You are on page 1of 11

PENGARUH SENAM LANSIA TERHADAP KUALITAS TIDUR PADA LANSIA

DI DESA LEYANGAN KECAMATAN UNGARAN TIMUR


KABUPATEN SEMARANG
Kartiko Heri Cahyono
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran

ABSTRACT
Impaired quality of sleep is a sleep disorder experienced by patients with symptoms always
tired and exhausted throughout the day, as well as continuously. One of the changes that occur in the
elderly are physical changes in the nervous system that can lead to disrupted sleep needs The
improvement of sleep quality in elderly who suffered from sleep disorder can be done by several
ways. One of them is by geriatric gymnastics that can stimulate optimal melatonin secretion and the
influence of beta-endhorphin and help in improving the fulfillment of the needs of sleep in elderly.
The purpose of this study is to analyze the influence of geriatric gymnastics toward quality of sleep in
elderly at Leyangan village East Ungaran Sub-district Semarang Regency.
This study used a quantitative approach with quasi-experimental method. This study used nonequivalent (pretest and posttest) control group design. The population in this study was the elderly
who suffered from sleep disorder at Leyangan Village East Ungaran Sub-district Semarang Regency as
many as 375 peoples and the samples were 34 respondents. Data instrument in measuring the quality
of sleep used PSQI (Pittsburgh Sleep Quality Index). Sampling techniques using simple random
sampling, the research carried out for 1 week.
The results of this study indicate that there is an influence of geriatric gymnastic toward the
quality of sleep in elderly at Leyangan village East Ungaran Sub-district Semarang Regency, with pvalue of 0.004 ( = 0.05).
The geriatric gymnastics therapy can used to improve the quality of sleep in elderly who
suffered from sleep disorder as a medication.
Keywords : Quality of sleep, Geriatric gymnastics, Elderly
PENDAHULUAN
Indonesia adalah termasuk negara yang
memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia
(aging structured population) karena jumlah
penduduk yang berusia 60 tahun ke atas sekitar
7,18%. Jumlah penduduk lansia di Indonesia
pada tahun 2006 sebesar kurang lebih dari 19
juta, dengan usia harapan hidup 66,2 tahun.
Pada tahun 2010 jumlah lansia sebanyak
14,439.967 jiwa (7,18%) dan pada tahun 2010
mengalami peningkatan menjadi 23.992.553
jiwa (9,77%) sementara pada tahun 2011
jumlah lansia sebesar 20 juta jiwa (9,51%),
dengan usia harapan hidup 67,4 tahun dan pada
tahun 2020 diperkirakan sebesar 28,8 juta

(11,34%), dengan usia harapan hidup 71,1


tahun (Depkes, 2012).
Usia lanjut adalah seseorang yang telah
mencapai usia lebih dari 60 tahun. Menjadi tua
ditandai dengan adanya kemunduran biologis
yang terlihat sebagai kemunduran yang terjadi
adalah
kemampuan-kemampuan
kognitif
seperti suka lupa, kemunduran orientasi
terhadap waktu, ruang, tempat, serta tidak
mudah menerima hal/ide baru. Kemunduran
lain yang dialami adalah kemunduran fisik
antara lain kulit mulai mengendur, timbul
keriput, rambut beruban, gigi mulai ompong,
pendengaran dan penglihatan berkurang,
mudah lelah, gerakan menjadi lamban dan
kurang lincah, serta terjadi penimbunan lemak
terutama di perut dan pinggul (Maryam, et.,al,

Pengaruh Senam Lansia Terhadap Kualitas Tidur Pada Lansia Di Desa Leyangan
Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang

2012). Kemampuan fisik yang menurun juga


menyebabkan perubahan kualitas tidur pada
lansia (Putra, 2011).
Seiring perubahan usia, tanpa disadari
juga pada orang lanjut usia akan mengalami
perubahan-perubahan fisik, psikososial dan
spiritual. Salah satu perubahan tersebut adalah
perubahan kualitas tidur. Menurut National
Sleep Foundation sekitar 67% dari 1.508 lansia
di Amerika usia 65 tahun keatas melaporkan
mengalami gangguan tidur dan sebanyak 7,3 %
lansia mengeluhkan gangguan memulai dan
mempertahankan tidur atau insomnia (Breus,
2004).
Kualitas tidur adalah suatu keadaan tidur
yang dijalani seorang individu menghasilkan
kesegaran dan kebugaran saat terbangun
(Khasanah, 2012). Kualitas tidur mencakup
aspek kuantitatif dari tidur, seperti durasi tidur,
latensi tidur serta aspek subjektif dari tidur.
Kualitas tidur adalah kemampuan setiap orang
untuk mempertahankan keadaan tidur dan
untuk mendapatkan tahap tidur REM dan
NREM yang pantas (Khasanah, 2012).
Kualitas tidur pada lansia mengalami
perubahan yaitu tidur REM mulai memendek.
Penurunan progresif pada tahap NREM 3 dan
4 dan hampir tidak memiliki tahap 4.
Perubahan pola tidur lansia disebabkan
perubahan
sistem
saraf
pusat
yang
mempengaruhi pengaturan tidur (Saryono &
Widianti, 2010). Semakin bertambahnya usia
berpengaruh terhadap penurunan dari periode
tidur. Kebutuhan tidur akan berkurang dari usia
bayi sampai usia lanjut. Bayi yang baru lahir
tidur rata-rata 18 jam sehari, anak berusia 6
tahun rata-rata 10 jam, anak umur 12 tahun
rata-rata 8,5 jam, orang dewasa 7 sampai 8
jam, sedangkan umur 60 tahun ke atas rata-rata
6 jam sehari. Orang yang berusia lebih dari 60
tahun sering menyampaikan keluhan gangguan
tidur, terutama masalah kurang tidur (Putra,
2011).
Perubahan kualitas tidur pada lansia
disebabkan oleh kemampuan fisik lansia yang
semakin menurun. Kemampuan fisik menurun
karena kemampuan organ dalam tubuh yang
menurun, seperti jantung, paru-paru, dan
ginjal.
Penurunan
kemampuan
organ
mengakibatkan daya tahan tubuh dan
kekebalan tubuh turut terpengaruh (Prasadja,
2009).
Menurut riset Universisity of Chicago,
Amerika Serikat, keseimbangan metabolisme
terganggu bila kurang tidur minimal tiga hari
2

dan dapat dihubungkan dengan kuantitas dan


kualitas
tidur.
Kurang
tidur
dapat
menyebabkan seseorang merasa mengantuk
yang berlebihan pada siang hari dan kurang
berenergi serta menyebabkan gangguan
konsentrasi (Imran, 2010). Kualitas tidur yang
buruk dapat menyebabkan seseorang absen
dari pekerjaannya dan peningkatan risiko
untuk gangguan kejiwaan termasuk depresi
(Buysse, 2008).
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
kualitas tidur pada lansia antara lain penyakit,
stress psikologis, obat, nutrisi, lingkungan,
motivasi, gaya hidup dan latihan (senam)
(Saryono & Widianti, 2010). Upaya-upaya
untuk mempertahankan kesehatan lansia baik
yang bersifat perawatan, pengobatan, pola
hidup sehat, diantaranya senam lansia
(Widianti & Proverawati, 2010).
Senam lansia adalah olahraga ringan yang
mudah dilakukan dan tidak memberatkan, yang
dapat diterapkan pada lansia. Aktivitas
olahraga ini akan membantu tubuh lansia agar
tetap bugar dan tetap segar, karena senam
lansia ini mampu melatih tulang tetap kuat,
mendorong jantung bekerja secara optimal dan
membantu menghilangkan radikal bebas yang
berkeliaran didalam tubuh (Widianti &
Proverawati, 2010).
Senam mampu mengembalikan posisi dan
kelenturan sistem saraf dan aliran darah.
Senam mampu memaksimalkan supply oksigen
ke otak, mampu menjaga sistem kesegaran
tubuh serta sistem pembuangan energi negatif
dari dalam tubuh. Senam lansia merupakan
kombinasi dari gerakan otot dan teknik
pernafasan. Teknik pernapasan yang dilakukan
secara sadar dan menggunakan diafragma,
memungkinkan abdomen terangkat perlahan
dan dada mengembang penuh. Teknik
pernapasan tersebut, mampu memberikan
pijatan pada jantung yang menguntungkan
akibat naik turunnya diafragma, membuka
sumbatan-sumbatan dan memperlancar aliran
darah ke jantung serta meningkatkan aliran
darah ke seluruh tubuh.
Senam lansia merangsang penurunan
aktifitas saraf simpatis dan peningkatan
aktifitas saraf para simpatis yang berpengaruh
pada
penurunan
hormon
adrenalin,
norepinefrin dan katekolamin serta vasodilatasi
pada pembuluh darah yang mengakibatkan
transport oksigen ke seluruh tubuh terutama
otak lancar sehingga dapat menurunkan
tekanan darah dan nadi menjadi normal. Pada

Pengaruh Senam Lansia Terhadap Kualitas Tidur Pada Lansia Di Desa Leyangan
Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang

kondisi ini akan meningkatkan relaksasi lansia.


Selain itu, sekresi melatonin yang optimal dan
pengaruh beta endhorphin dan membantu
peningkatan pemenuhan kebutuhan tidur lansia
(Rahayu, 2008).
Berdasarkan studi pendahuluan yang
dilakukan oleh peneliti di Desa Leyangan
Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten
Semarang terdapat 375 lansia. Hasil
wawancara dari 10 orang lansia yang
melakukan olah raga pagi, senam dan jalan
pagi tanpa jadwal dan keteraturan sebanyak 6
orang (60,0%) dan yang tidak melakukan olah
raga sebanyak 4 orang (40,0%). Lansia yang
mempunyai kualitas tidur yang buruk yaitu
mengeluh tidak bisa tidur, sering terbangun 3
sampai 5 kali pada malam hari dan sulit untuk
memulai tidur kembali sebanyak 7 orang
(70,0%). Dijumpai pula 2 orang dari 7 orang
dengan kualitas tidur yang buruk mempunyai
keluhan kesehatan yaitu menderita diabetes
mellitus.
Berdasarkan latar belakang di atas maka
peneliti akan melakukan penelitian dengan
judul, pengaruh senam lansia terhadap
kualitas tidur pada lansia di Desa Leyangan
Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten
Semarang.
METODOLOGI PENELITIAN

Sampel dalam penelitian ini adalah lansia


di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur
Kabupaten Semarang. Penentuan besar sampel
dalam penelitian ini berdasarkan estimasi
(perkiraan) untuk menguji hipotesis beda ratarata (numerik) 2 kelompok tidak berpasangan.
Metode pengambilan sampel dalam
penelitian ini adalah dengan cara simple
random sampling yaitu peneliti mengambil
sampel dengan cara acak tanpa memandang
strata yang ada dalam anggota populasi
darimana sampel diambil merupakan populasi
homogen yang hanya mengandung satu ciri
dengan cara mengundi anggota populasi atau
teknik
undian.
Sebelum
dilakukan
pengambilan sampel perlu ditentukan kriteria
inklusi maupun kriteria eksklusi.
Kriteria inklusi dalam penelitian ini,
yaitu: 1) Lansia dengan gangguan kualitas
tidur (hasil skrinning dengan PSQI yang
dimodisikasi), 2) Lansia bersedia menjadi
responden, 3) Lansia berusia 55 sampai
dengan 75 tahun.
Sedangkan kriteria eksklusi dalam
penelitian ini, yaitu: 1) Lansia sedang
mengalami sakit (krisis hipertensi), 2) Lansia
yang mengalami dimensia, 3) Lansia yang
mengkonsumsi obat yang berpengaruh
terhadap tidur.

Desain Penelitian
Metode penelitian yang digunakan
eksperimen semu (quasi experiment design).
Experiment design adalah eksperimen yang
belum atau tidak memiliki ciri-ciri rancangan
eksperimen sebenarnya, karena variabelvariabel yang seharusnya dikontrol atau
dimanipulasi tidak dapat atau sulit dilakukan.
Jenis desain dalam penelitian ini berbentuk
non equivalent control group design.
Rancangan non equivalent control group
design yaitu desain penelitian dengan
mengelompokkan anggota sampel pada
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
tidak dilakukan secara random atau acak. Oleh
sebab itu rancangan ini sering disebut juga non
randomized control group pretest postest
design.

Pengumpul Data
Instrumen penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah menggunakan
Kuesioner kualitas tidur modifikasi dari
Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). PSQI
digunakan untuk mengukur kualitas tidur
lansia. Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI)
yang dimodifikasi dari 6 komponen yang
berkorespondensi dengan domain yang ada
pada daftar sebelumnya. Setiap komponen
penilaian berkisar 0 (tidak ada kesulitan)
sampai 3 (kesulitan tidur yang berat). Seluruh
komponen dijumlahkan menjadi suatu skor
keseluruhan (berkisar 0-18). Dalam kuesioner
ini terdapat 6 skor yang digunakan sebagai
parameter penilaiannya. Enam skor tersebut
yaitu : kualitas tidur, latensi tidur, durasi tidur,
efisiensi tidur, gangguan tidur, disfungsi siang
hari. Rentang skor dari kualitas tidur adalah 018. Nilai 0 menunjukan tidak ada masalah.

Populasi dan Sampel


Populasi dalam penelitian ini adalah
lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran
Timur Kabupaten Semarang sebanyak 375
lansia.

Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini
dilakukan dengan Analisis Univariat dan
analisis bivariat. Analisis univariat dalam

Pengaruh Senam Lansia Terhadap Kualitas Tidur Pada Lansia Di Desa Leyangan
Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang

penelitian ini digunakan untuk menjelaskan


atau mendeskripsikan karakteristik setiap
variabel penelitian. Analisis ini hanya
menghasilkan
distribusi
frekuensi
dan
persentase dari tiap variabel. Variabel dalam
penelitian ini digambarkan dalam bentuk
frekuensi dan persentase yaitu: a) Gambaran
kualitas tidur lansia sebelum diberikan senam
lansia pada kelompok intervensi dan kontrol,
b) Gambaran kualitas tidur lansia sesudah
diberikan senam lansia pada kelompok
intervensi dan kontrol.
Analisis bivariat yang dilakukan oleh
peneliti terhadap dua variabel yang diduga
berhubungan atau berkorelasi. Analisis bivariat
yang dilakukan pada penelitian ini meliputi:
Uji normalitas, uji homogenitas, dan uji
hipotesis.
Guna mengetahui apakah ada pengaruh
senam lansia terhadap kualitas tidur pada
lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran
Timur
Kabupaten
Semarang
peneliti
menggunakan uji t test-independent karena
membandingkan data yang berasal dari dua
kelompok data yang tidak berpasangan. Uji t
test-independent termasuk dalam uji statistik
parametrik yaitu uji yang menggunakan
asumsi-asumsi data berdistribusi normal
dengan varian homogen dan diambil dari
sampel yang acak.
HASIL PENELITIAN
Analisis Univariat
Gambaran Kualitas Tidur Lansia sebelum
Diberikan Senam Lansia di Desa Leyangan
Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten
Semarang pada Kelompok Intervensi dan
Kontrol.
Tabel 1
Distribusi Frekuensi Kualitas Tidur Lansia
sebelum Penelitian di Desa Leyangan
Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten
Semarang pada Kelompok Kontrol
Frekuensi
Persen
Kualitas tidur
(f)
(%)
Buruk
17
100,0
Jumlah

17

100,0

Berdasarkan Tabel 1, diketahui bahwa


kualitas tidur lansia sebelum penelitian di Desa
Leyangan
Kecamatan
Ungaran
Timur
Kabupaten Semarang pada kelompok kontrol
dalam kategori buruk yaitu 17 orang (100,0%).
4

Tabel 2
Distribusi Frekuensi Kualitas Tidur Lansia
sebelum Diberikan Senam Lansia di Desa
Leyangan Kecamatan Ungaran Timur
Kabupaten Semarang pada Kelompok
Intervensi
Frekuensi
Persen
Kualitas tidur
(f)
(%)
Buruk
17
100,0
Jumlah

17

100,0

Berdasarkan Tabel 2, diketahui bahwa


kualitas tidur lansia sebelum diberikan senam
lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran
Timur Kabupaten Semarang pada kelompok
intervensi dalam kategori buruk yaitu 17 orang
(100,0%).
Gambaran Kualitas Tidur Lansia Setelah
Diberikan Senam Lansia di Desa Leyangan
Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten
Semarang pada Kelompok Intervensi dan
Kontrol.
Tabel 3
Distribusi Frekuensi Kualitas Tidur Lansia
Setelah Penelitian di Desa Leyangan
Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten
Semarang pada Kelompok Kontrol
Frekuensi
Persen
Kualitas tidur
(f)
(%)
Baik
1
5,9
Buruk
16
94,1
Jumlah

17

100,0

Berdasarkan Tabel 3, diketahui bahwa


kualitas tidur lansia setelah penelitian di Desa
Leyangan
Kecamatan
Ungaran
Timur
Kabupaten Semarang pada kelompok kontrol
dalam kategori buruk yaitu 16 orang (94,1%).
Tabel 4
Distribusi Frekuensi Kualitas Tidur Lansia
Setelah Diberikan Senam Lansia di Desa
Leyangan Kecamatan Ungaran Timur
Kabupaten Semarang pada Kelompok
Intervensi
Frekuensi
Persen
Kualitas tidur
(f)
(%)
Baik
7
41,2
Buruk
10
58,8
Jumlah

17

100,0

Pengaruh Senam Lansia Terhadap Kualitas Tidur Pada Lansia Di Desa Leyangan
Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang

Berdasarkan Tabel 4, diketahui bahwa


kualitas tidur lansia sebelum diberikan senam
lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran

Timur Kabupaten Semarang pada kelompok


intervensi dalam kategori buruk yaitu 10 orang
(58,8%).

Analisis Bivariat
Tabel 5
Hasil Uji Kesetaraan Kelompok Kontrol dan Perlakuan Sebelum Senam Lansia
Kelompok
n
SD
t hitung
p-value
Pretest kontrol
perlakuan

17
17

0,0000
0,2425

Berdasarkan
hasil
uji
kesetaraan
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
kualitas tidur lansia sebelum dan sesudah
diberikan senam lansia di Desa Leyangan
Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten

1,000

0,325

Semarang dengan p value sebesar 0,325


(=0,05), artinya kualitas tidur lansia sebelum
diberikan senam lansia adalah setara sehingga
dapat dibandingkan.

Perbedaan Kualitas Tidur Lansia Sebelum dan Sesudah Diberikan Senam Lansia di Desa Leyangan
Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang pada Kelompok Intervensi
Tabel 6
Perbedan Kualitas Tidur Lansia Sebelum dan Sesudah Diberikan Senam Lansia di Desa
Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang pada Kelompok Intervensi
n
Mean
SD
t hitung
p-value
Kelompok
intervensi

Sebelum
Sesudah

17
17

2,0000
1,5882

Berdasarkan Tabel 6 tersebut dapat


diketahui bahwa dari 17 lansia di Desa
Leyangan Kecamatan Ungaran Timur pada
kelompok intervensi kategori rata-rata kualitas
tidur sebelum diberikan senam lansia sebesar
2,0000. Diketahui pula bahwa dari 17 lansia di
Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur
pada kelompok intervensi kategori rata-rata
kualitas tidur setelah diberikan senam lansia
sebesar 1,5882. Hal tersebut menunjukkan ada
peningkatan rata-rata kualitas tidur pada lansia

0,0000
0,5073

3,347

0,004

setelah diberikan senam lansia di Desa


Leyangan Kecamatan Ungaran Timur.
Berdasarkan
uji
t-test
dependent
menunjukkan pula bahwa nilai t hitung sebesar
3,347 dan nilai p value sebesar 0,004 (=0,05),
sehingga dapat disimpulkan bahwa ada
perbedan kualitas tidur lansia sebelum dan
sesudah diberikan senam lansia kelompok
intervensi di Desa Leyangan Kecamatan
Ungaran Timur Kabupaten Semarang pada
kelompok intervensi.

Perbedaan Kualitas Tidur Lansia Sebelum dan Sesudah Diberikan Senam Lansia di Desa Leyangan
Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang pada Kelompok Kontrol
Tabel 7
Perbedaan Kualitas Tidur Lansia Sebelum dan Sesudah Diberikan Senam Lansia di Desa
Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang pada Kelompok Kontrol
n
Mean
SD
t hitung
p-value
Kelompok
kontrol

Sebelum
Sesudah

17
17

2,0000
1,9412

Berdasarkan Tabel 7 tersebut dapat


diketahui bahwa dari 17 lansia di Desa
Leyangan Kecamatan Ungaran Timur pada
kelompok kontrol kategori rata-rata kualitas

0,0000
0,24254

1,000

0,332

tidur sebelum penelitian sebesar 2,0000.


Diketahui pula bahwa dari 17 lansia di Desa
Leyangan Kecamatan Ungaran Timur pada
kelompok kontrol kategori rata-rata kualitas

Pengaruh Senam Lansia Terhadap Kualitas Tidur Pada Lansia Di Desa Leyangan
Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang

tidur sebelum penelitian sebesar 1,9412. Hal


tersebut menunjukkan tidak ada peningkatan
rata-rata kualitas tidur pada lansia kelompok
kontrol setelah diberikan senam lansia di Desa
Leyangan Kecamatan Ungaran Timur.
Berdasarkan
uji
t-test
dependent
menunjukkan pula bahwa nilai t hitung sebesar

1,000 dan nilai p value sebesar 0,332 (=0,05),


sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada
perbedan kualitas tidur lansia sebelum dan
sesudah diberikan senam lansia di Desa
Leyangan
Kecamatan
Ungaran
Timur
Kabupaten Semarang pada kelompok kontrol.

Pengaruh Senam Lansia terhadap Kualitas Tidur pada Lansia di Desa Leyangan Kecamatan
Ungaran Timur Kabupaten Semarang.
Tabel 8
Analisis Pengaruh Senam Lansia terhadap Kualitas Tidur pada Lansia di Desa Leyangan
Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang
Variabel
Perlakuan
Mean
SD
t hitung
p-value
Kualitas tidur

Kontrol
Intervensi

11,882
10,5882

Berdasarkan Tabel 8 terlihat bahwa ratarata kualitas tidur pada lansia di Desa
Leyangan
Kecamatan
Ungaran
Timur
Kabupaten Semarang pada kelompok kontrol
sebesar 11,882, Sedangkan rata-rata kualitas
tidur pada lansia di Desa Leyangan Kecamatan
Ungaran Timur Kabupaten Semarang pada
kelompok intervensi sebesar 10,5882.
Hasil uji independen t-test menunjukkan
bahwa nilai t hitung sebesar 2,157 sedangkan
nilai p-value sebesar 0,040 ( = 0,05). Hal
tersebut menunjukkan ada pengaruh senam
lansia terhadap kualitas tidur pada lansia di
Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur
Kabupaten Semarang.
PEMBAHASAN
Gambaran Kualitas Tidur Lansia sebelum
Diberikan Senam Lansia pada Kelompok
Intervensi dan Kontrol
Beberapa responden mengalami penyakit
fisik sebagai dampak dari proses penuaan.
Penyakti yang mereka alami diantara terkait
dengan pertulangan seperti rematik, gout dan
sebagainya, dimana rasa nyeri yang
ditimbulkan oleh penyakit tersebut membuat
tidur mereka terganggu. Penyakit lain yang
dialami adalan yang berkaitan dengan
inkontinensia urin atau kejadian ngompol.
Inkontinensia urin di malam hari menyebakan
mereka sering terbangun hingga pada akhirnya
mereka tidak dapat mempertahankan tidurnya.
Setiap penyakit yang menyebabkan nyeri,
ketidaknyamanan fisik (misalnya kesulitan
bernapas), atau masalah suasana hati, seperti
kecemasan atau depresi, dapat menyebabkan
6

1,363
2,063

2,157

0,040

masalah tidur. Seseorang dengan perubahan


seperti itu mempunyai masalah kesulitan
tertidur atau tetap tertidur. Penyakit juga dapat
memaksa klien untuk tidur dalam posisi yang
tidak biasa. Sebagai contoh, memperoleh
posisi yang aneh saat tangan atau lengan
diimobilisasi pada traksi dapat mengganggu
tidur (Perry dan Potter, 2009).
Sejumlah faktor mempengaruhi kuantitas
dan kualitas tidur, seringkali faktor tunggal
tidak hanya menjadi penyebab masalah tidur
faktor fisiologis, psikologis dan lingkungan
dapat mengubah kualitas dan kuantitas tidur
diantaranya penyakit fisik. Setiap penyakit
yang menyebabkan nyeri, ketidaknyamanan
fisik (misalnya kesulitan bernapas), atau
masalah suasana hati, seperti kecemasan atau
depresi, dapat menyebabkan masalah tidur.
Seseorang dengan perubahan seperti itu
mempunyai masalah kesulitan tertidur atau
tetap tertidur. Penyakit juga dapat memaksa
klien untuk tidur dalam posisi yang tidak biasa.
Sebagai contoh, memperoleh posisi yang aneh
saat tangan atau lengan diimobilisasi pada
traksi dapat mengganggu tidur (Perry dan
Potter, 2009).
Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian Wicaksono (2010), tentang analisis
faktor dominan yang berhubungan dengan
kualitas tidur pada mahasiswa Fakultas
Keperawatan Universitas Airlangga. Hasil
analisis data menunjukkan faktor yang yang
mempunyai hubungan dengan kualitas tidur
yaitu pada stres r=0,318; pada kelelahan r=0,438 dan pada penyakit r=-0,324.
Sebagian responden mempunyai beberapa
jenis penyakit seperti diabetes, hipertensi

Pengaruh Senam Lansia Terhadap Kualitas Tidur Pada Lansia Di Desa Leyangan
Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang

sebagai dampak proses penuaan. Masalah


tersebtu diatasi dengan menggunakan obatobatan farmakologi atas dasar resep dari
dokter. Pemakaian obat dalam jangka panjang
dengan tujuan mengatasi penyakit ternyata
juga membawa efek samping. Salah satu efek
samping yang dialami pemakai obat-obatan
adalah menurunnya kualitas tidur.
Sejumlah faktor mempengaruhi kuantitas
dan kualitas tidur, seringkali faktor tunggal
tidak hanya menjadi penyebab masalah tidur
faktor fisiologis, psikologis dan lingkungan
dapat mengubah kualitas dan kuantitas tidur
yaitu obat-obatan dan substansi. Mengantuk
dan deprivasi tidur adalah efek samping
mediksi yang umum (lihat kotak di atas).
Medikasi yang diresepkan untuk tidur
seringkali memberi banyak masalah daripada
keuntungan. Orang dewasa muda dan dewasa
tengah dapat tergantung pada obat tidur untuk
mengatasi stresor gaya hidupnya. Lansia
seringkali menggunakan variasi obat untuk
mengontrol atau mengatasi penyakit kroniknya
dan efek kombinasi dari beberapa obat dapat
mengganggu tidur secara serius. L-triptofan,
suatu protein alami ditemukan dalam makanan
seperti susu, keju, dan daging, dapat membantu
orang tidur (Menurut Perry dan Potter, 2009)
Gambaran Kualitas Tidur Lansia Setelah
Diberikan Senam Lansia pada Kelompok
Intervensi dan Kontrol
Hasil penelitian menunjukkan kualitas
tidur lansia setelah penelitian di Desa
Leyangan
Kecamatan
Ungaran
Timur
Kabupaten Semarang pada kelompok kontrol
dalam kategori buruk yaitu 16 orang (94,1%).
Kualitas tidur lansia setelah penelitian pada
kelompok kontrol dalam kategori buruk
ditunjukkan dengan kualitas tidur subjektif
yang buruk dimana responden menyatakan
kualitas tidur secara keseluruhan pada minggu
lalu yaitu 66,7%. Selain itu, latensi tidur juga
buruk dimana mereka menyatakan mereka
menanti sebelum tertidur rata-rata 31-60 menit,
tidak dapat tidur dalam tempo 30 menit dan
86,3%. Lama tidur lansia juga buruk dimana
mereka mengalami tidur sesungguhnya kurang
dari 5 jam sehari yaitu 86,3%. Kualitas tidur
responden yang buruk tersebut disebabkan
faktor gaya hidup yang tidak sehat.
Gaya hidup yang tidak sehat dari
responden adalah kebiasaan tidur hingga larut
malam hari. Kebiasaan yang mereka lakukan
diantaranya karena kebiasaan sejak masih

muda, yaitu begadang bersama teman teman.


Kebiasaan tidur larut malam tersebut masih
terbawa hingga usia mereka mengalami
masalah kesehatan. Gaya hidup lainnya adalah
pola konsumsi makanan setiap harinya.
Mereka mengkonsumsi makanan yang serba
digoreng dan menghindari konsumsi sayuran.
Gaya hidup yang salah tersebut menyebabkan
mereka kesulitan untuk tidur khususya pada
malam hari.
Menurut Perry dan Potter (2009),
sejumlah faktor mempengaruhi kuantitas dan
kualitas tidur diantaranya gaya hidup.
Rutinitas harian seseorang mempengaruhi pola
tidur. Individu yang bekerja bergantian
berputar (misalnya 2 minggu sift siang diikuti
oleh 1 minggu sift malam) seringkali
mempunyai
kesulitan
menyesuaikan
perubahan jadwal tidur. Perubahan lain dalam
rutinitas yang mengganggu pola tidur meliputi
kerja berat yang tidak biasanya, terlibat dalam
aktivitas sosial pada larut malam dan
perubahan waktu makan malam.
Diperoleh sebagian besar responden
kurang memperhatikan asupan makanan dan
kalori terutama menjelang tidur malam.
Sebagian besar responden mengkonsumsi
makanan yang dapat menghambat tidur,
diantaranya nasi, kopi dan sebagainya. Banyak
pula diantara mereka yang harus merokok
sebelum berangkat tidur. Makanan yang
kurang bergizi tersebut menyebabkan mereka
kesulitan menjelang tidur.
Menurut Perry dan Potter (2009),
sejumlah faktor mempengaruhi kuantitas dan
kualitas tidur diantaranya asupan makanan dan
kalori. Makan besar, berat, dan atau berbumbu
pada makan malam dapat menyebabkan tidak
dapat dicerna yang mengganggu tidur. Kafein
dan alkohol yang dikonsumsi pada malam hari
mempunyai efek produksi insomnia sehingga
mengurangi atau menghindari zat tersebut
secara drastis adalah strategi penting yang
digunakan untuk meningkatkan tidur. Alergi
makanan menyebabkan insomnia. Pada bayi,
terbangun pada maiam hari dan menangis atau
kolik dapat disebabkan alergi susu yang
membuluhkan penggunaan ASI ibu atau
formila bukan susu. Selain susu, makanan lain
yang sering menyebabkan alergi penghasil
insomnia di antara anak-anak dan orang
dewasa meliputi jagung, gandum, kacangkacangan, coklat, telur, ikan laut, pewarna
makanan warna merah dan kuning, dan ragi
(Hauri dan Linde, 2000). Perbaikan tidur yang

Pengaruh Senam Lansia Terhadap Kualitas Tidur Pada Lansia Di Desa Leyangan
Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang

normal memerlukan waktu sampai 2 (dua)


minggu jika makanan tertentu yang
menyebabkan masalah telah dihilangkan dari
diet.
Perbedaan Kualitas Tidur Lansia Sebelum
dan Sesudah Diberikan Senam Lansia pada
Kelompok Intervensi
Kualitas tidur lansia pada kelompok
intervensil sebelum diberikan senam lansia
sebagian besar dalam kategori buruk dimana
responden menyatakan kualitas tidur secara
keseluruhan pada minggu lalu yaitu 66,7%.
Selain itu, latensi tidur juga buruk dimana
mereka menyatakan mereka menanti sebelum
tertidur rata-rata 31-60 menit, tidak dapat tidur
dalam tempo 30 menit dan 92,1%. Setelah
diberikan senam lansia selama satu minggu
yang dilakukan berseling-seling harinya
diperoleh responden yang sudah mengalami
peningkatan kualitas tidurnya dimana kualitas
tidur latensi tidur (60,75%), lama tidur
(86,3%), efisiensi tidur (86,2%) dan gangguan
tidur (21,6%), sehingga dapat disimpulkan
bahwa ada perbedan kualitas tidur lansia
sebelum dan sesudah diberikan senam lansia di
Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur
Kabupaten
Semarang
pada
kelompok
intervensi. Hal tersebut didukung oleh
pemberian senam lansia selama satu minggu
dengan waktu berseling-seling.
Senam lansia merupakan olahraga ringan
dan mudah dilakukan bagi responden, tidak
memberatkan yang diterapkan pada lansia
yang dilakukan pada pagi hari meliputi latihan
kepala dan leher, latihan bahu dan lengan,
latihan tangan, latihan punggung, latihan paha
dan kaki, latihan muka, latihan pernafasan,
latihan relaksasi yang dilakukan 3 kali
seminggu secara berselang seling selama 30
menit pada sore hari. Senam lansia yang
diberikan tahapan latihan kebugaran jasmani
yaitu rangkaian proses dalam setiap latihan,
meliputi pemanasan, kondisioning (inti), dan
penenangan (pendinginan).
Semua senam dan aktifitas olahraga
ringan tersebut sangat bermanfaat untuk
menghambat proses degeneratif/penuaan.
Senam ini sangat dianjurkan untuk mereka
yang memasuki usia pralansia (45 thn) dan
usia lansia (65 thn ke atas). Orang melakukan
senam secara teratur akan mendapatkan
kesegaran jasmani yang baik yang terdiri dari
unsur kekuatan otot, kelentukan persendian,
kelincahan gerak, keluwesan, cardiovascular

fitness dan neuromuscular fitness. Apabila


orang melakukan senam, peredarah darah akan
lancar dan meningkatkan jumlah volume
darah. Selain itu 20% darah terdapat di otak,
sehingga akan terjadi proses indorfin hingga
terbentuk hormon norepinefrin yang dapat
menimbulkan rasa gembira, rasa sakit hilang,
adiksi (kecanduan gerak) dan menghilangkan
depresi. Dengan mengikuti senam lansia efek
minimalnya adalah lansia merasa berbahagia,
senantiasa bergembira, bisa tidur lebih
nyenyak, pikiran tetap segar.
Senam lansia disamping memiliki dampak
positif terhadap peningkatan fungsi organ
tubuh juga berpengaruh dalam meningkatkan
imunitas dalam tubuh manusia setelah latihan
teratur. Tingkat kebugaran dievaluasi dengan
mengawasi kecepatan denyut jantung waktu
istirahat yaitu kecepatan denyut nadi sewaktu
istirahat. Jadi supaya lebih bugar, kecepatan
denyut jantung sewaktu istirahat harus
menurun. Manfaat senam lainnya yaitu terjadi
keseimbangan antara osteoblast dan osteoclast.
Apabila senam terhenti maka pembentukan
osteoblast berkurang sehingga pembentukan
tulang berkurang dan dapat berakibat pada
pengeroposan tulang.
Perbedaan Kualitas Tidur Lansia Sebelum
dan Sesudah Penelitian pada Kelompok
Kontrol
Kualitas tidur lansia sebelum penelitian
pada kelompok kontrol dalam kategori buruk
ditunjukkan dengan kualitas tidur secara
keseluruhan pada minggu lalu yaitu 62,7%.
Selain itu, latensi tidur juga buruk dimana
mereka menyatakan mereka menanti sebelum
tertidur rata-rata 31-60 menit, tidak dapat tidur
dalam tempo 30 menit dan 96,1%, sedangakn
setelah penelitian kualitas tidur secara
keseluruhan pada minggu lalu yaitu 66,7%.
Selain itu, latensi tidur juga buruk dimana
mereka menyatakan mereka menanti sebelum
tertidur rata-rata 31-60 menit, tidak dapat tidur
dalam tempo 30 menit dan 86,3%. Hal tersebut
menunjukkan tidak perbedaan yang bermakna
kualitas tidur lansia sebelum dan sesudah di
Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur
Kabupaten Semarang pada kelompok control.
Beberrapa factor yang mempengaruhi diantara
perubahan fisik akibat penuaan.
Menurut Azizah (2011), perubahanperubahan pada diri manusia, antara lain
perubahan fisik salah satunya adalah sistem
saraf. Sistem susunan saraf mengalami

Pengaruh Senam Lansia Terhadap Kualitas Tidur Pada Lansia Di Desa Leyangan
Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang

perubahan anatomi dan atrofi yang progresif


pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami
penurunan koordinasi dan kemampuan dalam
melakukan aktifitas sehari-hari. Penuaan
menyebabkan penurunan presepsi sensori dan
respon motorik pada susunan saraf pusat dan
penurunan reseptor proprioseptif, hal ini terjadi
karena susunan saraf pusat pada lansia
mengalami
perubahan
morfologis
dan
biokimia, perubahan tersebut mengakibatkan
penurunan fungsi kognitif. Koordinasi
keseimbangan;
kekuatan
otot,
reflek,
perubahan postur dan peningkatan waktu
reaksi. Hal ini dapat di cegah dengan
pemberian
latihan
koordinasi
dan
keseimbangan serta latihan untuk menjaga
mobilitas dan postur.
Pengaruh Senam Lansia terhadap Kualitas
Tidur pada Lansia di Desa Leyangan
Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten
Semarang
Pengaruh proses penuaan menimbulkan
berbagai masalah baik secara fisik, mental
maupun sosial ekonomi. Secara umum kondisi
fisik seseorang yang telah memasuki usia
lanjut akan mengalami penurunan. Lansia lebih
rentan terkena berbagai macam penyakit
karena semakin bertambahnya umur maka
akan mengalami penurunan fungsi organ.
Penurunan kondisi fisik lansia berpengaruh
pada kondisi mental dan psikososial pada
lansia. Masalah mental yang sering dialami
oleh lansia lebih banyak dipengaruhi karena
faktor kesepian, ketergantungan, dan kurang
percaya diri sehingga menyebabkan lansia
mengalami depresi, kecemasan, dan stres.
Kondisi mental dan psikisosial pada lansia
yang memicu bagi sebagian besar lansia
mengalami gangguan tidur (Mangoenprasojo,
2005).
Kualitas tidur berubah pada kebanyakan
lansia. Episode tidur REM lansia cenderung
memendek dan terdapat penurunan yang
progresif pada tahap tidur NREM 3 dan 4.
Beberapa lansia hampir tidak memiliki tahap 4,
atau tidur yang dalam. Seorang lansia yang
terbangun lebih sering di malam hari
membutuhkan banyak waktu untuk jatuh
tertidur. Akan tetapi, pada lansia yang berhasil
beradaptasi terhadap perubahan fisiologis dan
psikologis dalam penuaan lebih mudah
memelihara tidur REM dan keberlangsungan
dalam siklus tidur yang mirip dengan dewasa
muda (Potter & Perry, 2009).

Meningkatkan kualitas tidur dapat


dilakukan dengan berbagai cara yaitu dari
asupan nutrisi, modifikasi lingkungan,
kebersihan diri, dan olahraga. Olahraga
merupakan cara efektif untuk meningkatkan
kualitas tidur. Dua puluh menit berolahraga per
hari sangat dianjurkan untuk menjaga tubuh
tetap bugar dan mendapat tidur yang
berkualitas
(Rafiudin,
2004).
Menurut
Mangoenprasodjo (2005) olahraga usia lanjut
perlu diberikan dengan berbagai patokan,
antara lain beban ringan atau sedang, waktu
relatif lama, dan bersifat aerobik. Beberapa
contoh olahraga yang dapat dilakukan oleh
lansia yaitu jalan kaki, olahraga yang bersifat
rekreatif dan senam. Beberapa senam yang
dapat dilakukan oleh lansia yaitu yoga dan
senam.
American Academy of Sleep Medicine
telah melakukan penelitian terhadap olahraga
yang dilakukan pada pagi hari selama 3,5-4
jam seminggu akan menurunkan gangguan
tidur. Olahraga yang dilakukan kurang dari 3
jam seminggu pada pagi hari tidak membantu
mengatasi gangguan tidur. Sedangkan olahraga
yang dilakukan pada malam hari akan
menyebabkan masalah gangguan tidur yang
lebih berat (McCann, 2003).
Olahraga senam lansia juga merangsang
penurunan aktifitas saraf simpatis dan
peningkatan aktifitas saraf para simpatis yang
berpengaruh
pada
penurunan
hormon
adrenalin, norepinefrin dan katekolamin serta
vasodilatasi pada pembuluh darah yang
mengakibatkan transport oksigen keseluruh
tubuh terutama otak lancar sehingga dapat
menurunkan tekanan darah dan nadi menjadi
normal. Pada kondisi ini akan meningkatkan
relaksasi lansia. Selain itu, sekresi melatonin
yang optimal dan pengaruh beta endhorphin
dan membantu peningkatan pemenuhan
kebutuhan tidur lansia (Rahayu, 2008).
KESIMPULAN
Kualitas tidur lansia sebelum penelitian
pada kelompok kontrol dalam kategori buruk
yaitu 17 orang (100,0%), sedangkan pada
kelompok intervensi dalam kategori buruk
yaitu 17 orang (100,0%).
Kualitas tidur lansia setelah penelitian
pada kelompok kontrol dalam kategori buruk
yaitu 16 orang (94,1%), sedangkan pada
kelompok intervensi dalam kategori buruk
yaitu 10 orang (58,8%).

Pengaruh Senam Lansia Terhadap Kualitas Tidur Pada Lansia Di Desa Leyangan
Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang

Ada perbedaan kualitas tidur lansia


sebelum dan sesudah diberikan senam lansia
pada kelompok intervensi, dengan nilai t
hitung sebesar 3,347 dan nilai p value sebesar
0,004 (=0,05).
Tidak ada perbedaan kualitas tidur lansia
sebelum dan sesudah diberikan penelitian pada
kelompok kontrol, dengan nilai t hitung
sebesar 1,000 dan nilai p value sebesar 0,332
(=0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa
Ada pengaruh senam lansia terhadap
kualitas tidur pada lansia di Desa Leyangan
Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten
Semarang, dengan nilai t hitung sebesar 2,157
sedangkan nilai p-value sebesar 0,040 ( =
0,05).

Arifin. 2003. Usia Lanjut: Kesehatan dan


Kebugaran. Surabaya : Puslitbang.

SARAN

Campbell. 2007. Cardiology 8th Edition.


Saunders. Elsevier Production.

Bagi institusi pendidikan, hendaknya


dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai
salah satu pijakan untuk penelitian bidang
keperawatan khususnya terapi non farmakologi
untuk meningkatkan kualitas tidur.
Bagi institusi kesehatan, hendaknya
pelayanan seperti di posyandu lansia, panti
jompo meningkatkan penggunaan senam lansia
sebagai salah satu upaya untuk mengatasi
masalah penurunan kualitas tidur dengan
meningkatkan promosi dan mengajarkan
senam lansia kepada masyarakat
Bagi lansia, hendaknya lebih aktif dalam
mengikuti senam lansia yang diadakan di
lingkungannya sehingga dapat digunakan
sebagai upaya mengatasi masalah kualitas tidur
yang dialami.
Bagi peneliti selanjutnya hendaknya
memperhatikan
faktor
lain
yang
mempengaruhi kualitas tidur pada lansia
seperti penyakit fisik, obat-obatan dan
substansi, gaya hidup, pola tidur, stres
emosional, lingkungan, nutrisi.
DAFTAR PUSTAKA
Ambar, S. 2009. Pemanfaatan Moment 17
Agustus
Sebagai
Sarana
Senam.
Yogyakarta
:
Universitas
Negeri
Yogyakarta. Diakses pada tanggal 12
Oktober
2013.
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/131
655987/laporan%20penelitian%20meneg
pora_1.pdf

Azizah. 2011. Keperawatan Lanjut Usia.


Yogyakarta : Graha Ilmu
Bandiyah. 2009. Lanjut Usia dan Keperawatan
Gerontik. Yogyakarta: Nuha. Medika
Bimariotejo. 2009. Low Back Pain (LBP).
Diambil
2
Oktober
2013
dari
www.backpainforum.com.
Brunner dan Suddarth. 2004. Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8,
volume 3. Jakarta : EGC
Bustan. 2004.Epidemiologi Penyakit Tidak
Menular. Jakarta : PT. Rineka Cipta,

Chakravarthy, 2003. Building A Modified


Impedance Tube for Measurement of
Sound Transmission Loss and Absorption
Coefficients of Polymer Cross-Linked
Aerogel Core
of
Master
of
Science.
Oklahoma State
University.
Composites.Degree

Dahlan. 2009. Besar Sampel dan Cara


Pengambilan Sampel edisi 2. Jakarta:
Salemba Medika.
Depkes RI. 2003. Indikator Indonesia Sehat
2010 dan Pedoman Penetapan. Indikator
Provinsi Sehat dan Kabupaten/Kota
Sehat. Jakarta
Depkes RI. 2004. Sistem Kesehatan Nasional.
Jakarta
Depkes.
2005.
Pedoman
Pembinaan
Kesehatan
Lansia
Bagi
Petugas.
Kesehatan I. Jakarta
Guralnik et al, 2006. Lower Extremity
Function and Subsequent Disability :
Consistency Across Studies, Predictive
Models, and Value Gait Speed Alone
Compared with The Short Physical
Performance Battery. The Journals of
Gerontology Series A: Biological Sciences
and Medical Sciences. Volume 55.
Hutapea. 2005. Sehat dan Ceria Diusia Senja.
Jakarta : PT Rhineka Cipta
Idyan. 2008. Hubungan Lama Duduk saat
Perkuliahan dengan Keluhan Low Back

10

Pengaruh Senam Lansia Terhadap Kualitas Tidur Pada Lansia Di Desa Leyangan
Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang

Pain. Persatuan Perawat Nasional


Indonesia (PPNI). Avaiable
from:http://www.innappni.
or.id/index.php/includes/index.php?name
=News&file=print&sid=130[Accessed 20
Desember 2013]
Jette et al, 2002. Late Life Function and
Disaility Instrument, I : Development and
Evaluation of The Disability Component.
The Journals of Gerontology Series A:
Biological
Sciences
and
Medical
Sciences. Volume 57
Kusmana. 2006. Olahraga bagi Kesehatan
Jantung. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Maher, Salmond dan Pellino. 2004. Low Back
Pain Syndroma. Philadelpia: FA. Davis
Company
Mardjono dan Sidharta. 2008. Neurologi klinis
dasar. Edisi 5. Jakarta: Dian Rakyat
Margatan. 2006. Hidup Sehat Bagi Usia
Lanjut,
Jakarta:
Penerbit
Buku.
Kedokteran EGC.
Martono. 2009. Buku Ajar Geriartri. Jakarta :
Balai Penerbit. FKUI.
Maryam, 2008. Mengenal Usia Lanjut dan
Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika.
Mujianto. 2013. Cara cepat mengatasi 10
besar kasus musculoskeletal dalam
praktik klinik fisioterapi. Jakarta : CV
Trans Info Media
Notoatmodjo. 2010. Prosedur penelitian suatu
pendekatan praktik. Jakarta : PT Rineka
Cipta
Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan
Metodologi
Penelitian
Ilmu
Keperawatan,
Jakarta : Salemba Medika
Palandri. 2004. Medical Surgical Nursing.
Philadelphia : W.B
Pudjiastuti, 2003. Fisioterapi Pada Lansia.
Jakarta : EGC.
Rakel. 2004. Nyeri Pinggang Bagian Bawah.
Diambil 23 Februari 2010 dari
www.nyeripunggungbawah.com.

Riwidigdo. 2009. Statistik


Yogyakarta : Mitra cendekia

Kesehatan,

Sadeli dan Tjahjono 2004. Nyeri Punggung


Bawah. dalam KRT Meliala. L..
Suryamiharja. A.. Purba. J.S. (eds). Nyeri
Neuropatik
Patofisiologi
dan
Penatalaksanaan. Kelompok Studi Nyeri
PERDOSSI.
Santosa, 2010. Statistik Multivariat Konsep
dan Aplikasi dengan SPSS, Jakarta : Elex.
Media Komputindo
Setiabudhi dan Hardywinoto. 2005. Panduan
Gerontologi Tinjauan dari Berbagai
Aspek. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Setyawan dan Saryono. 2010. Metodologi
Penelitian kebidanan. Jakarta : Nuha.
Medika.
Setyohadi. 2002. Etiopatogenesis Nyeri
Pinggang, Temu Ilmiah Rematologi Dan
Kursus Nyeri. Jakarta : IRA.
Shocker. 2008. Pengaruh Stimulus Kutaneus:
Slow-Stroke Back Massage terhadap
Intensitas Nyeri Osteoarthritis. Diambil
12
Oktober
2013
dari
http://www.scribd.com.
Soeharso. 2008. Pengantar Ilmu Bedah
Orthopedi. Yogyakarta: Yayasan Essentia
Medica.
Sudoyo. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta : FKUI
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kunatitatif
Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.
Sumintarsih. 2006. Kebugaran Jasmani Untuk
Lanjut Usia, Olahraga, edisi Agustus,
147-.150
Sunarto. 2005. Latihan pada Penderita Nyeri
Punggung Bawah. Edisi III. Jakarta :
Medika Jelita
Surini dan Utomo, 2004. Fisioterapi
Pada Lansia. Jakarta: EGC
Suroto, 2004. Buku Pegangan Kuliah
Pengertian Senam, Manfaat Senam dan
Urutan Gerakan. Semarang : Unit
Pelaksana Teknis Mata Kuliah Umum
Olahraga Undip.

Pengaruh Senam Lansia Terhadap Kualitas Tidur Pada Lansia Di Desa Leyangan
Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang

11

You might also like