You are on page 1of 6

MENYELAMATKAN BANGSA DARI KEHANCURAN Oleh Ahmad Yani, SH, MH

3 . . . . ! :
Pada hari yang penuh barakah ini, mari kita mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat-Nya kepada kita lahir dan batin, yang menerangi hati dari kegelapan, menuntun jiwa dari kebingungan, dan menunjukkan akal dari kesesatan. Kita patut bersyukur kepada-Nya, Rab yang telah menetapkan Islam dan syariat-Nya sebagai jalan tunggal bagi keselamatan umat manusia di dunia dan akhirat. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw. yang telah diutus Allah sebagai rahmat bagi keseluruhan alam. Marilah kita bertakwa kepada Allah dengan sebenar-benar takwa, karena tujuan hidup di dunia ini adalah TAQWALLAH, yang dilakukan dengan cara membersihkan jiwa dari segala bentuk kemusyrikan dan meneranginya dengan dzikrullah. Allahu Akbar 3 X Walillahilhamd Setiap hari Idul Adha berjuta-juta hamba Allah mengalir syahdu menggemakan takbir dan tahmid, memuji kebesaran Allah, berziarah menuju tempat-tempat suci dan bersejarah seraya mengenang sejarah yang telah diabadikan oleh kekasih Allah, Nabi Ibrahim dan putranya Ismail As. Inilah hari besar kemanusiaan dan keimanan, yang ditandai dengan syiar penyembelihan hewan kurban, untuk mengenang peristiwa pengorbanan Nabi Ibrahim setelah beliau menerima perintah

dari Allah SWT untuk menyembelih puteranya, Ismail. Seorang ayah yang sudah berusia lanjut yang tengah berada di puncak kebahagiaan merawat dan membesarkan buah hatinya, yang telah lama beliau nantikan. Dalam keadaan demikian, datanglah perintah Ilahy untuk menyembelih putra kesayangan dan satu-satunya itu. Sungguh ujian yang amat sukar dan berat dilaksanakan. Nabi Ibrahim sadar, ternyata Allah Taala tengah menguji keimanannya. Apakah rasa sayang dan kecintaan kepada puteranya, menghalanginya untuk mentaati perintah Allah? Nabi Ibrahim, akhirnya lulus menghadapi ujian Ilahy. Tekadnya bulat, tidak ada kebimbangan dan keraguan, perintah Allah wajib dilaksanakan, apapun resiko serta pengorbanan yang harus diberikan. Keikhlasan dan kepasrahan Nabi Ibrahim dalam meninggikan kalimat Allah sekalipun dengan mengorbankan putra kesayangan, dan kesetiaan Ismail untuk mentaati syariat Allah, walau harus menyerahkan nyawanya sendiri, merupakan bukti nyata ketaatan dan ketulusan mereka dalam memasrahkan diri kepada Allah Taala. Itulah sebuah pengorbanan agung yang memantul dari keteguhan iman, kerendahan hati, dan tawakal sepenuhnya kepada Allah Rabbul Alamin. Dan balasan yang diberikan oleh Allah Swt. atas ketaatan mereka berdua sungguh dambaan setiap orang beriman. Mereka dianugerahi kekuatan menundukkan hawa nafsunya demi mematuhi perintah Allah. Selain itu, mereka berdua mendapatkan pujian dan keridhaan dari-Nya, mengangkat derajatnya serta memberikan syafaat bagi keturunan yang mewarisi pola hidup tauhid yang beliau dakwahkan. Menjalankan perintah Allah dan mengamalkan syariat-Nya secara kaffah, sebagai satu-satunya jalan hidup, guna memenangkan kebenaran di atas kesesatan. Dan kesediaan untuk mengobankan harta serta nyawa, demi meninggikan kalimatillah. Iitulah hakikat kepasrahan dan keikhlasan Nabi Ibrahim dan Ismail As. Apabila umat Islam melaksanakan syariat Allah dengan kepatuhan dan kepasrahan seperti yang dicontohkan Ibrahim dan Ismail, pasti mereka akan dianugerahi kemenangan menghadapi musuh-musuhnya. Sebaliknya, manakala kaum muslimin mengaku sebagai hamba Allah, tetapi menolak tunduk dan patuh pada aturan-Nya, bahkan mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara dengan sistem yang bertentangan dengan syariat Islam, maka bukan saja umat Islam akan dikalahkan oleh orang-orang kafir. Allahu Akbar 3 X Walillahilhamd Maasyiral Muslimiin wal Muslimat Rahimakumullah

Membela Diri dan Mengorbankan Orang Lain Namun apa yang kita saksikan dewasa ini. Jiwa pengorbanan pada banyak kalangan telah digeser oleh semangat atau nafsu mengorbankan orang lain. Bahkan sebetulnya bukan orang lain, tapi

saudara sebangsa bahkan seprofesi dan seinstitusi. Perhatikan saja kemelut di ranah hukum, dimana para oknum melibatkan tiga lembaga hukum di Republik ini. Perang terbuka di media massa makin membuat rakyat prihatin tetapi juga bingung. Kasus besar yang di-blow up, menggelinding makin ruwet bagai gulungan benang kusut. Analisis secara yuridis dan sosiologis tidak mampu membawa peta masalah makin terang benderang. Hanya satu pisau analisis yang mampu memosisikan dan memahami masalah yang ada secara mendasar dan tepat. Yaitu analisis mental dan moral manusia. Secara mental ada kerusakan yang serius, yaitu hilangnya kejujuran, dan diputusnya ketertautan antara apa yang diperbuat di dunia ini dengan kesadaran terhadap negeri akhirat. Dengan absennya kejujuran maka yang menggantikannya adalah kedustaan. Bermula dari dusta antar personal kemudian berkembang menjadi kedustaan publik bahkan bisa merambah jadi kedustaan institusional. Kalau sudah begitu, tidak ada lagi orang yang mau mengakui kesalahan sendiri, tetapi malah justeru menyalahkan pihak lain, dan ujung-ujungnya mengorbankan pihak lain demi membela akuisme personal atau egoisme lembaga. Pada alur ini cara-cara rekayasa, penjebakan, pengerdilan dan boleh jadi kriminalisasi menjadi pilihan yang dijalani. Mengenai masalah ini, Rasulullah saw telah memberikan peringatan melalui sabdanya: Berhati-hatilah kalian terhadap dusta, sebab dusta akan membawa pada perbuatan dosa, dan perbuatan dosa akan menyeret ke naraka. Seseorang berulang kali berdusta hingga terbentuk sifat dan dituliskan sebagai pendusta. (HR Muslim) Maasyiral Muslimin Rahimakumullah Egoisme bermula dari ketidak pedulian terhadap sesama, kemudian demi untuk memenangkan diri atau koleganya, orang menjadi tidak ragu untuk melakukan kedustaan yang tentu saja merugikan/menzhalimi orang lain. Berikutnya orang akan menutupi kebohongan pertama dengan kebohongan-kebohongan berikutnya secara berlapis-lapis. Krisis kejujuran ini menemukan sinergisitasnya dengan meluasnya egoisme di kalangan masyarakat. Egoisme yang kian parah, sanggup melupakan jasa seorang isteri yang berbilang tahun telah memberikan kesetiaannya secara ikhlas, begitu pun sebaliknya. Prahaha rumah tangga hanya buah dari keakuan yang diperturutkan oleh seorang suami atau isteri. Gara-gara egoisme sektoral maka sinergi antar lembaga sosial atau pemerintah akan berantakan, perundingan akan mengalami dead lock, yang menjadi konsen masing-masing pihak adalah mencari titik lemah dan melemahkan pihak yang lain. Egoisme personal atau sektoral jika dikembangkan akan mengemuka dalam tiga sikap yang destruktif, sebagaimana disebutkan dalam Atsar Umar bin Khatthab. Yaitu: syukhkhun muthaun sikap pelit yang menggerus rasa empati terhadap sesama; hawan muttabaun yakni hawa nafsu selera rendah yang diikuti sehingga makin jauh dari idealisme bahkan kewajaran sekalipun; dan ketiga dunyan mutsarah yaitu kepentingan duniawi yang terus dikejar. Dalam

konteks itu semua bukan lagi nilai yang menjadi acuan atau norma yang jadi rujukan, melainkan ijabu dzirrayi birayihi kepongahan orang dalam mempertahankan/membela pendapatnya sendiri. Konsultasi diabaikan dan musyawarah dilecehkan dengan teknik-teknik manipulatif. Faktor-faktor itu oleh sahabat Umar disebut al muhlikat yakni faktor-faktor penghancur dalam kehidupan masyarakat. Kalau satu dari empat penyakit mental dan moral tersebut sudah merusak, bagaimana jika keempat-empatnya sekaligus telah menimpa kalangan masyarakat kita. Di bawah selimut awan pekat egoisme dan pelbagai bentuk rekayasa dan kebohongan, pesimisme di tengah-tengah masyarakat terus menyeruak melontarkan tanda tanya: masih adakah harapan akan keadilan, kejujuran dan ruang asa bagi sebuah masa depan yang lebih baik ? Allahu Akbar 3 X walillahilhamd Mengakui Kesalahan dan Memohon Ampun Betapapun kita telah banyak berbuat salah pada diri kita, kepada masyarakat serta maksiat kepada Allah, kembalilah kepada iman di dada agar tetap punya harapan untuk baik. Allah SWT menyeru kita dalam al Quran Surah Azzumar, ayat 53 s/d 55:

. . .
Katakanlah, hai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan kembalilah kepada Tuhanmu dan berserah dirilah kepadaNya, sebelum datang adzab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi). Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu, sebelum datang adazab kepadamu dengan tiba-tiba sedang kamu tidak menyadarinya. (QS. Az-Zumar: 53-55) Allah Taala telah memberi nikmat dan rahmat-Nya yang banyak kepada kita. Sebagai makhluk yang tahu berterima kasih, marilah kita mendekat kepada Allah. Jangan pernah tinggalkan shalat, perbanyak shalat sunat dan syukur nikmat. Mari belajar berempati kepada sesama dengan sebentuk pengorbanan, moral dan material. Mari syiarkan idul qurban ini dengan menyaksikan, membantu atau juga menyembelih hewan kurban, demi memenuhi seruan Allah, meneladani Rasulullah, memperingati pengorbanan kekasih Allah, Nabi Ibrahim & Ismail alaihimassalam, sekaligus untuk belajar berempati terhadap saudara-saudara kita yang kurang mampu.

Seseorang menjadi besar karena jiwanya besar. Tidak ada jiwa besar tanpa jiwa yang punya semangat berkorban. Berkat ruhul badzli wal tadlhiyah wal mujahadah (semangat berbagi, berkorban dan berjuang), ummat ini telah menjadi umat yang besar, bergensi dan disegani dunia dalam sejarahnya. Mari kita kembalikan kebesaran serta gensi umat ini dengan menyemai semangat memberi, berkorban dan mujahadah pada diri dan keluarga kita. Allahu Akbar 3 X Walillahilhamd Maasyiral Muslimiin wal Muslimat Rahimakumullah Bencana Datang Karena Perbuatan Kita Sendiri Di tahun 2009 ini, kaum muslimin di Indonesia begitu banyak menghadapi persoalan hidup, dengan berbagai kejadian serta pengalaman yang menyedihkan seperti gempa bumi, tanah longsor dan banjir, seakan kita sedang berdiri di tepian jurang, pada malam yang gelap gulita. Bangsa Indonesia khususnya umat Islam, seakan tengah menuai akibat dari kelakuan manusia yang bejat, ingkar dan tidak tunduk pada hukum dan syariat Allah. Allah SWT telah berfirman:

.
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka agar mereka kembali ke jalan yang benar. (Qs. Ar-Rum, 30:41). Dalam ayat lain surah al-isra ayat 16 Allah menyatakan janji-Nya ketika umat sudah melupakan dan mengingkari syariat Allah maka Allah akan mendatangkan azab-Nya:

.
Dan jika Kami membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu agar menaati Allah, tetapi bila mereka melakukan kedurhakaan di dalam negeri itu, maka sudah pantas berlaku terhadapnya hukuman Kami, kemudian Kami binasakan sama sekali negeri itu. (QS. Al-Isra [17]: 16) Menghadapi musibah yang menimpa umat, alangkah baiknya jika para pemimpin negeri ini belajar pada kebijakan khalifah Umar Ibnul Khathab. Bagaimana seharusnya para pemimpin berbuat pada saat rakyatnya mengalami penderitaan? Apa yang harus diperbuat oleh para pejabat negara dan para wakil rakyat, serta apa yang harus diperbuat oleh umat Islam sendiri, pada saat bangsa dan negara ini mengalami musibah, kemiskinan dan kesengsaraan hidup? Pada masa kekhalifahan Umar Ibnul Khattab ra, pernah terjadi kemarau panjang, diikuti bencana alam, gempa bumi dan angin badai. Akibatnya, kelaparan merajalela, wabah penyakit melanda masyarakat dan hewan ternak. Demikian sedih menyaksikan kondisi rakyatnya, sehingga beliau bersumpah tidak akan makan daging dan minum susu sebelum bahan makanan tersebut dinikmati oleh semua penduduk. Umar yang agung berusaha keras menundukkan ambisi pribadinya, mengendalikan kepentingan diri dan keluarganya, demi mengutamakan kepentingan

umat yang lebih membutuhkan. Sehingga muncullah ucapannya yang terkenal: Bagaimana aku dapat mengetahui keadaan umat, jika aku sendiri tidak merasakan apa yang mereka rasakan. Allahu Akbar, Allahu akbar, Allahu Akbar Wa Lillahil Hamd Kaum Muslimin Rahimakumullah Marilah kita jujur, apakah sikap kita sudah seperti itu? Apakah kita telah memiliki ketaatan total kepada Allah dan Rasul-Nya? Sudahkah kita menaati Allah SWT dan Rasul-Nya dalam setiap perintah dan larangan-Nya? Ketika Allah memerintahkan kita shalat, kita segera melaksanakannya. Ketika memerintahkan kita berpuasa, kita juga segera melaksanakannya. Ketika kita dilarang memakan Babi, minuman keras, judi, kita pun segera meninggalkannya. Lalu, mengapa ketika Allah memerintahkan kita untuk menerapkan hukum-hukum dan syariat-Nya secara totalitas (menyeluruh), kita abai dan menolak? Mengapa dan mengapa, seruan-seruan Allah itu tidak segera dilaksanakan? Di manakah keataan total kita kepada Allah SWT, yang menciptakan kita, dan yang menghidupkan dan mematikan kita? Layak kah dengan sikap seperti itu kita mendambakan kemuliaan dan kehormatan. Layak kah dengan sikap seperti itu, kita menjadi umat yang disegani oleh kawan dan lawan? Bukankah dengan sikap seperti itu, kita justru telah menghinakan diri kita sendiri dan mengundang azab Allah SWT. Allahu Akbar 3 X Walillahilhamd Maasyiral Muslimiin wal Muslimat Rahimakumullah Kini Allah memanggil kita, menuntut ketaatan total kita kepada-Nya. Ketaatan itu menuntut kita untuk berkorban; mengorbankan apa saja yang kita miliki demi menggapai ridha-Nya. Hanya dengan pengorbanan demi ketaatan itulah, kita akan meraih kembali kemuliaan hidup kita, baik di dunia maupun di akhirat. Dan, itu semua, hanya bisa diwujudkan jika hidup kita diatur dengan syariat Allah SWT. Inilah saatnya kita berkorban. Tampil ke depan membawa panji-panji Islam. Berjuang dengan segenap daya dan kemampuan menyonsong kemenangan yang dijanjikan oleh Allah dan Rasul-Nya. Hari ini kita diperintahkan berkurban, yang semestinya menjadi ibrah (pelajaran) dalam memberikan pengorbanan kita yang lain. Tidak hanya berhenti pada penyembelihan kambing, sapi, atau unta. Namun pengorbanan harta, waktu, jiwa dan raga kita demi tegaknya syariat Allah di muka bumi. Mudah-mudahan dengan pengorbanan total yang kita lakukan demi memperoleh keridhaan Allah SWT ini kita bisa menyelamatkan bangsa indonesia dari kehancuran mental, akhlak, dan fisik. Sehingga kita bisa hidup nyaman, aman, tenang, dan bahagia. Amiin ya Rabbal Alamiin.

You might also like