You are on page 1of 11

PENGARUH TERAPI MUSIK KLASIK TERHADAP TINGKAT DEPRESI

PADA LANSIA DI UNIT REHABILITASI SOSIAL WENING WARDOYO


KECAMATAN UNGARAN KABUPATEN SEMARANG

M. Bambang Marzuki
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran

ABSTRACT

Depression in the elderly is a frequently psycho-geriatric problem and need special attention.
One way to overcome depression in the elderly is by relaxation like listening to classical music. This
study aimed to find the influence of classical music therapy in lowering the level of depression on the
elderly at the Wening Wardoyo Social Rehabilitation Unit Ungaran Ward.
This was a quasi-experimental study with non-equivalent control group design. The
population of this study was all elderly at the Wening Ungaran Social Rehabilitation Unit as many as
96 peoples. Data sampling used purposive sampling technique and obtained 36 respondents. The
levels of depression were measured by using SDG.
The results of this study indicated that before given classical music therapy, the levels of
depression of the respondents were mostly in the category of medium that wee 66.7% for the
intervention group and 61.1% for the control group. The level of depression after given by classical
music therapy in the intervention group was in the category light of 67.7%, whereas in the control
group was in the category of medium of 66.7%. There was a difference in the levels of depression on
elderly in the intervention group (p-value = 0.003) and there was no difference in the level of
depression in the control group (p-value = 0.815). There was an influence of classical music therapy in
lowering the levels of depression in the elderly (p-value = 0.037 < 0.05) in the Wening Wardoyo
Social Rehabilitation Unit Ungaran.
For the officers in the Wening Wardoyo Social Rehabilitation Unit Ungaran it is expected to
apply classical music therapy as an intervention plan in treating depression on the elderly.
Keywords

: Classical music therapy, Elderly, Depression

PENDAHULUAN
Keperawatan gerontik merupakan suatu
bentuk
pelayanan
keperawatan
yang
professional dengan menggunakan ilmu dan
kiat
keperawatan
gerontik,
mencakup
biopsikososial dan spiritual, dimana klien
adalah orang yang telah berusia > 60 tahun,
baik yang kondisinya sehat maupun sakit, yang
bertujuan untuk memenuhi kenyamanan lansia,
mempertahankan
fungsi
tubuh,
serta
membantu lansia menghadapi kematian
dengan tenang dan damai melalui ilmu dan
tekhnik keperawatan gerontik (Maryam, dkk
2011).
Menua identik terjadi pada lanjut usia.
Proses menua merupakan proses sepanjang
hidup, yang ditandai dengan kegagalan tubuh
dalam mempertahankan homeostasis tubuh

terhadap tekanan fisiologis yang menyebabkan


terjadinya perubahan struktur tubuh dan
perubahan fungsional sehingga menyebabkan
adanya gangguan, ketidakmampuan dan sering
terjadi penyakit (Rochman & Aswin, 2001).
Menurut Brunner dan Suddart (2001),
pengertian lansia beragam tergantung kerangka
pandang individu. Orang sehat aktif berusia 35
tahun dapat dianggap tua bagi anaknya dan
tidak muda lagi. Orang sehat aktif berusia 65
tahun mungkin menganggap usia 75 tahun
sebagai permulaan lanjut usia. World Health
Organization (WHO) menyatakan bahwa
lansia adalah kelompok orang yang berumur
60 sampai dengan 74 tahun. Menurut Potter &
Perry (2005) masa dewasa tua (lansia) dimulai
setelah pensiun biasanya antara usia 65-75
tahun. Lansia atau lanjut usia adalah orang
yang telah mencapai usia 60 tahun keatas

Pengaruh Terapi Musik Klasik Terhadap Tingkat Depresi Pada Lansia


Di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Kabupaten Semarang

yang mempunyai hak yang sama dalam


kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara (Suardiman, 2011).
Peningkatan jumlah penduduk lanjut usia
akan membawa dampak terhadap berbagai
aspek kehidupan, baik bagi individu lansia itu
sendiri,
keluarga,
masyarakat
maupun
pemerintah. Implikasi ekonomis yang penting
dari peningkatan penduduk lanjut usia adalah
peningkatan ratio ketergantungan usia lanjut
(ald age ratio dependency) yang disebabkan
kemunduran fisik, psikis, sosial lanjut usia
yang dapat digambarkan melalui tiga tahap
yaitu, kelemahan (impairment), keterbatasan
fungsional
(functional
limitations),
ketidakmampuan
(disability),
dan
keterhambatan (handicap) yang dialami
bersamaan dengan proses kemunduran akibat
proses menua (aging process).
Pada lansia terjadi berbagai perubahan,
meliputi perubahan fisik, mental, spiritual,
psikososial adaptasi terhadap stres mulai
menurun. Pada lanjut usia permasalahan yang
menarik adalah kurangnya kemampuan dalam
beradaptasi secara psikologis terhadap
perubahan yang terjadi pada dirinya.
Depresi pada lansia yang berada di panti
ditandai oleh suasana afek depresif, pesimistis,
gagasan tentang rasa bersalah dan tidak
berguna, gangguan perasaan sedih atau putus
harapan, kesepian, tingkat aktivitas rendah,
kelelahan fisik, gangguan tidur, gangguan
nafsu makan, pandangan masa depan yang
suram dan konsentrasi, gangguan membuat
keputusan, serta keluhan fisik lainnya
(Suardiman, 2011).
Prevelensi depresi pada lansia tinggi
sekali, sekitar 12-36% lansia yang menjalani
rawat jalan mengalami depresi. Angka ini
meningkat menjadi 30-50% pada lansia dengan
penyakit kronis dan perawatan lama yang
mengalami depresi (Mangoenpraspdjo, 2004).
Menurut Kaplan et all, kira-kira 25%
komunitas lanjut usia dan pasien rumah
perawatn ditemukan adanya gejala depresi
pada lansia. Depresi menyerang 10-15% lansia
65 tahun keatas yang tinggal dikeluarga dan
angka depresi meningkat secara drastis pada
lansia yang tinggal di institusi, dengan sekitar
50-75% penghuni perawatan jangka panjang
memiliki gejala depresi ringan sampai sedang
(Stanley & Beare, 2007).
Depresi pada lansia yang tidak ditangani
dapat berlangsung bertahun-tahun dan
dihubungkan dengan kualitas hidup yang jelek,
2

kesulitan dalam fungsi sosial dan fisik,


kepatuhan yang jelek terhadap terapi, dan
meningkatnya morbiditas dan mortalitas akibat
bunuh diri dan penyebab lainnya (Satria,
2008). Faktor-faktor yang menyebab depresi
pada lansia bervariasi. Pertama adalah faktor
psikologis, kedua kerentanan faktor biologi
terhadap depresi, ketiga faktor psikososial dan
faktor budaya (Darmojo & Martono. 2004).
Penatalaksanaan depresi pada lansia yaitu
mencakup terapi biologik dan psikososial.
Terapi biologik antara lain dengan pemberian
obat antidepresan, Elektrokonfulsif Therapy
(ECT), terapi sulih hormon dan Transcranial
Magnetic Stimulation (TMS). Sementara terapi
psikososial bertujuan mengatasi masalah
psikoedukatif, yaitu mengatasi kepribadian
maladaptif, distorsi pola berpikir, mekanisme
koping yang tidak efektif, hambatan relasi
interpersonal. Terapi ini juga dilakukan untuk
mengatasi masalah sosiokultural, seperti
keterbatasan dukungan dari keluarga kendala
terkait faktor kultural, perubahan peran sosial
(Nita, 2008). Terapi yang lain yang termasuk
terapi psikologis ialah terapi musik.
Word
Music
Therapy
Federation
mengemukakan definisi terapi musik yang
lebih menyeluruh yaitu terapi musik adalah
penggunaan musik dan atau elemen musik oleh
seseorang terapis musik yang telah memenuhi
kualifikasi, terhadap klien atau kelompok
dalam proses membangun komunikasi,
meningkatkan relasi interpersonal, belajar,
meningkatkan mobilitas, mengungkapkan
ekspresi, menata diri atau untuk mencapai
tujuan terapi lainnya. Proses ini dirancang
untuk memenuhi kebutuhan fisik, emosi,
mental, sosial, maupun kognitif dalam rangka
upaya pencegahan, rehabilitasi, atau pemberian
perlakuan. Bertujuan mengembangkan potensi
dan atau memperbaiki individu, baik melalui
penataan diri sendiri maupun dalam relasinya
dengan orang lain, agar ia dapat mencapai
keberhasilan dan kualitas hidup yang lebih
baik (Djohan, 2006).
Musik klasik merupakan musik yang
dapat melatih otot-otot dan pikiran menjadi
relaks.
Dengan
mendengarkan
musik,
responden merasakan kondisi yang rileks dan
perasaan yang nyaman. Terapi musik klasik
bertujuan untuk menghibur
para lansia
sehingga meningkatkan gairah hidup dan dapat
mengenang masa lalu yang dapat memberikan
rasa relaksasi pada lansia. Beberapa ahli
menyarankan untuk tidak menggunakan jenis

Pengaruh Terapi Musik Klasik Terhadap Tingkat Depresi Pada Lansia


Di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Kabupaten Semarang

musik tertentu seperti pop, disco, rock and


roll, dan musik berirama keras (anapestic beat)
lainnya, karena jenis musik dengan anapestic
beat (2 beat pendek, 1 beat panjang dan
kemudian pause) merupakan irama yang
berlawanan dengan irama jantung. Musik
lembut dan teratur seperti intrumentalia dan
musik klasik merupakan musik yang sering
digunakan untuk terapi musik (Potter, 2005)
Terapi musik klasik ini bekerja pada otak,
dimana ketika didorong oleh rangsangan dari
luar (terapi musik klasik), maka otak akan
memproduksi zat kimia yang disebut
neuropeptide.
Molekul
ini
akan
menyangkutkan ke dalam reseptor - reseptor
mereka yang ada di dalam tubuh dan akan
memberikan umpan balik berupa ketenangan
dan menjadi rileks (Nicholas & Humenick,
2002).
Keuntugan terapi musik klasik dibanding
terapi yang lain adalah terapi musik mampu
mempengaruhi kemampuan bahasa dan
konsentrasi yang akhirnya berakibat pada
hilangnya kualitas hidup dan peningkatan
konsentrasi.
Sehingga
musik
dapat
mengembalikan kemampuan tersebut pada
penderita depresi. Otak dapat memberitahu
bagaimana cara kerja yang terjadi dalam
musik, baik saat mendengar, menciptakan
ataupun mempertunjukkannya, ini sangat
sederhana karna kerja otak dapat dipicu oleh
perilaku dan perhatian manusia terhadap
kesadaran, pikiran, persepsi dan sejenisnya
(DJohan, 2006).
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan
peneliti pada hari senin tanggal 28 Oktober
2013 di Unit Rehabilitasi Sosial Wening
Wardoyo Ungaran, diperoleh data bahwa
jumlah lansia yang ada di Unit Rehabilitasi
Sosial Wening Wardoyo saat ini yaitu
sebanyak 100 orang didapatkan jumlah lansia
laki-laki sebanyak 28 orang dan perempuan
sebanyak 72 orang. Ketua Unit Rehabilitasi
Sosial Wening Wardoyo mengatakan bahwa
sebagian besar lansia di Unit Rehabilitasi
Sosial Wening Wardoyo mengalami depresi
atau sekitar 70%. Peneliti mengajukan
kuesioner Skala Depresi Geriatrik (SDG) serta
wawancara pada 9 orang lansia yang terdiri
dari 4 laki-laki dan 5 perempuan. Peneliti
mendapatkan 3 orang
lansia mengalami
suasana perasaan sedih, mudah lelah, nafsu
makan berkurang, mengalami gangguan tidur
serta mengatakan diri tidak berdaya. Terdapat
3 orang lansia mengalami rasa pesimistis,

merasa bersalah dan tidak berguna, gangguan


perasaan sedih atau putus harapan, kesepian,
tingkat aktivitas rendah, kelelahan fisik,
gangguan tidur. Terdapat 1 orang lansia
mengalami afek depresif, pesimistis, gagasan
tentang rasa bersalah dan tidak berguna,
gangguan perasaan sedih atau putus harapan,
kesepian, tingkat aktivitas rendah, kelelahan
fisik, gangguan tidur, gangguan nafsu makan,
pandangan masa depan yang suram dan
ketidakmampuan konsentrasi. Para lansia
tersebut mengatakan bahwa depresi yang
mereka alami umumnya disebabkan oleh
beberapa faktor diantaranya kehilangan jabatan
sehingga mereka merasa sudah tidak berguna,
ditinggal keluarga sehingga mereka merasa
kesepian dan tidak ada yang memperhatikan,
mengidap penyakit yang lama dan tidak
kunjung sembuh.
Berdasarkan hasil wawancara dengan
kepala Unit Rehabilitasi Sosial Wening
Wardoyo mengatakan bahwa dalam mengatasi
depresi lansia tersebut pihak panti mengadakan
kegiatan rekreasi setiap satu tahun sekali,
mengadakan kegiatan kerohanian tiga kali
seminggu meliputi Terapi murotal Al-Quran,
dan bimbingan keagamaan yakni pada hari
senin, selasa dan sabtu, selain itu dari pihak
panti juga melakukan kegiatan kemasyarakatan
dan keterampilan pada hari rabu dan kamis,
namun kegiatan ini diakui kepala Unit
Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran
masih belum efektif untuk mengurangi depresi
pada lansia. Terapi musik tidak ada dalam
kegiatan jadwal lansia, terapi musik hanya
dilakukan jika ada
mahasiswa yang
melakukan praktik di Unit Rehabilitasi Sosial
Wening Wardoyo Ungaran yang dilakukan
satu kali dalam seminggu. Melihat fenomena
di atas maka peneliti sangat tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai pengaruh
pemberian terapi Terapi Musik Klasik
Terhadap Tingkat depresi pada lansia di Unit
Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran.
METODOLOGI PENELITIAN
Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan rencana
penelitian yang disusun sedemikian rupa
sehingga peneliti dapat memperoleh jawaban
penelitian. Desain penelitian eksperimen
dipilih jika tujuan penelitian adalah untuk
menjelaskan sesuatu atau hubungan antara
suatu dengan suatu lainnya dari suatu peristiwa

Pengaruh Terapi Musik Klasik Terhadap Tingkat Depresi Pada Lansia


Di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Kabupaten Semarang

yang terjadi karena hasil tindakan (Intervensi)


peneliti. Apabila penelitian di lapangan sulit
untuk dilakukan randomisasi, maka dapat
digunakan Rancangan Eksperimen Semu
(Quasi Eksperiment), jenis desain dalam
penelitian ini mengunakan Non Equivalent
Control Group Design (Notoatmodjo, 2010).
Rancangan desain ini adalah Pre Test-Post
Test Control Group Design.
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini yaitu semua
lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening
Wardoyo Ungaran. Berdasarkan dari data
lansia bulan Januari tahun 2014 di Unit
Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran.
Populasinya sejumlah 96 lansia dengan jumlah
lansia laki-laki sebanyak 26 orang dan
perempuan sebanyak 70 orang.
Tehnik sampling yang digunakan pada
penelitian ini adalah teknik
purposive
sampling, yaitu suatu cara pengambilan sampel
dengan cara memilih sample diantara populasi
sesuai dengan yang dikehendaki peneliti
(tujuan atau masalah dalam penelitian),
sehingga sample tersebut dapat mewakili
karakteristik populasi yang telah dikenal
sebelumnya (Notoatmodjo, 2010).
Kriteria
sampel
dalam
penelitian
keperawatan dapat meliputi kriteria inklusi dan
kriteria eksklusi. Kriteria inklusi dalam
penelitian ini diantaranya: 1) Responden yang
berusia 60 80 tahun, 2) Belum pernah
mendapatkan terapi musik klasik, 3) Bersedia
menjadi responden. Dan kriteria eksklusinya
adalah: 1) Responden yang mengalami
gangguan mental, 2) Responden yang
mengalami gangguan pendengaran, 3)
Responden yang merokok, karena
dapat
mengganggu kosentrasi pada lansia yang
mengalami depresi.
Jadi dalam penelitian ini jumlah sampel
yang digunakan 18 responden untuk setiap
masing-masing kelompok intervensi dan
kelompok kontrol.

SDG berisikan tentang perasaan seperti


kesedihan, harapan, kekecewaan, pesimisme,
perasaan
gagal,
perasaan
berharga,
ketidakpuasan,
perasaan
bersalah,
ketidakpuasan pada diri sendiri, penarikan diri,
ketidakmampuan
membuat
keputusan,
perubahan gambaran diri, kesulitan bekerja,
kelemahan dan anoreksia.
Metode pengumpulan data dalam
penelitian ini meliputi kegiatan observasi dan
wawancara.

Analisa Data
Analisa data yang digunakan adalah
analisa univariat dan analisa bivariat. Analisa
univariat bertujuan untuk menjelaskan atau
mendeskripsikan setiap variabel penelitian.
Adapun variabel yang dianalisis adalah tingkat
depresi lansia sebelum dan sesudah diberikan
terapi musik klasik serta perbedaan tingkat
depresi lansia pada kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol.
Sedangkan untuk analisa
bivariat
dilakukan dengan tujuan untuk menguji
variabel-variabel penelitian yaitu variabel
independen dengan variabel dependen. Hal ini
berguna untuk membuktikan atau menguji
hipotesis yang telah dibuat.
Guna mengetahui adanya pengaruh
pemberian terapi musik klasik terhadap tingkat
depresi pada lansia di unit rehabilitasi sosial
wening wardoyo ungaran sebelum dan sesudah
diberikan terapi musik klasik, maka
menggunakan uji Wilcoxon, yang merupakan
uji statistic non parametrik. Penelitian ini
menggunakan uji Wilcoxon karena data yang
dikumpulkan berasal dari dua sampel yang
saling berhubungan, artinya bahwa satu sampel
akan mempunyai dua data pre test dan post
test. Dalam pengujian hipotesis, kriteria untuk
menolak atau tidak menolak Ho berdasarkan
P-Value adalah sebagai berikut: Jika P-Value
(0,05), maka Ho ditolak, yang berarti ada
pengaruh terapi musik klasik terhadap tingkat
depresi pada lansia di Unit Rehabilitasi Sosial
Wening Wardoyo Ungaran.

Pengumpulan Data
Instrumen
yang
digunakan
untuk
intervensi penelitian adalah alat pemutar musik
dari perangkat MP3 Player yang dihubungkan
dengan sound system yang diputar selama 30
menit dan diberikan selama 7 hari. Daftar
pertanyaan SDG (Skala Depresi Geriatrik)
dengan 15 item pertanyaan digunakan untuk
menilai tingkat depresi pada lansia. Alat ukur
4

Pengaruh Terapi Musik Klasik Terhadap Tingkat Depresi Pada Lansia


Di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Kabupaten Semarang

HASIL PENELITIAN
Analisis Univariat

Gambaran Tingkat Depresi Lansia


Sebelum Diberikan Terapi Musik Klasik
pada Kelompok Intervensi dan Kontrol
Tabel 1
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat
Depresi Lansia Sebelum Diberikan Terapi
Musik Klasik pada Kelompok Intervensi
dan Kelompok Kontrol di Unit Rehabilitasi
Sosial Wening Wardoyo Ungaran, 2014
Intervensi
Kontrol
Tingkat
Depresi Lansia f
(%)
f
(%)
Ringan
5
27,8
4
22,2
Sedang
11
61,1
12
66,7
Berat
2
11,1
2
11,1
Jumlah
18
100
18
100
Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui
bahwa dari 18 responden lansia kelompok
intervensi di Unit Rehabilitasi Sosial Wening
Wardoyo Ungaran, sebelum diberikan terapi
musik klasik, lansia dalam katagori tingkat
depresi sedang, yaitu sejumlah 11 lansia
(61,1%), sedangkan pada kelompok kontrol
juga dalam katagori tingkat depresi sedang,
yaitu sejumlah 12 lansia (66,7%).

Gambaran Tingkat Depresi Lansia


Sesudah Diberikan Terapi Musik Klasik
pada Kelompok Intervensi dan Kontrol
Tabel 2
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat
Depresi Lansia Sesudah Diberikan Terapi
Musik Klasik pada Kelompok Intervensi
dan Kelompok Kontrol di Unit Rehabilitasi
Sosial Wening Wardoyo Ungaran, 2014
Intervensi
Kontrol
Tingkat
Depresi Lansia
f
(%)
f
(%)
Ringan
12
66,7
5
27,8
Sedang
6
33,3
12
66,7
Berat
0
0,0
1
5,5
Jumlah
18
100
18
100
Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui
bahwa sesudah diberikan terapi musik klasik
pada kelompok intervensi, lansia dalam
katagori tingkat depresi ringan, yaitu sejumlah
12 lansia (66,7%), sedangkan pada kelompok
kontrol dalam katagori tingkat depresi sedang,
yaitu sejumlah 12 lansia (66,7%).

Analisis Bivariat
Uji Kesetaraan Tingkat Depresi Lansia
Sebelum
Perlakuan
antara
Kelompok
Intervensi dan Kontrol
Uji kesetaraan dilakukan dengan menguji
tingkat depresi lansia sebelum diberikan
perlakuan antara kelompok intervensi dan
kontrol. Hasil penelitian dikatakan setara atau
homogen apabila tidak ada perbedaan secara
bermakna antara tingkat depresi lansia antara
kelompok intervensi dan kelompok kontrol
sebelum perlakuan (p > 0,05).
Tabel 3. Uji Kesetaraan Tingkat Depresi
Lansia Sebelum Perlakuan antara
Kelompok Intervensi dan Kontrol pada
Lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening
Wardoyo Ungaran, 2014
Variabel
Tingkat
Depresi

Kelompok
Intervensi
Kontrol

N
8
8

Z
-0,298

p-value
0,815

Berdasarkan Tabel 3, dari hasil uji Mann


Whitney didapatkan nilai Z hitung sebesar 0,298 dengan p-value 0,815. Oleh karena
kedua p-value 0,815 > (0,05), maka dapat
disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang
signifikan tingkat depresi lansia sebelum
perlakuan antara kelompok intervensi dan
kelompok kontrol di Unit Rehabilitasi Sosial
Wening Wardoyo Ungaran. Ini menunjukkan
bahwa kedua kelompok dapat dinyatakan
setara atau homogen sebelum dilakukan
perlakuan.
Perbedaan Tingkat Depresi Lansia Sebelum
dan Sesudah Diberikan Terapi Musik Klasik
pada Kelompok Intervensi.
Tabel 4
Perbedaan Tingkat Depresi Lansia Sebelum
dan Sesudah Diberikan Terapi Musik
Klasik pada Kelompok Intervensi di Unit
Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo
Ungaran, 2014
Variabel
Tingkat
Depresi

Perlakuan
Sebelum
Sesudah

N
8
8

Z
-3,000

p-value
0,003

Berdasarkan Tabel 4, dapat diketahui


bahwa dari hasil uji Wilcoxon diperoleh nilai Z
hitung sebesar -3,000 dengan p-value sebesar
0,003. Terlihat bahwa p-value 0,003 <
(0,05), ini menunjukkan bahwa ada perbedaan
yang signifikan tingkat depresi lansia sebelum
dan sesudah diberikan terapi musik klasik pada

Pengaruh Terapi Musik Klasik Terhadap Tingkat Depresi Pada Lansia


Di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Kabupaten Semarang

kelompok intervensi di Unit Rehabilitasi Sosial


Wening Wardoyo Ungaran.
Perbedaan Tingkat Depresi Lansia Sebelum
dan Sesudah Perlakuan pada Kelompok
Kontrol
Tabel 5
Perbedaan Tingkat Depresi Lansia Sebelum
dan Sesudah Perlakuan pada Kelompok
Kontrol di Unit Rehabilitasi Sosial Wening
Wardoyo Ungaran, 2014
Variabel

Perlakuan

p-value

Tingkat
Depresi

Sebelum
Sesudah

8
8

-1,000

0,317

Berdasarkan Tabel 5, dapat diketahui


bahwa dari hasil uji Wilcoxon diperoleh nilai Z
hitung sebesar -1,000 dengan p-value sebesar
0,317. Terlihat bahwa p-value 0,317 >
(0,05), ini menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan tingkat depresi
lansia sebelum dan sesudah perlakuan pada
kelompok kontrol di Unit Rehabilitasi Sosial
Wening Wardoyo Ungaran.
Pengaruh Terapi Musik Klasik terhadap
Tingkat Depresi Lansia
Untuk menguji pengaruh ini, dilakukan
uji perbedaan tingkat depresi lansia sesudah
perlakuan antara kelompok intervensi dan
kontrol di Unit Rehabilitasi Sosial Wening
Wardoyo Ungaran. Jika terdapat perbedaan
diantara kelompok intervensi dan kontrol
setelah perlakuan (p-value < 0,05), maka ada
pengaruh terapi musik klasik terhadap tingkat
depresi lansia, begitupun sebaliknya.
Tabel 6
Pengaruh Tingkat Depresi Lansia Sesudah
Diberikan Terapi Musik Klasik antara
Kelompok Intervensi dan Kelompok
Kontrol di Unit Rehabilitasi Sosial Wening
Wardoyo Ungaran, 2014
Variabel
Tingkat
Depresi

Kelompok
Intervensi
Kontrol

N
8
8

Z
-2,379

p-value
0,037

Berdasarkan Tabel 6, dapat diketahui


bahwa dari uji Mann Whitney, didapatkan nilai
Z hitung = -2,379 dengan p-value sebesar
0,037. Oleh karena p-value 0,037 < (0,05),
maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan
yang signifikan tingkat depresi lansia sesudah
diberikan terapi musik klasik antara kelompok
intervensi dan kelompok kontrol di Unit

Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran.


Ini juga berarti bahwa ada pengaruh yang
signifikan terapi musik klasik terhadap tingkat
depresi pada lansia di Unit Rehabilitasi Sosial
Wening Wardoyo Ungaran.
PEMBAHASAN
Gambaran Depresi Lansia Sebelum Terapi
Musik klasik
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
tingkat depresi lansia pada kelompok
eksperimen sebelum diberikan terapi musik
klasik didapatkan bahwa sebagian besar lansia
mengalami depresi sedang yaitu sebanyak 11
lansia (61,1%), 5 lansia (27,8%) mengalami
depresi ringan, dan 2 lansia (11,1%)
mengalami depresi berat. Begitu juga pada
kelompok kontrol di awal penelitian
didapatkan bahwa sebagian besar lansia
mengalami depresi sedang yaitu sebanyak 12
lansia (66,7%), 4 lansia (22,2%) mengalami
depresi ringan, dan 2 lansia (11,1%)
mengalami depresi berat.
Dapat diartikan bahwa sebagian besar
lansia yang tinggal di panti mengalami depresi
sedang. Depresi adalah gangguan yang dapat
memadamkan semangat hidup. Ini sering
disadari atau dikenali pada lansia dan
mempunyai potensi untuk menghancurkan
kualitas
hidup
itu
sendiri.
Depresi
menghilangkan kesenangan, kegembiraan,
empati dan cinta. Akhirnya hal ini
menyebabkan orang tersebut terisolasi (Lubis,
2009).
Lansia kelompok eksperimen dan kontrol
sebagian besar mengalami depresi sedang
sebanyak 61,1% untuk kelompok eksperimen
dan 66,7% untuk lansia pada kelompok kontrol
dari hasil kuesioner didapatkan 98,4% lansia
mengatakan tidak puas dengan kehidupannya
saat ini, 90,9% lansia banyak meninggalkan
kegiatan dan minat, 45,5% merasa hidupnya
kosong atau hampa, 98% merasa bosan, 36,6%
mempunyai semangat yang baik setiap saat,
90,6% merasa takut sesuatu yang buruk terjadi
padanya, 27,2% merasa bahagia dengan
kehidupannya saat ini, 27,2% merasa tidak
berdaya, 81,8% lebih sering di dalam kamar,
72,7% mempunyai masalah dengan ingatan,
63,6% merasa hidupnya menyenangkan,
36,6% merasa hidup penuh semangat, 9%
merasa putus asa. Berdasarkan hasil
wawancara depresi disebabkan karena
perpisahan dengan keluarga, jarang dikunjungi

Pengaruh Terapi Musik Klasik Terhadap Tingkat Depresi Pada Lansia


Di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Kabupaten Semarang

keluarga sehingga sering merasa kesepian,


merasa bosan, murung, takut sesuatu yang
buruk terjadi pada dirinya, merasa lemah dan
tidak berguna, kehilangan jabatan dan
pekerjaan yang menyebabkan lansia merasa
rendah diri, tidak dihargai. Selain itu juga
disebabkan karena kondisi dan situasi panti
yang tidak sama dengan rumahnya.
Hal ini sejalan dengan pendapat Kaplan
(2010) yang menyatakan bahwa salah satu
penyebab terjadinya depresi pada lansia yaitu
teori psikoedukatif yang merupakan hal-hal
yang dipelajari atau diamati individu pada
orang
tua
usia
lanjut
misalnya
ketidakberdayaan mereka, pengisolasian oleh
keluarga, tidak ada sanak saudara ataupun
perubahan-perubahan fisik yang diakibatkan
oleh proses penuaan dapat memicu terjadinya
depresi pada usia lanjut. Dukungan sosial yang
buruk dihubungkan dengan terjadinya depresi
pada lansia.
Lansia yang mengalami depresi ringan
sebanyak 27,8% pada kelompok intervensi
dan 22,2% pada kelompok kontrol dari hasil
kuesioner didapatkan 60% lansia menyatakan
banyak meninggalkan kegiatan dan minat,
20% merasa hidupnya kosong atau hampa,
80% merasa bosan, 20,6% mempunyai
semangat yang baik setiap saat, 80,6% merasa
takut sesuatu yang buruk terjadi padanya,
20,2% merasa bahagia dengan kehidupannya
saat ini, 40% lebih sering di dalam kamar, 60%
mempunyai masalah dengan ingatan, 20%
merasa tidak berharga, 20% merasa hidup
penuh semangat.
Lansia yang mengalami depresi berat
sebanyak 11,1% pada kelompok intervensi dan
11,1% pada kelompok kontrol dari hasil
kuesioner didapatkan 97,6% lansia mengalami
tidak puas dengan kehidupannya saat ini,
banyak meninggalkan kegiatan atau minat,
merasa hidupnya hampa atau kosong, merasa
takut sesuatu yang buruk terjadi padanya, tidak
berdaya atau putus asa, lebih sering di dalam
kamar, pelupa, merasa tidak berharga, tidak
ada harapan hidup, hal ini disebabkan karena
kehilangan pekerjaan atau jabatan karena
difitnah sehingga akhirnya dia dikeluarkan dari
pekerjaannya, kondisi Panti yang tidak sesuai
dengan lingkungan tempat tinggalnya, ruang
kamar yang sempit, jauh dari keluarga, tidak
mempunyai teman di Panti, dimusuhi oleh
teman di Panti.
Hal ini sejalan dengan pernyataan
Suardiman (2011) yang menyatakan bahwa

depresi pada lansia yang berada di panti


ditandai oleh suasana afek depresif, pesimistis,
gagasan tentang rasa bersalah dan tidak
berguna, gangguan perasaan sedih atau putus
harapan, kesepian, tingkat aktivitas rendah,
kelelahan fisik, gangguan tidur, gangguan
nafsu makan, pandangan masa depan yang
suram dan konsentrasi, gangguan membuat
keputusan, serta keluhan fisik lainnya.
Sebagian besar lansia menyatakan bahwa
mereka merasa kesepian, jauh dari keluarga
dan jarang dikunjungi yang membuat mereka
merasa sedih dan tidak berguna. Sejalan
dengan pendapatnya Lueckenotte (2000) yang
menyatakan bahwa lansia yang berada dalam
Panti dengan berbagai alasan akan merasa
kesepian bila tidak ada kegiatan terorganisir
dan jarangnya dikunjungi oleh keluarga.
Perasaan ini terjadi akibat terputusnya atau
hilangnya interaksi sosial yang merupakan
salah satu faktor pencetus terjadinya depresi
pada lansia.
Depresi pada lansia dapat menjadi
penyakit yang sangat mengganggu kehidupan
sehari-hari, namun depresi pada lansia bisa
diobati dengan beberapa terapi (Lubis, 2009).
Salah satu terapi depresi pada lansia yaitu
dengan terapi musik klasik, dimana terapi
musik klasik yaitu sebagai sebuah aktivitas
terapeutik yang menggunakan musik sebagai
media untuk memperbaiki, memelihara,
mengembangkan mental fisik, dan kesehatan
emosi (Djohan 2009).
Gambaran Depresi Lansia Setelah Terapi
musik klasik
Tingkat depresi lansia pada kelompok
eksperimen yang terdiri dari 18 lansia setelah
dilakukan terapi musik klasik yaitu didapatkan
bahwa 12 lansia (67,7%) mengalami depresi
ringan, 6 lansia (33,3%) mengalami depresi
sedang. Sedangkan tingkat depresi lansia pada
kelompok kontrol yang berjumlah sama
dengan kelompok eksperimen yaitu sebanyak
18 lansia pada akhir penelitian didapatkan
bahwa 5 lansia (27,8%) mengalami depresi
ringan, 12 lansia (66,7%) mengalami depresi
sedang, dan 1 lansia (5,5%) mengalami depresi
berat.
Hasil pengukuran tingkat depresi pada
lansia menggunakan Skala Depresi Geriatrik
(SDG) setelah dilakukan terapi musik klasik
yaitu didapatkan bahwa terdapat penurunan
tingkat depresi pada kelompok eksperimen,
sedangkan tingkat depresi lansia pada

Pengaruh Terapi Musik Klasik Terhadap Tingkat Depresi Pada Lansia


Di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Kabupaten Semarang

kelompok kontrol atau kelompok yang tidak


diberikan terapi musik klasik yaitu tidak
mengalami perubahan.
Data tersebut menunjukkan bahwa terjadi
penurunan yang signifikan terhadap tingkat
depresi pada lansia kelompok eksperimen yaitu
kelompok lansia yang diberikan terapi musik
klasik, dimana setelah diberikan terapi musik
klasik didapatkan 12 lansia (67,7%)
mengalami depressi ringan, 6 lansia (33,3%)
mengalami depresi sedang serta tidak ada
lansia yang mengalami depresi berat yang
sebelumnya didapatkan lansia yang mengalami
depresi ringan yaitu sebanyak 5 lansia
(27,0%), lansia yang mengalami depresi
sedang sebanyak 11 lansia (61,1%), lansia
yang mengalami depresi sebanyak 2 lansia
(11,1%). Lansia kelompok kontrol yaitu lansia
yang mengalami depresi namun tidak
diberikan terapi musik klasik yaitu sebaliknya
tidak menunjukkan adanya perubahan tingkat
depresi, karena terapi musik klasik termasuk
dalam binaural beat yang akan meransang
pusat saraf (otak) tepatnya pada belahan otak
kanan, dimana musik ini memiliki nuansa yang
sejuk dan lembut. Frekuensi ini berisi pesanpesan subliminal (pesan yang hanya bisa
didengar oleh otak bawah sadar), dimana saat
sel otak berdengung dalam frekuensi
gelombang tetha, manusia akan mulai merasa
melayang-layang dan terjadi peningkatan zatzat kimia tubuh yang berguna, salah satunya
adalah serotonin. Serotonin berfungsi untuk
mengotrol suasana hati sehingga kecemasan,
stess, depresi dan kekhawatiran berangsur
menghilang (Campbell, 2001).
Perbedaan Tingkat Depresi Lansia Sebelum
dan Setelah Terapi Musik klasik Pada
Kelompok Eksperimen
Berdasarkan Tabel 4, dapat diketahui
bahwa dari hasil uji Wilcoxon diperoleh nilai Z
hitung sebesar -3,000 dengan p-value sebesar
0,003. Terlihat bahwa p-value 0,003 <
(0,05), ini menunjukkan bahwa ada perbedaan
yang signifikan terhadap tingkat depresi lansia
sebelum dan sesudah diberikan terapi musik
klasik pada kelompok intervensi di Unit
Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran.
Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan tingkat depresi setelah diberikan
terapi musik klasik pada lansia di Unit
Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran.
Terapi musik klasik yang di berikan pada
kelompok perlakuan dapat membuat tubuh
8

lebih rileks sehingga kesulitan mengawali tidur


dapat di atasi dengan treatment ini. Sebelum
diberikan terapi musik klasik pada klompok
eksperimen didapatkan bahwa sebagian besar
lansia mengalami depresi sedang yaitu
sebanyak 11 lansia (61,1%), 5 lansia (27,8%)
mengalami depresi ringan, dan 2 lansia
(11,1%) mengalami depresi berat, dari hasil
koesioner rata-rata lansia mengatakan bosan
dengan kondisi panti yaitu 98%, 98,4%
mengatakan tidak puas dengan kehidupannya,
lansia juga mengatakan jarang melakukan
kegiatan yang ada di panti, setalah diberikan
terapi musik klasik terjadi penurunan tingkat
depresi pada lansia dari depresi sedang ke
depresi ringan,lansia juga mengatakan lebih
bersyukur
dengan kehidupannya
yaitu
sebanyak 22%, lansia lebih nyaman dengan
kondisi panti dan sebagian besar lansia merasa
tidak bosan lagi dengan kehidupan dipanti,
lansia juga aktif melakukan kegiatan yang
ada di panti.
Hal yang sama diperkuat oleh teori
Edmont Jacobksen (1920) dan Mentz (2003),
bahwa musik klasik memberi respon terhadap
ketegangan, respon tersebut menyebabkan
perubahan yang dapat mengontrol aktivitas
sistem saraf otonom berupa pengurangan
fungsi oksigen, frekuensi nafas, denyut nadi,
ketegangan otot, tekanan darah, serta
gelombang alfa dalam otak sehingga mudah
tidur. Terjadinya penurunan tingkat depresi
lansia sesudah di lakukan terapi musik klasik
didukung juga oleh teori Candace Pert bahwa
neuropeptida dan reseptor-reseptor biokimia
yang
dikeluarkan
oleh
hypothalamus
berhubungan erat dengan kejadian emosi. Sifat
riang/rileks mampu mengurangi kadar kortisol,
epeneprin-norepineprin,
dan
hormon
pertumbuhan didalam serum (Nicholas &
Humenick,2002). Unsur-unsur musik yakni
irama, nada dan intensitasnya masuk ke kanalis
auditorius telinga luar yang di salurkan ke
tulang-tulang pendengaran. Musik klasik
mampu mengaktifkan memori yang tersimpan
di limbik dan mempengaruhi system syaraf
otonom melalui neurotransmitter yang akan
mempengaruhi hypothalamus lalu ke hipofisis.
Musik yang telah masuk ke kelenjar
hipofisis mampu memberikan tanggapan
terhadap emosional melalui feedback negative
ke kelenjar adrenal untuk menekan
pengeluaran hormon stress. Masalah mental
berkurang seperti stres berkurang, ketenangan

Pengaruh Terapi Musik Klasik Terhadap Tingkat Depresi Pada Lansia


Di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Kabupaten Semarang

dan menjadi rileks (Nicholas & Humenick,


2002).
Dari fakta diatas dapat disimpulkan
bahwa lansia yang dilakukan terapi musik
klasik dapat menurunkan tingkat depresi yang
dialami, sedangkan lansia yang tidak dilakukan
terapi musik klasik tidak mengalami perubahan
pada tingkat depresi yang dialami.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan
peneliti diperoleh hasil yang diperoleh cukup
memuaskan dengan membandingkan antara
kelompok intervensi dan kelompok kontrol,
maka yang mengalami penurunan tingkat
tingkat yaitu pada kelompok perlakuan saja,
karena pada kelompok kontrol tidak diberikan
terapi musik klasik.
Perbedaan Tingkat Depresi Lansia Sebelum
dan Setelah Terapi Musik Klasik Pada
Kelompok Kontrol
Berdasarkan Tabel 5, dapat diketahui
bahwa dari hasil uji Wilcoxon diperoleh nilai Z
hitung sebesar -1,000 dengan p-value sebesar
0,317. Terlihat bahwa p-value 0,317 >
(0,05), hasil ini menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan terhadap tingkat
depresi lansia sebelum dan sesudah perlakuan
pada kelompok kontrol di Unit Rehabilitasi
Sosial Wening Wardoyo Ungaran.
Lansia kelompok kontrol yaitu kelompok
lansia yang mengalami depresi namun tidak
diberikan terapi musik klasik, pada awal
penelitian
lansia
kelompok
kontrol
menunjukkan suasana perasaan sedih, nafsu
makan berkurang, merasa hidupnya tidak
berharga karena jauh dari kelurga dan jarang
dikunjungi, merasa diri lemah dan tidak
berguna lagi karena sudah tidak bisa bekerja
dan karena penyakit fisik yang dideritanya,
merasa kesepian dan tidak punya keluarga
seperti kebanyakan orang lain, merasa bahwa
orang lain yang tinggal bersama anak dan
keluarganya mempunyai hidup yang lebih baik
dari dirinya, merasa pelupa dan sulit
berkonsentrasi, merasa bahwa hidupnya sudah
tidak ada harapan lagi untuk menjadi lebih
baik serta merasa takut bahwa sesuatu yang
buruk akan terjadi pada dirinya. Tingkat
depresi lansia kelompok kontrol pada akhir
penelitian tidak mengalami penurunan, tetap
menyatakan dan menunujukkan hal yang sama
seperti awal penelitian.
Sejalan dengan pernyataan Lueckenotte
(2000) yang menyebutkan bahwa lansia yang
berada dalam Panti dengan berbagai alasan

akan merasa kesepian bila tidak ada kegiatan


terorganisir dan jarangnya dikunjungi oleh
keluarga. Perasaan ini terjadi akibat
terputusnya atau hilangnya interaksi sosial
yang merupakan salah satu faktor pencetus
terjadinya depresi pada lansia. Depresi pada
lansia merupakan masalah psikogeriatrik yang
sering dijumpai dan perlu mendapat perhatian
khusus. Depresi pada lansia bisa menjadi
penyakit yang sangat mengganggu kehidupan
sehari-hari. Depresi pada lansia yang tidak
ditangani dapat berlangsung bertahun-tahun
dan dihubungkan dengan kualitas hidup yang
jelek, kesulitan dalam fungsi sosial dan fisik,
kepatuhan yang jelek terhadap terapi, dan
meningkatnya morbiditas dan mortalitas akibat
bunuh diri dan penyebab lainnya (Satria,
2008).
Pengaruh Pemberian Terapi Musik klasik
Terhadap Depresi Pada Lansia
Untuk menguji pengaruh ini, dilakukan
uji perbedaan tingkat depresi lansia sesudah
perlakuan antara kelompok intervensi dan
kontrol di Unit Rehabilitasi Sosial Wening
Wardoyo Ungaran. Jika terdapat perbedaan
diantara kelompok intervensi dan kontrol
setelah perlakuan (p-value < 0,05), maka ada
pengaruh terapi musik klasik terhadap tingkat
depresi pada lansia, begitupun sebaliknya.
Berdasarkan Tabel 6, dapat diketahui
bahwa dari uji Mann Whitney, didapatkan nilai
Z hitung = -2,379 dengan p-value sebesar
0,037. Oleh karena p-value 0,037 < (0,05),
maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh
yang signifikan terhadap tingkat depresi pada
lansia sesudah diberikan terapi musik klasik
antara kelompok intervensi dan kelompok
kontrol di Unit Rehabilitasi Sosial Wening
Wardoyo Ungaran.
Setelah pemberian terapi musik klasik
lansia menyatakan bahwa mereka merasa lebih
tenang dengan hidupnya, merasa hidupnya
berarti dan berharga karena masih banyak
orang yang nasibnya tidak lebih baik dari
mereka yang tinggal di Panti. Sedangkan
tingkat depresi lansia kelompok kontrol pada
akhir penelitian tidak mengalami perubahan,
tetap menyatakan dan menunujukkan hal yang
sama seperti awal penelitian. Hal ini
menunjukkan bahwa terapi musik klasik
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
penurunan tingkat depresi lansia.
Musik merupakan getaran udara harmonis
yang di tangkap oleh organ pendengaran dan

Pengaruh Terapi Musik Klasik Terhadap Tingkat Depresi Pada Lansia


Di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Kabupaten Semarang

melalaui saraf di dalam tubuh kita, serta


disampaikan ke susunan saraf pusat.
Gelombang suara musik yang dihantar ke otak
berupa energi listrik melalui jaringan Syaraf
yang akan membangkitkan gelombang otak
yang dibedakan atas frekwensi alfa, beta, tetha,
dan delta. Gelombang alfa membangkitakan
relaksasi, beta terkait dengan aktivitas mental,
gelombang tetha di kaiktan dengan situasi
sters,depresi dan upaya kreativitas. Sedangkan
gelombang delta di hubungkan dengan situasi
mengantuk. Suara musik yang di dengar dapat
mempengaruhi frekwensi gelombang otak
sesuai dengan jenis musik.
Musik yang didengar melalui telinga akan
distimulasi ke otak, kemudian di otak, musik
tersebut akan diterjemahkan menurut jenis
musik dan target yang akan distimulasi.
Menurut (Campbell, cit, Rachmawati, 2005),
musik berinteraksi pada suatu tingkat organik
dengan berbagai macam struktur syaraf. Musik
menghasilkan rangsangan ritmis
yang
kemusian
ditangkap
melalui
organ
pendengaran dan diolah melalui sistem syaraf
dan
kelenjar
yang
selanjutnya
mengorganisasikan
interprestasi
bunyi
kedalam
ritme
internal
pendengarannya.(Reowijiko, cit Rachmawati
2005), menjelaskan bahwa gelombang suara
musik yang dihantarkan ke otak berupa energi
listrik melalui jaringan syaraf akan
membangkitkan gelombang otak yang
dibedakan atas fekuensi alfa, beta, theta, dan
delta. Gelombang alfa membangkitkan
relaksasi, gelombang beta terkait dengan
aktifitas mental, gelombang tetha dikaitkan
dengan situasi stres dan upaya kreatifitas,
sedangkan gelombang delta dihubungkan
dengan situasi mengantuk. Suara musik yang
didengar, dapat mempengaruhi frekuensi
gelombang otak sesuai dengan jenis musiknya.
Lansia yang pada kelompok intervensi
menyatakan bahwa setelah diberikan terapi
musik klasik menjadi lebih tenang dan merasa
lebih nyaman dimana Musik sebagai stimulus
memasuki sistem limbik yang mengatur emosi,
dari bagian tersebut, otak memerintahkan
tubuh untuk merespon musik sebagai
tafsirannya. Jika musik ditafsirkan sebagai
penenang, sirkulasi tubuh, degup jantung,
sirkulasi nafas, dan peredaran nafas pun
menjadi tenang dan Perilaku individupun
menjadi tenang pula ,hal ini dirasakan oleh
lansia yang diberikan terapi musik dimana para
lansia yang diberikan musik klasik tampak
10

lebih tenang dan menikmati alunan melodi


serta ritme musik yang diberikan.
Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan dalam penelitian ini yaitu
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
tingkat depresi lansia tidak ikut dikendalikan
seperti rasa kesepian karena perpisahan dengan
keluarga, jarang dikunjungi keluarga, tidak
nyaman dengan teman-teman di wisma serta
kondisi panti yang tidak sesuai dengan
lingkungan tempat tinggalnya,faktor lain ialah
suara berisik dari lingkungan sekitar
(pedagang) sehingga dapat mengganggu proses
penelitian, meskipun diberikan terapi musik
klasik masih terdapat lansia yang mengalami
depresi.
KESIMPULAN

Tingkat depresi sebelum diberikan


terapi musik klasik pada kelompok
intervensi dan kelompok kontrol sebagian
besar pada katagori sedang yaitu 61,7%
pada kelompok intervensi dan 66,7% pada
kelompok kontrol.
Tingkat depresi sesudah diberikan
terapi musik klasik pada kelompok
intervensi sebagian besar pada katagori
ringan yaitu 66,7%, sedangkan pada
kelompok kontrol pada kategori sedang
(66,7%).
Ada perbedaan terhadap tingkat depresi
lansia sebelum dan sesudah diberikan terapi
musik klasik pada kelompok intervensi (pvalue 0,003) di Unit Rehabilitasi Sosial
Wening Wardoyo Ungaran.
Tidak ada perbedaan terhadap tingkat
depresi lansia pada kelompok kontrol di akhir
penelitian (p-value 0,815) di Unit Rehabilitasi
Sosial Wening Wardoyo Ungaran .
Ada pengaruh pemberian terapi musik
klasik terhadap penurunan tingkat depresi
lansia (p-value 0,037 < (0,05) di Unit
Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran
.
SARAN
Bagi Perawat, Tenaga Kesehatan lainnya
dan Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo,
penelitian ini diharapkan petugas panti lebih
memperhatikan
keadaan
lansia
dan
meningkatkan pelayanan kesehatan pada lansia

Pengaruh Terapi Musik Klasik Terhadap Tingkat Depresi Pada Lansia


Di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Kabupaten Semarang

yang mengalami depresi dengan salah satu


alternatif intervensi yaitu Terapi musik klasik.
Bagi Lansia, hendaknya para lansia lebih
berperan aktif dalam setiap kegiatan yang
diadakan di panti untuk mengurangi terjadinya
depresi.
Bagi Peneliti selanjutnya, diharapkan
dalam penelitian lebih lanjut tentang pengaruh
pemberian terapi musik klasik terhadap
penurunan tingkat depresi pada lansia dapat
dilakukan dengan ikut meneliti faktor-faktor
lain yang mempengaruhi terjadinya depresi
seperti lingkungan sekitar.
DAFTAR PUSTAKA
American Musik Therapy Association.2006.
Music Therapy in The Treatment and
Managemen
to
fpain
.http://www.musictherapy.orgfactsheets.p
ain.pdf. Diakses 02 januari 2010
Azizah, Lilik Marifatul. 2011. Keperawatan
Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Bress, K. K. (2008). The everything health
guide to depression. Avon : Adams
Campbell, Don. (2001) Efek Mozart:
Memanfaatkan kekuatan Musik Untuk
Tubuh. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Nicholas & Humenick. 2002. Cara Kerja


Musik Sebagai Terapi. Jakarta : Salemba
Medika.
Nita. 2008. Penatalaksanaan
Yogyakarta: Graha Ilmu.

Depresi.

Notoadmodjo,
S.
(2010).
Metodologi
penelitian kesehatan. Jakarta : Rineka
Cipta.
Nugroho, W. (2000). Keperawatan gerontik.
Jakarta : EGC
Nursalam, P.S. (2003). Pendekatan praktis
metodologi riset keperawatan. Jakarta :
CV Sagung Seto
Nursalam. (2011). Kosep dan penerapan
metodologi penelitian ilmu keperawatan :
Pedoman skripsi, tesis, dan instrumen
penelitian keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika.
Pandoe,
Wing.
2006. Musik terapi.
http://www.my-opera.com/paw. Diakses
03 maret 2010
Potter. P. A. dan Perry, A.G. (2005).
Fundamental of nursing: concept,
process,and practice. 4/E (Terj. Yasmin
Asih, et al). Jakarta : EGC

Darmodjo & Martono. 2004. Buku Ajar:


Geriatrik (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut).
Jakarta : FKUI.

Rahmawati, Irma. 2008. Perbedaan Tingkat


setres Sebelum dan sesudah Terapi Musik
Pada Kelompok Remaja. Fik Universitas
Padjajaran.

Djohan. 2006. Terapi Musik teori dan aplikasi.


Yogyakarta. Galangpress.

Rochman & Aswin. 2001. Keperawatan


Gerontik. Jakarta : EGC.

Halim, Samuel.,2007. Efek Mozart dan terapi


musik
dalam
dunia
kesehatan.
hhtp://www.tempo.co.id/medika. Diakses
03 maret 2010.

Stanley dan Beare. 2007. Buku Ajar


Keperawatan Gerontik ed. 2. Alih bahasa
Juniarti dan

Kaplan dan Sadock. 2010. Ilmu Kedokteran


Jiwa Darurat. Alih bahasa Wicaksana.
Jakarta : Widya Medika.

Suardiman, S. P. (2011). Psikologi usia lanjut.


Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press

Kuntjoro. 2002. Depresi pada Lanjut Usia.


http://www.e-Psikologi.com.
20
september 2007

Sugiyono.
(2007).
Metode
penelitian
kuantitatif, kualitatif dan R&D. Bandung :
Alfabeta.

Lubis, N. L. (2009). Depresi


psikologis. Jakarta : Kencana.

Sumirta, I. N. (2008). Hubungan antara


aktivitas fisik dengan depresi pada lansia
di panti pelayanan lanjut usia Wana
Seraya Denpasar. Retrieved 2
Oktober,2011, from
http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal.

tinjauan

Lueckenotte, A.G. (2000). Gerontologic


nursing. St-Louis : Mosby-Year Book Inc
Maryam, dkk. 2011. Keperawatan gerontik.
Jakarta : EGC.

Kurnianingsih. Jakarta: EGC.

Pengaruh Terapi Musik Klasik Terhadap Tingkat Depresi Pada Lansia


Di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Kabupaten Semarang

11

You might also like