You are on page 1of 15

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU PENCEGAHAN

FLUOR ALBUS PATOLOGIS PADA REMAJA PUTRI

KELAS X DAN XI DI SMK NEGERI 2 KOTA JAMBI

Dwi Widya Hariska*, Hanif M. Noor**, Rini Kartika**

*Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi

**Dosen Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Jambi

Email: hariskadwiwidya@yahoo.co.id

ABSTRACT

BACKGROUND: Fluor Albus is the name given to the symptom of the fluid which out from genitalia organs. In
Indonesia Fluor Albus affects about 70% of women, in the Province of Jambi around 45% and in Jambi City
particularly in Puskesmas Paal Merah I incidence reached 43%. Prevention behaviors of pathological fluor
albus is influenced by several things such as knowledge, attitude and perception. The purpose of this study is
to describe and analyzes the factors that influence the prevention behaviors of pathological fluor albus in
adolescent class X and XI at Vocational High School 2 Jambi City.

METHODS: This study used an analytical method with cross sectional approach. This study is located at
Vocational High School 2 Jambi City signed on March 14, 2015 until April 4, 2015. The data was collected
using questionnaire sheets amounted to 258 people were selected using stratified random sampling technique.

RESULTS: From 258 respondents obtained more at age 15-16 years is 76.8%, menarche age 12 and 13
years respectively 33.7%. Respondents had experienced physiological fluor albus as many as 45.7% and
pathological fluor albus is 54.3%. Respondents who have a high knowledge of fluor albus as many as 50.4%, a
positive attitude is 61.2%, correct perception is 66.7% and good behavior is 51.9%. Based on the statistical
test Chi-Square obtained there is relationship between knowledge and prevention behaviors of pathological
fluor albus (p = 0.000). Respondents were knowledgeable low have risk 1,663 times to behave poorly. There is
a relationship between attitudes and prevention behaviors of pathological fluor albus (p = 0.001). Respondents
were negative attitudes have risk 1,529 times to behave poorly. There is no relationship between perception
and prevention behaviors of pathological fluor albus (p = 0.567).

CONCLUSION: There is a relationship between knowledge and attitude with prevention behaviors of
pathological fluor albus in adolescent class X and XI at Vocational High School 2 Jambi City.
KEYWORDS: prevention behaviors of pathological fluor albus, knowledge, attitude, perception.

ABSTRAK

LATAR BELAKANG: Fluor Albus adalah nama gejala yang diberikan kepada cairan yang dikeluarkan dari alat
alat genital yang tidak berupa darah. Di Indonesia Fluor Albus menyerang sekitar 70% wanita, di Provinsi
Jambi sekitar 45% dan di Kota Jambi tepatnya di wilayah kerja Puskesmas Paal Merah 1 kejadiannya
mencapai 43%. Perilaku pencegahan fluor albus patologis dipengaruhi oleh beberapa hal seperti
pengetahuan, sikap dan persepsi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran dan analisis faktor
yang mempengaruhi perilaku pencegahan fluor albus patologis pada remaja putri kelas X dan XI di SMK
Negeri 2 Kota Jambi.

METODE: Penelitian ini menggunakan metode analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini
berlokasi di SMK Negeri 2 Kota Jambi pada tanggal 14 Maret 2015 sampai dengan tanggal 4 April 2015.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner pada siswi yang berjumlah 258 orang yang
dipilih menggunakan teknik stratified random sampling.

HASIL: Dari 258 responden didapatkan lebih banyak pada usia 15-16 tahun (76.8%), usia menarche 12 dan
13 tahun masing-masing (33.7%). Yang mengalami fluor albus fisiologis (45.7%) dan yang mengalami fluor
albus patologis (54.3%). Siswi yang mempunyai pengetahuan tinggi tentang fluor albus (50.4%), sikap positif
(61.2%), persepsi benar (66.7%) dan perilaku baik (51.9%). Berdasarkan hasil uji statistic Chi-Square
diperoleh ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku pencegahan fluor albus patologis (p=0.000).
Responden yang berpengetahuan rendah beresiko 1.663 kali untuk berperilaku kurang baik. Ada hubungan
antara sikap dengan perilaku pencegahan fluor albus patologis (p=0.001). Responden yang bersikap negatif
beresiko 1.529 kali untuk berperilaku kurang baik. Tidak ada hubungan antara persepsi dengan perilaku
pencegahan fluor albus patologis (p=0.567).

KESIMPULAN: Ada hubungan antara pengetahuan dan sikap terhadap perilaku pencegahan fluor albus
patologis pada remaja putri kelas X dan XI di SMK Negeri 2 Kota Jambi.

KATA KUNCI: Perilaku Pencegahan Fluor Albus Patologis, Pengetahuan, Sikap, Persepsi.

PENDAHULUAN

World Health Organization (WHO) sejahtera fisik, mental dan sosial yang utuh bukan
mendefinisikan kesehatan adalah suatu kondisi hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam
sejahtera jasmani, rohani, dan sosial-ekonomi, segala aspek yang berhubungan dengan sistem
bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan.1 reproduksi, fungsi dan prosesnya.2
Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan
Masalah kesehatan mengenai reproduksi Sekitar 75% perempuan di Dunia pasti
wanita yang buruk telah mencapai 33% dari jumlah akan mengalami keputihan paling tidak sekali
total beban penyakit yang menyerang pada wanita seumur hidup nya, dan sebanyak 45% akan
diseluruh dunia. Angka ini lebih besar mengalami dua kali atau lebih, sedangkan wanita
dibandingkan dengan masalah reproduksi pada Eropa yang mengalami keputihan sebesar 25%. 1 Di
kaum laki-laki yang hanya mencapai 12,3% pada Indonesia pada tahun 2008 sekitar 70% wanita
usia yang sama dengan kaum wanita.1 pernah mengalami keputihan minimal satu kali
dalam hidupnya.5
Salah satu gejala terjadinya kelainan
atau penyakit pada organ reproduksi wanita Di Provinsi Jambi berdasarkan Data
adalah Keputihan. Leukorea (fluor albus, white Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen
discharge, keputihan) adalah nama gejala yang Kesehatan sebanyak 45 % remaja putri masih
diberikan kepada cairan yang dikeluarkan dari alat memiliki pengetahuan kesehatan reproduksi yang
alat genital yang tidak berupa darah. Keputihan relatif kurang, 30 % memiliki pengetahuan
merupakan gejala yang sangat sering dialami kesehatan reproduksi yang cukup dan hanya 25 %
oleh sebagian besar wanita. Keputihan dapat yang memiliki pengetahuan kesehatan reproduksi
fisiologis ataupun patologis. Dalam keadaan yang relatif baik.6
normal, getah atau lendir vagina adalah cairan
Di Kota Jambi berdasarkan Data Laporan
bening tidak berbau, jumlahnya tidak terlalu
Kegiatan Kesehatan Remaja Dinas Kesehatan
banyak dan tanpa rasa gatal atau nyeri.
Kota Jambi tahun 2014 terdapat 263 orang remaja
Sedangkan dalam keadaan patologis akan
putri yang mengalami keputihan, 31 orang (10-14
sebaliknya, terdapat cairan berwarna, berbau,
tahun) dan 232 orang (15-18 tahun), dengan
jumlahnya banyak dan disertai gatal dan rasa
jumlah sebanyak 43 % berada di wilayah kerja
panas atau nyeri, dan hal itu dapat dirasa
Puskesmas Paal Merah I Kecamatan Jambi
sangat mengganggu.3
Selatan. Sedangkan pada tahun 2012 hanya
Keputihan merupakan gejala yang sering terdapat 30 orang yang mengalami keputihan. 3
dialami oleh sebagian besar wanita. Gangguan ini orang (10-14 tahun) dan 27 orang (15-18 tahun).
merupakan masalah kedua setelah gangguan haid. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi
Keputihan seringkali tidak ditangani dengan serius. peningkatan jumlah remaja putri yang mengalami
Padahal, keputihan bisa jadi indikasi adanya keputihan.
penyakit. Hampir semua perempuan pernah
Kebanyakan remaja tidak memiliki
mengalami keputihan. Pada umumnya, orang
pengetahuan yang akurat tentang kesehatan
menganggap keputihan pada wanita sebagai hal
reproduksi dan seksualitas. Selain itu mereka juga
yang normal. Pendapat ini tidak sepenuhnya
tidak memiliki akses terhadap pelayanan dan
benar, karena ada berbagai sebab yang dapat
informasi kesehatan reproduksi. Informasi
mengakibatkan keputihan. Keputihan yang normal
biasanya didapat dari teman atau media yang
memang merupakan hal yang wajar. Namun,
biasanya sering tidak akurat. Hal aini yang
keputihan yang tidak normal dapat menjadi
menyebabkan remaja putri memiliki pengetahuan
petunjuk adanya penyakit yang harus diobati.
yang terbatas terhadap masalah kesehatan selanjutnya ia akan mempraktikkan apa yang
reproduksi, salah satunya yaitu keputihan.7 diketahui dan yang disikapinya (dinilai baik). 8

Faktor-faktor yang mempengaruhi Berdasarkan latar belakang tersebut,


terjadinya keputihan bermacam-macam. Keputihan maka dapat diketahui bahwa di wilayah kerja
dapat disebabkan oleh adanya infeksi (oleh kuman, Puskesmas Paal Merah I Kecamatan Jambi
jamur, parasit, virus ), adanya benda asing dalam Selatan Kota Jambi pada tahun 2014 memiliki
liang senggama misalnya tertinggalnya kondom jumlah remaja putri yang mengalami keputihan
atau benda tertentu yang dipakai waktu senggama, sebanyak 43 %. Oleh karena itu peneliti ingin
gangguan hormonal akibat mati haid, adanya mencoba meneliti lebih jauh tentang faktor yang
kanker atau keganasan pada alat kelamin dan mempengaruhi perilaku pencegahan fluor albus
kurangnya perilaku dalam menjaga kebersihan patologis pada remaja putri kelas X dan XI di SMK
organ genital.3 Sebelum seseorang melakukan Negeri 2 Kota Jambi tahun 2015.
perilaku menjaga kebersihan organ genital ada 3
tahapan yang harus dilalui yaitu: pengetahuan,
sikap, praktik atau tindakan.8 METODE

Penelitian ini menggunakan metode


Sebelum seseorang mengadopsi perilaku
(berperilaku baru), ia harus tahu terlebih dahulu analitik dengan pendekatan cross sectional.
apa arti atau manfaat perilaku tersebut bagi dirinya. Lokasi penelitian dilakukan di SMK Negeri 2
Remaja putri akan melakukan pembersihan organ Kota Jambi. Penelitian dilakukan selama
genitalia apabila ia mengetahui tujuan dan bulan Maret April 2015.
manfaatnya bagi kesehatannya, dan bahaya- Populasi dalam penelitian ini adalah
bahayanya bila tidak melakukan hal tersebut. Sikap
semua siswi kelas X dan XI di SMK Negeri 2
merupakan reaksi atau respons yang masih
Kota Jambi. Berdasarkan data dari SMK
tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus
Negeri 2 Kota Jambi didapatkan jumlah
atau objek. Sikap belum merupakan suatu tindakan
populasi kelas X adalah 279 siswi yang
atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi
tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih tersebar di 16 kelas dan kelas XI adalah 289
merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan siswi yang tersebar di 18 kelas. Jadi jumlah
reaksi terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk total populasi adalah 568 orang siswi. Sampel
bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu yang diambil adalah 258. Teknik pengambilan
sebagai suatu penghayatan terhadap objek.8 sampel yang digunakan adala stratified

Setelah seseorang mengetahui tentang


random sampling

keputihan (penyebabnya, akibatnya, Penelitian ini menggunakan data primer


pencegahannya, dan sebagainya), kemudian akan dan data sekunder. Data primer yang
mengadakan penilaian atau pendapat terhadap digunakan adalah data yang didapat dari
apa yang disikapinya (dinilai baik), di dukung pula pengisian kuesioner. Sedangkan data
dengan sumber atau fasilitas maka proses sekunder yang digunakan adalah data
mengenai jumlah remaja putri yang Distribusi siswi berdasarkan usia
mengalami keputihan di Kota Jambi. menarche di SMK Negeri 2 Kota Jambi,
sebanyak 87 orang (33.7 %) mengalami
HASIL menarche pada usia 12 tahun dan sebanyak
87 orang (33.7 %) lainnya pada usia 13 tahun.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap
258 orang responden, diperoleh karakteristik
3. Kejadian Fluor Albus
siswi sebagai berikut:

Tabel 3 Distribusi siswi yang mengalami fluor


1. Usia
albus
Variabel n %
Tabel1. Karakteristik responden berdasarkan
Mengalami fluor albus 118 45,7
usia
fisiologis
Usia n %
Mengalami fluor albus 140 54.3
10-14 tahun 3 1.2
patologis
15-16 tahun 198 76.8
Jumlah 83 100,0
17-18 tahun 57 22.1
Jumlah 258 100,0
Analisis pertama yang dilakukan
adalah menganalisis kejadian fluor albus pada
Distribusi siswi berdasarkan kelompok siswi kelas X dan XI SMK Negeri 2 Kota
umur di SMK Negeri 2 Kota Jambi yang paling Jambi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
tinggi adalah 15-16 tahun sebanyak 198 kejadian fluor albus fisiologis sebanyak 118
orang (76.8%). orang (45.7%) dan 140 orang (54.3%)
mengalami fluor albus patologis.
2. Usia Menarche
4. Pengetahuan Siswi terhadap Fluor
Tabel 2 Karakteristik responden berdasarkan Albus
usia menarche Tabel 4 Distribusi pengetahuan siswi terhadap
Jenis Kelamin N % fluor albus
9 tahun 3 1.2 Variabel N %
10 tahun 3 1.2 Pengetahuan tinggi 130 50.4
11 tahun 27 10.5 Pengetahuan rendah 128 49.6
12 tahun 87 33.7 Jumlah 258 100,0
13 tahun 87 33.7
14 tahun 46 17.8 Tingkat pengetahuan siswi kelas X
15 tahun 5 1.9
dan XI di SMK Negeri 2 Kota Jambi terhadap
Jumlah 258 100,0
fluor albus, sebanyak 130 orang (50.4%) Distribusi perilaku pencegahan fluor
memiliki pengetahuan yang tinggi. albus patologis kelas X dan XI di SMK Negeri
2 Kota Jambi, sebanyak 134 orang (51.9%)
5. Sikap Siswi terhadap Fluor Albus memiliki perilaku yang baik.
Tabel 5 Distribusi sikap siswi terhadap fluor
albus 8. Hubungan Pengetahuan dengn Perilaku
Variabel N % Pencegahan Fluor Albus Patologis
Sikap positif 158 61.2
Sikap negatif 100 38.8 Perilaku
Jumlah 258 100,0 Kurang Total
baik Baik
Sikap siswi kelas X dan XI di SMK Pgth rendah N 77 51 128
Negeri 2 Kota Jambi terhadap fluor albus, % 61.5% 39.8% 100.0%
sebanyak 158 orang (61.2%) bersikap positif.
tinggi N 47 83 130

% 36.2% 63.8% 100.0%


6. Persepsi Siswi terhadap Fluor Albus
Tabel 6 Distribusi persepsi siswi terhadap
fluor albus Dari hasil analisa hubungan antara
pengetahuan dengan perilaku pencegahan
Variabel N % fluor albus patologis pada siswi kelas X dan
Persepsi benar 172 66.7 XI SMK Negeri 2 Kota Jambi menunjukkan
Persepsi salah 86 33.3 bahwa ada 47 orang (36.2%) yang
Jumlah 258 100,0
berpengetahuan tinggi mempunyai perilaku
pencegahan fluor albus patologis yang kurang
Persepsi siswi kelas X dan XI di SMK
baik, sedangkan diantara siswi
Negeri 2 Kota Jambi terhadap fluor albus,
berpengetahuan rendah ada 77 orang
sebanyak 172 orang (66.7%) memiliki
(60.2%) mempunyai perilaku pencegahan
persepsi benar. fluor albus patologis yang kurang baik. Dari
hasil uji statistic diperoleh nilai P adalah 0,000
7. Perilaku Siswi terhadap Fluor Albus (P < 0,05) sehingga analisa bermakna. Nilai
Tabel 6 Distribusi perilaku siswi terhadap fluor Prevalence Ratio adalah 1,663 sehingga
albus dapat dinyatakan bahwa siswi yang
Variabel N % berpengetahuan rendah beresiko untuk
Perilakui baik 134 51.9 berperilaku kurang baik.
Perilaku kurang baik 124 48.1
Jumlah 258 100,0
9. Hubungan Sikap dengan Perilaku 10. Hubungan Persepsi dengan Perilaku
Pencegahan Fluor Albus Patologis Pencegahan Fluor Albus Patologis

Perilaku Perilaku
Kurang Total Kurang Total
baik Baik baik Baik
Sikap Negative N 61 39 100 Prsps Salah N 44 42 86
% 61.0% 39.0% 100.0% % 51.2% 46.5% 100.0%
Positif N 63 95 158 Benar N 80 92 172
% 39.9% 60.1% 100.0% % 48.8% 53.5% 100.0%

Dari hasil analisa hubungan antara Dari hasil analisa hubungan antara
sikap dengan perilaku pencegahan fluor albus persepsi dengan perilaku pencegahan fluor
patologis pada siswi kelas X dan XI SMK albus patologis pada siswi kelas X dan XI
Negeri 2 Kota Jambi menunjukkan bahwa ada SMK Negeri 2 Kota Jambi menunjukkan
63 orang (39,9%) yang bersikap positif bahwa ada 80 orang (46,5%) yang
mempunyai perilaku pencegahan fluor albus berpersepsi benar mempunyai perilaku
patologis yang kurang baik, sedangkan pencegahan fluor albus patologis yang kurang
diantara siswi bersikap negatif ada 61 orang baik, sedangkan diantara siswi berpersepsi
(61,0%) mempunyai perilaku pencegahan salah ada 44 orang (51,2%) mempunyai
fluor albus patologis yang kurang baik. Dari perilaku pencegahan fluor albus patologis
hasil uji statistic diperoleh nilai P adalah 0,001 yang kurang baik. Dari hasil uji statistic
(P < 0,05) sehingga analisa bermakna. Nilai diperoleh nilai P adalah 0,567 (P > 0,05)
Prevalence Ratio adalah 1,529 sehingga sehingga analisa tidak bermakna, yang berarti
dapat dinyatakan bahwa siswi yang bersikap tidak terdapat hubungan antara persepsi
negatif beresiko untuk berperilaku kurang dengan perilaku pencegahan fluor albus
baik. patologis.
PEMBAHASAN lebih tinggi di SMK Negeri 2 Kota Jambi
1. Kejadian Fluor Albus daripada SMK Negeri 3 Kota Banjarbaru.
Jika dilihat dari angka kejadian fluor albus
fisiologis pada siswi kelas X dan XI di SMK 2. Perilaku Pencegahan Fluor Albus
Negeri 2 Kota Jambi dari 258 responden 118 Patologis
(45.7%) siswi pernah mengalaminya. Fluor Dari seluruh sampel yaitu 258 siswi
albus fisiologis merupakan hal yang normal, tampak bahwa sebagian siswi berperilaku
biasanya pada remaja terjadi ketika mendapat baik dalam mencegah keputihan patologis.
haid pertama (menarche), masa menjelang Hal ini ditunjukan langsung oleh data yakni
menstruasi pada sekitar fase sekresi antara sebanyak 134 orang (51.9%) siswi memiliki
hari ke 10-16 saat menstruasi, dan melalui perilaku pencegahan keputihan patologis
rangsangan seksual.12,14 Fluor albus fisiologis yang baik, sedangkan sekitar 124 orang
ditunjukan dengan cairan lendir vagina (48.1%) siswi memiliki perilaku pencegahan
adalah cairan bening tidak berbau, keputihan patologis yang kurang baik.
jumlahnya tidak terlalu banyak dan tanpa Becker (1979) mengklasifikasikan
rasa gatal atau nyeri, sedangkan fluor albus perilaku individu tentang kesehatan menjadi
patologis cairan berwarna, berbau, jumlahnya tiga yaitu perilaku sehat (health behavior)
banyak dan disertai gatal dan rasa panas yaitu hal-hal yang berkaitan dengan tindakan
atau nyeri, dan hal itu dapat dirasa sangat seseorang dalam pemeliharaan dan
mengganggu.4,14 peningkatan kesehatannya, perilaku sakit
Fluor albus fisiologis bisa menjadi (illness behavior) yaitu segala tindakan yang
patologis bila perawatannya tidak tepat. Dari dilakukan seorang individu bila mengalami
data yang diperoleh, sekitar 140 (54.3%) siswi sakit dalam mengidentifikasi keadaan
pernah mengalami fluor albus patologis. Hal kesehatannya atau keluhan yang dirasakan,
ini sesuai dengan temuan bahwa fluor albus dan perilaku peran sakit yaitu segala tindakan
merupakan keluhan utama bagi remaja putri. yang dilakukan oleh seseorang untuk
Di pusat pelayanan primer terdapat 60 % mendapatkan kesembuhan bila mengalami
remaja putri (15-19 tahun) yang mengalami sakit.
fluor albus.19 Berdasarkan item pertanyaan yang
Hasil penelitian dari Badaryati (2012), diisi siswi, ada beberapa hal tentang fluor
pada remaja puteri di SMK 3 Kota Banjarbaru, albus yang belum banyak dilakukan dengan
kejadian fluor albus patologis sekitar 50,06%.4 baik oleh siswi yaitu tentang perilaku mudah
Hasil menunjukkan bahwa angka kejadian marah yang menunjukkan perilaku baik hanya
fluor albus patologis lebih tinggi di SMK sebanyak 11 orang, kemudian tentang
Negeri 2 Kota Jambi. Dapat disimpulkan perilaku cemas dan tegang terhadap
bahwa angka kejadian fluor albus patologis
pelajaran sekolah menunjukkan perilaku baik Sebagian besar pengetahuan manusia
sebanyak 23 orang. diperoleh melalui mata dan telinga.5
Dari data uraian di atas menunjukan Berdasarkan item pertanyaan yang
perilaku pencegahan fluor albus patologis diisi siswi, ada beberapa hal tentang fluor
pada siswi kelas X dan XI di SMK Negeri 2 albus yang belum banyak dipahami siswi yaitu
Kota Jambi terbilang tinggi. Hal ini berawal tentang PH normal vagina yang menjawab
dari pengetahuan yang cukup tinggi kemudian benar hanya sebesar 1.4%, kemudian tentang
berdampak pada sikap positif dan persepsi fluor albus yang disebabkan oleh jamur yang
yang benar tentang fluor albus. Sesuai menjawab benar hanya 4.6%.
dengan pembagian domain perilaku menurut Pengetahuan responden tentang
Bloom (1908) yang menyebutkan ada 3 ranah fluor albus pada siswi kelas X dan XI di SMK
perilaku yaitu pengetahuan, sikap, dan Negeri 2 Kota Jambi yang berpengetahuan
tindakan (practice). Ketiga ranah tersebut tinggi yaitu sekitar 130 (50.4%) orang dan 128
tentunya sangat mempengaruhi perilaku (49.6%) orang berpengetahuan rendah.
seseorang. Teori tersebut sudah dapat Pengetahuan atau ranah kognitif merupakan
menjelaskan mengapa perilaku pencegahan domain yang sangat penting dalam
fluor albus patologis cukup baik pada siswi membentuk tindakan seseorang (overt
kelas X dan XI SMK Negeri 2 Kota Jambi. behavior).
Penelitian dari Sabrina (2011) di SMU Hasil Riskesdas (2010) yang
Palembang menunjukkan bahwa siswi yang menyatakan bahwa pengetahuan remaja
memiliki perilaku pencegahan fluor albus tentang penyakit infeksi di daerah perkotaan
patologis sebesar 69.5%.42 Hasil sebesar 58.2%.43 Hasil penelitian dari
menunjukkan bahwa perilaku pencegahan Badaryati (2012), pada remaja puteri di SMK
fluor albus patologis lebih tinggi di SMU 3 Kota Banjarbaru, pengetahuan tinggi
Palembang. Dapat disimpulkan bahwa terhadap fluor albus sekitar 63.4%.41 Hasil
perilaku pencegahan fluor albus patologis menunjukkan bahwa pengetahuan tentang
lebih rendah di SMK Negeri 2 Kota Jambi fluor albus lebih tinggi di SMK 3 Kota
daripada SMU Palembang. Banjarbaru. Dapat disimpulkan bahwa
pengetahuan terhadap fluor albus lebih
3. Pengetahuan rendah di SMK Negeri 2 Kota Jambi daripada
Pengetahuan merupakan hasil dari SMK 3 Kota Banjarbaru.
tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu. 4. Sikap
Pengindraan terjadi melalui pancaaindra Menurut Newcomb, salah seorang
manusia, yakni indra penglihatan, ahli psikologis social menyatakan bahwa
pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan
untuk bertindak, dan bukan merupakan Pada penelitian sebelumnya juga
pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum ditemukan oleh Badaryati (2012) di SMK 3
merupakan suatu tindakan atau aktivitas, Kota Banjarbaru bahwa sikap positif terhadap
akan tetapi merupakan predisposisi tindakan fluor albus sebesar 62.4%.41 Hasil
suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan menunjukkan bahwa sikap positif terhadap
reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi fluor albus lebih tinggi di SMK 3 Kota
terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap Banjarbaru. Dapat disimpulkan bahwa sikap
merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap terhadap fluor albus lebih rendah di SMK
objek di lingkungan tertentu sebagai suatu Negeri 2 Kota Jambi daripada SMK 3 Kota
penghayatan terhadap objek. Banjarbaru.
Berdasarkan item pertanyaan yang
diisi siswi, ada beberapa hal tentang fluor 5. Persepsi
albus yang belum banyak disikapi dengan Persepsi adalah proses
positif oleh siswi yaitu tentang penggunaan menginterpretasikan suatu objek dengan
cairan antiseptic sebagai pembersih vagina didahului proses penginderaan yaitu proses
yang menunjukkan sikap positif hanya diterimanya stimulus oleh individu melalui alat
sebesar 6.2%, kemudian tentang pencegahan indera atau disebut juga dengan sensoris.
fluor albus hanya dengan menjaga daerah Dalam mempersepsikan suatu objek sangat
kewanitaan yang menunjukkan sikap positif diperlukan perhatian, yaitu suatu usaha
sebesar 6.5%. seseorang manusia untuk menyeleksi atau
Sikap responden terhadap fluor albus, membatasi segala stimulus yang ada untuk
sebagian siswi mempunyai sikap positif yaitu masuk dalam pengalaman kesadaran kia
sebanyak 158 (61.2%) orang dan yang dalam rentang waktu tertentu. Misalnya
bersikap negatif sebanyak 100 (38.8%) orang. terhadap penyakit fluor albus, semua orang
Sikap terbentuk berawal dari pengetahuan, termasuk remaja pernah mendengar tentang
jadi apabila pengetahuan seseorang cukup penyakit itu tetapi mereka
tinggi maka sangat besar pula kemungkinan mempersepsikannya berbeda-beda, ini terjadi
seseorang tersebut akan bersikap positif. pada siswi kelas X dan XI di SMK Negeri 2
Sangat relevan dengan teori Festinger yang Kota Jambi.
mengemukakakn bahwa sikap seseorang Berdasarkan item pertanyaan yang
bersifat konsisten satu dengan yang lainnya. diisi siswi, ada beberapa hal tentang fluor
Menurut Festingter, sikap dikenal juga dengan albus yang belum banyak dipersepsikan
disonansi kognitif, yaitu pengetahuan, dengan benar oleh siswi yaitu tentang iklim di
kepercayaan, pandangan tentang lingkunga, Indonesia yang berpotensi menjadi pemicu
tentang tindakan atau perilaku seseorang. terjadinya fluor albus yang menunjukkan
persepsi benar hanya sebesar 13.6%,
kemudian tentang fluor albus yang manusia, yakni indra penglihatan,
merupakan tanda adanya penyakit serius pendengaran, penciuman, rasa, dan raba.
pada saluran reproduksi yang menunjukkan Sebagian besar pengetahuan manusia
persepsi benar sebesar 14.7%. diperoleh melalui mata dan telinga.5
Hasil menunjukan persepsi yang Benyamin Bloom (1908) seorang ahli
benar tentang fluor albus terjadi sekitar 172 sikologi pendidikan membagi perilaku
(66.7%) orang dan 86 (33.3%) orang memiliki manusia itu ke dalam tiga domain, sesuai
persepsi yang salah. Hal ini juga berkaitan dengan tujuan pendidikan. Bloom
dengan pengetahuan respoden tentang fluor menyebutnya ranah atau kawasan yakni: a)
albus. Menurut Moskowitz dan Ongel (1969) kognitif, b) afektif, c) psikomotor. Dalam
persepsi adalah kejadian yang teritegrasi perkembangannnya, teori Bloom ini
dalam diri seseorang terhadap stimulus atau dimodifikasi untuk pengukuran hasil
rangsangan. Salah satu stimulus adalah pendidikan kesehatan salah satunya adalah
informasi atau pengetahuan tentang fluor pengetahuan.
albus, kemudian juga dipengaruhi oleh hal-hal Berdasarkan hasil pengolahan data
yang berada dalam dirinya, maka nilai dari P-value yang didapatkan adalah
terbentuklah suatu persepsi. 0.000 sehingga analisa dikatakan bermakna.
Hasil temuan tentang persepsi Nilai Prevalence Ratio adalah 1.663 sehingga
terhadap fluor albus juga didapat oleh Imania siswi yang berpengetahuan rendah dapat
(2011) di SMA Plus Palembang bahwa siswi beresiko 1.663 kali untuk berperilaku kurang
yang mempunyai persepsi benar terhadap baik.
penyakit fluor albus sebesar 66.9%.42 Hasil Temuan yang senada dari Badaryati
menunjukkan bahwa persepsi terhadap fluor (2012) terhadap siswi SMK 3 Kota Banjarbaru
albus patologis lebih tinggi di SMU Plus bahwa ada hubungan yang bermakna antara
Negeri 17 Palembang. Dapat disimpulkan pengetahuan dengan perilaku pencegahan
bahwa perilaku pencegahan fluor albus keputihan patologis dengan nilai P= 0.000.41
patologis lebih rendah di SMK Negeri 2 Kota Dapat disimpulkan bahwa hubungan
Jambi daripada SMU Plus Negeri 17 pengetahuan dengan perilaku pencegahan
Palembang. fluor albus patologis di SMK Negeri 2 Kota
Jambi sama dengan di SMK 3 Kota
6. Hubungan Pengetahuan dengan Banjarbaru. Perilaku pencegahan fluor albus
Perilaku patologis dipengaruhi oleh faktor
Pengetahuan merupakan hasil dari pengetahuan.
tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu.
Pengindraan terjadi melalui pancaaindra
7. Hubungan Sikap dengan Perilaku 8. Hubungan Persepsi dengan
Sikap merupakan reaksi atau respons Perilaku
yang masih tertutup dari seseorang terhadap Persepsi adalah proses
suatu stimulus atau objek.5 Menurut menginterpretasikan suatu objek dengan
Newcomb, salah seorang ahli psikologis didahului proses penginderaan yaitu proses
social menyatakan bahwa sikap itu diterimanya stimulus oleh individu melalui alat
merupakan kesiapan atau kesediaan untuk indera atau disebut juga dengan sensoris.
bertindak, dan bukan merupakan Proses persepsi tidak bisa lepas dari
pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum penginderaan, proses penginderaan akan
merupakan suatu tindakan atau aktivitas, berlangsung setiap saat melalui penginderaan
akan tetapi merupakan predisposisi tindakan mata untuk melihat, telinga untuk mendengar,
suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan hidung sebagai alat pembauan.26 Dalam
reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi mempersepsikan suatu objek sangat
terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap diperlukan perhatian, yaitu suatu usaha
merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap seseorang manusia untuk menyeleksi atau
objek di lingkungan tertentu sebagai suatu membatasi segala stimulus yang ada untuk
penghayatan terhadap objek.5 masuk dalam pengalaman kesadaran kia
Berdasarkan hasil pengolahan data dalam rentang waktu tertentu.27
yang diperoleh dengan kuesioner nilai dari P- Menurut Lawrence Green (1980)
value yang didapatkan adalah 0.001 sehingga menyatakan bahwa perilaku seseorang
analisa dikatakan bermakna. Nilai Prevalence ditentukan oleh tiga faktor, yaitu faktor
Ratio adalah 1.529 sehingga siswi yang predisposisi, faktor pendorong dan faktor
bersikap negatif dapat beresiko 1.529 kali penguat.5 Faktor predisposisi (predisposing
untuk berperilaku kurang baik. factor). Faktor yang mempermudah terjadinya
Penelitian dari Badaryati (2012) perilaku seseorang. Salah satu faktor
terhadap siswi SMK 3 Kota Banjarbaru bahwa predisposisi adalah persepsi.5
ada hubungan yang bermakna antara sikap Berdasarkan hasil pengolahan data
dengan perilaku pencegahan keputihan yang diperoleh dengan kuesioner nilai dari P-
patologis dengan nilai P= 0.000.41 Dapat value yang didapatkan adalah 0.567 sehingga
disimpulkan bahwa hubungan sikap dengan analisa dikatakan tidak bermakna.5 Hasil
perilaku pencegahan fluor albus patologis di penelitian dari Badaryati (2012) terhadap
SMK Negeri 2 Kota Jambi sama dengan di siswi SMK 3 Kota Banjarbaru bahwa ada
SMK 3 Kota Banjarbaru. Perilaku pencegahan hubungan yang bermakna antara
fluor albus patologis dipengaruhi oleh faktor pengetahuan dengan perilaku pencegahan
sikap. keputihan patologis dengan nilai P= 0.005.41
Dapat disimpulkan bahwa hubungan persepsi
dengan perilaku pencegahan fluor albus DAFTAR PUSTAKA
patologis di SMK Negeri 2 Kota Jambi
1. WHO. Reproductive Health. WHO; 2012
berbeda dengan di SMK 3 Kota Banjarbaru.
(diakses 23 November 2014). Diunduh dari
URL: http://www.who.int
KESIMPULAN
2. Rohan, Hasdianah. Siyoto, Sanduh. Buku Ajar
1. Distribusi usia subjek penelitian Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Nuha
menunjukkan bahwa usia 15-16 tahun Medika; 2013
sebanyak 198 orang (76.8%). 3. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kandungan.
2. Distribusi usia subjek penelitian Jakarta: Yayasan Bina Pustaka; 2005
menunjukkan bahwa usia menarche 4. Depkes RI. Kesehatan Reproduksi. Jakarta:
12 dan 13 tahun masing-masing Depkes; 2008 (diakses 27 November 2014).
sebanyak 87 orang ( 33.7%). Diunduh dari URL:
3. Hasil analisa menunjukkan bahwa http://www.litbang.depkes.go.id
sebanyak 118 (45.7%) orang siswi 5. Media, Yulfira. Pengetahuan, Sikap dan
mengalami fluor albus fisiologis dan Perilaku Remaja Tentang Kesehatan
sebanyak 140 (54.3%) orang siswi Reproduksi. Jakarta: Media Litbangkes; 1995
mengalami fluor albus patologis. (diakses 27 November 2014). Diunduh dari
4. Ada hubungan antara perilaku URL: http://ejournal.litbang.depkes.go.id
pencegahan fluor albus patologis 6. Marmi. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta:
dengan pengetahuan remaja putri Pustaka Pelajar; 2013
dengan nilai P adalah 0,000 (P < 7. Maulana, Heri. Promosi Kesehatan. Jakarta:
0,05). Siswi yang berpengetahuan EGC; 2007
rendah beresiko 1.663 kali untuk 8. Notoatmodjo, Soekidjo. Promosi Kesehatan
berperilaku kurang baik. dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka
5. Ada hubungan antara perilaku Cipta; 2012
pencegahan fluor albus patologis 9. Manuaba, Ida Bagus. Penuntun Kepaniteraan
dengan sikap remaja putri dengan Klinik Obstetri dan Ginekologi. Jakarta:8 EGC;
nilai P adalah 0,001 (P < 0,05). Siswi 1993
yang bersikap negatif beresiko 1.529 10. Manuaba, Ida Ayu. Manuaba, Ida Bagus.
kali untuk berperilaku kurang baik. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita.
6. Tidak ada hubungan antara perilaku Jakarta: EGC; 2006
pencegahan fluor albus patologis 11. LeBlond, Richard. Brown, Donald. DeGowin,
dengan persepsi remaja putri dengan Richard. DeGowins Diagnostic Examination.
nilai P adalah 0,567 (P 0,05). Newyork: McGraw-Hill Companies; 2009
12. Kusrini, Katharini. Hubungan Personal 22. Norwitz, Errol. Schorge, John. At A Glance
Hygiene dengan Kejadian Keputihan pada Obstetri Ginekologi. Jakarta: EGC; 2007
Siswi SMU Muhammadiyah Metro (online) 23. Balen, Adam. Paediatric and Adolescent A
2009 (diakses 10 Desember 2014); diunduh Multidisciplinary Approach. Cambridge:
dari URL: http://isjd.pdii.lipi.go.id Cambridge University Press; 2004
13. Shenker, Ronald. Adolescent Medicine. 24. Scott, James. dkk. Danforth Buku Saku
Switzerland: Harwood Academic Publisher; Obstetri Ginekologi. Jakarta: Widya Medika;
1994 2002
14. Khamees, Samia. Characterization of Vaginal 25. Prayitno, Sunyoto. Buku Lengkap Kesehatan
Discharge among Women Complaining of Organ Reproduksi Wanita. Jogjakarta: Saufa;
Genita Tract Infection. Lybia: Omar Al- 2014
Mukhtar University; 2012 (diakses 26 26. Piyoto. Teori Sikap dan Perilaku dalam
Desember 2014). Diunduh dari URL: Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika; 2014
http://www.ijplsjournal.com 27. Buchbinder, Sharon B. Shanks, Nancy H.
15. Manuaba, Ida Bagus. Penuntun Diskusi Buku Ajar Manajemen Pelayanan Kesehatan.
Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC; 1993 Jakarta: EGC; 2014
16. Benson, Ralph C. Buku Saku Obstetri dan 28. UNICEF. Adolescence An Age Opportunity.
Ginekologi. Jakarta: EGC; 2009 UNICEF: 2011 (diakses 5 Januari 2015).
17. Sibagariang, Eva. Pusmaika, Rangga. Diunduh dari URL: http://www.unicef.org
Rismalinda. Kesehatan Reproduksi Wanita. 29. Narendra, Moersintowati B. Sularyo, Titi S.
Jakarta: CV. Trans Info Media; 2010 Soetjiningsih. Suyitno, Haryono. Ranuh, Gde.
18. Sherrard, Jackie. Donders, Gilbert. White, Tumbuh Kembang Anak dan Remaja.
David. European (IUSTI/WHO) Guideline on Jakarta: CV. Sagung Seto; 2002
the Management of Vaginal Discharge. United 30. Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Remaja dan
Kingdom: International Union against Sexually Permasalahannya. Jakarta: CV. Sagung Seto;
Transmitted Infections (IUSTI). 2011 (diakses 2004
23 Desember 2014). Diunduh dari URL: : 31. Batubara, Jose. Adolescent Development
http://www.iusti.org (Perkembangan Remaja). Jakarta: Fakultas
19. Hollingworth, Tony. Diagnosis Banding dalam Kedokteran Universitas Indonesia; 2010
Obsetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC; 2014 (diakses 5 Januari 2015). Diunduh dari URL:
20. Nadesul, Handrawan. Cara Sehat Menjadi http://saripediatri.idai.or.id
Perempuan. Jakarta: PT Kompas Media 32. American Psychological Association.
Nusantara; 2008 Developing Adolescents. American
21. Davey, Patrick. At a Glance Medicine. Alih Psychological Association: 2002 (diakses 5
bahasa Annisa Rahmalia, Cut Novianty; Januari 2015). Diunduh dari URL:
Editor, Amalia Safitri. Jakarta: Erlangga; 2006 http://www.apa.org
33. United Nation Population Fund. Adolescent 40. Kementrian Kesehatan RI. Panduan
Sexual and Reproductive Health Toolkit for Penyusunan Proposal, Protokol dan Laporan
Humanitarian Settings. United Nation Akhir Penelitian. 2012 (diakses 9 Januari
Population Fund: 2009 (diakses 5 Januari 2015). Diunduh dari URL:
2015). Diunduh dari URL: http://www.litbang.depkes.go.id
http://www.unfpa.org 41. Emi, Badaryati. Faktor-Faktor yang
34. Sostroasmoro, Sudigdo. Dasar-Dasar Mempengaruhi Perilaku Penanganan
Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: CV. Keputihan di SLTA atau Sederajat di Kota
Sagung Seto; 2008 Banjarbaru. 2012 (diakses 2 April 2015).
35. Budiarto, Eko. Metodologi Penelitian Diunduh dari URL: http://www.lib.ui.ac.id
Kedokteran. Jakarta: EGC; 2002 42. Imania, Sabrina. Faktor yang Mempengaruhi
36. Swarjana, I Ketut. Metodologi Penelitian Perilaku Sehat Siswi SMU Plus Negeri 17
Kesehatan. Yogyakarta: Andi Offset; 2012 Palembang dalam Upaya Pencegahan
37. Gulo, W. Metodologi Penelitian. Jakarta: Keputihan Patologis. Palembang: Universitas
Grasindo; 2002 Sriwijaya; 2011
38. Tejada, Jeffry J. On the Misuse of Slovins
Departemen Kesehatan RI. Hasil Riset
Formula. Filipina:University of the Philippines
Kesehatan Dasar. 2010 (diakses 10 April
Diliman; 2012
2015). Diunduh dari URL:
39. Dahlan, Sopiyudin. Statistik Untuk Kedokteran
http://www.riskesdas.litbang.depkes.go.id
dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika;
2013

You might also like