You are on page 1of 9

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI NON STERIL

PERCOBAAN IV
SALEP dan GEL

Dosen : Drs. Pramono abdullah, Apt


Disusun oleh :

DARMA WIJAYA
FUJI RAHAYU
HANA HILFA HAKIM
LIANA FEBRIYANI

Jurusan

(12010016 )
(12010030)
(12010032)
(12010038)

: S-1 Farmasi reguler

Tanggal praktikum : 01 04 2015

LABORATORIUM
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDUSTRI DAN FARMASI
BOGOR
I.

TUJUAN
Mengetahui langkah-langkah cara pembuatan sediaan salep dan gel yang baik dan

II.

tepat.
Mengevaluasi sediaan salep dan gel.

DASAR TEORI
Sediaan farmasi semi padat diantaranya adalah :
A. Salep
Salep adalah sediaan semi padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat
luar. Bahan obatnya harus larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang
cocok ( FI. Ed III ).
Basis merupakan komponen terbesar dalam suatu sediaan semi padat. Salah satu
faktor yang harus diperhatikan dalam formulasi sediaan semi padat adalah pemilihan /
seleksi basis yang cocok / sesua. Basis merupakan faktor yang sangat menentukan
kecepatan pelepasan / aksi dari obat, yang nantinya akan mempengaruhi khasiat atau
keberhaslan terapi, sehingga sediaan semi padat harus diformulasikan dengan basis
yang baik.
Penggunaan

Proteksi , berfungsi sebagai barier fisik terhadap lingkungan .

Emolient , melunakkan kulit .

Pembawa obat , sebagai pembawa .

Pemilihan basis salep juga tergantung pada beberapa faktor :


Khasiat yang diinginkan
Sifat Bahan obat Yang dicampurkan
Ketersediaan hayati
Stabilitas dan ketahanan sediaaan hayati
Persyaratan salep menurut FI ed III
a. Pemerian tidak boleh berbau tengik.
b. Kadar, kecuali dinyatakan lain dan untuk salep yang mengandung obat keras
atau narkotik, kadar bahan obat adalah 10 %.
c. Dasar salep

d. Homogenitas, Jika salep dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan
lain yang cocok, harus menunjukkan susunan yang homogen.
e. Penandaan,pada etiket harus tertera obat luar (Syamsuni, 2005).
Kualitas basis salep yang baik, diantaranya :
Stabil ; Selama penggunaan harus bebas dari inkompatibilitas, tidak

dipengaruhi oleh suhu dan kelembapan kamar.


Lunak ; Semua zat yang ada dalam salep harus dalam keadaan halus, dan
seluruh produk yang digunakan dalam pembuatan salep harus lunak dan

homogen.
Mudah Dipakai ; sedian salep yang sudah jadi nantinya bila digunakan

haruslah mudah dipakai dan tidak mempersulit pemakainya.


Dasar Salep Yang cocok ; Bahan dasar salep yang digunakan harus lah sesuai
dan cocok dengan komponen bahan baku yang lainnya, agar salep yag

dihasilkan menghasilkan efek yang dikehendaki.


Dapat terdistribusi merata ; ketika salep nanti digunakan harus terdistribusi
merata dan cepat menyerap kedalam lapisan kulit,,yg kemudian akan
didistribusikan ketempat-tempat yang yang ditujukan untuk memperoleh
efeknya, dan tidak boleh sampai menggumpal pada satu tempat saja, apa lagi
sampai menyebabkan iritasi.

Metode pembuatan salep


a. Metode Pelelehan/peleburan
zat pembawa dan zat berkhasiat dilelehkan bersama dan diaduk sampai
membentuk fasa yang homogen
b. Metode Triturasi
zat yang tidak larut dicampur dengan sedikit basis yang akan dipakai atau dengan
salah satu zat pembantu, kemudian dilanjutkan dengan penambahan sisa basis
B. Gel
Definisi
Gel merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel
anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan.
gel kadang kadang disebut jeli. (FI IV,hal 7)
Gel adalah sediaan bermassa lembek, berupa suspensi yang dibuat dari zarah kecil
senyawaan organik atau makromolekul senyawa organik, masing-masing terbungkus
dan saling terserap oleh cairan(Formularium Nasional, hal 315)

Berdasarkan bentuk struktur gel:

Kumparan acak

Heliks

Batang

Bangunan kartu
Berdasarkan jenis fase terdispersi (FI IV, ansel):
- Gel fase tunggal, terdiri dari makromolekul organik yang tersebar serba sama
dalam suatu cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul
makro yang terdispersi dan cairan. Gel fase tunggal dapat dibuat dari
makromolekul sintetik (misal karbomer) atau dari gom alam (misal tragakan).
-

Molekul organik larut dalam fasa kontinu.


Gel sistem dua fasa, terbentuk jika masa gel terdiri dari jaringan partikel kecil
yang terpisah. Dalam sistem ini, jika ukuran partikel dari fase terdispersi relatif
besar, masa gel kadang-kadang dinyatakan sebagai magma. Partikel anorganik
tidak larut, hampir secara keseluruhan terdispersi pada fasa kontinu.

Keuntungan dan Kekurangan Sediaan Gel.


-

Keuntungan :
Untuk hidrogel : efek pendinginan pada kulit saat digunakan; penampilan sediaan
yang jernih dan elegan; pada pemakaian di kulit setelah kering meninggalkan
film tembus pandang, elastis, daya lekat tinggi yang tidak menyumbat pori
sehingga pernapasan pori tidak terganggu; mudah dicuci dengan air; pelepasan

obatnya baik; kemampuan penyebarannya pada kulit baik.


Kekurangan :
a. Untuk hidrogel : harus menggunakan zat aktif yang larut di dalam air
sehingga diperlukan penggunaan peningkat kelarutan seperti surfaktan agar
gel tetap jernih pada berbagai perubahan temperatur, tetapi gel tersebut sangat
mudah dicuci atau hilang ketika berkeringat, kandungansurfaktan yang tinggi
dapat menyebabkan iritasi dan harga lebih mahal.
b. Penggunaan emolien golongan ester harus diminimalkan atau dihilangkan
untuk mencapai kejernihan yang tinggi.
c. Untuk hidroalkoholik : gel dengan kandungan alkohol yang tinggi dapat
menyebabkan pedih pada wajah dan mata, penampilan yang buruk pada kulit
bila terkena pemaparan cahaya matahari, alkohol akan menguap dengan cepat
dan meninggalkan film yang berpori atau pecah-pecah sehingga tidak semua
area tertutupi atau kontak dengan zat aktif.

Sifat dan karakteristik gel adalah sebagai berikut (Disperse system):


1. Swelling
Gel dapat mengembang karena komponen pembentuk gel dapat mengabsorbsi
larutan sehingga terjadi pertambahan volume. Pengembangan gel kurang

sempurna bila terjadi ikatan silang antar polimer di dalam matriks gelyang dapat
menyebabkan kelarutan komponen gel berkurang.
2. Sineresis.
Suatu proses yang terjadi akibat adanya kontraksi di dalam massa gel. Pada
waktu pembentukan gel terjadi tekanan yang elastis, sehingga terbentuk massa
gel yang tegar. Mekanisme terjadinya kontraksi berhubungan dengan fase
relaksasi akibat adanya tekanan elastis pada saat terbentuknya gel. Sineresis
dapat terjadi padahidrogel maupun organogel.
3. Efek suhu
Efek suhu mempengaruhi struktur gel. Gel dapat terbentuk melalui penurunan
temperatur tapi dapat juga pembentukan gel terjadi setelah pemanasan hingga
suhu tertentu. Fenomena pembentukan gel atau pemisahan fase yang disebabkan
oleh pemanasan disebut thermogelation.
4. Efek elektrolit.
Gel yang tidak terlalu hidrofilik dengan konsentrasi elektrolit kecil akan
meningkatkan rigiditas gel dan mengurangi waktu untuk menyusun diri sesudah
pemberian tekanan geser.
5. Elastisitas dan rigiditas
Bentuk struktur gel resisten terhadap perubahan atau deformasi dan mempunyai
aliran viskoelastik. Struktur gel dapat bermacam-macam tergantung dari
komponen pembentuk gel.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam formulasi, sebagai berikut :
1. Penampilan gel : transparan atau berbentuk suspensi partikel koloid yang
terdispersi, dimana dengan jumlah pelarut yang cukup banyak membentuk gel
koloid yang mempunyai struktur tiga dimensi.
2. Inkompatibilitas dapat terjadi dengan mencampur obat yang bersifat kationik
pada kombinasi zat aktif, pengawet atau surfaktan dengan pembentuk gel yang
bersifat anionik (terjadi inaktivasi atau pengendapan zat kationik tersebut).
3. Gelling agents yang dipilih harus bersifat inert, aman dan tidak bereaksi dengan
komponen lain dalam formulasi.
4. Penggunaan polisakarida memerlukan penambahan pengawet sebab polisakarida
bersifat rentan terhadap mikroba.
5. Viskositas sediaan gel yang tepat, sehingga saat disimpan bersifat solid tapi sifat
soliditas tersebut mudah diubah dengan pengocokan sehingga mudah dioleskan
saat penggunaan topikal.
6. Pemilihan komponen dalam formula yang tidak banyak menimbulkan perubahan
viskositas saat disimpan di bawah temperatur yang tidak terkontrol.
7. Konsentrasi polimer sebagai gelling agents harus tepat sebab saat penyimpanan
dapat terjadi penurunan konsentrasi polimer yang dapat menimbulkan syneresis
(air mengambang diatas permukaan gel)

8. Pelarut yang digunakan tidak bersifat melarutkan gel, sebab bila daya adhesi
antar pelarut dan gel lebih besar dari daya kohesi antar gel maka sistem gel akan
rusak.

III.

ALAT DAN BAHAN


BAHAN

ALAT
Neraca analitik
Mortir
Batang pengaduk
Alumunium foil
Tissue
Spatel
Kertas perkamen

IV.

Salep

Gel
Cethyl alkohol
Etanol
Propilen glikol
Tween 80
Aquadest

Gelas ukur
Cawan
Botol semprot
Pipet tetes
Beaker glass
Labu ukur 50 ml
Kaki tiga, Kassa,
Spirtus, Korek

Vaselin
Cera alba
Asam salisilat
Paraffin
Gliserin
Aquadest

CARA KERJA
A. Pembuatan salep
1. Disiapkan alat dan bahan terlebih dahulu .
2. Dilakukan perhitungan bahan untuk menimbang setiap bahan yang diperlukan ,
seperti berikut :
Zat aktif
Kelompok
Vaselin
Cera
Paraffin
Gliserin
3.
4.
5.
6.

Asam salisilat 20%


1
2
100 %
95 %
5%

3
90%
5%
5%

4
85%
5%
5%
5%

Ditimbang masing masing bahan yang sudah disediakan


Mortir dipanaskan terlebih dahulu oleh alkohol . ( tanpa peleburan )
Masukkan vaselin + cera ke dalam mortir , aduk sampai homogen.
Tambahkan asam salisilat , aduk sampai homogen lalu dibiarkan mendingin

mortirnya.
7. Kemudian , masukkan sediaan yang sudah siap ke dalam pot yang sudah
disediakan
B. Pembuatan gel
1. Disiapkan alat dan bahan terlebih dahulu .
2. Dilakukan perhitungan bahan untuk menimbang setiap bahan yang diperlukan ,
seperti berikut formula nya :

Kelompok
Cethyl
alkohol
Etanol

1
4

2
4

3
4

4
5

50

50

50

50

Propilen
glikol
Tween 80
Aquadest
3.
4.
5.
6.

10

100

100

100

100

Ditimbang masing masing bahan yang sudah disediakan


Dimasukkan cethyl alkohol dan etanol ke dalam mortir , aduk sampai homogen
Panaskan tween 80 dan aquadest sampai homogen di dalam cawan .
Kemudiaan tween didinginkan , dicampurkan dengan cethylalkohol dan etanol

tersebut . dan aduk sampai homogen .


7. Lalu, dimasukkan formula yang sudah dibuat ke dalam pot yang sudah
disediakan .

V.

HASIL PENGAMATAN
Berdasarkan hasil praktikum , diperoleh data sebagai berikut :
a. Hasil pengamatan salep
Kelompok
A1
A2
A3
A4

Hasil Pengamatan
Berwarna putih, homogen lembut ditangan
Homogen, berwarna putih keruh
Homogen, berwarna putih
Homogen, berwarna keunguan

b. Hasil pengamatan gel


Kelompok

VI.

A1
A2
A3

Hasil Pengamatan
Hari ke - 1
Setelah 3 jam
Homogen, encer
Homogen tetapi tidak mengental Homogen dan mengental
Homogen, berwarna putih, tidak Homogen, agak sedikit

A4

kental (encer),
Homogen tetapi encer

PERHITUNGAN
a. Salep
Perhitungan bahan :
Kelompok A2
- Asam salisilat
- Vaselin
Vaselin
- Cera
b. Gel
Kelompok A2
- Cetyl alkohol
- Etanol 95%
- Tween 80

mengental

= 2 / 100 x 20 gr = 0,4 gr
= 95 / 100 x 20 gr = 19 gr
= 19 gr 0,4 gr = 18,6 gr
= 5 / 100 x 20 gr = 1 gr
= 4/ 100 x 20 gr = 0,8 gr
= 50/100 x 20 gr = 10 gr
= 5/100 x 20 gr = 1 gr

VII.

Air ad 20 gr

PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini kelompok kami melakukan praktikum pembuatan sediaan
setengah padat berupa salep dan gel. Dari komponen dalam berbagai formula salep yang
tertera diatas disebutkan bahwa zat aktif yang digunakan yaitu asam salisilat yang
berkhasiat sebagai keratolitikum (antifungi).
Pada pembuatan sediaan gel digunakan berbagai bahan seperti: Cetyl Alkohol, Etanol
95%, Propilen Glikol, Tween 80 dan Aquadest.
Selanjutnya setelah sediaan salep dan gel yang kami buat, kemudian kami melakukan
pengujian diantaranya uji homogenitas.
Pada sediaan salep dilakukan uji homogenitas pada masing-masing formula (A1, A2,
A3, A4). Untuk formula A1 menghasilkan sediaan berwarna putih, homogen lembut
ditangan, formula A2 menghasilkan sediaan homogen, berwarna putih keruh, formula A3
menghasilkan sediaan homogen, berwarna putih, dan formula A4 menghasilkan sediaan
homogen, berwarna keunguan.
Berdasarkan hasil praktikum uji homogenitas sediaan yang stabil yaitu pada formula
A1 hal ini dikarenakan formulanya hanya mengandung 2 komponen berupa asam salisilat
sebagai zat aktif dan vaselin album sebagai basis. Sedangkan pada formulasi A4
mengandung beberapa basis diantaranya vaselin album, gliserin, paraffin, dan cera yang
memungkinkan sediaan tidak stabil pada penyimpanan dalam jangka waktu yang lama.
Sedangkan jika diuji pada tangan formula A4 lebih mudah dicuci dibandingkan dengan
sediaan formula yang lain. Akan tetapi pada formula A4 berubah menjadi ungu, hal ini
dapat dikarenakan pada saat penyucian alat tidak bersih (Human Error).
Pada sediaan gel dilakukan uji homogenitas pada masing-masing formula (A1, A2,
A3, A4). Pengujian dilakukan setelah 3 jam kemudian untuk formula formula A2
menghasilkan sediaan homogen dan mengental, formula A3 menghasilkan sediaan
homogen, agak sedikit mengental. Pada formula A1 dan A4 didapatkan sediaan yang
homogen tetapi encer, hal ini dikarenakan hasil pengamatan dilakukan pada saat setelah
sediaan telah jadi, sedangkan pada waktu berikutnya tidak dilakukan pengamatan
kembali.
Cetil alkohol digunakan dalam formulasi karena mempunyai efek atau manfaat
ganda, yakni dapat digunakan sebagai emulgator dan sebagai stiffering agent. Stiffering
agent adalah suatu zat yang ditambahkan kedalam suatu formula, yang berfungsi sebagai
pengental / pengeras didalam sedian lotion.
Sediaan gel yang telah kami buat tidak padat seperti gel pada umumnya, melainkan
berbentuk cair. Hal ini dapat disebabkan karena pada saat pengadukan tidak konstan.

VIII. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah kami lakukan maka dapat disimpulahan sebagai
berikut:

1. Sediaan salep
Berdasarkan uji homogenitas pada formula A1, A2, A3, dan A4 sediaan yang
paling stabil yaitu kelompok A1.
Pada formula A4 lebih mudah dicuci dibandingkan formula lain.
2. Sediaan gel
Berdasarkan uji homogenitas pada formula A1, A2, A3, dan A4 didapatkan
sediaan yang homogen tetapi encer. Setelah 3 jam formula A2 dan A3 mulai
mengental .
Pada formula A1 dan A4 tidak dilakukan pengamatan kembali.

IX.

DAFTAR PUSTAKA
Dirjen POM, (1979), Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen kesehatan

RI: Jakarta
Dirjen POM, (1995), Farmakope Indonesia Edisi IV, Departemen kesehatan

RI: Jakarta
Ansel, H.C,. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi edisi IV. Terjemahan

Farida Ibrahim. UI Press: Jakarta.


Anief, Moh. 2008. Ilmu Meracik Obat. Jakarta : Gadjah Mada University
Press

You might also like