You are on page 1of 12

JURNAL PSIKOLOGI

VOLUME 40, NO. 2, DESEMBER 2013: 169 – 180

Era Baru Kesehatan Mental Indonesia: sebuah Kisah


dari Desa Siaga Sehat Jiwa (DSSJ)
Alifa Syamantha Putri1, Moya Aritisna2, Afrina E.S. Br. Sagala,
Gartika Nurani Erawan, I Putu Ardika Yana, D. Martiningtyas,
Sarita Matulu, Sustriana Saragih, Niken Kitaka Sari, Nadia Ihsana
Ferhat, Patricia Meta Puspitasari, Yova Tri Yolanda, Subandi
Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada

Abstract. Due to the large number of people with mental illness in Indonesia, traditional treatment
to individuals with mental disorder becomes less effective. Community-based mental health
treatment becomes a more effective and efficient choice in handling the disorder. Desa Siaga Sehat
Jiwa (DSSJ, Mental Health Awareness Village) has comes as a form of community-based mental
health treatment. One of villages in Yogyakarta where the program has been being implemented is
in Selomartani village, Kalasan Sub-district, Sleman Regency. This study aimed to look at the
process of formation, implementation and obstacles of the program in this village, and to provide
advice or suggestions for its improvement. This study used a qualitative approach with narrative
method. Data were retrieved through interviews and focus group discussions. Participants
involved in the study were 19 cadres of the program. Results obtained from the study indicated
that cadres have ability in understanding clearly the system and their roles in the program and
they know the consequences of being a cadre of DSSJ. The new finding obtained during the
research process was the emergence of "compassion fatigue” or “secondary traumatic stress", a
traumatic disorder suffered by the cadre while handling patients.
Keywords: community-based mental health, compassion fatigue, Mental Health Awareness Village

Abstrak. Besarnya jumlah masyarakat dengan gangguan jiwa di Indonesia membuat cara
penanganan masalah gangguan jiwa tradisional secara individual menjadi kurang efektif dalam
proses penanganan gangguan jiwa di Indonesia. Penanganan kesehatan mental berbasis komunitas
menjadi pilihan yang lebih efektif dan efisien dalam proses penanganan gangguan jiwa. Desa
Siaga Sehat Jiwa (DSSJ) yang merupakan perngembangan dari program Desa Siaga hadir sebagai
salah satu bentuk penanganan kesehatan mental berbasis komunitas. Salah satu contoh DSSJ di
daerah Yogyakarta terletak di Desa Selomartani, Kalasan, Sleman. Penelitian ini bertujuan untuk
melihat proses awal pembentukan, penerapan dan kendala DSSJ di Desa Selomartani, Kalasan,
Sleman, Yogyakarta sehingga dapat memberikan rekomendasi ataupun saran guna meningkatkan
program DSSJ agar dapat menjadi lebih baik. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif
dengan metode naratif. Pengambilan data menggunakan wawancara dan diskusi kelompok
terarah. Partisipan yang terlibat dalam penelitian ini adalah 19 orang kader DSSJ di Desa
Selomartani. Hasil yang didapatkan dari penelitian berupa kemampuan kader dalam memahami
secara jelas sistem DSSJ di Desa Selomartani, peran mereka dalam DSSJ dan konsekuensi yang
dihadapi selama menjadi kader DSSJ. Penemuan baru didapatkan selama proses penelitian adalah
“compassion fatigue atau secondary trauma stress” yaitu gangguan traumatis yang dialami oleh
kader dalam penanganan pasien.
Kata kunci: kesehatan mental berbasis masyarakat, mati rasa, Desa Siaga Sehat Jiwa

Lebih dari 450 juta penduduk dunia


1 Korespondensi mengenai isi artikel ini dapat pada saat ini hidup dengan gangguan
melalui: alifa.syamantha@mail.ugm.ac.id jiwa. Hasil penelitian menunjukkan pre-
2 Atau melalui: moya.aritisna@gmail.com
valensi gangguan jiwa di seluruh Indone-

JURNAL PSIKOLOGI 169


PUTRI, DKK.

sia sebesar 11,6% dari populasi orang promosi dan prevensi kesehatan mental
dewasa Indonesia (Retnowati, 2011). Hal masyarakat. Program ini dikembangkan di
ini menunjukkan kurang lebih 1,7 juta Aceh pasca bencana tsunami di Aceh, Nias
penduduk dewasa Indonesia dari 150 juta dan Sumatera Utara oleh para perawat
jiwa mengalami gangguan jiwa emosional yang telah dilatih (Prasetiyawan, dkk.,
dan memerlukan pertolongan dari pro- 2006).
fesional di bidang kesehatan. DSSJ mengajak masyarakat untuk
Prasetiyawan, Viora, Maramis, dan lebih peduli dan lebih tanggap akan
Keliat (2006) menyatakan bahwa pro- kesehatan mental, termasuk deteksi dini
fesional dibidang kesehatan memiliki gangguan jiwa. Pengetahuan masyarakat
pengetahuan yang sangat terbatas tentang tentang kesehatan mental masih belum
kesehatan mental sehingga pelayanan memadai sehingga sering ditemukan ang-
yang dilakukan menjadi kurang optimal. gapan dalam masyarakat bahwa gang-
Hal ini perlu menjadi perhatian pemerin- guan jiwa disebabkan oleh kejadian-
tah karena kesehatan mental merupakan kejadian gaib yang terjadi pada diri seseo-
salah satu aspek yang mendukung kese- rang. Masyarakat memilih me-nangani hal
hatan manusia secara menyeluruh. tersebut dengan mengurung atau mema-
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskes- sung si penderita. Minas dan Diatri (2008)
mas) merupakan tempat pelayanan kese- menyatakan alasan pemasungan banyak
hatan dasar di Indonesia dalam mengim- disebabkan oleh tindak kekerasan yang
plementasikan pelayanan kesehatan men- dilakukan oleh penderita, kekhawatiran
tal yang mudah diakses oleh masyarakat. masyarakat me-ngenai orang yang sering
Desa Siaga Sehat Jiwa (DSSJ) merupakan berjalan-jalan tanpa tentu arah, kemung-
salah satu implementasi dari pelayanan kinan mereka untuk bunuh diri dan ketia-
kesehatan mental dasar dengan konsep daan orang yang berperan sebagai care-
pendekatan community mental health nurse givers.
(Wasniyati, 2013). Community Mental Penelitian yang dilakukan oleh Puteh,
Health Nurse (CMHN) merupakan pro- Marthoenis, dan Minas (2010) menemukan
gram yang diinisiasi oleh para pengajar bahwa pemasungan banyak terjadi di
sekaligus perawat jiwa dari Universitas negara-negara miskin ataupun berkem-
Indonesia dengan tujuan meningkatkan bang serta jarang mendapatkan perhatian
jumlah perawat yang memiliki pengetahu- pemerintah. Penderita gangguan jiwa
an mengenai kesehatan mental. Program sering kali terlambat penanganannya dan
ini terbagi ke dalam tiga level, yaitu: level tidak jarang berujung pada kematian,
dasar, menengah dan lanjutan. Level dasar contohnya depresi yang terlambat untuk
merupakan program selama 10 hari yang dideteksi sehingga berujung pada tindak-
menitikberatkan pada peran perawat da- an bunuh diri. Survei yang dilakukan oleh
lam mendiagnosis permasalahan kesehat- WHO, menunjukkan sekitar 1,6% hingga
an mental dan intervensi keperawatan 1,8% dari 100.000 orang di Indonesia
serta bekerja sama dengan pasien dan melakukan aksi bunuh diri (Subandi,
keluarga. Level menengah merupakan Rochmawati, & Hamsyah, 2011).
program selama 30 hari yang menitik- DSSJ dibentuk agar masyarakat lebih
beratkan pada diagnosis dan manajemen tanggap akan tanda-tanda awal gangguan
gangguan mental umum, isu-isu psikoso- jiwa dan memahami tindakan yang harus
sial, termasuk implementasi konsep DSSJ. dilakukan. Keluarga sering kali memilih
Level lanjutan lebih memfokuskan pada untuk menyerahkan penderita gangguan

170 JURNAL PSIKOLOGI


KESEHATAN MENTAL, DSSJ

jiwa sepenuhnya pada rumah sakit jiwa buat struktur yang jelas (awal, tengah dan
dan lebih banyak mengandalkan obat- akhir) dari berbagai informasi yang dida-
obatan daripada menumbuhkan ling- patkan. Penelitian narasi memungkinkan
kungan psikologis yang dibutuhkan untuk peneliti untuk mengeksplorasi dan meng-
mendukung kesembuhan penderita gang- interprestasi temuan dengan pemahaman
guan jiwa (Dwidiyanti, 2010). Masyarakat yang komprehensif atas kejadian dan
melupakan bahwa lingkungan sosial juga pengalaman yang dialami oleh subjek
mempengaruhi kesembuhan penderita penelitian (Crossley, 2000). Penelitian
gangguan jiwa. DSSJ diharapkan mampu narasi juga memungkinkan eksplorasi atas
membentuk masyarakat yang lebih peduli perkembangan psikologis, pemahaman
dan bersama-sama bertanggungjawab atas diri dan hubungan interpersonal (Gergen,
kesehatan mental satu dengan yang 2001).
lainnya. Banister (dalam Poerwandari, 1998)
Paparan di atas menjadi landasan mengatakan bahwa penelitian kualitatif
peneliti untuk melakukan penelitian yang cenderung dilakukan dengan jumlah ka-
berkaitan dengan dinamika pelaksanaan sus sedikit dengan fokus pada kedalaman
dan peran DSSJ dalam meningkatkan dan proses. Wawancara merupakan perca-
kesejahteraan masyarakat terutama pen- kapan dan tanya jawab yang diarahkan
derita gangguan jiwa. DSSJ merupakan untuk mencapai tujuan tertentu. Wawan-
suatu program yang strategis untuk mem- cara dilakukan kepada koordinator kader
bantu meningkatkan kesejahteraan mental DSSJ Desa Selomartani untuk asesmen
bagi penderita gangguan jiwa. Program awal yang bertujuan melihat kondisi kader
“DSSJ” sudah dilakukan diantaranya di serta gambaran komunitas yang mereka
Kecamatan Kalasan, Desa Selomartani, tangani. Hasil wawancara digunakan
Sleman, Yogyakarta. Penelitian ini diha- sebagai pedoman diskusi kelompok
rapkan mampu memberikan gambaran terarah. Kelompok terarah adalah suatu
mengenai DSSJ sehingga program ini tipe kelompok tertentu dalam arti tujuan,
dapat dikembangkan di Indonesia sebagai besarnya, komposisinya, dan prosedur-
bentuk alternatif penanganan kesehatan nya. Tujuan kelompok ini adalah me-
mental masyarakat. ngumpulkan pendapat suatu kelompok
mengenai suatu hal. Kelompok terarah ini
biasanya terdiri dari tujuh sampai sepuluh
Metode
orang (Krueger, dalam Prawitasari, 2011).
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Prawitasari, Santoso dan Suryawati
Selomartani, Sleman, Yogyakarta. Pene- (dalam Prawitasari, 2011) mengatakan
litian ini menggunakan metode penelitian bahwa yang penting dalam kelompok
kualitatif. Penelitian kualitatif mene- terarah adalah homogenitas anggota.
kankan pada dinamika dan proses yang Homogen disini berarti kelompok terdiri
terjadi (Poerwandari, 1998). Secara khusus, atas sekelompok orang yang mempunyai
penelitian ini menggunakan metode nara- karakteristik tertentu. Subjek penelitian
si. Narasi adalah interpretasi terorganisir berjumlah 19 orang kader DSSJ, Desa
atas sekuensi peristiwa. Ben-tuk penelitian Selomartani, Kalasan, yang dibagi dalam
narasi adalah suatu laporan yang menata dua kelompok diskusi terarah. Masing-
ulang cerita dari narasumber sehingga masing anggota kelompok diskusi terarah
lebih tertata (Murray, 2008). Tertata dalam diberikan kesempatan untuk menceritakan
arti bahwa narasi berusaha untuk mem- kejadian dan pengalaman selama menjadi

JURNAL PSIKOLOGI 171


PUTRI, DKK.

kader DSSJ berkaitan dengan pemeliha- DSSJ di Selomartani, dibentuk oleh


raan kesehatan mental berbasis komunitas Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Grhasia (Yogya-
secara terperinci. Hasil dari wawancara karta) pada tahun 2011. Program ini
dicatat dalam bentuk narasi dan diperinci dibuat setelah melihat adanya pening-
dalam bentuk cerita. katan intensitas gangguan jiwa di Yogya-
Penggunaan metode narasi bertujuan karta, yang antara lain ditunjukkan
untuk memperoleh pemahaman yang dengan meningkatnya angka bunuh diri.
komprehensif atas kejadian dan peng- Desa Selomartani dipilih sebagai salah
alaman yang dialami oleh subjek peneli- satu desa yang akan menjalankan program
tian. Kejadian dan pengalaman tersebut karena dianggap mau dan peduli terhadap
diolah secara sekuensial untuk mendapat- kesehatan mental. Hal lain yang menjadi
kan informasi yang menyeluruh dan ber- pertimbangan pemerintah adalah jumlah
makna. Kejadian dan pengalaman subjek penderita gangguan jiwa yang cukup
pada penelitian ini antara lain pengalaman tinggi, sehingga diperlukan sebuah inter-
proses terbentuknya desa siaga sehat jiwa, vensi komunitas berbentuk Desa Siaga
reaksi dan tanggapan masyarakat, pro- yang kemudian berkembang menjadi
gram dan kegiatan yang dilakukan, hasil DSSJ.
kegiatan, hambatan serta harapan akan
“DSSJ itu program dari RSJ Grhasia yang
keberlanjutan DSSJ seterusnya.
mendapat tugas dari kabupaten Sleman
yaitu harus membentuk DSSJ. Untuk
Hasil kabupaten Sleman di pilih Selomartani tapi
alasannya, Kalasan dipandang mau atau
Hasil penelitian yang didapat berupa
peduli.”
transkrip atau verbatim dari wawancara
serta notulensi dari diskusi terarah. Hasil DSSJ berfungsi sebagai tangan kanan
ini dipilah dan dikategorisasi dalam tema- Puskesmas dalam menangani pasien yang
tema yang muncul di dalam wawancara memiliki gangguan jiwa. Para kader
maupun diskusi terarah. Penentuan tema menyatakan bahwa mereka mendapatkan
divalidasi dengan cara peer review yaitu undangan dari pemerintah setempat
peninjuan tema yang dilakukan oleh untuk mengikuti penyuluhan dari RSJ
kelompok peneliti mengenai kategorisasi Grhasia. Penyuluhan-penyuluhan ini
tema dari hasil yang didapatkan. Tema memberikan informasi mengenai DSSJ.
hanya bisa digunakan ketika tercapai Ketika penyuluhan berakhir, peserta
kesepakatan antara peneliti bahwa tema ditawarkan untuk menjadi kader DSSJ.
tersebut sesuai untuk digunakan. Katego- “...Karena disini juga tempatnya strategis,
risasi ini menghasilkan beberapa tema kadernya sergep-sergep. Kami yang ben-
yaitu pemahaman mengenai terbentuknya tuk juga dari Puskesmas. Kita para kader
DSSJ, program yang dijalankan, hasil dari juga tidak bisa lepas dari Puskesmas.”
program yang dijalankan, kendala yang Kader DSSJ kemudian diberi pela-
dihadapi serta harapan para kader. Tema- tihan agar mampu melakukan deteksi dini
tema tersebut memiliki beberapa sub tema dan mengenali gejala awal gangguan jiwa
yang dirangkum sebagai berikut: pada masyarakat, lalu melaporkan te-
muannya pada Puskesmas. Kader dipilih
Pemahaman Mengenai Desa Siaga Sehat Jiwa
dari warga setempat untuk memudahkan
(DSSJ), Dasar dan Fungsi Pembentukan DSSJ
proses penanganan terhadap gangguan

172 JURNAL PSIKOLOGI


KESEHATAN MENTAL, DSSJ

jiwa yang ditemukan. Para kader juga “Ada yang menerima dengan baik ya.
melakukan aktivitas lain yang terkait Awal-awalnya mereka merasa terdampingi,
dengan peningkatan kesehatan mental di tertolong atau diperhatikan. Ada yang
wilayah mereka. merasa tidak tenang karena mereka punya
“Ya, saya jadi tau mana yang punya gang- aib, seolah-olah mereka punya aib.”
guan jiwa mana yang risiko. Saya kan Secara umum, keluarga yang meneri-
dikasih modul dan pelatihan sebelum kami ma program DSSJ dengan antusias adalah
turun ke lapangan untuk deteksi dini. Jadi keluarga dengan kondisi perekonomian
tau mana yang resiko mana yang gang- menengah ke bawah. Mereka merasa
guan.” tertolong dengan adanya program DSSJ
yang memungkinkan akses secara cepat ke
Reaksi dan tanggapan masyarakat. Masya-
pengobatan gangguan jiwa yang diper-
rakat memberikan reaksi yang beragam
lukan melalui rujukan kader ke Puskes-
terhadap program DSSJ. Sebagian masya-
mas. Keluarga dengan kondisi ekonomi
rakat merasa senang, berterima kasih dan
yang berkecukupan biasanya akan menye-
menerima program-program DSSJ dengan
kolahkan anaknya ke Sekolah Luar Biasa
antusias. Masyarakat merasa terdampingi,
atau fasilitas untuk penderita gangguan
tertolong dan diperhatikan dengan adanya
jiwa dengan biaya sendiri. Keluarga
DSSJ. Warga yang kooperatif mendukung
dengan kondisi ekonomi ini juga lebih
program DSSJ dengan baik, terbukti dari
memilih menutupi keadaan keluarga
kesediaan untuk melaporkan saat men-
mereka yang mengalami gangguan jiwa.
jumpai warga yang membutuhkan ban-
tuan dan meminta rujukan. Sebagian Deteksi dini dan pemberian dukungan sepan-
warga lain merasa tidak tenang dengan jang proses perawatan
dibentuknya DSSJ. Hal ini terjadi pada Deteksi terhadap penderita gangguan
keluarga yang memiliki kerabat dengan jiwa dilakukan oleh kader DSSJ yang telah
gangguan jiwa yang khawatir aib keluarga diberi pelatihan sebelumnya. Kader mela-
terbongkar. Bagi sebagian masyarakat kukan deteksi ditemani oleh mahasiswa
desa Selomartani, memiliki anggota akademi keperawatan, yang sedang mela-
keluarga yang menderita gangguan jiwa kukan praktik kerja di Puskesmas setem-
masih dianggap hal yang memalukan. pat untuk melakukan asesmen awal
Sebelum terbentuknya DSSJ, keluarga kesehatan mental masyarakat. Deteksi di-
yang memiliki kerabat dengan gangguan lakukan dengan berpedoman pada modul
jiwa cenderung menyembunyikan pende- panduan kader dan blangko deteksi yang
rita tersebut, namun setelah DSSJ dibentuk diberikan oleh RSJ Grhasia. Blangko ber-
dan para kader melakukan pendeteksian, bentuk kuisioner berisi kriteria gangguan
individu yang sebelumnya disembunyikan jiwa termasuk durasi waktu yang harus
terungkap. Koordinator DSSJ mencerita- terpenuhi sebelum seseorang dapat dide-
kan kasus seorang perempuan berusia 25 teksi mengalami gangguan jiwa.
tahun dikurung dan disembunyikan di
Kader tidak menanyakan secara direk-
rumah karena berperilaku aneh. Perem-
tif mengenai gangguan jiwa yang dialami
puan ini tidak mengenakan pakaian dan
masyarakat, melainkan didahului dengan
hanya ditemani oleh ayahnya. Setelah di-
menanyakan pertanyaan-pertanyaan sepu-
bujuk oleh kader, akhirnya ayah memaksa
tar kesehatan secara umum dan penyakit
memakaikan pakaian dan mengajak anak-
yang diderita. Hasil asesmen ini yang
nya keluar untuk bertemu kader.

JURNAL PSIKOLOGI 173


PUTRI, DKK.

digunakan sebagai dasar untuk mende- semua orang yang berobat ke rumah sakit
teksi warga yang menderita gangguan jiwa merupakan orang gila.
jiwa atau berisiko terkena gangguan jiwa.
“..Kegiatan kader, kita dipersilakan untuk
Kader menyampaikan dan menyerahkan
mensosialisasikan kesehatan jiwa ke dusun
hasil laporan pada Puskesmas dan
masing-masing.”
memotivasi penderitaagar mau ke Pus-
kesmas. Kader menjelaskan berbagai alternatif
penanganan pada penderita gangguan
“Biasanya pertanyaan-pertanyaan pertama
jiwa, dan peran penting dukungan sosial
seputar ibu ada penyakit apa? Darah tinggi
dalam menjaga kesehatan mental pende-
dan lain-lain.”
rita gangguan jiwa. Penyuluhan bertujuan
“Ya kader melakukan deteksi dini, ke rumah untuk meningkatkan kesadaran masya-
masyarakat, kemudian menggerakkan rakat akan kesehatan mental agar mulai
orang-orang yang berisiko agar ke Puskes- menyadari bahwa kesehatan mental meru-
mas, kemudian merujuk ke Puskesmas, pakan tanggung jawab bersama.
mengirim pasien kesana, lalu yang tindak
Memberi konsultasi pada individu berma-
lanjut selanjutnya ya Puskesmas.”
salah. Ketika melakukan kunjungan ru-
Kader DSSJ Selomartani turut melaku- mah, kader seringkali dimintai masukan
kan pengawasan terhadap penderita sela- dan saran mengenai berbagai masalah
ma masa pengobatan, antara lain sesekali yang sedang dialami oleh warga. Kader
memeriksa kondisi dan memantau pen- juga memberikan opini dan alternatif
derita meminum obat. Aktivitas ini cukup solusiseperti memberi psikoedukasi serta
memberatkan kader sehingga tidak bisa motivasi untuk meminta pertolongan
dilakukan terus menerus. Beberapa kader selanjutnya. Jika permasalahan yang diha-
mengambil keputusan melibatkan keluar- dapi pasien cukup berat, kader merujuk
ga untuk bisa diajak bekerja sama sehing- pasien untuk datang ke Puskesmas.
ga kader tidak perlu mengontrol pasien “Penyuluhan itu ke keluarga sehat, jadi kita
terus menerus. Setelah penderita gang- kan nanti dapat rekomendasi, gak mau
guan jiwa mendapat perawatan, dilakukan sekolah, gangguan anak gak mau sekolah,
tindak lanjut untuk mencegah kambuhnya kita nasehati, kita tanya gimana-gimana-
gangguan. Puskesmas telah memiliki nya, kita carikan opini, mungkin karena dia
prosedur pelaksanaan yang jelas terkait takut, dia apa, kita carikan solusinya,
hal ini. Biasanya, penderita diberi buku kenakalan remaja itu ya.”
catatan yang berisi pedoman untuk
melihat jika gejala kambuh. Family gathering. Family gathering
merupakan program yang diadakan oleh
Penyuluhan. Penyuluhan dilakukan
RS Grhasia bekerja sama dengan DSSJ.
pada orang-orang yang sehat, berisiko,
Kegiatan ini bertujuan untuk mengum-
dan yang sudah mengalami gangguan
pulkan keluarga penderita gangguan jiwa
jiwa. Sebelum adanya program DSSJ,
untuk berdiskusi dan saling berbagi se-
masyarakat merasa resah saat berhadapan
hingga keluarga merasa ada dukungan
dengan penderita gangguan jiwa. Keba-
dari luar tentang hal yang dialami. Tang-
nyakan masyarakat beranggapan bahwa
gapan dari masyarakat terhadap kegiatan
penderita gangguan jiwa (biasa disebut
ini beragam, sebagian keluarga sangat
masyarakat awam dengan sebutan orang
antusias, sebagian yang lain menolak
gila) sudah tidak dapat disembuhkan dan
untuk terlibat. Kader akan memilih untuk

174 JURNAL PSIKOLOGI


KESEHATAN MENTAL, DSSJ

tidak memaksakan program apabila ke- ta bantuan pada orang yang sudah dikenal
luarga menolak untuk terlibat secara aktif. dan berasal dari daerah sendiri.

“.. Alhamdulilah, pernah dibikin dulu “Masyarakat kan banyak mba. Mungkin
family gathering. Waktu itu dari Grhasia, sebagian masyarakat banyak sudah menya-
keperawatan, dia datang ke sini, ketemu dari dan menerima orang-orang dengan
kita, janjian hari apa kita mau ngadakan gangguan itu.”
gini gini gini, family gathering itu kita
coba.. komentar mereka, mereka senang Perubahan stigma masyarakat
karena mereka bertemu dengan keluarga- Sebagian masyarakat telah menunjuk-
keluarga lain yang sama, merasa sepen- kan perubahan dalam memandang gang-
deritaan..” guan jiwa. Masyarakat tidak lagi memper-
lakukan penderita gangguan jiwa dengan
Hasil atau Perubahan setelah DSSJ kasar seperti sebelumnya. Masyarakat juga
Pelaksanaan program DSSJ membantu membantu kader bila menemukan warga
deteksi risiko gangguan jiwaserta pena- sekitar yang terlihat mengalami perubah-
nganan penderita gangguan jiwa yang an perilaku, walaupun sebagian masyara-
lebih baik di sejumlah dusun di Desa kat yang belum paham masih cenderung
Selomartani. Hal ini membuat masyarakat mengabaikan penderita gangguan jiwa
tidak lagi resah dengan perilaku penderita dan masih merasa hal itu bukan tanggung
gangguan jiwa sehingga lingkungan desa jawabnya. Beberapa warga juga masih
menjadi lebih kondusif. mengusili penderita gangguan jiwa. Tetapi
kondisi saat ini jauh lebih baik sebelum
“Di dusun kami rata-rata setiap dusun ada
DSSJ diterapkan di desa tersebut.
yang terkena gangguan jiwa, jadi mereka
bisa dilaporkan dengan cepat ke Puskesmas “Untuk masyarakat awam yg tidak tau ya
dan ditindak lanjuti oleh Grhasia jika didiamkan. Mereka masih merasa orang
diperlukan. Alhamdulilah sudah ada yang dengan gangguan itu bukan tanggung
bisa sembuh dan bisa kerja lagi.” jawabnya.”

“Kami juga merasanya sih mba, karena ini Adanya stigma negatif mengenai
kan sosial, ngirim pasien ke Grhasia juga ga gangguan jiwa di masyarakat lebih banyak
sia-sia. Karena mereka juga semakin baik.” disebabkan oleh kurangnya pengetahuan.
Masyarakat desa pada dasarnya memiliki
“Kalau di tempat saya ada anak gangguan
budaya kekeluargaan dimana “Satu sakit
khusus, sebelum ada DSSJ dia ga sekolah,
semua ikut merasakan,” sehingga jika ada
ga mau mandi, sekarang sudah lumayan,
warga yang butuh bantuan, mereka akan
bisa mandi sendiri, udah mau sekolah.”
mencoba merangkul. Budaya masyarakat
Keterbukaan individu yang mengalami yang demikian memberi keuntungan
gangguan jiwa dalam mempermudah proses sosialisasi.
Individu yang mengalami gangguan Hambatan Kader DSSJ
jiwa sudah dapat menerima kondisinya
Kesulitan finansial. Pendanaan program
dan bersikap terbuka terhadap kader. Hal
DSSJ sangat terbatas dan tidak teraloka-
ini salah satunya disebabkan oleh pemi-
sikan dengan jelas. Setiap akan mengada-
lihan kader dari dusun setempat. Warga
kan kegiatan, kader DSSJ mengajukan
lebih mudah percaya, terbuka dan memin-
proposal permohonan dana ke pemerin-
tah, namun sering mendapat penolakan.

JURNAL PSIKOLOGI 175


PUTRI, DKK.

Keterbatasan dana ini menyebabkan menjadi salah satu hambatan yang dise-
kegiatan atau program kerja yang dila- butkan oleh para kader.
kukan oleh para kader DSSJ murni berupa “Kesulitannya ya kader-kader itu. Soal-
kerja sosial. Kader DSSJ tidak diberi nya kader-kader itu double kerjaanya, kader
insentif, bahkan biaya transportasi sering- DSSJ itu juga kader lansia, kader PKK.”
kali ditanggung sendiri. Para kader sejak
Gangguan jiwa yang dialami warga
awal telah berniat untuk melakukan
desa juga tidak sedikit yang menuntut
pekerjaan ini atas dasar kesadaran sosial.
perhatian penuh. Salah satu kader mence-
Penderita gangguan jiwa banyak yang
ritakan seorang warga di dusunnya memi-
memiliki keterbatasan ekonomi sehingga
liki gangguan jiwa berat hingga melaku-
tidak jarang penderita tersebut meminta
kan pembunuhan terhadap tiga orang
kader membiayai pengobatan dan perja-
warga. Beban berat yang ia tanggung
lanan ke Puskesmas atau rumah sakit. Hal
menyebabkan dirinya tertekan. Kader
ini cukup memberatkan kader karena
tersebut disatu sisi harus mendukung
tidak adanya dana yang diberikan untuk
penanganan penderita gangguan jiwa
program, membuat kader harus menggu-
sesuai dengan ketentuan. Namun disisi
nakan uang pribadi untuk membiayai
lain, kader tersebut menerima tudingan
penderita gangguan jiwa.
masyarakat yang menganggap kader ter-
“Kendalanya yang paling utama itu uang. sebut justru membela penderita gangguan
Kita penting untuk ketemu tiap bulan sekali. jiwa yang melakukan pembunuhan
tapi saya mengumpulkan orang 23 itu kan, tersebut.
mengumpulkan mudah, tapi saya kan punya
Kader mengalami kesulitan dalam
hati nurani, masa mereka udah datang, mereka
menangani pasien gangguan jiwa dikare-
dari kampung yang berjauhan, untuk sekedar
nakan kader tidak memiliki latar pendi-
snack, untuk sekedar transport..”
dikan kesehatan mental yang memadai
Setelah adanya program Jaminan untuk bisa berhadapan dengan penderita
Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS), gangguan jiwa. Selain itu, pekerjaan yang
permasalahan biaya menjadi lebih mudah mereka lakukan bersifat sosial tanpa
ditangani karena penderita gangguan jiwa mendapatkan insentif dan tidak jarang
mendapat dana dari pemerintah yang me- kader harus mengeluarkan dana pribadi
mungkinkan penderita mendapat pengo- sehingga kader harus memiliki motivasi
batan gratis di tempat layanan kesehatan. lain untuk bisa terus melaksanakan
Meskipun demikian masih terjadi berbagai kegiatan ini.
permasalahan seperti berhentinya bantuan
JAMKESMAS secara tiba-tiba sehingga Jaminan atas keselamatan kader. Kader yang
pengobatan terhenti dan penderita kem- berhadapan dengan berbagai macam
bali kambuh. penderita gangguan jiwa sering kali bera-
da pada situasi yang berisiko. Beberapa
Beban berat bagi kader. Kader tidak hanya penderita gangguan jiwa sering membawa
memiliki satu peran dalam masyarakat. benda-benda berbahaya –misalnya gergaji-
Kader DSSJ juga merangkap sebagai kader sehingga menimbulkan ketakutan pada
lansia dan kader PKK di luar perannya warga. Saat menghadapi situasi berisiko
sebagai kader kesehatan jiwa. Banyak dari tinggi, para kader akan memilih untuk
kader tersebut juga merupakan ibu rumah mengutamakan keselamatan diri sendiri.
tangga yang harus mengurusi kebutuhan Hal ini dipengaruhi proses belajar kader
keluarganya. Kesulitan membagi waktu

176 JURNAL PSIKOLOGI


KESEHATAN MENTAL, DSSJ

dalam menghadapi penderita gangguan penderita gangguan jiwa atau warga yang
jiwa sehingga kewaspadaan kader berisiko gangguan jiwa. Bagi warga
meningkat. dengan risiko gangguan jiwa, deteksi dini
“Bukan lari kalo lari malah nanti mereka memungkinkan warga untuk tetap pro-
nyerang, Cuma jadinya mepet-mepet ke duktif dengan mengendalikan risiko
orang, ke laki-laki. Ya karena itu memang, gangguan jiwanya melalui proses pengo-
karena kita mendeteksi jadi kita lebih batan. Bagi penderita gangguan jiwa,
waspada.” deteksi bermanfaat dalam mencegah
kekambuhan penyakitnya.
Harapan. Program DSSJ merupakan suatu Program DSSJ juga membantu me-
upaya yang dianggap mampu membantu ngurangi stigma mengenai gangguan jiwa
peningkatan kesehatan mental warga yang ada di masyarakat. Pengetahuan
Selomartani. Para kader bertekad untuk kader yang disalurkan ke masyarakat
tetap menjalankan program yang sudah mengenai gangguan jiwa menurunkan
dicanangkan dan mengharapkan adanya stigma yang ada di masyarakat. Masya-
tambahan pelatihan serta ilmu mengenai rakat lebih mampu menerima penderita
berbagai kondisi kesehatan mental. gangguan jiwa sehingga penderita gang-
Program ini diharapkan dapat membuat guan jiwa merasa dihargai.
desa bebas dari gangguan jiwa, sehat jiwa
Kendala yang dialami para kader
dan raga.
DSSJ terdiri dari kendala eksternal dan
“Kami masih perlu juga tambahan ilmu. internal. Kendala eksternal yang dialami
Misalnya kejadian jatuh terus kena otak apa oleh kader berhubungan dengan sulitnya
bisa menyebabkan orang jadi suka marah2, pembiayaan program dan sikap masya-
karena kan kita masih awam. Kita butuh rakat terhadap gangguan jiwa. Masalah
tambahan. Stres abis melahirkan juga ada pembiayaan menyulitkan kader dalam
kan. Tambahan ilmu kedepanlah. “ menjalankan programnya karena beberapa
“Harapannya ya agar kami bisa bebas dari penderita gangguan jiwa meminta uang
gangguan jiwa. Sehat jiwa dan raga.” sebagai kompensasi berobat ke Puskesmas
maupun ke rumah sakit jiwa. Program
Diskusi JAMKESMAS yang sedianya membantu
penderita gangguan jiwa juga tidak
Program DSSJ yang dilaksanakan di berjalan dengan lancar sehingga penderita
Desa Selomartani, Kalasan, Sleman mem- mengalami putus obat dan berakibat pada
berikan pengetahuan dan kesadaran kekambuhan penyakitnya. Sikap masya-
mengenai kesehatan mental masyarakat. rakat terhadap gangguan jiwa juga masih
Kader DSSJ yang mendapat pelatihan beragam. Meskipun kader melaporkan
kemudian membagi pengetahuan dan adanya perubahan sikap masyarakat ber-
pengalamannya kepada masyarakat mela- kaitan dengan stigma gangguan jiwa,
lui penyuluhan mengenai kesehatan jiwa perubahan ini tidak terjadi secara menye-
dan melakukan deteksi pada warga luruh. Masih ada masyarakat, baik yang
masyarakat yang berisiko mengalami mempunyai anggota keluarga dengan
gangguan jiwa maupun warga yang telah gangguan jiwa maupun masyarakat pada
menderita gangguan jiwa. Deteksi risiko umumnya belum mampu menerima kon-
dan gangguan jiwa yang dilakukan disi para pasien gangguan jiwa yang ada
bermanfaat dalam proses pengobatan di sekitarnya.

JURNAL PSIKOLOGI 177


PUTRI, DKK.

Kendala internal yang dialami oleh gangguan jiwa menyebabkan mereka


kader antara lain kondisi kader yang harus kurang optimal dalam membantu pena-
mengeluarkan uang dari dana pribadi nganan kesehatan mental masyarakat. Hal
dirasakan cukup memberatkan bagi kader. ini dikarenakan suatu perilaku atau adopsi
Selain itu, adanya perasaan khawatir akan perilaku yang didasari oleh pengetahuan,
keselamatan diri dan perasaan terbebani. kesadaran dan sikap yang positif, maka
Perasaan khawatir akan keselamatan diri perilaku tersebut akan bersifat langgeng
disebabkan oleh adanya beberapa pende- daripada perilaku yang tidak didasari oleh
rita gangguan jiwa yang me-nunjukkan pengetahuan (Notoadmojo, 2003).
kecenderungan untuk ber-perilaku yang Berbicara mengenai DSSJ tidak terle-
membahayakan, misalnya membawa sen- pas dari proses pengembangan DSSJ di
jata tajam saat berkeliling kampung atau propinsi lain. DSSJ pertama kali dibentuk
penderita gangguan jiwa yang memiliki di Nangroe Aceh Darussalam pasca
riwayat kekerasan seperti tindakan pem- bencana tsunami yang melanda Aceh,
bunuhan. Kader bersikap lebih waspada Nias dan Sumatera Utara. Program DSSJ
saat menghadapi penderita gangguan jiwa merupakan pengembangan dari program
dengan perilaku mem-bahayakan seperti Community Mental Health Nursing
ini dan cenderung tidak mampu membe- (Wasniyati, 2013). Beberapa perbedaan
rikan bantuan secara maksimal karena program dan hasil kegiatan antara DSSJ
rasa takut ketika berhadapan dengan Aceh dan Yogyakarta antara lain dasar
pasien tersebut. Perasaan terbebani dira- pembentukannya, kader dan sumber
sakan oleh kader terkait permasalahan pendanaan. DSSJ Selomartani dibentuk
pasien yang harus mereka tangani, harus sebagai jawaban atas jumlah penderita
membagi waktu untuk membantu pasien gangguan jiwa yang meningkat, sedang-
gangguan jiwa, dan menumbuhkan moti- kan DSSJ Aceh dibentuk untuk mengu-
vasi untuk bekerja secara sukarela. Kader rangi risiko gangguan jiwa pasca konflik
yang menangani permasalahan pasien dan bencana alam yang terjadi di Aceh.
yang cukup berat, terkadang ikut menga- Kader DSSJ Selomartani merupakan
lami perasaan tertekan yang berpengaruh warga setempat yang sukarela menjadi
pada kehidupan sehari-hari (Figley, 1995, kader DSSJ sedangkan kader DSSJ Aceh
2002a, 2002b). Keadaan ini dikenal sebagai terdiri dari masyarakat dan tenaga profe-
compassion fatigue atau secondary trauma sional kesehatan. Pendanaan DSSJ Selo-
stress. Figley (1995) mendefinisikan com- martani saat ini masih berasal dari dana
passion fatigue sebagai keadaan tertekan pribadi masyarakat dan kader sedangkan
yang ditandai oleh imajinasi yang tidak DSSJ Aceh mendapatkan sumbangan dana
menyenangkan, merasa kaku dan meng- dari pemerintah dan swasta. Keberadaan
hindar, cemas, terlalu khawatir, merasa DSSJ Aceh akan dikukuhkan dengan
ikut mengalami, merasa terganggu dan badan hukum sehingga badan hukum
amarah. Faktor pencetus seperti bekerja sehingga dana tetap dari APBD bisa dida-
dan berinteraksi dalam waktu lama de- patkan untuk pelaksanaan DSSJ
ngan pasien gangguan jiwa berpengaruh (Mediakom, 2008).
pada meningkatnya kondisi compassion Perbedaan ini menyebabkan ber-
fatigue (Boscarino, Figley, & Adams, 2004). bedanya respon masyarakat terhadap
Kurangnya kapasitas pengetahuan urgensi pembentukan DSSJ. Bencana dan
kader mengenai penanganan penderita konflik yang dialami oleh masyarakat
Aceh membuat masyarakat menyaksikan

178 JURNAL PSIKOLOGI


KESEHATAN MENTAL, DSSJ

dan mengalami efek psikologis dari dengan penderita gangguan jiwa. Kurang-
bencana dan konflik tersebut. Hal ini nya pengetahuan kader mengenai pena-
menyebabkan masyarakat merasa mem- nganan gangguan jiwa menyebabkan
butuhkan suatu wadah yang dapat mem- kurang optimalnya penanganan yang
bantu pemulihan efek psikologis yang dilakukan. Program DSSJ di Selomartani
mereka alami. masih memerlukan banyak perbaikan jika
dibandingkan dengan program DSSJ di
daerah-daerah lain. Perbaikan ini tidak
Kesimpulan
hanya dilakukan dari internal program,
Penelitian ini memaparkan program namun juga dari pihak-pihak eksternal
DSSJ yang dilakukan di Desa Selomartani, yang terlibat dalam program ini.
Kalasan, Sleman, Yogyakarta. Jumlah
penderita gangguan jiwa menjadi salah Saran
satu dasar terbentuknya program DSSJ di
wilayah ini. Selain itu, kemauan dan kepe- Dari penelitian yang dilakukan, dapat
dulian dari anggota masyarakat untuk dilakukan beberapa hal untuk meningkat-
menjadi kader kesehatan jiwa dengan kan pelayanan dan kualitas dari sistem
segala hambatannya juga menjadi alasan DSSJ yang ada di Desa Selomartani,
terlaksananya program DSSJ di Desa Kalasan, Sleman, diantaranya adalah
Selomartani. Beberapa kegiatan yang sebagai berikut: (1) Kerjasama antara
dilakukan oleh kader kesehatan jiwa instansi terkait dan masyarakat dalam
antara lain deteksi risiko dan gangguan upaya pengembangan program DSSJ; (2)
jiwa pada masyarakat, penyuluhan, kon- Pelaksanaan terapi kelompok (group
sultasi individu dan pertemuan kelompok. therapy) untuk kader yang mengalami
Reaksi dan tanggapan masyarakat bera- tekanan akibat berinteraksi dengan klien
gam dengan kecen-derungan penerimaan (compassion fatigue/secondary trauma stress);
atau partisipasi program lebih banyak (3) Usaha preventif untuk mencegah
dilakukan oleh masyarakat dengan tekanan yang dapat mempengaruhi
golongan ekonomi menengah ke bawah. kesejahteraan psikologis para kader; (4)
Program DSSJ membantu mengurangi Pelatihan penanganan kasus-kasus
stigma mengenai gangguan jiwa yang kesehatan mental masyarakat.
muncul di masyarakat. Masyarakat lebih
menerima keberadaan penderita gang- Kepustakaan
guan jiwa dibanding sebelum ter-
bentuknya DSSJ. Beberapa kendala dite- Crossley, M.L. (2000). Introducing Narra-
mui selama proses pelaksanaan program tive Psychology: Self, trauma and the
ini terutama berkaitan dengan masalah construction of meaning. Buckingham:
finansial dan beban internal bagi para Open University Press.
kader. Beban internal yang dirasakan oleh Demi Jiwa yang Terganggu. (2008, Juni).
kader dikenal dengan istilah compassion Mediakom, XII. Diunduh dari: http://
fatigue atau secondary trauma stress. Keada- indonesia. Digital journals. org/index.
an ini ditandai dengan perasaan tertekan php/tes/article/view/56/61, tanggal 29
yang tidak menyenangkan, cemas, kha- Oktober 2013.
watir, merasa ikut mengalami, merasa Dwidiyanti, M. (2010). Keperawatan Jiwa:
terganggu dan amarah. Keadaan ini Strategies of inproving reahabitation
dirasakan oleh kader setelah berinteraksi services from hospital to community.

JURNAL PSIKOLOGI 179


PUTRI, DKK.

Diunduh dari: http://staff.undip. ac.id/ Jakarta: Perfecta Fakultas Psikologi


psikfk/meidiana/2010/06/04/keperawata Universitas Indonesia.
n-jiwa/ tanggal 20 April 2013. Prasetiyawan, V.E., Maramis, A., & Keliat,
Figley, C.R. (Ed.) (1995). Compassion Fati- B.A. (2006). Mental health model of
gue: Coping With Secondary Traumatic care programmes after the tsunami in
Stress Disorder in Those Who Treat the Aceh, Indonesia. International Review of
Traumatized. NewYork: Brunner/ Psychiatry, 18(6), 559 – 562.
Mazel. Prawitasari, J.E. (2011). Psikologi Klinis,
Figley, C.R. (2002a). Compassion fatigue: Pengantar terapan mikro dan makro.
psychotherapists’ chronic lack of self Jakarta: Penerbit Erlangga.
care. Journal of Clinical Psychology, 58, Puteh, I., Marthonies, M., & Minas, H.
1433–1441. (2010). Aceh Free Pasung: Releasing
Figley, C.R. (Ed.)(2002b). Treating com- the mentally ill for physical restraint.
passion fatigue. New York: Brunner- International Journal of Mental Health
Routledge. System, 2011, 2:10.
Gergen, K.J. (2001) Social construction in Retnowati, S. (2011). Psikolog Puskesmas:
context. London: Sage Publications. Kebutuhan dan Tantangan bagi profesi
Hermans, H.J.M., & Hermans-Jansen, Els. Psikologi klinis Indonesia. Disampaikan
(1995). Self-Narratives: The construction of dalam pidato pengukuhan jabatan
meaning in psychotherapy. New York: Guru Besar pada Fakultas Psikologi
The Guilford Press. Universitas Gadjah Mada Yogyakarta,
Lehman A., Ward N., & Linn L. (1982). Indonesia
Chronic mental patients: The quality of Subandi, M.A., Rochmawati, I., &
life issue. Am J Psychiatry; 139, 1271–6. Hasmsyah, F. (2011). Pulung Gantung:
Minas, H., & Diatri, H. (2008).Pasung: A Cultural belief of suicidal behavior in
Physical Restraint and confinement of GunungKidul, Yogyakarta, Indonesia.
the mentally ill in the community. Disampaikan dalam International
International journal of Mental Health Conference of Integrating Cultural
System. perspective in the Understanding and
Murray, M. (2008) Naratif Psychology. Prevention of Suicide di Beijing,
Dalam J.A. Smith (Ed.), Qualitative China, 13-17 September 2011.
Psychology : A Practical Guide to Method Wasniyati, A. (2013). Evaluasi Program Desa
(ed. ke-2). London: Sage SiagaSehat Jiwa (DSSJ) di Wilayah
Notoadmojo. (2003). Pendidikan dan Peri- Puskesmas Galur II Kabupaten Kulon
laku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Progo, Yogyakarta. (Tesis tidak dipubli-
Poerwandari, K. (1998). Pendekatan Kua- kasikan). Universitas Gadjah Mada,
litatif untuk penelitian perilaku manusia. Yogyakarta.

180 JURNAL PSIKOLOGI

You might also like