Professional Documents
Culture Documents
PPH Kelompok 3
PPH Kelompok 3
1. Semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima dari charter
penerbangan dalam negeri
2. Penghasilan yang diperoleh dari pengangkutan orang dan/atau barang termasuk penyewaan kapal,
baik dari Indonesia maupun dari luar negeri untuk usaha pelayaran
3. Semua nilai pengganti atau imbalan berupa uang atau nilai uang dari pengangkutan orang dan/atau
barang yang dimuat dari suatu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia maupun luar negeri untuk
usaha pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri
4. Nilai ekspor bruto yaitu semua nilai pengganti atau imbalan yang diterima atau diperoleh wajib
pajak luar negeri yang punya kantor perwakilan di Indonesia dari penyerahan barang pada orang
pribadi atau badan di Indonesia
5. Jumlah seluruh biaya pembuatan atau perakitan barang tidak termasuk pemakaian bahan baku
Subjek yang dikenakan PPh Pasal 15
● Perusahaan pelayaran
● Perusahaan pelayaran dalam negeri
● Perusahaan pelayaran asing
● Perusahaan maskapai penerbangan internasional
● Perusahaan asuransi asing
● Wajib pajak luar negeri/asing yang memiliki kantor perdagangan perwakilan di
Indonesia tapi tidak memiliki perjanjian bilateral di bawah perjanjian pajak
Indonesia (P3B/Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda)
● Pihak yang melakukan kemitraan dalam bentuk perjanjian bangun-guna-serah
(BOT/build-operate-transfer)
Subjek yang memotong PPh Pasal 15
● Pencharter yang merupakan badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, BUT, atau
perwakilan perusahaan luar negeri lainnya, untuk objek pajak charter penerbangan dalam negeri
● Perusahaan pelayaran yang apabila penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian persewaan atau charter dengan
pemotong pajak, pihak yang membayar atau terutang hasil tersebut wajib melakukan pemotongan pada saat pembayaran
atau terutang
● Bagi perusahaan pelayaran dalam hal penghasilan diperoleh bukan berdasarkan perjanjian persewaan atau charter dengan
pemotong pajak, maka perusahaan pelayaran dalam negeri wajib menyetor sendiri PPh yang terutang
● Dalam hal pengguna jasa adalah bukan pemotong pajak, maka perusahaan pelayaran dalam negeri wajib menyetor sendiri
PPh terutang
● Dalam hal penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian charter, maka pihak yang membayar/mencharter wajib
melakukan pemotongan pada saat pembayaran atau terutang untuk usaha pelayaran/penerbangan luar negeri
● Penghasilan selain berdasarkan perjanjian charter, maka perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri wajib
menyetor sendiri untuk usaha pelayaran/penerbangan luar negeri
● Wajib pajak yang melakukan kegiatan usaha jasa maklon (contract manufacturing) internasional , yang
merupakan wajib pajak badan dalam negeri yang melakukan jasa pembuatan atau perakitan barang berupa produk
mainan anak-anak, dengan bahan-bahan, spesifikasi, petunjuk teknis dan penentuan imbalan jasa dari pihak pemesan
yang berkedudukan di luar negeri dan mempunyai hubungan istimewa dengan wajib pajak. PPh terutang disetor sendiri
oleh wajib pajak.
Pembayaran dan Penyampaian Laporan PPh Pasal 15
● Perusahaan pelayaran wajib bayar paling lambat setiap bulan di tanggal 10. Pembayaran
setelah faktur pajak sudah dibuat.
● Perusahaan pelayaran dalam negeri, pengiriman asing dan/atau perusahaan penerbangan
wajib bayar (diambil oleh pemungut cukai) paling lambat di tanggal 10. Pembayaran
dilakukan di bulan yang sama setelah faktur pajak dibuat. Jika yang Wajib Pajak
membayar langsung, maka pembayaran dilakukan paling lambat tanggal 15 di bulan yang
sama setelah faktur sudah dibuat.
● Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) dengan kantor perwakilan di Indonesia tanpa perjanjian
bilateral di bawah Perjanjian Pajak Indonesia, pajak wajib dibayar di bulan yang sama
setelah menerima penghasilan, selambat-lambatnya di tanggal 15.
● Pihak kemitraan perjanjian bangun-guna-serah (BOT) wajib bayar pajak ini pada bulan di
mana masa BOT sudah selesai. Pembayaran paling lambat di tanggal 15 bulan tersebut.
Tarif PPh Pasal 15
Adapun tarif pajak yang dikenakan dalam PPh Pasal 15 ini juga berbeda. Berbeda-beda
bergantung pada jenis industri bisnis tersebut. Berikut penjabarannya.
● Perusahaan pelayaran dengan laba bersih 6% dari omzet bruto, maka PPh yang dikenakan
sebesar 1,8% omzet bruto.
● Perusahaan pelayaran dalam negeri dengan laba bersih 4% dari omzet bruto, maka PPh
yang dikenakan sebesar 1,2% omzet bruto.
● Perusahaan pelayaran asing dan/atau maskapai penerbangan dengan laba bersih 6% dari
omzet bruto, maka PPh yang dikenakan sebesar 2,64% omzet bruto.
● WPLN dengan kantor perwakilan di Indonesia tanpa perjanjian bilateral di bawah P3B
dengan laba bersih 1% dari Nilai Ekspor Bruto, maka penyelesaian PPh yang dikenakan
sebanyak 0,44% dari Nilai Ekspor Bruto.
● Pihak kemitraan perjanjian bangun-guna-serah dikenakan PPh 5% dari bruto nilai tertinggi
nilai pasar dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
Pajak Penghasilan Pasal 21
Subjek PPH 21
Pengertian
Subjek PPh 21 adalah orang pribadi yang memiliki penghasilan
PPh 21: pemotongan pajak penghasilan WP OP dalam
atas pekerjaan atau kegiatan yang dilakukannya. Namun tidak
negeri ataspekerjaan, jasa, atau kegiatan yang
semua oraang pribadi yang mendapat penghasilan merupakan
dilakukannya.
subjek pajak.
Objek PPh Pasal 22 menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.010/2017 adalah:
● Impor barang dan ekspor
● Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna
Anggaran (KPA)
● Pembayaran atas pembelian barang dengan mekanisme uang persediaan (UP)
● Pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga
● Pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya BUMN
● Penjualan hasil produksi kepada distributor
● Penjualan kendaraan bermotor
● Penjualan bahan bakar minyak
● Pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul
● Penjualan barang yang tergolong sangat mewah
- Subjek yang dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 22 yaitu badan-badan usaha tertentu, baik milik
pemerintah maupun swasta yang melakukan kegiatan perdagangan ekspor, impor dan re-impor.
- Wajib pajak badan atau perusahaan swasta yang wajib memungut PPh Pasal 22 saat penjualan adalah:
1. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja,
industri otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan hasil produksinya kepada distributor di dalam
negeri;
2. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum
kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri;
3. Produsen atau importir bahan bakar minyak
4. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri baja
5. Wajib pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
Tarif PPh Pasal 22
1. PPh Atas impor:
a. yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API) = 2,5% x nilai impor;
b. non-API = 7,5% x nilai impor;
c. yang tidak dikuasai = 7,5% x harga jual lelang.
1. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah, BUMN/BUMD = 1,5% x harga
pembelian (tidak termasuk PPN dan tidak final.)
3. Atas penjualan hasil produksi ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, yaitu:
a. Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
b. Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
c. Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
d. Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)
3. Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau importir bahan bakar minyak,gas,
dan pelumas, pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final. Selain penyalur/agen bersifat
tidak final
4. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang pengumpul ditetapkan =
0,25 % x harga pembelian (tidak termasuk PPN)
5. Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang menggunakan API = 0,5% x nilai impor.
Cara Penyetoran PPh Pasal 22
● Penghasilan berupa bunga dari deposito dan jenis-jenis tabungan lainnya serta diskonto
sertifikat Bank Indonesia
● Penghasilan berupa bunga dari obligasi swasta dan obligasi negara (SUN/Surat Utang
Negara)
● Penghasilan berupa bunga dari tabungan yang dibayarkan oleh koperasi kepada
anggota masing-masing
● Penghasilan berupa hadiah berupa lotre/undian
● Penghasilan dari transaksi saham/dividen dan surat berharga lainnya
● Penghasilan dari transaksi industri perdagangan di bursa
● Penghasilan dari transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada
perusahaan mitranya yang diterima oleh perusahaan modal ventura
Objek PPh Pasal 4 ayat (2)/PPh Final
● Penghasilan dari transaksi atas pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan
● Penghasilan dari usaha jasa konstruksi
● Penghasilan dari usaha real estate
● Penghasilan dari sewa atas tanah dan/atau bangunan
● Pendapatan tertentu lainnya, sebagaimana diatur dalam atau
sesuai dengan Peraturan Pemerintah
Subjek yang dikenakan PPh 4 ayat (2)/PPh Final
Pajak yang dipotong, dipungut oleh pihak pemberi penghasilan atau dibayar sendiri
oleh pihak penerima penghasilan, penghitungan pajaknya sudah selesai dan tidak
dapat dikreditkan lagi dalam penghitungan PPh pada SPT Tahunan.
Namun jika WP menerima penghasilan yang merupakan objek pemotongan PPh Pasal
4 ayat (2) dan pemberi penghasilan (pemberi kerja) juga merupakan pemotong PPh
Pasal 4 ayat (2), maka atas penghasilan yang diterima akan dipotong
PPh Pasal 4 ayat (2) oleh si pihak pemotong tersebut.
Apabila WP menerima penghasilan yang merupakan objek jenis PPh Pasal 4 ayat (2)
dan pihak pemberi penghasilan adalah orang pribadi (bukan pemotong), maka WP
tersebut wajib menyetor sendiri PPh Pasal 4 ayat (2) tersebut.
Pajak Penghasilan Jenis PPh Final PP 23/2018
Jenis PPh Final ini berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak
Penghasilan Atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki
Peredaran Bruto Tertentu.
a. Objek PPh Final PP 23/2018
Objek yang pajak penghasilan final berdasarkan PP 23 UMKM ini adalah penghasilan dari usaha yang
dijalankan dengan jumlah penghasilan atau omzet/peredaran bruto hingga Rp4,8 miliar dalam setahun.
b. Subjek yang dikenakan PPh Final PP 23/2018
Sedangkan pihak atau subjek yang dikenakan jenis PPh Final PP 23/2018 ini adalah para pelaku usaha
yakni usaha kecil dan menengah (UKM).
c. Subjek pemotong PPh Final PP 23/2018
Pelaku usaha sebagai subjek yang dikenakan jenis PPh Final PP 23/2018 ini menyetorkan sendiri
kewajiban pajaknya setiap bulan pada tahun pajak berjalan.
PPh Pasal 26
Definisi
Pajak yang dikenakan atas penghasilan berasal dari Indonesia yang diterima atau diperoleh WP luar negeri
selain BUT.
Cara Pemenuhan
Kewajiban atas PPh Pasal 26 dapat dipenuhi melalui pemotongan oleh pihak pemberi penghasilan.
PPh Pasal 26 terutang di saat yang lebih dahulu terjadi antara akhir bulan
diterimanya penghasilan atau akhir bulan diperolehnya penghasilan
Atas PPh Pasal 26 yang dipotong, wajib disetorkan paling lambat tanggal 10 masa
pajak berikutnya setelah saat terutang.
Pemotong wajib melakukan pelaporan SPT Masa paling lambat 20 hari setelah
masa pajak berakhir.
PPh PASAL 26
TARIF, DASAR DAN SIFAT PENGENAAN
Definisi
Pajak yang dibayar secara angsuran setiap bulannya dalam tahun pajak berjalan
dengan tujuan untuk meringankan beban wajib pajak, mengingat pajak yang terutang
harus dilunasi dalam waktu satu tahun.
Aturan Pelunasan
Wajib pajak wajib melunasi kurang bayar pajak yang terutang tersebut sebelum menyampaikan Surat Pemberitahuan
(SPT) Tahunan PPh.
Jika tahun buku sama dengan tahun kalender, kekurangan pajak itu wajib dilunasi paling lambat 31 Maret bagi wajib
pajak orang pribadi atau 30 April bagi wajib pajak badan setelah tahun pajak berakhir.
TARIF PPh PASAL 29
1. WP Pribadi
- PPh 29 harus dilunasi = PPh masih terhutang-PPh 25
yang sudah dilunasi
1. WP Badan
- PPh 29 harus dilunasi = PPh masih terhutang-PPh 25
yang sudah dilunasi
TERIMAKASIH