You are on page 1of 2

SOURCE

Foreign interpreters may harm RI diplomacy: SBY Bagus BT Saragih, The Jakarta Post, Jakarta, Thu, 02/23/2012 5:57 PM President Susilo Bambang Yudhoyono has urged the Foreign Ministry to speed up the education and training of presidential interpreters to help him communicate with his counterparts overseas. We urgently need more interpreters who are capable of speaking many foreign languages, particularly other than English, Chinese and Spanish, the President told 130 Indonesian diplomats stationed in 88 countries, including 85 ambassadors and 28 consuls general, in a meeting held at the Foreign Ministrys Pancasila building on Thursday. In the last G-20 meeting, for example, we all saw that many country leaders delivered speeches in their own languages. Angela Merkel spoke German, Nicolas Sarkozy French and Hu Jintao Chinese. So this is the situation we have to face, he went on. Yudhoyono reiterated that he must be accompanied by Indonesian interpreters at diplomatic meetings. In many bilateral meetings, however, Yudhoyono said he had been accompanied by interpreters provided by home governments. That was not good. Foreign interpreters could lead to misinterpretations that could end in diplomacy scandals, even war. Thus, interpreters must be Indonesian who do their job under oath, the President said.Yudhoyono called on Foreign Minister Marty Natalegawa to prepare interpreter training programs and utilize the language center set up at the Indonesian Peace and Security Center (IPSC) in Sentul, West Java. The meeting with Indonesian diplomats was aimed at bolstering Indonesias diplomacy overseas. Yudhoyono told the diplomats to be confident, have a global view, know their missions, be achievementoriented and always be ready, active and creative.

TARGET
Juru bahasa asing dapat membahayakan diplomasi RI (SBY). Bagus BT Saragih. The Jakarta Post, Jakarta, Kamis, 02/23/2012 pukul 17.57. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menyerukan Kementerian Luar Negeri untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan pelatihan juru bahasa kepresidenan untuk membantu Presiden dalam berkomunikasi dengan pihakpihak dari negara lain. Kami sangat membutuhkan lebih banyak juru bahasa dalam berbagai jenis bahasa asing, khususnya selain bahasa Inggris, Cina dan Spanyol, kata Presiden kepada 130 diplomat Indonesia yang ditempatkan di 88 negara, termasuk 85 duta besar dan 28 Konsul Jendral di dalam sebuah pertemuan yang diadakan di Gedung Pancasila Kementerian Luar Negeri pada hari Kamis lalu. Saat rapat G-20 terakhir, sebagai contoh, kita semua melihat bahwa terdapat banyak pemimpin negara membawakan pidato dalam bahasa mereka sendiri. Angela Merkel menggunakan bahasa Jerman, Nicholas Sarkozy menggunakan bahasa Perancis dan Hu Jintao menggunakan bahasa Cina. Ini adalah situasi yang harus kita hadapi, beliau melanjutkan. Yudhoyono menegaskan kembali bahwa dia harus ditemani oleh juru bahasa Indonesia saat pertemuan kenegaraan (diplomatic meeting). Yudhoyono mengatakan, walaupun pada banyak pertemuan dua negara (bilateral) lainnya, dia telah didampingi oleh juru bahasa yang disediakan untuk negara tuan rumah. Ini tidak baik, juru bahasa asing dapat melakukan kesalahan penafsiran dalam penjurubahasaan yang dapat mengakibatkan skandal negara, bahkan perang. Dengan demikian/Oleh karena itu (thus), juru bahasa harus orang Indonesia yang melakukan tugas di bawah sumpah, kata Presiden. Yudhoyono menyerukan Menteri Luar Negeri Martin Natalegawa untuk membuat program pelatihan juru bahasa dan mendayagunakan pusat bahasa yang di buat di Pusat Misi Pemelihara Perdamaian (IPSC) di Sentul, Jawa Barat.

Pertemuan dengan para diplomat Indonesia ini ditujukan untuk memperkuat diplomasi Indonesia di luar negeri. Yudhoyono mengatakan kepada diplomat untuk percaya diri, memiliki pandangan luas/menyeluruh, tahu mengenai misi mereka, berorientasi pada tujuan dan untuk selalu siap, aktif dan kreatip.

You might also like