You are on page 1of 8

Helmi Haris : Kemungkingan penggunaan edible film dari pati tapioka

99

KEMUNGKINAN PENGGUNAAN EDIBLE FILM DARI PATI TAPIOKA


UNTUK PENGEMAS LEMPUK
POSSIBILITY OF USING EDIBLE FILM FROM THE STARCH OF CASSAVA
FOR PACKING OF LEMPUK
Helmi Harris
Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu

ABSTRACT
Objective of the research was to determine the possibility of using edible film from the starch of cassava for packing
lempuk, a kind tradisional food from Bengkulu. Edible film was made based on modified Mendoza method which
addition of glycerol, carboxymethylcellulose and beeswax. Edible film produce tested on its strength againts to relative
humidity variation and was continouslly evaluated until the best film was selected. So that it will be result the most
possible to be further developed. The result indicate that interaction of glycerol 3%, CMC 1% and beeswax 0.5% give
the best characteristics of edible film. Edible film from cassava starch has a good chance to be further develop. The
characteristics of edible film are: Aw 0.456, degree of tranparancy 67.73 percent, thickness of film 0.120 mm, tensile
strength 6.97 kgf/gm, percentage of elongation 72.9% , oxygen gas vapour transmition 0.32 mL m-2.hour, carbondioxyde
gas vapour transmition 0.17 mL m-2.hour and the rate of Water vavour transmition 8.79 g m-2.24 hours. Edible film
which was combination with box (K2) and edible film which combination with box and plastics film can improve shelf life
of lempuk about 25 days for K2 and 44 days for K3 treatment. Shelf life computation through the experiment has a non
significant t-test compare to the self life computation trough the computer simulation method. It shows that the
sinulation program could be used to predicts shelf life of lempuk.

ABSTRAK
Tujuan dari penelitian adalah untuk menentukan kemungkinan penggunaan edible film dari pati tapioka untuk pengepakan
lempuk, suatu makanan tradisional dari Bengkulu. Edible film dibuat berdasarkan pada metode Mendoza yang
dimodifikasi yang ditambah gliserol, karboksimetilselulosa dan lilim lebah. Edible film yang dihasilkan diuji kekuatannya
terhadap variasi kelembaban nisbi dan secara kontinyu dievaluasi sampai diperoleh film yang terbaik. Sehingga hasilnya
dapat dikembangkan lebih lanjut. Hasilnya menunjukkan bahwa interaksi antra gliserol 3% , CMC 1% dan lilin lebah
memberikan karakteristik edible film. Karakteristik edible film dari pati tapioka adalah sebagai berikut: Aw 0.456, derajat
kejernihan 67.73% , ketebalan film 0.120 mm, kuat tarik 6.97 Kgf m-2, persen pemanjangan 72.9% , permeabilitas
terhadap O2 0.32 mL m-2.jam, permeabilitas terhadap CO2 0.17 mL m-2 . jam dan laju transmisi uap air 8.79 g m-2 24 jam.
Edible film dari pati tapioka dapat diaplikasikan untuk pengemas lempuk, dengan umur simpan sekitar 25 hari sampai 44
hari. Umur simpan lempuk menggunakan metode simulasi komputer tidak berbeda nyata secara statistik dengan umur
simpan secara percobaan. Sehingga program komputer metode simulasi ini selanjutnya dapat digunakan untuk
memprediksi umur simpan lempuk yang disimpan.

PENDAHULUAN
Pengemasan telah berkembang sejak
lama. Sebelum manusia membuat kemasan,
alam sendiri telah menyajikan kemasan misalnya jagung terbungkus seludang, buahbuahan terbungkus kulitnya, buah kelapa terlindung baik oleh sabut dan tempurung,

polongan terbungkus kulit polong. Tidak hanya bahan pangan, kosmetik dan barang industri lainnya, bahkan manusiapun menggunakan kemasan sebagai pelindung tubuh dari
gangguan cuaca, supaya tampak lebih anggun
dan menarik.
Fungsi dari pengemas pada bahan pangan
adalah mencegah atau mengurangi kerusakan,

Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Volume 3, No. 2, 2001. Hal. 99-106

melindungai bahan pangan dari bahaya pencemaran serta gangguan fisik seperti gesekan,
benturan dan getaran. Di samping itu pengemasan berfungsi sebagai wadah agar mempunyai bentuk yang memudahkan dalam penyimpanan, pengangkutan dan pendistribusiannya.
Dari segi promosi, pengemas berfungsi sebagai
daya tarik pembeli (Syarief et al. 1988).
Sebelum menentukan pilihan jenis dan
cara pengemasan yang akan digunakan perlu
diketahui dulu persyaratan kemasan yang dibutuhkan. Menurut Syarief et al.. (1988), ada lima syarat yaitu penampilan, perlindungan,
fungsi, harga dan biaya, serta penanganan limbah kemasan.
Dengan adanya persyaratan bahwa kemasan yang digunakan harus ramah lingkungan, maka penggunaan edible film adalah sesuatu yang sangat menjanjikan, baik yang
terbuat dari karbohidrat, lipid, protein maupun
kombinasi dari ketiganya. Keuntungan edible
film adalah dapat melindungi produk pangan,
penampakan asli produk dapat dipertahankan.
dan dapat langsung dimakan dan aman bagi
lingkungan (Kinzel, 1992).
Edible packaging dapat dikelompokkan
menjadi dua bagian, yaitu yang berfungsi sebagai pelapis (coating) dan yang berbentuk
sebagai lembaran (disebut film), sehingga kita
kenal istilah edible coating dan edible film.
Dewasa ini edible coating telah banyak
digunakan untuk pelapis produk daging beku
(Bauer, 1968), makanan semi basah (Torres,
1985), produk konfeksionari, ayam beku, produk hasil laut, sosis, buah-buahan dan obatobatan terutama untuk pelapis kapsul (Krochta,
et al., 1994).
Sedang penggunaan edible film untuk
produk pangan dan penguasaan teknologinya
masih terbatas. Oleh karena itu perlu dikembangkan penelitian yang lebih intensif, karena
edible film sangat potensial digunakan sebagai
pembungkus dan pelapis produk-produk pangan, industri, farmasi, maupun hasil per-tanian
segar.

100

Edible film adalah suatu lapisan tipis yang


dibuat dari bahan yang dapat dimakan, dibentuk untuk melapisi makanan (coating) atau
diletakkan di antara komponen makanan (film)
yang berfungsi sebagai penghalang terhadap
perpindahan massa (misalnya kelembaban,
oksigen, cahaya, lipid, zat terlarut) dan atau
sebagai pembawa aditif serta untuk meningkatkan penanganan suatu makanan (Krochta,
1992).
Komponen penyusun edible packaging
mempengaruhi secara langsung bentuk morfologi maupun karakteristik pengemas yang
dihasilkan. Komponen utama penyusun edible
film dikelompokkan menjadi tiga, yaitu hidrokoloid, lipida dan komposit. Hidrokoloid banyak
diperoleh dari protein utuh, selulosa dan
turunnya, alginat, pektin dan pati. Dari
kelompok lipida yang sering digunakan adalah
lilin asilgliserol dan asam lemak. Komposit
adalah bahan yang didasarkan pada campuran
hidrokoloid dan lipida (Danhowe dan Fennema,
1994).
Istilah umur simpan secara umum mengandung pengertian rentang waktu antara
produk mulai dikemas atau diproduksi sampai
dengan saat dimana mutu produk memenuhi
syarat untuk dikonsumsi (Hine, 1987).
Menurut Labuza (1982), pencantuman
masa kadaluwarsa pada label pangan dalam
kemasan merupakan suatu keharusan, karena
merupakan informasi yang sangat penting bagi
konsumen. Produk dalam kemasan dapat dinyatakan dengan berbagai istilah, misalnya
pack date, yaitu tanggal produk mulai dikemas,
display date, yaitu tanggal prduk mulai disimpan
dalam ruang penyimpanan, pull date atau sell
by date yaitu batas tanggal produk masih layak
umnuk dikonsumsi, best if used by date atau
yang sering disebut used by date, yaitu batas
waktu maksimum produk kon-disinya masih
memenuhi persyaratan mutu dan expiration
date, yaitu batas waktu produk tidak dapat
dikonsumsi.

Helmi Haris : Kemungkingan penggunaan edible film dari pati tapioka

Pada peneliatan ini dikaji kemungkinan


penggunaan edible film dari pati tapioka untuk
pengemas produk pangan lempuk.
Lempuk (dodol durian) merupakan salah
satu jenis makanan tradisional khas Bengkulu
yang sudah dikenal secara luas. Produk ini
biasanya dihidangkan sebagai makanan penyela untuk menjamu tamu-tamu, makanan utama
masyarakat Bengkulu di hari lebaran atau harihari penting lainnya, dan jajanan oleh-oleh bagi
yang bepergian ke daerah lain atau oleh-oleh
tamu domestik maupun mancanegara yang
berkunjung ke Bengkulu (Anonim, 1996).
Lempuk merupakan suatu jenis makanan
tradisional yang diperoleh dari hasil pengolahan durian seperti halnya pembuatan dodol.
Namun dalam proses pembuatannya tidak
dilakukan pemberian bahan tambahan lain
kecuali gula (Anonim, 1996).
Pada umumnya produsen lempuk mengalami kesulitan untuk memproduksi lempuk
dalam jumlah besar dengan masa simpan yang
cukup panjang. Produk ini tidak tahan lama
sampai menunggu musim durian berkutnya,
sehingga terjadi kekosongan suplai pada waktuwaktu tertentu. Di samping itu penam-pilan
produk ini masih kurang menarik, ter-utama
dari cara teknik pengemasan yang masih
sederhana dan belum dilakukan pelabelan yang
mencerminkan nilai gizi, masa kadaluarsa dan
jaminan mutu. Kondisi ini menyebabkan kurang mampu bersaing dengan produk sejenisnya seperti dodol garut, wajik lilin, wingko dan
lain-lain.
Menurut Syarief dan Halid (1993), untuk
menduga penuruan mutu selama penyimpanan
atau dengan kata lain untuk menentukan umur
simpan bahan pangan, ada beberapa metoda
yang dapat digunakan, diantaranya: Metoda
Konvensional, Metoda Akselerasi (waktu dipercepat), Metode Nilai Waktu Paruh.
Penelitian ini bertujuan untuk menguasai
teknik pembuatan edible film dari pati tapioka,
menentukan karakteristik edible film terbaik
yang dihasilkan, serta mengaplikasikan edible

101

film tersebut untuk mengemas produk pangan


dan menentukan umur simpannya.

METODE PENELITIAN
Penelitian telah dilaksanakan di Laboratorium FTDC IPB Bogor, Laboratorium PAU
Pangan dan Gizi IPB Bogor, Laboratorium
Pengemasan Balai Besar Industri Kimia, Pasar
Rebo Jakarta, Bengkel CV. Wira Agro Utama,
Bogor. Penelitian ini berlangsung dari bulan
April 1997 Desember 1998.
Teknik pembuatan edible film
Teknik pembuatan edible film dari pati
tapioka dapat dilihat pada Lampiran 2.
Pengamatan yang dilakukan adalah
Karak-teristik edible film
meliputi: Aw,
metode Aw meter (ASTM, 1983), ketebalan
metode Microcal Messmer (ASTM, 1983),
warna metode Haze meter (ASTM, 1983),
daya renggang (ASTM, 1983), persen pemanjangan (ASTM, 1983), permeabilitas terhadap O2 dan CO2, metode Manometer
(ASTM, 1983), laju transmisi Uap Air, metode
Cawan (ASTM, 1983). Uji Organoleptik Penampakan edible film, metode Consumer
Preference Test Larmond, 1970)
Pengujian Ketahanan Edible film
Edible film diuji ketahanannya terhadap
pengaruh kelembaban udara lingkungan (RH).
Percobaan satu faktor, dengan rancangan
dasar RAKL. Perlakuan terdiri atas 65, 75, 85
dan 95% RH pada suhu ruang. Pengujian
dilaku-kan pada pengamatan awal dan akhir
penyim-panan. Pengamatan yang dilakukan
terhadap karakteristik edible film, yamg
meliputi: Aw, metode Aw meter (ASTM,1983)
dan kuat tarik film (ASTM, 1983). Kondisi RH
lingkungan penyimpanan terbaik, kemudian
digunakan untuk aplikasi penyimpanan tahap
berikutnya.
Aplikasi Pengemasan

Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Volume 3, No. 2, 2001. Hal. 99-106

Pada tahap ini akan ditentukan umur


simpan (used by date) dari lempuk melalui
percobaan dan simulasi komputer.
Penentuan Umur Simpan Melalui
Percobaan
Umur simpan lempuk ditentukan dengan metoda Akselerasi (Labuza, 1982). Edible
film terbaik digunakan untuk mem-bungkus
lempuk yang telah dipersiapkan se-suai dengan
perlakuan, yaitu :K o (tanpa pengemasan), K1
(kemasan tradisional), K2 (kemasan tradisional
+ kotak kertas), dan K3 (kemasan edible film
+ kotak kertas). Selanjutnya produk-produk
yang telah dikemas sesuai dengan perlakuan itu
disimpan pada suhu 25, 30 dan 40C dengan
RH 75 %. Penyimpanan dilakukan selama 30
hari dan setiap 3 hari sekali dilakukan
pengamatan mu-tu dominan di samping nilai gizi
dan mutu organoleptiknya.
Penentuan Umur Simpan dengan Metode
Simulasi

4.
5.
6.
7.

Kadar Amilopektin (%)


Bentuk Granula
Ukuran Granula (m)
Suhu gelatinisasi (C)

102

82.13
Oval
5-35
52-64

Dari hasil pengamatan didapatkan kadar air


pati tapioka yang digunakan adalah 11.54
persen. Kadar air tersebut merupakan kadar
air yang aman selama di penyimpanan (Labuza,
1982). Sedangkan pati tapioka ada-lah 51.36
% dengan kadar amilosa 17.41 % dan
amilopektin 82.13%. Jadi rasio kadar ami-losa
dan amilopektinnya adalah 17.41 : 82.13.
Berdasarkan hasil pemotretan menggunakan
mikroskop polarisasi terlihat bahwa granula pati
tapioka berbentuk mangkuk dan biasanya
kelihatan suatu hilum yang jelas, dengan ukuran
granula berkisar antara 5 35 um atau ratarata 17 um. Sesuai dengan yang dikemukakan
Swinkels (1985) bahwa ukuran dan bentuk dari
granula pati merupakan sifat khas yang khusus
dari suatu jenis pati. Bentuk dari granula pati
ini akan mempengaruhi sifat gelatinasi dari pati,
yaitu berkisar antara 52 - 64 oC.

Edible Film
Dari data penentuan umur simpan
secara percobaan tersebut dapat dibuat
simulasi komputernya. Program Komputer
Pendugaan Umur Simpan Produk dengan
Penerapan Kinetika Arrhenius dapat dilihat
pada lampiran.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat Fisiko-kimia Pati Tapioka
Secara ringkas sifat fisikokimia pati
tapioka dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Sifat Fisiko-kimia Pati Tapioka .
Sifat Fisiko-kimia
1. Kadar air (%)
2. Kadar Pati (%)
3. Kadar Amilosa (%)

Pati Tapioka
11.54
51.36
17.41

Karakteristik edible film


Karakteristik edible film yang dihasilkan
sudah cukup bagus bila dibandingkan dengan
beberapa hasil penelitian yang telah dipublikasikan. Namun laju transmisi terhadap uap air
yang masih cukup tinggi. Hal ini disebab-kan
oleh bahan baku yang digunakan termasuk
kelompok hidrokoloid yang memang bersifat
higroskopis. Sesuai dengan Krochta et al.
(1994) yang menyatakan bahwa film dari hidrokoloid umumnya mempunyai struktur mekanis yang cukup bagus, namun kurang bagus
terhadap penghambatan uap air.
Tabel 2. Karakateristik edible film dari pati
tapioka
Karakteristik edible film

Nilai

Helmi Haris : Kemungkingan penggunaan edible film dari pati tapioka

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Aw
Derajat kejernihan (%)
Ketebalan film (mm)
Kuat tarrik (Kgf m-2)
Persen elongasi (%)
Permeabilitas terhadap O2 (mL
m-2 24 jam-1)
Permeabilitas terhadap CO2
(mL m-2 24 jam-1)
Laju transmisi terhadap uap air
(g m-2 24 jam-1)

0.456
67.73
0.120
6.97
72.9
0.32
0.17
8.79

Sifat Organoleptik
Hasil pengamatan organoleptik menunjukkan bahwa panelis cukup menyukai edible
film yang dihasilkan, yaitu dengan skor berkisar
dari 5.9 - 6.4 dengan rata-rata 6.2 (menarik).
Hal ini menujukkan bahwa edible film dari pati
tapioka ini dapat diterima.
Pengujian Edible film Terhadap Variasi
kelembaban udara lingkungan (RH)
Hasil pengujian ketahanan edible film
terhadap perubahan kelembaban udara (RH)
dapat dilihat pada Tabel 4 dan 5 serta Gambar

103

1 dan 2. Dari hasil pengujian edible film terhadap pengaruh perubahan RH terlihat bahwa
dengan semakin tingginya RH, maka terjadi
peningkatan Aw edible film, sebaliknya kuat
tarik film semakin menurun. Hal ini disebabkan karena edible film dari pati tapioka
termasuk ke dalam kelompok hidrokoloid, yang
bersifat higroskopis. Pada kondisi kan-dungan
uap air yang tinggi, film akan menyerap uap air
dari lingkungannya. Aki-batnya Aw film akan
meningkat (Labuza, 1982). Sebaliknya dengan
meningkatnya Aw film, maka kekuatan ikatanikatan yang mem-bentuk polimer film akan
menurun yang mengakibatkan kekuatan film
akan menurun (Cowd, 1991).
Aplikasi Pengemasan
Kadar Gizi
Kandungan kadar gizi lempuk pada
awal dan akhir penyimpanan dari keempat
perlakuan dapat dilihat dari Tabel 6.
Kandungan gizi lempuk terjadi sedikit penurunan tetapi tidak begitu nyata. Hal ini menunjukkan bahwa ditinjau dari segi mutu gizi,
produk yang disimpan masih baik.

Tabel 3. Hasil penilaian organoleptik terhadap edible film yang dihasilkan

1
Skor penilaian

Panelis
7 8 9 10 11 12

13 14

15

6.1 6.3 5.9 6.1 6.0 6.3 6.2 6.3 6.3 6.2 6.1 6.4 6.2 6.3 6.2 6.2

Tabel 4. Pengaruh perubahan RH lingkungan terhadap rata-rata Aw edible film

Edible film dari


Pati tapioka

65 %
0.471

Nilai Aw pada RH
75%
85%
0.492
0.550

Tabel 5. Pengaruh perubahan RH lingkungan terhadap rata-rata kekuatan film


Nilai kuat tarik (kgf m-2) pada RH

95%
0.625

Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Volume 3, No. 2, 2001. Hal. 99-106

104

Edible film dari

65 %

75%

85%

95%

Pati tapioka

9.2

8.5

6.5

4.7
Pati tapioka

0.65
0.6
Aw

Kuat tarik film (kgf/m )

10

0.7

0.55

Patitapioka

0.5
0.45
0.4
65%
75%
85%
95%
Kelembabanudara,RH(%)
Gambar 1. Pengaruh perubahan Aw lingkungan
akibat variasi RH lingkungan

Tabel 6. Kandungan Kadar Gizi Lempuk pada


awal dan akhir penyimpanan.
Kandungan Gizi
Kadar air (g)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Serat Kasar (g)
Kadar abu (g)
Fosfor (mg)
Besi (mg)
Kalium (mg)
Kalsium (mg)
Vitamin C (mg)

Awal
15.3
2.9
3.9
52.3
1.4
23.2
0.64
1.1
61.4
24.1
21

Perlakuan
Ko K1 K2 K3
15.2 14.9 14.7 14.3
2.6 2.6 2.7 2.7
3.5 3.5 3.5 3.5
51.2 51.7 51.8 51.9
1.4 1.4 1.4 1.4
0.62 0.62 0.63 0.63
1.0 1.0 1.0 1.0
58.0 58.4 58.7 58.8
25.7 25.9 25.9 25.9
15
17 17
18

Pengujian Organoleptik
Hasil analisis statistik dari pengujian
organoleptik terhadap kemasan lempuk dapat
dilihat pada Tabel 7. Dari hasil uji DMRT
0,001 diketahui antara perlakuan berbeda
sangat nyata terhadap penerimaan kemasan
lempuk. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian disain kemasan yang lebih menarik
dengan pencantuman beberapa informasi yang

9
8
7
6
5
4
65%

75%

85%

95%

Kelembaban udara, RH (%)


Gambar 2. Grafik perubahan kuat tarik edible
film akibat variasi RH lingkungan

meng-gambarkan karakteristik produk dapat


mening-katkan penilaian panelis terhadap
produk. Pencantuman label kandung-an nutrisi
dan disain yang menarik dari suatu kemasan
dapat memberikan daya tarik tersendiri bagi
konsumen (Syarief et al.1988)
Tabel 7. Uji Wilayah Berganda Duncan terhadap penilaian organoleptik kemasan
Perlakuan
K3
K2
K1
Ko

Rataan umur simpan (hari)


6.90 a
6.10 b
5.67 c
5.20 d

.Umur Simpan
Untuk menentukan umur simpan lempuk
ditentukan dengan dua cara, yaitu melalui percobaan dan simulasi komputer.
Penentuan Umur Simpan Secara
Percobaan
Hasil percobaan disajikan pada Tabel 8
dan 9. Pada perlakuan tanpa kemasan, tiga
hari setelah penyimpanan lempuk sudah mulai

Helmi Haris : Kemungkingan penggunaan edible film dari pati tapioka

ditumbuhi jamur, sedang pada kemasan tradisional kerusakan terjadi setelah 7 hari penyimpanan dan sewaktu dibuka kemasannya, kertas
minyak lengket dengan bahan yang dikemas
sehingga sulit untuk dilepas. Pemberian kotak
sebagai kemasan sekunder dapat memperpanjang umur simpan lempuk sampai 15 hari. Hal
ini
disebabkan
karena
kemasan
sekunder
mampu memberikan perlindungan terhadap
pengaruh kontaminasi mikroba dari luar, serta
pengaruh langsung kelembaban udara. Perlakuan K3 bahkan mampu memberikan masa
simpan yang lebih lama, yaitu sekitar 25 hari.
Hal ini menunjukkan bahwa edible film yang
digunakan mampu memberikan perlindungan
yang lebih baik.

105

Di samping dapat memperpanjang umur simpan, kemasan edible film dapat dilepas dengan
mudah karena tidak lengket dengan bahan
yang dikemas.
Karena
kemasan
bersifat
edible, maka dapat langsung dimakan bersama
produk yang dikemas tanpa harus dibuang.
Penentuan Umur Simpan Metode Simulasi
Perbandingan hasil perhitungan umur
simpan hasil percobaan dan simulasi komputer
dapat dilihat pada Tabel 9. Hasil uji statistik
menggunakan uji T menunjukkan bahwa Thit (0.639097734) < T- tab (1.812461505).
Hal ini berarti Ho (tidak ada perbedaan data
percobaan dan simulasi komputer) tidak dapat
ditolak. Berarti hasil perhitungan umur sim-pan
secara percobaan tidak berbeda secara statistik
dengan perhitungan umur simpan dengan
simulasi komputer (Steel and Torrie, 1992).
Sehingga flow chart simulasi komputer untuk
perhitungan umur simpan lempuk tersebut
dapat digunakan untuk memprediksi umur
simpan lempuk yang disimpan.

Tabel 8. Uji Wilayah Berganda Duncan


terhadap umur simpan lempuk
Perlakuan
Rataan umur simpan
(hari)
K3
25.07 a
K2
15.29 b
K1
7.12
c
Ko
3.45
d
Tabel 9. Perbandingan umur simpan lempuk secara percobaan dan simulasi komputer
Penentuan umur simpan
1
Percobaan
Simulasi Komputer

Umur simpan (hari)


3
4
5

24.17 27.05 25.46 25.09 24.42 26.93 25.52


24.32 26.84 25.57 24.60 25.06 24.27 25.11
komputer tidak berbeda nyata secara statistik
KESIMPULAN DAN SARAN
dengan umur simpan secara percobaan. SeEdible film dari pati tapioka mempunyai
hingga program komputer metode simulasi
karakteristik Aw 0.456, derajat kejernihan
dapat digunakan untuk memprediksi umur
67.73%, ketebalan film 0.120 mm, kuat tarik
simpan lempuk yang disimpan.
6.97 Kgf m-2, pemanjangan 72.9%, permeabilitas terhadap oksigen 0.32 mL m-2.jam,
SANWACANA
permea-bilitas terhadap CO2 0.17 mL m-2 . jam
-2
dan laju transmisi uap air 8.79 g m 24 jam.
Tulisan ini merupakan sebagian dari Disertasi
Dapat diaplikasikan untuk pengemas lempuk,
pada Program Studi Ilmu Pangan, PPS IPB
dengan umur simpan 25-40 hari. Umur simBogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepan lempuk menggunakan metode simulasi
pada Dirjen Pendidikan Tinggi, Departemen

Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Volume 3, No. 2, 2001. Hal. 99-106

Pendidikan Nasional, yang telah memberikan


biaya penelitian melalui Tim Manajemen Program Doktor (TMPD).

DAFTAR PUSTAKA
Anonim.. 1996. Laporan Tahunan 1995. Kanwil Dep. Perindustrian Prov.Bengkulu.
AOAC. 1982. Official Methods of Analysis.
Assoc Offic Anal Chem. Washington
DC.

ASTM. 1983. Annual Book of ASTM


Standards. American Society for Testing
and Material. Philadelpia.
Bauer, C.D., Neuser G.L. dan H.A. Pinkalla.
October 15, 1968. Us Patent: 3.406.081.
Cowd, M.A. 1991. Kimia Polimer. Penerbit
ITB. Bandung.
Danhowe, G. dan O. Fennema. 1994. Edible
Film and Coating: Characteristic, formation, definitions and testing mathods. Di
dalam Krochta et al., (Ed) Edible Coating
and Film to Improve Food Quality.
Technomic Publ. Co. Inc. Lancaster.
Hine, D.J. 1987. Modern Processing, Packaging and distribution System for food.
Blackie, London.
Kinzel, B. 1992. Protein-rich edible coatings
for foods. Agricultural research. May
1992: 20-21.
Krochta, J.M. 1992. Control of mass transfer
in food with edible coatings and film. Di
dalam: Singh, R.P. dan M.A. Wira
Kartakusumah (Eds,).
Advences in food
Engineering. CRC Press: Boca Raton,
F.L.: 517-538.
Krochta, J.M., Baldwin, E.A. dan M.O.
Nisperos-Carriedo. 1994. Edible coatings

106

and film to improve food Qua-lity.


Technomic. Publi. Co. Inc. USA.
Labuza, T.P. 1982. Open Shelf Life Dating of
Foods. Food Science and Nutrition Press,
Inc. Wesstport. Connecticut.
Larmond, E. 1970. Methods for Sensory
Evaluation of Food. Canada Departement
of Agriculture.
Syarief, R., Santausa, S. dan B.S. Isyana.
1988. Buku dan Monograf Teknologi Pengemasan Pangan. Lab. Rekayasa Proses
Pangan, PAU Pangan dan Gizi IPB.
Bogor.
Syarief , R. dan Y. Halid. 1993. Teknologi
Penyimpanan Pangan. Penerbit Arcan.
Bandung.
Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1995. Prinsip
dan Prosedur Statistik (suatu pendekatan
biometrik). Diterjemahkan oleh Bambang
Sumantri Ed. II dari buku Principles and
Procedures of Statistics. Penerbit PT
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Swinkels. 1985. Sources of Starch, Its Chemistry and Physics. Di dalam Beynum,
G.M.A. dan J.A. Roels. Starch Convertions Technology. Marcel Dekker, Inc.
New York.
Torres, J.A. dan M. Karel. 1985. Microbial
Stabilization of intermediete moisture food
surface III. Effects of surface
preservatives concentrasion anf surface
pH control on microbial stability of an
intermediate moisture cheese analog. J.
Food Proc. Preserv. 9:107-119.
United Soybean Board. 1994. Precursors for
manufacture of soy protein based
thermoplastic compound.
Preliminary
information sheet. November 1994.

You might also like