT Masa paling lambat 20 hari setelah
masa pajak berakhir.
PPh PASAL 26
TARIF, DASAR DAN SIFAT PENGENAAN

1. 20% dari jumlah bruto, dan bersifat final


2. 20% dari perkiraan penghasilan netto, dan
bersifat final
3. 20% dari PKP setelah pajak, dan bersifat final
PPh PASAL 26
PERKIRAAN PENGHASILAN NETTO
1. Premi asuransi dan premi reasuransi kepada perusahaan asuransi luar
negeri
2. Atas penghasilan penjualan saham perusahaan antara di tax haven
country yang berhubungan istimewa dengan badan atau BUT di
Indonesia

OBJEK PPh 26 BERSIFAT TIDAK FINAL

PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK


BERGANDA (P3B)
PPh Pasal 25

Definisi
Pajak yang dibayar secara angsuran setiap bulannya dalam tahun pajak berjalan
dengan tujuan untuk meringankan beban wajib pajak, mengingat pajak yang terutang
harus dilunasi dalam waktu satu tahun.

Objek PPh Pasal 25


Suatu penghasilan yang diperoleh dari kegiatan usaha yang dilakukan wajib pajak.

Subjek yang dikenakan PPh Pasal 25


Wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha
Wajib pajak badan yang melakukan suatu kegiatan usaha
PPh PASAL 29
Definisi
Pajak penghasilan atau PPh Kurang Bayar yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh, yaitu sisa dari
PPh yang terutang dalam tahun pajak yang bersangkutan dikurangi dengan kredit PPh (jenis PPh Pasal
21, jenis PPh 22, jenis PPh 23, jenis PPh 24) dan PPh Pasal 25.

Subjek PPh Pasal 29


WP orang pribadi dan WP badan.

Objek PPh Pasal 29


Penghasilan kurang bayar Pajak dari SPT Tahunan Pribadi / Badan yang bersangkutan.

Aturan Pelunasan
Wajib pajak wajib melunasi kurang bayar pajak yang terutang tersebut sebelum menyampaikan Surat Pemberitahuan
(SPT) Tahunan PPh.
Jika tahun buku sama dengan tahun kalender, kekurangan pajak itu wajib dilunasi paling lambat 31 Maret bagi wajib
pajak orang pribadi atau 30 April bagi wajib pajak badan setelah tahun pajak berakhir.
TARIF PPh PASAL 29

1. WP Pribadi
- PPh 29 harus dilunasi = PPh masih terhutang-PPh 25
yang sudah dilunasi

1. WP Badan
- PPh 29 harus dilunasi = PPh masih terhutang-PPh 25
yang sudah dilunasi
TERIMAKASIH

You might also like