You are on page 1of 17

SYARAH HADITS JIBRIL TENTANG ISLAM, IMAN DAN IHSAN

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas



:


,
,
,


,
,
: ,



,


, ,
,
:


,
,
: ,
.
: .
: .

: ,
: . , , ,
: .
: . : : .
: ,
, , , ,

. : . : , :
Umar bin Khaththab Radhiyallahu anhu berkata :
Suatu ketika, kami (para sahabat) duduk di dekat Rasululah Shallallahu alaihi wa sallam.
Tiba-tiba muncul kepada kami seorang lelaki mengenakan pakaian yang sangat putih dan
rambutnya amat hitam. Tak terlihat padanya tanda-tanda bekas perjalanan, dan tak ada
seorang pun di antara kami yang mengenalnya. Ia segera duduk di hadapan Nabi, lalu
lututnya disandarkan kepada lutut Nabi dan meletakkan kedua tangannya di atas kedua paha
Nabi, kemudian ia berkata : Hai, Muhammad! Beritahukan kepadaku tentang Islam.
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menjawab,Islam adalah, engkau bersaksi tidak ada
yang berhak diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah, dan sesungguhnya Muhammad
adalah Rasul Allah; menegakkan shalat; menunaikan zakat; berpuasa di bulan Ramadhan, dan
engkau menunaikan haji ke Baitullah, jika engkau telah mampu melakukannya, lelaki itu
berkata,Engkau benar, maka kami heran, ia yang bertanya ia pula yang membenarkannya.
Kemudian ia bertanya lagi: Beritahukan kepadaku tentang Iman.
Nabi menjawab,Iman adalah, engkau beriman kepada Allah; malaikatNya; kitab-kitabNya;
para RasulNya; hari Akhir, dan beriman kepada takdir Allah yang baik dan yang buruk, ia
berkata, Engkau benar.
Dia bertanya lagi: Beritahukan kepadaku tentang ihsan.
Nabi Shallallahu alaihi wa sallam menjawab,Hendaklah engkau beribadah kepada Allah
seakan-akan engkau melihatNya. Kalaupun engkau tidak melihatNya, sesungguhnya Dia
melihatmu.
Lelaki itu berkata lagi : Beritahukan kepadaku kapan terjadi Kiamat?
Nabi menjawab,Yang ditanya tidaklah lebih tahu daripada yang bertanya.
Dia pun bertanya lagi : Beritahukan kepadaku tentang tanda-tandanya!
Nabi menjawab,Jika seorang budak wanita telah melahirkan tuannya; jika engkau melihat
orang yang bertelanjang kaki, tanpa memakai baju (miskin papa) serta pengembala kambing
telah saling berlomba dalam mendirikan bangunan megah yang menjulang tinggi.
Kemudian lelaki tersebut segera pergi. Aku pun terdiam, sehingga Nabi bertanya kepadaku :
Wahai, Umar! Tahukah engkau, siapa yang bertanya tadi?
Aku menjawab,Allah dan RasulNya lebih mengetahui, Beliau bersabda,Dia adalah Jibril
yang mengajarkan kalian tentang agama kalian. [HR Muslim, no. 8]
KANDUNGAN HADITS JIBRIL
Dari penjelasan tentang urgensi hadits ini, kita dapat mengambil faidah di antaranya :

6. Ahlus sunnah mengimani tentang adanya Malaikat.


Bahwasanya malaikat diciptakan dari cahaya. Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda :


Diciptakan malaikat dari cahaya, diciptakan jin dari api yang menyala-nyala, dan diciptakan
Adam dari apa yang disifatkan kepada kalian. [HR Muslim, no. 2996, 60].
Malaikat mempunyai sayap, sebagaimana Allah berfirman di awal surat Faathir. Dan jumlah
malaikat sangat banyak, tidak ada yang mengetahui kecuali hanya Allah. Ada hadits yang
menyatakan, bahwa Baitul Mamur di langit yang ke tujuh dimasuki setiap hari oleh 70. 000
malaikat. Bila mereka keluar tidak kembali lagi ke situ. [HR Bukhari, no. 3207 dan Muslim,
no. 259].
Malaikat mendapat tugas bermacam-macam dari Allah. Mereka adalah makhluk yang tidak
pernah berbuat maksiat kepada Allah, dan mereka selalu bertasbih kepada Allah.
Sifat-sifat Malaikat Jibril.
Dia adalah ar Ruh al Amin, sebagaimana firman Allah :

Dia dibawa turun oleh ar Ruh al Amin (Jibril). [asy Syuaraa` : 193]
Allah mensifatinya dengan sifat amanah dan suci sebagai rekomendasi yang agung dari Rabb
Azza wa Jalla. Allah mensifatinya sebagai makhluk yang baik atau berakhlak mulia, memiliki
keindahan bentuk, mempunyai kedudukan di sisi Allah. Dia adalah pemimpin para malaikat
yang ditaati perintahnya di langit.
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah melihat Malaikat Jibril dalam bentuk aslinya
dua kali. Yang pertama pada tiga tahun setelah beliau Shallallahu alaihi wa sallam diutus,
dan yang kedua pada malam Isra dan Miraj.
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menyifati Malaikat Jibril dengan kebesaran
penciptaannya (bentuknya). Disebutkan, dari Abdullah bin Masud, beliau berkata :
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam melihat Jibril dengan bentuk aslinya. Dia memiliki
enam ratus sayap. Setiap satu sayap darinya dapat menutup ufuk, lalu berjatuhan dari
sayapnya macam-macam warna sesuatu yang bermacam-macam warnanya- dari mutiara dan
yaqut. [1]
7. Ahlus Sunnah beriman kepada kitab-kitab yang diturunkan Allah kepada RasulNya.
Sebagai rahmat dan hidayah bagi seluruh manusia agar mencapai kebahagiaan di dunia dan
akhirat. Kitab-kitab Taurat, Injil, Zabur, Shuhuf Ibrahim dan Musa serta al Qur`an tersebut
diturunkan oleh Allah dengan benar dan bukan makhluk.
Keistimewaan al Qur`an dari kitab-kitab lainnya :
Kita wajib mengimaninya secara rinci, membenarkan semua berita yang terdapat di
dalamnya, melaksanakan perintahNya, menjauhkan laranganNya dan beribadah kepada Allah
sesuai dengan apa yang terdapat di dalam al Qur`an dan as Sunnah.
Al Qur`an adalah mujizat yang abadi. Tidak ada seorang pun jin dan manusia yang mampu
untuk membuat satu surat saja seperti al Quran [al Israa` : 88].

Allah menjamin untuk menjaga al Qur`an [al Hijr : 9].


Al Qur`an sebagai tolak ukur dari kitab-kitab sebelumnya. Dan Sunnah Nabi Shallallahu
alaihi wa sallam sebagai penjelas dari al Qur`an.
Al Qur`an adalah kalamullah bukan makhluk, berasal dari Allah Subhanahu wa Taala dan
akan kembali kepadaNya; dan bahwasanya Allah berbicara secara hakiki.
8. Iman kepada rasul-rasul Allah.
Ahlus Sunnah beriman kepada rasul-rasul yang diutus Allah kepada setiap kaumnya. Yang
dimaksud rasul adalah, orang yang diberi wahyu untuk disampaikan kepada umat. Rasul yang
pertama adalah Nabi Nuh, dan yang terakhir Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam.
Setiap umat tidak pernah kosong dari nabi utusan Allah yang membawa syariat khusus untuk
kaumnya, atau dengan membawa syariat sebelumnya yang diperbaharui.
Para rasul adalah manusia biasa, makhluk Allah yang tidak mempunyai sedikit pun
keistimewaan rububiyah maupun uluhiyah. Mereka juga tidak mengetahui perkara yang
ghaib. Allah berfirman tentang Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam sebagai
pemimpin para rasul dan paling tinggi derajatnya di sisi Allah.


Katakanlah : Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak
kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib,
tentulah aku berbuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa
kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan dan pembawa berita gembira bagi
orang-orang yang beriman. [al Araaf : 188].
Iman kepada Rasul mengandung empat unsur :
Mengimani bahwa risalah mereka benar-benar dari Allah. Barangsiapa mengingkari risalah
mereka, walaupun hanya seorang, maka menurut pendapat seluruh ulama, ia dikatakan kafir,
sebagaimana firman Allah dalam surat Asy Syuaraa ayat 105.
Mengimani nama-nama rasul yang sudah kita kenali, yang Allah sebutkan di dalam al
Qur`an dan as Sunnah yang shahih. Jumlah nabi dan rasul sangat banyak. Menurut riwayat,
jumlah nabi ada 124. 000 dan jumlah rasul ada 315. Adapun yang terkenal adalah 25 rasul. [2]
Allah menyebutkan tentang para nabi dan rasul di dalam al Qur`an ada 25. Yaitu Adam, Idris,
Nuh, Hud, Shalih, Ibrahim, Luth, Ismail, Ishaq, Yaqub, Yusuf, Syuaib, Ayyub, Dzulkifli,
Musa, Harun, Dawud, Sulaiman, Ilyas, Ilyasa, Yunus, Zakaria, Yahya, Isa dan Muhammad.
Lihat surat al Imran ayat 33, Hud ayat 50, 61, 84, al Anbiya ayat 85, al Anaam ayat 83-86
dan al Fath ayat 29.
Adapun para rasul yang tidak diketahui namanya, maka wajib bagi kita mengimani secara
global. Allah berfirman:



Dan sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang rasul sebelum kamu, di antara mereka ada
yang kami ceritakan kepadamu, dan di antara mereka ada (pula) yang tidak Kami ceritakan
kepadamu [al Mumin : 78]

Membenarkan berita-berita mereka yang shahih riwayatnya.


Mengamalkan syariat Rasul yang diutus kepada kita. Beliau adalah Muhammad
Shallallahu alaihi wa sallam yang diutus Allah kepada seluruh manusia dan penutup para
nabi. Allah berfirman :


Maka demi Rabb-mu, maka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan
kamu sebagai hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak
merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan
mereka menerima sepenuhnya. [an Nisaa` : 65].
9. Iman kepada Yaumul Akhir (hari kiamat).
Yaitu mengimani yang dikabarkan atau disampaikan oleh Nabi Muhammad Shallallahu
alaihi wa sallam tentang yang terjadi setelah kematian. Di antaranya : fitnah kubur, adzab
kubur, nikmat kubur, dikumpulkannya manusia di Padang Mahsyar, ditegakkannya
timbangan, dibukanya catatan-catatan amal, adanya hisab, al Haudh (telaga), shirath
(jembatan), syafaat, Surga dan Neraka. Firman Allah :


Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam
kehidupan di dunia dan akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zhalim dan
memperbuat apa yang Dia kehendaki. [Ibrahim : 27].
Allah berfirman tentang adanya adzab kubur :


Kepada mereka dinampakkan Neraka pada pagi dan petang dan pada hari terjadinya Kiamat.
(Dikatakan kepada Malaikat) : Masukkanlah Firaun dan kaumnya kepada adzab yang
sangat keras. [al Mumin : 46].
Allah menciptakan kejadian-kejadian saat Kiamat datang menjelang. Salah satunya, Allah
menyuruh Malaikat Israfil meniup sangkakala, sebagaimana firmanNya :





Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi, kecuali siapa yang
dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi, maka tiba-tiba mereka berdiri
menunggu (putusannya masing-masing). [az Zumar : 68].
Ruh-ruh ketika itu akan dikembalikan kepada jasadnya masing-masing. Maka bangkitlah
manusia dari liang kuburnya untuk menghadap Allah, Rabb semesta alam. Mereka bangkit
dengan tidak beralas kaki, tidak berpakaian dan tidak berkhitan. Matahari dekat dengan
mereka dan peluh (keringat) bercucuran membasahi tubuh. Kemudian ditegakkan timbangan,
dibukakan catatan-catatan amal, serta adanya hisab, sebagaimana firman Allah dalam surat al
Muminun ayat 102-104.

Kita mengimani al Haudh (telaga) bagi Rasulullah. Airnya lebih putih daripada susu, lebih
manis dari madu, lebih harum dari minyak kesturi, panjang dan lebarnya sejauh perjalanan
satu bulan, bejana-bejananya seindah dan sebanyak bintang di langit. Maka kaum Mukminin
dari umat beliau Shallallahu alaihi wa sallam akan meminum dari haudh tersebut. Siapa yang
minum seteguk air darinya, maka dia tidak akan merasa haus lagi sesudah itu. [3]
Kita mengimani ash shirath (jembatan). Yaitu jembatan yang direntangkan di atas Neraka
Jahanam yang akan dilewati umat manusia sesuai dengan amal perbuatan mereka. Yang
pertama kali melewatinya seperti kilat, kemudian seperti angin, seperti burung terbang,
seperti orang berlari, seperti orang berjalan, dan ada pula yang merangkak. Mereka dibawa
oleh amal perbuatannya. Ketika itu Nabi Shallallahu alaihi wa sallam berdiri di atas
jembatan dan berdoa : Ya Allah, selamatkanlah, selamatkanlah. Pada kedua sisi jembatan
itu ada kait-kait yang digantungkan, diperintahkan untuk mengait siapa yang telah
diperintahkan kepadanya. Sehingga ada yang terkoyak tetapi selamat, dan ada pula yang
tercampakkan ke dalam api Neraka [4]. Umat yang pertama kali masuk Surga adalah umat
Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam.
Pada hari Kiamat, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam mempunyai tiga syafaat :
Syafaat pertama, yaitu syafaat `uzhma (yang agung). Diberikan kepada umat manusia di
Mauqif. Yaitu saat manusia dikumpulkan Allah di Padang Mahsyar, untuk diberi keputusan.
[5]
Syafaat kedua, yaitu syafaat yang diberikan kepada para ahli surga untuk memasuki Surga.
Kedua syafaat di atas khusus bagi Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.
Syafaat ketiga, yaitu syafaat yang diberikan kepada orang-orang yang berhak masuk
Neraka. Syafaat ini bersifat umum, yaitu bagi beliau Shallallahu alaihi wa sallam dan para
nabi, serta para shiddiqin dan yang lain dari kalangan kaum Muslimin.
Beliau Shallallahu alaihi wa sallam akan memberikan syafaat kepada orang yang
semestinya masuk Neraka untuk tidak masuk Neraka, beliau Shallallahu alaihi wa sallam
memberi syafaat kepada orang yang sudah masuk Neraka untuk dikeluarkan dari api Neraka,
serta syafaat Rasul untuk pelaku dosa besar dari umat Islam, seperti sabda Rasulullah dari
sahabat Anas bin Malik: Syafaatku akan diberikan bagi pelaku dosa besar dari umatku.
(HR Tirmidzi, no. 2435; Hakim I/69. Tirmidzi berkata, bahwa hadits ini hasan shahih). Dan
Allah mengeluarkan dari api Neraka beberapa kaum, tanpa melalui syafaat, akan tetapi
berkat karunia dan rahmatNya. [6]
Sesungguhnya Surga dan Neraka sudah diciptakan Allah. Keduanya adalah makhluk yang
kekal abadi. Surga adalah balasan bagi wali-wali Allah, sedangkan Neraka sebagai tempat
hukuman bagi orang yang bermaksiat kepadaNya, kecuali yang mendapatkan rahmatNya.
Adapun orang-orang kafir, mereka tetap kekal di dalam Neraka selama-lamanya.
Tanda-Tanda Hari Kiamat
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam di dalam hadits ini menyebutkan dua tanda. Di
antara tanda-tanda telah dekatnya hari Kiamat, yaitu :
a. Apabila budak wanita melahirkan tuannya.
Para ulama memiliki beberapa penafsiran terhadap pengertian ini, antara lain:
Ada yang berpendapat, banyaknya anak yang durhaka. Yaitu seorang anak memperlakukan
ibunya sebagaimana perlakuan tuan terhadap budak wanitanya. Pendapat inilah yang
dipegang oleh Ibnu Hajar.

Ibnu Rajab berkata,Ini sebagai isyarat atas pembukaan negeri (kaum Mukminin
mengalahkan negeri-negeri kafir) dan banyaknya perbudakan, sehingga banyak budak wanita
yang dijadikan gundik dan anak mereka pun menjadi banyak. Maka jadilah budak wanita
sebagai budak pemiliknya, dan anak tuannya dari budak wanita itu berkedudukan seperti
tuannya. Karena anak majikan berkedudukan sebagai majikan.
Sebagian ulama mengambil pendapat yang mengatakan bahwa ibu si anak itu dapat
merdeka dengan kematian tuannya. Seolah-olah, anaknyalah yang memerdekakannya, maka
pembebasan itu dinisbatkan kepada anak tersebut. Dengan hal tersebut, jadilah si anak
seolah-olah sebagai majikannya.
b. Sehingga engkau melihat orang yang fakir, telanjang badan dan kaki sebagai penggembala
kambing berlomba-lomba untuk meninggikan bangunan.
Maksudnya, orang-orang dari kalangan rakyat jelata (orang bodoh) menjadi para pemimpin.
Harta mereka pun banyak. Mereka mendirikan bangunan yang tinggi sebagai kebanggaan dan
kesombongan tehadap hamba-hamba Allah.
10. Iman kepada Qadh dan Qadar.
Qadha adalah hukum Allah Subhanahu wa Taala yang azali (telah ada) sebelum
diciptakannya sesuatu atau ketiadaannya. Qadar adalah penciptaan Allah Subhanahu wa
Taala terhadap segala sesuatu dengan suatu cara, dan di waktu yang khusus. Dan terkadang
keduanya dimutlakkan kepada yang lainnya.
Iman kepada takdir dibangun dari dua hal, sebagaimana dijelaskan oleh para ulama:
At tashdiq (pembenaran).
Bahwasanya ilmu Allah mendahului apa yang diperbuat oleh para hambaNya, berupa
kebaikan dan keburukan, ketaatan dan kemaksiatan sebelum mereka diciptakan. Dan Allah
telah mencatat semuanya itu di dalam Lauhil Mahfuzh.
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda :




Allah telah menulis takdir seluruh makhlukNya lima puluh ribu tahun sebelum Dia
menciptakan langit dan bumi.
Beliau Shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda:

Dan ArsyNya berada di atas air.
Seluruh amal perbuatan mereka pasti sesuai dengan apa yang telah ditetapkan oleh Allah
Azza wa Jalla dan berjalan menurut apa yang telah diketahui oleh ilmuNya. Firqah
Qadariyyah yang ekstrim telah menafikan hal ini (ilmu Allah). Di antara tokohnya, yaitu :
Mabad al Juhani, Amr bin Ubaid dan selain mereka. Mereka telah menyelisihi pendapat
Salaful Ummah, sehingga mereka pun tersesat dari jalan yang lurus.
Imam Ahmad, asy Syafii dan selain mereka berpendapat tentang kafirnya orang-orang yang
mengingkari ilmu Allah yang qadim (terdahulu).

Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla menciptakan seluruh perbuatan hambaNya berupa


berkurangnya iman, ketaatan dan kemaksiatan, dan menutupkannya di antara mereka dengan
kehendaknya.
Iman kepada qadha dan qadar ada empat tingkatan:
Al Ilmu.
Yaitu, mengimani bahwa Allah dengan ilmuNya, yang merupakan sifatNya yang azali dan
abadi, telah mengetahui segala amal perbuatan makhlukNya, serta mengetahui segala ihwal
mereka, seperti taat, maksiat, rizki, ajal, bahagia, dan celaka.
Al Kitaabah.
Bahwa Allah telah mencatat di Lauh Mahfuz seluruh takdir makhluk. Nabi Shallallahu alaihi
wa sallam bersabda :
: :
Pertama kali yang diciptakan Allah adalah qalam (pena), lalu Allah berfirman kepadanya:
Tulislah, (maka) ia menjawab,Apa yang harus aku tulis? Allah berfirman,Tulislah
semua yang terjadi sampai hari Kiamat! [HR Ibnu Ashim di dalam as Sunnah, no. 103;
Ahmad V/317] [7].
Sebagaimana juga Allah berfirman:



Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di
langit dan di bumi?; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh
Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah. [al Hajj : 70].
Al Masyiah.
Yaitu, apa yang dikehendaki Allah pasti terjadi. Sebaliknya, apa yang tidak dikehendakiNya,
tidak akan terjadi. Semua gerak-gerik yang terjadi di langit dan di bumi hanyalah dengan
kehendak Allah Subhanahu wa Taala. Tidak ada sesuatu yang terjadi di dalam kerajaanNya
apa yang tidak diinginkanNya.
Al Khalq.
Yaitu, Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, baik yang ada maupun yang belum ada. Karena
itu, tidak ada satupun makhluk di bumi atau di langit, melainkan Allah-lah yang
menciptakannya, tiada pencipta selain Dia, tiada Ilah melainkan hanya Allah saja.
Sebagaimana firmanNya:

Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu. [az Zumar : 62].
Dengan demikian, hendaknya bagi orang yang membahas nash-nash tentang qadha dan qadar
agar memperhatikan hal-hal berikut, sehingga selamat dari penyimpangan terhadap rukun
ini :

a. Membedakan antara sifat Allah dengan sifat makhlukNya.


Pembedaan antara ilmu Allah Azza wa Jalla dan ilmu manusia haruslah dilakukan. Sifat ini
harus ditetapkan untuk Allah dengan bentuk yang paling sempurna.
Seluruh sifat Allah Tabaraka wa Taala adalah sempurna, tidak dicampuri kelemahan,
kekurangan, tidak juga keterpaksaan. Sebagaimana yang menimpa pada kekuasaan dan
kehendak makhluk, yakni kehendak makhluk memiliki keterbatasan, serba kurang, dan
dikuasai.
b. Mensucikan Allah Azza wa Jalla dari berbagai sifat yang kurang.
Wajib bagi para hamba untuk mensucikan Rabb dari kesia-siaan, kejahilan, kezhaliman dan
selainnya dari berbagai kekurangan.
c. Penelitian atau pembahasan yang menyeluruh terhadap nash-nash al Kitab dan as Sunnah,
serta keluar dengan satu hukum setelahnya.
Hal ini sudah seharusnya dilakukan pada setiap permasalahan agama, mengumpulkan nashnash tentang suatu permasalahan, kemudian bersungguh-sungguh dalam memahaminya,
sesudah itu baru kemudian mengeluarkan satu hukum.
d. Allah Azza wa Jalla tidak ditanya tentang apa yang dilakukanNya.
Sebagaiman firmanNya :

Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuatNya, dan merekalah yang akan ditanyai. [al
Anbiyaa` : 23]
e. Hendaklah memiliki pengetahuan, bahwasanya seorang hamba diberi beban untuk
melakukan berbagai sebab. Adapun hasilnya berada di tangan Allah.
Tidak semua orang yang melakukan suatu sebab tertentu dan dilakukan oleh orang lain yang
semisalnya, keduanya memperoleh rizki yang sama. Terkadang seorang manusia berusaha
sungguh-sungguh, tetapi tidak mendapatkan rizki yang banyak. Sedangkan yang lain
berusaha dengan kesungguhan yang minim, akan tetapi ia memperoleh harta yang banyak.
Bersama kesungguhan mereka, mereka juga memperoleh akibat yang buruk. Maka berbagai
hasil berada di tangan Allah. Dia-lah yang mempersiapkan balasan dalam berbagai usaha
sebagai bentuk keadilan dan kebijaksanaanNya.
11. Definisi ihsan.
Ihsan adalah ikhlas dan penuh perhatian. Artinya, sepenuhnya ikhlas untuk beribadah hanya
kepada Allah dengan penuh perhatian, sehingga seolah-olah engkau melihatNya. Jika engkau
tidak mampu seperti itu, maka ingatlah bahwa Allah senantiasa melihatmu dan mengetahui
apapun yang ada pada dirimu.
Sabda Rasulullah ketika beliau Shallallahu alaihi wa sallam mendefinisikan kata ihsan
engkau menyembah Allah seolah-olah melihatNya dan seterusnya mengisyaratkan, bahwa
seorang hamba menyembah Allah dalam keadaan seperti itu. Berarti, ia merasakan kedekatan
Allah dan ia berada di depan Allah seolah-olah melihatNya. Hal ini menimbulkan rasa takut,
segan dan mengagungkan Allah, seperti dalam riwayat Abu Hurairah: Hendaknya engkau
takut kepada Allah seolah-olah engkau melihatNya.

Ibadah seperti ini juga menghasilkan ketulusan dalam beribadah, dan berusaha keras untuk
memperbaiki dan menyempurnakannya.
Tentang sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam Jika engkau tidak dapat melihatNya,
sesungguhnya Dia melihatmu, ada yang mengatakan, sabda tersebut merupakan
penjelasanan bagi sabda sebelumnya. Bahwa jika seorang hamba diperintahkan merasa
diawasi Allah dalam ibadah dan merasakan kedekatan Allah dengan hambaNya hingga
hamba tersebut seolah-olah melihatNya, maka bisa jadi hal tersebut baginya. Untuk itu,
hamba tersebut menggunakan imannya, bahwa Allah melihat dirinya, mengetahui rahasianya,
mengetahui yang diperlihatkannya, batinnya, luarnya, dan tidak ada sedikit pun dari dirinya
yang tidak diketahuiNya. Jika hamba tersebut menempatkan diri dengan posisi seperti ini,
maka mudah bagi hamba tersebut untuk beranjak ke posisi kedua, yaitu terus-menerus
melihat kedekatan Allah dengan hambaNya dan kebersamaan Allah dengan hambaNya,
hingga hamba tersebut seperti melihatNya.
12. Etika bertanya.
Seorang muslim akan menanyakan sesuatu yang bermanfaat bagi dunia dan akhiratnya. Dia
tidak akan menanyakan hal-hal yang tidak mendatangkan manfaat. Bagi orang yang
menghadiri sebuah majelis ilmu, lalu ia melihat orang-orang yang hadir disitu ingin
mengetahui satu hal, dan ternyata masalah tersebut belum ada yang menanyakan, maka
sepatutnya ia menanyakan, meskipun ia sudah mengetahuinya agar orang-orang yang hadir
bisa mengambil manfaat dari jawaban yang diberikan.
Orang yang ditanya tentang suatu hal, dan ia tidak mengetahui jawabannya, hendaklah ia
mengakui ketidaktahuannya, agar tidak terjerumus kepada hal-hal yang tidak ia ketahui.
13. Metode tanya-jawab.
Pendidikan modern pun mengakui, bahwa metode tanya-jawab merupakan metode
pendidikan yang relatif berhasil, karena memberikan tambahan semangat pada diri pendengar
untuk mengetahui jawaban yang diberikan. Metode ini sering dipergunakan Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam dalam mendidik generasi sahabat Radhiyallahu anhum.
FAWAID HADITS JIBRIL
1. Bidah tentang penafian qadar timbul di Basrah pada masa sahabat, dengan tokohnya yang
bernama Mabad al Juhani.
2. Kembalinya tabiin kepada sahabat dalam mengetahui masalah agama, baik dalam masalah
aqidah atau yang lainnya.
3. Wajib atas setiap muslim untuk bertanya tentang masalah agama kepada ulama. [an Nahl
ayat 43].
4. Disunnahkan bagi jamaah haji dan umrah memanfaatkan kepergian mereka ke Mekkah
dan Madinah untuk belajar agama dan bertanya kepada ulama.
5. Setan menyesatkan manusia dengan dua jalan. Pertama, setan menyesatkan orang yang
lalai dari ketaatan kepada Allah dihiasi dengan syahwat. Kedua, setan menyesatkan orang
yang taat kepada Allah dihiasi dengan syubhat.
6. Obat dari syubhat dan syahwat adalah kembali kepada al Qur`an dan as Sunnah dengan
pemahaman Salaf.
7. Menunjukkan disunahkannya memakai pakaian yang bersih dan memakai wangi-wangian
ketika berada di majelis ilmu dan bertemu dengan ulama dan penguasa.
8. Sesungguhnya orang yang berilmu, apabila ia ditanya tentang sesuatu dan dia belum
mengetahuinya, hendaklah ia mengatakan aku tidak mengetahuinya. Hal ini tidaklah

mengurangi kedudukannya.
9. Ucapan Allahu alam (Allah yang mengetahui) dan la adri (aku tidak tahu) adalah
separuh dari ilmu.
10. Definisi Islam yang benar adalah, tunduk patuh kepada Allah dengan tauhid,
melaksanakan ketaatan dan membebaskan diri dari syirik.
11. Kewajiban pertama kali atas muallaf, yaitu mengucapkan dua kalimat syahadat; bersaksi
tidak ada Ilah yang berhak diibadahi melainkan hanya Allah.
12. Penjelasan tentang Rukun Islam yang lima. Hadits ini menerangkan, Islam adalah amalamal anggota badan, berupa perkataan dan perbuatan.
13. Iman adalah perkataan dan perbuatan. Iman, menurut Ahlus Sunnah adalah perkataan
dengan lisan, meyakini dengan hati, melaksanakan dengan anggota tubuh, bertambah dengan
ketaatan dan berkurang dengan perbuatan dosa dan maksiat.
14. Penjelasan tentang rukun iman yang enam.
15. Tauhid ada tiga : Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyyah, dan Tauhid Asmaa` wa Shifat.
16. Iman kepada qadar baik dan buruk. Apa yang Allah takdirkan kepada kita, itu yang
terbaik untuk kita.
17. Tidak boleh menisbatkan kejelekan kepada Allah.
18. Penjelasan tentang ihsan.
19. Tanda-tanda kiamat, yaitu kiamat kecil.
20. Hadits ini menunjukkan haramnya durhaka kepada orang tua.
21. Hadits ini menunjukkan salah satu cara dari cara-cara pembelajaran, yaitu metode tanyajawab.
22. Hadits ini menunjukkan bahwa malaikat dapat merubah bentuk menyerupai manusia. Hal
tersebut dikuatkan oleh dalil-dalil dari al Qur`an.
23. Dimakruhkan membangun dan meninggikan bangunan selama tidak untuk keperluan
yang sangat mendesak.
24. Hadits ini menerangkan tentang adab-adab duduk atau bermajelis dalam majelis ilmu,
yaitu ditunjukkan Jibril duduk dekat dengan Rasulullah n . Beginilah yang seharusnya
dilakukan oleh penuntut ilmu, sehingga ia dapat mengambil ilmu dengan seksama dan
mengambil hujjah dari lisan-lisan para ulama.
25. Tidak ada seorang pun yang mengetahui waktu terjadinya kiamat. [Lihat QS Luqman ayat
34, al Ahzab ayat 63].
26. Di dalam hadits ini terdapat dalil, sesuatu hal yang ghaib tidak ada yang mengetahuinya
kecuali Allah Azza wa Jalla semata.
Maraaji :
1. Shahih Bukhari.
2. Shahih Muslim.
3. Sunan Abu Dawud.
4. Sunan At Tirimdzi.
5. Sunan an Nasaa-i.
6. Sunan Ibnu Majah.
7. Musnad Ahmad bin Hanbal.
8. As Sunnah, oleh Abdullah bin Ahmad.
9. Shahih Ibnu Khuzaimah.
10. Musnad Abu Dawud ath Thayaalisi.
11. As Syariah Imam al Ajurri.
12. Shahih Ibnu Hibban.
13. Syarhus Sunnah, oleh Imam al Baghawi.
14. Tazhim Qadris Shalat, oleh Muhammad bin Nashr al Marwazi.

15. Syarah Shahih Muslim, oleh Imam an Nawawi.


16. Fathul Baari Syarah Shahih al Bukhari, oleh al Hafizh Ibnu Hajar al Asqalaani
17. Jaamiul Ulumul Hikam, oleh al Hafizh Zainuddin Abul Faraj Abdurrahman bin
Syihabuddin al Baghdadi ad Dimasyqi, yang terkenal dengan Ibnu Rajab (wafat th. 755 H),
tahqiq Syuaib al Arnauth dan Ibrahim Baajis, Cet. VIII, Muassasah ar Risaalah, Th. 1419 H.
18. Syarah Arbain an Nawawiyah, oleh Muhammad Hayat as Sindi (wafat th. 1163 H),
tahqiq Hikmat bin Ahmad al Hariri, Cet. I, Ramaadi lin Nasyr, Th. 1415 H.
19. Qawaid wa Fawaid minal Arbain an Nawawiyah, oleh Nazhim Muhammad Sulthan, Cet.
I, ad Daar as Salafiyah, Th. 1408 H.
20. Al Waafi fi Syarhil Arbain an Nawawiyah, oleh Dr. Musthafa al Bughah dan Muhyidin
Mosto, Cet. VIII, Maktabah Daarut Turaats, Th. 1413 H.
21. Hilyatul ilmi al Muallimi wa Bulghatu ath Thalibi al Mutaallim min Haditsi Jibril, oleh
Syaikh Salim bin Id al Hilali, Cet. I, Th. 1414 H.
22. Syarh Arbain an Nawawiyah, oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin, Cet. III,
Daarus Tsurayya, Th. 1425 H, di bawah pengawasan Muassasah Syaikh Muhammad bin
Shalih al Utsaimin al Khairiyyah.
23. Syarh Hadits Jibril fi Talimiddiin, oleh Syaikh Dr. Abdul Muhsin bin Hamd al Abbad al
Badr, Cet. I Daarul Mughni, Th. 1424 H.
24. Syarh Ushulil Iman, oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin.
25. Syarh Tsalatsatil Ushul, oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin.
26. Dan kitab-kitab lainnya.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun X/1427H/2006M Diterbitkan Yayasan
Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183
Telp. 08121533647, 08157579296]
_______
Footnote
[1]. HR Ahmad (I/412, 460). Dishahihkan oleh Ahmad Muhammad Syakir di dalam Tahqiq
Musnad Imam Ahmad, no. 3915 dan 4396.
[2]. Ahmad (V/178,179), Ibnu Hibban (no. 94) dan al Hakim (II/262). Lihat Zaadul Maad fii
Hadyi Khiril Ibaad (I/43-44) dan Silsilah al Ahaadits ash Shahiihah, no. 2668.
[3]. Lihat hadits tentang haudh Nabi n di hadits riwayat Bukhari dalam kitab ar Riqaq, Bab
53; Muslim, Kitabul Fadhail, bab Itsbat Hudli Nabiyyina n wa Sifatihi, Juz 4/173-1800.
[4]. HR Muslim, no. 183 dan Bukhari (7439) dari Abu Said al Khudri. Lihat Aqidah al
Wasithiyah dan Majmu Fatawa Syaikhul Islam.
[5]. HR Bukhari (4712) dan Muslim (194).
[6]. HR Muslim, no. 2849, 38 dari sahabat Anas bin Malik.
[7]. Dalam sanadnya ada Ibnu Lahiah. Dia rawi lemah karena jelek hafalannya. Akan tetapi
ada jalan lain yang dikeluarkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya (5/317); Ibnu Abi
Syaiban (14/144); Ibnu Abi Ashim no. 107; al Ajurri fi asy Syariah, hlm. 177 dari Walid bin
Ubadah dari ayahnya. Sanad hadits ini hasan. (Lihat at Tanbihaat al Lathifah).

PEMBAHASAN
HADITS TENTANG IMAN, ISLAM, DAN IHSAN

Dalam sebuah hadits dikatakan :



:




:
:
: : :

:


Artinya :
Musaddad telah menceritakan kepada kami, ia berkata bahwa Ismail ibn Ibrahim telah
menceritakan kepada kami, Abu Hayyan al-Taimiy dari Abi Zurah telah menyampaikan
kepada kami dari Abu Hurairah r.a berkata:
Pada suatu hari ketika Nabi saw. sedang duduk bersama sahabat, tiba-tiba datang seorang
laki-laki dan bertanya, apakah iman itu?. Jawab Nabi saw.: iman adalah percaya Allah
swt., para malaikat-Nya, kitab-kitabnya, dan pertemuannya dengan Allah, para Rasul-Nya
dan percaya pada hari berbangkit dari kubur. Lalu laki-laki itu bertanya lagi, apakah
Islam itu? Jawab Nabi saw., Islam ialah menyembah kepada Allah dan tidak menyekutukanNya dengan suatu apapun, mendirikan shalat, menunaikan zakat yang difardhukan dan
berpuasa di bulan Ramadhan. Lalu laki-laki itu bertanya lagi: apakah Ihsan itu? Jawab
Nabi saw., Ihsan ialah bahwa engkau menyembah kepada Allah seakan-akan engkau
melihat-Nya, kalau engkau tidak mampu melihat-Nya, ketahuilah bahwa Allah melihatmu.
Lalu laki-laki itu bertanya lagi: apakah hari kiamat itu? Nabi saw. menjawab: orang
yang ditanya tidak lebih mengetahui daripada yang bertanya, tetapi saya memberitahukan
kepadamu beberapa syarat (tanda-tanda) akan tibanya hari kiamat, yaitu jika budak sahaya
telah melahirkan majikannya, dan jika penggembala onta dan ternak lainnya telah
berlomba-lomba membangun gedung-gedung megah. Termasuk lima perkara yang tidak
dapat diketahui kecuali oleh Allah, selanjutnya Nabi saw. membaca ayat: Sesungguhnya
Allah hanya pada sisi-Nya sajalah yang mengetahui hari kiamat (ayat).
Kemudian orang itu pergi. Lalu Nabi saw. bersabda kepada para sahabat: antarkanlah
orang itu. Akan tetapi para sahabat tidak melihat sedikitpun bekas orang itu. Lalu Nabi
saw.bersabda: Itu adalah Malaikat Jibril a.s. yang datang untuk mengajarkan agama
kepada manusia. (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, at-Turmudzi, Ibnu Majah dan Ahmad
bin Hambal).

A. Iman
Kata iman berasal dari bahasa arab, yang merupakan masdar dari madli Amana, Yuminu,
Imanan, yang artinya percaya. Sedangkan menurut hadits pokok yang telah kami paparkan
diatas, iman adalah percaya (adanya) Allah swt. , para malaikat-Nya, kitab-kitabnya, dan
pertemuannya dengan Allah, para Rasul-Nya serta percaya pada hari berbangkit dari kubur.

Pada redaksi lain juga disebutkan, yakni hadits yang diriwayatkan oleh bukhori muslim,
selain yang telah disebutkan pada hadits pokok diatas, ada tambahan mengenai obyek iman,
yaitu beriman adanya qodlo dan qodar, baik maupun buruk. Wal hashil, dari sinilah para
ulama menyimpulkan bahwa rukun iman ada enam, yang mana setiap mumin wajib
mempercayainya untuk menyandang sebuah titel muminnya. Yakni :
1. 1.
2. 2.

Iman kepada Allah


Iman kepada malaikat Allah

3. 3.

Iman kepada rusul Allah

4. 4.

Iman kepada kitab-kitab Alla

5. 5.

Iman kepada hari akhir (kiamat)

6. 6.

Iman kepada qodo dan qobar Allah, baik maupun buruk keberadaannya.

Banyak sekali hadits yang memuat tentang iman, yang tak mungkin kami sajikan disini, maka
kami hanya mengambil sebagian saja, diantaranya :

( ) :
Artinya : Abdulloh bin Muhammad telah bercerita kepada kita, seraya berkata; Abu Amir al
Aqdi bercerita kepada kita seraya berkata ; sulaiman bin bilal telah bercerita kepada kita dari
abdulloh bin dinar dari abu sholih dari abu hurairoh ra. Dari Nabi SAW. Beliau bersabda :
iman terdiri dari 70 lebih sekian cabang, sedangkan malu termasuk salah satu cabang
darinya.
Hadits pertama ini, memberi aba aba bahwa iman itu banyak sekali cabangnya. Ada lebih dari
70 cabang iman, diantaranya adalah malu. Walau malu kelihatanyya sepele, tapi ternyata
banyak sekali yang tidak bisa melakukannya, tercermin dalam kehidupan keseharian yang
terjadi diantara kita. Lebih-lebih malu pada sang kuasa. Karena bila seseorang masih punya
malu pada sang pencipta, niscaya tidak akan berani maksiat pada-Nya, apalagi berani
meninggalkan perintah. Inilah urgensi tentang malu, banyak yang tahu, tapi tak sedikit yang
tak mau tahu, dalam arti tidak mengindahkannya.
. ( )
) :
(
Yakub bin ibrahim teah bercerita kepada kita, beliau berkata ; ibnu ulaiyah bercerita kepada
kita, dari abdul aziz bin zuhaib dari anas dari nabi saw. , Adam juga bercerita kepada kita,
beliau berkata ; telah bercerita kepada kita syubah, dari qotadah dari sahabat anas, beliau
berkata ; nabi saw. Bersabda : tidak (sempurna) iman diantara kamu sehingga aku lebih
dicintai baginya melebihi orang tuanya, anaknya, dan manusia sekalian.

Hadits ini menjelaskan tentang urgensi cinta terhadap nabi, karena termasuk ciri ciri iman
seseorang sempurna bila mana dia lebih mencintai nabinya melebihi cintanya terhadap selain

tuhan dan nabinya. Bila kita tarik mafhum dari hadits ini, kama orang tidak bisa dikatakan
mempunyi iman sempurna sebelum dia mencintai nabinya melebihi segala-galanya.

( ) :
Musaddad telah menceritakan kepada kita, dia berkata ; telah bercerita kepada kita yahya,
dari syubah dari qotadah dari annas dari nabi saw. Dan dari husain al Mualim, dia berkata :
dari nabi saw. Beliau bersabda : tidak dikatakan (sempurna) iman seorang diantara kalian
sehingga mencintai saudara (muslim) nya sebagaimana kecintaannya kepada dirinya.
Sedang hadits yang satu ini, menyinggung tentang kecintaan seseorang terhadap saudara
muslinya, maka tidak dikatakan sempurna iman seseorng mana kala orang tersebut belum
bisa mencintai saudara muslimnya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri.


)
(
Muhammad bin mutsanna telah berkata ; telah bercerita kepada kita abdul wahab as tsaqofi,
telah bercerita kepada kita Ayyub dari abi qolabah d ari annas dari nabi saw. Beliau bersabda :
tiga perkara bila mana terdapat diri seseorang akan merasakan manisnya iman : yaitu bila
Allah dan rasulnya lebih ia cinta daripada selain keduanya, dan hendaknya ia mencintai orang
yang tidak cinta kepadanya kecuali karena Allah semata, dan ia enggan / benci untuk kem
bali kepada kekafiran sebagaimana kebenciannya bila di masukkan ke neraka.

Terakhir, dibahas pada hadits ini tentang bagaimana seseorang dapat merasakan manisnya
iman, yakni dengan mencintai Allah dan rasulnya melebihi segalanya, mencintai seseorang
yang mencintainya hanya karena Allah semata, serta hendaknya ia benci untuk kembali
kepada kekafiran sebagaimana ia benci bila dimasukan ke neraka.

B. Islam
Sebagaimana telah maklum, islam berasal dari bahasa arab juga, dari madli Aslama yuslimu
islaman, yang berarti selamat. Sedangkan menurut hadits pokok diatas, islam diartikan
sebagai Islam ialah menyembah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan suatu
apapun, mendirikan shalat, menunaikan zakat yang difardhukan dan berpuasa di bulan
Ramadhan.
Dilain redaksi, ada yang mencantumkan perihal haji, sehingga dapat disimpulkan bahwa
rukun iman berjumlah lima, yaitu :

1. Syahadat.
2. Sholat.
3. Zakat
4. Puasa.
5. Dan haji
Sebagaimana hadits nabi yang berbunyi :

) :
(
Abdulloh bin musa telah bercerita kepada kita, dia berkata ; handlolah bin abi sufyan telah
memberi kabar kepada kita d ari ikrimah bin kholid dari abi umar ra. Berkata : rasul saw.
Bersabda : islam dibangun atas lima perkara : persaksian sesungguhnya tidak ada tuhan selain
Allah dan sesungguhnya nabi Muhammad adalah utusannya, mendirikan sholat, memberikan
zakat, hajji dan puasa ramadlan.

Islam merupakan agama terakhir dari syariat yang telah dirurunkan oleh Allah kepada rasul
sekaligus nabinya yang terakhir pula. Disini, eksistensi islam sebagai agama yang paling
benar telah tak diragukan lagi adanya. Banyak kaum orientalis yang berusaha menyerang
islam, dengan mempelajari islam itu sendiri, dengan tujuan mencari celah untuk meruntuhkan
islam melalui kekurangan-kekurangan yang ada dalam islam, tapi apa yang terjadi, banyak
diantara mereka yang malah berbalik kiblat kemudian masuk islam tanpa ragu. Karena islam
merupakan agama yang sempurna, sekaligus sebagai penyempurna dari agama-agama
masawi yang terdahulu. Allah berfiman :





Artinya : Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. tiada berselisih
orang-orang yang telah diberi Al Kitab[4] kecuali sesudah datang pengetahuan kepada
mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap
ayat-ayat Allah Maka Sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.[5]

c. Ihsan
kata ihsan, lahir dari madli ahsana yuhsinu ihsanan, yaitu bahasa arab yang berarti bebuat
baik, atau memperbaiki. Sedangkan bila memandang dri hadits pokok diatas, ihsan diartikan
sebagai menyembah Allah seakan akan kita melihat-Nya, atau setidaknya kita merasa selalu
diawasi oleh Allah.

Disini terdapat indikasi lebih mengenai ihsan dibanding dengan yang lain. Karena ihsan
sendiri merupakan usaha untuk selalu melakukan yang lebih baik, yang lebih afdol, dan
bernilai lebih sehingga seseorang tidak hanya berorientasi untuk menggugurkan kewajiban
dalah beribadah, melainkan justru berusaha bagaimana amal ibadahnya diterima dengan
sebaik-baiknya oleh Allah. SWT. Karena dia akan merasa diawasi oleh Allah, maka akan
terus timbul dihatinya tuntutan untuk selalu meng upgrade amal perbuatannya dari yang
kurang baik menjadi yang baik, dari yang sudah baik, terus berusaha untuk yang lebih baik
demi diterimanya amal perbuatan mereka.

Sebagai contoh, seseorang yang melakukan sholat, cukup dengn melakukan syarat dan rukun
sholat saja, tanpa hartus khusu maupun khudu. Orang itu sudah tidak dituntut lagi kelak
karena dia sudah melakukan kewajibannya walaupun hanya sebatas menggugurkan
kewajiban belaka. Beda dengan orang yang muhsin (ihsan), maka dia akan melakukan sholat
tersebut dengan sesempurna mungkin, dia tidak hanya memperhatikan syarat dan rukun saja,
melainkan adab dalam sholat, kekhusyuan, khudu, dan hal-hal yang dapat menghalangi
sampainya ibadah tersebut sampai kepada hadroh sang kholiq.

D. Korelasi Iman, Islam, dan Ihsan


Diatas telah dibahas tentang ketiga hal tersebut, disini, akan dibahas hubungan timbal balik
antara ketiganya. Iman yang merupakan landasan awal, bila diumpamakan sebagai pondasi
dalam keberadaan suatu rumah, sedangkan islam merupakan entitas yang berdiri diatasnya.
Maka, apabila iman seseorang lemah, maka islamnya pun akan condong, lebih lebih akan
rubuh. Dalam realitanya mungkin pelaksanaan sholat akan tersendat-sendat, sehingga tidak
dilakukan pada waktunya, atau malah mungkin tidak terdirikan. Zakat tidak tersalurkan,
puasa tak terlaksana, dan lain sebagainya. Sebaliknya, iman akan kokoh bila islam seseorang
ditegakkan. Karena iman terkadang bisa menjadi tebal, kadang pula menjadi tipis, karena
amal perbuatan yang akan mempengaruhi hati. Sedang hati sendiri merupakan wadah bagi
iman itu. Jadi, bila seseorang tekun beribadah, rajin taqorrub, maka akan semakin tebal
imannya, sebaliknya bila seseorang berlarut-larut dalam kemaksiatan, kebal akan dosa, maka
akan berdampak juga pada tipisnya iman.
Dalam hal ini, sayyidina Ali pernah berkata :


Artinya : Sahabat Ali kw. Berkata : sesungguhnya iman itu terlihat seperti sinar yang putih,
apabila seorang hamba melakukan kebaikan, maka sinar tersebut akan tumbuh dan
bertambah sehingga hati (berwarna) putih. Sedangkan kemunafikan terlihat seperti titik
hitam, maka bila seorang melakukan perkara yang diharamkan, maka titik hitam itu akan
tumbuh dan bertambah hingga hitamlah (warna) hati. [6]

Adapun ihsan, bisa diumpamakan sebagai hiasan rumah, bagaimana rumah tersebut bisa
terlihat mewah, terlihat indah, dan megah. Sehingga padat menarik perhatian dari banyak
pihak. Sama halnya dalam ibadah, bagaimana ibadah ini bisa mendapatkan perhatian dari
sang kholiq, sehingga dapat diterima olehnya. Tidak hanya asal menjalankan perintah dan
menjauhi larangannya saja, melainkan berusaha bagaimana amal perbuatan itu bisa bernilai
plus dihadapan-Nya. Sebagaimana yang telah disebutkan diatas kedudukan kita hanyalah
sebagai hamba, budak dari tuhan, sebisa mungkin kita bekerja, menjalankan perintah-Nya
untuk mendapatkan perhatian dan ridlonya. Disinilah hakikat dari ihsan.

[4] Maksudnya ialah Kitab-Kitab yang diturunkan sebelum Al Quran.


[5] Lihat Al-Quran surat Ali Imron ayat 21
[6] Lihat Ihya Ulumiddin, juz 1 hal. 121 Maktaba Syamela

You might also like