You are on page 1of 12

ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH

TERHADAP PENDAPATAN PER KAPITA, KEMISKINAN


DAN KETIMPANGAN ANTARWILAYAH DI PROVINSI PAPUA
Ida Ayu Purba Riani1) dan M. Pudjihardjo2)*
1)
Fakultas Ekonomi Universitas Cenderawasih, Jayapura
2)
Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya, Malang
E-mail : *pudji.hardjo@yahoo.com

Abstract

The study is aimed at describing and analyzing the impact of regional extension on the
economical aspect of Papua Province based on the indicators of public welfare such as
per capita income, poverty, and interregional gap. By separating two time periods
between before and after extension, and using average differential test, or t-test equal
mean, it is estimated that regional extension policy significantly does not bring the per
capita income to higher rate than before extension. In other word, statistically, there is
no difference between per capita income between before and after extension. It is said
that regional extension does not influence the per capita income. The strong significant
indication shows that regional extension affects the decreased rate of urban poverty. It
is, however, failed to reduce the rural poverty. In general, regional extension has
significant effect on the reduction of poverty in Papua Province. Finally, regional
extension policy is not statistically stronger, or less significant, to influence the
interregional development gap in Papua Province. Based on the statistic result, it is
generalized that regional extension policy in Papua Province has significant effect on
the poverty reduction in Papua Province.

Keywords: regional extension, poverty, per capita income

1. Pendahuluan simpanan untuk keperluan masa depan bangsa dan


Seperti yang diungkapkan Suebu (1995), bahwa negara.
Papua merupakan salah satu provinsi yang memiliki Papua saat ini penuh dengan paradox. Di satu
warisan flora dan fauna yang punya spesies-spesies sisi bisa dilihat bahwa Papua sudah memasuki abad
yang sangat unik dan kaya. Potensi ekonominya baru yang ditandai dengan kehadiran birokrasi
dijuluki sebagai raksasa yang sedang tidur, dan modern, penggunaan teknologi informasi, dan
warisan budayanya dijuluki wilayah kebudayaan kegiatan-kegiatan ekonomi uang yang merupakan
yang sangat unik dan kaya, memiliki bahasa local bagian dari ekonomi global, serta sudah memiliki
yang berjumlah tidak kurang dari 250 bahasa. Jumlah berbagai perguruan tinggi negeri maupun swasta.
penduduknya sekitar 1 persen dari penduduk Tetapi di sisi lain, masih banyak masyarakatnya yang
Indonesia, yang sebagian dari mereka hidupnya hidup dalam kebudayaan subsisten yang tradisional
relatif miskin di atas kekayaan alam yang melimpah, dan terisolasi, sebagian penduduknya ada yang
kondisi infrastruktur dan kualitas sumberdaya masih buta huruf. Fakta menunjukkan bahwa jumlah
manusia yang belum memadai, serta laju penduduk yang sekitar 1 persen dari penduduk
pembangunan di provinsi ini dijuluki sebagai tanah Indonesia dan hidup di atas kekayaan alam yang
yang terlupakan. Secara singkat Provinsi Papua melimpah, tidak serta merta berarti bahwa penduduk
merupakan aset nasional yang agak terbengkalai Papua, khususnya orang-orang asli Papua, hidup
penanganannya, tetapi sekaligus merupakan aset sejahtera.

137
Jurnal Bumi Lestari, Volume 12 No. 1, Februari 2012, hlm. 137 - 148

Suebu (2007) memaparkan dengan jelas lingkungan yang pada gilirannya akan menurunkan
bagaimana tanah Papua yang terbentang dari tingkat kesejahteraan masyarakatnya.
Provinsi Papua hingga Provinsi Papua Barat menjadi Jika dilihat sejarahnya, konsep mengenai
salah satu kawasan dengan keunggulan sumber pemekaran wilayah itu sendiri sebenarnya pertama
kekayaan alam terbesar dan terkaya di dunia. Hal itu kali dikemukakan oleh Tiebout (1956) dalam sebuah
ditunjukkan adanya cadangan emas dan tembaga artikel yang berjudul A Pure Theory of Local
yang dieksploitasi oleh PT Freeport Indonesia Expenditure. Dinyatakan bahwa pemekaran wilayah
merupakan salah satu cadangan terbesar didunia. dianalogkan sebagai model ekonomi persaingan
Nilainya diperkirakan lebih dari seratus milyar dolar sempurna dimana pemerintahan daerah memiliki
AS. Pada tahun 2004 misalnya, Freeport mampu kekuatan untuk mempertahankan tingkat pajak yang
menyetor pajak ke Pemerintah Indonesia sebanyak rendah, menyediakan pelayanan yang efisien, dan
Rp 2,4 triliun, kemudian pada tahun 2005 naik empat mengijinkan setiap individu masyarakatnya untuk
kali lipat menjadi sekitar Rp. 10 triliun. Selain emas mengekspresikan preferensinya untuk setiap jenis
dan tembaga juga memiliki tambang minyak bumi pelayanan dari berbagai tingkat pemerintahan yang
yang dieksploitasi oleh berbagai perusahaan baik berbeda dengan vote with their feet. Kemudian
nasional maupun multinasional. Di antaranya Shell, Swianiewicz (2002) mengungkapkan bahwa
Amoseas, Conoco Philips dan Total Indonesia. komunitas lokal yang kecil lebih homogen, dan lebih
Milyaran dollar AS telah dihasilkan dari kegiatan mudah untuk mengimplementasikan kebijakan yang
eksploitasi tambang minyak tersebut. Di samping itu sesuai dengan preferensi sebagian besar
sumberdaya alam yang sangat potensial di antaranya: masyarakatnya. Kesempatan masyarakat untuk
hasil perkebunan, perikanan, kehutanan dan lain-lain. berpartisipasi dalam komunitas yang kecil memiliki
Berdasarkan profil sumberdaya alam di atas, peluang lebih besar. Selanjutnya, pemerintahan
dapat dikatakan bahwa provinsi Papua memiliki daerah yang kecil memiliki birokrasi yang rendah,
kekayaan alam yang cukup melimpah dan sangat misalnya fungsi administrasi. Dalam hal ini Hofman
besar potensinya untuk dimanfaatkan bagi et al (2005) mengatakan pemekaran daerah itu
kesejahteraan masyarakat. Namun kenyataan dimaksudkan untuk mendekatkan pelayanan publik
menunjukkan pemanfaatan sumberdaya alam kepada para konstituennya. Oleh karena di antara
ternyata belum mampu meningkatkan kesejahteraan kabupaten/kota terdapat perbedaan kebutuhkan
masyarakat Papua sendiri. pelayanan publik dengan karakteristik yang berbeda,
Hal ini ditunjukkan oleh kehidupan maka seyogyanya daerah kota dimekarkan dari
masyarakatnya yang miskin, dan selalu masuk dalam kabupaten induknya agar masing-masing daerah
katagori provinsi miskin di Indonesia. Pada tahun dapat berspesialisasi dalam penyediaaan pelayanan
1991 misalnya Papua berada pada urutan kelima dalam publik yang sesuai dengan karekteristik kebutuhan
klasifikasi provinsi termiskin di Indonesia. masyarakatnya.
Selanjutnya hasil sensus BPS tahun 1993 kembali Untuk beberapa daerah di Indonesia, dampak
menunjukkan bahwa kemiskinan di Papua terjadi positip dari pemekaran sangat dirasakan oleh
merata hampir di semua wilayah kabupaten yang masyarakat. Studi yang dilakukan oleh PKP2AI (2004)
meliputi sekitar 79 persen dari 2.195 desa yang di Kabupaten Tasikmalaya membuktikan hal tersebut.
tersebar di 9 Kabupaten dan Kota di Provinsi Papua Dalam studinya ditunjukan bahwa sebelum
(BPS Papua, 2010a). pemekaran wilayah terjadi kesenjangan antara
Gambaran kondisi lingkungan di Provinsi Papua wilayah yang ada di perkotaan dengan wilayah yang
tersebut, kemudian melahirkan tuntutan reformasi ada di perdesaan. Setelah pemekaran dilakukan,
dalam sistem pemerintahan, termasuk juga pemekaran pemerataan pendapatan di Kabupaten Tasikmalaya
wilayah dalam rangka untuk lebih meningkatkan semakin meningkat. Pemekaran wilayah juga telah
pelayanan kepada masyarakat. Pemekaran wilayah berdampak terhadap peningkatan kontribusi sektor
memberikan dampak langsung dan tidak langsung pertanian terhadap PDRB. Selain itu Kebijakan
terhadap peningkatan eksploitasi sumberdaya alam pemekaran wilayah telah berdampak positif terhadap
yang harus dikelola dengan baik. Pengelolaan daerah yang wilayahnya sebagian besar perdesaan
sumberdaya alam yang tidak memenuh kaedah- dalam pembangunan sarana dan prasarana dasar
kaedah ekologis akan mempercepat degradasi seperti listrik dan jalan.

138
I.A. Purba Riani, dkk. : Analisis Dampak Pemekaran Wilayah terhadap Pendapatan Per Kapita ......

Dampak positip dari pemekaran daerah juga Di Indonesia sendiri kegagalan dalam mencapai
disampaikan dalam kajian studi yang dilakukan Percik tujuan pemekaran daerah tersebut telah digambarkan
(2007). Bahwa di DOB (Daerah Otonom Baru) jelas oleh Darmawan et al. (2008). Dinyatakan bahwa
Kabupaten Bengkayang, Bombana dan Wakatobi adanya ketidakberhasilan dalam pelaksanaan
pada tahun-tahun awal pemerintahannya, mereka pemekaran daerah diindikasikan oleh (1)
tidak mengutamakan untuk mengembangkan PAD, pertumbuhan ekonomi DOB (Daerah Otonom Baru)
tetapi memprioritaskan untuk pembangunan lebih fluktuatif dibandingkan dengan daerah induk
infrastruktur. DAK dan semua dana yang ada yang relatif stabil dan terus meningkat, (2) pemekaran
diprioritaskan untuk membangun berbagai prasarana mendorong pelepasan penduduk miskin dari daerah
yang dapat dirasakan langsung oleh rakyat seperti: induk ke DOB, (3) kinerja keuangan DOB lebih rendah
membangun jalan dan jembatan di wilayah terpencil dibandingkan daerah induk, (4) kinerja pelayanan
dan perbatasan, membangun kantor-kantor publik di DOB masih di bawah daerah induk, dan
kecamatan dan desa baru, membangun puskesmas terlihat kinerja pelayanan publik cenderung menurun.
di setiap kecamatan, membangun SD dan SLTP di Sedangkan Zuhro (2009) menyebutkan pemekaran
setiap kecamatan. Di samping membangun prasarana daerah di Indonesia mempunyai dampak negatif lebih
fisik hampir semua DOB mempunyai usaha untuk besar dibandingkan dampak positip, diantaranya (a)
menambah pegawai negeri demi untuk pemekaran menciptakan perluasan struktur yang
mengefektifkan pelayanan publik. Selain untuk mengakibatkan beban berat pembiayaan, (b)
melestarikan pemekaran pemerintah DOB memberi kesamaan karakteristik sosial budaya dan historis
fasilitas yang memadai bagi datangnya investor, masyarakat merupakan komitmen mayoritas warga,
terutama untuk bidang pertambangan, kelautan, aspek politik terlalu mengedepan, (c) rendahnya
pengolahan hasil kayu, dan perkebunan kelapa sawit. kapasitas fiskal yang menyebabkan pemerintah
Semua usaha tersebut paling tidak dapat memberikan daerah berupaya meningkatkan pendapatan dengan
kesempatan kerja bagi masyarakat. berbagai cara yang justru merugikan masyarakat dan
Walaupun pemekaran wilayah dianggap dapat berakibat terhadap munculnya kesenjangan, (d)
mendekatkan pemerintah kepada masyarakat, akan pertambahan jumlah pemerintah daerah secara
tetapi menurut Kerlin (2002) tujuan meningkatkan simultan meningkatkan belanja dalam APBN dan ini
efisiensi administratif yang sama pentingnya membebani pemerintah pusat.
ternyata tidak tercapai. Disinilah terlihat adanya Untuk Papua, hasil studi Brata (2009)
kegagalan mencapai tujuan dari kebijakan pemekaran menunjukkan meski pemekaran daerah pada awalnya
wilayah. Studi yang dilakukan oleh doCarmo dan memiliki tujuan yang sangat mulia yakni untuk
Martinez-Vazquez (2001) di Republik Ceko telah mensejahterakan masyarakat papua melalui
mengungkapkan kegagalan pemekaran tersebut. peningkatan dan percepatan pelayanan, kehidupan
Republik Ceko setelah meninggalkan bentuk negara demokrasi, pembangunan, potensi daerah, keamanan
komunisme, jumlah daerah kecil (kabupaten/ dan ketertiban, hubungan yang serasi, dan semakin
kotamadya) mengalami lonjakan yang sangat tinggi, mendekatkan fungsi pelayanan birokrasi
yang didorong oleh tekanan-tekanan publik yang pemerintahan daerah terhadap rakyatnya, namun
menginginkan adanya peningkatan demokrasi. dalam kenyataannya apa yang menjadi tujuannya
Pemerintah mengalami kesulitan dalam upaya tersebut sama sekali belum tercapai. Sebagaimana
memperlambat pertumbuhan ini. Hal ini disusul yang dikatakan oleh Hafizrianda (2007) sampai
dengan terjadinya fragmentasi, yang menyebabkan sekarang masih banyak penduduk yang hidupnya
pendapatan pajak daerah menjadi kecil (sehingga terpencil dan terbelakang di setiap pelosok Papua.
menyebabkan tingginya ketergantungan terhadap Kebanyakan tempat tinggalnya di daerah-daerah
transfer), serta ketidakmampuan untuk pedalaman, lembah-lembah gunung dan lereng-lereng
mempertahankan aparat yang berkualitas dan gunung, yang sangat tergantung dengan kegiatan-
membuat keadaan ekonomi yang berimbang kegiatan ekonomi tradisional seperti berburu,
dalam hal penyediaan pelayanan publik. Daerah meramu, menanam sagu dan menangkap ikan di
yang kecil tersebut ternyata juga tidak mampu bekerja sungai. Pola kegiatan ekonominya lebih bersifat
sama dan gagal memanfaatkan pihak ketiga secara subsistence yang sudah jelas tidak akan dapat
efektif. meningkatkan taraf hidupnya. Jumlah penduduk

139
Jurnal Bumi Lestari, Volume 12 No. 1, Februari 2012, hlm. 137 - 148

yang terisolir dari aktifitas perekonomian modern ini tersebut, tahun 2003, belum begitu banyak terlihat
di perkirakan sekitar 80% dari total penduduk Papua. kantong-kantong kemiskinan yang kronis (di atas
Hidup mereka masih terbelakang, khususnya dalam 40%). Kemiskinan hanya tersebar pada 6 kabupaten
hal pertanian, ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan saja yakni Jayapura, Manokwari, Paniai, Biak Numfor,
penguasaan IPTEK. Yapen Waropen dan Nabire, dengan rata-rata sekitar
Kebijakan pemekaran wilayah di Provinsi Papua 49.76%. Namun setelah banyak dilakukan pemekaran,
juga belum dapat mengatasi kesenjangan yang cukup keadaan di tahun 2009 menunjukan jumlah kantong
dalam antara kehidupan penduduk asli Papua dengan kemiskinan bertambah menjadi 10 kabupaten yang
penduduk pendatang. Seperti yang diungkapkan meliputi Kabupaten Supiori, Paniai, Kota Jayapura,
oleh Hafizrianda (2010), penduduk asli Papua Jayawijaya, Yahukimo, Biak Numfor, Waropen,
umumnya hidup dalam kemiskinan, sedangkan Nabire, Tolikara dan Yapen Waropen, dimana secara
penduduk pendatang kebanyakan hidup dengan merata masing-masing kabupaten tersebut
tingkat pendapatan yang lebih memadai. Di sejumlah mempunyai tingkat kemiskinan kurang lebih sekitar
pasar besar maupun pasar rakyat misalnya, sedikit 48,45% (BPS Papua, 2010b). Secara keseluruhan, ada
sekali orang asli Papua yang tampil sebagai kecenderungan bahwa sepanjang pelaksanaan
pedagang, berdasarkan data BPS terlihat bahwa pemekaran daerah jumlah penduduk miskin di Papua
pedagang yang berasal dari penduduk asli Papua tidak banyak berubah dari tahun ke tahunnya
sekitar 7.4% dengan kegiatannya hanya menjual berkisar diantara 37%, dan tetap paling tinggi di
sayur-sayuran dan umbi-umbian di pinggir pasar atau seluruh Indonesia.
di sisi jalan. Pedagang-pedagang di pasar umumnya Beranjak pada berbagai kajian empiris dan
berasal dari luar Papua, yang kebanyakan dikuasai kondisi faktual di atas maka menarik sekali untuk
oleh suku Bugis. Orang asli Papua adalah kelompok mengangkat suatu isu bagaimana sebenarnya
minoritas di kota. Mereka terdesak ke pinggir kota dampak dari pemekaran daerah tersebut bagi
atau kembali ke habitat di hutan sebagai pengembara, perekonomian Provinsi Papua terutama jika dilihat
karena tidak mampu bersaing dengan warga pada indikator-indikator kesejahteraan masyarakat.
pendatang yang memiliki modal kuat, pandai Oleh karena itu tujuan yang ingin dicapai dari studi
berdagang, dan berbisnis. Polarisasi semacam ini kali ini adalah untuk mendeskripsikan dan
menimbulkan dikotomi kehidupan sosial yang tidak menganalisis dampak dari kebijakan pemekaran
jarang dapat berbenturan satu sama lainnya. Dalam daerah terhadap kenaikan pendapatan per kapita,
hal kesempatan kerja yang lain terjadi juga penurunan kemiskinan dan ketimpangan pendapatan
ketimpangan mencolok. Sektor-sektor sekunder dan antarwilayah.
tersier didominasi oleh penduduk pendatang yang
memiliki keahlian, ketrampilan dan pendidikan yang 2. Metode
lebih tinggi dari pada penduduk asli Papua. Sebagian Dalam studi ini data yang dikumpulkan, diolah
besar tenaga kerja di sektor-sektor industri dan jasa dan dianalisis adalah data yang bersifat sekunder.
berasal dari pendatang yang memiliki status Data sekunder tersebut diperoleh dari berbagai
pekerjaan lebih baik dibandingkan tenaga kerja dokumentasi ataupun liputan yang telah
Papua. Satu-satunya sektor yang paling banyak dipublikasikan sebelumnya. Dalam studi ini variabel-
menyerap warga Papua hanyalah pertanian, dengan variabel dependent yang akan dianalisis meliputi
komposisi 82% orang Papua dan 18% orang pendapatan per kapita, tingkat kemiskinan penduduk,
pendatang dari total tenaga kerja sektor pertanian dan indeks ketimpangan antarwilayah, dimana ketiga
sebanyak 761.896. Umumnya sektor pertanian yang variabel tersebut sifatnya kuantitatif. Adapun alat
menjadi tumpuan mata pencaharian penduduk asli statistik yang digunakan untuk mengujinya adalah
Papua adalah tanaman pangan, sekitar 80%, yang t-test equal mean.
berorientasi hanya kepada pemenuhan hidup sehari-
hari (subsistence). 3. Hasil dan Pembahasan
Pemekaran wilayah yang dilakukan selama ini Agar pemekaran daerah dapat memenuhi visi
di Papua sepertinya juga mengakibatkan semakin dan tujuannya, maka menurut Juwaini (2006)
bertambahnya kantong-kantong kemiskinan yang pemekaran daerah harus memberi dampak kepada
baru. Pada saat awal masa pemekaran wilayah delapan faktor pembangunan, yang secara singkat

140
I.A. Purba Riani, dkk. : Analisis Dampak Pemekaran Wilayah terhadap Pendapatan Per Kapita ......

dapat disampaikan yaitu : (1) meningkatkan PDRB berbagai aspek penting pembangunan wilayah? Hal
perkapita dan pertumbuhan, (2) mendorong semakin tersebut perlu diamati dan dikaji secara mendalam
kuatnya kohesi sosial dan politik masyarakat, (3) yang dapat dijelaskan sebagai berikut.
meningkatkan kemandirian daerah, (4) meningkatkan
organisasi dan manajemen daerah yang berdampak 3.1 Dampak Terhadap Pendapatan Per Kapita
langsung pada kualitas pembangunan, (5) Tujuan pemekaran wilayah adalah untuk
memperluas jangkauan pelayanan kepada masyarakat mensejahterakan masyarakat yang ada di dalam suatu
yang semakin efisien dan efektif, (6) meningkatkan wilayah, agar dapat mengejar ketertinggalannya
kualitas pelayanan yang sejalan dengan penguatan dengan daerah yang lain. Dengan pemekaran
hak otonomi yang dimiliki daerah otonom baru, (7) diharapkan masyarakat merasakan peningkatan
membawa efek pada perwujudan tata pemerintahan pelayanan, memudahkan untuk mengakses
yang bersih dan baik (good local governance), dan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah
(8) mendorong pemerintahan daerah yang memiliki sehingga kesejahteraan akan tercapai. Salah satu
daya tanggap dalam merumuskan kebutuhan dan ukuran kesejahteraan adalah pendapatan per kapita.
potensi daerah. Kedelapan faktor tersebut tidak saja Makin tinggi pendapatan seorang penduduk,
penting sebagai sarana evaluasi. Akan tetapi juga maka makin leluasa penduduk tersebut memenuhi
sangat berguna sebagai bahan antisipasi bagi calon- semua kebutuhannya dan berarti makin sejahtera.
calon daerah otonom baru. Tujuannya semata-mata Oleh karena itu, PDRB Per Kapita suatu daerah
agar pemekaran daerah dapat menjadi sarana dapat digunakan untuk mengukur tingkat
peningkatan kesejahteraan masyarakat. kesejahteraan penduduk suatu daerah. Walaupun
Pada prinsipnya keuntungan atau kerugian banyak para ahli mengatakan bahwa indikator
yang timbul sebagai dampak pemekaran daerah PDRB Per Kapita masih kurang tepat untuk
merupakan indikator sederhana untuk mengetahui mengukur tingkat kesejahteraan penduduk. Hal
seberapa jauh pemekaran menjadi solusi atau ini, karena PDRB per kapita adalah PDRB di bagi
sebaliknya menjadi masalah bagi peningkatan jumlah penduduk, jadi merata tidak terlihat
kesejahteraan masyarakat dan percepatan penduduk yang kaya atau pun yang miskin.
pembangunan daerah (Deddy, 2006). Ada beberapa Tinggi rendahnya PDRB Per Kapita suatu daerah
indikator ekonomi yang dapat digunakan untuk dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu besaran
melihat feasibility (kelayakan) dari suatu pemekaran PDRB yang dihasilkan suatu daerah serta jumlah
wilayah tersebut, di antaranya : (1) pendapatan per penduduk daerah tersebut. Perbandingan PDRB
kapita, (2) kemiskinan, dan (3) kesenjangan Per Kapita suatu daerah dengan daerah lainnya
pembangunan antarwilayah. mencerminkan berbagai daerah dalam upaya
Bagaimana dengan Provinsi Papua, apakah meningkatkan pendapatan penduduknya. Makin
pemekaran daerah mempunyai dampak terhadap tinggi PDRB Per Kapita suatu daerah, menunjukkan

Gambar 1. Pertumbuhan Pendapatan Per Kapita Provinsi Papua Tahun 1999-2008

141
Jurnal Bumi Lestari, Volume 12 No. 1, Februari 2012, hlm. 137 - 148

keberhasilan upaya daerah dalam meningkatkan Dengan kata lain pemekaran daerah gagal membuat
pendapatan penduduknya. kesejahteraan masyarakat meningkat lebih tinggi dari
Apakah pendapatan perkapita masyarakat di pada kondisi sebelumnya.
provinsi Papua ini mengalami perubahan atau tidak Meski pun pernyataan mengenai dampak dari
setelah pemekaran daerah, dapat dilihat dari kebijakan pemekaran terhadap pendapatan per kapita
kecenderungannya selama kurun waktu 1999-2008 telah disampaikan di atas, namun hal itu masih perlu
sebagaimana yang disajikan dalam Gambar 1. dibuktikan secara statistik. Melalui pembuktian
Untuk Provinsi Papua dapat dilihat bahwa statistik dapat diberikan keyakinan bahwa tidak
perkembangan pendapatan perkapita cenderung terjadi pembiasan dalam menilai rata-rata sebuah
fluktuatif. Tahun 1999, sebelum terjadinya pemekaran perbandingan, dalam hal ini perbandingan antara
yang demikian pesat di Provinsi Papua, pendapatan sebelum dan sesudah pemekaran daerah. Alat
perkapita penduduk sebesar Rp 7.448.549,80, dan statistik yang relevan digunakan untuk menguji dua
cenderung meningkat sampai dengan tahun 2003 perbandingan tersebut adalah t-test, yang hasilnya
yakni menjadi Rp. 9.821.753,23. Namun setelah dapat dijelaskan pada Tabel 1.
dilakukan pemekaran, sejak tahun 2003 sampai Pada Tabel 1 terlihat bahwa nilai mean difference
dengan tahun 2008 PDRB perkapita, antara sebelum dan sesudah pemekaran adalah
kecenderungannya fluktuatif yang menurun. sebesar -7,6283 yang menandakan rata-rata
Misalnya dari tahun 2003-2004 PDRB perkapita pertumbuhan pendapatan per kapita sesudah
mengalami penurunan sebasar 22.08%, dan tahun pemekaran lebih rendah 7,6283% bila dibandingkan
2004-2005 terjadi peningkatan dengan laju dengan keadaan sebelum pemekaran.
pertumbuhan sebesar 35,06%, untuk tahun 2005-2006 Melalui hasil uji Levenes F-test dapat
mengalami penurunan kembali sebesar 22,39%. ditetapkan bahwa varians diantara kondisi sebelum
Tahun 2007-2008, terjadi peningkatan PDRB dan sesudah pemekaran adalah sama atau identik
perkapita, namun jika dilihat dari laju (equal variances assumed). Indikatornya terlihat
pertumbuhannya mengalami penurunan dari 3,64% pada nilai F-test sebesar 2,0241 yang mempunyai
menjadi 3,51%. probabilita sebesar 0,1926 lebih kecil dari 0,05. Tidak
Jika dihitung rata-rata pertumbuhan pendapatan berbedanya kedua varians membuat penggunaan
per kapita sebelum pemekaran yakni periode 1999- varians untuk membandingkan rata-rata populasi t-
2002 sebesar 8,32% per tahun, kemudian test, sebaiknya menggunakan dasar equal variances
dibandingkan dengan masa sesudah pemekaran yaitu assumed (Santoso dan Tjiptono, 1997). Dimana
periode 2003-2008 sebesar 0,70% per tahun, maka berdasarkan hasil pengolahan data, diperoleh bahwa
dapat digeneralisasikan bahwa kebijakan pemekaran nilai t-test dengan asumsi varians sama adalah
daerah membuat pendapatan per kapita di Provinsi sebesar -0,6781 dengan probabilita sebesar 0,5168.
Papua menjadi lebih lambat dari pada sebelumnya. Oleh karena nilai probabilitanya lebih besar dari 0,05

Tabel 1. Pertumbuhan Pendapatan Per Kapita dan Hasil Uji Statistik Beda Rata-Rata Sebelum dan Sesudah
Pemekaran Daerah di Provinsi Papua

142
I.A. Purba Riani, dkk. : Analisis Dampak Pemekaran Wilayah terhadap Pendapatan Per Kapita ......

maka diputuskan untuk menolak hipotesa terdapat dengan tahun 2008, persentase penduduk miskin
perbedaan rata-rata pertumbuhan pendapatan per cenderung fluktuatif yang menurun. Tahun 1999,
kapita (LP) antara sebelum dan sesudah pemekaran, persentase penduduk miskin di kota 9,03%, tahun
dengan kata lain pada tingkat kepercayaan 95% 2008 menjadi 7,02%. Untuk desa, jumlah penduduk
dapat dinyatakan bahwa rata-rata pertumbuhan miskin tahun 1999 sebesar 70,95% dan tahun 2008
pendapatan per kapita diantara kondisi sebelum dan mengalami penurunan yang cukup besar 51,31%.
sesudah terjadi pemekaran adalah sama. Dapat Apabila diamati perkembangannya diantara
digeneralisasikan bahwa kebijakan pemekaran daerah periode 1999-2002 (sebelum pemekaran) dan 2003-
tidak mempunyai dampak terhadap pertumbuhan 2008 (sesudah pemekaran), cenderung kondisi
pendapatan per kapita, yang sekaligus juga dapat kemiskinan di Provinsi Papua mengalami penurunan
dikatakan tidak mempengaruhi tingkat kesejahteraan yang cukup mencolok sesudah pemekaran daerah
penduduk di Provinsi Papua. dilaksanakan. Sebelum pemekaran, rata-rata jumlah
penduduk miskin adalah 1.001,3 ribu jiwa (46,2%)
3.2 Dampak Terhadap Kemiskinan per tahun. Kemudian setelah pemekaran, jumlah
Penanggulangan kemiskinan merupakan inti penduduk miskin berkurang menjadi 875,9 ribu jiwa
dari masalah pembangunan dan merupakan tujuan (39,7%) per tahun. Berdasarkan perbandingan ini
utama kebijakan pembangunan. Jika dilihat dari maka dapat disebutkan bahwa kebijakan pemekaran
angka headcount, menunjukkan penurunan jumlah daerah telah berhasil menurunkan jumlah penduduk
penduduk miskin di provinsi Papua dari tahun 1999 miskin di Provinsi Papua. Namun demikian, belum
sampai dengan tahun 2008, baik untuk kota maupun tentu keadaan ini menunjukkan perbedaan yang
desa. Jumlah penduduk miskin di provinsi Papua, sangat signifikan. Hal ini perlu diuji lagi secara
didominasi oleh penduduk yang tinggal di desa yang statistik. Dimana alat uji yang lebih relevan adalah
dapat dilihat pada Gambar 2. uji t untuk dua beda rata-rata, dengan hasilnya dapat
Untuk tahun 1999, jumlah penduduk miskin di disampaikan pada Tabel 2.
kota tercatat sebanyak 79,6 ribu dan mengalami Berdasarkan hasil uji Levenes F-test dalam
penurunan menjadi 31,6 ribu tahun 2008, sedangkan Tabel 2, diputuskan untuk menerima hipotesa bahwa
di desa tahun 1999, tercatat sebanyak 1.099,1 ribu varians pada tingkat kemiskinan kota diantara kondisi
dan menurun menjadi 701,5 ribu tahun 2008. Jika sebelum dan sesudah pemekaran adalah sama.
dilihat berdasarkan rasio headcount, menunjukkan Keputusan ini disampaikan oleh karena nilai F-test
bahwa telah terjadi kemajuan dalam hal pengurangan pada uji varians untuk variabel kemiskinan kota
persentase jumlah penduduk miskin yang ada di adalah sebesar 2,2186 dengan probabilita sebesar
provinsi Papua, baik untuk desa, dan kota. Untuk 0,1747 yang terlihat lebih besar dari 0,05.
kota di provinsi Papua sepanjang tahun 1999 sampai

Gambar 2. Perkembangan Persentase Penduduk Miskin Di Desa, Kota dan Menyeluruh Di Provinsi
Papua Tahun 1999-2008

143
Jurnal Bumi Lestari, Volume 12 No. 1, Februari 2012, hlm. 137 - 148

Tabel. 2. Uji Statistik Beda Rata-rata Penduduk Miskin Kota, Desa dan Total Pada Masa Sebelum dan
Sesudah Pemekaran Daerah di Provinsi Papua

Merujuk kepada hasil uji F ini maka dalam diputuskan untuk menerima hipotesa bahwa rata-
menggunakan t-test sebaiknya berdasarkan asumsi rata tingkat kemiskinan di desa sebelum dan sesudah
varians diantara kondisi sebelum dan sesudah pemekaran wilayah adalah sama atau tidak berbeda.
pemekaran adalah sama (equal variances assumed). Dengan demikian dapat digeneralisasikan bahwa
Dalam tabel 3 di atas nilai t-test dengan asumsi kebijakan pemekaran wilayah di Provinsi Papua tidak
tersebut adalah sebesar -2,6167 dengan probabilita mempengerauhi tingkat kemiskinan di desa.
sebesar 0,0308. Oleh karena nilai probabilitanya lebih Secara keseluruhan jika diperhatikan pada
kecil dari 0,05, maka pada tingkat kepercayaan 95% tingkat kemiskinan total, hasil uji Levenes
dapat diputuskan bahwa ada perbedaan rata-rata memberikan angka F-test untuk variabel ini sebesar
tingkat kemiskinan di kota yang signifikan diantara 4.5318 dan probabilita sebesar 0.0659. Karena
kondisi sebelum dan sesudah pemekaran, dimana probabilitanya lebih besar dari 0,05 maka diputuskan
tingkat kemiskinan di kota setelah dilaksanakan untuk menerima hipotesa yang menyatakan bahwa
pemekaran rata-rata mengalami penurunan. Ini berarti varians tingkat kemiskinan total diantara kondisi
dapat digeneralisasikan bahwa kebijakan pemekaran sebelum dan sesudah pemekaran adalah sama atau
wilayah di Provinsi Papua dianggap mampu tidak berbeda. Ini berarti perhitungan nilai t-test lebih
menurunkan tingkat kemiskinan di daerah kota. tepat menggunakan asumsi bahwa varians diantara
Untuk tingkat kemiskinan di desa, hasil uji kondisi sebelum dan sesudah pemekaran adalah
Levenes menunjukan angka F-test sebesar 7,6065 sama. Dimana berdasarkan hasil pengolahan data
dengan probabilita sebesar 0,0248 yang terlihat lebih diperoleh nilai t-test sebesar -2.5460 dan probabilita
kecil dari 0,05. Hal ini mengindikasikan bahwa varians sebesar 0.0344 yang terlihat lebih kecil dari 0,05,
untuk variabel tingkat kemiskinan desa diantara sehingga diputuskan untuk menyatakan bahwa rata-
kondisi sebelum dan sesudah pemekaran adalah rata tingkat kemiskinan total diantara kondisi sebelum
berbeda atau tidak sama. Ini berarti penerapan t-test dan sesudah pemekaran adalah berbeda atau tidak
lebih relevan berdasarkan asumsi varians diantara sama. Dimana rata-rata tingkat kemiskinan total
kondisi sebelum dan sesudah pemekaran adalah tidak setelah dilaksanakan pemekaran lebih kecil
sama (equal variances not assumed). Dengan dibandingkan sebelum pemekaran, dengan kata lain
menggunakan asumsi tersebut diperoleh nilai t-test mengalami penurunan. Berdasarkan hasil uji statistik
sebesar -2.0536 dengan probabilita sebesar 0.1273. ini maka dapat digeneralisasikan bahwa kebijakan
Oleh karena nilai probabilitanya terlihat lebih besar pemekaran wilayah di Provinsi Papua mampu
dari 0,05 maka pada tingkat kepercayaan 95% menurunkan tingkat kemiskinan secara keseluruhan.

144
I.A. Purba Riani, dkk. : Analisis Dampak Pemekaran Wilayah terhadap Pendapatan Per Kapita ......

3.3 Dampak Terhadap Ketimpangan pada masa sebelum pemekaran daerah sangat
Antarwilayah berfluktatif. Pada tahun 1999 angka ketimpangan
Keseimbangan antarkawasan menjadi penting adalah sebesar 0,59. Kemudian di tahun 2000
karena keterkaitan yang bersifat simetris akan mampu melonjak tajam hingga mencapai 0,79. Tahun 2002
mengurangi disparitas antarwilayah dan pada berikutnya indeks ketimpangan menurun menjadi
akhirnya mampu memperkuat pembangunan ekonomi 0,66. Akan tetapi pada tahun 2002, kembali naik hingga
wilayah secara menyeluruh. Seperti halnya bagian mencapai 0,72. Dan terakhir di tahun 2003 menurun
tubuh manusia, ketidakseimbangan pertumbuhan kembali menjadi 0,54. Berbeda dengan keadaan
wilayah akan mengakibatkan kondisi yang tidak sesudah pemekaran, terlihat indeks ketimpangan
stabil. Disparitas antarwilayah telah menimbulkan antarwilayah di Provinsi Papua stabil pada angka
banyak permasalahan sosial, ekonomi dan politik. diantara 0,54 - 0,58. Dengan kata lain ketimpangan
Untuk itu dibutuhkan kebijakan program yang antarwilayah sesudah pemekaran cenderung tidak
mampu mengatasi permasalahan disparitas mengalami perubahan semenjak tahun 2003.
antarwilayah atau kawasan dan perencanaan yang Seandainya dibandingkan dengan keadaan
mampu mewujudkan pembangunan wilayah atau sebelum pemekaran, dapat dikatakan ketimpangan
kawasan yang berimbang (Direktorat Pengembangan pembangunan antarwillayah pada masa setelah
Kawasan Khusus dan Tertinggal, 2003). pemekaran mengalami penurunan yang relatif dan
Dalam studi ini diamati apakah kebijakan cenderung stabil. Ini berarti secara tidak langsung
pemekaran daerah mampu mengurangi disparitas menunjukkan bahwa kebijakan pemekaran daerah
antarwilayah di Provinsi Papua, yang mana pada mempunyai pengaruh yang baik terhadap penurunan
umumnya indikator yang digunakan untuk ketimpangan pembangunan antarwilayah di Provinsi
menunjukkan hal tersebut adalah disparitas tingkat Papua. Untuk membuktikan dugaan tersebut akan
kesejahteraan penduduk antarwilayah. Dalam hal ini disampaikan hasil pengujian statistik beda rata-rata
kesejahteraan penduduk diindikatorkan dengan dengan menggunakan t-test (Tabel 3).
perkembangan pendapatan per kapita. Dengan kata Indikator hasil uji statistik yang disajikan pada
lain akan ditelusuri bagaimana kecenderungan tingkat Tabel 3, menunjukkan bahwa nilai F-test adalah
disparitas pendapatan per kapita antarwilayah pada sebesar 11.0981 dan probabilita sebesar 0.0104 lebih
masa sebelum dan sesudah kebijakan pemekaran di kecil dari 0,05. Sehingga diputuskan untuk
lakukan di Provinsi Papua. Untuk jelasnya lihat mengatakan bahwa varians diantara kondisi sebelum
Gambar 3. dan sesudah pemekaran adalah berbeda atau tidak
Berdasarkan perkembangan angka indeks sama. Untuk itu penggunaan t-test lebih tepat
Williamson, cenderung ketimpangan antarwilayah berdasarkan asumsi bahwa varians tidak sama (equal

Gambar 3. Kecenderungan Indeks Ketimpangan Antarwilayah Di Provinsi Papua Tahun 1999-2008

145
Jurnal Bumi Lestari, Volume 12 No. 1, Februari 2012, hlm. 137 - 148

Tabel 3. Perkembangan Indeks Ketimpangan Antarwilayah dan Hasil Uji Statistik Beda Rata-rata Pada
Masa Sebelum dan Sesudah Pemekaran Daerah di Provinsi Papua

variances not assumed), yang mana berdasarkan yang meliputi dampaknya terhadap kenaikan
hasil pengolahan data diperoleh nilai t-test sebesar - pendapatan per kapita, penurunan kemiskinan, dan
2.9467 dan probabilitas sebesar 0.0577. Oleh karena penurunan ketimpangan pembangunan
probabilitanya lebih besar dari 0,05 maka dapat antarwilayah. Hasil pengujian dengan alat statistik
dikatakan bahwa pada tingkat kepercayaan 95% tidak sederhana yakni t-test equal mean menunjukkan
ada perbedaan rata-rata tingkat ketimpangan antar beberapa hal.
wilayah pada kondisi sebelum dan sesudah 1) Kebijakan pemekaran daerah tidak mempunyai
pemekaran wilayah. Ini berarti kebijakan pemekaran pengaruh terhadap perubahan pendapatan per
wilayah dianggap secara statistik tidak mempunyai kapita.
pengaruh yang signifikan terhadap ketimpangan 2) Ada indikasi yang kuat dan signifikan bahwa
pembangunan antar wilayah. pemekaran daerah mempunyai pengaruh
Dari hasil pembahasan dapat dikemukan bahwa terhadap penurunan tingkat kemiskinan di
kebijakan pemekaran tidak dapat dilakukan secara daerah kota. Secara keseluruhan pemekaran
serampangan. Kebijakan pemekaran haruslah daerah mempunyai pengaruh yang signifikan
mengacu pada berbagai persyaratan dan kriteria yang terhadap penurunan tingkat kemiskinan di
harus dipenuhi agar membawa implikasi bagi Provinsi Papua.
kesejahteraan masyarakat. Dari hasil penelitian 3) Kebijakan pemekaran daerah di Provinsi Papua
terdahulu dapat dikemukan secara makro, tidak hanya mempunyai pengaruh yang signifikan
semua pemekaran wilayah membawa implikasi positif terhadap penurunan tingkat kemiskinan di
bagi kesejahteraan masyarakat, demikian juga jika Provinsi Papua.
dilihat dari faktor penentu dilakukannya pemekaran
wilayah yaitu untuk mendekatkan pelayanan kepada 4.2 Saran
masyarakat, karena faktor historis, kultural, budaya, 1) Perlu adanya perumusan ulang kebijakan
dan jabatan, faktor ekonomi, faktor kucuran dana/ pemekaran yang tidak semata terbatas pada
insentif dan faktor pemerataan pembangunan. perumusan pasal-pasal yang terkait dengan
Namun secara spesifik berdasarkan hasil penelitian kelayakan, dan proses pemekaran tetapi juga
yang dilakukan, tidak semua indikator dalam faktor- kebijakan yang mampu untuk memenuhi
faktor tersebut sebagai penentu pemekaran di Papua. tuntutan masyarakat. Karena dengan melaku-
kan pemekaran membutuhkan biaya ekonomi
4. Simpulan dan Saran dan politik yang mahal, artinya, perlu dirumus-
4.1 Simpulan kan kebijakan alternatif di luar pemekaran yang
Dampak pemekaran wilayah yang diuji dalam bisa memenuhi tuntutan masyarakat.
studi ini pada dasarnya merupakan dampak terhadap 2) Memberikan peran yang lebih besar kepada
tingkat kesejahteraan masyarakat di Provinsi Papua masyarakat untuk menentukan pemekaran

146
I.A. Purba Riani, dkk. : Analisis Dampak Pemekaran Wilayah terhadap Pendapatan Per Kapita ......

ataupun penggabungan atas dasar informasi oleh tuntutan pembangunan ekonomi di


yang komprehensif tentang implikasi positif suatu wilayah, pemerintah bisa mensikapinya
dan negatif pemekaran daerah bagi pelayanan dengan memeratakan pembangunan ekonomi,
publik. atau bila sesuai dengan parameter yang ada,
3) Jika kinerja perekonomian maupun keuangan dengan menetapkannya sebagai kawasan
daerah otonom baru cenderung menurun, perlu khusus dalam pembangunan ekonomi. Dengan
adanya kebijakan penggabungan kembali demikian pemerintah daerah akan lebih fokus
dengan daerah induk, atau penggabungan untuk melaksanakan pembangunan di daerah
dengan DOB yang lain. Selain itu jika keinginan yang dimaksud.
untuk pemekaran daerah yang dimotivasi

Daftar Pustaka
BPS Papua. 2010a. Produk Domestik Regional Menurut Lapangan Usaha Provinsi Papua Tahun 2004-
2008. Biro Pusat Statistik Provinsi Papua, Jayapura.
BPS Papua. 2010b. Daerah Dalam Angka. Biro Pusat Statistik Provinsi Papua, Jayapura.
Brata, G. 2008, Pemekaran Daerah di Papua: Kesejahteraan Masyarakat vs. Kepentingan Elit. Fakultas
Ekonomi/Pusat Studi Kawasan Indonesia Timur, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta.
Darmawan. 2007. Studi Evaluasi Dampak Pemekaran Daerah 2001-2007. Penerbit BRIDGE (Building and
Reinventing Decentralised Governance), Jakarta.
Dawood, T.C. 2007. Pemekaran Daerah dan Dampaknya Terhadap Alokasi Anggaran Untuk Pelayanan
Publik. Policy Paper, Aceh Recovery Forum, Aceh.
Do Carmo, O.J., and Martinez-Vazquez, J. (2001). Czech Republic intergovernmental fiscal relations in the
transition Europe and Central Asia. Poverty Reduction and Economic Management Series, World
Bank Technical Paper, (517).
Hafizrianda, Y. 2007. Dampak Pembangunan Pertanian Terhadap Distribusi Pendapatan dan Perekonomian
Regional Provinsi Papua: Suatu Analisis Sistem Neraca Sosial Ekonomi. Disertasi Doktor. Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Hafizrianda, Y. 2010. Potensi Dan Identifikasi Pengembangan Produk Unggulan Usaha Rakyat Di Provinsi
Papua. Makalah disampaikan dalam Pembukaan Kuliah Umum Universitas Cenderawasih Tanggal 18
Agustus 2010, Auditorium Universitas Cenderawasih, Jayapura.
Hofman, B., Fitrania; F., and K. Kaisera. Unity in diversity? The creation of new local governments in a
decentralising Indonesia. Bulletin of Indonesian Economic Studies, 41(1): pp. 57-79.
Juwaini, J, 2008. Pemekaran Daerah Untuk Kesejahteraan Masyarakat. www.dpr.go.id, Diakses tanggal 10
April 2008.
ODwyer, C. (2006). Reforming regional governance in East Central Europe: Europeanization or domestic
politics as usual. East European Politics and Societies, 20(2), 219-253.
Percik. 2007. Proses dan Implikasi Sosial-PolitikPemekaran: Studi Kasus di Sambas dan Buton. USAID
Democratic Reform Support Program (DRSP) dan Decentralization Support Facility (DSF), Jakarta.
PKP2AI. 2004. Evaluasi Kinerja Pembangunan Pra Dan Pasca Pemekaran Wilayah : Studi Kasus
Kabupaten Tasikmalaya. Pusat Kajian Dan Diklat Aparatur, Lembaga Administrasi Negara, Bandung.
Sjafrizal. 2008. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Baduose Media. Padang.

147
Jurnal Bumi Lestari, Volume 12 No. 1, Februari 2012, hlm. 137 - 148

Suebu, B. 1995. Pembangunan berkelanjutan untuk siapa ?. Dalam Otonomi Daerah, Peluang dan Tantangan
2002. Prociding : Hasil diskusi terbatas memperingati sewindu Suara Pembaharuan dan HUT ke
50 Republik Indonesia. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.
Suebu. B. 2007. Kami Menanam, Kami Menyiram, Tuhanlah yang Menumbuhkan ; Tahun Pertama
Kepemimpinan Gubernur dan Wakil Gubernur , Barnabas Suebu,SH dan Alex Hesegem, SE, 25 Juli
2006 25 Juli 2007. Pemerintah Provinsi Papua, Jayapura.
Swianiewicz, P. 2002. Consolidation or Fragmentation? The Size of Local Governments in Central and
Eastern Europe. Local Government and Public Service Reform Initiative, Open Society Institute
Budapest, Budapest.
Tarigan, A. 2010. Dampak Pemekaran Wilayah. Perencanaan Pembangunan, 16(01): 34-41.
Tiebout, C.M. 1956. A Pure Theory of Local Expenditures. The Journal of Political Economy. 64(5): pp. 416-
424.

148

You might also like