Professional Documents
Culture Documents
Kelompok 15
Terminologi
The American Thoracic Society defines dyspnea as subjective experience of breathing discomfort that consists of qualitatively distinct sensations that vary in intensity. The experience derives from multiple physiological, psychological, social, environtmental factors and may induced secondary physiological & behavioral responses.
Harrison's principles of internal medicine ed 18 p 277
Causes of Dyspnea
Non-contagious
Fibrosing Alveolitis Atelectasis Lung cancer Pleural effusion Pneumoconiosis Pneumothorax Sarcoidosis
Cancer of larynx or pharynx Empty nose syndrome Pulmonary aspiration Epiglotitis Laryngeal edema
Myasthenia gravis Guillain-Barre syndrome Broken ribs Pectus excavatum Costochondritis Ankylosing spondylitis
Psychological conditions
Anxiety Panic attack
Drug
Fentanyl
Other
Pregnancy Carbon monoxide poisoning
Mechanisms of Dyspnea
Cyanosis refers to a bluish colors of the skin and mucous membranes resulting from an increased quantity of reduced Hb or of Hb derivatives in the small blood vessels of those tissues. Usually most marked in the lips, nail beds, ears & malar eminences
Classification : 1. Central cyanosis the SaO2 is reduced or an abnormal Hb derivate is present & the mucous membranes and skin are both affected 2. Peripheral cyanosis is due to the slowing of blood flow & abnormally great extraction of 02 from normally saturated arterial blood
Dipengaruhi oleh : pigmen kulit,ketebalan kulit,warna dan keberadan kapiler kulit. Central cyanosis diketahui ketika SaO2 berkurang hingga 85%; dan pada orang kulit hitam tidak terdeteksi sampai berkurang 75%. Pada orang berkulit gelap,pemeriksaan membran mukosa dan konjunctiva lebih membantu daripada pemeriksaan kulit. Peningkatan reduksi Hb yang menyebabkan sianosis dapat disebabkan oleh peningkatan jumlah darah vena akibat dilatasi venula dan ujung vena atau karena pengurangan saturasi O2 pada kapiler. Umumnya,sianosis baru tampak saat reduksi Hb di kapiler >40g/L (4 g/dL)
Anemia berat : jumlah relatif reduksi Hb pada vena sangat banyak bila dibandingkan dengan jumlah total Hb dalam darah. Namun,karena konsentrasi Hb turun,jumlah Hb yang tereduksi tetap kecil dan karenanya px dengan anemia berat tidak tampak sianosis.
Makin tinggi kandungan total Hb,makin besar tendensi terjadinya sianosis. Polisitemia : cenderung untuk menjadi sianosis pada tingkat SaO2 yang lebih tinggi dibandingkan px dengan nilai hematorit normal.
1 Saturasi oksigen arteri yang menurun. a. Menurunnya tekanan atmosfir ketinggian b. Terganggunya fungsi paru i. Hipoventilasi alveolar ii. Ketidakseimbangan antara ventilasi dan perfusi paru (perfusi dari alveoli yang hipoventilasi) iii. Difusi oksigen yang terganggu c. Shunt anatomik i. Tipe tertentu penyakit jantung congenital ii. Fistula arterio-venous pulmoner iii. Shunt-shunt kecil intrapulmoner multipel. d. Hemoglobin dengan afinitas oksigen yang rendah. 2 Abnormalitas Hemoglobin a. Methemoglobinemia herediter, didapat b. Sulfhemoglobinemia - didapat c. Karboksihemoglobinemia (bukan sianosis yang sesungguhnya)
Sianosis sentral
Sianosis perifer
1. Berkurangnya cardiac output 2. Paparan dingin 3. Redistribusi aliran darah dari ekstremitas 4. Obstruksi arterial 5. Obstruksi vena
Clubbing is changes in the areas under and around the toenails and fingernails that occur with some disorders.
Common symptoms of clubbing:
The nail beds soften. The nails may seem to "float" instead of being firmly attached. The nails forms a sharper angle with the cuticle. The last part of the finger may appear large or bulging. It may also be warm and red. The nail curves downward so it looks like the round part of an upside-down spoon.
Causes
Lung cancer is the most common cause of clubbing. Heart defects that are present at birth (congenital) Chronic lung infections that occur in people with bronchiectasis, cystic fibrosis, or lung abscess Infection of the lining of the heart chambers and heart valves (infectious endocarditis). This can be caused by bacteria, fungi, or other infectious substances interstitial lung disease Celiac disease Cirrhosis of the liver and other liver diseases Dysentery Graves disease Overactive thyroid gland Other types of cancer, including liver, gastrointestinal, Hodgkin's lymphoma
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003282.htm
Pekak : suara perkusi jaringan yang padat seperti pada perkusi daerah jantung, perkusi daerah hepar. Hipersonor/timpani : suara perkusi pada daerah yang lebih berongga kosong, misalnya daerah caverna paru, pada klien asthma kronik.
http://id.scribd.com/doc/20805924/PEMERIKSAAN-FISIK-PARU-2
The term "barrel chest" describes a rounded, bulging chest that resembles the shape of a barrel. Barrel chest isn't a disease, but it may indicate an underlying condition. Some people who have COPD such as emphysema develop a slight barrel chest in the later stages of the disease. It occurs because the lungs are chronically overinflated with air, so the rib cage stays partially expanded all the time. This makes breathing less efficient and aggravates shortness of breath.
http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/seo/expert-answers/barrel-chest/faq-20058419
Wheezing/ Mengi : Bunyi tambahan kontinyu bernada tinggi akibat dari aliran udara yang cepat yang melewati jalan nafasyang mengalami obstruksi. Wheezing ditemui pada asma, emfisema dan bronkitis kronik, dan kadang ditemui pada edem paru. Ronki keringdijumpai pada bronkitis akut atau kronik dan bronkiektasis
http://id.scribd.com/doc/20805924/PEMERIKSAAN-FISIK-PARU-2
Emphysema is a type of COPD involving damage to the air sacs (alveoli) in the lungs. As a result, your body does not get the oxygen it needs. Emphysema makes it hard to catch your breath. You may also have a chronic cough and have trouble breathing during exercise. The most common cause is cigarette smoking.
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/emphysema.html
Vertebrae Thoracica
Sternum
Tulang pipih Lokasi bagian tengah dinding depan thorax 3 bagian :
Manubrium Corpus Processus Xiphoideus
Costa
Tulang pipih panjang Membentuk sebagian besar dinding thorax Terdapat 12 pasang tulang iga Costa : Costa Verae (I - VII) Costa Spuriae (VIII - XII) Costa Vertebrocostalis (VIII X) Costa Fluctuantes (XI XII)
Costa III IX bentuk yang sama Caput costae bersendian dengan corpus vertebrae yang sesuai dengan corpus vertebrae disebelah atasnya. Terdapat tuberculum costae
m. intercostalis internus m. intercostalis intimus m. subcostalis m. transversus thoracis (lapisan dalam) m. Serratus poterior m.levator costalis
Otot Ekstrinsik
F/ menstabilkan dan menggerakan gelang bahu, anggota badan atas, leher Terdiri dari :
M. Pectoralis major M. Pectoralis minor Mm. Scaleni M. Sternocleidomastoideus
Otot pernafasan tambahan pada inspirasi paksa
Persyarafan
12 pasang nervi intercostales
Sistem Respirasi
Fungsional
Bagian konduksi Bagian respiratori
Epitel Respirasi, terdiri dr 5 tipe sel : 1. Cilliated columnar cells 2. Mucous goblet cells 3. Brush cells 4. Basal(short) cells 5. Small granule cells
RONGGA HIDUNG
Terdiri dr struktur : - Vestibule - Fossa nasalis
Mengandung 3 lengkungan tulang menyerupai rak 1. Conchae Superior dilapisi o/ epitel olfactorius 2. Conchae Media 3. Conchae Inferior
Daerah Olfactorius
Terletak pada membran mukosa di pada conchae nasalis superior Epitel silindris bertingkat dengan 3 macam sel: 1. Sel penyokong 2. Sel basal 3. Sel olfactoria ( terletak diantara sel basal dan penyokong ) Pada lamina propria terdapat kelenjar Bowman
Sinus Paranasalis
Terdiri dari :
Dilapisi oleh epitel respirasi yang mengandung sedikit sel goblet Fungsi : menghangatkan udara respirasi
Epiglotis
2 permukaan Lingualis Laringealis
Nasopharynx bagian pertama dr pharynx Dilapisi o/ epitel respiratorius Larynx sal yg menghubungkan pharynx & trachea f/ menghasilkan suara , mencegah masuknya benda asing ke sistem respirasi saat menelan, saluran udara
TRACHEA
Cartilago hyalin berbentuk huruf C,posterior terdapat M.Trachealis 2 pars : membranacea & cartilaginea Tunika mukosa: epitel respirasi& lamina propria Tunika submucosa : jar pengikat longgar& glandula seromukosa Tunika adventitia : cartilago hyalin
BRONKHUS
Bronkhus ekstrapulmonal Bronkhus intrapulmonal
Tunika mukosa :
dilapisi oleh epitel respirasi lamina propia banyak mengandung serat elastis, kolagen, otot polos memisahkan dengan submukosa, kelenjar campur
Tunika submukosa :
Limfosit dan nodulus limfatikus
Tunika adventitia :
Lempeng tulang rawan hyalin dan jaringan pengikat padat
Bronkhus
Bronkhiolus
Epitel respirasi namun sel gobletnya sedikit Lamina propria tipis Tidak memiliki cartilago dan kelenjar campur
Bronkhiolus Terminalis
Epitel selapis silindris mengandung Clara cell (tdk bersilia, memiliki granula sekretoris di apex) Tidak mengandung lempeng tulang rawan, kelenjar bronkhialis dan sel goblet Saluran terkecil u/ menghantarkan udara
Bronchiolus Respiratorius
Epitel selapis kuboid bersilia, makin ke distal silia menghilang Clara cells Di dinding terdapat kantong alveolus Selapis otot polos mengelilingi epitel
Dilapisi sel alveolus gepeng Sel otot pada lamina propria Berkas otot tampak seperti simpul antara alveolus berdekatan Serat otot polos menghilang pada bagian distal
Atrium ujung distal ductus alveolaris Pada 1 atrium tdpt 2 saccus Banyak serat elastis & retikuler
Ductus alveolaris
ALVEOLUS
Dilapisi o/ selapis sel alveolus gepeng Antar alveoli dipisahkan o/ septum interalveolaris
Septum Interalveolaris
2 lapis epitel selapis gepeng yg diantaranya terdapat interstitium Blood air barrier :
2 type sel alveoli Sel type I ( type 1 pneumocyt) a/ sel alveolar gepeng, sgt tipis Sitoplasma mengandung organella yg bergelombol sekitar nukleus Sel type II (type II pneumocyt) a/ sel alveolar besar/ alveolar septal cells Berbentuk bulat,ditemukan dalam kelompok(2/3) Tersebar diantara sel type I
Makrofag Paru
Disebut juga Sel debu Ditemukan di septum interalveolaris & permukaan alveolus Berasal dari monosit sumsum tulang
FAAL RESPIRASI
Rongga hidung faring laring trakea bronkus bronkiolus ductus alveolaris alveolus Saluran nafas dibagi menjadi
Atas hidung s/d faring Bawah laring s/d alveolus
Berdasarkan fungsi :
RONGGA HIDUNG
BRONKIOLUS TERMINALIS
FARING
LARING
TRAKEA
FUNGSI
MENYEDIAKAN SARANA MENGALIRNYA UDARA DARI PARU-PARU & MENYIAPKAN UDARA YG MASUK
BRONKIOLUS RESRIRATORIUS
DUKTUS ALVEOLARIS
SAKUS ALVEOLARIS
PARS RESPIRATORIUS
ALVEOLUS
FUNGSI
BERLANGSUNG PERTUKARAN OKSIGEN & KARBON DIOKSIDDA ANTARA UDARA & DARAH
MEKANISME PERNAFASAN
1. Diafragma bergerak naik turun 2. Depresi dan elevasi tulang iga Pengembangan paru melalui gerak diafragma perubahan 75 % volume intratorakal
OTOT-OTOT PERNAFASAN
2 TIPE PERNAFASAN pernafasan Abdominal pernafasan Thoracal Otot inspirasi utama Otot inspirasi pembantu Otot ekspirasi (passive)
VOLUME PARU
EXPIRATORY RESERVE VOLUME (1.100 ml)
KAPASITAS PARU
VITAL CAPACITY (4.600 ml)
PLEURA
Pleura visceralis cavum interpleuralis Pleura parietalis Fungsi ruang intrathoracal : Lubricatrion Hydraulic traction
DEFINISI
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) : PPOK adalah penyakit paru kronik yg ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya. Bronkitis kronik : Kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak disebabkan penyakit lainnya. Emfisema : Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli.
FAKTOR RESIKO
Genetik Paparan partikel (Merokok aktif/pasif/bekas perokok) Pertumbuhan dan perkembangan paru Stres oksidatif Jenis kelamin Umur Infeksi saluran nafas Status sosioekonomi Nutrisi Komorbiditas
ETIOLOGI
Perokok aktif/pasif maupun bekas perokok Faktor lingkungan : polusi udara (CO2, zat kimia, serbuk kayu, dll) Airway Hyperresponsive Defisiensi antitripsin alfa-1 Immunodeficiency Infeksi saluran nafas berulang
EPIDEMIOLOGI
The National Helath Interview Survey :
Prevalensi emfisema 18kasus/ 1000 populasi Prevalensi bronkitis kronis 34kasus/1000 orang
Merupakan penyebab kematian ke-4 di dunia. Sedangkan pada Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1992 menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab kematian tersering di Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensusppok/ppok.pdf (Perkumpulan Dokter Paru Indonesia) https://www.thoracic.org/clinical/copd-guidelines/forhealth-professionals/definition-diagnosis-and-staging (American Thoracic Society) http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/2301 7/4/Chapter%20II.pdf http://emedicine.medscape.com/article/297664overview http://www.goldcopd.org/guidelines-copd-diagnosisand-management.html
Patogenesis
Patofisiologi
Sesak napas: obstruksi jalan udara (FEV1/FVC <70%) Sianosis: kurangnya suplai oksigen ke jaringan Batuk berdahak: metaplasia epitel pernapasan Mengi: menyempitnya jalan pernapasan Barrel chest: peningkatan compliance paru2 Sela iga melebar: idem
Pria (Epidemiologi) 63 th (F.Predisposisi PPOK). Keluhan sesak napas/dyspnoe(GK PPOK) disertai kebiruan pada bibir/sianosis (Oksigenasi menurun). Anamnesis
Sesak dirasakan bila berjalan > dari 5m / mandi (Dyspnoe ATS Grade 4). Sesak napas/dyspnoe sudah berlangsung selama 9 bulan dan makin lama makin memberat (Progresif >> GK PPOK). 7 hari terakhir bila berjalan ditempat datar sejauh 20m ia harus berhenti dahulu karena merasa sesak napas/dyspnoe d'effort (GK PPOK).
KU : Tampak sakit berat, CM TD : 140/80 mmHg (Hipertensi St I) R : 26x/mnt (Tachypnoe) N : 136x/mnt (Tachycardia) T : 36,7C BB : 55kg TB: 165cm BMI: 20,20 Kepala :Conjungtiva tidak anemis Sklera tidak ikterik Bibir sedikit sianosis
Leher
: tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening dan tidak tampak peningkatan tekanan vena jugularis
Thoraks : Pulmo Inspeksi : Bentuk Barrel chest & pergerakan simetris Palpasi : Sela iga melebar Perkusi : Agak hipersonor Auskultasi : Suara napas melemah. Tidak terdengar suara tambahan
Jantung Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat Palpasi : Iktus cordis sulit diraba Perkusi : Pekak jantung mengecil Auskultasi : Bunyi jantung regular tanpa bising
Abdomen : Lembut, tidak ada nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba Ekstremitas : Tidak ada edema, Clubbing finger (+) sianosis (+)
Pemeriksaan Laboratorium : Hb : 12.5 g/dL (Anemia) Leukosit : 10500 / mm3 (leukositosis) Thrombosit : 280000 / mm3 LED : 25 mm/jam (Inflamasi) Hitung jenis : 0/1/0/71/25/3 Glukosa sewaktu : 110 mg/dL
Foto thorax : kedua paru emphysematous, diaphragma letak rendah, kedua sinus tumpul, jantung agak membesar. Saturasi Oksigen : SaO2 91%, FEV1/FVC < 0,7 dan FEV1 50% tetapi < 80% prediksi
Diagnosis Kerja
Dyspnoe e.c Suspek Penyakit Paru Obstruktif Kronik + anemia ringan
Penatalaksanaan
Tujuan terapi :
Mengurangi progesifitas penyakit Mengurangi gejala Mencegah komplikasi Meningkatkan kualitas hidup penderita
Non Farmakologi
Beri oksigen Transpaltasi paru Edukasi Berhenti merokok
EDUKASI
Ringan
Penyebab dan pola penyakit PPOK yang ireversibel Mencegah penyakit menjadi berat dengan menghindari pencetus, antara lain berhenti merokok Segera berobat bila timbul gejala
Sedang
Menggunakan obat dengan tepat Mengenal dan mengatasi eksaserbasi dini Program latihan fisik dan pernapasan
Berat
Informasi tentang komplikasi yang dapat terjadi Penyesuaian aktivitas dengan keterbatasan Penggunaan oksigen di rumah
Farmakologi
Beta-2 agonis (short acting): meningkatkan siklik adenosin monofosfat (cAMP) intraseluler dan relaksasi otot polos.
Albuterol : 2.5 mg nebulized tiap 20min atau dilanjutkan 10-15 mg/jam Metaproterenol : 20 mg PO 3-4x/hari Levalbuterol : Nebulized solution: 0.63-1.25 mg 34x/hari
Arformoterol : 15 mcg inhaled via nebulization 2x/hari(AM & PM) Indacaterol : 75 mcg inhaled orally 1x/hari
Antikolinergik (glycopyrronium): bersaing dengan asetilkolin reseptor muscarinic postganglionik membesarkan bronchus.
Ipratropium : Nebulizer: 2.5 mL (500 mcg) 34x/hari Tiotropium : 2 oral inhalations of 1 capsule (18 mcg) 1x/hari Aclidinium : 400 mcg (1 actuation) inhaled PO BID
Derivat Xanthine : meningkatkan cAMP intraseluler relaksasi otot polos dan pembuluh darah paru. Theophylline : Aminophylline : 3.125 mg/kg PO 4x/hari Phosphodiesterase-4 Inhibitors : mengurangi kekambuhan dan meningkatkan fungsi paru. Roflumilast : 500 mcg PO 1x/hari
Stage IV (obstruksi sangat parah atau obstruksi moderat dengan bukti kegagalan pernapasan kronis ) :
mengurangi FR short -acting bronkodilator (bila perlu) long-acting bronkodilator rehabilitasi cardiopulmonary glukokortikoid inhalasi jika eksaserbasi berulang terapi oksigen jangka panjang pertimbangkan bedah dan transplantasi paru-paru
PKP
Pencegahan
Tidak Merokok Mengatasi peradangan saluran nafas dgn adekuat( bronchitis chronis, remodelling yg bs sebabkan obstruksi menetap)
Komplikasi
Korpulmonale Pneumotoraks (ada udara di rongga pleura) spontan sekunder Infeksi paru Emphysema Gagal napas.
Prognosis
Prognosis didasarkan pada sistem poin , 4 faktor yang digunakan untuk menentukan skor , sbb: 1. Indeks massa tubuh : lebih besar dari 21 = 0 poin kurang dari 21 = 1 poin..BMI : 20,20 2. FEV1 ( postbronchodilator persen diprediksi ) : lebih besar dari 65 % = 0 poin >50% & <80% 50-64 % = 1 poin 36-49 % = 2 poin kurang dari 35 % = 3 poin
3. Modifikasi Medical Research Council ( MMRC ) skala dyspnea : MMRC 0 = dyspneic pada latihan berat ( 0 poin ) ; MMRC 1 = dyspneic untuk berjalan bukit sedikit ( 0 poin ); MMRC 2 = dyspneic tingkat berjalan tanah , harus berhenti sesekali karena sesak napas ( 1 poin ) ; MMRC 3 = dyspneic setelah berjalan 100 meter atau beberapa menit ( 2 poin ) ; MMRC 4 = tidak bisa meninggalkan rumah , dyspneic melakukan aktivitas hidup sehari-hari ( 3 poin )
4. Enam menit berjalan kaki : lebih besar dari 350 meter = 0 poin ; 250-349 meter = 1 poin ; 150-249 meter = 2 poin ; kurang dari 149 meter = 3 poin
Perkiraan 4 - tahun hidup berdasarkan sistem poin di atas adalah sebagai berikut : 0-2 poin = 80 % 3-4 poin = 67 % 5-6 poin = 57 % 7-10 poin = 18 %
Quo ad vitam : dubia ad bonam Quo ad functionam : dubia ad malam Quo ad sanationam : dubia ad bonam