You are on page 1of 215

See

discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/316699441

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON


HUTAN MANGROVE: STUDI KASUS DI
KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

Book January 2013

CITATIONS READS

0 281

5 authors, including:

Fajar Restuhadi Ari Sandhyavitri


Universitas Riau Universitas Riau
2 PUBLICATIONS 0 CITATIONS 34 PUBLICATIONS 6 CITATIONS

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Carbon Biomass View project

PENGEMBANGAN SISTEM TERPADU PERINGATAN DINI, SIAGA DARURAT, DAN RESPON CEPAT
TERHADAP KEBAKARAN LAHAN GAMBUT TROPIS DALAM MEMBENTUK DESA TANGGUH BENCANA
KEBAKARAN DI INDONESIA View project

All content following this page was uploaded by Fajar Restuhadi on 06 May 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


ISBN 978-602-9066-67-8

ESTIMASI POTENSI
CADANGAN KARBON
HUTAN MANGROVE

Dr. Ir. Fajar Restuhadi


Dr. Ir. Ari Sandhyavitri
Rudianda Sulaeman, S.Hut, M.Si
Deby Kurnia, SP, M.Si
Ir. Ibrahim Suryawan, M.Si

Pusat Pengembangan Pendidikan


Universitas Riau, Pekanbaru
2013
PENULIS
Dr. Ari Sandhyavitri
Dr. Fajar Restuhadi
Rudianda Sulaeman, S.Hut., Msi
Debi Kurnia SP., MSi
Ir. Ibrahim Suryawan

EDITOR
Dr. Ari Sandhyavitri dan Dr. Fajar Restuhadi

i
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Buku Estimasi
Potensi Cadangan Karbon Hutan Mangrove ini dapat diselesaikan.
Buku Estimasi Potensi Cadangan Karbon Hutan Mangrove ini berisikan tentang
metode pemetaan penyebaran vegetasi mangrove berdasarkan Remote Sensing, GIS
(Geographyc Information System) dan survei lapangan di wilayah Kabupaten Indragiri Hilir
Provinsi Riau dan menganalisis data untuk mengestimasi potensi cadangan karbon di lokasi
penelitian ini dalam mengantisipasi perubahan iklim.
Berdasarkan penelitian di lapangan diidentifikasi jenis-jenis tanaman yang dominan
ditemukan di hutan mangrove. Pada plot contoh terdapat 10 jenis tanaman mangrove dan
dikelompokan menjadi 8 jenis mangrove. Jenis-jenis tersebut adalah Bakau (Rh. apiculata
dan Rh. mucronata), Tumu (Bruguiera sexangula), Nyirih (Xylocarpus sranatum), Api-api
(Avicennia marina dan Avicennia alba), Pedada (S. alba dan S. caseolaris), Lankopi, Perepat
(Sonerata caeolaris), Daek , Tongah dan Nipah.
Berdasarkan kombinasi metode Remote Sensing, GIS (Geographyc Information
System) dan survei lapangan maka diestimasi potensi karbon vegetasi hutan mangrove di
Kabupaten Indragiri Hilir pada tahun 2013 adalah 18,94 juta ton, meliputi area seluas 118,7
ribu hektar (rata-rata potensi karbon vegetasi adalah 159.46 ton/hektar).
Untuk perbaikan kearah penyempurnaan pada masa yang akan datang terkait
dengan materi dalam buku ini, kami sangat mengharapkan saran dan kritik dari kita semua.
Kepada semua anggota tim penyusun buku ini yang telah bekerja keras menuangkan ide
dan pemikiran, serta berbagai pihak yang telah membantu pembuatan buku ini kami
haturkan banyak terimakasih dan semoga segala upaya yang diberikan menjadi amal saleh.
Harapan kami semoga apa yang kami sajikan dalam buku ini bermanfaat bagi para
pembaca.

Pekanbaru, Akhir 2013

Editor

ii
Ucapan Terimakasih

Terima kasih kami haturkan kepada Balitbang Provinsi Riau, Lembaga Penelitian dan
Universitas Riau, atas dukungan yang diberikan baik moril maupun materil. Terimakasih
juga kami ucapkan kepada Rizki Ramadhan Husaini, Eldi Candra, Arni Yetri dan Jukhendri
yang telah membantu secara teknis maupun non-teknis dalam penelitian dan penyusunan
buku ini.

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
UCAPAN TERIMA KASIH
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL

BAB I PENDAHULAN
1.1. PENGANTAR................................................................................... 1
1.2. APA MASALAHNYA? .................................................................... 5
1.3. APA YANG PERLU DIKAJI? .......................................................... 5

BAB II LANDASAN TEORI


2.1. EKOLOGI HUTAN MANGROVE DAN SERAPAN KARBON...... 7
2.2. BIOMASSA....................................................................................... 11
2.3. PENGUKURAN DAN PENDUGAAN BIOMASSA ........................ 12
2.4. STUDI PENYUSUNAN MODEL ALOMETRIK BIOMASSA ......... 13
2.5. HUTAN SEBAGAI ROSOT KARBON (CARBON SINK) .............. 15

BAB III METODOLOGI


3.1. LOKASI STUDI ................................................................................ 17
3.2. BAHAN DAN ALAT ....................................................................... 17
3.3. JENIS DATA DAN VARIABLE YANG DIAMATI......................... 17
3.4. METODE PELAKSANAAN ............................................................. 18
3.5. ANALISIS DATA ............................................................................. 30
3.6. SINTESIS DATA .............................................................................. 31

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI


4.1. GEOGRAFIS DAN FISIK WILAYAH KAJIAN .............................. 32
4.2. DESKRIPSI HUTAN MANGROVE DI KABUPATEN
INDRAGIRI HILIR........................................................................... 45

BAB V POTENSI BIOMASSA HUTAN MANGROVE


5.1. KOMPOSISI JENIS........................................................................... 67
5.2. KOMPOSISI JENIS DI LOKASI CONTOH UJI .............................. 72

BAB VI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE


6.1. SEBARAN LUASAN JENIS POHON MANGROVE DI
SETIAP KECAMATAN ................................................................... 126

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE iv


6.2. KOMPOSISI POTENSI BIOMASSA DAN CADANGAN
KARBON DARI VEGETASI POHON HUTAN MANGROVE....... 130
6.3. KOMPOSISI POTENSI BIOMASSA DAN CADANGAN
KARBON DARI VEGETASI PANCANG HUTAN MANGROVE . 134
6.4. KOMPOSISI POTENSI BIOMASSA DAN CADANGAN
KARBON DARI VEGETASI SEMAI HUTAN MANGROVE ......... 138

BAB VII KESIMPULAN ......................................................................... 189

DAFTAR PUSTAKA

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE v


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Diversitas vegatasi hutan mangrove di dunia ..... 2


Gambar 1.2 Perbandingan potensi simpanan karbon
(Mega gram/ha) dari pelbagai tipikal hutan di
belahan bumi Donatoa et al. 2012) ........................ 3
Gambar 1.3. Gambar sebaran mangrove di Kabupaten
Indragiri Hilir, Provinsi Riau.................................... 4
Gambar 2.1 Fungsi dan Manfaat Ekonomi hutan ...................... 8
Gambar 3.1 Foto citra Lokasi Studi .............................................. 19
Gambar 3.2 Tahapan pengolahan dan analisis data secara
digital............................................................................ 20
Gambar 3.3 Indeks Vegetasi (NDVI) dengan 2 panjang
gelombang; Inframerah dekat dan Merah
pada 2 macam obyek ................................................ 21
Gambar 3.4 Skematik Penempatan Transek Pengukuran
Vegetasi Mangrove Di Lokasi Pengamtan ............. 23
Gambar 3.5 Desain Unit Contoh Vegetasi: a) Klaster;
b) Elemen Klaster Berbentuk Jalur : 1=Petak
Semai, 2=Petak Pancang, dan 3=Petak Pohon ...... 24
Gambar 3.6 Titik Pengambilan Contoh Uji pada Batang Pohon 26
Gambar 4.1 Wilayah Administrasi Kabupaten Indragiri Hilir. 34
Gambar 4.2 Peta Geologi dan Batuan Kabupaten
Indragiri Hilir .............................................................. 38
Gambar 4.3 Peta Kelas Kelerengan Wilayah Kabupaten
Indragiri Hilir .............................................................. 39
Gambar 4.4 Peta Tanah Kabupaten Indragiri Hilir.................... 40
Gambar 4.5 Jumlah Rata-rata Curah Hujan (mm) per
Bulan di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2011
(BPS, 2012)................................................................... 42
Gambar 4.6 Peta Citra Satelit Landsat ETM+7 Kabupaten
Indragiri Hilir .............................................................. 44
Gambar 4.7 Peta Sebaran Mangrove di Kabupaten
Indragiri Hilir .............................................................. 46
Gambar 4.8 Melakukan Pengukuran Lahan Mangrove ............. 49
Gambar 4.9 Pengecekan Kondisi Mangrove................................ 49
Gambar 4.10 Pengambilan sampel biomassa pohon
vegetasi mangrove ..................................................... 50
Gambar 4.11 Peta Sebaran Hutan Mangrove di Kecamatan
Mandah Kabupaten Indragiri Hilir ......................... 51
Gambar 4.12 Peta Sebaran Jenis Tanah di Kecamatan

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE vi


Mandah Kabupaten Indragiri Hilir ......................... 52
Gambar 4.13 Peta Sebaran Tutupan Lahan di Kecamatan
Mandah Kabupaten Indragiri Hilir ......................... 53
Gambar 4.14 Peta Transek Mangrove di Kecamatan
Mandah Kabupaten Indragiri Hilir ......................... 54
Gambar 4.15 Jenis Tanaman di Lokasi Sungai Entap dan
Sungai Kempas ........................................................... 55
Gambar 4.16 Pengambilan Sampel ................................................. 56
Gambar 4.17 Kondisi di Pingiran Sungai di Kecamatan
Mandah......................................................................... 62
Gambar 4.18 Kondisi Mangrove di Kecamatan Mandah ............ 63
Gambar 5.1 Peta Transek di Kecamatan Mandah...................... 75
Gambar 5.2 Peta Plot Transek 1 dan 2 di Kecamatan Mandah 76
Gambar 5.3 Peta Plot Transek 3 dan 4 di Kecamatan Mandah 77
Gambar 5.4 Peta Plot Transek 5 dan 6 di Kecamatan Mandah 78
Gambar 5.5 Kondisi Lapangan Hutan Mangrove di
Kecamatan Mandah ................................................... 83
Gambar 5.6 Kondisi Lapangan Hutan Mangrove di
Kecamatan Mandah ................................................... 84
Gambar 5.7 Peta Transek di Kecamatan Tanah Merah ............ 87
Gambar 5.8 Peta Plot Transek 1 dan 2 di Kecamatan
Tanah Merah ............................................................... 88
Gambar 5.9 Peta Plot Transek 3 dan 4 di Kecamatan Mandah 89
Gambar 5.10 Peta Plot Transek 5 dan 6 di Kecamatan Mandah 90
Gambar 5.11 Tanaman Nipah dan Bakau di Kecamatan
Tanah Merah ............................................................... 95
Gambar 5.12 Tanaman Nipah dan Bakau di Kecamatan
Tanah Merah ............................................................... 96
Gambar 5.13 Kondisi Hutan mangrove di Kecamatan
Tanah Merah ............................................................... 96
Gambar 5.14 Peta Transek di Kecamatan Kuala Indragiri......... 100
Gambar 5.15 Peta Plot Transek 1 dan 2 di Kecamatan
Kuala Indragiri............................................................ 101
Gambar 5.16. Peta Plot Transek 3 dan 4 di Kecamatan
Kuala Indragiri............................................................ 102
Gambar 5.17 Tanaman Nipah dan Bakau di Kecamatan
Kuala Indragiri............................................................ 106
Gambar 5.18 Kondisi Hutan mangrove di Kecamatan Kuala
Indragiri ....................................................................... 107
Gambar 6.1 Peta sebaran potensi mangrove di Kabupaten
Indragiri Hilir. ............................................................. 125

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE vii


Gambar 6.2 Grafik potensi luasan (hektar) pelbagai jenis
mangrove pada masing-masing kecamatan
di Kabupaten Indragiri Hilir .................................... 128
Gambar 6.3 Komposisi Potensi Biomassa Pohon Hutan
Mangrove pada Kecamatan-kecamatan di
Kabupaten Indragiri Hilir ......................................... 132
Gambar 6.4 Komposisi Potensi Biomassa (%) Pancang
Hutan Mangrove pada Kecamatan-kecamatan
di Kabupaten Indragiri Hilir .................................... 137
Gambar 6.5 Komposisi Potensi Biomassa Vegetasi Semai
Hutan Mangrove pada Kecamatan-kecamatan
di Kabupaten Indragiri Hilir .................................... 139
Gambar 6.6 Vegetasi Bakau (Rhizopora apiculata) ................... 143
Gambar 6.7 Ciri Vegetasi Bakau (Rhizopora apiculata) ........... 143
Gambar 6.8 Sebaran Potensi Biomassa Vegetasi Bakau
(Rhizopora apiculata)................................................ 144
Gambar 6.9 Sebaran Potensi Cadangan Karbon Vegetasi
Bakau (Rhizopora apiculata).................................... 145
Gambar 6.10 Vegetasi Daek (Rhizopora mucronata).................. 146
Gambar 6.11 Ciri Vegetasi Daek (Rhizopora mucronata) .......... 147
Gambar 6.12 Sebaran Potensi Biomassa Vegetasi Daek
(Rhizopora mucronata)............................................. 148
Gambar 6.13 Sebaran Potensi Cadangan Karbon Vegetasi
Daek (Rhizopora mucronata) .................................. 149
Gambar 6.14 Vegetasi Menyirih (Xylocarpus granatum)............ 150
Gambar 6.15 Ciri Vegetasi Menyirih (Xylocarpus granatum) .... 151
Gambar 6.16 Sebaran Potensi Biomassa Vegetasi
Menyirih (Xylocarpus granatum) ............................ 152
Gambar 6.17 Sebaran Potensi Cadangan Karbon Vegetasi
Menyirih (Xylocarpus granatum) ............................ 153
Gambar 6.18 Vegetasi Tumu (Bruguiera sexangula) ................... 154
Gambar 6.19 Ciri Vegetasi Tumu (Bruguiera sexangula) ........... 155
Gambar 6.20 Sebaran Potensi Biomassa Vegetasi Tumu
(Bruguiera sexangula)................................................ 156
Gambar 6.21 Sebaran Potensi Cadangan Karbon Vegetasi
Tumu (Bruguiera sexangula).................................... 156
Gambar 6.22 Vegetasi Api-api (Avicennia marina)...................... 158
Gambar 6.23 Ciri Vegetasi Api-api (Avicennia marina) .............. 159
Gambar 6.24 Sebaran Potensi Biomassa Vegetasi Api-api
(Avicennia marina)..................................................... 160
Gambar 6.25 Sebaran Potensi Cadangan Karbon Vegetasi

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE viii


Api-api (Avicennia marina) ...................................... 161
Gambar 6.26 Vegetasi nipah (Nypa fruticans).............................. 162
Gambar 6.27 Ciri Vegetasi nipah (Nypa fruticans)...................... 163
Gambar 6.28 Sebaran Potensi Biomassa Vegetasi nipah
(Nypa fruticans).......................................................... 164
Gambar 6.29 Sebaran Potensi Cadangan Karbon Vegetasi nipah
(Nypa fruticans).......................................................... 165
Gambar 6.30 Sebaran potensi rata-rata biomassa vegetasi
dominan hutan mangrove pada pelbagai
kecamatan di Kabupaten Indragiri Hilir. .............. 169
Gambar 6.31 Hasil perhitungan potensi rata-rata biomassa
vegetasi dominan hutan mangrove pada
pelbagai kecamatan di Kabupaten Indragiri Hilir. 169
Gambar 6.32 Sebaran potensi rata-rata cadangan karbon
vegetasi dominan hutan mangrove pada
pelbagai kecamatan di Kabupaten Indragiri Hilir. 171
Gambar 6.33 Hasil perhitungan potensi rata-rata cadangan
karbon vegetasi dominan hutan mangrove
pada pelbagai kecamatan di Kabupaten
Indragiri Hilir. ............................................................. 171
Gambar 6.34 Potensi Sebaran Cadangan Karbon Hutan
Mangrove pada setiap Kecamatan di
Kabupaten Indragiri Hilir ......................................... 172
Gambar 6.35 Potensi Cadangan Karbon (%) dari Vegetasi
Dominan Hutan Mangrove di Kabupaten
Indragiri Hilir Tahun 2013....................................... 173
Gambar 6.36 Komposisi Luas (%) Vegetasi Mangrove Dominan
di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2013 ............. 177
Gambar 6.37 Komposisi Luas (%) Vegetasi Mangrove Dominan
pada Kecamatan-kecamatan di Kabupaten
Indragiri Hilir Tahun 2013....................................... 178

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE ix


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Model allometrik penduga biomassa pohon


menurut perbedaan curah hujan lokasi
(Brown 1997)............................................................... 14
Tabel 2.2 Rumus penduga biomassa beberapa kelompok
jenis mangrove di Kalimantan Timur.................... 15
Tabel 4.1 Wilayah Administrasi Kecamatan di
Kabupaten Indragiri Hilir ......................................... 33
Tabel 4.2 Sungai-sungai yang Melintasi Kecamatan di
Kabupaten Indragiri Hilir ......................................... 41
Tabel 4.3 Luas Penggunaan Lahan berdasarkan Hasil
Penafsiran Citra Landsat +7 Januari 2013
di Kabupaten Indragiri Hilir. ................................... 43
Tabel 4.4 Luas Hutan Mangrove berdasarkan Kecamatan
di Kabupaten Indragiri Hilir. ................................... 46
Tabel 4.5 Komposisi Jenis Mangrove di Kecamatan Mandah 48
Tabel 4.6 INP Mangrove di Sungai Kempas dan
Sungai Entap ............................................................... 58
Tabel 4.7 INP Mangrove antara Sungai Bente dan
Sungai Ganda Jaya ..................................................... 59
Tabel 4.8 INP Mangrove di Sungai Pandan ............................. 60
Tabel 4.9 INP Mangrove di Sungai Bekawan........................... 60
Tabel 4.10 INP Mangrove di Batang Pedada ............................. 61
Tabel 4.11 INP Mangrove di Kuala Pelaras ............................... 61
Tabel 4.12 Komposisi Jenis Mangrove di Kecamatan
Kuala Indragiri............................................................ 61
Tabel 5.1 Deskripsi Jumlah dan Luas Plot Contoh ............... 67
Tabel 5.2 Komposisi Jenis Pohon Hutan Mangrove
pada Plot Contoh Vegetasi di Kabupaten
Indragiri Hilir .............................................................. 68
Tabel 5.3 Komposisi Jenis Pancang Hutan Mangrove
pada Plot Contoh Vegetasi di Kabupaten
Indragiri Hilir .............................................................. 70
Tabel 5.4 Komposisi Jenis Semai Pada Hutan Mangrove
pada Plot Contoh Vegetasi di Kabupaten
Indragiri Hilir .............................................................. 71
Tabel 5.5 Deskripsi Jumlah dan Luas Plot Contoh ............... 72
Tabel 5.6 Komposisi Jenis Mangrove di Kecamatan Mandah 73
Tabel 5.7 Komposisi Jenis Pohon Hutan Mangrove pada

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE x


Plot Contoh Vegetasi di Kecamatan mandah....... 79
Tabel 5.8 Komposisi Jenis Pohon Hutan Mangrove pada
Plot Contoh Vegetasi di Kecamatan mandah....... 81
Tabel 5.9 Komposisi Jenis Tingkat Semai Mangrove
pada Plot ...................................................................... 82
Tabel 5.10 Deskripsi Jumlah dan Luas Plot Contoh ............... 84
Tabel 5.11 Komposisi Jenis Mangrove di Kecamatan
Tanah Merah ............................................................... 85
Tabel 5.12 Komposisi Jenis Hutan Mangrove pada Plot
Contoh.......................................................................... 91
Tabel 5.13 Komposisi Jenis Tingkat Pancang pada Hutan
Mangrove pada Plot Contoh Vegetasi di
Kecamatan Tanah Merah .......................................... 92
Tabel 5.14 Komposisi Jenis Tingkat Semai Hutan Mangrove
pada Plot Contoh Vegetasi di Kecamatan
Tanah Merah ............................................................... 94
Tabel 5.15 Rata-rata Diameter dan Tinggi Pohon Mangrove
di Kecamatan Mandah .............................................. 97
Tabel 5.16 Deskripsi Jumlah dan Luas Plot Contoh ............... 98
Tabel 5.17 Komposisi Jenis Mangrove di Kecamatan
Kuala Indragiri............................................................ 98
Tabel 5.18 Komposisi Jenis Hutan Mangrove pada Plot
Contoh Vegetasi di Kecamatan Kuala Indragiri . 103
Tabel 5.19 Komposisi Jenis Tingkat Pancang Hutan Mangrove
pada Plot Contoh Vegetasi di Kecamatan Kuala
Indragiri ....................................................................... 104
Tabel 5.20 Komposisi Jenis Tingkat Semai Hutan Mangrove
pada Plot Contoh Vegetasi di Kecamatan
Kuala Indragiri............................................................ 105
Tabel 5.21 Rata-rata Diameter dan Tinggi Pohon Mangrove
di Kecamatan Kuala Indragiri.................................. 108
Tabel 5.22 Rata-rata Diameter setiap Jenis di Seluruh Plot
Contoh.......................................................................... 109
Tabel 5.23 Kadar Air Rata-rata Pohon Mangrove di Lokasi
Kajian............................................................................ 110
Tabel 5.24 Berat Jenis Kayu Tanaman mangrove di Lokasi
Kajian............................................................................ 111
Tabel 5.25 Kandungan Biomassa pada masing-masing
Jenis Tanaman Mangrove di Lokasi Penelitian. ... 114
Tabel 5.26 Kandungan Bahan Organik (biomassa) berdasarkan
tahapan pertumbuhan. ............................................. 116

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE xi


Tabel 5.27 Rata-rata Biomassa Tegakan Mangrove (Ton / ha) 118
Tabel 5.28 Rata-rata Berat Biomassa Kering (Ton /ha) .......... 118
Tabel 5.29 Rata-rata Biomassa Pancang Mangrove
(Ton / ha) ..................................................................... 119
Tabel 5.30 Rata-rata Berat Biomassa Pancang Kering
(Ton /ha) ...................................................................... 119
Tabel 5.31 Rata-rata Biomassa Tegakan Mangrove
(Ton / ha) ..................................................................... 120
Tabel 5.32 Rata-rata Berat Biomassa Kering (Ton /ha) .......... 121
Tabel 5.33 Karakteristik tegakan Nypa fruticans ................... 122
Tabel 5.34 Hasil Pengukuran Biomassa Nipah ........................ 123
Tabel 5.35 Biomasa Tanaman Nipah.......................................... 124
Tabel 6.1 Sebaran Luasan (ha) Jenis Pohon Hutan Mangrove
pada Setiap Kecamatan ............................................ 126
Tabel 6.2 Sebaran Luasan (%) Jenis Pohon Hutan Mangrove
pada Setiap Kecamatan ............................................ 130
Tabel 6.3 Sebaran Biomassa Vegetasi Pohon Mangrove pada
Setiap Kecamatan....................................................... 131
Tabel 6.4 Potensi Cadangan Karbon dari Vegetasi Pohon
Hutan Mangrove di Kabupaten Indragiri Hilir ..... 133
Tabel 6.5 Komposisi Potensi Biomassa Pancang Hutan
Mangrove pada Kecamatan-kecamatan di
Kabupaten Indragiri Hilir ......................................... 135
Tabel 6.6 Potensi Cadangan Karbon (ton) dari Vegetasi
Pancang Hutan Mangrove di Kabupaten
Indragiri Hilir .............................................................. 137
Tabel 6.7 Komposisi Potensi Biomassa Vegetasi Semai
Hutan Mangrove pada Kecamatan-kecamatan
di Kabupaten Indragiri Hilir .................................... 138
Tabel 6.8 Potensi Cadangan Karbon dari Vegetasi Semai
Hutan Mangrove di Kabupaten Indragiri Hilir ..... 140
Tabel 6.9 Hasil perhitungan potensi rata-rata biomassa
(ton) vegetasi dominan hutan mangrove pada
pelbagai kecamatan di Kabupaten Indragiri Hilir. 167
Tabel 6.10 Hasil perhitungan potensi rata-rata biomassa
(%) vegetasi dominan hutan mangrove pada
pelbagai kecamatan di Kabupaten Indragiri Hilir. 167
Tabel 6.11 Hasil perhitungan potensi rata-rata karbon
biomassa pada pelbagai kecamatan di
Kabupaten Indragiri Hilir. ........................................ 170
Tabel 6.12 Perbandingan cadangan karbon yang dihitung

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE xii


dari vegetasi hutan mangrove dan hutan
non-mangrove (Wulansari, 2008) ........................... 184
Tabel 6.13 Contoh nilai kompensasi yang diusulkan
oleh sejumlah peneliti .............................................. 187
Tabel 6.14 Rekonstruksi perhitungan potensi valuasi jasa
yang dapat diraih oleh Kabupaten Indragiri Hilir
dari pengelolaan hutan mangrove yang ada
saat ini dengan konsep perdagangan karbon...... 188

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE xiii


BAB I
PENDAHULAN

1.1. PENGANTAR
Isu pemanasan global (global warming) menjadi bahasan
penting dan menjadi perhatian banyak pihak. Hal ini berkaitan
dengan dampak perubahan iklim yang mempengaruhi kehidupan di
bumi. Pemanasan global terjadi karena peningkatan konsentrasi gas
rumah kaca di lapisan atmosfer bumi. Atmosfer lebih banyak
menerima dibandingkan melepaskan karbon. Hal ini merupakan
dampak dari pembakaran bahan bakar fosil, kendaraan bermotor
dan mesin industri, sehingga karbon terakumulasi secara terus
menerus (IPCC, 2003).

Sektor Kehutanan yang dalam


konteks perubahan iklim
termasuk kedalam sektor LULUCF
(Land use, land use change and
forestry) adalah salah satu sektor
penting yang berkontribusi
terhadap emisi gas rumah kaca
(GRK). Laporan Stern (2007)
menyebutkan kontribusi sektor
LULUCF sebesar 18%, sedangkan di Indonesia Second National
Communication (KLH, 2009) melaporkan kontribusi LULUCF sebesar
48%. Sebagian besar pertukaran karbon dari atmosfer ke biosfir
daratan terjadi di hutan. Status dan pengelolaan hutan akan sangat
menentukan apakah suatu wilayah daratan sebagai penyerap karbon
(net sink) atau pengemisi karbon (source of emission).
Berbagai studi dan laporan menunjukkan Indonesia sebagai
emiter ke 3 di dunia (Peace, 2007). Sedangkan apabila tanpa LULUCF,
Indonesia menduduki peringkat 15. Untuk itu Indonesia

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 1


mencanangkan target penurunan emisi sebesar 26% pada tahun
2020, dengan kontribusi sektor kehutanan ditetapkan sebesar 14%.
Upaya penurunan emisi sektor kehutanan dapat dilakukan
dengan berbagai cara. Hal tersebut dapat dilakukan karena pada
prinsipnya adalah pengurangan emisi dengan menjaga dan
mempertahankan stok karbon yang ada serta meningkatkan serapan
melalui berbagai program pembangunan hutan tanaman.
Salah satu mekanisme pengurangan emisi yang masih
dikembangkan adalah mekanisme REDD+ (Reducing Emission from
Deforestation and Degradation Plus). Mekanisme ini diharapkan
dapat diimplementasikan penuh sesudah tahun 2012 atau
berakhirnya periode Kyoto Protocol.
Agar hasil penurunan emisi mekanime REDD+ dapat
diperjualbelikan melalui mekanisme pasar, dengan cara-cara yang
memenuhi kaidah internasional, dan bersifat MRV (Measurable,
Reportable dan Verifiable).
Trend pelepasan CO2 dari negara-negara industri tercatat
relatif tidak terlalu banyak berubah, yaitu pada level 14-16 Giga Ton
per tahun (1990-2008). Sementara itu, justru di negara-negara
berkembang terjadi trend peningkatan yang signifikan dari sekitar 8
Giga Ton per tahun (1990) menjadi 2 kali lipatnya 14-16 Giga Ton
(2008). Hal ini terutama dipicu oleh kegiatan penebangan hutan
tropis dan perubahan tata guna lahan yang secara signifikan
memberikan andil besar dalam menambah karbon ke atmosfer.
Perkembangan ini perlu diantisipasi, diantaranya melalui kegiatan
pelestarian hutan.

Gambar 1.1 Diversitas vegatasi hutan mangrove di dunia.

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 2


Gambar 1.1. diatas memperlihatkan biodiversitas vegetasi
hutan mangrove yang terpadat berada di area Indonesia yang
ditandai dengan warna coklat, maka perlu untuk dihitug tingkat
potensi cadangan karbon sumber daya vegetasi mangrove. Vegetasi
hutan mangrove merupakan salah satu hutan alam di Indonesia yang
sangat potensial untuk menyerap dan menyimpan emisi karbon.
Perbandingan potensi simpanan karbon (Mega gram/ha) dari
berbagai tipikal hutan di belahan bumi ini disajikan pada Gambar
1.2.

Gambar 1.2. Perbandingan potensi simpanan karbon (Mega


gram/ha) dari berbagai tipikal hutan di belahan bumi (Donatoa et
al. 2012)

Dari Gambar 1.2 terlihat bagaimana potensi cadangan karbon


yang tersimpan pada ekosistem mangrove berlipat ganda jika
dibandingkan hutan lainnya. Cadangan karbon tersebut terutama
terakumulasi pada biomassa yang membusuk, terdekomposisi, dan
selanjutnya tersimpan pada lapisan tanah. Vegetasi hutan mangrove
merupakan salah satu vegetasi hutan yang memberikan kontribusi
positif dalam membantu penyerapan karbon pada permukaan
atmosfer. Hutan mangrove tumbuh berkembang di daerah pantai
yang selalu, atau secara teratur, tergenang air laut dan terpengaruh
oleh pasang surut air laut. Hutan Mangrove, sebagaimana hutan
lainnya, memiliki peran sebagai penyerap (rosot) karbon dioksida
(CO2) dari udara. Rosot karbon dioksida berhubungan erat dengan
biomassa pohon pada vegetasi. Biomassa mangrove, sebagaimana

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 3


biomassa pepohonan lainnya, menyerap CO 2 dan melalui proses
fotosintesis mengubahnya menjadi karbon organik (karbohidrat) dan
menyimpannya dalam biomassa tubuh pohon (Pambudi, 2011).
Badan Informasi Geospasial mencatat bahwa luas Hutan
Mangrove di Indonesia adalah 3,2 juta hektar (ha). Jumlah itu
merupakan 19 persen (2005) dari seluruh ekosistem sejenis di dunia,
dan diperkirakan pada tahun 2013 luas Hutan Mangrove di Indonesia
sudah jauh berkurang. Namun walau bagaimanapun, luasan hutan
mangrove Indonesia relatif masih dianggap yang paling luas di dunia,
sehingga meletakkan Indonesia sebagai penyangga ekosistem
mangrove terpenting di dunia. Di Provinsi Riau wilayah yang
memiliki vegatasi hutan mangrove yang terluas adalah Kabupaten
Indragiri Hilir di Provinsi Riau. Kabupaten Indragitri Hilir
mempunyai garis pantai yang terpanjang dengan potensi hutan
mangrove yang terluas di Provinsi Riau di banding 12
Kabupaten/Kota lainnya. Namun tingkat kerusakan hutan mangrove
cukup memprihatinkan (dengan laju pengurangan 3-4% per tahun
(Brown, 1997)), maka perlu dilakukan kajian identifikasi penyebaran
hutan mangrove di wilayah Indragiri Hilir ini.

Gambar 1.3. Gambar sebaran mangrove di Kabupaten Indragiri


Hilir, Provinsi Riau.

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 4


Walaupun luasnya hanya 2,5 persen kawasan hutan tropis,
kerusakan ekosistem hutan mangrove berdampak jauh lebih besar
daripada kerusakan hutan konvensional. Menghancurkan 1 Ha hutan
mangrove akan melepaskan cadangan karbon yang setara dengan
menebang 3-5 Ha hutan tropis. Dalam kurun 30 tahun, apabila tidak
ditangani secara optimal dikhawatirkan hutan mangrove akan
mengalami kerusakan dan penyusutan yang luar biasa. Hal ini akan
merugikan masyarakat pesisir dan ekosistem alam itu sendiri. Oleh
sebab itu perlu dirumuskan aturan di daerah yang menata dan
mengendalikan perubahan fungsi diatas. Hal ini dipandang penting
dan mendesak, terkait dengan skema REDD+ (Reduced Emission
Deforestation and Deforest Degradation Plus), dimana hutan
mangrove Indonesia diproyeksikan berperan penting dalam program
pengurangan emisi karbon dunia.
Berkurangnya luasan hutan mangrove akan berdampak
terhadap perubahan iklim. Untuk mengantisipasi hal tersebut perlu
dilakukan penyelamatan hutan mangrove dari laju deforestrasi.
Keberlanjutan pemanfaatan hutan mangrove tidak dapat dilakukan
apabila hanya dilihat dari aspek ekologis dan ekonomis saja. Hal lain
yang perlu menjadi perhatian adalah aspek sosial yang berhubungan
dengan kesejahteraan masyarakat sekitar vegetasi hutan mangrove.

1.2. APA MASALAHNYA?


Tujuan dari penulisan buku ini adalah mengidentifikasi
potensi cadangan karbon hutan mangrove di daerah Kabupaten
Indragiri Hilir untuk selanjutnya dapat dijadikan dasar bagi
perumusan potensi dan kebijakan yang terkait dengan
pembangunan yang ramah lingkungan di wilayah kajian dengan
sasaran sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi penyebaran vegetasi hutan mangrove di
wilayah kajian;
2. Menghitung potensi biomassa dan potensi cadangan
karbon vegetasi mangrove di wilayah kajian (Kabupaten
Indragiri Hilir).

1.3. APA YANG PERLU DIKAJI?


Buku ini mengkaji kerangka fikir atau kerangka kerja (frame
work) untuk mengetahui potensi karbon hutan mangrove di wilayah

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 5


Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau dalam Mengantisipasi
Perubahan Iklim yang terbagi kedalam dua kegiatan yaitu:
1. Melakukan identifikasi kondisi dan melakukan pemetaan
penyebaran vegetasi mangrove di wilayah kajian;
2. Melakukan analisis data untuk menghitung potensi
cadangan karbon dalam mengantisipasi perubahan iklim.

Dengan adanya kajian ini maka diharapkan dapat mengidentifikasi


penyebaran vegetasi mangrove dan mengkalkulasi jumlah potensi
cadangan karbon mangrove di Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi
Riau.

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 6


BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. EKOLOGI HUTAN MANGROVE DAN SERAPAN KARBON


Hutan merupakan sumber daya
alam yang sangat penting dan
bermanfaat bagi kehidupan baik
secara langsung maupun tidak
langsung. Gambar 2.1.
memperlihatkan fungsi dan
manfaat hutan. Manfaat
langsung dari keberadaan hutan
di antaranya adalah hasil hutan
kayu dan hasil hutan bukan
kayu, sedangkan manfaat tidak langsungnya adalah jasa lingkungan,
baik sebagai pengatur tata air, fungsi estetika, maupun sebagai
penyedia oksigen dan penyerap karbon.
Penyerapan karbon sendiri terjadi didasarkan atas proses
kimiawi dalam aktivitas fotosintesis tumbuhan yang menyerap CO 2
dari atmosfer dan air dari tanah menghasilkan oksigen dan
karbohidrat yang selanjutnya akan berakumulasi menjadi selulosa
dan lignin sebagai cadangan karbon.
Hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di daerah pantai
yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh
oleh pasang surut air laut. Kawasan hutan mangrove merupakan
suatu kawasan yang berfungsi sebagai jembatan antara lautan
dengan daratan.

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 7


Gambar 2.1 Fungsi dan Manfaat Ekonomi hutan

Ekosistem hutan mangrove sebagaimana ekosistem hutan


lainnya memiliki peran sebagai penyerap karbon dioksida (CO 2) dari
udara sehingga sangat relevan terhadap perubahan iklim.
Penyerapan karbon dioksida berhubungan erat dengan biomassa
tegakan. Biomassa adalah total berat atau volume organisme dalam
suatu areal atau volume tertentu. Biomassa hutan berperan penting
dalam siklus biogeokimia terutama dalam siklus karbon. Dari
keseluruhan karbon hutan, sekitar 50% di antaranya tersimpan
dalam vegetasi hutan. Sebagai konsekuensi, jika terjadi kerusakan
hutan, kebakaran, pembalakan dan sebagainya akan menambah
jumlah karbon di atmosfer. Pengukuran biomassa hutan mencakup
seluruh biomassa hidup yang ada di atas permukaan tanah dan di
bawah permukaan tanah serta bahan organik yang mati meliputi
kayu mati dan serasah.
Pada areal hutan mangrove, jumlah biomassa diperoleh dari
jumlah tanaman mangrove dan kerapatan biomassa yang diduga dari
pengukuran diameter, tinggi, berat jenis, dan kepadatan setiap jenis
pohon. Pada kondisi lingkungan (tempat hidup) yang sama, jumlah
biomassa yang tersimpan pada suatu jenis pohon akan berbeda-beda
berdasarkan tingkat umur pohon tersebut. Pohon dengan tingkat
umur yang lebih tua akan memiliki simpanan biomassa yang lebih

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 8


tinggi dibandingkan dengan pohon yang tingkat umurnya lebih
muda. Hal ini karena pada pohon yang tingkat umurnya lebih tua
memiliki diameter, tinggi dan berat jenis pohon yang lebih besar
nilainya dibandingkan dengan pohon yang tingkat umurnya lebih
muda. Oleh karena itu, informasi mengenai kandungan biomassa
yang tersimpan pada setiap pohon yang berbeda tingkat/kelas umur
diperlukan agar dapat menjadi salah satu pertimbangan dalam
pengelolaan hutan mangrove.

2.1.1. Karakteristik Ekosistem Hutan Mangrove


Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai
Indonesia dan hidup serta tumbuh berkembang pada lokasi-lokasi
yang mempunyai hubungan pengaruh pasang air (pasang surut) yang
merembes pada aliran sungai yang terdapat di sepanjang pesisir
pantai. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai
tropis dan sub tropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon
mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah
pasang-surut air laut. Sistem perakarannya khas yang merupakan
suatu cara adaptasi terhadap habitat yang khusus. Komposisi
mangrove berbeda dari suatu tempat ke tempat lain. Ada tiga faktor
utama yang menentukan tumbuh dan penyebaran jenis-jenis
mangrove, yaitu:
a) Kondisi dan jenis tanah: keras atau lembek, berpasir atau
berlumpur dalam berbagai perbandingan
b) Salinitas
c) Ketahanan jenis-jenis mangrove terhadap arus dan
ombak.
Tipe hutan mangrove selain mempunyai fungsi ekonomis
melalui hasil berupa kayu dan hasil hutan turunannya juga
mempunyai fungsi ekologis yang penting sebagai jembatan
(interface) antara ekosistem daratan dengan ekosistem lautan.
Dalam ekosistem mangrove sedikitnya terdapat lima unsur
ekosistem yang terkait yaitu flora, fauna, perairan, daratan dan
manusia (penduduk lokal) yang hidup bergantung kepada ekosistem
mangrove.
Berdasarkan jenis-jenis pohon yang dominan, komunitas
mangrove di Indonesia dapat berupa asosiasi (tegakan campuran).
Ada sekitar lima jenis yang ditemukan di hutan mangrove di

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 9


Indonesia, yaitu jenis Avicennia, Rhizophora, Sonneratia, Bruguiera,
dan Nypha. Dalam hal asosiasi di hutan mangrove di Indonesia,
asosiasi antara Bruguiera spp. dengan Rhizophora spp. sering
ditemukan terutama di zona terdalam. Dari segi keanekaragaman
jenis, zona transisi (peralihan antara hutan mangrove dengan hutan
rawa) merupakan zona dengan jenis yang beragam yang terdiri atas
jenis-jenis mangrove yang khas dan tidak khas habitat mangrove
(Kusmana 1993).
Tumbuhan mangrove mempunyai daya adaptasi yang khas
terhadap lingkungan. Menurut Bengen (2000) adaptasi tersebut
dalam bentuk:
1. Adaptasi terhadap kadar oksigen rendah menyebabkan
mangrove memiliki bentuk perakaran yang khas:
a. Bertipe cakar ayam yang mempunyai Pneumatofora
(misalnya: Avecennia spp., Xylocarpus spp., dan
Sonneratia spp.) untuk mengambil oksigen dari udara
b. Bertipe penyangga/tongkat yang mempunyai lentisel
(misalnya: Rhyzophora spp).
2. Adaptasi terhadap kadar garam yang tinggi:
a. Memiliki sel-sel khusus dalam daun yang berfungsi
untuk menyimpan garam.
b. Berdaun kuat dan tebal yang banyak mengandung air
untuk mengatur keseimbangan garam.
c. Daunnya memiliki struktur stomata khusus untuk
mengurangi penguapan.
3. Adaptasi terhadap tanah yang kurang stabil dan adanya
pasang surut, dengan cara mengembangkan struktur akar yang
sangat ekstensif dan membentuk jaringan horisontal yang
lebar. Selain untuk memperkokoh pohon, akar tersebut juga
berfungsi untuk mengambil unsur hara dan menahan sedimen.

2.1.2. Pembagian Zonasi Hutan Mangrove


Faktor yang mempengaruhi pembagian zonasi hutan
mangrove terkait dengan respons jenis tanaman terhadap salinitas,
pasang-surut, dan keadaan tanah. Kondisi tanah memiliki kontribusi
besar dalam membentuk zonasi penyebaran tanaman dan hewan
seperti perbedaan spesies kepiting pada kondisi tanah yang berbeda.
Jenis Avicennia alba dan Sonneratia alba dapat tumbuh di zona

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 10


berpasir, jenis Rhizophora spp. tumbuh di tanah lembek berlumpur
dan kaya humus, sedangkan jenis Bruguiera spp. lebih menyukai
tumbuh di tanah lempung dengan sedikit bahan organik (Murdiyanto
2003).
Menurut Bengen (2000), penyebaran dan zonasi hutan
mangrove tergantung oleh berbagai faktor lingkungan. Berikut salah
satu tipe zonasi hutan mangrore di Indonesia:
a. Daerah yang paling dekat dengan laut dengan substrat
agak berpasir, sering ditumbuhi oleh Avicennia spp.
Pada zona ini biasa berasosiasi Sonneratia spp. dan
dominan tumbuh pada lumpur dalam yang kaya bahan
organik.
b. Lebih ke arah darat, hutan mangrove umumnya
didominasi oleh Rhizophora spp. Di zona ini juga
dijumpai Bruguiera spp. Dan Xylocarpus spp.
c. Zona berikutnya didominasi oleh Bruguiera spp.
d. Zona transisi antara hutan mangrove dengan hutan
dataran rendah biasa ditumbuhi oleh Nypa fruticans, dan
beberapa jenis palem lainnya.

Pada umumnya di perbatasan daerah laut didominasi jenis


bakau pionir Avicennia spp. dan Sonneratia spp. Untuk daerah
pinggiran atau bantaran muara sungai didominasi oleh jenis
Rhizophora spp. Setelah zona ini yaitu zona yang merupakan
campuran jenis bakau seperti Bruguiera spp., Xylocarpus spp., Nypa
fruticans, dan panggang (Excoecaria spp).
Dikemukakan juga bahwa faktor utama yang menjadi pokok
di dalam ecological preference dari jenis-jenis mangrove adalah
tiga faktor berikut ini:
a. Tipe tanah
b. Salinitas
c. Kekuatan jenis mangrove itu sendiri terhadap arus atau
gelombang.

2.2. BIOMASSA
Biomassa didefinisikan sebagai jumlah total bahan organik
hidup di atas tanah pada pohon termasuk daun, ranting, cabang,
batang utama dan kulit yang dinyatakan dalam berat kering oven ton

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 11


per unit area. Biasanya komponen yang diukur untuk pendugaan
biomassa ini berada di atas tanah karena merupakan bagian yang
terbesar dari berat jumlah total biomassa. Kandungan karbon
utamanya di hutan terdiri dari biomassa bahan hidup, biomassa
bahan mati, tanah, dan produk kayu. Umumnya karbon menyusun
45-50% bahan kering dari tanaman (Brown 1997). Bagian tanaman
baik hidup atau pun mati yang jatuh di tanah disebut biomassa.
Biomassa sebagian besar terdiri atas karbon (C). Biomassa
merupakan tempat penyimpanan karbon dan hal tersebut
dinamakan sebagai rosot karbon (carbon sink). Salah satu rosot
karbon yang penting yaitu hutan (Soemarwoto 1998).

2.3. PENGUKURAN DAN PENDUGAAN BIOMASSA


Pengukuran biomassa vegetasi dapat memberikan informasi
tentang nutrisi dan persediaan karbon dalam vegetasi secara
keseluruhan atau jumlah bagian-bagian tertentu saja seperti kayu
yang sudah diekstraksi. Biomassa vegetasi suatu pohon dalam
pengukurannya tidaklah mudah, khususnya hutan campuran dan
tegakan tidak seumur. Pengumpulan data biomassa dapat
dikelompokkan dengan cara destruktif dan non-destruktif
tergantung jenis parameter vegetasi yang diukur.
Perkiraan biomassa vegetasi dapat memberikan informasi
mengenai nutrisi dan kandungan karbon dalam vegetasi. Biomassa
vegetasi mencangkup pohon tidak mudah untuk diukur.
Pertimbangan tenaga kerja dan sulit untuk memperoleh keakuratan
hasil pegukuran sangat diperlukan karena variasi distribusi ukuran
pohon. Secara umum terdapat dua metode untuk memperkirakan
biomassa. Metode destruktif sampling yaitu metode yang
membutuhkan tenaga kerja yang cukup banyak untuk memberikan
hasil yang lebih akurat. Metode berikutnya yaitu metode non-
destruktif dengan menggunakan allometrik. Metode ini tergantung
persamaan yang dikembangkan dari data yang diperoleh dengan
menggunakan metode destruktif sampling. Berikut kedua metode
tersebut yaitu:

2.3.1. Metode Destruktif (Pemanenan)


Area yang dijadikan contoh tergantung pada tingkat
homogenitas tipe vegetasi dan distribusi penyebaran. Area contoh

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 12


biasanya terbagi-bagi sesuai dengan tipe vegetasi untuk memperoleh
perkiraan yang lebih akurat.
Bentuk plot tergantung pada komunitas tanaman. Plot
berbentuk lingkaran lebih mudah untuk vegetasi yang rendah dan
plot berbentuk persegi atau empat persegi panjang jika terdapat
tingkat pohon. Dalam metode destruktif, vegetasi dalam area yang
ditebang lalu ditimbang untuk mengetahui berat basah setiap bagian
vegetasi (tumbuhan bawah batang pohon, cabang, daun dan buah)
dan dikeringkan untuk mendapatkan konversi berat kering.

2.3.2. Metode Non-Destruktif dengan Membuat Persamaan


Alometrik
Persamaan alometrik dibuat dengan mencari korelasi yang
paling baik antara dimensi pohon dengan biomassanya. Pembuatan
persamaan tersebut dengan cara menebang pohon yang mewakili
sebaran kelas diameter dan ditimbang. Biomassa pohon dalam plot
satu hektar dihitung dengan mengalikan kandungan karbon serta
biomassa dikalikan dengan faktor 0,5 (Brown, 1997; Prasetyo et al.
2000).

2.4. STUDI PENYUSUNAN MODEL ALOMETRIK BIOMASSA


Penyusunan model persamaan penaksiran biomassa dengan
menggunakan teknik regresi dimaksudkan untuk mencari hubungan
antara biomassa dengan peubah penaksiran yang diperoleh pada
pengukuran biomassa sejumlah pohon. Jumlah pohon contoh untuk
pembuatan model allometrik bervariasi. Belum ada pedoman yang
pasti untuk menentukan jumlah pohon contoh yang memadai. Mac
Dicken (1997) menyebutkan bahwa tabel biomassa dapat disusun
minimal menggunakan 30 pohon contoh terpilih untuk tiap jenis,
namun untuk tujuan tertentu 12 pohon saja sudah memadai.
Persamaan allometrik dapat digunakan untuk mengestimasi
stok biomassa pada vegetasi dengan jenis yang sama. Sekurang-
kurangnya terdapat dua alasan yang membedakan persamaan-
persamaan alometrik, antara lain:

a. Perbedaan struktur pohon


b. Perbedaan ukuran pohon dengan kelas diameter pohon yang
dikembangkan dalam persamaan allometriknya.

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 13


Persamaan allometrik spesifik digunakan pohon untuk
mengestimasi jenis yang sama. Kisaran ukuran yang dimiliki
tercangkup dalam kelas ukuran persamaan tersebut dikembangkan
dan spesifik pada lokasi tempat tumbuhnya. Persamaan allometrik
tidak akurat digunakan apabila syarat yang di atas tidak terpenuhi.
Penelitian mengenai persamaan alometrik penduga biomassa
telah banyak dikembangkan oleh para ahli. Umumnya persamaan
yang telah disusun tersebut adalah persamaan yang ditujukan untuk
pohon-pohon hutan primer di daratan. Brown (1997)
mengembangkan model persamaan penduga biomassa yang
dikelompokkan berdasarkan curah hujan. Persamaan yang
dikembangkan ini menggunakan parameter diameter setinggi dada
(1,3 m) dan tinggi total. Persamaan-persamaan ini dapat diamati
dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Model Allometrik Penduga Biomassa Pohon Menurut


Perbedaan Curah Hujan Lokasi (Brown 1997)

Model penduga biomassa untuk jenis-jenis pohon yang hidup


di hutan mangrove di Indonesia telah dikembangkan oleh beberapa
peneliti. Jenis vegetasi mangrove yang telah tersedia persamaan
penduga biomassanya antara lain: dari kelompok Rhizophora spp.,
Bruguiera spp., dan Avicennia spp. Rumus penduga ini
dikembangkan oleh Kusmana (1997) dengan mengambil lokasi
penelitian di Kalimantan Timur. Rumus penduga pada beberapa
kelompok vegetasi mangrove ini dapat diamati dalam Tabel 2.2.

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 14


Tabel 2.2 Rumus Penduga Biomassa Beberapa Kelompok Jenis
Mangrove di Kalimantan Timur

Sumber: Kusmana (1997)

2.5. HUTAN SEBAGAI ROSOT KARBON (CARBON SINK)


Aktivitas dasar dalam kegiatan konservasi adalah mengontrol
pelepasan cadangan karbon dalam tegakan hutan ke atmosfer. Hal
ini menjadi kombinasi antara kemajuan teknologi, manajemen dan
kebijakan pemanenan. Kombinasi tersebut dapat diselesaikan untuk
memperkecil kehilangan areal hutan karena deforestasi yaitu
memelihara dan meningkatkan pertumbuhan pohon, memperkecil
gangguan pada tanah dan kerusakan tegakan akibat pemanenan
kayu dan meningkatkan regenerasi hutan yang baru secara cepat.
Hal ini dapat dicapai melalui peningkatan areal hutan
(biomassa), kerapatan karbon tanah, dan melalui peningkatan
kapasitas penyimpanan dalam produk kayu yang tahan lama.
Aktivitas utama yang harus dijalankan pada banyak Negara untuk
meningkatkan penyerapan karbon adalah penanaman pohon,
agroforestry, dan memperkaya hutan buatan dan hutan kota (MOE
2001).
Hutan merupakan penyerap gas rumah kaca terutama CO 2
hingga mencapai tingkat keseimbangan. Emisi gas rumah kaca (GRK)
yang utama dari sektor kehutanan terjadi selama proses perubahan
penggunaan lahan. Dua proses sebagai akibat dari deforestasi ialah
pembakaran biomassa dan pembusukan. Sebagai tambahan,
kebakaran hutan juga memberikan kontribusi yang relatif tinggi
dalam menghasilkan emisi rumah kaca. Dari analisis penyerap
tertinggi dari karbon dioksida adalah reforestasi diikuti dengan
pengusahaan kayu, hutan milik dan hutan rakyat (TSOMERI 1999).

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 15


Pada mulanya kadar CO2 dalam atmosfer bumi adalah tinggi.
Intensitas emisi rumah kaca (ERK) pun tinggi sehingga suhu bumi
pun tinggi, dengan adanya rosot karbon, kadar CO 2 dalam atmosfer
menjadi turun sehingga intensitas emisi rumah kaca pun menurun.
Hutan merupakan rosot karbon yang penting. Hutan merupakan
salah satu pengatur emisi rumah kaca, dengan menyusutnya luas
hutan maka kapasitas rosot karbon pun menurun. Karbon yang
terkait dalam biomassa terlepas dari rosot karbon dalam bentuk CO2
dan masuk ke dalam atmosfer sehingga kadar CO 2 dalam atmosfer
menjadi naik (Soemarwoto 1998).

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 16


BAB III
METODOLOGI

3.1 LOKASI STUDI


Lokasi studi estimasi stok karbon mangrove dalam
mengantisipasi perubahan iklim difokuskan di Kabupaten Indragiri
Hilir dilaksanakan selama 180 (seratus delapan puluh ) hari kerja,
yang dilakukan dengan dua tahapan yaitu :
1. Identifikasi potensi hutan mangrove, dengan melakukan
inventarisasi jenis dan pengambilan sampel biomassa vegetasi
di hutan alam mangrove di Kabupaten Indragiri Hilir.
2. Analisis kimia karbon di Laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas
Pertanian, Universitas Riau.

3.2 BAHAN DAN ALAT


Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi Citra
Landsat TM +7 tahun 2013 untuk wilayah Kabupaten Indragiri Hilir.
Selanjutnya objek kajian dalam studi ini adalah vegetasi hutan
mangrove.
Alat yang dibutuhkan dalam penelitian ini meliputi peralatan
lapangan seperti peta kerja, Kompas, GPS, Meteran, tally sheet,
calipper, Parang, chain saw, gunting tanaman, cangkul, tali palstik /
tali rafia, kantong plastik, karung, kamera, kalkulator, timbangan
gantung 50 kg. Peralatan yang digunakan untuk pengujian contoh
uji laboratorium yaitu cawan porselen, timbangan analitik, oven
listrik, alat penggiling, dan alat saring (+ 60 mesh).

3.3 JENIS DATA DAN VARIABEl YANG DIAMATI


Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data
sekunder dan data primer. Data primer meliputi hasil
pengukuran terhadap vegetasi tingkat pohon (jenis, jumlah,
diameter, tinggi, berat), anakan dan semai (jenis, berat basah,

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 17


kadar air, berat kering tanur, kadar zat terbang, kadar abu dan
kadar karbon terikat).
Data sekunder yang dikumpulkan antara lain meliputi
kondisi umum lokasi studi seperti data biofisik lahan (luas,
topografi, iklim, curah hujan) serta data sosial ekonomi
masyarakat di wilayah kajian.
Variabel yang diamati terhadap pendugaan biomasa
terbagi kedalam beberapa variabel, pendugaan biomasa diatas
permukaan tanah yang bisa diukur dengan menggunakan metode
langsung (destructive) dan metode tidak langsung (non
destructive). Metode non destructive digunakan untuk menduga
biomasa yang berdiameter > 5 cm, sedangkan untuk menduga
biomasa vegetasi yang berdiameter < 5 cm (tumbuhan bawah)
menggunakan metode destructive.
Vegetasi mangrove yang akan diukur dan diamati dalam
penelitian ini diklasifikasikan sebagai berikut :
Semai : anakan pohon mulai kecambah sampai
ketinggian 1,5 m atau diameter < 5 cm.
Pancang / anakan : anakan pohon dengan tinggi >
1,5 m sampai < 5 cm.
Porsi tumbuhan yang berkayu dengan tinggi > 5
cm.
Selain permudaan pohon, nipah akan
dikategorikan sebagai tumbuhan bawah yang
hanya diukur beratnya.

3.4 METODE PELAKSANAAN


3.4.1 Identifikasi dan Inventarisasi Hutan Mangrove
3.4.1.1 Penentuan Lokasi Kajian
Penentuan luas hutan mangrove itu sendiri dilakukan
dengan bantuan penggunaan citra landsat. Dari data citra akan
diperoleh informasi mengenai luas areal mangrove pada masing -
masing kecamatan. Selanjutnya diambil tiga lokasi yang dapat
mewakili kondisi areal hutan mangrove di Kabupaten Indragiri
Hilir berdasarkan luas lokasi kajian.
Pemilihan sampel berdasarkan luasan penutupan lahan
dilakukan untuk mengantisipasi keterbatasan waktu penelitian.

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 18


Untuk memperoleh hasil akhir, hasil yang diperoleh dari
kecamatan-kecamatan yang menjadi sampel, diekstrapolasi
untuk menghitung potensi tanaman mangrove di seluruh wilayah
kajian. Tahapan yang dilaksanakan dalam studi ini meliputi dua
tahapan, yaitu analisis data citra dan ground check untuk
memperoleh hasil yang lebih akurat.
Studi ini berdasarkan analisis data citra Satelit Landsat TM
+ 7 dengan menggunakan metode indeks vegetasi (NDVI). Lokasi
wilayah kajian berdasarkan administrasi dan foto citra dapat dilihat
pada Gambar 3.1 dan tahapan pengolahan citra dalam pe nelitian
ini disajikan pada Gambar 3.2.

Gambar 3.1 Foto Citra Lokasi Studi

Pantulan setiap objek memiliki karakteristik tertentu untuk


setiap saluran spektral sehingga setiap objek dapat dikenali
perbedaannya (Lillesand dan Kiefer, 1997). Hampir seluruh objek
terestrial memiliki pantulan baur, kecuali objek air yang memiliki
pantulan sempurna. Namun demikian, pada panjang gelombang
mikro terjadi sebaliknya dimana objek terestrial memiliki
pantulan sempurna. Gambar 3.3 menunjukkan kurva pantulan

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 19


spektral ideal untuk ve getasi sehat, tanah dan air. Karakteristik
vegetasi dikenali dengan menggunakan perbandingan antara
spektrum band merah dengan inframerah dekat.

Gambar 3.2 Tahapan Pengolahan dan Analisis Data Secara Digital.

Ekosistem mangrove adalah salah satu objek yang bisa


diidentifikasi dengan menggunakan teknologi penginderaan
jauh. Letak geografi ekosistem mangrove yang berada pada
daerah peralihan darat dan laut memberikan efek perekaman
yang khas jika dibandingkan objek vegetasi darat lainnya. Efek
perekaman tersebut sangat erat kaitannya dengan karakteritik
spektral ekosistem mangrove. Dalam identifikasi ekosistem
mangrove yang memerlukan suatu transformasi tersendiri, dan
dalam penelitian ini digunakan transformasi indeks vegetasi
(Danoedoro, 1996).
Indeks vegetasi merupakan suatu algoritma yang
diterapkan terhadap citra satelit untuk menonjolkan aspek
kerapatan vegetasi ataupun aspek lain yang berkaitan dengan
kerapatan, misalnya biomassa, Leaf Area Index (LAI), konsentrasi
klorofil. Lebih praktis, indeks vegetasi adalah suatu transformasi
matematis yang melibatkan beberapa saluran sekaligus untuk
menghasilkan citra baru yang lebih representatif dalam
menyajikan aspek-aspek yang berkaitan dengan vegetasi
(Danoedoro, 1996).

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 20


Gambar 3.3 Indeks Vegetasi (NDVI) dengan 2 Panjang Gelombang;
Inframerah Dekat dan Merah Pada 2 Macam Objek

Citra Landsat TM K abupaten Indragiri Hilir terdapat


dalam 2 scene yang terpisah, sehingga keduanya perlu
digambungkan untuk mendapatkan citra Kabupaten Indragiri
Hilir yang lengkap dan siap untuk dianalisis. Kesalahan citra
akibat adanya gangguan atsmosfer dan distorsi harus dihilangkan
agar data yang diterima tepat seperti keadaan di lapangan. Proses
ini terdiri dari koreksi radiometrik dan koreksi geometrik.
Teknik koreksi radiometrik, bertujuan untuk
menghilangkan kesalahan akibat pengaruh atmosfer. Teknik
koreksi yang digunakan yaitu teknik penyesuaian histogram
(histogram adjustment). Koreksi Geometrik bertujuan untuk
menghilangkan distorsi pada citra yang disebabkan karena
kelengkungan bumi, ketinggian sensor, dan ketidakstabilan
sensor. Koreksi geometrik ini menggunakan analisis titik kontrol
tanah (GCP), dengan acuan data citra tahun 2000 yang telah
terkoreksi sebelumnya. Masing- masing citra kemudian dilakukan
transformasi koordinat dengan tingkat kesalahan (Root Mean
Error/RMS) antara 0.01-0.99 atau kurang dari 1. Lalu dilakukanlah
pengisian gab dan masking untuk memperoleh hasil citra. Proses
selanjutnya setelah penentuan penampakan citra hasil komposit,

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 21


dilakukan proses klasifikasi. Pada tahap awal dilakukan training
area untuk mengelompokan pixel-pixel yang berwarna sama.
Setiap hasil penandaan daerah tertentu diberikan nama
(identitas) berdasarkan kenampakannya. Pixel-pixel atau warna
yang tidak sesuai akan dimasukkan ke dalam kelas yang
mempunyai kesamaan yang paling banyak. Proses klasifikasi ini
dinamakan klasifikasi terbimbing (supervised classification)
dengan metode Maximum Likelihood Classification (MLC). Hasil
klasifikasi terbimbing ini dicocokkan dengan pengamatan
lapangan dan menghasilkan beberapa kelas tutupan lahan
seperti air, terumbu karang, hutan mangrove, hutan daratan, dan
pemukiman.

3.4.1.2 Penentuan Jumlah Plot Contoh


Penentuan jumlah plot contoh didasarkan pada ketentuan
dari Departemen Kehutanan, dengan besaran intensitas sampling
0,25 % dari luasan yang lokasi penelitian. Sedangkan sebaran plot
contoh didasarkan pada kodisi dilapangan yang dilihat dari hasil
penafsiran citra landsat.

3.4.1.3 Penentuan Titik Sampel


Titik pengambilan sampel didasarkan hasil penafsiran citra
landsat berdasarkan luasan dan penyebaran tanaman mangrove di
Kabupaten Indragiri Hilir yang telah diulas pada bagian
sebelumnya. Pegambilan sampel dilakukan dengan cara transek.
Jumlah plot disetiap transek dipastika akan bergam sesuai bentang
vegetasi mangrovdari darat sampai ke laut atau sebaliknya. Transek
pertama dimulai dari arah laut menuju ke daratan dan tegak lurus
garis pantai. Untuk daerah hutan yang sempit minimal harus
terdapat 2 plot transek. Masing-masing plot transek memiliki jarak
sekitar 100 meter, sedangkan jarak antar transek sekitar 200 meter.
Posisi Transek diperlihatkan pada Gambar 3.4.

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 22


Gambar 3.4 Skematik Penempatan Transek Pengukuran Vegetasi
Mangrove Di Lokasi Pengamtan

Lokasi ground check titik-titik pengamatan vegetasi


mangrove ditentukan secara purposif berdasarkan keterwakilan
lokasi kajian, sesuai dengan hasil pengolahan citra yang telah
menunjukkan penyebaran hutan mangrove. Metode ground chek
dilakukan dengan intensitas sampling yang disesuaikan dengan
kebutuhan data. Sejalan dengan pengambilan data lapangan akan
dilakukan pengambilan sampel untuk mengetahui kandungan
cadangan karbon di hutan mangrove.

3.4.1.4 Analisis Vegetasi Hutan Mangrove


Analisis vegetasi hutan mangrove dalam penelitian ini
dilakukan dengan metode kombinasi antara metode jalur dan metode
garis berpetak (Gambar 3.5) dengan panjang jalur minimum
disesuakan dengan kondisi dilapangan. Di dalam metode ini risalah
pohon dilakukan dengan metode jalur dan permudaan dengan
metode garis berpetak (Onrizal, 2005).

Seluruh individu tumbuhan mangrove pada setiap subpetak


tingkat pertumbuhan diidentifikasi, dihitung jumlahnya, dan
khusus untuk tingkat pohon diukur diamater pohon, yakni diamater
batang pada ketinggian 1,3 m dari atas permukaan tanah atau 10
cm di atas banir atau akar tunjang, apabila banir atau akar tunjang
tertinggi terletak pada ketinggian 1,3 m atau lebih. Untuk keperluan
identifikasi jenis, diambil material herbarium setiap jenis, berupa
setangkai daun berbunga dan atau berbunga. Material herbarium

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 23


tersebut selanjutnya diproses di laboratorium untuk identifikasi.
Dalam hal ini, peserta P3H agar membaca teknik pembuatan
herbarium (Onrizal, 2005) dengan tally sheet.

Komposisi jenis dan struktur vegetasi mangrove akan


dieksplorasi melalui teknik analisis vegetasi dengan satuan contoh
berupa jalur yang lebarnya 10 m dan panjangnya 100 m. Di dalam
setiap unit contoh (jalur) secara nested sampling akan dibuat sub-sub
unit contoh untuk permudaan, yakni 2 m x 2 m untuk semai dan 5m
x 5m untuk pancang dan 10 m x 10 m untuk pohon. Desain unit
contoh vegetasi dilapangan disajikan pada Gambar 3.5.

Gambar 3.5 Desain Unit Contoh Vegetasi: a) Klaster; b) Elemen


Klaster Berbentuk Jalur : 1=Petak Semai, 2=Petak
Pancang, dan 3=Petak Pohon

Dalam hal ini, yang dimaksud dengan permudaan dan pohon ini
adalah
- Semai: anakan pohon mulai kecambah sampai ketinggian 1,5
m.
- Pancang: anakan pohon dengan tinggi > 1,5 m sampai < 10
cm.
- Porsi tumbuhan yang berkayu dengan 10 cm.
- Selain permudaan pohon, nipah akan dikategorikan sebagai
tumbuhan bawah.

Unit-unit contoh vegetasi tersebut akan dipilih dengan prosedur


sampling (metode systematic sampling with random start). Data
komposisi jenis dan struktur vegetasi di lapangan akan dianalisis
dengan formula sebagai berikut :

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 24


Kerapatan (h) = Jumlah individu
Luas contoh

Kerapatan Relatif (KR) = Kerapatan suatu jenis x 100 %


Kerapatan seluruh jenis

Frekuensi (F) Jumlah plot = ditemukannya suatu jenis


Jumlah seluruh plot

Frekuensi Relatif (FR) = Frekuensi suatu jenis x 100 %


Frekuensi seluruh jenis

Dominansi (D) Luas = bidang dasar


Luas unit contoh

Dominansi Relatif (DR) = Dominansi suatu jenis x 100%


Dominansi seluruh jenis

Indeks Nilai Penting (INP) = KR + FR + DR

3.4.2 Pendugaan Biomassa Mangrove


3.4.2.2 Penentuan Karakteristik Sifat Fisik Bagian

Dalam menentukan karakteristik sifat dasar fisik dari bagian


pohon yang diamati dilakukan melalui tahapan sebagai berikut :

1. Persiapan Contoh Uji


Persiapan contoh uji dari penelitian karakteristik sifat dasar
fisik dari bagian pohon dilakukan melalui dua tahapan yaitu :

a. Sifat Fisik Bagian Solid dari Pohon


Bagian yang diukur sifat fisiknya dari pohon tersebut dibagi
menjadi 2 bagian :
1. Sifat Fisik Batang, Cabang dan Akar
Dari bagian batang, akar dan cabang dibuat rnenjadi
beberapa segmen. Dari setiap segmen dibuat lempengan
batang setebal 6 cm, seperti yang terlihat pada Gambar 3.6.

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 25


Kemudian dari setiap lempeng dibuat contoh uji sebanyak 6
buah berukuran 2 x 2 x 2 cm, dengan bentuk contoh uji
seperti terlihat pada Gambar 3.7 .

Keterangan
a1, a2, ,,an ;.= sampel yang diambil

2 cm
2 cm

2 cm
Gambar 3.6 Titik Pengambilan Contoh Uji pada Batang Pohon

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 26


2. Sifat Fisik Biomasa Semai dan Pancang
Pengambilan contoh biomasa pancang dan semai
masing-masing dilakukan pada sub lot 5 x 5 dan 2 x 2 m
dengan menggunakan destructive sampling. Setelah mencatat
nama jenisnya, semua contoh yang diambil kemudian
ditimbang untuk mengetahui berat basahnya. Selanjutnya
diambil contoh uji masing-masing vegetasi sebanyak + 200
gram untuk keperluan analisis laboratorium.

2. Serbuk dari Beberapa Bagian Pohon


Tahapan membuat serbuk adalah sebagai berikut : potongan
contoh kayu dan daun dari bagian pohon tersebut di iris tipistipis
sampai berbentuk serpihan dengan tebal maksimal 1 mm. Setelah
diiris tipistipis, kemudian kayu di giling dengan ukuran sekitar 50
mess, setiap bagian yang telah digiling dimasukan ke dalam plastic
berlabel ukuran 0,25 kg.

3. Berat Jenis dari Beberapa Badan Pohon


Dalam mengukur berat jenis kayu solid dilakukan dengan
tahapan sampai sebagai berikut : ukuran kayu dan bagian pohon lain
yang digunakan untuk mengukur berat jenis : sama dengan yang
digunakan untuk mengukur kadar air. Berat jenis diukur
berdasarkan hubungan antara berat kering kayu dan bagian pohon
lain dengan volume awalnya.
Untuk mengukur volume contoh uji digunakan metode
gravimetri dengan cara menimbang air yang dituangkan ke dalam
gelas ukur, kemudian masukan kayu ke dalam air yang ada didalam
gelas ukur setelah itu ditimbang. Selisih berat kayu dan air dengan
berat air merupakan berat sejumlah air yang dipindahkan oleh kayu
tersebut yang dinyatakan sebagai volume kayu tersebut.
Setelah mengukur volumenya, kemudian contoh uji dioven
selama 2 hari dengan suhu (102 3 C) sampai beratnya konstan.
Setelah dioven contoh uji tersebut kemudian ditimbang dan
dinyatakan sebagai berat kering tanur (BKT).
Adapun rumus yang digunakan untuk mengukur berat jenis
tersebut adalah sebagai berikut :

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 27


Berat jenis =

3.4.2.2. Model Pendugaan Biomassa Pohon Jenis Rhizuphoril


spp. dan Bruguiera spp
Pengumpulan data dilakukan secara purposive sampling
untuk memenuhi sebaran kelas tinggi. Tanaman contoh (Rhizophora
spp.) yang digunakan dalam penyusunan penelitian ini dipilih
berdasarkan keterwakilan kelas tinggi tanaman, yaitu kelas tinggi
<50cm, 50-100cm, dan >100cm, sampel yang diambil setiap kelas
tinggi sebanyak 5 sampel, sehingga jumlah sampel yang diambil
sebanyak 15 sampel tanpa melihat jenisnya.
Setelah melakukan pengukuran dimensi tanaman,
selanjutnya dilakukan pencabutan tanaman mangrove tiap kelas
tinggi untuk diketahui berat kering yang diukur di laboratorium.
Pada tanaman mangrove yang terpilih akan dibagi menjadi beberapa
bagian (batang, akar, ranting, cabang, propagul dan daun) kemudian
ditimbang untuk mengetahui berat basah dari tiap-tiap bagian
tanaman tersebut.

a) Pengolahan Data di Laboratorium

Untuk sampel bagian-bagian tanaman (akar, batang, cabang,


ranting, propagul, dan daun) dioven pada suhu 800oC sebagai contoh
uji untuk mendapatkan berat kering masing-masing bagian tanaman.

b) Pendugaan Biomassa Tanaman

Biomassa (berat kering) dihitung dengan menggunakan


persamaan Haygreen dan Bowyer (1982) dengan rumus:

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 28


Keterangan:
BK : Berat Kering (kg) BKc : Berat Kering contoh (gram)
BB : Berat Basah (kg) BBc : Berat Basah contoh (gram).
% KA : Kadar Air

Biomassa total setiap pohon adalah total biomassa setiap


sortime dari pohon tersebut. Biomassa total didapat dengan
menjumlahkan biomassa batang, biomassa cabang, biomassa ranting
dan biomassa daun.

3.4.2.3. Estimasi Cadangan Karbon

Setelah diperoleh data hasil analisis persen karbon, maka


dapat dihitung nilai cadangan karbon untuk jenis tanaman tertentu
dengan merata-ratakan nilai analisis persen karbon (akar, batang,
daun) menjadi satu nilai persen karbon tanaman tersebut. Rumus
umum perhitungan karbon yang tersimpan pada jaringan tanaman
adalah sebagai berikut :

gramC/sampel = (berat kering x persen karbon)

3.4.2.4. Persentase Karbon pada Tanaman Mangrove

Perhitungan dalam mencari nilai simpanan karbon sudah


umum menggunakan metode Brown (1997), yaitu 50% dari biomassa.
Dalam studi ini, apabila dalam mencari simpanan karbon
menggunakan metode Brown, maka besar kemungkinan akan
didapat nilai simpanan karbon yang overestimate. Hal tersebut
dikarenakan untuk umur tanaman mangrove yang masih kecil,
sekitar 1-2 tahun, tidak relevan jika menggunakan asumsi metode
Brown. Oleh sebab itu studi ini menggunakan modifikasi metode
Walklie and Black dan metode Brown.
Metode Walklie and Black digunakan untuk mendapatkan
simpanan karbon pada bagian daun, akar, batang, dan propagul
karena nilai kandungan karbonnya lebih relevan dibandingkan
dengan metode Brown untuk bagian tersebut. Namun menurut
Walklie and Black, cabang dan ranting tidak berkontribusi banyak

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 29


terhadap simpanan karbon, sehingga dalam perhitungan simpanan
karbon bagian cabang dan ranting, digunakan metode Brown.
Nilai persen karbon berdasarkan Walklie dan Black yang
diteliti oleh Diana (2009) pada Rhizophora spp. meliputi daun, akar,
batang, dan propagul, sebagai berikut: kelas tinggi >100 cm yaitu
daun 38,02%, akar 41%, dan batang 40,45%; kelas tinggi 50-100 cm
yaitu daun 38,7%, akar 39,01%, dan batang 40,53; kelas tinggi < 50
cm yaitu daun 39,33%, akar 36,51%, dan batang 39,16%; dan propagul
37,89%.

3.5 ANALISIS DATA

1. Potensi Karbon

Hairiah dan Rahayu (2007) mengemukakan bahwa


konsentrasi karbon (C) dalam bahan organik biasanya sekitar 46%.
Karena itu estimasi jumlah karbon tersimpan dapat dihitung dengan
mengalikan total berat keringnya (W) dengan konsentrasi C sebagai
berikut :

C = 0,4546 W (kg/ha)

2. Serapan Karbondioksida

Hasil perhitungan karbon (C) dikonversi menjadi basis


karbondioksida (C02) dengan mengkalikannya dengan rasio berat
molekul C02 terhadap berat molekul C menggunakan persamaan:

Keterangan :

Mr.C02 : Berat molekul relatif senyawa C02 (yaitu 44)


Ar. C : Berat molekul relatif atom C (yaitu 12)
C : total potensi cadangan karbon vegetasi hutan
mangrove

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 30


3. Proporsi Serapan Karbondioksida terhadap Emisi Karbondioksida

Proporsi serapan karbondioksida dihitung dengan


menghitung jumlah kandungan karbondioksida hutan mangrove
terhadap jumlah emisi karbondioksida yang dihasilkan dari
kegiatan ekonomi dan indsutri dewasa ini.

Proporsi serapan karbondioksida = C02 / E x 100%

Keterangan :

C02 : kandungan karbondioksida pada vegetasi


E : emisi karbondioksida

3.6 SINTESIS DATA

Hasil analisa data berupa potensi kandungan karbon atau


karbondioksida di atas permukaan tanah pada vegetasi hutan
mangrove di Kabupaten Indragiri Hilir. Data ini selanjutnya
disintesis dengan menggunakan perkiraan data emisi karbon yang
dihasilkan oleh kegiatan ekonomi masyarakat. Hasilnya merupakan
gambaran seberapa besar peranan jasa lingkungan hutan mangrove
terutama dalam menekan atau mengimbangi tingginya laju emisi
karbon akibat kegiatan ekonomi dan industri.

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 31


BAB IV
GAMBARAN UMUM WILAYAH
STUDI

4.1. GEOGRAFIS DAN FISIK WILAYAH KAJIAN


4.1.1. Kabupaten Indragiri Hilir
Kabupaten Indragiri Hilir resmi menjadi Daerah Tingkat II
berdasarkan Undang-undang No.6 Tahun 1965 tanggal 14 Juni 1965
(LNRI No.49) dengan ibukota Tembilahan. Pada Tahun 2005 Wilayah
Administrasi Pemerintahan daerah ini terdiri dari 20 Kecamatan, 18
Kelurahan dan 174 desa. Pada tahun 2011, jumlah kelurahan dan
desa di Kabupaten Indragiri Hilir mengalami penambahan karena
adanya pemekaran desa yaitu menjadi 203 desa dan 33 kelurahan.
Luas masing-masing kecamatan dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan
Tabel 4.1.

4.1.2. Letak dan Luas


Kabupaten Indragiri Hilir terletak dibagian selatan Provinsi
Riau dengan luas wilayah 11.605,97 km2 dalam posisi 0o36 Lintang
Utara, 1o07 Lintang Selatan, 104o10 Bujur Timur dan 102o32 Bujur
Timur.

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 32


Tabel 4.1 Wilayah Administrasi Kecamatan di Kabupaten Indragiri
Hilir
Luas*
No. Desa
Km 2
%
1. Keritang 543,45 4,68
2. Kemuning 525,48 4,53
3. Reteh 407,75 3,51
4. Sungai Batang 145,99 1,26
5. Enok 880,86 7,59
6. Tanah Merah 721,56 6,22
7. Kuala Indragiri 511,63 4,41
8. Concong 160,29 1,38
9. Tembilahan 197,37 1,70
10 Tembilahan Hulu 180,62 1,56
11. Tempuling 691,19 5,96
12. Kempas 364,49 3,14
13. BatangTuaka 1.050,25 9,05
14. Gaung Anak Serka 612,75 5,28
15. Gaung 1.479,24 12,75
16. Mandah 1.021,74 8,80
17. Kateman 561,09 4,83
18. Pelangiran 531,22 4,58
19. Teluk Belengkong 499,00 4,30
20. Pulau Burung 520,00 4,48
. Jumlah 11.605,97 100,00
Sumber: BPS, 2012

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 33


Gambar 4.1 Wilayah Administrasi Kabupaten Indragiri Hilir

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 34


4.1.3. Geologi dan Topografi
Wilayah Kabupaten Indragiri Hilir merupakan hamparan yang
relatif datar dan memiliki konfigurasi dataran rendah. Secara umum,
kondisi tanah terdiri dari tanah gambut dan rawa-rawa yang sangat
potensial untuk perkebunan kelapa hibrida. Potensi kelapa hibrida
yang luas ini menjadikan Kabupaten Indragiri Hilir berperan sebagai
gudang kelapa di Provinsi Riau.
Jenis tanah podsolik merah kuning tersebar di daerah
perbukitan sebelah selatan yaitu disekitar Keritang. Tanah ini
mempunyai tingkat kesuburan yang rendah. Hal ini berhubungan
dengan tingkat keasaman tanah, kandungan hara yang rendah,
kandungan liat tinggi, dan adanya unsur-unsur beracun dalam tanah
kedalaman tanah bervariasi dari 40 cm sampai lebih dari 150 cm.
Pada daerah-daerah sekitar puncak bukit dan lereng atas bukit,
kedalaman solum tanahnya hanya 30-50 cm, sedangkan pada lereng
bawah berkisar antara 50-100 cm.
Kabupaten Indragiri Hilir, mempunyai ketinggian tempat
yang penentuannya didasarkan pada jarak vertikal antara suatu
tempat dengan garis permukaan air laut berkisar 0-500 meter di atas
permukaan laut. Ada sebagian wilayah yang memiliki ketinggian >
500 m yaitu di perbukitan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBT)
di Kecamatan Keritang. Sebagian besar wilayah Kabupaten Indragiri
Hilir (mencakup areal seluas 95,88% dari seluruh wilayah) memiliki
ketinggian 0 - 7 m, sementara yang terletak pada ketinggian antara
100 - 00 m dpl mencakup 1,81% dari seluruh wilayah.
Sebagian besar (93,31%) dari luas wilayah Kabupaten Indragiri
Hilir merupakan daerah endapan sungai serta daerah rawa dengan
tanah gambut (peat) berupa hutan payau (mangrove) yang meliputi
pesisir sungai Indragiri dan pulau-pulau dengan luas lebih kurang
1.082.953,06 hektar dengan rata-rata ketinggian lebih kurang 0-3
Meter dari permukaan laut. Hanya sebagian kecil wilayah (6,69%)
berupa daerah berbukit-bukit dengan ketinggian rata-rata 6-35 meter
dari permukaan laut, yang terdapat dibagian selatan Sungai Reteh
Kecamatan Keritang, yang berbatasan dengan Provinsi Jambi.
Dengan topografi seperti dipaparkan di atas, maka pada
umumnya daerah ini dipengaruhi oleh pasang surut. Apalagi bila
diperhatikan fisiografinya, dimana tanah-tanah tersebut terbelah-
belah oleh beberapa sungai, terusan, dan membentuk gugusan
ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 35
pulau-pulau. Pulau-pulau yang terdapat di Kabupaten Indragiri Hilir
pada umumnya telah didiami penduduk dan sebagian diusahakan
penduduk untuk dijadikan kebun-kebun kelapa, persawahan pasang
surut, kebun sagu dan lain sebagainya.
Gugusan pulau tersebut meliputi: Pulau Kateman, Pulau
Burung, Pulau Pisang, Pulau Bakong, Pulau Air Tawar, Pulau Pucung,
Pulau Ruku, Pulau Mas, Pulau Nyiur dan pulau-pulau kecil lainnya.
Disamping gugusan pulau tersebut maka terdapat pula selat-
selat/terusan kecil seperti: Selat/Terusan Kempas, Selat/Terusan
Batang. Selat/Terusan Concong. Selat/Terusan Perawang,
Selat/Terusan Patah Parang, Selat/Terusan Sungai Kerang, dan
Selat/Terusan Tekulai. Selain selat/terusan alam terdapat pula
terusan buatan antara lain: Terusan Beringin, Terusan Igal, dan lain-
lain Selain itu di daerah ini juga terdapat danau dan tanjung yakni
Danau Gaung, Danau Danai dan Danau Kateman, sedangkan tanjung
yang ada di Indragiri Hilir adalah Tanjung Datuk dan Tanjung
Bakung.
Berdasarkan aspek geomorfologi, Kabupaten Indragiri Hilir
merupakan dataran rendah yang memanjang dari barat laut ke
tenggara dan selatan. Daerah ini memiliki sarana irigasi yang
bersumber pada Sungai Siak. Berdasarkan morfologi dan litologinya,
keterdapatan air tanah di daerah ini merupakan akumulasi air tanah
yang potensial.

4.1.4. Kondisi Tanah


Pada umumnya struktur tanah di Kabupaten Indragiri Hilir
terdiri atas tanah Organosol (Histosil), yaitu tanah gambut yang
banyak mengandung bahan organik. Tanah ini dominan di Wilayah
Indragiri Hilir terutama daratan rendah diantara aliran sungai.
Sedangkan disepanjang aliran sungai umumnya terdapat formasi
tanggul alam natural river leves yang terdiri dari tanah-tanah Alluvial
(Entisol) dan Gleihumus (Inceptisol).
Vegetasi alami dari daerah tanah-tanah organosol, alluvial
dan gleihumus adalah hutan pematang, hutan rawa primer, hutan
rawa sekunder, hutan pasang surat, penggunaan lahan untuk hutan
lebat, belukar dan sejenisnya pada tahun 1994 seluas 841.242
hektar.

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 36


Gambar 4.2 Peta Geologi dan Batuan Kabupaten Indragiri Hilir

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 37


Gambar 4.3 Peta Kelas Kelerengan Wilayah Kabupaten Indragiri
Hilir

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 38


Gambar 4.4 Peta Tanah Kabupaten Indragiri Hilir

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 39


4.1.5. Hidrologi dan Iklim
Kabupaten Indragiri Hilir memiliki banyak sungai, baik
sungai besar maupun sungai kecil (anak sungai), penyebaran sungai
tersebar hampir keseluruh Kecamatan. Sungai utama di daerah ini
adalah Sungai Indragiri yang berasal dari Danau Singkarak (Sumatera
barat) dan bermuara di Selat Berhala. Di samping sungai selat dan
terusan, Kabupaten Indragiri Hilir juga dibelah oleh parit yang sangat
banyak dan belum terhitung jumlahnya. Kondisi ini melengkapi
spesifikasi wilayah dengan sebutan Negeri Seribu Parit.
Sungai yang terbesar di daerah ini adalah Sungai Indragiri
Hilir yang berhulu di pegunungan Bukit Barisan (Danau Singkarak),
sungai Indragiri mempunyai tiga muara ke Selat Berhala, yaitu di
Desa sungai Belu, Desa Perigi Raja dan Kuala Enok.

Tabel 4.2 Sungai-sungai yang Melintasi Kecamatan di Kabupaten


Indragiri Hilir
No. Nama Sungai Melintasi Kecamatan

1. Sungai Indragiri Tempuling


Tembilahan
Kuala Indragiri
2. Sungai Gaung Gaung
Gaung Anak Serka
3. Sungai Anak Serka Gaung Anak Serka
Batang Tuaka
4. Sungai Guntung Kateman
Teluk Belengkong
5. Sungai Danai Pulau Burung

6. Sungai Kateman Kateman


Pelangiran
7. Sungai Batang Tuaka Batang Tuaka

8. Sungai Enok Enok

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 40


No. Nama Sungai Melintasi Kecamatan

9. Sungai Gangsal Reteh


Keritang
10. Sungai Keritang Kemuning
Keritang
11. Sungai Reteh Reteh

12. Sungai Terab Reteh

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Indragiri Hilir

Sedangkan sungai-sungai lainnya adalah : Sungai Guntung,


Sungai kateman, Sungai Danai, Sungai Gaung, Sungai Anak Serka,
Sungai Batang Tuaka, Sungai Enok, Sungai Batang, Sungai Gangsal,
yang hulunya bercabang tiga yaitu Sungai Gangsal, Sungai Keritang,
Sungai Reteh, Sungai Terap, Sungai Mandah, Sungai Igal, Sungai
Pelanduk, Sungai Bantaian, dan sungai Batang Tumu. Selengkapnya
sungai-sungai yang melintasi setiap Kecamatan di Kabupaten
Indragiri Hilir dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Kabupaten Indragiri Hilir sangat dipengaruhi oleh pasang
surutnya air sungai/parit, dimana sarana perhubungan yang
dominan untuk menjangkau daerah satu dengan daerah lainnya
adalah melalui sungai/parit dengan mengunakan kendaraan speed
boat, pompong, dan perahu. Diantara sungai-sungai yang utama di
daerah ini adalah Sungai Indragiri yang berasal dari dari Danau
Singkarak (Provinsi Sumatera Barat) yang bermuara di selat berhala.
Kabupaten Indragiri Hilir terletak pada dataran rendah atau
daerah pesisir timur dengan ketinggian < 500 meter dari permukaan
laut. Hal ini mengakibatkan daerah ini menjadi daerah rawa-rawa
yang beriklim tropis basah. Akan tetapi, terdapat beberapa desa yang
merupakan dataran tinggi. Desa-desa tersebut terdapat di
Kecamatan Keritang dan Kemuning. Hal ini menyebabkan lahan
pertanian pada daerah tersebut tidak terpengaruh pada air laut.

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 41


Gambar 4.5 Jumlah Rata-rata Curah Hujan (mm) per Bulan di
Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2011 (BPS, 2012)

4.1.6. Penutupan Lahan


Sebagian besar lahan di Kabupaten Indragiri Hilir sudah
dimanfaatkan untuk budidaya pertanian, perkebunan, dan perikanan
seluas + 774.320,6 ha. Tanaman yang banyak dibudidayakan
didominasi oleh tanaman perkebunan baik tanaman kelapa maupun
tanaman kelapa sawit. Disamping itu semua kolam yang ada juga
diusahakan dengan beberapa jenis ikan. Teknologi budidaya yang
diterapkan kelihatannya masih sangat rendah tidak menerapkan
teknologi yang tersedia. Wajar saja bila produktivitas yang dicapai
rendah dan penampakan fisik tanaman tidak sesuai dengan yang
seharusnya. Luasan selengkapnya hasil penafisiran beserta peta
penyebarannya dapat dilihat pada tabel 4.3 dan gambar 4.4.

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 42


Tabel 4.3 Luas Penggunaan Lahan berdasarkan Hasil Penafsiran
Citra Landsat +7 Januari 2013 di Kabupaten Indragiri
Hilir.
No. Penutupan Lahan Luas (Ha)
1 Hutan Rawa Primer 4.385,99
2 Hutan Rawa Sekunder 328.374,48
3 Hutan Mangrove Primer 458,41
4 Hutan Mangrove Skunder 99.427,62
5 Hutan Sekunder 44.349,51
6 Hutan Tanaman 51.990,62
7 kebun Kelapa 316.284,06
8 Kebun Kelapa sawit 270.607,49
9 Pemukiman 2.475,45
10 Perairan 18,70
11 Awan 4.534,21
12 Pertanian 51.552,83
13 Pertanian Campuran 23.694,57
14 Rawa 1.145,85
15 Sawah 109.220,93
16 Belukar Rawa 73.612,88
17 Semak Belukar 10.770,85
18 Tambak 2.960,72
19 Tanah Terbuka/kosong 23.019,30
Total 1.418.884,47
Sumber: Data olahan, Tahun 2013.

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 43


Gambar 4.6 Peta Citra Satelit Landsat ETM+7 Kabupaten Indragiri
Hilir

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 44


4.2. DESKRIPSI HUTAN MANGROVE DI KABUPATEN
INDRAGIRI HILIR
Dalam menggambarkan kondisi hutan mangrove di
Kabupaten Indragiri Hilir, metode yang digunakan adalah Purposive
Sampling, dengan memilih tiga kecamatan yang didasarkan pada
luasan hutan mangrove. Hasil yang diperoleh dari ketiga kecamatan
tersebut selanjutnya di ekstrapolasi untuk menggambarkan kondisi
hutan mangrove di Kabupaten Indragiri Hilir.

4.2.1. Penyebaran Hutan Mangrove


Penyebaran mangrove di Kabupaten Indragiri Hilir sebagian
besar terdapat di bagian utara kabupaten. Hutan mangrove di
Kabupaten Indragiri Hilir terbagi pada dua kondisi, yaitu hutan
magrove primer dan hutan mangrove sekunder. Berdasarkan hasil
pengolahan citra landsat Tahun 2011, hutan mangrove primer hanya
terdapat di Kecamatan Kuala Indragiri seluas 458,41 ha Sedangkan
penyebaran hutan mangrove sekunder paling luas dapat dijumpai
dibeberapa kecamatan, yaitu Kecamatan kuala Idragiri seluas
25311,34, di Kecamatan Mandah seluas 32589,11 ha dan di
Kecamatan Tanah Merah 11.863,63 ha.

Tabel 4.4 Luas Hutan Mangrove berdasarkan Kecamatan di


Kabupaten Indragiri Hilir.
No Kecamatan Luas Hutan Luas Total
Primer
MangroveSekunder
(ha) (ha)
1 Kec. Concong 0 4434,58 4434,58
2 Kec. Enok 0 1729,30 1729,3
3 Kec. Gaung 0 2113,93 2113,93
4 Kec. Gaung Anak Serka 0 5626,78 5626,78
5 Kec. Kateman 0 411,41 411,41
6 Kec. Kuala Indragiri 458,41 25311,34 25769,75
7 Kec. Mandah 0 32589,11 32589,11
8 Kec. Pelangiran 0 578,07 578,07
9 Kec. Pulau Burung 0 551,38 551,38
10 Kec. Reteh 0 6221,13 6221,13
11 Kec. Sungai Batang 0 3808,82 3808,82
12 Kec. Tanah Merah 0 11863,63 11863,63
13 Kec. Teluk Belengkong 0 4188,14 4188,14
Total 99886,03
Sumber : Hasil penafsiran Citra Landsat, 2012

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 45


Gambar 4.7 Peta Sebaran Mangrove di Kabupaten Indragiri Hilir

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 46


Pada dasarnya mangrove mempunyai tiga fungsi utama
yaitu (1) fisik meliputi menjaga garis pantai agar tetap stabil,
mempercepat perluasan lahan, melindungi pantai dan tebing sungai
dan mengolah limbah. (2) biologis ekologis meliputi tempat benih
ikan, udang dan kerang dan lepas pantai, tempat bersarangnya
burung-burung besar, habitat alami bagi banyak biota, nursery
ground, feeding ground dan selter area bagi biota perikanan. (3)
ekonomi meliputi tambak, tempat pembuatan garam, rekreasi, hasil-
hasil kayu dan nonkayu.

4.2.2. Kondisi Hutan Mangrove di Kecamatan Mandah


4.2.2.1. Komposisi Jenis Tanaman mangrove
Dari hasil survey lokasi, jenis-jenis tanaman yang
ditemukan di hutan mangrove adalah Bakau (Rh. Apiculata dan
Rh.Mucronata), Tumu (Bruguiera sexangula), Nyirih (X. granatum),
Api-api (Avicennia marina dan Avicennia alba), Pedada (S. Alba dan
S. caseolaris), dan Saman.
Survei vegetasi mangrove di Kecamatan Mandah dilakukan
pada Sungai Kempas, Sungai Entap, antara Sungai Bente dan Sungai
Ganda Jaya, Sungai Pandan, Sungai Bekawan, Batang Pedada dan
Kuala Pelaras. Berikut ini dapat dilihat komposisi jenis mangrove di
masing-masing lokasi.

Tabel 4.5 Komposisi Jenis Mangrove di Kecamatan Mandah


No Lokasi Jumlah Jenis Jenis-Jenis Mangrove
Mangrove
1 Sungai Kempas 5 jenis Bakau (Rhizophora
dan Sungai sp.), menyirih
Entap (Xylocarpus
granatum), tumu
(Bruguiera
sexangula), Daek,
Tonga
2 Antara Sungai 6 jenis Bakau (Rhizophora
Bente dan sp.), menyirih
Sungai Ganda (Xylocarpus
Jaya granatum), tumu
(Bruguiera

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 47


No Lokasi Jumlah Jenis Jenis-Jenis Mangrove
Mangrove
sexangula), Daek,
Tonga, Perepat
(Sonneratia alba)
3 Sungai Pandan 4 jenis Bakau (Rhizophora
sp.), menyirih
(Xylocarpus
granatum), tumu
(Bruguiera
sexangula), Daek
4 Sungai Bekawan 4 jenis Bakau (Rhizophora
sp.), menyirih
(Xylocarpus
granatum), tumu
(Bruguiera
sexangula), Daek
5 Batang Pedada 5 jenis Bakau (Rhizophora
sp.), menyirih
(Xylocarpus
granatum), tumu
(Bruguiera
sexangula), Daek,
Tonga
6 Kuala Pelaras 4 jenis Bakau (Rhizophora
sp.), menyirih
(Xylocarpus
granatum), tumu
(Bruguiera
sexangula), Daek

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa di Kecamatan


Mandah ditemukan jenis-jenis mangrove berkisar antara 4-6 jenis
dimana lokasi antara Sungai Bente dan Sungai Ganda Jaya memiliki
jumlah jenis terbanyak yakni sebanyak 6 jenis. Pada lokasi antara
Sungai Bente dan Sungai Ganda Jaya ditemukan jenis perepat
(Sonneratia alba). Jenis-jenis mangrove dapat dilihat pada tabel 4.5.

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 48


Kondisi mangrove di Kecamatan mandah dapat dilihat pada
Gambar 4.8 - 4.9.

Gambar 4.8 Melakukan Pengukuran Lahan Mangrove

Gambar 4.9 Pengecekan Kondisi Mangrove

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 49


Gambar 4.10 Pengambilan sampel biomassa pohon vegetasi
mangrove

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 50


Gambar 4.11 Peta Sebaran Hutan Mangrove di Kecamatan Mandah
Kabupaten Indragiri Hilir
ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 51
Gambar 4.12 Peta Sebaran Jenis Tanah di Kecamatan
Mandah Kabupaten Indragiri Hilir
ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 52
Gambar 4.13 Peta Sebaran Tutupan Lahan di Kecamatan Mandah
Kabupaten Indragiri Hilir

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 53


Gambar 4.14 Peta Transek Mangrove di Kecamatan Mandah
Kabupaten Indragiri Hilir

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 54


4.2.2.2 Indeks Nilai Penting
Berdasarkan hasil perhitungan terhadap nilai frekuensi (F),
frekuensi relatif (FR), kerapatan (K), kerapatan relatif (KR), dominansi
(D), dominansi pada hutan mangrove didapatkan indeks nilai
penting. Adapun indeks nilai penting masing-masing lokasi dapat
dilihat pada tabel berikut.

Pada tabel-tabel berikut dapat dilihat bahwa lokasi Sungai


Entap dan Sungai Kempas berturut-turut jenis dengan INP tertinggi
mulai dari menyirih, tumu dan bakau. Pada lokasi Sungai Bente dan
Sungai Ganda Jaya didapatkan jenis dengan INP tertinggi mulai dari
menyirih, bakau dan tumu. Mangrove di lokasi Sungai Pandan INP
tertinggi mulai dari menyirih, bakau dan tumu. Selanjutnya pada
lokasi Sungai Bekawan jenis dengan INP tertinggi dimulai dari
menyirih, bakau dan tumu.

Gambar 4.15 Jenis Tanaman di Lokasi Sungai Entap dan Sungai


Kempas

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 55


Gambar 4.16 Pengambilan Sampel

Untuk lokasi Batang Pedada didominasi oleh jenis menyirih,


bakau dan tumu dimana jenis-jenis ini memiliki INP tertinggi
dibandingkan jenis lainnya. Pada lokasi Kuala Pelaras jenis yang
memiliki INP tertinggi ditemukan pada jenis menyirih, bakau dan
tumu. Lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel. 4.6.

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 56


Tabel 4.6 INP Mangrove di Sungai Kempas dan Sungai Entap

Nama Jml Jumlah


No Nama Ilmiah K KR F FR D DR INP
Lokal ind Plot

Rhizophora
1 Bakau 16 7 160 14,81 0,7 23,33 9,51 13,34 51,49
sp.

Xylocarpus
2 Menyirih 71 10 710 65,74 1 33,33 51,01 71,69 170,76
granatum

Bruguiera
3 Tumu 15 8 150 13,88 0,8 26,67 8,41 11,81 52,36
sexangula

4 Daek 4 3 40 3,70 0,3 10 1,84 2,59 16,29

5 Tonga 2 2 20 1,85 0,2 6,67 0,40 0,56 9,08

108 1080 100 3 100 71,22 100 300

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 57


Tabel 4.7 INP Mangrove antara Sungai Bente dan Sungai Ganda Jaya

Nama Jml Jumlah


No Nama Ilmiah K KR F FR D DR INP
Lokal ind Plot

Rhizophora
1 Bakau 76 20 345,45 29,57 0,91 28,57 12,03 22,16 80,30367
sp.
Xylocarpus
2 Menyirih 125 22 568,18 48,64 1 31,43 32,07 59,07 139,1398
granatum
Bruguiera
3 Tumu 39 19 177,27 15,17 0,86 27,14 8,16 15,03 57,34772
sexangula

4 Daek 3 2 13,64 1,17 0,09 2,86 0,74 1,37 5,393994

5 Tonga 11 6 50 4,28 0,27 8,57 0,95 1,76 14,61231

6 Perepat 3 1 13,64 1,17 0,04 1,43 0,33 0,60 3,202544

257 1168,18 99,99 3,18 100 54,29 100 300

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 58


Tabel 4.8 INP Mangrove di Sungai Pandan
Nama Nama Jml Jumlah
No Lokal Ilmiah ind Plot K KR F FR D DR INP
Bakau Rhizophora
1 sp. 22 8 275 28,20513 1 34,78261 12,10774 24,8458 87,83353
Menyirih Xylocarpus
2 granatum 40 8 500 51,28205 1 34,78261 28,65847 58,80889 144,8736
Bruguiera
3 Tumu sexangula 15 6 187,5 19,23077 0,75 26,08696 7,674013 15,74753 61,06526

4 Daek 1 1 12,5 1,282051 0,125 4,347826 0,291307 0,597778 6,227656

78 975 100 2,875 100 48,73153 100 300

Tabel 4.9 INP Mangrove di Sungai Bekawan


N Nama Nama Jm Juml K KR F FR D DR INP
o
1 Lokal
Bakau Ilmiah
Rhizoph l48 ah18 266,66 27,272 1 35,294 10,682 21,389 83,955
2 Menyir ora sp.
Xylocarp in
93 Plot
18 67
516,66 73
52,840 1 12
35,294 65
29,875 08
59,816 92
147,95
ih us d 67 91 12 21 9 19
3 Tumu Bruguier 30 13 166,66 17,045 0,7222 25,490 7,6090 15,235 57,770
4 Daek granatu
a 5 2 67
27,777 45
2,8409 22
0,1111 2
3,9215 78
1,7774 09
3,5589 74
10,321
m
sexangul 78 09 11 69 89 32 41
17 977,77 100 2,8333 100 49,944 99,999 300
a 6 78 33 43 99

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 59


Tabel 4.10 INP Mangrove di Batang Pedada
N Nama Nama Jm Juml K KR F FR D DR INP
o
1 Lokal
Bakau Ilmiah
Rhizopho l37 ah11 336,36 29,365 1 32,352 13,853 24,175 85,893
2 Menyir ra sp.
Xylocarp in
62 11Plot 36
563,63 07
49,206 1 94
32,352 45
32,521 48
56,752 49
138,31
ih us d 64 33 94 44 74 2
3 Tumu Bruguier 22 10 200 17,460 0,9090 29,411 8,9631 15,641 62,513
4 Daek granatu
a 2 1 31
18,181 1,5873 91
0,0909 77
2,9411 12
1,0786 41
1,8822 48
6,4107
m
sexangul 82 01 09 77 18 82 6
5 Tonga 3 1 27,272 2,3809 0,0909 2,9411 0,8871 1,5480 6,8702
h a 73 51 09 77 15 93 21
12 1145,4 99,999 3,0909 100 57,303 100 300
6 55 96 09 74

Tabel 4.11 INP Mangrove di Kuala Pelaras


N Nama Nama Jm Juml K KR F FR D DR INP
o
1 Lokal
Bakau Ilmiah
Rhizophor l62 ah
17 326,31 29,523 0,8947 31,481 14,739 25,432 86,437
2 Menyir a sp.
Xylocarpu in
11 Plot
19 58
589,47 81
53,333 37
1 48
35,185 29
34,299 5
59,184 79
147,70
3 ih
Tumu sBruguiera d 2
32 15 37
168,42 34
15,238 0,7894 19
27,777 9
7,9287 12
13,680 26
56,696
4 Daek granatum 4
sexangula 3 11
21,052 1
1,9047 74
0,1578 78
5,5555 01
0,9866 89
1,7024 77
9,1628
21 63
1105,2 62
100 95
2,8421 56
100 72
57,954 92
100 11
300
0 63 05 56

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 60


4.2.3 Kondisi Hutan Mangrove di Kecamatan Kuala Indragiri

4.2.3.1 Komposisi Jenis Tanaman mangrove


Dari hasil survey lokasi, jenis-jenis tanaman yang
ditemukan di hutan mangrove pada Kecamatan Kuala Indragiri
adalah Bakau (Rh. Apiculata dan Rh.Mucronata), Tumu (Bruguiera
sexangula), Nyirih (X. granatum), Api-api (Avicennia Marina dan
Avicennia alba), Pedada (S. Alba dan S. caseolaris), Saman.
Survei vegetasi mangrove di Kecamatan Kuala Indragiri
dilakukan pada Tanjung Lajau, Sungai Terap, Sungai Buluh dan
Sungai Merusi atau Sungai Belah. Berikut ini dapat dilihat komposisi
jenis mangrove di masing-masing lokasi.

Tabel 4.12 Komposisi Jenis Mangrove di Kecamatan Kuala


Indragiri
No Lokasi Jumlah Jenis Jenis-Jenis Mangrove
Mangrove
1 Tanjung Lajau 4 jenis Bakau (Rhizophora
sp.), menyirih
(Xylocarpus
granatum), tumu
(Bruguiera
sexangula), Daek
2 Sungai Terap 5 jenis Bakau (Rhizophora
sp.), menyirih
(Xylocarpus
granatum), tumu
(Bruguiera
sexangula), Daek,
Tonga
3 Sungai Buluh 5 jenis Bakau (Rhizophora
sp.), menyirih
(Xylocarpus
granatum), tumu
(Bruguiera
sexangula), Daek,
Tonga
4 Sungai Merusi 4 jenis Bakau (Rhizophora

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 61


No Lokasi Jumlah Jenis Jenis-Jenis Mangrove
Mangrove
atau Sungai sp.), menyirih
Belah (Xylocarpus
granatum), tumu
(Bruguiera
sexangula), Daek

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa di Kecamatan


Kuala Indragiri ditemukan jenis-jenis mangrove berkisar antara 4-5
jenis dimana lokasi Sungai Terap dan Sungai Buluh memiliki jumlah
jenis terbanyak yakni sebanyak 56 jenis. Jenis-jenis mangrove dapat
dilihat pada tabel 4.12. Kondisi mangrove di Kecamatan mandah
dapat dilihat pada Gambar 4.17 - 4.18.

Gambar 4.17 Kondisi di Pinggiran Sungai di Kecamatan Mandah

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 62


Gambar 4.18 Kondisi Mangrove di Kecamatan Mandah

Perbedaan jumlah jenis ini berkaitan dengan tingkat


adaptasi dan tingkat persaingan jenis tersebut dengan jenis
lainnya. Hal ini diduga bahwa pada tingkat pancang dan semai
tingkat persaingan, adaptasi dan kerusakan telah sedemikian
berpengaruh terhadap komposisi jenis sementara pada tingkat
pohon pada saat tumbuh perubahan lingkungan masih belum
berpengaruh terhadap jumlah jenis. Kekayaan floristik di hutan
hujan tropika berkaitan dengan kondisi lingkungannya, dimana
lingkungan yang sesuai akan mendukung pertumbuhan dan
reproduksi tanaman tersebut.
Proporsi jumlah jenis yang terdapat pada setiap tingkat
pertumbuhan tersebut menggambarkan bahwa terjadi
penguasaan jenis yang berbeda pada setiap tingkat
pertumbuhan. Selain itu kompetisi yang terjadi diantara jenis-
jenis vegetasi menyebabkan ada beberapa jenis yang tidak
ditemukan pada tingkat semai dan pancang namun ditemukan
pada tingkat pohon. Penyebab terjadinya perbedaan jumlah jenis
pada tingkat pertumbuhan ini diduga bahwa kondisi tempat
tumbuh yang tidak sesuai lagi dengan semai atau pancang jenis-
jenis mangrove.

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 63


Hutan mangrove mempunyai ciri-ciri khusus bila
dibandingkan dengan tipe hutan lain sebagai akibat adaptasinya
terhadap habitat. Pada dasarnya ciri khusus habitat hutan mangrove
disebabkan oleh keadaan tanah (lumpur atau pasir), salinitas,
penggenangan, pasang-surut dan kandungan oksigen tanah.
Adaptasi tumbuhan mangrove terhadap habitat tersebut tampak
pada morfologi, fisiologi, fenologi, fisiognomi, serta komposisi
struktur vegetasi yang khas untuk hutan mangrove. Dari segi
fisiologi, ciri yang menonjol adalah sifat-sifat pohon mangrove yang
tahan terhadap tanah yang mengandung garam dan genangan air
laut atau dikenal dengan istilah halofit.
Walaupun pohon mangrove tumbuh dengan baik pada
tanah yang mengandung garam dan genangan air. Tetapi pohon-
pohon ini dapat tumbuh dengan baik di air tawar, seperti
diperlihatkan oleh pertumbuhan, pembentukan buah, dan
perkecambahan Bruguiera sexangula, Bruguiera gymnorhiza, dan
Sonneratia caseolaris di Kebun Raya Bogor (Van Steenis,1946 dalam
Istomo 1992).
Menurut Arief (1994) tingginya kerapatan relatif dari suatu
jenis menandakan jenis tersebut mempunyai kemampuan untuk
menyesuaikan diri yang lebih baik dengan lingkungannya
dibandingkan jenis yang lain. Sedangkan rendahnya nilai kerapatan
relatif menunjukkan bahwa jumlah individu dari jenis yang ada tidak
mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sehingga jumlah
individunya sedikit.
Menurut Soerianegara (1998) frekuensi suatu jenis
menunjukkan penyebaran jenis dalam suatu areal. Jenis yang
menyebar secara merata mempunyai nilai frekuensi yang besar,
sebaliknya jenis-jenis yang mempunyai nilai frekuensi yang kecil
mempunyai daerah sebaran yang kecil. Hal ini bisa disebabkan oleh
kurangnya faktor yang dapat membantu penyebarannya, sehingga
daya penyebarannya menjadi berkurang.
Menurut Soerianegara dan Indrawan (1982) Suatu daerah
yang didominansi oleh hanya jenis-jenis tertentu saja, maka
daerah tersebut dikatakan memiliki keanekaragaman jenis yang
rendah. Keanekaragaman jenis yang tinggi menunjukkan bahwa
suatu komunitas memiliki kompleksitas yang tinggi, karena di
dalam komunitas itu terjadi interaksi antara jenis yang tinggi.

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 64


Dominansi suatu jenis merupakan nilai yang menunjukkan
penguasaan suatu jenis terhadap komunitas.
Beberapa lokasi banyak ditemukan jenis tanaman nipah.
Tanaman nipah (Nypa fruticans Wurmb) merupakan tanaman sejenis
palmae (palma), dari subfamili nipoideae yang tumbuh di lingkungan
hutan bakau atau daerah pasang surut dekat tepi laut (Rachman dan
Sudarto, 1991). Nama ilmiah dari trumbuhan nipah adalah Nypa
fruticans Wurmb. Di Indonesia tanaman ini disebut nipah, di Filipina
(tagalog) disebut losa, di Inggris di sebut palm, dan di Malaysia
disebut nipah. (Wikipedia Indonesia).
Tanaman nipah (Nypafruticans Wurmb) biasanya banyak
terdapat di sepanjang tepi sungai-sungai besar yang berair payau di
daerah-daerah yang berawa-rawa. Di daerah ini nipah dapat tumbuh
dengan subur. Nipah masih sering dianggap sebagai tanaman liar
yang tidak bermanfaat, potensi sebagai sumber pemanis sampai saat
ini belum termanfaatkan secara maksimal dan masih belum banyak
dibudidayakan orang, kecuali oleh penduduk disekitar hutan nipah
yang telah memanfaatkannya untuk berbagai keperluan hidup antara
lain menjadikan sebagai gula pasir, gula semut, dan gula merah.

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 65


BAB V
POTENSI BIOMASSA HUTAN
MANGROVE
5.1 KOMPOSISI JENIS
Komposisi jenis tananam mangrove di Kabupaten Indragiri
Hilir diperoleh dengan menggabungkan seluruh jenis yang dijumpai
pada plot contoh di wilayah kajian yang telah dipilih berdasrkan
luasan hutan mangrove disetiap kecamatan. Plot contoh yang dibuat
sebanyak 225 plot contoh yang dibuat dilokasi Kecamatan Mandah,
Kecamatan Tanah Merah dan Kecamatan Kuala Indragiri. Deskripsi
jumlah dan luas plot contoh dari keseluruhan plot dapat dilihat pada
Tabel 5.1.

Tabel 5.1 Deskripsi Jumlah dan Luas Plot Contoh


No Risalah Jumlah Plot Luas (Ha)
1 Pohon 225 2,2500
2. Pancang 225 0,5625
3. Semai 225 0,0900
Sumber : Hasi Survey Lapangan Tahun 2013

Jenis-jenis tanaman yang dominan ditemukan di hutan


mangrove pada plot contoh terdapat 10 jenis tanaman mangrove
dan dikelompokan menjadi 8 jenis mangrove. Jenis-jenis tersebut
adalah Bakau (Rhizopora apiculata dan Rh. mucronata), Tumu
(Bruguiera sexangula), Nyirih (X. granatum), Api-api (Avicennia
marina dan Avicennia alba), Pedada (S. Alba dan S. caseolaris),
Lankopi, Perepat (Sonerata caeolaris), Daek (Rhizophora mucronata),
Tongah (Ceriops tagal), Perepat (Sonneratia alba) Nipah(Nypa
fruticans).

5.2.5. Komposisi Jenis Tingkat Pohon

67
ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE
Berdasarkan hasil perhitungan terhadap nilai frekuensi (F),
frekuensi relatif (FR), kerapatan (K), kerapatan relatif (KR), dominansi
(D), dominansi pada seluruh plot yang dibuat pada hutan mangrove
diketahui bahwa jenis pohon Nyirih (Xylocarpus granatum) dan
Bakau (Rhizophora apiculata)mendominasi jenis tanamanmangrove.
Nilai INP yang diperoleh pada masing-masing lokasi pengambilan
plot dapat dilihat pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2 Komposisi Jenis Pohon Hutan Mangrove pada Plot


Contoh Vegetasi di Kabupaten Indragiri Hilir
No Jenis Nama Latin KR DR FR INP
Rhizophora
1. Bakau 29,02% 14,78% 31,52% 75,33%
apiculata
Rhizophora
2. Daek 1,72% 16,58% 3,02% 21,31%
mucronata
Xylocarpus
3. Nyirih 46,72% 18,82% 33,03% 98,57%
granatum
Bruguiera
4. Tumu 17,04% 16,54% 25,79% 59,38%
sexangula
Ceriops
5. Tongah 0,84% 10,19% 1,66% 12,69%
tagal
Sonneratia
6. Perepat 0,13% 8,22% 0,45% 8,80%
alba
Avicennia
7. Api-api 4,54% 14,86% 4,52% 23,92%
alba
Total 100,00% 100,00% 100,00% 300,00%
Sumber : Hasi Survey Lapangan Tahun 2013

Komposisi jenis vegetasi mangrove pada tingkat pohon pada


keseluruhan plot pengamatan contoh di masing-masing tempat
pengambilan plot, menunjukan bahwa pohon jenis Nyirih
(Xylocarpus granatum) mendominasi hampir diseluruh wilayah
pengambilan plot contoh dengan nilai INP tertinggi yaitu 98,57 %
yang diikuti oleh tanaman Bakau (Rhizophora apiculata) dengan nilai
INP 75,33 %. Secara keseluruhan kedua jenis ini sama-sama
mendominasi disetiap areal pengambilan contoh.
Nilai INP tanaman Nyirih dan bakau yang memiliki nilai INP
paling tinggi menggambarkan bahwa kedua tanaman tersebut
memiliki kerapatan dan dominansi yang tinggi dibandingkan
tanaman lainnya. Nilai INP pada masing-masing jenis dapat
menggambarkan bahwa di Kabupaten Indragiri Hilir jumlah

68
ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE
biomassa dan karbon yang tersimpan terbesar terdapat pada kedua
jenis tanaman tersebut diluar tanaman nipah. Semakin besar nilai
INP nya, maka indikasi jumlah biomassa dan karbonnya akan
semakin besar. Komposisi jenis, selanjutnya akan dibahas
berdasarkan pengambilan plot contoh disetiap kecamatan, yaitu
Kecamatan Mandah, Kecamatan Tanah Merah dan Kecamatan Kuala
Indragiri.
Berdasarkan data pada Tabel 2, Rh. apiculata , Rh.
mucronata, Xylocarpus granatumdan Bruguiera spp. dapat tumbuh
dan berkembang di lokasi kajian dengan salinitas antara 10 -40%.
Habitat tempat tumbuh tersebut memiliki kelas tekstur tanah yang
umumnya di dominasi oleh liat dan debu yang masuk ke dalam kelas
tekstur tanah liat sampai liat berdebu. Menurut Hutching dan
Saenger (1987), kondisi areal seperti itu merupakan habitat yang
sesuai untuk tempat tumbuh Rhizophora spp. dan Bruguiera spp.
pada umumbya Rhizopora spp. dan Bruguiera spp. dapat tumbuh
baik pada areal yang memiliki kadar garam antara 28 34 , namun
populasi jenis Bruiguera spp. di areal hutan mangrove di Indragiri
Hilir tidak terlalu dominan, karena kalah bersaing dengan Rh.
apiculata, yang memiliki habitat yang sama dengan jenis Bruiguera
spp.
Menurut Hutching dan Saenger (1987) , Waston (1928) dan
Anwar et al. (1984) , Rh. mucronata dan Rh . apiculata dapat tumbuh
pada kondisis habitat yang agak basah dan salinitas 10 -30 ,
sedangkan khusus untuk Rh . mucronata umumnya dapat ditemukan
di pinggir pinggir sungai . pada areal yang memiliki salinitas
mendekati 10 %, biasanya merupakan blok yang berbatasan dengan
hutan rawa dan pantai , akan terjadi asosiasi antara jenis jenis
pohon dominan di ekosistem hutan rawa dengann jenis Bruiguiera
spp. dan Xylocarpus spp.
Tanaman bakau dan nyirih banyak ditemukan pada areal
yang didekat dengan sungai. Pada areal sekitar sungai umunya
memiliki tekstur tanah berlumpur dengan proporsi liat sekitar 61 %,
serta aliran air di sepanjang sugai menyebabkan buah Rh. muronata
mudah terbawa , sehingga membantu penyebaran bagi jenis tanaman
tersebut.
Tanaman jenis api-api (Avicenniaspp) banyak terdapat di Kula
Enok Tanam Merah. Faktor yang mempengaruhinya adalah daerah

69
ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE
tersebut dekat dengan laut, dengan karakteristik lumpur lembek
sampai substart agak keras, dengan kadar salinitas > 40 %.
Penyebaran tanaman pada masing-masing wilayah pengambilan plot
cotoh dijelaskan pada sub-sub bab berikutnya.

5.2.6. Komposisi Jenis Tingkat Pancang


Berdasarkan hasil perhitungan terhadap nilai frekuensi (F),
frekuensi relatif (FR), kerapatan (K), kerapatan relatif (KR), pada
seluruh plot yang dibuat pada hutan mangrove diketahui bahwa jenis
pohon Bakau (Rhizophora apiculata) memiliki frekwensi kerapatan
paling tinggi sebesar 31,73 % dibanding tanaman lainnya, diikuti
tanaman Nyirih (Xylocarpus granatum) dan Tumu (Bruguiera
sexangula). FR terendah terdapat pada tanaman tongah sebesar 0,48
%. Nilai FR pancang berkolerasi dengan keberadaan tegakan pada
setiap plot contoh. Nilai INP yang diperoleh pada masing-masing
lokasi pengambilan plot dapat dilihat pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3 Komposisi Jenis Pancang Hutan Mangrove pada Plot


Contoh Vegetasi di Kabupaten Indragiri Hilir

No Jenis Nama Latin KR FR INP


Rhizophora
1. Bakau 35,83% 33,52% 69,35%
apiculata
Rhizophora
2. Daek 1,69% 2,48% 4,17%
mucronata
Xylocarpus
3. Nyirih 31,94% 31,81% 63,75%
granatum
Bruguiera
4. Tumu 25,90% 26,86% 52,76%
sexangula
5. Tongah Ceriops tagal 0,54% 0,57% 1,11%
Sonneratia
6. Perepat 0,43% 1,14% 1,57%
alba
Avicennia
7. Api-api 3,67% 3,62% 7,29%
alba
Total 100,00% 100,00% 200,00%
Sumber : Hasi survey Lapangan Tahun 2013

70
ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE
Dengan melihat nilai INP, Komposisi jenis tingkat pancang
pada keseluruhan plot pengamatan contoh di masing-masing tempat
pengambilan plot, menunjukan bahwa pohon jenis Bakau
(Rhizophora apiculata) mendominasi hampir diseluruh wilayah
pengambilan plot contoh dengan nilai INP tertinggi yaitu 69,35 %
yang diikuti oleh tanaman Bakau Nyirih (Xylocarpus granatum)
dengan nilai INP 63,75 %. Secara keseluruhan kedua jenis ini sama-
sama mendominasi disetiap areal pengambilan contoh.
Nilai INP tanaman Nyirih dan bakau yang memiliki nilai INP
paling tinggi menggambarkan bahwa kedua tanaman tersebut
memiliki kerapatan dan frekwensi yang tinggi dibandingkan
tanaman lainnya. Nilai INP pada masing-masing jenis dapat
menggambarkan bahwa di Kabupaten Indragiri Hilir jumlah
biomassa dan karbon yang tersimpan pada tingkat pancang terbesar
terdapat pada kedua jenis tanaman tersebut.

5.2.7. Komposisi Jenis Tingkat Semai


Berdasarkan hasil perhitungan terhadap nilai frekuensi (F),
frekuensi relatif (FR), kerapatan (K), kerapatan relatif (KR), pada
seluruh plot yang dibuat pada hutan mangrove diketahui bahwa jenis
pohon Bakau (Rhizophora apiculata) memiliki frekwensi kerapatan
paling tinggi dibanding tanaman lainnya, diikuti tanaman Nyirih
(Xylocarpus granatum) dan Tumu (Bruguiera sexangula). Nilai INP
yang diperoleh pada masing-masing lokasi pengambilan plot dapat
dilihat pada Tabel 5.4.

Tabel 5.4 Komposisi Jenis Semai Pada Hutan Mangrove pada Plot
Contoh Vegetasi di Kabupaten Indragiri Hilir
No Jenis Nama Latin KR FR INP
Rhizophora
1. Bakau 40,68% 37,07% 77,76%
apiculata
Rhizophora
2. Daek 3,22% 3,66% 6,88%
mucronata
Xylocarpus
3. Nyirih 35,19% 33,90% 69,09%
granatum
Bruguiera
4. Tumu 15,88% 20,49% 36,37%
sexangula
5. Tongah Ceriops tagal 0,54% 0,49% 1,02%

71
ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE
Avicennia
6. Api-api 4,49% 4,39% 8,88%
alba
100,00 200,00
Total 100,00%
% %
Sumber : Hasi survey Lapangan Tahun 2013

Komposisi jenis tingkat semai pada keseluruhan plot


pengamatan contoh di masing-masing tempat pengambilan plot,
menunjukan bahwa pohon jenis Bakau (Rhizophora apiculata)
mendominasi hampir diseluruh wilayah pengambilan plot contoh
dengan nilai INP tertinggi yaitu 77,76 % yang diikuti oleh tanaman
Nyirih (Xylocarpus granatum) dengan nilai INP 69,09 %. Secara
keseluruhan kedua jenis ini sama-sama mendominasi disetiap areal
plot contoh.

5.2 KOMPOSISI JENIS DI LOKASI CONTOH UJI


5.2.1. Kecamatan Mandah
Risalah plot contoh di kecamatan mandah, dibuat sebanyak
88plot contoh yang terbagi kedalam 6 lokasi pengambilan sample,
yaitu sungai Kempas dan Sungai Entap, Antara Sungai Bente dan
Sungai Ganda Jaya, Sungai Pandan, Sungai Bekawan, Batang Pedada
dan Kuala Pelaras. Deskripsi jumlah dan luas plot contoh di
Kecamatan mandah dapat dilihat pada Tabel 5.5. Untuk Penyebaran
plot contoh dan peta plot contoh disetaplokasi dapat dilihat pada
Gambar 5.1 5.4. Penyebaran plot contoh serta.

Tabel 5.5 Deskripsi Jumlah dan Luas Plot Contoh


No Lokasi Risalah Jumlah Luas
Plot (Ha)
1 Sungai Kempas dan Pohon 10 0,1000
Sungai Entap Pancang 10 0,0250
Semai 10 0,0040
2 Antara Sungai Bente Pohon 22 0,2200
dan Sungai Ganda Pancang 22 0,0550
Jaya Semai 22 0,0088
3 Sungai Pandan Pohon 8 0,0800
Pancang 8 0,0200
Semai 8 0,0032

72
ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE
No Lokasi Risalah Jumlah Luas
Plot (Ha)
4 Sungai Bekawan Pohon 18 0,1800
Pancang 18 0,0450
Semai 18 0,0072
5 Batang Pedada Pohon 11 0,1100
Pancang 11 0,0275
Semai 11 0,0044
6 Kuala Pelaras Pohon 19 0,1900
Pancang 19 0,0475
Semai 19 0,0076
Sumber : Hasi survey Lapangan Tahun 2013

Jenis-jenis tanaman yang ditemukan di hutan mangrove pada


plot contoh di Kecamatan Mandah adalah Bakau dan Daek (Rh.
Apiculata dan Rh.Mucronata), Tumu (Bruguiera sexangula), Nyirih (X.
granatum), Api-api (Avicennia marina) dan Avicennia alba), Pedada
(S. Alba dan S. caseolaris).
Survei vegetasi mangrove di Kecamatan Mandah dilakukan
pada Sungai Kempas, Sungai Entap, antara Sungai Bente dan Sungai
Ganda Jaya, Sungai Pandan, Sungai Bekawan, Batang Pedada dan
Kuala Pelaras. Berikut ini dapat dilihat komposisi jenis mangrove di
masing-masing lokasi.

Tabel 5.6 Komposisi Jenis Mangrove di Kecamatan Mandah


No Lokasi Jumlah Jenis-Jenis Mangrove
1 Sungai Kempas 5 jenis Bakau (Rhizophora
dan Sungai apiculata), Nyirih
Entap (Xylocarpus granatum),
Tumu (Bruguiera
sexangula), Daek
(Rhizophora mucronata),
Tonga (Ceriops tagal)
2 Antara Sungai 6 jenis Bakau (Rhizophora
Bente dan apiculata), Nyirih
Sungai Ganda (Xylocarpus granatum),
Jaya tumu (Bruguiera
sexangula), Daek

73
ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE
No Lokasi Jumlah Jenis-Jenis Mangrove
(Rhizophora mucronata),
Tonga (Ceriops tagal),
Perepat (Sonneratia alba)

3 Sungai Pandan 4 jenis Bakau (Rhizophora


apiculata), Nyirih
(Xylocarpus granatum),
Tumu (Bruguiera
sexangula), Daek
(Rhizophora mucronata)
4 Sungai Bekawan 4 jenis Bakau (Rhizophora
apiculata), Nyirih
(Xylocarpus granatum),
tumu (Bruguiera
sexangula), Daek
(Rhizophora mucronata)
5 Batang Pedada 5 jenis Bakau (Rhizophora
apiculata), Nyirih
(Xylocarpus
granatum),Tumu
(Bruguiera sexangula),
Daek (Rhizophora
mucronata), Tonga
(Ceriops tagal)
6 Kuala Pelaras 4 jenis Bakau (Rhizophora
apiculata), Nyirih
(Xylocarpus
granatum),Tumu
(Bruguiera sexangula),
Daek (Rhizophora
mucronata)
Suber : Hasil Inventarisasi Tahun 2013

74
ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE
Gambar 5.1 Peta Transek di Kecamatan Mandah

75
ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE
Gambar 5.2 Peta Plot Transek 1 dan 2 di Kecamatan Mandah

76
ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE
Gambar 5.3 Peta Plot Transek 3 dan 4 di Kecamatan Mandah

77
ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE
Gambar 5.4 Peta Plot Transek 5 dan 6 di Kecamatan Mandah

Berdasarkan tabel 5.6 dapat dilihat bahwa di Kecamatan


Mandah ditemukan jenis-jenis mangrove berkisar antara 4-6 jenis
dimana lokasi antara Sungai Bente dan Sungai Ganda Jaya memiliki
jumlah jenis terbanyak yakni sebanyak 6 jenis. Pada lokasi antara
Sungai Bente dan Sungai Ganda Jaya ditemukan jenis perepat
(Sonneratia alba).

5.2.2.5. Komposisi Jenis Tingkat Pohon


Berdasarkan hasil perhitungan terhadap nilai frekuensi (F),
frekuensi relatif (FR), kerapatan (K), kerapatan relatif (KR), dominansi
(D), dominansi pada seluruh plot yang dibuat pada hutan mangrove
diketahui bahwa jenis pohon Nyirih (Xylocarpus granatum)dan
Bakau (Rhizophora apiculata)mendominasi jenis tanamanmangrove.
Nilai INP yang diperoleh pada masing-masing lokasi pengambilan
plot dapat dilihat pada Tabel 5.7.

Tabel 5.7 Komposisi Jenis Pohon Hutan Mangrove pada Plot Contoh
Vegetasi di Kecamatan mandah

78
ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE
Lokasi Jenis KR DR FR INP
Sungai Kempas Bakau 14,81% 23,21% 23,33% 61,35%
dan Sungai Entap Daek 3,70% 17,53% 10,00% 31,24%
Nyirih 65,74% 28,21% 33,33% 127,29%
Tongah 1,85% 8,41% 6,67% 16,93%
Tumu 13,89% 22,64% 26,67% 63,20%
Total 100,00% 100,00% 100,00% 300,00%
Sungai Bente dan Bakau 29,69% 14,88% 27,78% 72,35%
Sungai Ganda
Daek 1,17% 22,86% 2,78% 26,81%
Jaya
Nyirih 48,83% 23,26% 30,56% 102,64%
Perepat 1,17% 10,71% 4,17% 16,04%
Tongah 4,30% 8,49% 8,33% 21,12%

Tumu 14,84% 19,80% 26,39% 61,03%


Total 100,00% 100,00% 100,00% 300,00%
Bakau 28,57% 26,53% 34,78% 89,88%
Sungai Pandan
Daek 1,30% 14,62% 4,35% 20,27%
Nyirih 50,65% 33,88% 34,78% 119,31%
Tumu 19,48% 24,97% 26,09% 70,54%
Total 100,00% 100,00% 100,00% 300,00%
Bakau 27,84% 19,54% 35,29% 82,68%
Sungai Bekawan
Daek 2,84% 31,27% 3,92% 38,04%
Nyirih 52,27% 26,95% 35,29% 114,52%
Tumu 17,05% 22,23% 25,49% 64,77%
Total 100,00% 100,00% 100,00% 300,00%
Bakau 29,13% 17,50% 31,43% 78,06%
Batang Pedada Daek 1,57% 25,96% 2,86% 30,39%
Nyirih 49,61% 23,74% 31,43% 104,77%
Tongah 2,36% 14,01% 2,86% 19,23%
Tumu 17,32% 18,79% 31,43% 67,54%
Total 100,00% 100,00% 100,00% 300,00%
Bakau 29,25% 23,16% 31,48% 83,88%
Kuala Belaras
Daek 1,89% 24,45% 5,56% 31,89%
Nyirih 52,83% 29,62% 35,19% 117,63%

79
ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE
Lokasi Jenis KR DR FR INP
Tumu 16,04% 22,78% 27,78% 66,60%
Total 100,00% 100,00% 100,00% 300,00%
Sumber : Hasil Survey Lapangan Tahun 2013

Komposisi jenis vegetasi mangrove pada tingkat pohon pada


keseluruhan plot pengamatan contoh di masing-masing tempat
pengambilan plot, menunjukkan bahwa pohon jenis Nyirih
(Xylocarpus granatum) mendominasi hampir diseluruh wilayah
pengambilan plot contoh dengan nilai INP tertinggi yaitu 127,29 %
dilokasi Sungai Kempas dan Sungai Entap yang diikuti oleh tanaman
Bakau (Rhizophora sp.) dengan nilai INP 89,88 % disungai Pandan.
Secara keseluruhan kedua jenis ini sama-sama mendominasi disetiap
areal pengambilan contoh. Tanaman nipah, jarang dijumpai di
Kecamatan mandah.
Nilai INP tanaman Nyirih dan bakau yang memiliki nilai INP
paling tinggi menggambarkan bahwa kedua tanaman tersebut
memiliki kerapatan dan dominansi yang tinggi dibandingkan
tanaman lainnya. Nilai INP pada masing-masing jenis dapat
menggambarkan bahwa di Kecamatan Mandah jumlah biomassa dan
karbon yang tersimpan terbesar terdapat padaedua jenis tanaman
tersebut. Semakin besar nilai INP nya, maka indikasi jumlah
biomassa dan karbonnya akan semakin besar.

5.2.2.6. Komposisi Jenis Tngkat Pancang


Berdasarkan hasil perhitungan terhadap nilai frekuensi (F),
frekuensi relatif (FR), kerapatan (K), dan kerapatan relatif (KR)pada
seluruh plot yang dibuat pada hutan mangrove diketahui bahwa jenis
pohon dibeberapa tempat seperti Sungai Kempas dan Sungai Entap,
Sungai Bente dan Sungai Ganda Jaya, Sungai Bekawan dan batang
Pedada, tanaman jenis Nyirih (Xylocarpus granatum) memiliki nilai
INP paling tinggi dibandingkan tanaman lainnya. Sedangkan
tanaman pada tingkat Pancang untuk jenis Bakau (Rhizophora
apiculata) mendominasi jenis tanamanmangrove di Sungai pandan.
Nilai INP yang diperoleh pada masing-masing lokasi
pengambilan plot dapat dilihat pada Tabel 5.8.

80
ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE
Tabel 5.8 Komposisi Jenis Pohon Hutan Mangrove pada Plot
Contoh Vegetasi di Kecamatan mandah
Lokasi Jenis KR FR INP
Sungai Kempas dan Sungai Bakau 25,17% 31,03% 56,20%
entap Daek 6,12% 6,90% 13,02%
Nyirih 38,10% 34,48% 72,58%
Tongah 4,08% 3,45% 7,53%

Tumu 26,53% 24,14% 50,67%


Total 100,00% 100,00% 200,00%
Sungai Bente dan Sungai Bakau 27,52% 29,55% 57,06%
Ganda Jaya Daek 4,70% 4,55% 9,24%
Nyirih 42,28% 36,36% 78,65%
Perepat 0,00% 0,00% 0,00%
Tongah 0,00% 0,00% 0,00%

Tumu 25,50% 29,55% 55,05%


Total 100,00% 100,00% 200,00%
Sungai Pandan Bakau 62,86% 58,33% 121,19%
Daek 0,00% 0,00% 0,00%
Nyirih 34,29% 33,33% 67,62%
Tumu 2,86% 8,33% 11,19%
Total 100,00% 100,00% 200,00%
Sungai Bekawan Bakau 30,11% 26,92% 57,03%
Daek 8,60% 7,69% 16,29%
Nyirih 32,26% 34,62% 66,87%
Tumu 29,03% 30,77% 59,80%
Total 100,00% 100,00% 200,00%
Batang Pedada Bakau 45,98% 36,36% 82,34%
Daek 4,60% 4,55% 9,14%
Nyirih 25,29% 27,27% 52,56%
Tongah 4,60% 4,55% 9,14%
Tumu 19,54% 27,27% 46,81%
Total 100,00% 100,00% 200,00%
Kuala Belaras Bakau 40,86% 37,21% 78,07%
Daek 0,00% 0,00% 0,00%
Nyirih 28,49% 32,56% 61,05%
Tumu 30,65% 30,23% 60,88%
Total 100,00% 100,00% 200,00%

81
ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE
5.2.2.7. Komposisi Jenis Tingkat Semai
Berdasarkan hasil perhitungan terhadap nilai frekuensi (F),
frekuensi relatif (FR), kerapatan (K), kerapatan relatif (KR)pada
seluruh plot yang dibuat pada hutan mangrove diketahui bahwa jenis
pohon Nyirih (Xylocarpus granatum) dan Bakau (Rhizophora
apiculata) mendominasi jenis tanaman mangrove. Nilai INP yang
diperoleh pada masing-masing lokasi pengambilan plot dapat dilihat
pada Tabel 5.9.

Tabel 5.9 Komposisi Jenis Tingkat Semai Mangrove pada Plot


Contoh Vegetasi di Kecamatan Mandah

Lokasi Jenis KR FR INP


Sungai Kempas dan Bakau 42,37% 40,91% 83,28%
Sungai entap Daek 3,39% 4,55% 7,94%
Nyirih 40,68% 36,36% 77,04%
Tongah 0,00% 0,00% 0,00%

Tumu 13,56% 18,18% 31,74%


Total 100,00% 100,00% 200,00%
Sungai Bente dan Bakau 40,43% 39,13% 79,56%
Sungai Ganda Jaya Daek 3,55% 4,35% 7,89%
Nyirih 35,46% 32,61% 68,07%
Perepat 0,00% 0,00% 0,00%
Tongah 0,00% 0,00% 0,00%

Tumu 20,57% 23,91% 44,48%


Total 100,00% 100,00% 200,00%
Sungai Pandan Bakau 33,33% 31,25% 64,58%
Daek 0,00% 0,00% 0,00%
Nyirih 51,85% 43,75% 95,60%
Tumu 14,81% 25,00% 39,81%
Total 100,00% 100,00% 200,00%
Sungai Bekawan Bakau 37,76% 32,35% 70,12%
Daek 4,90% 5,88% 10,78%
Nyirih 35,66% 35,29% 70,96%
Tongah 2,80% 2,94% 5,74%
Tumu 18,88% 23,53% 42,41%
Total 100,00% 100,00% 200,00%

82
ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE
Lokasi Jenis KR FR INP
Batang Pedada Bakau 45,26% 39,13% 84,39%
Daek 3,16% 4,35% 7,51%
Nyirih 44,21% 39,13% 83,34%
Tongah 0,00% 0,00% 0,00%
Tumu 7,37% 17,39% 24,76%
Total 100,00% 100,00% 200,00%
Kuala Belaras Bakau 46,70% 41,03% 87,73%
Daek 7,69% 7,69% 15,38%
Nyirih 37,36% 41,03% 78,39%
Tumu 8,24% 10,26% 18,50%
Total 100,00% 100,00% 200,00%
Sumber : Hasil Survey Lapangan Tahun 2013

Gambar 5.5 Kondisi Lapangan Hutan Mangrove di Kecamatan


Mandah

83
ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE
Gambar 5.6 Kondisi Lapangan Hutan Mangrove di Kecamatan
Mandah

5.2.2. Kecamatan Tanah Merah


Risalah plot contoh di kecamatan Tanah Merah, dibuat
sebanyak 81 plot contoh yang terbagi kedalam 6 lokasi pengambilan
sample, yaitu Sungai Besar, Sungai Buaya, Sungai Kemang, Sungai
Bandung, Tanjung Harapan dan Tanjung Pasir. Deskripsi jumlah dan
luas plot contoh di Kecamatan mandah dapat dilihat pada Tabel 5.10.
Untuk Penyebaran plot contoh dan peta plot contoh disetiaplokasi
dapat dilihat pada Gambar 5.8 5.10.

Tabel 5.10 Deskripsi Jumlah dan Luas Plot Contoh


Jumlah Luas
No Lokasi Risalah
Plot (Ha)
1 Sungai Besar Pohon 16 0,1600
Pancang 16 0,0400
Semai 16 0,0064
2 Sungai Buaya Pohon 22 0,2200
Pancang 22 0,0550

84
ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE
Jumlah Luas
No Lokasi Risalah
Plot (Ha)
Semai 22 0,0088
3 Sungai Kemang Pohon 6 0,0600
Pancang 6 0,0150
Semai 6 0,0024
4 Sungai Bandung Pohon 14 0,1400
Pancang 14 0,0350
Semai 14 0,0056
5 Tanjung Harapan Pohon 16 0,1600
Pancang 14 0,0350
Semai 14 0,0056
6 Tanjung Pasir Pohon 7 0,0700
Pancang 7 0,0175
Semai 7 0,0028
Sumber : Hasi survey Lapangan Tahun 2013

Tabel 5.11 Komposisi Jenis Mangrove di Kecamatan Tanah Merah


Jumlah Jenis
No Lokasi Jenis-Jenis Mangrove
Mangrove
1. Sungai Besar 6 jenis Bakau (Rhizophora
apiculata), Nyirih
(Xylocarpus
granatum), Tumu
(Bruguiera
sexangula), nipah
(Nypa fruticans), api
(Avicennia alba) dan
lankopi
2. Sungai Buaya 5 jenis Bakau (Rhizophora
apiculata), Nyirih
(Xylocarpus
granatum), Tumu
(Bruguiera
sexangula), nipah
(Nypa fruticans)

85
ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE
Jumlah Jenis
No Lokasi Jenis-Jenis Mangrove
Mangrove
3. Sungai 5 jenis Bakau (Rhizophora
kemang apiculata), Nyirih
(Xylocarpus
granatum), Tumu
(Bruguiera
sexangula), nipah
(Nypa fruticans)

4. Sungai 5 jenis Bakau (Rhizophora


Bandung apiculata), Nyirih
(Xylocarpus
granatum), Tumu
(Bruguiera
sexangula), nipah
(Nypa fruticans)

5. Tanjung 5 jenis Bakau (Rhizophora


Harapan apiculata), Nyirih
(Xylocarpus
granatum), Tumu
(Bruguiera
sexangula), nipah
(Nypa fruticans)

6. Tanjung Pasir 5 jenis Bakau (Rhizophora


apiculata), Nyirih
(Xylocarpus
granatum), Tumu
(Bruguiera
sexangula), nipah
(Nypa fruticans)

Sumber : Hasi survey Lapangan Tahun 2013


Dari hasil survey lokasi, jenis-jenis tanaman yang ditemukan
di hutan mangrove adalah Bakau (Rh. Apiculata dan Rh.Mucronata),
Tumu (Bruguiera sexangula), Nyirih (X. granatum), Api-api (Avicennia
marina dan Avicennia alba), Pedada (S. Alba dan S. caseolaris), jenis
lankopi dan Nipah (Nypa fruticans). Tanaman jenis lankopi

86
ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE
merupakan tanaman yang sudah langka yang hanya ditemui di salah
satu plot di lokasi Sungai Besar. Tanaman ini berdasarkan informasi
merupakan tanaman yang paling banyak di tebang untuk memenuhi
kebutuhan cerocok maupun kebutuhan bangunan lainnya oleh
masyarakat. Selain itu tanaman ini sangat baik untuk bahan baku
arang. Tingginya eksploitasi tanaman ini yang tidak di imbangi
dengan pengayaan, dimungkinkan menjadi penyebab sulitnya
dijumpai tananaman jenis ini di lapangan.
Survei vegetasi mangrove di Kecamatan Mandah dilakukan
pada Sungai Besar, Sungai Buaya dan Sungai Kemang. Tabel 5.11
memperlihatkan komposisi jenis mangrove di masing-masing lokasi.

Gambar 5.7 Peta Transek di Kecamatan Tanah Merah

87
ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE
Gambar 5.8 Peta Plot Transek 1 dan 2 di Kecamatan Tanah Merah

88
ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE
Gambar 5.9 Peta Plot Transek 3 dan 4 di Kecamatan Mandah

89
ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE
Gambar 5.10 Peta Plot Transek 5 dan 6 di Kecamatan Mandah

Berdasarkan Tabel 5.12. dapat dilihat bahwa di Kecamatan


Mandah ditemukan jenis-jenis mangrove berkisar antara 5-6 jenis
dimana lokasi sungai besar memiliki jumlah jenis terbanyak yakni
sebanyak 6 jenis.

90
ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE
5.2.3.5. Komposisi Jenis Pohon Mangrove di Kecamatan Tanah
Merah
Berdasarkan hasil perhitungan terhadap nilai frekuensi (F),
frekuensi relatif (FR), kerapatan (K), kerapatan relatif (KR), dominansi
(D), dominansi pada seluruh plot yang dibuat pada tabel berikut.

Tabel 5.12 Komposisi Jenis Hutan Mangrove pada Plot Contoh


Vegetasi di Kecamatan Tanah Merah
Lokasi Jenis KR DR FR INP
Api-api 8,15% 18,23% 8,89% 35,27%
Sungai
Bakau 39,26% 26,68% 33,33% 99,28%
Besar
Nyirih 33,33% 28,45% 31,11% 92,90%
Tumu 19,26% 26,63% 26,67% 72,56%
Total 100,00% 100,00% 100,00% 300,00%
Api-api 18,78% 24,87% 15,79% 59,44%
Sungai
Bakau 32,04% 21,56% 33,33% 86,94%
Buaya
Nyirih 37,02% 30,02% 35,09% 102,13%
Tumu 12,15% 23,55% 15,79% 51,49%
Total 100,00% 100,00% 100,00% 300,00%
Api-api 8,57% 23,67% 5,88% 38,12%
Sungai Bakau 28,57% 24,32% 35,29% 88,19%
Kemang Nyirih 37,14% 28,59% 29,41% 95,14%
Tumu 25,71% 23,42% 29,41% 78,55%
Total 100,00% 100,00% 100,00% 300,00%
Api-api 5,97% 21,54% 7,14% 34,66%
Sungai Bakau 30,60% 23,83% 30,95% 85,38%
Bandung Nyirih 38,06% 29,77% 33,33% 101,16%
Tumu 25,37% 24,85% 28,57% 78,80%
Total 100,00% 100,00% 100,00% 300,00%
Api-api 23,43% 25,35% 18,52% 67,30%
Tanjung Bakau 25,14% 23,59% 29,63% 78,36%
Harapan Nyirih 33,14% 25,98% 29,63% 88,76%
Tumu 18,29% 25,07% 22,22% 65,58%
Total 100,00% 100,00% 100,00% 300,00%

91
ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE
Api-api 11,11% 21,07% 15,79% 47,97%
Tanjung Bakau 24,07% 16,86% 26,32% 67,25%
Pasir Nyirih 46,30% 26,48% 31,58% 104,36%
Tumu 18,52% 35,59% 26,32% 80,42%
Total 100,00% 100,00% 100,00% 300,00%
Sumber : Hasil Survey Lapangan Tahun 2013

hutan mangrove diketahui bahwa jenis pancang Bakau (Rhizophora


apiculata), Nyirih (Xylocarpus granatum), dan Tumu (Bruguiera
sexangula), mendominasi jenis tanaman mangrove. Nilai INP yang
diperoleh pada lokasi pengambilan plot dapat dilihat pada Tabel
5.12.

5.2.3.6. Komposisi Tingkat Pancang Tanaman Mangrove di


Kecamatan Tanah Merah
Berdasarkan hasil perhitungan terhadap nilai frekuensi (F), frekuensi
relatif (FR), kerapatan (K), kerapatan relatif (KR), pada seluruh plot
yang dibuat pada hutan mangrove dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.13 Komposisi Jenis Tingkat Pancang pada Hutan Mangrove


pada Plot Contoh Vegetasi di Kecamatan Tanah Merah
Lokasi Jenis KR FR INP
Api-
api 8,49% 10,53% 19,02%
Sungai Besar Bakau 35,14% 36,84% 71,98%
Nyirih 31,27% 26,32% 57,59%
Tumu 25,10% 26,32% 51,41%
Total 100,00% 100,00% 200,00%
Api-
api 9,66% 12,31% 21,97%
Sungai Buaya Bakau 38,89% 33,85% 72,74%
Nyirih 28,74% 30,77% 59,51%
Tumu 22,71% 23,08% 45,78%
Total 100,00% 100,00% 200,00%
Api-
Sungai Kemang api 7,27% 5,56% 12,83%
Bakau 26,36% 27,78% 54,14%

92
ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE
Nyirih 26,36% 33,33% 59,70%
Tumu 40,00% 33,33% 73,33%
Total 100,00% 100,00% 200,00%
Api-
api 4,31% 5,41% 9,72%
Sungai Bandung Bakau 37,07% 32,43% 69,50%
Nyirih 33,19% 35,14% 68,32%
Tumu 25,43% 27,03% 52,46%
Total 100,00% 100,00% 200,00%
Api-
api 2,65% 5,41% 8,06%
Tanjung Harapan Bakau 34,85% 32,43% 67,28%
Nyirih 31,06% 29,73% 60,79%
Tumu 31,44% 32,43% 63,87%
Total 100,00% 100,00% 200,00%
Api-
api 11,11% 11,11% 22,22%
Tanjung Pasir Bakau 34,81% 38,89% 73,70%
Nyirih 26,67% 27,78% 54,44%
Tumu 27,41% 22,22% 49,63%
Total 100,00% 100,00% 200,00%
Sumber : Hasil Survey Lapangan Tahun 2013

jenis pohon Bakau (Rhizophora apiculata), Nyirih (Xylocarpus


granatum), Tumu (Bruguiera sexangula), mendominasi pada tingkat
pancang. Nilai INP yang diperoleh pada masing-masing lokasi
pengambilan plot dapat dilihat pada Tabel 5.13.

5.2.3.7. Komposisi Tingkat Semai Tanama Mangrove di


Kecamatan Tanah Merah
Berdasarkan hasil perhitungan terhadap nilai frekuensi (F),
frekuensi relatif (FR), kerapatan (K), kerapatan relatif (KR), pada
seluruh plot yang dibuat pada hutan mangrove diketahui bahwa jenis
pohon Bakau (Rhizophora apiculata), Nyirih (Xylocarpus granatum),
Tumu (Bruguiera sexangula), mendominasi pada tingkat pancang.
Nilai INP yang diperoleh pada masing-masing lokasi pengambilan
plot dapat dilihat pada Tabel 5.14.

93
ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE
Tabel 5.14 Komposisi Jenis Tingkat Semai Hutan Mangrove pada Plot
Contoh Vegetasi di Kecamatan Tanah Merah
Lokasi Jenis KR FR INP
Sungai Besar Api-api 12,00% 14,29% 26,29%
Bakau 44,00% 42,86% 86,86%
Nyirih 22,67% 23,81% 46,48%
Tumu 21,33% 19,05% 40,38%
Total 100,00% 100,00% 200,00%
Sungai Buaya Api-api 13,56% 10,71% 24,27%
Bakau 40,68% 35,71% 76,39%
Nyirih 40,68% 46,43% 87,11%
Tumu 5,08% 7,14% 12,23%
Total 100,00% 100,00% 200,00%
Api-api 10,00% 12,50% 22,50%
Sungai Kemang Bakau 60,00% 37,50% 97,50%
Nyirih 16,67% 25,00% 41,67%
Tumu 13,33% 25,00% 38,33%
Total 100,00% 100,00% 200,00%
Api-api 11,11% 10,00% 21,11%
Bakau 59,72% 50,00% 109,72%
Sungai Bandung
Nyirih 20,83% 30,00% 50,83%
Tumu 8,33% 10,00% 18,33%
Total 100,00% 100,00% 200,00%
Api-api 31,51% 28,57% 60,08%
Bakau 24,66% 33,33% 57,99%
Tanjung Harapan
Nyirih 32,88% 28,57% 61,45%
Tumu 10,96% 9,52% 20,48%
Total 100,00% 100,00% 200,00%
Api-api 20,00% 25,00% 45,00%
Bakau 20,00% 25,00% 45,00%
Tanjung Pasir
Nyirih 40,00% 33,33% 73,33%
Tumu 20,00% 16,67% 36,67%
Total 100,00% 100,00% 200,00%
Sumber : Hasil Survey Lapangan Tahun 2013

94
ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE
Gambar 5.11 Tanaman Nipah dan Bakau di Kecamatan Tanah
Merah

Gambar 5.12 Tanaman Nipah dan Bakau di Kecamatan Tanah


Merah

95
ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE
Gambar 5.13 Kondisi Hutan mangrove di Kecamatan Tanah Merah

5.2.3.8. Diameter dan Tinggi Pohon


Hasil pegukuran pada masing-masing jenis pohon di
seluruh plot contoh di Kecamatan Tanah Merah menunjukan rata-
rata diameter tertinggi pada jenis Nyirih (Xylocarpus granatum)
sebesar 27,30 cm yang ditemukan di sungai Kemang dan rata-rata
terkecil pada jenis Tongah sebesar 12,65 cm pada tanaman lankopi
di Sungai Besar. Sedangkan hasil pengukuran tinggi pohon
menunjukan data sebaran tinggi rata-rata tertinggi 16,56 meter pada
jenis Nyirih di lokasi Tanjung Harapan dan terkecil 10,61 meter pada
jenis tanaman api-api di Sungai Besar. Nilai rata-rata diameter dan
tinggi pada masing-masing jenis pohon di Kecamatan tanah Merah
dapat dilihat pada Tabel 5.15.

Tabel 5.15 Rata-rata Diameter dan Tinggi Pohon Mangrove di


Kecamatan Mandah
Diameter Tinggi
Lokasi Jenis LBDS
(cm) (m)
Sungai Lajau Api-api 19,31 10,61 0,029265
Bakau 23,36 14,09 0,042834
Lankopi 12,65 10,39 0,012562
Nyirih 24,12 15,40 0,045675

96
ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE
Diameter Tinggi
Lokasi Jenis LBDS
(cm) (m)
Tumu 23,34 13,93 0,042758
Sungai Terap Api-api 23,78 13,22 0,044383
Bakau 22,14 12,60 0,038474
Nyirih 26,12 15,44 0,053574
Tumu 23,14 13,74 0,042025
Sungai Buluh Api-api 24,84 11,95 0,048437
Bakau 25,18 15,38 0,049775
Nyirih 27,30 15,74 0,058509
Tumu 24,71 13,58 0,047927
Sungai Merusi .
Belah Api-api 23,48 14,27 0,043259
Bakau 24,69 14,65 0,047857
Nyirih 27,59 16,32 0,059774
Tumu 25,21 15,70 0,049903
Rata-rata 23,84 14,12 0,04461

5.2.3. Kecamatan Kuala Indragiri


Risalah plot contoh di kecamatan Kuala Indragiri, dibuat
sebanyak 56 plot contoh yang terbagi kedalam 4 lokasi pengambilan
sample, yaitu Sungai lajau, Sungai Terap,Sungai Buluh, dan Sungai
Merusi atau Sungai Belah. Deskripsi jumlah dan luas plot contoh di
Kecamatan Kuala Indragri dapat dilihat pada Tabel 5.16. Untuk
Penyebaran plot contoh dan peta plot contoh disetiap lokasi dapat
dilihat pada Gambar 5.14 5.16.

Tabel 5.16 Deskripsi Jumlah dan Luas Plot Contoh


Jumlah Luas
No Lokasi Risalah
Plot (Ha)
1 Sungai Lajau Pohon 10 0,1000
Pancang 10 0,0250
Semai 10 0,0040
2 Sungai Terap Pohon 19 0,1900
Pancang 19 0,0475
Semai 19 0,0076

97
ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE
Jumlah Luas
No Lokasi Risalah
Plot (Ha)
3 Sungai Buluh Pohon 16 0,1600
Pancang 16 0,0400
Semai 16 0,0064
4 Sungai Merusi / Belah Pohon 11 0,1100
Pancang 11 0,0275
Semai 11 0,0044
Sumber : Hasi survey Lapangan Tahun 2013

Dari hasil survey lokasi, jenis-jenis tanaman yang ditemukan


di hutan mangrove adalah Bakau (Rh. Apiculata dan Rh.Mucronata),
Tumu (Bruguiera sexangula), Nyirih (X. granatum), Pedada / Daek (S.
Alba dan S. caseolaris) dan Tongah dan Nipah (Nypa fruticans).
Berikut ini dapat dilihat komposisi jenis mangrove di masing-masing
lokasi.

Tabel 5.17 Komposisi Jenis Mangrove di Kecamatan Kuala Indragiri


Jumlah Jenis
No Lokasi Jenis-Jenis Mangrove
Mangrove
1. Sungai 5 jenis Bakau (Rhizophora sp.),
Besar Daek (Rhizophora sp.),
Nyirih (Xylocarpus
granatum), Tumu
(Bruguiera sexangula),
Nipah (Nypa fruticans).
2. Sungai 6 jenis Bakau (Rhizophora sp.),
Buaya Daek, Nyirih (Xylocarpus
granatum), Tongah
(Ceriops tagal), Tumu
(Bruguiera sexangula),
Nipah (Nypa fruticans).
3. Sungai 6 jenis Bakau (Rhizophora sp.),
kemang Daek, Nyirih (Xylocarpus
granatum), Tongah
(Ceriops tagal), Tumu

98
ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE
Jumlah Jenis
No Lokasi Jenis-Jenis Mangrove
Mangrove
(Bruguiera sexangula),
Nipah (Nypa fruticans).

4. Sungai 5 jenis Bakau (Rhizophora sp.),


Bandung Daek, Nyirih (Xylocarpus
granatum), Tumu
(Bruguiera sexangula),
Nipah (Nypa fruticans).
Sumber : Hasi survey Lapangan Tahun 2013

Gambar 5.14 Peta Transek di Kecamatan Kuala Indragiri

99
ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE
Gambar 5.15 Peta Plot Transek 1 dan 2 di Kecamatan Kuala
Indragiri

100
ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE
Gambar 5.16. Peta Plot Transek 3 dan 4 di Kecamatan Kuala
Indragiri

101
ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE
5.2.3.1. Komposisi Jenis Tingkat Pohon pada Hutan Mangove
di Kecamatan Kuala Indragiri
Berdasarkan tabel 5.12. dapat dilihat bahwa di Kecamatan
Mandah ditemukan jenis-jenis mangrove berkisar antara 5-6 jenis
dimana lokasi sungai besar memiliki jumlah jenis terbanyak yakni
sebanyak 6 jenis. Berdasarkan hasil perhitungan terhadap nilai
frekuensi (F), frekuensi relatif (FR), kerapatan (K), kerapatan relatif
(KR), dominansi (D), dominansi pada seluruh p;ot yang dibuat pada
hutan mangrove diketahui bahwa jenis pohon Nyirih (Xylocarpus
granatum) mendominasi jenis tanaman mangrove. Nilai INP yang
diperoleh pada masing-masing lokasi pengambilan plot dapat dilihat
pada Tabel 5.18.

Tabel 5.18 Komposisi Jenis Hutan Mangrove pada Plot Contoh


Vegetasi di Kecamatan Kuala Indragiri
Lokasi Jenis KR DR FR INP
Tanjung 107,74
Lajau Bakau 43,62% 22,45% 41,67% %
Daek 3,19% 32,86% 4,17% 40,22%
100,24
Nyirih 48,94% 9,64% 41,67% %
Tumu 4,26% 35,04% 12,50% 51,80%
100,00 100,00 100,00 300,00
Total % % % %
Sungai Terap Bakau 25,81% 24,87% 31,58% 82,26%
Daek 1,84% 21,56% 3,51% 26,91%
118,19
Nyirih 54,84% 30,02% 33,33% %
Tongah 0,46% 0,00% 1,75% 2,22%
Tumu 17,05% 23,55% 29,82% 70,42%
100,00 100,00 100,00 300,00
Total % % % %
Sungai Buluh Bakau 28,07% 23,67% 30,61% 82,35%
Daek 6,43% 24,32% 8,16% 38,92%
107,44
Nyirih 46,20% 28,59% 32,65% %

102
ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE
Tongah 1,17% 0,00% 2,04% 3,21%
Tumu 18,13% 23,42% 26,53% 68,08%
100,00 100,00 100,00 300,00
Total % % % %
Sungai Merusi
/ Belah Bakau 27,73% 28,67% 32,35% 88,75%
Daek 1,68% 31,72% 2,94% 36,34%
119,03
Nyirih 47,06% 39,61% 32,35% %
Tumu 23,53% 0,00% 32,35% 55,88%
100,00 100,00 100,00 300,00
Total % % % %
Sumber : Hasil Survey Lapangan Tahun 2013

5.2.3.2. Komposisi Jenis Tingkat Pancang pada Hutan Mangove


di Kecamatan Kuala Indragiri
Berdasarkan hasil perhitungan terhadap nilai Frekuensi (F),
frekuensi relatif (FR), kerapatan (K), kerapatan relatif (KR), pada
seluruh plot yang dibuat pada hutan mangrove diketahui bahwa
tingkat Pancang jenis Bakau (Rhizophora sp.), Nyirih (Xylocarpus
granatum), Tumu (Bruguiera sexangula), Nipah (Nypa fruticans)
banyak dijumpai plot pengamatan.Nilai INP yang diperoleh pada
masing-masing lokasi pengambilan plot dapat dilihat pada Tabel
5.29.

Tabel 5.19 Komposisi Jenis Tingkat Pancang Hutan Mangrove


pada Plot Contoh Vegetasi di Kecamatan Kuala Indragiri
Lokasi Jenis KR FR INP
Bakau 37,00% 30,43% 67,43%
Daek 5,00% 4,35% 9,35%
Tanjung Lajau
Nyirih 34,00% 39,13% 73,13%
Tumu 24,00% 26,09% 50,09%
Total 100,00% 100,00% 200,00%
Bakau 39,11% 30,95% 70,06%
Sungai Terap Daek 2,97% 7,14% 10,11%
Nyirih 31,68% 28,57% 60,25%

103
ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE
Tongah 2,48% 2,38% 4,86%
Tumu 23,76% 30,95% 54,71%
Total 100,00% 100,00% 200,00%
Bakau 42,36% 42,86% 85,22%
Daek 2,46% 2,86% 5,32%
Sungai Buluh Nyirih 39,41% 34,29% 73,69%
Tongah 0,00% 0,00% 0,00%
Tumu 15,76% 20,00% 35,76%
Total 100,00% 100,00% 200,00%
Bakau 28,95% 30,00% 58,95%
Daek 1,97% 3,33% 5,31%
Sungai Merusi / Belah
Nyirih 32,89% 33,33% 66,23%
Tumu 36,18% 33,33% 69,52%
Total 100,00% 100,00% 200,00%
Sumber : Hasil Survey Lapangan Tahun 2013

5.2.3.3. Komposisi Jenis Tingkat Semai pada Hutan Mangove di


Kecamatan Kuala Indragiri
Berdasarkan hasil perhitungan terhadap nilai frekuensi (F),
frekuensi relatif (FR), kerapatan (K), kerapatan relatif (KR), pada
seluruh plot yang dibuat pada hutan mangrove diketahui bahwa
Tingkat Semai Jenis Bakau (Rhizophora sp.), Nyirih (Xylocarpus
granatum), Tumu (Bruguiera sexangula), Nipah (Nypa fruticans)
banyak dijumpai plot pengamatan. Nilai INP yang diperoleh pada
masing-masing lokasi pengambilan plot dapat dilihat pada Tabel
5.20.

Tabel 5.20 Komposisi Jenis Tingkat Semai Hutan Mangrove pada


Plot Contoh Vegetasi di Kecamatan Kuala Indragiri
Lokasi Jenis KR FR INP
Bakau 63,24% 50,00% 113,24%
Tanjung Lajau Daek 5,88% 5,56% 11,44%
Nyirih 20,59% 27,78% 48,37%
Tumu 10,29% 16,67% 26,96%

104
ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE
Total 100,00% 100,00% 200,00%
Bakau 28,24% 32,61% 60,84%

Sungai Terap Daek 4,71% 6,52% 11,23%


Nyirih 37,65% 28,26% 65,91%
Tongah 2,35% 2,17% 4,53%
Tumu 27,06% 30,43% 57,49%
Total 100,00% 100,00% 200,00%
Bakau 37,14% 31,25% 68,39%
Daek 4,76% 6,25% 11,01%
Sungai Buluh Nyirih 36,19% 31,25% 67,44%
Tongah 0,00% 0,00% 0,00%
Tumu 21,90% 31,25% 53,15%
Total 100,00% 100,00% 200,00%
Bakau 40,30% 33,33% 73,63%
Daek 0,00% 0,00% 0,00%
Sungai Merusi / Belah
Nyirih 31,34% 33,33% 64,68%
Tumu 28,36% 33,33% 61,69%
Total 100,00% 100,00% 200,00%
Sumber : Hasil Survey Lapangan Tahun 2013

105
ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE
Gambar 5.17 Tanaman Nipah dan Bakau di Kecamatan Kuala
Indragiri

Gambar 5.18 Kondisi Hutan mangrove di Kecamatan Kuala Indragiri

106
ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE
5.2.3.4. Diameter dan Tinggi Pohon
Hasil pegukuran pada masing-masing jenis pohon di
seluruh plot contoh di Kecamatan Kuala Indragiri menunjukan rata-
rata diameter tertinggi pada jenis Nyirih (Xylocarpus granatum)
sebesar 26,08 cm yang ditemukan di sungai Sungai Merusi, selain
itu daek ditemukan memiliki rata-rata diameter 26,56 cmakan tetapi
jumlah yang ditemukan dilokasi hanya 2 tegakan, dan rata-rata
terkecil pada jenis daek sebesar 20,40 cmdi Sungai Merusi.
Sedangkan hasil pengukuran tinggi pohon menunjukan data sebaran
tinggi rata-rata tertinggi 18,15 meter padajenis Tongah di lokasi
Sungai Terap dan terkecil 13,66 meter pada jenis tanaman Bakau di
Sungai Lajau. Nilai rata-rata diameter dan tinggi pada masing-masing
jenis pohon di Kecamatan tanah Merah dapat dilihat pada Tabel 5.21.

Tabel 5.21 Rata-rata Diameter dan Tinggi Pohon Mangrove di


Kecamatan Kuala Indragiri

Diameter Tinggi
Lokasi Jenis (cm) (m) LBDS
Bakau 21,11 13,66 0,034968
Daek 26,14 14,94 0,053639
Tanjung Lajau
Nyirih 24,66 15,93 0,047732
Tumu 25,23 14,59 0,04996
Bakau 23,62 14,46 0,04379
Daek 26,56 15,58 0,055377
Sungai Terap Nyirih 25,04 15,74 0,049202
Tongah 20,69 18,15 0,033604
Tumu 24,37 15,76 0,046626
Bakau 23,01 14,80 0,041575
Daek 25,53 14,23 0,051172
Sungai Buluh Nyirih 24,91 16,19 0,048712
Tongah 23,54 18,03 0,043481
Tumu 24,59 15,92 0,047449
Bakau 23,02 13,94 0,041616
Sungai Merusi / Belah
Daek 20,40 14,13 0,032653

107
ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE
Nyirih 26,08 15,44 0,053373
Tumu 23,26 14,69 0,042477
Rata-rata 17,27 11,05 0,023412
Sumber : Hasil Survey lapangan tahun 2013

5.3. Biomassa Mangrove di Kabupaten Kuala Indragiri Hilir


5.3.1. Diameter Pohon
Potensi biomasa merupakan total berat bahan organik
dalam suatu komunitas atau spesies utama dalam komunitas.
Pendugaan biomasa dapat dijadikan sebagai penduga kasarterhadap
laju produktivitas suatu jenis atau komunitas (Hutching dan saenger,
1987). Potensi bahan organik pohon sendiri akan dipengaruhi oleh
dimensi pohon lainnya, seperti diameter dan tinggi pohon.
Dimensi pohon dapat dijadikan sebagai salah satu variable
yang digunakan untuk menduga berat bahan organik atau biomassa
pohon. Pendugaan ini umumnya dilakukan dengan pendekatan
hubungan dimensi diameter dan atau tinggi pohon dengan biomassa
dalam bentuk persamaan allometrik (allometric equation). Potensi
biomassa di ataspermukaan tanah yang diperoleh berdasarkan
potensi biomassa pohon, pancang (anakan) dan semai pada
keseluruhan plot.

Tabel 5.22 Rata-rata Diameter setiap Jenis di Seluruh Plot Contoh


Rata-rata
Nama
No. Nama Latin Diameter Tinggi
Daerah
(cm) (m)
Rhizophora
1. Bakau apiculata 23,05 13,96
Rhizophora
2. Daek mucronata 24,41 13,66
Xylocarpus
3. Nyirih granatum 26,00 16,03
Bruguiera
4. Tumu sexangula 24,38 14,71
5. Tongah Ceriops tagal 19,14 15,97
6. Perepat Sonneratia alba 17,18 12,04

108
ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE
7. Api-api Avicennia alba 23,11 13,13
Rata - rata 21,24 13,74
Sumber : Hasil Survey lapangan tahun 2013

5.3.2. Berat Bahan organik Mangrove berdasarkan Bagian Pohon


5.3.3.5. Kadar Air
Kadar air merupakan persen berat kayu bebas air yang
nilainya menunjukkan banyaknya kandungan air yang terdapat
dalam bagian pohon yang dimaksud. Penentuan biomassa pohon
dilakukan dengan penimbangan langsung untuk diketahui nilai
kadar airnya dan selanjutnya dihitung berat kering (biomassa)
berdasarkan kadar airnya. Perhitungan kadar air dilakukan pada
masing-masing pohon contoh. Perhitungan kadar air ini
menghasilkan nilai kadar air rata-rata yang digunakan untuk
menduga biomassa pohon lainnya. Hasil perhitungan kadar air
setiap bagian pohon dapat diamati pada Tabel5.23.

Tabel 5.23 Kadar Air Rata-rata Pohon Mangrove di Lokasi Kajian


Rata- Kadar Air rata-rata (%)
rata
Jenis Pohon Rantin Caban Batan
Diamete Daun
g g g
r
Rhizophora
Bakau 23,05 186,14 123,66 98,67 62,48
apiculata

Rhizophora
Daek 24,41 221,36 148,16 107,90 91,50
mucronata

Xylocarpus
Nyirih 26,14 178,26 124,51 95,85 89,58
granatum
Bruguiera
Tumu 24,38 167,18 120,44 107,35 93,49
sexangula
Ceriops
Tongah 19,14 201,64 141,93 124,02 99,52
tagal
Sonneratia
Perepat 17,18 122,39 88,20 74,52 68,38
alba
Avicennia
Api-api 23,11 254,59 186,17 171,51 122,18
alba
Sumber : Hasil Survey lapangan tahun 2013

Berdasarkan Tabel 5.23 dapat diamati bahwa dari rata-rata

109
ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE
kadar air dari seluruh pohon, bagian daun merupakan bagian yang
memiliki kadar air rata- rata keseluruhan tertinggi sebesar 186,86
%, sedangkan bagian batang merupakan bagian yang memiliki kadar
air rata-rata keseluruhan terendah sebesar 88,19 %. Daun memiliki
kadar air yang tinggi karena merupakan unit fotosintesis yang pada
umumnya memiliki banyak rongga sel yang diisi oleh air dan unsur
hara mineral. Daun memiliki jumlah stomata yang lebih banyak dari
pada lenti sel yang terdapat pada batang, sehingga menyebabkan
banyaknya air dari lingkungan yang diserap oleh daun dan rongga
yang ada pada daun akan banyak terisiair (Hilmi, 2003). Batang
memiliki kadar air yang rendah karena pada bagian batang
kandungan penyusun kayunya lebih tinggi dibandingkan dengan
bagian yang lain seperti cabang dan Ranting.

5.3.3.6. Berat Jenis (Kerapatan Kayu)


Berat jenis kayu merupakan salah satu parameter yang
digunakan untuk menentukan besarnya biomassa. Perhitungan
berat jenis kayu menggunakan contoh yang sama seperti pada
perhitungan kadar air. Namun pada perhitungan berat jenis kayu ini
hanya digunakan contoh pada bagian batang saja. Nilai berat jenis
setiap pohon dapat dilihat pada Tabel 5.24.

Tabel 5.24 Berat Jenis Kayu Tanaman mangrove di Lokasi Kajian


Rata-rata
Jenis Rata-rata
Nama Latin Berat Jenis
Pohon Diameter
(g/cm3)
Rhizophora
1,03
Bakau apiculata 23,05
Rhizophora
0,81
Daek mucronata 24,41
Xylocarpus
0,65
Nyirih granatum 26,14
Bruguiera
0,70
Tumu sexangula 24,38
Tongah Ceriops tagal 19,14 0,65
Perepat Sonneratia alba 17,18 0,76
Api-api Avicennia alba 23,11 0,52
Sumber : Hasil Survey lapangan tahun 2013

110
ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE
Hasil perhitungan berat jenis kayu pada umur pohon yang
berbeda-beda menunjukkan variasi nilai berat jenis yang cukup
nyata. Beratjenis kayu rata-rata tertnggi diperoleh dari jenis bakau
sebesar1 , 0 3 g/cm3. Berat jenis berkorelasi dengan kekuatan kayu.
Dengan berat jenis diatas 1 g/cm3 menandakan kayu jenis bakau
tergolong jenis kayu yang keras. Berat jenis kayu rata-rata terendah
diperoleh dari jenis kayu api-api.Nilai berat jenis ini menunjukkan
kecenderungan yang terus semakin meningkat seiring dengan
pertambahan umur pohon.Halini disebabkan karena semakin
dewasa umur pohon, diduga akan memiliki zat-zat penyusun kayu
dalam jumlah dan ukuran yang lebih besar pula.
Nilai berat jenis kayu Rhizophora apiculata tergolong ke
dalam nilai berat jenis yang tinggi. Menurut Martawijaya dan
Kartasujana (1977), nilai berat jenis Rhizophora apiculata sebesar
1,03 g/cm(0,93 g/cm 1,12 g/cm).Menurut Seng OD (1990) kisarang
berat jenis tinggi berkisar antara 0,91 g/cm- 1,16 g/cm. Nilai berat
jenis menurutHilmi (2003) berkisar antara 0,81 g/cm 0,95 g/cm,
dan menurut Amira (2008)sebesar 1,09 g/cm(0,82 g/cm 1,29
g/cm).

5.3.3.7. Biomassa Pohon Contoh


Biomassaa dalah total jumlah materi hidup di atas permukaan
pada suatu pohon dan dinyatakan dengan satuan ton berat kering
per satuan luas (Brown, 1997). Dalam siklus hidupnya pohon akan
mengalami pertumbuhan sehingga berpengaruh terhadap berat
basah yang dimiliki pohon tersebut. Pola pertumbuhan masing-
masing jenis pohon mangrove berdasarkan berat basah rata-rata
pada setiap jenis yang dimiliki oleh pohon contoh memiliki nilai
yang berbeda-beda. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 5.17.

111
ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE
Gambar5.17.Berat basah rata-rata bagian pohon

Potensi bahan organik berdasarkan bagian pohon dibedakan


menjadi bahan organik batang, bagian organik cabang, bahan
organik ranting, bahan organik daun, bahan organik akar, dan bahan
organik total. Jenis pohon dari hutan mangrove yang ditemukan
dalam penelitian adalah jenis bakau (Rh. mucronata), daek (Rh.
Apiculata), Nyirih (Xylocarpus granatum), Tumu (Bruguiera
sexangula), Tongah (Ceriops tagal), Perepat (Sonneratia alba), Api-api
(Avicennia alba) dan Nipah (Nipa frutican). Diameter pohon yang
digunakan sebagai penduga nilai biomasa adalah nila rata-rata
diameter setiap jenis yang ditemuan di lokasi studi.
Nyiri merupakan tanaman yang paling dominan di jumpai di
lapangan. Pohon Nyirih atau disebut dengan Nyuru atapun Siri
memiliki tinggi yang mencapai lebih dari 20 meter bahkan lebih.
Daunnya berwarna hijau gelap, berbentuk elips dengan pangkal daun
yang menyatu dengan batang.
Dari rata-rata berat bahan organik tanaman ini diketahui,
bahan organik batang merupakan bahan organik yang terbesar,
sedangkan yang terendah adalah pada daun. Bahan organik pohon
tersebut akan terakumulasi pada batang, terutama pada segmen
batang yang pertama. Hal ini diebakan karena bahan organik pohon
terdiri dari 60 65 % bahan organik batang. Dalam penelitian ini,

112
ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE
bahan organik batang untuk setiap jenis rata-rata berisar antara50
60 % % dari total bahan organik keseluruhan.
Kandungan bahan organik pada batang berkaitan erat dengan
hasil produksi pohon yang didapat melalui proses fotosintesis yang
umumnya disimpan pada batang. Pada segmen pertama dari batang
yang diukur dari pangkal pohon pada umumnya memiliki zat
penyusun kayu yang lebih banyak dibandingkan pada ujung batang,
umumnya didominasi oleh juvenil. Zat penyusun kayu tersebut
menyebabkan rongga sel pada batang banyak diisi oleh komponen
penyusun kayu dibandingkan air, sehingga bobot bahan organik
batang pada segmen pertama akan menjadi besar. Namun pada
dasarnya efisiensi fotosintesis hutan mangrove lebih kecil
dibandingkan hutan non mangrove. Karena sebagian hasil
fotosintesis tersebut digunakan hutan non mangrove. Karean
sebagian hasil fotosintesis tersebut digunakan untuk mengeluarkan
kadar garam . hal ini menyebabkan pertumbuhan mangrove menjadi
lebih rendah dibandingkan jenis jenis di hutan non mangrove.
Faktor kesesuaian habitat seperti pengaruh kadar garam yang
relatif tinggi (20-40%) , kondisi tanah yang didominasi oleh lumpur
dalam, dan adanya dominasi yang hebat Nyirih dan Bakau,
menyebabkan pertumbuan tanaman lainnya seperti Tumu dan daek
menjadi kurang optimal. Seluruh tanaman menunjukan bahwa
bagian terbesar ada pada batang , kemudian berturut pada cabang
dan ranting , akar dan yang terkecil adalah daun. Selengkapnya dapat
dilihat padaTabel 5.27.

Tabel 5.25 Kandungan Biomassa pada masing-masing Jenis


Tanaman Mangrove di Lokasi Penelitian.

Rata-rata Berat
No. Jenis Pohon Bagian pohon
Pohon (Kg)

1. Batang 577,26
Cabang 182,98
Bakau Ranting 58,78
Daun 62,55
Akar 108,07
Total 989,64

113
ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE
Rata-rata Berat
No. Jenis Pohon Bagian pohon
Pohon (Kg)

2. Batang 528,70
Cabang 166,52
Daek
Ranting 120,19
Daun 35,89
Akar 98,07
Total 949,37
3. Batang 366,91
Cabang 130,31
Nyirih Ranting 73,83
Daun 31,48
Akar 93,96
Total 696,48
4. Batang 303,32
Cabang 43,66
Tumu Ranting 46,95
Daun 29,67
Akar 144,84
Total 568,44
Batang 295,61
5.
Cabang 99,82
Tongah Ranting 57,93
Daun 23,83
Akar 87,40
Total 564,58
Batang 339,09
6.
Cabang 108,29
Perepat
Ranting 62,84
Daun 31,97
Akar 70,32

114
ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE
Rata-rata Berat
No. Jenis Pohon Bagian pohon
Pohon (Kg)

Total 612,52
Batang 257,45
7.
Cabang 45,54
Api-api
Ranting 35,13
Daun 26,52
Akar 61,74
Total 426,38
Sumber : Hasil Survey lapangan tahun 2013

Berat bahan organik pada akar juga cukp besar, terutama


pada pohon jenis Rhizhopora spp. memiliki berat bahan organik akar
sebesar 8 23 %. Hal ini disebabkan karena akar pada jenis Rh.
apiculaa dan Bruguiera spp. sangat penting untuk menopang tubuh
dari pohon, terutama untuk mencegah tumbangnya batang. Menurut
Hutching and Snedeker (1987) , habitat hidupRh. apiculata dan
Bruguiera spp. adalah areal yang berlumpur , sehingga
membutuhkan sistem akar yang banyak dan besar, untuk menopang
tubuh pohon tersebut. Faktor lainnya karena mangrove merupakan
tipe hutan yang memiliki tingkat oksigen rendah (an aerob) sehingga
sistem perakarannya membentuk sistem perakaran lateral ( kabel
kecil) dan akar jangkar. Sistem perakaran dari kedua keolmpok jenis
tersebut adalah khas, yakni akar tunjang untuk Rhizhopora spp dan
akar lutut untuk Bruiguiera spp.
Daun umunya tersusun oleh banyak rongga stomata yang
menyebabkan struktur daun menjadi kurang padat dan kurang
berat. Berat bahan organik pada daun umumnya hanya memiliki
kisaran sebesar 3 6 % . menurut While ( 1991) , kisaran bahan
organik dari daun sekitar 6 %. Pada dasarnya daun mangrove memilki
dinding epidermis yang tebal, memilliki sukulen atau tempat
penyimpanan air dalam jaringan, dan lapisan kutikula tebal yang
bertujuan untuk memperlambat laju hilangnya air evaporasi, shingga
laju transpirasinya lebih rendah dibandingkan tanan non salin.

115
ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE
Tabel 5.26 Kandungan Bahan Organik (biomassa) berdasarkan
tahapan pertumbuhan.
Berat
No. Jenis Pohon Bagian pohon Pohon/Individu
(Kg)
1. Bakau Pohon 989,64
Pancang 3,26
Semai 0,41
Total 993,31
2. Daek Pohon 949,37
Pancang 3,11
Semai 0,46
Total 952,94
3. Nyirih Pohon 696,48
Pancang 3,11
Semai 0,46
Total 700,05
4. Tumu Pohon 568,44
Pancang 1,85
Semai 0,39
Total 570,68
5. Tongah Pohon 564,58
Pancang 2,06
Semai 0,28
Total 566,92
6. Perepat Pohon 612,52
Pancang 1,74
Semai 0,32
Total 614,58
7. Api-api Pohon 426,38
Pancang 1,96

116
ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE
Berat
No. Jenis Pohon Bagian pohon Pohon/Individu
(Kg)
Semai 0,24
Total 428,58
Sumber : Hasil Survey lapangan tahun 2013

Berat bahan organik pohon total dari jenis Rh. apiculata sebesar
989,64 kg per pohon. Pada dasarnya tingkat produktivitas jenis Rh.
apiculata termasuk rendah. Hal ini disebabkan karena habitatnya
memilki kondisi tanah tergenang , ada pengaruh pasang surut,
drainasi dan aerasinya spesifik ( termasuk buruk) , kandungan
oksigen rendah , dan tanah jenuh air. kondisi tanah yang banyak
didominasi liat menyebabkan laju infiltrasi tanah rendah, renbesan
lateral rendah, porositas rendah, permeabilitas rendah, dan
kapasitas memegang airnya tinggi ( Hutching and Saenger, 1987).

5.3.3. Estimasi Biomasa Tanaman Mangrove


5.3.3.1. Estimasi Biomasa Tingkat Pohon Mangrove
Estimasi biomassa tegakan diperoleh dengan melihat
kerapatan individu masing-masing jenis pohon yang terdapat di
lokasi kajian. Nilai biomassa tegakan yang digunakan merupakan
nilai biomassa total yang meliputi niomassa batang, biomassa
cabang, bomassa ranting, bomassa daun dan biomasa akar. Dari data
kerapatan analisis vegetasi dalam penelitian ini, didapatkan rata-rata
biomassa tegakan seperti terlihat pada Tabel 5.27.

Tabel 5.27 Rata-rata Biomassa Tegakan Mangrove (Ton / ha)


Kerapatan Biomasa
Biomasa
No Jenis (indivdu/ha Tegakan
kg/pohon
) (ton/ha)
1. Bakau 292,89 989,64 289,85
2. Daek 17,33 949,37 16,46
3. Nyirih 471,56 696,48 328,43
4. Tumu 172,00 568,44 97,77
5. Tongah 8,44 564,58 4,77

117
ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE
6. Perepat 1,33 612,52 0,82
7. Api-api 45,78 426,38 19,52
Total 757,75
Sumber : Hasil Survey lapangan tahun 2013

Perhitungan nilai biomassa tegakan (ton/ha) dapat


dikonversikan untuk menduga kandungan biomassa di seluruh areal
kajian. Perhitungan milai biomassa menggunakan data hasil analisis
vegetasi yang dilakukan pada 225 plot (10 m x 10 m). Berat Biomasa
Kering dapat diperoleh dengan mengkonversi berat biomasa tegakan
basah pada kadar air tegakan dari masing-masing jenis.
Selengkapnya berat biomasa kering dapat dilihat pada Tabel 5.38.

Tabel 5.28Rata-rata Berat Biomassa Kering (Ton /ha)


Biomasa Berat
N Tegakan Kering(ton/ha
o Jenis (ton/ha) KA % )
1. Bakau 289,85 100,94 144,25
2. Daek 16,46 91,50 8,59
3. Menyirih 328,43 101,99 162,60
4. Tumu 97,77 93,49 50,53
5. Tongah 4,77 104,52 2,33
6. Perepat 0,82 98,56 0,41
7. Api-api 19,52 122,18 8,79
Total 757,62 377,50

Dari hasil perhitungan pada tabel 5.29 dan 5.30, maka dapat
diperkirakan kandungan biomasa tegakan kering di wilayah kajian,
dengan mengestimasi masing-masing jenis menggunakan Kerapatan
relatifnya. Selengkapnya disajikan pada Tabel 5.31.

5.3.3.2. Estimasi Biomasa Tingkat Pancang Mangrove di


Kabupaten Indragiri Hilir
Estimasi biomassa pancang diperoleh dengan melihat
kerapatan individu masing-masing jenis pohon dan berat tanaman
dlapangan pancag yanyang terdapat di lokasi kajian. Dari data
kerapatan analisis vegetasi dalam penelitian ini, didapatkan rata-rata
biomassa tegakan seperti terlihat pada Tabel 5.29.

118
ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE
Tabel 5.29 Rata-rata Biomassa Pancang Mangrove (Ton / ha)
Biomasa
Kerapatan Biomasa
No Jenis Pancang
(indivdu/ha) kg/pancang
(ton/ha)
1. Bakau 1.770,67 3,26 5,77
2. Daek 83,56 3,11 0,26
3. Nyirih 1.578,67 3,11 4,91
4. Tumu 1.280,00 1,85 2,37
5. Tongah 26,67 2,06 0,05
6. Perepat 21,33 1,74 0,04
7. Api-api 181,33 1,96 0,36
Total 13,76

Perhitungan nilai biomassa Pancang (ton/ha) dapat


dikonversikan untuk menduga kandungan biomassa di seluruh areal
kajian. Perhitungan nilai biomassa menggunakan data hasil anaisis
vegetasi yang dilakukan pada 225 plot (5 m x 5 m). Berat Biomasa
Kering dapat diperoleh dengan mengkonversi berat biomasa tegakan
ke berat biomasa kering dengan menggunakan berat basah dan
kering contoh uji untuk mendapatkan kadar air. Selengkapnya berat
biomasa kering dapat dilihat pada tabel 5.30.

Tabel 5.30 Rata-rata Berat Biomassa Pancang Kering (Ton /ha)


Biomasa
Biomasa Basah Kadar Air
No Jenis Kering
(Ton/Ha) (%)
(ton/ha)

1. Bakau 5,77
103,22 2,84

2. Daek 0,26
115,75 0,12

3. Nyirih 4,91
102,32 2,43

4. Tumu 2,37
114,40 1,11

5. Tongah 0,05
124,67 0,02

119
ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE
6. Perepat 0,04
101,93 0,02

7. Api-api 0,36
183,04 0,13

Total
845,33 6,66

5.3.3.3. Estimasi Biomasa Tingkat Semai Mangrove di


Kabupaten Indragiri Hilir
Estimasi biomassa pancang diperoleh dengan melihat
kerapatan individu masing-masing jenis pohon yang terdapat di
lokasi kajian. Nilai biomassa pancang yang digunakan merupakan
nilai biomassa pancang dilapangan yang dkonversi dengan
menggunakan persamaan kadar air. Dari data kerapatan analisis
vegetasi dalam penelitian ini, didapatkan rata-rata biomassa tegakan
seperti terlihat pada Tabel 5.31.

Tabel 5.31 Rata-rata Biomassa Tegakan Mangrove (Ton / ha)


Biomasa
Kerapatan Biomasa
No Jenis Tegakan
(indivdu/ha) kg/pohon
(ton/ha)
1. Bakau 6.744,44 0,41 2,77
2. Daek 533,33 0,46 0,25
3. Nyirih 5.833,33 0,46 2,68
4. Tumu 2.633,33 0,39 1,03
5. Tongah 88,89 0,28 0,02
6. Api-api 744,44 0,24 0,18
Total 16.577,78 6,92
Sumber : Data Olahan tahun 2013

Perhitungan nilai biomassa tegakan (ton/ha) dapat


dikonversikan untuk menduga kandungan biomassa di seluruh areal
kajian. Perhitungan milai biomassa menggunakan data hasil anaisis
vegetasi yang dilakukan pada 225 plot (2 m x 2 m). Berat Biomasa
Kering dapat diperoleh dengan mengkonversi berat biomasa semai

120
ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE
basah pada kadar air tegakan dari masing-masing jenis.
Selengkapnya berat biomasa kering dapat dilihat pada tabel 5.32.

Tabel 5.32 Rata-rata Berat Biomassa Kering (Ton /ha)


Biomasa Tegakan Berat Kering
No Jenis KA %
(ton/ha) (ton/ha)
1. Bakau 2,77 135,85 1,17
2. Daek 0,25 117,53 0,11
3. Menyirih 2,68 111,52 1,27
4. Tumu 1,03 121,81 0,46
5. Tongah 0,02 131,51 0,01
6. Api-api 0,18 191,67 0,06
Total 6,92 3,09
Sumber : Data Olahan tahun 2013

Dari hasil perhitungan pada tabel 5.29 dan 5.30, maka dapat
diperkirakan kandungan biomasa tegakan kering di wilayah kajian,
dengan mengestimasi masing-masing jenis menggunakan Kerapatan
relatifnya. Selengkapnya disajikan pada Tabel 5.31.

5.3.3.4. Estimasi Biomasa Nipah di Kabupaten Indragiri Hilir


Karakteristik pertumbuhan nipah berdasarkan diameter
rumpun dan tinggi total nipah pada beberapa petak ukur yang
dijadikan contoh dapat dilihat pada Tabel 5.32. Rata-rata diameter
rumpun nipah terkecil berada pada petak ukur 6 yaitu 17,51 cm dan
yang terbesar berada pada petak ukur 1 yaitu 58,71 cm. Nipah
memiliki tinggi total dimana rata-rata tinggi total nipah terkecil
berada pada petak ukur 6 yaitu 7,75 m dan yang tertinggi berada
pada petak ukur 3 yaitu 8,91 m.

Tabel 5.33 Karakteristik tegakan Nypa fruticans


Kerapatan Diameter Tinggi total
Petakukur
(nipah/ha) rumpun (cm) (m)
1 278 58,31 8,75
2 312 30,19 8,60
3 203 21,12 8,91

121
ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE
4 217 21,70 8,63
5 169 32,42 8,59
6 162 17,51 7,75
Rata-rata 223,5 30,21 8,54

Hasil inventarisasi di lapangan pada petak ukur contoh 2


untuk nipah diperoleh kerapatan sebesar312rumpun/ha.Areal ini
merupakan areal nipah yang memiliki kerapatan yang tertinggi
dimana hampir tidak ditemukan tanaman jenis lain didalamnya. Hal
ini dimunkinkan areal ini pernah dibuka, sehingga permudaannya
didominasi tanaman nipah.
Pada petak ukur 5 dan 6 hasil inventarisasi diperoleh
kerapatan terendah sebesar 169,00 rumpun/ha dan 162 rumpun/ha.
Hal ini terlihat adanya penurunan individu nipah, dikarenakan areal
ini merupakan areal yang kondisi tanaman didalamnya bercampur
tanaman bakau dan jenis mangrove lainnya sehingga nipah tidak
dapat tumbuh denganbaik.

Kadar Air Pada Contoh Nipah


Air merupakan unsur alami dari semua bagian suatu nipah
yang hidup. Sejumlah air akan tetap tinggal di dalam struktur
dinding-dinding sel. Jumlah air akan mempengaruhi sifat fisik dan
mekaniknya ketahanan terhadap penghancuran biologis, dan
kestabilan dimensi produk.
Hasil inventarisasi dikumpulkan di lapanganmerupakan data
beratbasah sehingga diperlukan data berat kering untuk
memperoleh besar kadar air. Hasil analisis menunjukan terdapat
variasi kadarair, baik berdasarkan kelas diameter, maupun
berdasarkan bagian anatomi nipah. Bagian nipah yang paling tinggi
kadar airnya, yakni bagian pelepah dengan nilai rata- rata 463,01%
dan pada daun memiliki kadar air dengan nilai rata-rata 217,12 %.
Dalam suatu pohon terdapat variasi kandungan air. Hal ini tidak
hanya pada pohon tetapi sama halnya pada nipah dimana dalam
setiap spesies terdapat variasi besar tergantung tempat, umur dan
volume nipah. Di dalam pelepah nipah umumnya kadar air
berkurang pada saat berumur tua.

122
ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE
Biomassa nipah contoh
Berdasarkan hasil analisis diperoleh biomassa nipah dari setiap
bagian nipah meliputi Pelepah nipah dan daun nipah. Hasil analisis
menunjukan nilai total biomassa nipah pada kondisi dilapangan
terbesar berada pada bagian pelepahnipah sebesar 189,96kg,
sedangkan nilai biomassa terendah berada pada bagian daun nipah
sebesar 14,52 kg. Selengkapnya disajikan pada Tabel 5.33.

Tabel 5.34 Hasil Pengukuran Biomassa Nipah


Pohon
Bagian Berat Total Basah Berat Total
Nipah
Nipah (Kg) Kering (Kg)
sample
1 Pelepah 189,96 28,21
daun 30,54 10,70
2 Pelepah 163,66 21,07
daun 24,53 6,09
3 Pelepah 131,23 42,48
daun 17,13 6,13
4 Pelepah 135,50 21,89
daun 18,10 6,14
5 Pelepah 134,22 22,96
daun 17,81 5,85
6 Pelepah 119,80 28,85
daun 14,52 4,33
Rata-rata 166,17 204,68

dengan proses fotosintesis, biomassa bertambah karena tumbuhan


menyerap CO2 dari udara dan mengubahnya menjadi senyawa
organik dari proses fotosintesis, hasil fotosintesis digunakan oleh
tumbuhan untuk melakukan pertumbuhan ke arah horisontal dan
vertikal.

Biomassa tegakannipah
Berdasarkan hasil analisis lab yang telah dilakukan dengan
mengasumsikan biomasa total kering merupakan rangkaan ikatan
karbon, selanjutnya dilakukan penghitungan biomassa nipah bagian
atas permukaan tanah.

123
ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE
Tabel 5.35 Biomasa Tanaman Nipah
Areal Berat kering / Jumlah Berat ( ton
Contoh Individu Individu/ha /Hektar)
1 38,91 278 10,82
2 27,16 312 8,47
3 48,61 203 9,87
4 28,02 217 6,08
5 28,81 169 4,87
6 33,18 162 5,37
Rata-rata 34,11 223,50 7,58

Nilai rata-rata biomassa nipah setiap petak ukur bervariasi.


Berdasarkan nilai rata dari Tabel 5.34. dapat diamati bahwa nilai
biomassa nipah yaitu pada petak ukur 1 sebesar 7,58 ton/ha.
Dengan luasan nipah + 9.322,24 ha maka diperkirakan kandungan
biomassa nipah di Kabupaten Indragiri Hilir sebesar 35.322,27 ton,
dimana asumsi tersebut menggunakan nilai konversi biomasa ke
karbon sebesar 50 %.
Secara umum biomassa tiap bagian nipah terbesar diperoleh
pada nipah berdiameter yangp alingbesar. Hal ini disebabkan
biomassa berkaitan erat dengan proses fotosintesis, biomassa
bertambah karena tumbuhan menyerap CO2 dari udara dan
mengubahnya menjadi senyawa organik dari proses fotosintesis,
hasil foto sintesis digunakan oleh tumbuhan untuk melakukan
pertumbuhan kearah horisontal dan vertical.

124
ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE
BAB VI
POTENSI CADANGAN KARBON
HUTAN MANGROVE
Hutan mangrove terdapat di sepanjang garis pantai dan
sungai di kawasan Kabupaten Indragiri Hilir (Gambar 6.0)
merupakan pendukung berbagai jasa ekosistem, termasuk produksi
perikanan dan siklus unsur hara, termasuk perannya dalam
penyimpanan karbon. Namun luas hutan mangrove telah mengalami
penurunan karena pembangunan daerah pesisir, perluasan
pembangunan tambak dan penebangan yang berlebihan, seperti
penebangan kayu bakau untuk konstruksi bangunan dan bahan
bakar. Besarnya emisi karbon akibat hilangnya mangrove
memerlukan kajian tentang jumlah karbon yang tersimpan di dalam
ekosistem ini. Dalam penelitian ini kami mengkuantifikasikan
simpanan karbon di dalam ekosistem mangrove secara keseluruhan
dengan mengukur biomassa pohon dan kandungan cadangan karbon
hutan mangrove di kawasan Indragiri Hilir.

Gambar 6.1 Peta sebaran potensi mangrove di Kabupaten Indragiri


Hilir.
(Sumber : Interpretasi citra satelit dan Hasil Pengolahan Data Survey
Lapangan, 2013)

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 125


Penelitian tentang cadangan karbon pada hutan mangrove
sangat penting untuk meninjau berapa sebenarnya karbon yang
mampu diserap, serta menduga berapa cadangan karbon yang
terdapat pada hutan mangrove. Hasilnya dapat digunakan untuk
untuk menilai (valuasi) cadangan karbon yang terkandung.

6.1 SEBARAN LUASAN JENIS POHON MANGROVE DI SETIAP


KECAMATAN
Berdasarkan hasil perhitungan terhadap nilai frekuensi (F),
frekuensi relatif (FR), kerapatan (K), kerapatan relatif (KR), dominansi
(D) pada seluruh plot yang dibuat pada hutan mangrove diketahui
bahwa jenis pohon Nyirih atau Menyirih (Xylocarpus granatum) dan
Bakau (Rhizophora apiculata) merupakan populasi terbesar untuk
jenis tanaman mangrove di Kabupaten Indragiri Hilir dengan luas
51.103 ha Nyirih atau Menyirih (Xylocarpus granatum) dan 31.745 ha
Bakau (Rhizophora apiculata), sebagaimana disajikan pada Tabel 6.1.

Tabel 6.1 Sebaran Luasan (ha) Jenis Pohon Hutan Mangrove pada
Setiap Kecamatan

Sumber : Hasil Pengolahan Data Survey Lapangan Tahun 2013

Berdasarkan penelitian terdahulu Endang Hilmi (Hilmi, 2003)


yaitu seluas lebih 100 ribuan hektar (untuk dua vegetasi mangrove
yaitu Rhizophora terdiri dari tanaman Bakau (Rhizophora apiculata)

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 126


dan Daek (Rhizophora Mucronata) dengan 4 spesies. Adapun
penelitian dari Mimi Suarti (2011), mengidentifikasikan luasan hutan
mangrove adalah 133.972 ha di tahun 2010. Sedangkan berdasarkan
analisis citra satelit dan survey lapangan, kami berhasil
mengidentifikasikan total luasan tanaman mangrove di tahun 2013
ini adalah 118 ribu hektar. Hasil analisa perhitungan ini relatif tidak
terlalu berbeda dengan perhitungan dari penelitian terdahulu.
Terjadinya perbedaan luasan hutan mangrove sebesar 15
ribu hektar antara hasil penelitian Mimi Suarti (2011) dengan kajian
ini diperkirakan karena berlangsungnya deforestasi hutan mangrove
di Indragiri Hilir seluas 15 ribu hektar selama 3 tahun terakhir ini
(dari tahun 2010-2013), atau dengan laju 5 ribu hektar per tahun.
Hasil perhitungan ini sejalan dengan hasil analisis yang ada di Bab
VII (lihat halaman VII.44). yaitu diperkirakan kerusakan ditimbulkan
oleh kegiatan penebangan pohon bakau (saja) untuk memenuhi
kebutuhan cerocok bangunan di Kota Tembilahan berpotensi
merusak 3,4 ribu hektar lahan tanaman bakau per tahun. Jadi
diperkirakan telah terjadi laju kerusakan vegetasi Hutan Mangrove
seluas 3,4 - 5 ribu hektar per tahun.
Potensi luasan (ha) pelbagai jenis mangrove pada masing-
masing kecamatan di Kabupaten Indragiri Hilir dengan luas total
118.000 hektar dapat dilihat juga di Gambar 6.1. Dari Gambar 6.1.
dapat dicermati potensi luasan (ha) pelbagai jenis mangrove per
kecamatan di Kabupaten Indragiri Hilir pada tingkat pohon. Garis
diagram terluar menunjukkan potensi luasan mangrove yang paling
luas. Semakin ke luar garis yang dibuat, maka potensi magrove
(berdasarkan jenisya) makin luas. Ini seperti melihat garis kontur
kedalaman suatu jurang. Semakin ke pusat diagram semakin dalam
dan berarti semakin kecil nilai luasannya, sedangkan garis kontur
yang berada di tepi terluar menunjukkan semakin dangkal jurangnya
sehingga semakin besar luasannya.

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 127


Kec. Concong
1.0E+05
Kec. Tembilahan Kec. Enok
1.0E+04
Kec. Teluk
1.0E+03 Kec. Gaung
Belengkong
1.0E+02
1.0E+01 Kec. Gaung Anak
Kec. Tanah Merah
1.0E+00 Serka
1.0E-01
Kec. Sungai Batang Kec. Kateman

Kec. Reteh Kec. Kuala Indragiri

Kec. Pulau Burung Kec. Mandah


Kec. Pelangiran

Bakau Daek Menyirih Tumu

Sumber : Olahan data hasil survey lapangan tahun 2013

Gambar 6.2 Grafik potensi luasan (hektar) pelbagai jenis mangrove


pada masing-masing kecamatan di Kabupaten Indragiri
Hilir

Hal ini dapat diterangkan sebagai berikut:


1. Nyirih atau Menyirih (Xylocarpus granatum). Komposisi
jenis vegetasi mangrove pada tingkat pohon pada
keseluruhan plot pengamatan contoh di masing-masing
tempat pengambilan plot, menunjukan bahwa pohon jenis
Nyirih (Xylocarpus granatum) mendominasi hampir
diseluruh wilayah pengambilan plot contoh dengan populasi
terluas berada di Kec. Kuala Indragiri (14.655 ha) dan Kec.
Mandah 13.559 ha. Sedangkan untuk Kec. Tanah Merah dan
Kec. Concong luas nya masing-masing 6.929 ha, dan 3.538 ha.
2. Bakau (Rhizophora apiculata). Komposisi jenis vegetasi
mangrove jenis Bakau (Rhizophora apiculata) dengan
populasi terluas berada di Kec. Mandah (9.104 ha), dan Kec.

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 128


Kuala Indragiri (8.423 ha). Sedangkan untuk Kec. Tanah
Merah dan Kec. Concong luas nya masing-masing 4.304 ha,
dan 2.198 ha.
3. Tumu (Bruguiera sexangula). Adapun komposisi jenis Tumu
(Bruguiera sexangula) merupakan populasi terbanyak ke 3
(tiga) di Kabupaten ini populasi terluas berada di Kec.
Mandah (5.344 ha), Kec. Kuala Indragiri (4.944 ha), Kec. Tanah
Merah 2.527 ha, dan Kec. Concong luas nya 1.290 ha.
4. Nipah (Nypa Fruticans). Komposisi jenis vegetasi mangrove
jenis Nipah (Nypa Fruticans) populasi terluas berada di Kec.
Kuala Indragiri (3.207 ha). Sedangkan untuk Kec. Tanah
Merah adalah 2.414 ha, Kec. Reteh 1.381 ha, dan Kec.
Concong luas nya 475 ha.
5. Api-api (Avicennia marina dan Avicennia alba). Jenis
vegetasi mangrove jenis Api-api (Avicennia marina dan
Avicennia alba) populasi terluas berada di Kec. Mandah
(1.421 ha), dan Kec. Kuala Indragiri (1.315 ha), Kec. Tanah
Merah 255 ha dan Kec. Concong 343 ha.
6. Daek (Rhizophora Mucronata). Komposisi jenis vegetasi
mangrove jenis Daek (Rhizophora Mucronata) populasi
terluas berada di Kec. Mandah (539 ha), dan Kec. Kuala
Indragiri (499 ha), Kec. Tanah Merah 255 ha dan Kec.
Concong 330 ha.
7. Tongah (Ceriops Tagal). Jenis vegetasi mangrove jenis
Tongah (Ceriops Tagal), populasi terluas berada di Kec.
Mandah (263 ha), dan Kec. Kuala Indragiri (243 ha), Kec.
Tanah Merah dan Kec. Concong luas nya masing-masing 124
ha, dan 63 ha.
8. Perepat (Sonerata Caeolaris). Jenis vegetasi mangrove jenis
Perepat (Sonerata Caeolaris), populasi terluas berada di Kec.
Mandah (41 ha), dan Kec. Kuala Indragiri (38 ha), Kec. Tanah
Merah dan Kec. Concong luas nya masing-masing 19 ha, dan
10 ha.

Secara keseluruhan jenis pohon Nyirih (Xylocarpus


granatum) dan Bakau (Rhizophora apiculata) ini sama-sama
mendominasi disetiap areal pengambilan contoh. Namun tanaman
Nipah (Nypa Fruticans), jarang dijumpai di Kecamatan Mandah, Kec.

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 129


Gaung dan Kec. Kateman (Gambar 6.1).

Tabel 6.2 Sebaran Luasan (%) Jenis Pohon Hutan Mangrove pada
Setiap Kecamatan

Sumber : Olahan data hasil survey lapangan tahun 2013

Jenis pohon Nyirih (Xylocarpus granatum) mendominsasi


hampir setengah (43%) dari total populasi vegetasi mangrove di
Kabupaten Indragiri Hilir. Sedangkan prosentase vegetasi Bakau
(Rhizophora apiculata) adalah 27% dan Tumu (Bruguiera sexangula)
adalah 16% dari total populasi mangrove yang ada (Tabel 7.2).
Vegatasi magrove jenis Prepat (Sonerata caeolaris) dan Tongah
(Ceriops tagal) relatif sedikit di Kabupaten ini. Namun populasi
Nipah (Nypa Fruticans) di beberapa kecamatan (seperti di Kec.
Gaung, Kateman, Mandah, dan Pulau Burung) hampir tidak ada.
Selanjutnya, potensi cadangan karbon vegatasi magrove dapat
ditinjau dari 3 kelompok, yaitu; (i) vegatasi pohon, (ii) vegetasi
pancang, dan (iii) vegetasi semai.

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 130


6.2 KOMPOSISI POTENSI BIOMASSA DAN CADANGAN KARBON
DARI VEGETASI POHON HUTAN MANGROVE

Tanaman memerlukan sinar matahari, karbondioksida


(CO 2) yang diserap dari udara serta air, dan unsur hara yang
diserap dari dalam tanah untuk kelangsungan hidupnya. Melalui
proses fotosintesis, CO2 di udara diserap tanaman dan diubah
menjadi karbohidrat, kemudian disebarkan ke seluruh tubuh
tanaman dan akhirnya ditimbun dalam tubuh tanaman berupa daun,
batang, pelepah, bunga dan buah. Bahan organik yang terbentuk
dari hasil proses fotosintesis disebut dengan biomassa yang
dinyatakan dalam satuan bobot kering. Tabel 6.3 menunjukkan
hasil potensi biomassa kering dari pelbagai vegetasi hutan mangrove
yang berhasil diidentifikasi pada kecamatan-kecamatan di
Kabupaten Indragiri Hilir.

Tabel 6.3 Sebaran Biomassa Vegetasi Pohon Mangrove pada Setiap


Kecamatan

Sumber : Olahan data hasil survey lapangan tahun 2013

Berdasarkan hasil perhitungan terhadap nilai frekuensi (F),


frekuensi relatif (FR), kerapatan (K), dan kerapatan relatif (KR) pada
seluruh plot yang dibuat pada hutan mangrove diketahui bahwa jenis
pohon (dibeberapa tempat seperti Sungai Kempas dan Sungai Entap,
Sungai Bente dan Sungai Ganda Jaya, Sungai Bekawan dan batang
Pedada (S. Alba dan S. Caseolaris) tanaman jenis Nyirih (Xylocarpus

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 131


granatum) memiliki nilai INP paling tinggi dibandingkan tanaman
lainnya. Sehingga biomassa pohon tanaman di atas relatif paling
tinggi (Tabel 6.3). Selanjutnya diikuti tanaman Bakau (Rhizophora
apiculata) dan Tumu (Bruguiera sexangula).
Tabel 6.3 menggambarkan distibusi Biomassa pohon
(sebagai cadang karbon) pelbagai jenis mangrove di Kabupaten yang
di tinjau, antara lain; tanaman jenis Nyirih (Xylocarpus granatum)
memiliki biomassa 17,79 juta ton, Bakau (Rhizophora apiculata)
15,78 ton dan Tumu (Bruguiera sexangula) 17,79 juta ton. Sedangkan
jenis tanaman lainnya seperti Nipah (Nypa fruticans), Api-api
(Avicennia marina dan Avicennia alba), Daek (Rhizophora
mucronata) dan lainnya biomassanya di bawah 1 juta ton.
Adapun potensi biomassa sebagai cadangan karbon per
kecamatan dapat dilihat dalam Gambar 6.3. Gambar ini
menunjukkan semakin tengah garis kontur yang dibuat maka
semakin dalam dan berarti semakin kecil luasannya, sedangkan garis
kontur yang di tepi terluar menunjukkan semakin dangkal
konturnya sehingga semakin besar luasannya.

Kec. Concong
1.0E+02
Kec. Tembilahan Kec. Enok
1.0E+00
Kec. Teluk Kec. Gaung
1.0E-02

Kec. Tanah Merah 1.0E-04 Kec. Gaung Anak


1.0E-06
Kec. Sungai Batang Kec. Kateman

Kec. Reteh Kec. Kuala Indragiri

Kec. Pulau Burung Kec. Mandah


Bakau Kec.Daek
Pelangiran Menyirih
Tumu Tongah Perepat
Api-api Nipah Total Biomassa
Sumber : Olahan data hasil survey lapangan tahun 2013

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 132


Gambar 6.3 Komposisi Potensi Biomassa Pohon Hutan Mangrove
pada Kecamatan-kecamatan di Kabupaten Indragiri Hilir

Tabel 6.4 Potensi Cadangan Karbon dari Vegetasi Pohon Hutan


Mangrove di Kabupaten Indragiri Hilir

Sumber : Olahan data hasil survey lapangan tahun 2013

Potensi Cadangan Karbon dari Vegetasi Pohon Hutan


Mangrove di Kabupaten Indragiri Hilir dapat dilihat di Gambar 6.3.
1. Nyirih atau Menyirih (Xylocarpus granatum). Komposisi
potensi cadangan karbon pada tingkat pohon pada
keseluruhan plot pengamatan, menunjukan bahwa pohon
jenis Nyirih (Xylocarpus granatum) mendominasi hampir
diseluruh wilayah pengambilan plot contoh dengan populasi
terbesar berada di Kec. Mandah 2,32 juta ton, dan Kec. Kuala

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 133


Indragiri 2,15 juta ton. Sedangkan untuk Kec. Tanah Merah
dan Kec. Concong potensinya masing-masing 0,56, dan 0,41
juta ton.
2. Bakau (Rhizophora apiculata). Komposisi jenis vegetasi
mangrove jenis Bakau (Rhizophora apiculata) dengan potensi
biomassa karbon terbanyak berada di Kec. Mandah 2,06 juta
ton dan Kec. Kuala Indragiri 1,90 juta ton. Sedangkan untuk
Kec. Tanah Merah dan Kec. Concong potensinya masing-
masing 0,49 juta ton, dan 0,36 juta ton.
3. Tumu (Bruguiera sexangula). Adapun komposisi jenis Tumu
(Bruguiera sexangula) dengan potensi karbon terbanyak
berada di Kec. Mandah 0,72 juta ton, Kec. Kuala Indragiri 0,67
juta ton, Kec. Tanah Merah 0,34 juta ton, dan Kec. Concong
0,17 juta ton.
4. Nipah (Nypa Fruticans). Komposisi jenis vegetasi mangrove
jenis Nipah (Nypa Fruticans) dengan potensi karbon
terbanyak berada di Kec. Kuala Indragiri 12 ribu ton, Kec.
Tanah Merah 9 ribu ton, Kec. Reteh 5 ribu ton, dan Kec.
Concong 1,8 ribu ton.
5. Api-api (Avicennia marina dan Avicennia alba). Jenis
vegetasi mangrove jenis Api-api (Avicennia marina dan
Avicennia alba) populasi terluas berada di Kec. Mandah 125
ribu ton, dan Kec. Kuala Indragiri 116 ribu ton, Kec. Tanah
Merah 59 ribu ton dan Kec. Concong 30 ribu ton.
6. Daek (Rhizophora Mucronata). Komposisi jenis vegetasi
mangrove jenis Daek (Rhizophora Mucronata) dengan potensi
karbon terbanyak berada di Kec. Mandah dan Kuala Indragiri
masing-masing 122 ribu ton dan 113 ribu ton, Kec. Tanah
Merah 973 ribu ton, Kec. Reteh dan Kec. Concong masing
masing dibawah 500 seribu ton.
7. Tongah (Ceriops tagal) dan Perepat (Sonerata caeolaris).
Jenis vegetasi mangrove jenis Tongah (Ceriops Tagal) dan
Perepat (Sonerata Caeolaris) mempunyai potensi karbon
terbanyak berada di Kec. Mandah dan Kuala Indragiri masing-
masing 33 ribu ton dan 30 ribu ton, dan di Kec. Tanah Merah
25 ribu ton, sedangkan di kecamatan lainnya di bawah
sepuluh ribu ton di tiap kecamatan yang ditinjau (Table 6.4).

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 134


6.3 KOMPOSISI POTENSI BIOMASSA DAN CADANGAN KARBON
DARI VEGETASI PANCANG HUTAN MANGROVE

Berdasarkan hasil perhitungan terhadap nilai frekuensi (F),


frekuensi relatif (FR), kerapatan (K), dan kerapatan relatif (KR) pada
seluruh plot yang dibuat pada hutan mangrove diketahui bahwa jenis
pohon dibeberapa tempat seperti Sungai Kempas dan Sungai Entap,
Sungai Bente dan Sungai Ganda Jaya, Sungai Bekawan dan batang
Pedada, tanaman jenis Nyirih (Xylocarpus granatum) memiliki nilai
INP paling tinggi dibandingkan tanaman lainnya. Sedangkan
tanaman pada tingkat Pancang untuk jenis Bakau (Rhizophora
apiculata) mendominasi jenis tanaman mangrove di Sungai pandan.
Berdasarkan hasil perhitungan terhadap potensi bio massa
jenis pancang Bakau (Rhizophora apiculata) dibeberapa tempat
seperti Kec. Kuala Indragiri, Kec. Mandah dan Kec. Tanah Merah
memiliki nilai paling tinggi dibandingkan tanaman lainnya (111 ribu
ton). Kemudian diikuti potensi biomassa pancang jenis Nyirih Tumu
(Bruguiera sexangula) sebesar 31 ribu ton. Adapun total potensi bio
massa vegatasi pancang mangrove ini adalah 158 ribu ton. Potensi
Biomassa Pancang Hutan Mangrove pada Kecamatan-kecamatan di
Kaupaten Indragiri Hilir dapat dilihat pada Tabel 6.5.

Tabel 6.5 Komposisi Potensi Biomassa Pancang Hutan Mangrove


pada Kecamatan-kecamatan di Kaupaten Indragiri Hilir

Sumber : Olahan data hasil survey lapangan tahun 2013

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 135


Tabel 6.5 menggambarkan distibusi Biomassa pancang
(sebagai cadang karbon) pelbagai jenis mangrove di Kabupaten yang
di tinjau, antara lain; tanaman jenis Nyirih atau Menyirih
(Xylocarpus granatum) memiliki biomassa pancang 15 ribu ton,
Bakau (Rhizophora apiculata) 111,35 ribu ton dan Tumu (Bruguiera
sexangula) 31,46 ribu ton. Sedangkan jenis tanaman lainnya seperti
Perepat (Sonerata Caeolaris), dan Tongah (Ceriops Tagal)
biomassanya relatif kecil di bawah 1000 ton.
Potensi Cadangan Karbon dari Vegetasi pancang Hutan
Mangrove di Kabupaten Indragiri Hilir dapat dilihat di Gambar 7.3.
1. Bakau (Rhizophora apiculata). Komposisi pancang jenis
vegetasi mangrove jenis Bakau (Rhizophora apiculata)
dengan potensi biomassa karbon pancang terbanyak berada
di Kec. Mandah 14,52 ribu ton dan Kec. Kuala Indragiri 13,43
ribu ton. Sedangkan untuk Kec. Tanah Merah adalah 6,86 ribu
ton, Kec. Concong 3,5 ribu ton dan Kec. Rateh serta Sungai
Batang masing-masing sekitar 3,51 ribu ton.
2. Nyirih atau Menyirih (Xylocarpus granatum). Komposisi
potensi cadangan karbon pada pancang, menunjukan bahwa
pohon jenis Nyirih (Xylocarpus granatum) mendominasi
hampir diseluruh wilayah pengambilan plot contoh dengan
populasi terbesar berada di Kec. Mandah 1,96 ribu ton, dan
Kec. Kuala Indragiri 1,81 ribu ton. Sedangkan untuk Kec.
Tanah Merah dan Kec. Concong luas nya masing-masing 0,93
ribu ton, dan 0,47 ribu ton.
3. Tumu (Bruguiera sexangula). Adapun komposisi jenis Tumu
(Bruguiera sexangula) dengan potensi karbon pancang
terbanyak berada di Kec. Mandah 4,1 ribu ton, Kec. Kuala
Indragiri 3,79 ribu ton, Kec. Tanah Merah 1,94 ribu ton, dan
Kec. Concong 0,99 juta ton.
4. Api-api (Avicennia marina dan Avicennia alba). Jenis
vegetasi pancang mangrove jenis Api-api (Avicennia marina
dan Avicennia alba) populasi terluas berada di Kec. Mandah
68 ton, dan Kec. Kuala Indragiri 62 ton, Kec. Tanah Merah 32
ton dan Kec. Concong 16 ton.
5. Daek (Rhizophora Mucronata). Komposisi jenis vegetasi
pancang mangrove jenis Daek (Rhizophora Mucronata)
dengan potensi karbon terbanyak berada di Kec. Mandah dan

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 136


Kuala Indragiri masing-masing di bawah 30 ton.
6. Tongah (Ceriops Tagal) dan Perepat (Sonerata Caeolaris).
Jenis vegetasi pancang mangrove jenis Tongah (Ceriops
Tagal) dan Perepat (Sonerata Caeolaris) mempunyai potensi
karbon di bawah 2 ton di tiap kecamatan yang ditinjau (Table
6.5).

Kec. Concong
Kec. Teluk
1.0E+00
1.0E-01 Kec. Enok
Belengkong
Kec. Tanah 1.0E-02
1.0E-03 Kec. Gaung
Merah 1.0E-04
Kec. Sungai 1.0E-05 Kec. Gaung Anak
1.0E-06
Batang 1.0E-07 Serka

Kec. Reteh Kec. Kateman

Kec. Pulau Kec. Kuala


Burung Indragiri
Kec. Pelangiran Kec. Mandah

Bakau Daek Menyirih Tumu

Sumber : Olahan data hasil survey lapangan tahun 2013


Gambar 6.4 Komposisi Potensi Biomassa (%) Pancang Hutan Mangrove
pada Kecamatan-kecamatan di Kabupaten Indragiri Hilir

Tabel 6.6 Potensi Cadangan Karbon (ton) dari Vegetasi Pancang Hutan
Mangrove di Kabupaten Indragiri Hilir

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 137


Sumber : Olahan data hasil survey lapangan tahun 2013

6.4 KOMPOSISI POTENSI BIOMASSA DAN CADANGAN KARBON


DARI VEGETASI SEMAI HUTAN MANGROVE

Berdasarkan hasil perhitungan terhadap potensi bio massa


jenis semai Bakau (Rhizophora apiculata) dibeberapa tempat seperti
Kec. Kuala Indragiri, Kec. Mandah dan Kec. Tanah Merah memiliki
nilai paling tinggi dibandingkan tanaman lainnya (52 ribu ton).
Kemudian diikuti potensi biomassa pancang jenis Menyirih atau
Nyirih (X. granatum) sebesar 48,9 ribu ton. Adapun total potensi
biomassa vegetasi semai mangrove ini adalah 109 ribu ton.
Potensi Biomassa Pancang Hutan Mangrove pada Kecamatan-
kecamatan di Kaupaten Indragiri Hilir dapat dilihat pada Tabel 6.7.

Tabel 6.7 Komposisi Potensi Biomassa Vegetasi Semai Hutan


Mangrove pada Kecamatan-kecamatan di Kabupaten
Indragiri Hilir

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 138


Sumber : Olahan data hasil survey lapangan tahun 2013

Potensi cadangan karbon dari vegetasi semai hutan mangrove


di Kabupaten Indragiri Hilir dapat dilihat di Gambar 6.4.
1. Bakau (Rhizophora apiculata). Komposisi pancang jenis
vegetasi mangrove jenis Bakau (Rhizophora apiculata)
dengan potensi biomassa karbon semai terbanyak berada
di Kec. Mandah 14,94 ribu ton dan Kec. Kuala Indragiri
13,43 ribu ton. Sedangkan untuk Kec. Tanah Merah
adalah 7,06 ribu ton, Kec. Concong 3,61 ribu ton dan Kec.
Rateh serta Sungai Batang masing-masing sekitar 2,95
ribu ton dan 2,69 ribu ton.
2. Nyirih atau Menyirih (Xylocarpus granatum). Komposisi
potensi cadangan karbon pada pancang, menunjukan
bahwa semai jenis Nyirih (Xylocarpus granatum)
mendominasi hampir diseluruh wilayah pengambilan
plot contoh dengan populasi terbesar berada di Kec.
Mandah 14,02 ribu ton, dan Kec. Kuala Indragiri 12,98
ribu ton. Sedangkan untuk Kec. Tanah Merah dan Kec.
Concong luas nya masing-masing 6,63 ribu ton, dan 3,34
ribu ton.
3. Tumu (Bruguiera sexangula). Adapun komposisi jenis
Tumu (Bruguiera sexangula) dengan potensi karbon
semai terbanyak berada di Kec. Mandah 2,29 ribu ton,
Kec. Kuala Indragiri 2,12 ribu ton, Kec. Tanah Merah 1,08
ribu ton, dan Kec. Concong 0,55 juta ton.
4. Api-api (Avicennia marina dan Avicennia alba). Jenis

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 139


vegetasi semai mangrove jenis Api-api (Avicennia marina
dan Avicennia alba) berpotensi carbon sejumlah kurang
dari 100 ton.
5. Daek (Rhizophora Mucronata). Komposisi jenis vegetasi
semai mangrove jenis Daek (Rhizophora mucronata)
dengan potensi karbon terbanyak berada di Kec. Mandah
dan Kuala Indragiri masing-masing di 111 ton dan 102
ton. Adapun potensi carbon semai untuk masing-masing
kecamatan kurang dari 100 ton.
6. Tongah (Ceriops Tagal) dan Perepat (Sonerata
Caeolaris). Jenis vegetasi semai mangrove jenis Tongah
(Ceriops tagal) dan Perepat (Sonerata caeolaris)
mempunyai potensi karbon di bawah 1 ton di tiap
kecamatan yang ditinjau (Table 6.8).

Kec.
Concong
Kec. 1.0E-07
Kec. Enok
Teluk1.0E-06
1.0E-05
Kec. Kec.
Tanah 1.0E-04 Gaung
1.0E-03
1.0E-02
Kec. 1.0E-01 Kec.
Sungai Gaung
1.0E+00

Kec. Kec.
Reteh Kateman

Kec. Kec.
Pulau Kuala
Kec. Kec.
Pelangir Mandah
Bakau Daek Menyirih Tumu Tongah Api-api

Sumber : Olahan data hasil survey lapangan tahun 2013


Gambar 6.5 Komposisi Potensi Biomassa Vegetasi Semai Hutan
Mangrove pada Kecamatan-kecamatan di Kabupaten Indragiri Hilir

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 140


Tabel 6.8 Potensi Cadangan Karbon dari Vegetasi Semai Hutan
Mangrove di Kabupaten Indragiri Hilir

Sumber : Olahan data hasil survey lapangan tahun 2013

Jadi total potensi cadangan karbon vegetasi mangrove di


Kabupaten Indragiri Hilir diidentifikasi sebesar 18,94 juta ton (tahun
2013) dengan jenis vegetasi sebagai berikut; Bakau sebanyak 7,25
juta ton, Daek sebanyak 0,43 juta ton, Menyirih sebanyak 8,12 juta
ton, Tumu sebanyak 2,53 juta ton, Tongah sebanyak 0,12 juta
ton, Perepat sebanyak 20,40 ribu ton, dan Api-api 0,44 juta ton.
Keberagaman jenis yang pohon yang tumbuh pada vegetasi
mangrove dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain keadaan
tanah, laju pasang surut, salinitas, tingkat genangan, laju
pengendapan, dan pengikisan serta ketinggian nisbi darat dan air.
Menurut Watson (1928) dan anwar et al 1984 dalam Hilmi 2003
menyatakan bahwa hutan mangrove dapat dibagi menjadi lima
bagian berdasarkan frekuensi air pasang, yaitu :
1. Zona yang terdekat dekat dengan laut, dikuasai oleh
Avicennia spp dan Sonneratia spp, tumbuh pada lumpur
lembek dengan kandungan organik yang tinggi. Avicennie
tumbuh pada subtrat yang agak keras. sedangkan Alba
tumbuh pada substrat lembek
2. Zona yang tumbuh pada tanah kuat dan cukup keras dicapai
oleh air pasang. Zona ini sedikit lebih tinggi dan biasanya
didoninasi oleh B cylindria

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 141


3. Zona menuju daratan yang didominasi oleh Rh mucronata
dan Rh apucilata. Jenis Rh mucronata lebih banyak dijumpai
pada kondisi yang agak basah dan lumpur yang agak dalam
dan dapat tumbuh mencapai 40 m
4. Zona yang didominasi oleh B parviflora yang kadang-kadang
dijumpai tanpa jenis pohon lainnya, terdapat pada lahan
bekas tegakan Rhizopora spp
5. Zona yang didominansi oleh B gymorhiza

Wilayah hutan mangrove di Kabupaten Indragiri Hilir


didominansi oleh jenis Bakau (Rhyzopora apiculata dan
Rh.mucronata), Tumu (Bruguiera sexangula), Nyirih (X. granatum),
Api-api (Avicennia marina dan Avicennia alba), Pedada (S. Alba dan
S. caseolaris), Lankopi, Perepat (Sonerata caeolaris), Daek
(Rhizophora mucronata), Tongah (Ceriops tagal), Perepat (Sonneratia
alba) Nipah (Nypa fruticans).

6.4.1 Bakau (Rhizopora apiculata)


Bakau (Rhizopora Apiculata) tumbuh pada tanah berlumpur,
halus, dalam dan tergenang pada saat pasang normal. J e n i s i n i
tidak menyukai substrat yang lebih keras yang bercampur dengan
pasir. Sifat lokasi tumbuh Rhizopora apiculata cenderung
mendominasi bahkan dapat mencapai 90% dari vegetasi yang
tumbuh di suatu lokasi. Sebagian Wilayah hutan mangrove di
Kabupaten Indragiri Hilir memiliki perarairan pasang surut
dengan masukan air tawar yang kuat secara permanen sehingga
sangat disukai oleh jenis bakau.
Pohon bakau dapat mencapai ketinggian 30 m dengan
diameter 50 cm dengan ketinggian perakaran mencapai 5 m.
Karakteristik utama dari jenis ini adalah memiliki akar udara yang
keluar dari cabang. Sebagaian besar kulit kayu pohon berwarna abu-
abu tua dan dapat berubah sesuai umur pohon. Warna daun hijau
muda pada bagian tengah dan kemerahan pada bagian bawah
sedangkan gagang daun berwarna kemerahan dengan panjang 17-
35 mm. Posisi daun cenderung sederhana dan berlawan dengan
bentuk elips menyempit dan meruncing pada bagian ujung.
Kebanyakan daun bakau di Kabupaten Indragiri Hilir berukuran 7-
19 x 3,5-8 cm.

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 142


Bunga pohon bakau tergolong biseksual dengan kepala
bunga terletak pada gagang berukuran <14 mm. Posisi bunga terletak
pada ketiak daun dengan formasi 2 bunga per kelompok. Bakau
memiliki perakaran yang dapat tumbuh secara abnormal karena
gangguan kumbang yang menyerang ujung akar. Kepiting dapat
juga menghambat pertumbuhan Bakau karena mengganggu kulit
akar anakan.
Bakau (Rhizopora Apiculata) termasuk tumbuhan yang
memiliki buah dengan bentuk bulat seperti buah pir, berwarna
coklat dengan panjang 2-3,5 cm. Adapun ciri-ciri buah adalah
hipokotil silindris, berbintil, berwarna hijau jingga. Leher
kotilodon berwarna merah jika sudah matang dengan ukuran
panjang Hipokotil 18-38 cm dan berdiameter 1-2 cm.

Gambar 6.6 Vegetasi Bakau (Rhizopora apiculata)

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 143


Gambar 6.7 Ciri Vegetasi Bakau (Rhizopora apiculata)

Masyarakat Kabupaten Indragiri Hilir khususnya,


memanfaatkan kayu bakau untuk bahan bangunan (cerocok) karena
memiliki tekstur yang kuat dan liat, dapat juga digunakan untuk
pembuatan arang bakau maupun kayu bakar. Selain itu, nelayan
disekitar pesisir pantai dan sungai memanfaatkan kayu bakau untuk
pembuatan perangkap ikan atau biasa disebut jermal. Dalam upaya
pelestarian hutan mangrove, pohon jenis bakau seringkali dipilih
untuk perbanyakan bibit dan ditanam pada bagian hutan yang
mengalami kerusakan. Kayu dimanfaatkan untuk bahan bangunan,
kayu bakar dan arang. Kulit kayu berisi hingga 30% tanin (berat
kering). Cabang akar dapat digunakan sebagai jangkar dengan
diberati batu. Di Jawa acapkali ditanam di pinggiran tambak untuk
melindungi pematang. Sering digunakan sebagai tanaman
penghijauan.

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 144


Sumber : Olahan data hasil survey lapangan tahun 2013

Gambar 6.8 Sebaran Potensi Biomassa Vegetasi Bakau (Rhizopora


apiculata)

Gambar 6.7 menampilkan sebaran potensi biomassa Hutan


Bakau (Rhizopora apiculata) Di Kabupaten Indragiri Hilir. Potensi
bakau paling banyak terdapat di Kecamatan Mandah yang mencapai
9.56 persen dari total keseluruhan Mangrove di Kabupaten Indragiri
Hilir. Selanjutnya diikuti oleh Kecamatan Kuala Indragiri dan
Kecamatan Tanah Merah masing-masing 4.52 persen dan 2.31
persen. Kota tembilahan diasumsikan tidak memiliki potensi
biomassa dari jenis Bakau ini, sehingga potensi paling kecil adalah
di Kecamatan Enok dengan potensi biomassa sebanyak 0.14 persen.
Jumlah potensi biomassa bakau secara keseluruhan memberikan
andil besar dalam pembentukan jumlah potensi biomassa total
hutan mangrove di Kabupaten Indragiri Hilir.

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 145


Sumber : Olahan data hasil survey lapangan tahun 2013

Gambar 6.9 Sebaran Potensi Cadangan Karbon Vegetasi Bakau


(Rhizopora apiculata)

6.4.2 Daek (Rhizopora mucronata)


Daek (Rhizopora mucronata) tumbuh pada daerah yang
selalu tergenang air pasang seperti digaris pantai maupun kadang-
kadang tumbuh di pesisir pantai. Pada kondisi yang baik, pohon ini
dapat tumbuh mencapai 27 m, bahkan beberapa diantaranya dapat
melebihi 30 m. Hampir sama dengan Rhizopora apiculata, pohon ini
memilki perakaran udara yang tumbuh dengan baik. Jumlah
lengkungan akarnya dipengaruhi oleh lokasi pohon. Kulit batang
berwarna abu-abu pada waktu muda dan berlentisel, kasar dan
mudah mengelupas setelah tua. Diameter pohon mencapai 70 cm
dan terdapat celah horizontal. Ukuran daun Rhizopora mucronata
merupakan ukuran terbesar untuk famili Rhizoporaceae,
bersilangan berhadapan, permukaan atas berwarnahijau mengkilap
hingga kuning mengkilap kehijauan. Panjang daun berkisar 2,5-5,5
cm dengan bentuk telur, ujung meruncing dengan panjang 5-7 mm,
terdapat titik-titik hitam pada permukaan bawah daun tua.

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 146


Gagang kepala bunga bersifat biseksual, masing-masing
menempel pada gagang individu yang panjangnya 2,5-5 cm dan
berada pada ketiak daun. Posisi bunga berkelompok 4 16, panjang
cm, berbentuk bulat telur, ujung meruncing dengan panjang 5 -7
mm, terdapat titik-titik hitam pada permukaan bawah daun tua.
Bunga tumbuh secara berkelompok dengan jumlah 4-8 bunga per
kelompok. Daun mahkota berwarna putih, dengan panjang 9 mm.
Buah daek berbentuk lonjong/panjang hingga berbentuk telur
berwarna hijau kecoklatan,dan seringkali kasar di bagian
pangkal.

Gambar 6.10 Vegetasi Daek (Rhizopora mucronata)

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 147


Gambar 6.11 Ciri Vegetasi Daek (Rhizopora mucronata)

Daek hidup pada areal yang sama dengan R.apiculata


tetapi lebih toleran terhadap substrat yang lebih keras dan
pasir. Pada umumnya tumbuh dalam kelompok, dekat atau
pada pematang sungai pasang surut dan di muara sungai,
jarang sekali tumbuh pada daerah yang jauh dari air pasang
surut. Pertumbuhan optimal terjadi pada areal yang tergenang
dalam, serta pada tanah yang kaya akan humus. Merupakan
salah satu jenis tumbuhan mangrove yang paling penting
dan paling tersebar luas. Perbungaan terjadi sepanjang
tahun. Anakan seringkali dimakan oleh kepiting, sehingga
menghambat pertumbuhan mereka. Anakan yang telah
dikeringkan dibawah naungan untuk beberapa hari akan
lebih tahan terhadap gangguan kepiting. Hal tersebut

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 148


mungkin dikarenakan adanya akumulasi tanin dalam
jaringan yang kemudian melindungi daek dari gangguan kepiting.
Kayu Daek (Rhizopora mucronata) digunakan sebagai
bahan bakar dan arang. Tanin dari kulit kayu digunakan untuk
pewarnaan, dan kadang-kadang digunakan sebagai obat
dalam kasus hematuria (perdarahan pada air seni). Kadang-
kadang ditanam di sepanjang tambak untuk melindungi
pematang. Di wulayah Kabupaten Indragiri Hilir, kayu daek
dahulunya sering digunakann untuk bahan pembuatan arang
bakar. Namun setelah ketetapan pemerintah mulai
diberlakukan dengan ketat terkait dengan larangan penebangan
kayu daek, maka perlahan industri kayu arang mulai berhenti.

Sumber : Olahan data hasil survey lapangan tahun 2013


Gambar 6.12 Sebaran Potensi Biomassa Vegetasi Daek (Rhizopora
mucronata)

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 149


Sumber : Olahan data hasil survey lapangan tahun 2013
Gambar 6.13 Sebaran Potensi Cadangan Karbon Vegetasi Daek
(Rhizopora mucronata)

Secara keseluruhan, sumbangan potensi biomassa vegetasi


daek terhadapa total biomassa total kabupaten Indragiri hilir
tergolong rendah yakni hanya mencapai 2.26 persen dari total
keseleuruhan. Kecamatan Mandah menjadi penyumbang terbesar
dengan 0.03 persen, dikuti kecamatan kuala Indragiri dengan 0.02
persen. Kecamatan reteh, kecamatan Sungai batang dan kecamatan
concong memeliki sumbangan biomassa vegetasi Daek sebanyak
0.01 persen.

Perhitungan biomassa vegetasi daek selanjutnya digunakan


untuk perhitungan potensi cadangan karbon. Hasil olahan survey
lapangan memperlihatkan bahwa kecamatan mandah memeikim
cadangan karbon terbesar dengan 0.04 persen dari total cadangan
karbon keseluruhan vegetasi hutan mangrove di Kabupaten Indragiri
Hilir. Selanjutnya diikuti oleh kecamatan tanah merah dengan

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 150


cadangan karbon sebanyak 0.02 persen.

6.5 Menyirih (Xylocarpus granatum)

Ciri yang paling mudah dikenali dari Menyirih (Xylocarpus


granatum) adalah buahnya yang berbentuk seperti bola kelapa, berat
bisa 1-2 kg, berkulit, warna hijau kecoklatan. Buahnya
bergelantungan pada dahan yang dekat permukaan tanah dan agak
tersembunyi. Di dalam buah terdapat 6-16 biji besar-besar, berkayu
dan berbentuk tetrahedral.

Gambar 6.14 Vegetasi Menyirih (Xylocarpus granatum)

Pohon Menyirih ini dapat mencapai ketinggian 10-20 m dan


memiliki akar papan melebar ke samping, meliuk-liuk dan
membentuk celahan-celahan. Untuk batang yang sudah tua sering
dijumpai memilki lubang. Warna batang coklat muda-kekuningan
dan berkeriput terutama pada kayu yang masih muda. Bagian pohon
yang sering dimanfaatkan adalah pada bagian batang dan biasanya
hanya digunakan untuk bahan tambahan pembuatan perahu kerna
ukurannya relative lebih kecil. Posisi daun umumnya berpasangan
Agak tebal, susunan daun berpasangan (umumnya 2 pasang
pertangkai) dan ada pula yang menyendiri. Unit & Letak: majemuk &
berlawanan. Bentuk: elips bulat telur terbalik. Ujung: membundar.

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 151


Ukuran: 4,5 - 17 cm x 2,5 - 9 cm. Bunga Menyirih terdiri dari dua jenis
kelamin atau betina saja. Panjang Tandan bunga mencapai 2-7 cm
dan muncul dari dasar tangkai daun sedangkan tangkai bunga
panjangnya 4-8 mm.

Gambar 6.15 Ciri Vegetasi Menyirih (Xylocarpus granatum)

Bunga muncul biasanya bergerombol acak dengan jumlah 8-


20 bunga per gerombol dengan 4daun mahkota sebanyak Jenis ini
tumbuh di sepanjang pinggiran sungai pasang surut, pinggir daratan
dari mangrove, dan lingkungan payau lainnya yang tidak terlalu asin.
Seringkali tumbuh mengelompok dalam jumlah besar. Individu yang
telah tua seringkali ditumbuhi oleh epifit.

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 152


Sumber : Olahan data hasil survey lapangan tahun 2013
Gambar 6.16Sebaran Potensi Biomassa Vegetasi Menyirih (Xylocarpus
granatum)

Potensi biomassa menyirih (Xylocarpus granatum) di Kabupaten


Indragiri Hilir ke secara keseluruhan masing dibawah potensi jenis
lain. Potensi biomassa terbesar apabila dilihat dari pendekatan
kecamatan terdapat di Kecamatan Mandah yakni mencapai 16.87
persen. Kecamatan Tanah merah memeilki besaran potensi bimassa
selanjutnya yakni mencapai 7.98 persen dan diikuti oleh kecamatan
concong dengan potensi bomasaa 4.07 persen.

Berbanding lurus dengan potensi biomassa, cadangan karbon


vegetasi menyirih di Kecamatan Mandah menjadi peyumbang
terbesar yakni mencapai 0.09 persen dari keseluruhan cadangan
karbon vegetasi mangrove di Kabupaten Indragiri Hilir. Selanjutnya
persentase cadabgan karbon vegetasi menyirih di kecamatan Tanah
merah dan kuala Indragiri reltif sama yakni kisaran 0.04 persen.
Kecamatan Reteh, kecamatan sungai batang dan kecamatan concong
menjadi urutan selanjutnya pada jumlah potensi cadangan karbon
yakni masing-masing 0.02 persen

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 153


Sumber : Olahan data hasil survey lapangan tahun 2013

Gambar 6.17 Sebaran Potensi Cadangan Karbon Vegetasi Menyirih


(Xylocarpus granatum)

6.6 Tumu (Bruguiera sexangula)


Bruguiera sexangula biasa disebut masyarakat di Kabupaten
Indragiri Hilir dengan nama Tumu tumbuh di sepanjang jalur air
pada berbagai tipe substrat yang tidak sering tergenang. Biasanya
tumbuh pada kondisi yang lebih basah dibanding B. gymnorrhiza.
Untuk cakupan wilayah dunia, penyebarannya meliputi India,
seluruh Asia Tenggara hingga Australia Utara.

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 154


Gambar 6.18 Vegetasi Tumu (Bruguiera sexangula)

Hampir sama dengan Bakau (Rhizopora apiculata), Tumu


juga banyak digunakan untuk pembuatan tiang (cerocok) kayu
bakar, dan arang. Pohon Tumu dapat tumbuh mencapai 30 m
dengan warna kulit kayu coklat muda-abu-abu, halus hingga kasar,
memiliki sejumlah lentisel berukuran besar dengan pangkal
batang yang membengkak. Akar lutut, dan kadang kadang akar
papan. Ciri-ciri daun agak tebal, berkulit, dan memiliki bercak
hitam di bagian bawah berbentuk elips dan ujung meruncing.
Sedangkan bunga Tumu terlatak pada bagian ketiak daun
bersoliter dengan jumlah 1 bunga per tandan. Ciri khas Tumu
bisa juga dilihat dari daun mahkota yang berwarna putih
kecoklatan dan berambut halus pada tepinya. Buah Tumu
tergolong Hipokotil dengan panjang bisa mencapai 6-12 cm dan
diameter sebesar jari jempol orang dewasa.

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 155


Gambar 6.19 Ciri Vegetasi Tumu (Bruguiera sexangula)

Tumu tumbuh di sepanjang jalur air dan tambak pantai,


pada berbagai tipe substrat yang tidak sering tergenang. Biasanya
tumbuh pada kondisi yang lebih basah dibanding B. gymnorrhiza.
Kadang-kadang terdapat pada pantai berpasir. Toleran terhadap
kondisi air asin, payau dan tawar. Perbungaan terjadi sepanjang
tahun. Bunganya yang besar diserbuki oleh burung. Hipokotil
disebarkan melalui air. Tumu dapat dimanfaatkan untuk kayu
bakar, tiang dan arang. Buahnya dilaporkan digunakan untuk
mengobati penyakit herpes, akar serta daunnya digunakan untuk
mengatasi kulit terbakar. Di Sulawesi buahnya dimakan setelah
diproses dengan merendam dan mendidihkan pada air panas.

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 156


Sumber : Olahan data hasil survey lapangan tahun 2013
Gambar 6.20 Sebaran Potensi Biomassa Vegetasi Tumu (Bruguiera
sexangula)

Sumber : Olahan data hasil survey lapangan tahun 2013


Gambar 6.21 Sebaran Potensi Cadangan Karbon Vegetasi Tumu
(Bruguiera sexangula)

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 157


Tumu (Bruguiera sexangula) banyak terdapat di Kecamatan
Mandah. Hal ini berbanding lurus dengan potensi biomassa yang
dimiliki yakni mencapai 1.98 persen dan diikuti oleh kecamatan
Tanah Merah dan Kecamatan Kuala Indragiri dengan potensi
biomasssa 0.93 persen. Kecamatan cocncong memelki potensi
biomassa vegetasi tumu sebanyak 0.48 persen yang selanjutnya
diikuto oleh kecamatan reteh dengan 0.39 persen. Dengan
pegecualian Kota Tembilahan, maka Kecamatan Pelangiran
merupakan kecamatan dengan sumbangan potensi biomassa
vegetasi tumu terkecil dengan dengan 0.03 persen

Berdasarkan gambar 6.20, potensi cadangan karbon vegetasi


Tumu di kecamatan Mandah mencapai 1.98 persen dari total
ksesluruhan cadangan karbon vegetasi hutan Mangrove di
Kabupaten Indragiri Hilir. Angka ini merupakan angka terbesar
disbanding potensi cadangan karbon kecamatan-kecamatan
lain.Urutan selanjutnya adalah kecamatan Tanah merah dan Kuala
Indragiri dengan potensi cadangan karbon sebesar 0.93 persen.

6.7 Api-api (Avicennia marina)


Api-api atau Avicenia marina merupakan belukar atau
pohon yang tumbuh tegak atau menyebar. Bentuk khusus Api-
api (Avicennia marina) yang mudah untuk diindentifkasi adalah
sistem perakaran horizontal yang rumit dan berbentuk pensil.
Akarnya memiliki lentisel dengan nafas tegak. Pohon api-api dapat
tumbuh dengan ketinggian 30 m pada kondisi optimum dengan
kulit kayu halus dan burik-burik hijau dan terkelupas dalam bagian-
bagian kecil. Daun Api-api memilki permukaan yang berbintik-bintik
kelenjar berbentuk cekung. Bagian bawah daun putih-abu-abu
muda. Sama dengan Tumu, Daun api-api juga berbentuk elips, bulat
memanjang dengan ujung meruncing hingga membundar. Ranting
muda dan tangkai daun berwarna kuning, tidak berbulu.

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 158


Gambar 6.22 Vegetasi Api-api (Avicennia marina)

Api-api memiliki daun, dimana bagian atas permukaan daun


ditutupi bintik-bintik kelenjar berbentuk cekung. Bagian bawah
daun putih- abu-abu muda. Daun api-api berbentuk: elips, bulat
memanjang, bulat telur terbalik, dengan ujung meruncing hingga
membundar berukuran: 9 x 4,5 cm.
Formasi bunga basanya terdiri dari tida tangakai dan muncul
diujng tandan. Apabila dicium baunya agak menyengat. Hal
diakibatkan oleh daun api-api memiliki nectar yang banyak. Apiapi
memiliki buah dengan bentuk agak membulat, berwarna hijau
agak keabu-abuan. Ranbut halus merata pada kulit buah dan
ujungnya agak tajam.
Api-api merupakan tumbuhan pionir pada lahan pantai yang
terlindung, memiliki kemampuan menempati dan tumbuh pada
berbagai habitat pasang-surut, bahkan di tempat asin sekalipun.
Jenis ini merupakan salah satu jenis tumbuhan yang paling umum
ditemukan di habitat pasang-surut. Akarnya sering dilaporkan
membantu pengikatan sedimen dan mempercepat proses
pembentukan tanah timbul. Jenis ini dapat juga bergerombol
membentuk suatu kelompok pada habitat tertentu. Berbuah
sepanjang tahun, kadang-kadang bersifat vivipar. Buah membuka

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 159


pada saat telah matang, melalui lapisan dorsal. Buah dapat juga
terbuka karena dimakan semut atau setelah terjadi penyerapan air.

Gambar 6.23 Ciri Vegetasi Api-api (Avicennia marina)

Api-api termasuk kedalam tanaman yang tahan terhadap


perubahan kondisi iklim dan merupakan tumbuhan pionir pada
lahan pantai dan pesisir sungai yang terlindung. Berbeda dengan
tanaman mangrove yang lain, Api-api dapat tumbuh pada wlayah
yang mengalami pasang-surut air laut/sungai bahkan pada beberapa
wilayah dapat tumbuh pada tempat asin. Tidak salah kalau jenis Api-

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 160


api merupakan Jenis mangrove yang paling umum ditemukan di
habitat pasang-surut.
Dalam kaitannya dengan pelestarian Hutan Lingkungan, akar Api-api
dapat membantu pengikatan sedimen dan mempercepat proses
pembentukan tanah timbul.

Sebaran tumbuh Api-api dapat juga bergerombol membentuk suatu


kelompok pada habitat tertentu. Berbuah sepanjang tahun, kadang-
kadang bersifat vivipar. Buah membuka pada saat telah matang,
melalui lapisan dorsal. Buah dapat juga terbuka karena dimakan
semut atau setelah terjadi penyerapan air. Dibeberapa wilayah lain,
daun api-api digunakan untuk mengatasi kulit yang terbakar. Resin
yang keluar dari kulit kayu digunakan sebagai alat kontrasepsi. Buah
dapat dimakan. Kayu menghasilkan bahan kertas berkualitas tinggi.
Daun dapat digunakan sebagai pakan ternak.

Sumber : Olahan data hasil survey lapangan tahun 2013


Gambar 6.24 Sebaran Potensi Biomassa Vegetasi Api-api (Avicennia
marina)

Gambar 6.23 memeperlihatkan sebaran Potenssi biomassa


Vegetasi Api-api di Kabupaten Indragiri Hilir berdasarkan kecamatan

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 161


yang ada. Tidak berbeda dengan potensi vegetasi mangrove yang
lain, Kecamatan Manda masih menjadi kecamatan yang memeilii
Potensi yang paling besar, yakni mencapai 0.09 persen dari
kesluruan di Kabupaten Indaegiri Hilir. Selanjutnya adalah
kecamatan Tanah MErah dan Kualau Indragiri yang mencapai 0.04
persen. Apabila dibandingkan dengan vehetasi mangrove yang lain,
maka jumlah Potensi Biomassa Vegetasi Api-api jauh lebih sedikit.

Sumber : Olahan data hasil survey lapangan tahun 2013


Gambar 6.25 Sebaran Potensi Cadangan Karbon Vegetasi Api-api
(Avicennia marina)

Potensi cadangn karbon dihitung dari potensi biomass yang


dimiliki masing-masing kecamatan. Angka cadangan karbon
vevegtasi api-api untuk masing-masing kecamatan berbanding lurus
dengan potensi biomassanya sehingga kecamatan mandah masih
menjadi kecamatan dengan Potensi cadangn arbon paling bear yakni
0.09 persen dan diikuti oleh kecamatan Tanah Merah dan Kecamatan
Kuala Indragiri.

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 162


6.8 Nipah (Nypa fruticans)
Pohon Nipah relatif mudah untuk dindentifikasi karena
tergolong jenis palma (tanpa batang) pada permukaan. Perakaran
tertanam kuat layaknya jenis palma yang lainnya. Hampir sama
dengan pohon kelapa, Nipah juga memiliki susunan daun yang
cenderung beraturan dengan panjang daun dapat mencapai 9 m.
Jumlah daun pada setiap tandan berkisar 100 120 lembar dengan
warna hijau mengkilat pada permukaan atas dan berserbuk pada
bagian bawah. Bunga nipah tumbuh dari dekat puncak batang pada
gagang sepanjang 1-2 m. Khusus untuk bunga betina membentuk
kepala melingkar berdiameter 25-30 cm. Buah nipah berbentuk
bulat, warna coklat, kaku dan berserat. Pada setiap buah terdapat
satu biji berbentuk telur. Ukuran: diameter kepala buah: sampai 45
cm dengan Diameter biji 4-5 cm.

Gambar 6.26 Vegetasi nipah (Nypa fruticans)

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 163


Gambar 6.27 Ciri Vegetasi nipah (Nypa fruticans)

Nipah dapat dengan mudah tumbuh pada bagian vegetasi


mangrove disepanjang pesisir. Namun demikian, Nipah memerlukan
masukan air tawar tahunan yang tinggi sehingga jarang terdapat di
luar zona pantai. Biasanya tumbuh pada tegakan yang berkelompok.
Sistem perakaran Nipah memungkinkan untuk menyesuaikan diri
dengan perubahan pol masukan air. Penyerbukan Bunga Nipah
dibantu oleh Organisme lain terutama Lalat Drosophila. Penyebaran
perkembang biak Pohon nipah relatif mudah, hal ini didukung oleh

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 164


cirri buah nipah yang berbentuk rongga sehingga dapat mengapung
dan hanyut oleh pergerakan air.
Penyadapan nipah akan menghasilkan nira manis dalam
jumlah yang cukup banyak, jika bunga diambil pada saat yang tepat.
Nira ini dapat digunakan untuk memproduksi alkohol dan gula. Jika
dikelola dengan baik, produksi gula yang dihasilkan lebih baik
dibandingkan dengan gula tebu, serta memiliki kandungan sukrosa
yang lebih tinggi. Daun digunakan untuk bahan pembuatan payung,
topi, tikar, keranjang dan kertas rokok. Biji dapat dimakan. Setelah
diolah, serat gagang daun juga dapat dibuat tali dan bulu sikat.
Kecamatan Tanah Merah dan Kecamatan Kuala Indragiri
merupana dua kecamatan yang memilki potensi biomassa vegetasi
nipah di Kabupaten Indragiri hilir, masing-masing mencapai 0.13
persen (Gambar 6.27). Hal ini didukung oleh luasan vegetasi nipah
yang juga termasuk paling tinggi dan dipengaruhi oleh kondisi
perarairan daerah tersebut. Selanjutnya KEcamatan reteh juga
memeilki potensi bomassa yang tinggi yakni 0.07 persen. Kecamatan
cocncong dan kecamatan Sungai batang memilik ppotensi biomassa
yang hamper sama yakni sekitar 0.03 persen.

Sumber : Olahan data hasil survey lapangan tahun 2013


Gambar 6.28 Sebaran Potensi Biomassa Vegetasi nipah (Nypa
fruticans)

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 165


Sumber : Olahan data hasil survey lapangan tahun 2013
Gambar 6.29 Sebaran Potensi Cadangan Karbon Vegetasi nipah
(Nypa fruticans)

Potensi Cadangan Karbon Nipah (Nypa fruticans)

Potensi cadangan karbon Vegetasi nipah jauh lebih sedikit


dibandingkan dengan potensi cadangan karbon Vegetasi jenis
mangrove yang lain. Kecamatan Tanah Merah merupakan
penyumbang terbesar, namun hanya 0.09 persen dari total potensi
cadangan karbon vegetasi mangrove Indragiri Hilir (Gambar 6.28).
Selanjutnya Kecamatan Retah memiliki Potensi cadangan karbon
Vegetasi nipah sebanyak 0.04 persen. Adapun kecamatan lain juga
memilki potensi cadangan karbon Vegetasi nipah namun jumlahnya
tidak lebih dari 0.02 persen dari potensi cadangan karbon
keseluruhan.

6.9 Potensi Total Biomassa dan Cadangan Karbon Vegetasi


Hutan Mangrove di Kabupaten Indragiri Hilir

Hutan, termasuk hutan mangrove, merupakan sumber daya


alam yang sangat penting dan bermanfaat bagi hidup dan kehidupan

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 166


baik secara langsung maupun tidak langsung. Manfaat langsung dari
keberadaan hutan di antaranya adalah kayu, hasil hutan bukan kayu
dan satwa. Sedangkan manfaat tidak langsungnya adalah berupa jasa
lingkungan, baik sebagai pengatur tata air, fungsi estetika, maupun
sebagai penyedia oksigen dan penyerap karbon. Penyerapan karbon
sendiri terjadi didasarkan atas proses kimiawi dalam aktivitas
fotosintesis tumbuhan yang menyerap CO 2 dari atmosfer dan air dari
tanah menghasilkan oksigen dan karbohidrat yang selanjutnya akan
berakumulasi mejadi selulosa dan lignin sebagai biomassa, yang
selanjutnya dapat djadikan dasar dalam penghitungan cadangan
karbon.
Pengukuran biomassa vegetasi dapat memberikan
informasi tentang nutrisi dan persediaan karbon dalam
vegetasi secara keseluruhan atau jumlah bagian-bagian
tertentu saja seperti kayu yang sudah diekstraksi. Biomassa
vegetasi suatu pohon dalam pengukurannya tidaklah mudah,
khususnya hutan campuran dan tegakan tidak seumur.
Pengumpulan data biomassa dapat dikelompokkan dengan
cara destruktif dan non-destruktif tergantung jenis parameter
vegetasi yang diukur (Cheryl et al. 1994 dalam Mudiyarso et al.
1994).
Menurut Mudiyarso et al. (1994), perkiraan biomassa
vegetasi dapat memberikan informasi mengenai nutrisi dan
kandungan karbon dalam vegetasi. Secara umum terdapat dua
metode untuk memperkirakan biomassa, yaitu metoda destructive
sampling dan metoda pendugaan secara alometrik. Pada penelitian
ini metoda yang digunakan adalah metode destructive sampling,
dengan pertimbangan untuk memberikan hasil yang lebih akurat.
Area yang dijadikan contoh tergantung pada tingkat
homogenitas tipe vegetasi dan distribusi penyebaran. Area
contoh terbagi-bagi sesuai dengan tipe vegetasi untuk memperoleh
perkiraan yang lebih akurat. Bentuk plot pengambilan sampel
tergantung pada komunitas tanaman. Plot berbentuk lingkaran
lebih mudah untuk vegetasi yang rendah. Sedangkan plot
berbentuk persegi atau empat persegi panjang digunakan jika
terdapat vegetasi tingkat pohon. Vegetasi dalam area yang
ditebang lalu ditimbang untuk mengetahui berat basah setiap
bagian vegetasi (tumbuhan bawah, batang pohon, cabang, daun

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 167


dan buah) dan dikeringkan untuk mendapatkan konversi berat
kering.
Bagian tanaman baik hidup atau pun mati yang jatuh di
tanah disebut biomassa. Biomassa sebagian besar terdiri atas
karbon (C). Biomassa merupakan tempat penyimpanan karbon
dan hal tersebut dinamakan sebagai rosot karbon (carbon sink).
Biomassa didefinisikan sebagai jumlah total bahan organik hidup
di atas tanah pada pohon termasuk daun, ranting, cabang,
batang utama dan kulit yang dinyatakan dalam berat kering
oven ton per unit area. Biasanya komponen yang diukur untuk
pendugaan biomassa ini berada di atas tanah karena merupakan
bagian yang terbesar dari berat jumlah total biomassa. Tabel
6.9 memperlihatkan hasil perhitungan potensi rata-rata biomassa
(ton) vegetasi dominan hutan mangrove pada pelbagai kecamatan di
Kabupaten Indragiri Hilir.

Tabel 6.9 Hasil perhitungan potensi rata-rata biomassa (ton)


vegetasi dominan hutan mangrove pada pelbagai kecamatan di
Kabupaten Indragiri Hilir.

Sumber: hasil perhitungan data lapangan, 2013

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 168


Tabel 6.10 Hasil perhitungan potensi rata-rata biomassa (%) vegetasi
dominan hutan mangrove pada pelbagai kecamatan di Kabupaten
Indragiri Hilir.

Sumber: hasil perhitungan data lapangan, 2013

Total potensi biomassa hutan mangrove di Kabupaten


Indragiri Hilir diperkirakan sebesar 41.648.651 ton berat vegetasi
kering (Tabel 6.9). Dari jumlah tersebut terlihat bahwa vegetasi
menyirih, bakau, tumu, api-api, dan daek memiliki potensi vegetasi
biomassa mangrove yang paling berlimpah, yaitu berturut-turut
42,88; 38,29; 13,37; dan 2,31 persen dari total berat biomassa kering
di Kabupaten Indragiri Hilir (Tabel 6.10).
Gambar 6.29 memperlihatkan pola sebaran potensi rata-
rata biomassa vegetasi dominan hutan mangrove pada pelbagai
kecamatan di Kabupaten Indragiri Hilir. Dari Gambar 6.29 tersebut
terlihat bahwa Kecamatan Mandah, Kuala Indragiri, dan Tanah
Merah memiliki potensi vegetasi biomassa mangrove yang paling
berlimpah, yaitu berturut-turut 28,7%, 26,57%, dan 13,62% dari total
potensi biomassa mangrove di Kabupaten Indragiri Hilir.

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 169


Sumber: hasil perhitungan data lapangan, 2013
Gambar 6.30 Sebaran potensi rata-rata biomassa vegetasi dominan
hutan mangrove pada pelbagai kecamatan di Kabupaten Indragiri
Hilir.

Kec. Concong
1.0E+02
Kec. Tembilahan Kec. Enok
1.0E+00
Kec. Teluk Kec. Gaung
1.0E-02
Kec. Tanah 1.0E-04 Kec. Gaung
1.0E-06
Kec. Sungai Kec. Kateman

Kec. Reteh Kec. Kuala


Kec. Pulau Kec. Mandah
Bakau Kec. Pelangiran
Daek Menyirih

Sumber: hasil perhitungan data lapangan, 2013


Gambar 6.31 Hasil perhitungan potensi rata-rata biomassa
vegetasi dominan hutan mangrove pada pelbagai kecamatan di
Kabupaten Indragiri Hilir.

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 170


Proses penimbunan karbon dalam tubuh tanaman hidup
dinamakan proses perosot karbon atau C-sequestration. Dengan
demikian mengukur jumlah karbon yang disimpan dalam tubuh
tanaman hidup (biomas) pada suatu lahan dapat menggambarkan
banyaknya CO2 di atmosfer yang diserap oleh tanaman.
Perhitungan potensi cadangan karbon biomassa vegetasi hutan
mangrove ditentukan dengan persentase C-organik dalam
biomassa kering yang terdapat pada tegakan hutan mangrove di
Kabupaten Indragiri Hilir. Umumnya karbon menyusun 45-50%
bahan kering dari tanaman (Brown 1997). Pada penelitian ini,
kandungan karbon dihitung sebesar 45,56 % dari berat biomassa
kering tanaman. Hasil perhitungan yang disajikan pada Tabel 6.11;
Gambar 6.30 dan Gambar 6.31 yang memperlihatkan potensi rata-
rata karbon biomassa pada pelbagai kecamatan di Kabupaten
Indragiri Hilir.

Tabel 6.11 Hasil perhitungan potensi rata-rata karbon biomassa


pada pelbagai kecamatan di Kabupaten Indragiri Hilir.

Sumber: hasil perhitungan data lapangan, 2013

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 171


Sumber: hasil perhitungan data lapangan, 2013
Gambar 6.32 Sebaran potensi rata-rata cadangan karbon vegetasi
dominan hutan mangrove pada pelbagai kecamatan di Kabupaten
Indragiri Hilir.

Kec. Concong
1.0E+02
Kec. Tembilahan Kec. Enok
1.0E+00
Kec. Teluk Kec. Gaung
1.0E-02
Kec. Tanah 1.0E-04 Kec. Gaung
1.0E-06
Kec. Sungai Kec. Kateman

Kec. Reteh Kec. Kuala


Kec. Pulau Kec. Mandah
Kec. Pelangiran
Bakau Daek Menyirih Tumu
Sumber: hasil perhitungan data lapangan, 2013
Gambar 6.33 Hasil perhitungan potensi rata-rata cadangan karbon
vegetasi dominan hutan mangrove pada pelbagai kecamatan di
Kabupaten Indragiri Hilir.

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 172


Kec. Gaung Kec. Kateman Kec. Pulau Kec.
Kec. Gaung Burung
2% 1% Pelangiran
Anak Serka Kec. Teluk Kec. Enok 0% 0%
5% Belengkong 1%
Kec. Sungai Kec. Tembilahan
3% 0%
Batang
5% Kec. Mandah
Kec. Reteh 29%
6%

Kec. Concong
7%

Kec. Tanah Kec. Kuala


Merah Indragiri
14% 27%

Sumber: hasil perhitungan data lapangan, 2013


Gambar 6.34 Potensi Sebaran Cadangan Karbon Hutan Mangrove
pada setiap Kecamatan di Kabupaten Indragiri Hilir

Sebaran potensi rata-rata cadangan karbon vegetasi dominan


hutan mangrove pada pelbagai kecamatan di Kabupaten Indragiri
Hilir disajikan pada Gambar 6.31 sampai Gambar 6.33. dari Gambar
6.31 sampai Gambar 6.33 tersebut terlihat Kecamatan Mandah,
Kecamatan Kuala Indragir, dan Kecamatan Tanah Merah merupakan
kecamatan yang masih memiliki cadangan karbon hutan nipah
terbesar di Kabupaten Indragiri Hilir, dengan proporsi berturut-turut
29%; 27%, dan 14%. Sedangkan kecamatan-kecamatan lain hanya
menyumbang 6-7 % saja, atau lebih rendah, dari total potensi
cadangan karbon vegetasi hutan mangrove yang terdapat di
Kabupaten Indragiri Hilir yang sebesar 18.936.700 ton untuk tahun
2013 ini.

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 173


Menyirih
58.81%
Bakau
33.31%

Lankopi
Langgadai Tumu
0.00% Nipah
Pedada 0.00% 6.89%
0.55%
0.00% Tongah
Perepat 0.02% Daek Api-api
0.00% 0.12% 0.31%
Sumber: hasil perhitungan data lapangan, 2013

Gambar 6.35 Potensi Cadangan Karbon (%) dari Vegetasi Dominan


Hutan Mangrove di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2013

Berdasarkan kepada vegetasi mangrove dominan yang ada,


potensi cadangan karbon dari hutan mangrove di Kabupaten
Indragiri Hilir Tahun 2013 terutama sekali disumbang oleh vegetasi
menyirih (58,81 %), bakau (33,31 %), dan tumu (6,89 %), sementara
vegetasi mangrove lainnya hanya menyumbang di bawah 1 % (lihat
Gambar 6.35 dan Tabel 6.11). Ketiga jenis vegetasi mangrove ini
memang merupakan vegetasi dominan penyimpan cadangan karbon
terbesar saat ini di Kabupaten Indragiri Hilir. Namun, pemanfaatan
kayunya oleh masyarakat secara tidak terkendali, akan berpengaruh
secara drastis terhadap cadangan karbon hutan mangrove di
Kabupaten Indragiri Hilir.
Setelah ditutupnya sebagian besar panglong penghasil
arang di Kabupaten Indragiri Hilir, namun ternyata tidak mengurangi
laju deforestasi hutan mangrove oleh masyarakat. Sejalan dengan
pembangunan Kabupaten Indragiri Hilir yang semakin pesat,
pemanfaatan kayu bakau, daek, dan tumu untuk menjadi pancang
(masyarakat menyebutnya sebagai cerocok) yang ditanamkan di

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 174


dalam tanah untuk menopang gedung yang dibangun, menimbulkan
keprihatinan yang mendalam. Suatu bangunan berukuran 4m x16m
membutuhkan 6000 batang cerocok. Semakin besar dan semakin
tinggi tingkatan bangunan, tentunya membutuhkan cerocok yang
semakin banyak pula. Berdasarkan kajian di lapangan yang
dipaparkan pada Bab 7 dari laporan ini, satu Kota Tembilahan saja
diperkirakan membutuhkan 1.012.000 batang cerocok per tahun.
Oleh sebab itu, pihak pemerintah perlu memikirkan solusi yang
komprehensif terhadap persoalan ini, sehingga masyarakat dapat
tetap melakukan aktivitas ekonomi sambil tetap melestarikan
lingkungan, terutama hutan mangrove yang ada di Kabupaten
Indragiri Hilir ini.

6.10. Peranan Mangrove Bagi Lingkungan


Aktivitas dasar dalam kegiatan konservasi adalah
mengontrol pelepasan cadangan karbon dalam tegakan hutan ke
atmosfer. Hal ini menjadi kombinasi antara kemajuan
teknologi, manajemen dan kebijakan pemanenan.
Kombinasi tersebut dapat diselesaikan untuk memperkecil
kehilangan areal hutan karena deforestasi yaitu memelihara dan
meningkatkan pertumbuhan pohon, memperkecil gangguan pada
tanah dan kerusakan tegakan akibat pemanenan kayu dan
meningkatkan regenerasi hutan yang baru secara
cepat. Hal ini dapat dicapai melalui peningkatan areal hutan
(biomassa), kerapatan karbon tanah, dan melalui peningkatan
kapasitas penyimpanan dalam produk kayu yang tahan lama.
Aktivitas utama yang harus dijalankan pada banyak negara
untuk meningkatkan penyerapan karbon adalah penanaman
pohon, agroforestry, dan memperkaya hutan buatan dan hutan
kota.
Hutan merupakan penyerap gas rumah kaca terutama CO2
hingga mencapai tingkat keseimbangan. Emisi gas rumah kaca
(GRK) yang utama dari sektor kehutanan terjadi selama proses
perubahan penggunaan lahan. Dua proses sebagai akibat dari
deforestasi ialah pembakaran biomassa dan pembusukan.
Sebagai tambahan, kebakaran hutan juga memberikan kontribusi
yang relatif tinggi dalam menghasilkan emisi rumah kaca. Dari
analisis penyerap tertinggi dari karbon dioksida adalah

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 175


reforestasi diikuti dengan pengusahaan kayu, hutan milik dan
hutan rakyat.
Jika kadar CO2 dalam atmosfer bumi adalah tinggi.
Intensitas emisi rumah kaca (ERK) pun tinggi sehingga
suhu bumi pun tinggi, dengan adanya rosot karbon, kadar
CO2 dalam atmosfer menjadi turun sehingga intensitas emisi
rumah kaca pun menurun. Hutan merupakan rosot karbon
yang penting. Hutan merupakan salah satu pengatur emisi
rumah kaca, dengan menyusutnya luas hutan maka kapasitas
rosot karbon pun menurun. Karbon yang terkait dalam biomassa
terlepas dari rosot karbon dalam bentuk CO2 dan masuk ke dalam
atmosfer sehingga kadar CO2 dalam atmosfer menjadi naik
(Soemarwoto, 1998).
Gambaran umum peranan suatu habitat mangrove bagi
biota laut dapat dilihat dari suatu model jaringan pangan (food
web). Pada dasarnya sumbangsih mangrove terhadap kehidupan
biota laut adalah melalui guguran serasah vegetasi (termasuk
kotoran/sisa tubuh fauna yang mati) ke lantai hutan. Serasah ini
akan terdekomposisi oleh cendawan dan bakteri menjadi detritus,
yang mana detritus tersebut merupakan makanan utama bagi
konsumer primer. Selanjutnya konsumen primer ini akan
menunjang kehidupan biota tingkat konsumer sekunder
dengan top-konsumer di suatu habitat mengrove.
Produktivitas primer habitat mangrove akan diperkaya
oleh komunitas alga di lumpur di lumpur dan akar, komunitas
lamun, komunitas fitoplankton dan laut, dan limbah organik
terlarut (dissolved-organic compound) dari laut dan daratan.
Kesemua fenomena ini akan mempertinggi produktivitas primer
habitat mangrove.
Tingginya produktivitas primer hutan mangrove salah
satunya dapat dilihat dan produktivitas serasah hutan tersebut
yang umumnya beberapa kali lipat produktivitas serasah tipe
hutan daratan, yakni sekitar 5,7 sampai 25,7 ton/ha per tahun
(Kusmana, 1993). Kondisi habitat mangrove seperti ini
mengakibatkan ekosistem mangrove berperan sebagai feeding,
spawning dan nursery ground bagi berbagai jenis biota laut
(khususnya ikan dan udang) untuk menghabiskan sebagian
bahkan seluruh siklus hidupnya.

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 176


Kusmana (2000), menyatakan bahwa seperti sudah
diketahui secara umum bahwa ekosistem mangrove
merupakan interface antara ekosistem daratan dengan
ekosistem laut. Oleh karena itu, habitat-habitat lain yang
berinteraksi dengan habitat mangrove berasal dan ekosistem
daratan dan lautan.
Hutan mangrove akan berkembang baik di muara-muara
sungai, karena di muara tersebut arus airnya cukup tenang yang
mengakibatkan sedimentasi sering terjadi. Proses sedimentasi
ini memberikan, peluang pada jenis-jenis pohon mangrove
pionir untuk menginvasi lahan tersebut, misal jenis api-api
(Avicennia spp.) dan pidada (Sonneratia spp.). Apabila
sedimentasi ini tidak terkendali, maka akan terjadi pergantian
komunitas mangrove dengan jenis-jenis pohon yang bertoleransi
terhadap salinitas yang kecil (Bruguiera spp., Xylocarpus
sp.) yang selanjutnya secara bertahap akan terjadi pergantian
tipe hutan dari hutan mangrove menjadi hutan daratan.

Bakau
26.74%

Tumu
15.70%
Menyirih
Nipah
43.05% Perepat Tongah Daek Api-api
7.85%
0.12% 0.77% 1.59% 4.18%
Gambar 6.36 Komposisi Luas (%) Vegetasi Mangrove Dominan di
Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2013

Gambar 6.36 memperlihatkan komposisi luas (%) vegetasi


mangrove dominan di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2013.
Vegetasi menyirih merupakan vegetasi yang paling domin an di

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 177


hutan mangrove Kabupaten Indragiri Hilir, yang dijumpai pada
43,05 % dari total luasan hutan mangrove, diikuti oleh vegetasi
bakau (26,74 %) dan tumu (15,70 %), serta nipah (7,85 %). Vegetasi
menyirih terutama dimanfaatkan oleh masyarakat untuk
pembangunan jermal, titian, dan pelantar bagi perahu dan kapal
yang bersandar. Sedangkan kayu yang berasal dari vegetasi bakau
merupakan komoditi yang sangat diminati oleh masyarakat untuk
dimanfaatkan sebagai cerucuk yang ditanam secara rapat pada
tanah menjadi bagian penting dalam pembuatan fondasi setiap
bangunan di Kabupaten Indragiri Hilir. Selanjutnya dari vegetasi
tumu, masyarakat memanfaatkannya untuk pembuatan papan dan
kusen.
Sejalan dengan semakin pesatnya laju pembangunan di
Kabupaten Indragiri Hilir, terutama di Tembilahan, laju deforestasi
hutan mangrove, terutama untuk ke tiga jenis vegetasi di atas, juga
semakin meningkat. Berbeda dengan ketiga vegetasi mangrove di
atas, vegetasi nipah yang menempati posisi terluas keempat, boleh
dikatakan masih belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat.
Padahal tanaman ini cukup berlimpah di sepanjang Sungai Indragiri
sampai ke Kecamatan Kuala Enok, di Kecamatan Tanah Merah, Kuala
Indragiri, dan Kecamatan Concong.
Memang vegetasi nipah tidak memiliki kayu keras, sehingga
tidak dapat digunakan untuk bahan bangunan. Namun nipah dapat
disadap, menghasilkan nira yang mengandung gula. Nira ini dapat
disadap oleh masyarakat, untuk selanjutnya sangat berpotensi
dikembangkan menjadi bahan baku industri bioetanol. Bioetanol
dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar nabati ramah lingkungan
dengan kualitas yang setara dengan biopertamax.
Gambar 6.36 memperlihatkan sebaran luas (%) vegetasi
mangrove dominan pada kecamatan-kecamatan di Kabupaten
Indragiri Hilir. Dari Gambar 6.36 terlihat bahwa Kecamatan Kuala
Indragiri, Kecamatan Mandah, Kecamatan Tanah Merah, Kecamatan
Concong, dan Kecamatan Reteh merupakan lima kecamatan yang
memliki wilayah hutan mangrove terluas di Kabupaten Indragiri
Hilir. Kelima kecamatan ini merupakan kecamatan yang memiliki
lingkungan perairan sebagai bagian integral dan ekosistem
hutan mangrove.

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 178


Kec. Mandah Kec. Tanah
26.43% Merah
Kec. Concong
6.78%14.53%

Kec. Reteh
6.39%

Kec. Sungai
Batang
Kec. Kuala
5.16%
Kec. Gaung
Indragiri
Kec. Kec. Pulau Kec. Anak
Kec.Serka
Teluk
27.15%
Tembilahan Burung Kec. Kec.
Kec. Kateman 4.74%
Enok Gaung Belengkong
0.01% 0.46% Pelangiran 1.46%
1.10% 1.78% 3.53%
0.49%

Gambar 6.37 Komposisi Luas (%) Vegetasi Mangrove Dominan pada


Kecamatan-kecamatan di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2013

Dalam kaitannya dengan lingkungan perairan payau


sebagai bagian integral dan ekosistem hutan mangrove, air
sungai yang banyak mengandung lumpur (penetrasi cahaya ke
dalam air berkurang) akan mengakibatkan produktivitas
primer perairan tersebut berkurang. Sejalan dengan proses
sedimentasi yang terus-menerus terjadi yang mengakibatkan
terjadinya pergantian secara bertahap dari tipe hutan mangrove
ke hutan daratan, maka lingkungan perairan payau beserta biota
lautnya secara bertahap akan lenyap.
Estuaria merupakan suatu habitat akuatik yang tinggi
produktivitas primernya. Tipe habitat ini umumnya berasosiasi
dengan habitat mangrove. Nampaknya tipe habitat estuaria ini
memberikan kondisi tempat hidup yang baik untuk banyak jenis
pohon mangrove dan biota laut yang berasosiasi dengan habitat
mangrove. Seagrass menunjang produktivitas mangrove melalui
dua cara, yaitu: (1) memperkecil arus air laut dan daya dorong
ombak, dan (2) menambah serasah sebagai input energi ke
habitat mangrove. Fenomena semacam ini akan mempertinggi
produktivitas primer habitat mangrove.

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 179


Hutan mangrove yang lebat umumnya dijumpai di pantai-
pantai yang terlindung dari hempasan ombak yang kuat. Dalam hal
ini, secara fisik terumbu karang akan menahan hempasan ombak
sehingga perairan di belakang karang tersebut akan berarus
tenang yang mana kondisi seperti ini akan memberikan peluang
yang baik untuk tumbuhnya pohon-pohon mangrove dan biota
laut yang berasosiasi dengan habitat mangrove tersebut. Secara
simultan keterkaitan antara ekosistem mangrove dengan tipe
ekosistem lainnya akan menyebabkan terbentuknya tiga macam
tipe ekosistem yang saling berinteraksi dengan habitat mangrove
yaitu benthic ecosystem, pelagic ecosystem, dan supratidal
ecosystem.
Manfaat mangrove dapat ditinjau dari beberapa aspek,
diantaranya aspek ekologis, aspek ekonomis dan pemenuhan
sebagai pangan. Manfaat ekologis mangrove adalah: (a) sebagai
bahan organik dan hara bagi ekosistem akuatik yang
bersangkutan, (b) sebagai daerah pembiakan bagi berbagai
binatang terutama ikan dan udang, (c) merupakan lingkungan
yang sangat heterogen secara fisik memberikan berbagai macam
relung, tempat perlindungan, daerah khusus yang digunakan
oleh spesies lainnya, (d) memberikan perlindungan pantai
(mencegah erosi) selama banjir bandang dan badai, (e)
sebagai penangkap sedimen menyebabkan pertambahan tanah
(akresi), (f) menyaring bahan-bahan pencemar dan hara yang dapat
masuk wilayah pantai atau perairan (menjadi suatu masalah
jika ketidaksediaan hara dan bahan pencemar berlebihan
ada di perairan), dan (g) penyangga penting bagi hutan rawa
yang tidak toleran dengan air asin.
Manfaat ekonomis yang dapat diperoleh dari hutan mangrove
diantaranya dapat diambil dari tumbuhan mangrove, tumbuhan
bukan mangrove dan dari hewan yang hidup disekitar hutan
mangrove. Beberapa manfaat dari hutan mangrove antara lain
adalah sebagai: bahan bakar, konstruksi, produksi kertas, alat
rumah tangga, obat-obatan tradisional, pupuk hijau, pakan
ternak, peternakan lebah.
Pada hutan mangrove selain tumbuhan mangrove,
tumbuhan lain yang berada di hutan mangrove yang dapat
dimanfaatkan untuk tujuan ekonomi adalah rumput got-got

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 180


dan nipah. Manfaat ekonomi dari hewan yang hidup di sekitar
hutan mangrove di antaranya: sirip ikan sebagai bahan makanan
dan pupuk, krustase sebagai bahan makanan, lebah penghasil
madu dan lilin, unggas sebagai bahan makanan dan kerajinan bulu
unggas yang bernilai estetika atau keindahan.
Mangrove mempunyai peran yang sangat strategis baik dari
aspek lingkungan, ekonomi dan sosial. Beberapa fungsi utama
mangrove yaitu: (1) filter air asin (menghasilkan air payau,
mengendalikan intrusi air laut, melindungi abrasi pantai), (2) media
tumbuh dan berkembangnya flora dan fauna (biologi dan
mikrobiologi), dan (3) ekotourisme.
Sebagian besar tanaman mempunyai toleransi yang rendah
terhadap garam, tetapi dalam mangrove mengalami setidaknya dua
kali sehari pasang naik air asin. Bahkan ada spesies yang tahan
sampai kadar garam 90%. Akar dapat melakukan fitrasi untuk
dapat beradaptasi dari fluktuasi kadar garam. Tanaman mangrove
dapat tumbuh ideal apabila airnya terdiri atas 50% air tawar dan
50% air laut. Mangrove dapat menyerap air asin dan CO2 untuk
keperluan fotosintesisnya. Selain menurunkan kadar garam dan
menghasilkan air bersih, mangrove juga turut menyerap gas
rumah kaca yang saat ini dituding sebagai salah satu penyebab
pemanasan global (Ball et al., 1997). Indikasi penyerapan air
garam terlihat dari konsentrasi lapisan garam pada permukaan
daun. Menyimpan air asin daun yang tebal, rambut yang berfungsi
mengurangi transpirasi. Bahkan ada beberapa spesies yang dapat
menyimpan air di jaringan internalnya.
Media tumbuh dan berkembangnya flora dan fauna in-situ
(biologi dan mikrobiologi). Siklus flora dan fauna (biologi dan
mikrobiologi). Mangrove merupakan sumber makanan bakteri
yang berperan dalam proses dekomposisi sisa tanaman dan
hewan. Interaksi komponen tersebut menjadikan mangrove sebagai
habitat pantai yang sangat penting. Ekoturisme merupakan salah
satu sumber pendapatan negara dari sektor non-migas yang tidak
terkena dampak resesi. Pengembangan sumberdaya mangrove
dengan segala komponen flora dan fauna yang ada dapat
dimanfaatkan sebagai salah satu tujuan wisata. Di negara-negara
maju ekotourisme kawasan mangrove dapat sejajar dengan tujuan
wisata lainnya, karena di kawasan tersebut dapat dikembangkan

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 181


berbagai hal menyangkut ikan, pengembangan reptil dan
sebagainya.

6.11. Penyimpanan Karbon pada Hutan Mangrove


Hutan Mangrove merupakan salah satu sumberdaya alam
yang mempunyai fungsi hidro-orologi dan fungsi ekologi lain yang
penting bagi kehidupan mahluk hidup. Umumnya hutan mangrove
terbentuk di daerah basah, beraerasi yang buruk seperti di daerah
pantai, danau yang dangkal, kolam, rawa dan daerah berlumpur
dan hasil akhir dari eutrofikasi alamiah. Eutrofikasi adalah proses
yang terjadi di daerah danau dangkal dan kolam yang terjadi
pengkayaan unsur-unsur hara kemudian terisi oleh tanaman dan
sisa bahan tanaman. Sisa-sisa tanaman terakumulasi di dasar
perairan yang beraerasi dan berdrainase buruk, sehingga
perombakan yang terjadi tidak berjalan sempurna.
Hidrologi pada hutan mangrove sangat berperan penting.
Awal terbentuknya gambut tropik karena berada pada daerah yang
selalu tergenang. Kondisi hidrologi pada hutan mangrove
merupakan fungsi dari : (i) keseimbangan antara air masuk dan air
keluar, (ii) topografi tanah mineral yang menopang endapan
gambut, dan (iii) keadaan musim yang dapat berpengaruh terhadap
fluktuasi permukaan air genangan. Apabila tidak terdapat kondisi
anaerob yang menyebabkan lambatnya dekomposisi bahan organik
maka tidak akan terbentuk gambut.
Luas areal gambut di Indonesia, yang diantaranya disumbang
oleh hutan mangrove, merupakan areal terluas di daerah tropik.
Bahan gambut tropika berasal dari akumulasi pepohonan dari
hutan tropik sehingga sangat sulit untuk didekompisisi
mengakibatkan gambut yang terbentuk menjadi sangat tebal. Laju
penimbunan gambut di kawasan tropik lebih cepat tiga
hingga enam kali dibandingkan dengan gambut di kawasan
subtropik. Adapun unsur utama yang menjadi komposisi bahan
organik yaitu C, H, dan O. Kandungan C organik gambut
meningkat setiap peningkatan ketebalan. Pada gambut yang sangat
dalam (>3 m) mengandung C organik sebesar 54,11 %, sedangkan
gambut dangkal (0,51 m) mengandung C organik sebesar
49,80%. Apabila terjadi dekomposisi bahan organik tersebut maka
akan melepaskan CO2 dan H2O. Selama ribuan tahun lahan gambut

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 182


telah berperan penting untuk menjaga iklim global terutama
pada era holosin.
Pada ekosistem lahan gambut tropika terjadi siklus karbon.
Sekitar 50% total karbon akan digunakan untuk pertumbuhan
dan perkembangan tanaman dalam proses fotosintesis. Sisa
tanaman yang mati akan terdekomposisi kembali ke dalam sistem
tanah menjadi sumber hara dan sebagian akan teremisi ke
atmosfer dalam bentuk CO2. Dalam kondisi normal siklus
ini selalu membentuk keseimbangan karbon di biosfer.
Kemampuan gambut yang besar dalam pemendaman karbon
akan sangat efektif untuk mengatasi laju emisi karbon.
Deforestasi dan perubahan tata guna lahan saat ini
menyebabkan emisi karbondioksida (CO 2) sekitar 820% yang
bersumber dari kegiatan manusia di tingkat global menempati
posisi kedua setelah pembakaran bahan bakar fosil.. Sebuah
kesepakatan i n t e r n a s i o n a l mengenai iklim baru-baru ini
menekankan pentingnya Reduced Emissions from Deforestation and
Degradation (REDD+) sebagai kunci dan pilihan yang berbiaya
relatif rendah untuk mitigasi perubahan iklim; strategi ini
bertujuan untuk menjaga simpanan karbon (C) di darat melalui
insentif finansial untuk melindungi hutan (misalnya, kredit karbon).
REDD+ dan beberapa program serupa menuntut adanya
pemantauan yang ketat atas simpanan dan emisi C yang
menggarisbawahi pentingnya estimasi simpanan C secara tepat
untuk berbagai tipe hutan, khususnya tipe-tipe yang memiliki
cadangan C yang tinggi dan yang mengalami perubahan tata guna
lahan yang tak terkendali.
Hutan lahan basah tropis (misalnya, lahan gambut) memiliki
tanah organik sampai kedalaman beberapa meter dan merupakan
salah satu penyimpan C organik terbesar di biosfer daratan.
Pandangan yang salah tentang nilai penting lahan gambut dalam
kaitannya dengan pemanfaatan lahan dan perubahan iklim telah
mendapatkan sorotan sejak 1997, ketika kebakaran gambut
dikaitkan dengan kegiatan pembersihan lahan di Indonesia
meningkatkan CO2 atmosfer di Indonesia sebesar 1340% di atas
emisi bahan bakar fosil tahunan global. Angka ini menunjukkan
betapa pentingnya memberi perhatian khusus terhadap lahan
gambut dalam strategi mitigasi perubahan iklim internasional.

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 183


Dalam wacana tersebut hutan mangrove terlewatkan,
padahal keberadaannya di sepanjang pantai sejumlah besar laut
utama di 118 negara menambahkan sebesar 3035% dari luas global
hutan lahan basah tropis selain lahan gambut. Walaupun mangrove
sudah dikenal memberikan berbagai jenis jasa ekosistem, termasuk
produksi perikanan dan serat, pengendalian sedimen dan
perlindungan pantai dari badai/tsunami, luas kawasan mangrove
menurun pesat akibat penebangan untuk perluasan budidaya
tambak, perkebunan, dan pembangunan infrastruktur. Penurunan
luas sebesar 3050% selama setengah abad terakhir memberikan
perkiraan bahwa mangrove secara fungsional akan hilang sekurang-
kurangnya dalam 100 tahun. Cepatnya kenaikan permukaan laut
pada abad 21 juga disebut sebagai ancaman utama bagi mangrove
yang telah berinteraksi dengan perubahan permukaan laut masa
lampau dengan bergeser menuju ke darat atau ke hulu. Belum lagi
jika dikaitkan dengan pelepasan cadangan karbon hutan mangrove
yang mengalami deforestrasi sebagaimana dipaparkan di atas.
Kajian dari Wulansari (2008) memperlihatkan bahwa
cadangan karbon hutan mangrove tidak kalah pentingnya jika
dibandingkan dengan cadangan karbon dari vegetasi hutan non-
mangrove (Tabel 6.12). Cadangan karbon yang dihitung dari
vegetasi hutan non-mangrove (139.01 ton/ha) tidak terlalu berbeda
nyata dibandingkan yang diperoleh dari vegetasi hutan mangrove
(Tabel 6.12). Hal ini membuktikan bahwa dari aspek cadangan
karbon, keberadaan hutan mangrove tidak kalah pentingnya dengan
keberadaan hutan non-mangrove; belum lagi jika memperhitungkan
peran hutan mangrove terhadap berbagai jenis jasa ekosistem,
sebagaimana dipaparkan di atas.

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 184


Tabel 6.12 Perbandingan cadangan karbon yang dihitung dari
vegetasi hutan mangrove dan hutan non-mangrove (Wulansari, 2008)
Stok Karbon Hutan (ton/ha)
Komponen
Mangrove Non-mangrove
Pohon 51.31 75.51
Understorey 0.12 0.22
Serasah 0.14 2.32
Nekromasa 6.43 0.15
Tanah 78.26 60.81
Total 136.26 139.01
Sumber: Wulansari. 2008

Hasil survey menunjukkan bahwa potensi rata-rata cadangan


karbon yang berasal dari vegetasi hutan mangrove di Kabupaten
Indragiri Hilir pada tahun 2013 adalah 159.46 ton/ha. Jika luasan
hutan mangrove yang diidentifikasikan berdasarkan citra satelit
bulan Juli 2013 memperlihatkan luasan sebesar 118.747,79 ha,
maka potensi cadangan karbon dari vegetasi mangrove di Kabupaten
Indragiri Hilir adalah 18.936.700,52 ton. Angka ini belum
memasukkan data cadangan karbon yang berasal dari tanah hutan
mangrove.
Menurut Hanafi dan Badayos (1989) serta Murtidjo (1996) di
dalam Darmawan dan Siregar (2008): cadangan karbon tanah hutan
mangrove Indonesia adalah 3,30 22,38 ton/ha. Jika diasumsikan
cadangan karbon tanah hutan mangrove Indonesia adalah 10 ton/ha,
maka potensi rata-rata cadangan karbon yang berasal dari tanah
hutan mangrove adalah 189.36.7.005,2 ton.
Keberadaan hutan mangrove memiliki arti penting, karena
selain berfungsi sebagai stabilisasi aspek fisik, biologi maupun
ekonomi, juga berfungsi sebagai penyeimbang perubahan iklim
wilayah pesisir timur Pulau Sumatera. Namun beberapa tahun
terakhir ini mengalami tekanan berat yang dapat berpengaruh
terhadap sistem penyangga kehidupan. Adanya pemanfaatan hutan
secara ilegal (illeggal logging) dan konversi hutan telah
menyebabkan penurunan kualitas dan kuantitas keanekaragaman
hayati (biodiversitas). Dengan adanya desakan kebutuhan dan
penetrasi faktor luar akan mendorong masyarakat mengeksploitasi

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 185


hutan dengan motif ekonomi, sehingga terjadi degradasi
sumberdaya dan banyak dijumpai kondisi kawasan konservasi yang
tidak sesuai lagi dengan status dan fungsinya.
Dalam menjamin fungsi wilayah dan sumberdaya pesisir
sesuai dengan peruntukannya, diperlukan suatu konsep penataan
ruang (zonasi) yang terintegrasi serta pengelolaan yang tepat guna,
baik pada zona perlindungan, zona pembinaan maupun pada zona
pemanfaatan. Sehingga dalam upaya pengembangan, pengelolaan
dan pengusahaan suatu kawasan pesisir diperlukan suatu model
dinamik yang terintegrasi. Model rekayasa pengelolaan ini
dimaksudkan sebagai landasan dan arahan dalam setiap kegiatan
perencanaan zonasi kawasan serta pengelolaan hutan mangrove
selama jangka waktu pengusahaan, berdasarkan aspek pelestarian
sumberdaya alam serta pembangunan yang berwawasan lingkungan.
Salah satu kendala saat ini dalam pengelolaan hutan
mangrove di wilayah timur Pulau Sumatera, khususnya di
Kabupaten Indragiri Hilir, adalah masalah minimnya biaya
pengelolaan yang masih sangat tergantung pada alokasi
pembiayaan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
Padahal banyak sumber-sumber pendanaan lain untuk pengelolaan
lingkungan yang dapat dimanfaatkan, baik dari sumber multilateral,
bilateral maupun dari pihak NGO dan swasta. Dengan
memanfaatkan sumber pendanaan tersebut, maka pengelolaan
hutan mangrove tersebut dapat dilakukan secara lebih optimal dan
lestari melalui kerjasama atau sistem pendanaan yang layak.
Sistem pendanaan melalui Protokol Kyoto menawarkan
mekanisme pembangunan bersih atau Clean Development
Mechanism (CDM). Selain itu, juga hasil COP-13 di Bali tahun 2007
yang melahirkan komitmen bersama berupa bantuan dan insentif
negara-negara maju bagi upaya penurunan emisi gas rumah kaca
di negara- negara berkembang melalui pencegahan konversi dan
degradasi hutan dan dikenal dengan konsep REDD (Reducing
Emissions from Deforestation and Forest Degradation). Estimasi
potensi kredit karbon (voluntary market) melalui REDD di
Indonesia saat ini sekitar USD 500 juta sampai USD 2 milyar per
tahun (World Bank, 2009). Peluang lainnya adalah moratorium
pembangunan hutan tanaman industri (2011-2012) antara

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 186


pemerintah Indonesia dan Norwegia pada tahun 2010, dimana
terdapat peluang dana pengelolaan hutan sebesar USD 1 milyar.
Sumber lainnya adalah Voluntary Carbon Standar (VCS)
tahun 2007 terdapat empat kategori kegiatan untuk kredit karbon
berkaitan dengan AFOLU (Agriculture, Forestry and Other Land
Uses). Keempat kategori tersebut yaitu: (1) Afforestation,
Reforestation and Revegetation (ARR), (2) Agricultural Land
Management (ALM), (3) Improved Forest Managament (IFM), dan (4)
Pengelolaan sumberdaya alam berbasis REDD+.
Sumber pendanaan untuk pelaksanaan kegiatan karbon
kehutanan secara umum berasal dari tiga sumber: (1) Non-open
market, yaitu sumber dana publik (CSR nasional/internasional
atau dana publik lainnya), (2) Standar market (voluntary market dan
compliance market), yaitu sumber pendanaan dari pasar karbon
(mekanisme Kyoto dan non-Kyoto), dan (3) Dana kerjasama bilateral
dan multilateral yang diperuntukkan bagi dukungan pelaksanaan
kegiatan penanganan perubahan iklim atau dana hibah untuk
membantu negara berkembang dalam rangka mempersiapkan
pelaksanaan kegiatan REDD atau yang disebut dana Readiness dan
investasi (Boer et al. 2009).
REDD adalah suatu mekanisme untuk mengurangi emisi gas
rumah kaca (GRK) dengan cara memberikan kompensasi kepada
pihak-pihak yang melakukan pencegahan deforestasi dan
degradasi hutan. Sementara itu REDD+ adalah sebuah kerangka
kerja REDD yang diperluas dengan memasukkan konservasi hutan,
pengelolaan hutan lestari atau peningkatan cadangan karbon
hutan melalui kegiatan penanaman pohon dan rehabilitasi lahan
yang terdegradasi (CIFOR 2009). Tujuannya agar partisipasi untuk
menerapkan REDD semakin luas, serta untuk memberikan
penghargaan kepada negara-negara yang sudah berupaya
melindungi hutannya.
Perdagangan karbon (carbon trading) adalah transaksi
kredit karbon yang telah diverifikasi dalam bentuk sertifikat yang
dihasilkan dari REDD (reducing emissions from deforestation and
forest degradation). Dengan mekanisme ingin diimplementasikan
suatu mekanisme untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK)
dengan cara memberikan kompensasi kepada pihak-pihak yang
melakukan pencegahan deforestasi dan degradasi hutan.

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 187


Besarnya nilai kompensasi untuk serapan setiap ton CO 2
masih bervariasi satu sama lainnya. Tabel 6.13 menyajikan contoh
beberapa nilai kompensasi yang diusulkan oleh sejumlah peneliti.

Tabel 6.13 Contoh nilai kompensasi yang diusulkan oleh sejumlah


peneliti

Hasil perhitungan potensi cadangan karbon dapat


dikonversi menjadi potensi penyerapan karbondioksida (CO 2)
dengan menghitung faktor rasio berat molekul CO2 (BM = 44)
terhadap berat atom C (BA = 12), yang menghasilkan angka 3,67;
dan dikalikan dengan potensi cadangan karbon per hektar.
Berdasarkan rumusan tersebut, potensi serapan karbondioksida
dari vegetasi hutan mangrove di Kabupaten Indragiri Hilir adalah
584.72 ton/ha. Dengan perkiraan areal hutan mangrove di
Kabupaten Indragiri adalah seluas 118.747,79 hektar dan potensi
serapan karbondioksida adalah 584,72 ton/ha, serta diasumsikan
bahwa valuasi nilai karbondioksida adalah USD 5/ton, maka potensi
valuasi jasa lingkungan dari pengelolaan hutan mangrove di
Indragiri Hilir adalah USD 347,172,842.88 per tahun. Tabel 6.14
memperlihatkan rekonstruksi potensi valuasi jasa yang dapat diraih
oleh Kabupaten Indragiri Hilir dari pengelolaan hutan mangrove
yang ada saat ini dengan konsep perdagangan karbon yang
diuraikan di atas.

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 188


Tabel 6.14 Rekonstruksi perhitungan potensi valuasi jasa yang
dapat diraih oleh Kabupaten Indragiri Hilir dari pengelolaan hutan
mangrove yang ada saat ini dengan konsep perdagangan karbon.

Sumber: hasil olahan data survey lapangan, 2013

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 189


BAB VII
KESIMPULAN

1. Pemetaan. Pemetaan vegetasi mangrove difokuskan berada


dilokasi Kecamatan Mandah, Kecamatan Tanah Merah dan
Kecamatan Kuala Indragiri, dengan 225 plot contoh.

Jenis-jenis tanaman yang dominan ditemukan di hutan


mangrove pada plot contoh terdapat 10 jenis tanaman
mangrove dan dikelompokan menjadi 8 jenis mangrove.
Jenis-jenis tersebut adalah Bakau (Rh. apiculata dan Rh.
mucronata), Tumu (Bruguiera sexangula), Nyirih
(Xylocarpus sranatum), Api-api (Avicennia marina dan
Avicennia alba), Pedada (S. alba dan S. caseolaris),
Lankopi, Perepat (Sonerata caeolaris), Daek , Tongah dan
Nipah

Berdasarkan hasil perhitungan terhadap nilai frekuensi


(F), frekuensi relatif (FR), kerapatan (K), kerapatan relatif
(KR), dominansi (D), dominansi pada seluruh plot yang
dibuat pada hutan mangrove diketahui bahwa jenis
pohon menyirih (Xylocarpus granatum) mendominasi
jenis tanaman mangrove di semua lokasi pengambilan
plot contoh dengan nilai INP tertinggi yaitu 98 % sampai
127 % yang diikuti oleh tanaman Bakau (Rhizophora Sp.)
dengan nilai INP 75 % sampai 90%. Secara umum kedua
jenis tanaman ini sama-sama mendominasi disetiap areal

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 189


pengambilan contoh di Kecamatan Mandah, Kecamatan
Tanah Merah dan Kecamatan Kuala Indragiri.

Nilai INP tanaman menyirih (Xylocarpus granatum) dan


bakau (Rhizophora sp.) yang memiliki nilai INP paling
tinggi menggambarkan bahwa kedua tanaman tersebut
memiliki kerapatan dan dominansi yang tinggi
dibandingkan tanaman lainnya. Nilai INP pada masing-
masing jenis dapat menggambarkan bahwa di Kabupaten
Indragiri Hilir jumlah biomassa dan karbon yang
tersimpan terbesar terdapat pada kedua jenis tanaman
tersebut diluar tanaman nipah. Semakin besar nilai INP
nya, maka indikasi jumlah biomassa dan karbonnya akan
semakin besar.

Rata-rata diameter pada jenis menyirih (Xylocarpus


granatum) sebesar 21-26 cm yang ditemukan di sungai
Sungai Merusi, selain itu dan rata-rata tinggi pohon
adalah dari 11 sampai 14 meter.

2. Stok Karbon
Potensi karbon vegetasi hutan mangrove di Kabupaten
Indragiri Hilir pada tahun 2013 adalah 18,94 juta ton,
meliputi area seluas 118,7 ribu hektar (rata-rata potensi
karbon vegetasi adalah 159.46 ton/hektar).
Jika luasan hutan mangrove yang diidentifikasikan
berdasarkan citra satelit bulan Juli 2013
memperlihatkan luasan sebesar 118.747,79 ha, maka
potensi cadangan karbon dari vegetasi mangrove di
Kabupaten Indragiri Hilir adalah 18.936.700,52 ton
Hasil perhitungan potensi cadangan karbon dapat
ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 190
dikonversi menjadi potensi penyerapan karbondioksida
(CO2). Potensi serapan karbondioksida dari vegetasi
hutan mangrove di Kabupaten Indragiri Hilir adalah
584.72 ton/ha. Dengan perkiraan areal hutan mangrove
di Kabupaten Indragiri adalah seluas 118.747,79 hektar
dan potensi serapan karbondioksida adalah 69.434.208
ton/tahun
Jika diasumsikan bahwa valuasi nilai karbondioksida
adalah USD 5/ton, maka potensi valuasi jasa lingkungan
dari pengelolaan hutan mangrove di Indragiri Hilir
adalah USD 347,172,842.88 per tahun.

ESTIMASI POTENSI CADANGAN KARBON HUTAN MANGROVE 191


DAFTAR PUSTAKA

Adinugroho, W.C., Syahbani, I., Rengku, M.T., Arifin, Z dan Mukhaidil. 2006. Pendugaan
karbon dalam rangka pemanfaatan fungsi hutan sebagai penyerap karbon. Balai
Penelitian Kehutanan Samboja. Manuskrip.

Agustina R, Bastiawan B, Prisetiahadi K, Rusly A, Iskandar BR, Purba M, Pariwono


J, Achiari R, Radi S, Radi TW, Latief R, Fitriyanto. 2007. Pedoman
Pengendalian Kerusakan di Wilayah Pesisir Akibat Gelombang Laut. Jakarta :
Deputi Bidang Konservasi Sumberdaya Alam dan Pengendalian Kerusakan
Lingkungan, Kementerian Negara Lingkungan Hidup.

Allen JRL. 1973. Physical Process of Sedimentation. Earth Science Series 1. London
: George Allen and Unwim Ltd.

Alongi DM. 2002. Present State and Future of The World's Mangrove Forests.
Environmental Conservation 29: 331-349.

Arief A. 2005. Rutan Mangrove, Fungsi dan Manfaatnya. Jakarta Penerbit


Kanisius.

Australian Greenhouse Office. 1999. National Carbon Accounting System


Methods for Estimating Woody Biomass. Technical Report No. 3,
Commonwealth of Australia.

Bappenas. 2010. Policy Scenario of Reducing Carbon Emissions from Indonesia


Peatland. Bappenas. Jakarta.

Bismark M, Subiandono E, Reriyanto NM. 2008. Keragaman dan Potensi Jenis Serta
Kandungan Karbon Rutan Mangrove Di Sungai Subelen Siberut, Sumatera
Barat. Jumal Penelitian Rutan dan Konservasi Alam 5(3). Bogar : Pusat
Penelitian dan Pengembangan Rutan dan Konservasi Alam.

Boer R. 2001. Economic assessment of technology options for enhancing and


maintaining carbon sink capacity in Indonesia. Mitigation and Adaptation
Strategy for Global Change 6:257-290.

Boer R, Wasrin UR, Perdinan, Hendri, Dasanto BD, Makundi W, Hero J, Ridwan M,
Masripatin N. 2007. Assessment of carbon leakage in multiple carbon-sink
projects: a case study in Jambi Province, Indonesia. Mitigation and Adaptation
Strategy for Global Change 12:1169-1188.

Brown, S. 1997. Estimating Biomass And Biomass Change Of Tropical Forest.


Forestry Paper 134. USA: FAO.

Brown, S, Sathaye J, Cane1 M, Kauppi P. 1996. Mitigation of Carbon Emission to The


Atmosphere by Forest Management. Commonwealth Forestry Review 75:80-
91.

1
[CIFOR]. Center for International Forestry Research. 2005. Perangkat Hukum Proyek Karbon
Hutan di Indonesia. Carbon Brief 3:1-4.

[CIFOR] Center for International Forestry Research. 2008. Adaptive Collaborative


Management Can Help Us Cope With Climate Change. Infobrief 13:1-7. [CIFOR] Center
for International Forestry Research. 2009. REDD : Apakah itu? Bogor: CIFOR.

Clough, Scott. 1989. Allometric Relationship for Estimating Above-ground


Biomass in six Mangrove Species. Forest Ecology and Management 27 : 117-
127.

Dahlan, E. 2005. Pendugaan Kandungan Karbon Tegakan Acacia mangium Wild.


Menggunakan Citra Landsat ETM+ dan SPOT-5: Studi Kasus di BKPH Parung
Panjang, KPH Bogor. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.

Darmawan, I.W.S. dan C.A.Siregar. 2008. Karbon Tanah dan Pendugaan Karbon Tegakan
Avicennia marina (Forsk.) Viergh. di Ciasem, Purwakarta. Jurnal Penelitian Hutan
dan Konservasi Alam V (4): 317-328. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan
dan Konservasi Alam. Bogor.

Darusman D. 2006. Pengembangan Potensi Nilai Ekonomi Rutan Di Dalam


Restorasi Ekosistem. Jakarta (unpublished).

Dayal, P. 2000. Carbon trading and sequestration. http://www.ctrade.org. Diakses 8


Agustus 2013.

Dharmawan, IWS, Siregar, CA. 2008. Karbon Tanah dan Pendugaan Karbon
Tegakan Avicennia marina (Forsk.) Vierh. di Ciasem, Purwakarta. Jumal
Penelitian Rutan dan Konservasi Alam 5(4). Pusat Penelitian dan Pengembangan
Rutan dan Konservasi Alam. Bogor.

Dharmawan, I. W. S. dan C. A. Siregar. 2008. Teknik evaluasi kandungan karbon hutan


mangrove Rhizophora mucronata. Pusat Penelitian Hutan dan Konservasi Alam.
Bogor. Manuskrip.

Dharmawan, I. W. S. dan C. A. Siregar. 2009. Karbon tanah dan pendugaan karbon


tegakan Avicennia marina (Forsk.) Vierh. di BKPH Ciasem, Purwakarta. Jurnal
Penelitian Hutan Vol. 4, 2008. Pusat Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. Bogor.

Dharmawan, I. W. S. dan C. A. Siregar. 2008. Teknik evaluasi kandungan karbon hutan


mangrove Rhizophora mucronata. Pusat Penelitian Hutan dan Konservasi
Alam.Bogor. Manuskrip.

Fahmuddin A, Runtunuwu E, June T, Susanti E, Komara H, Syahbuddin H, Las I,


Noordwijk M. 2009. Carbon Dioxide Emission in Land Use Transition to
Plantation. Jumal Litbang Pertanian 28(4): 119-126.

2
FAO. 1982. Management and Utilization of Mangroves in Asia and The Pacific. FAO
Environmental Paper 3. Rome: FAO.

Ginoga, K.L. O. Cacho, Erwidodo, Mega Lugina, dan Deden Djaenudin. 2002. Economic
Performance of Common Agroforestry in Southern Sumatra: Implications
for carbon sequestration services. Working Paper CC 03. 2002. ACIAR Project
ASEM 1999/093. Http://www.une.edu.au/febl/Economics/carbon/

Ginoga, K.L. Y.C. Wulan, dan Deden Djaenudin. 2004. Potential of Indonesian Smallholder
Agroforestry in the CDM: A Case Study in Upper Citanduy Watershed Area.
Working Paper CC 12. 2004. ACIAR Project ASEM 2002/066.
Http://www.une.edu.au/febl/Economics/carbon/

Hairiah K, Rahayu S. 2007. Pengukuran Karbon Tersimpan di Berbagai Macam


Penggunaan Lahan. Bogar : World Agroforestry Centre - ICRAF, SEA Regional
Office, University of Brawijaya, Unibraw, Indonesia.

Hilmi, E. 2003. Model penduga kandunagn karbon pada pohon kelompok jenis
Rhizopora spp dan Bruguiera spp dalam tegakan hutan mangrove : studi kasus
di Indragiri Hilir Riau. Disertasi. Program pascasarjan Institut Pertanian Bogor,
Bogor.

Houghton RA. 2005. Tropical Deforestation as A Source of Greenhouse Gas


Emissions. Tropical deforestation and climate change. Edited by Paulo
Moutinho and Stephan Schwartzman. Belem, Para, Brazil : IPAM - Instituto
de Pesquisa Ambiental da Amawnia ; Washington DC - USA : Environmental
Defense. Ford Fondation.

Houghton JT, Filho LGM, Callender BA, Haris N, Kattenberg A, Maskell K (editors).
1996. Climate Change. The Science of Climate Change. Cambridge :
Cambridge University Press.

Hutchings P, Saenger P. 1987. Ecology of Mangrove. University of Queensland


Press. New York.

[IPPC] International Panel on Climate Change. 2003. IPPC Guidelines For


Nation Greenhouse Inventories : Reference manual IPCC.

Isdiyantoro. 2007. Pendugaan Cadangan Karbon Pohon pada Ruang Terbuka Hijau
(RTH) Kota di Kodya Jakarta Timur Menggunakan Citra Landsat. Tesis. Sekolah
Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Kairo. 2001. Ecology and restoration of Mangrove Systems in Kenya.


Dissertation, APNA, Belgium. Free University of Brussels.

Kamiyama A, Moriya H, Prawiroatmodjo S, Toma T, Ogino K. 1988. Forest


Primary Produkctivity. Dalam : Ogino, K. and M. Chihara (Eds.).
Biological System of Mangrove. Ehime University: 97-117.

3
Kamiyama A, Havanond S, Srisawatt W, Mochida Y, Fujimoto K, Ohnishi T,
Ishihara S, Miyagi T. 2000. Top/root biomass ratio of a secondary
mangrove (Ceriops tagal (Perr.) C. B. Rob.) Forest. Forest Ecology and
Management 139: 127-134.

Kamiyama A, Poungparn S, Kato S. 2005. Common Allometric Equations for


Estimating the Tree weight of Mangroves. Journal Tropical Ecology 21:
471-477.

Ketterings QM, CoeR, Noordwijk MV, Ambagau Y, Palm CA. 2001. Reducing
Uncertainty In The Use Of Allometric Biomass Equations For Predicting
Aboveground Tree Biomass In Mixed Secondary Forests. Forest Ecology and
Management 120: 199-209.

Kirui B., Kairo JG, Karachi M. 2006. Allometric Equations for Estimating Above
Ground Biomass of Rhizophora mucronata Lamk. (Rhizophoraceae)
Mangrove at Gazi Bay, Kenya. Western Indian Ocean J. Marine Science 5: 27-
34.

Kostermans AY. 1982. Different Kind Of Mangrove With Different


Economic Application Possibilities: Mangrove Forest Ecosystem
Productivity In South East Asia. Proceeding of Symposium on Mangrove.
Bogor : BIOTROP.

Kramer PJ, Kozlowski TT. 1979. Physiology of Woody Plants. New York, San
Fransisco, London : Academic Press

Kusmana C. 1993. A Study on Mangrove Forest Management Based on


Ecological Data in East Sumatra, Indonesia. Dissertation. Japan : Kyoto
University.

MacLaren JP. 1996. New Zealand's Planted Forests as Carbon Sinks.


Commonwealth Forest Review 75(1): 100-113.

Masripatin, N., Kirsfianti Ginoga, Gustan Pari, Wayan Susi Dharmawan, Chairil Anwar
Siregar, Ari Wibowo, Dyah Puspasari, Arief Setiyo Utomo, Niken Sakuntaladewi,
Mega Lugina, Indartik, Wening Wulandari, Saptadi Darmawan, Ika Heryansah, N.M.
Heriyanto, H. Haris Siringoringo, Ratih Damayanti, Dian Anggraeni, Haruni
Krisnawati, Retno Maryani, Dana Apriyanto, Bayu Subekti. Cadangan Karbon pada
berbagai Tipe Hutan dan Jenis Tanaman di Indonesia. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan. Balitbang Kehutanan. Bogor

Mawandia, D. 2003. The Hindu Business Line: Carbon Trading : Making Money from
Hot Air. http://www.mawandia.com. Diakses 8 Agustus 2013.

Medeiros TCC, Sampaio EVSB. 2008. Allometry of Aboveground Biomass in Species


in ltamaraca, Pernambuco, Brazil. Journal Wetlands Ecology and Management
16(4): 323-330.

4
Melliza Wulansari. 2008. Perbandingan Stok Karbon pada Hutan Mangrove dan Non-
mangrove di Pulau Dua, Banten. Skripsi.. Program Studi Sarjana Biologi SITH.
Institut Teknologi Bandung. Bandung.

[MI] Meridian Institute. 2009. Reducing Emissions from Deforestation and Forest
Degradation (REDD): An Options Assessment Report. Prepared for The
Government of Norway. http:/www.REDD-OAR.org [31 Juli 2013].

[MoE] Ministry of Environment. 2003. National Strategy Study on CDM in Forestry Sector:
Final Report. Ministry of Environment Republic of Indonesia. Jakarta.

Morikawa Y. 2002. Biomass Measurement in Planted Forest in and Around


Benakat. Fiscal report of assessment on the potentiality of reforestation and
afforestation activities in mitigating the climate change 2001, 58-63. Tokyo,
Japan : JIFPRO.

Nelson BW, Mesquita R, Periera JLG, De Souza SGA, Batista GT, Couto LB. 1999.
Allometric Regressions For Improved Estimate Of Secondary Forest Biomass In
The Central Amazon. Forest Ecology and Management 117 : 149-167.

Nybakken JW. 1988. Biologi Laut: Suatu Pendekatan. Jakarta: PT. Gramedia.

Ong JE, Gong WK, Wong CH. 2004. Allometry and Partitioning of The Mangrove
Rhizophora apiculata. Forest Ecology and Management. Vol. 188. Issue 1-3 :
359-408.

Onrizal. 2004. Model penduga biomasa dan karbon tegakan hutan kerangas di Taman
Nasional Danau Sentarum Kalimantan Barat. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

Porte A, Trichet P, Bert D, Loustau D. 2002. Allometric Relationship For Branch And
Tree Woody Biomass of Maritime Pine (Pinus pinaster Ait). Forest Ecology and
Management. 158: 71-83

Prawirowardoyo S. 1996. Metereologi. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Putz FE,


Chan HT. 1986. Tree Growth, Dynamics and Productivity in a Mature Mangrove
Forest in Malaysia. Forest Ecology and Management 17 : 211-230.

Rahayu S, Lusiana B, Noordwijk MV. 2005. Cadangan Karbon di Kabupaten Nunukan


Kalimantan Timur : Monitoring secara Spasial dan Pemodelan. Bogor : ICRAF.

Ravindranat, Ostwald 2008. Carbon Inventory Methods : Handbook for


Greenhouse Gas Inventory, Carbon Mitigation and Roundwood
Production Projects. Switzerland : Springer Science and Business Media B.V

Ritabulan. 2010. Kajian Potensi Jasa Lingkungan (Biomassa dan Karbon) Rutan
Mangrove di Tanjung Bara, Sangatta Utara, Kalimantan Timur. Tesis. Sekolah
Pascasarjana. Program Studi Manajemen Ekowisata dan Jasa Lingkungan. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

5
Rochmayanto, Y. 2009. Perubahan kandungan karbon dan nilai ekonominya pada
konservasi hutan rawa gambut menjadi hutan tanaman industry pulp. Tesis.
Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rusolono, T. 2006. Model Pendugaan Persediaan karbon Tegakan Agroforestry untuk


Pengelolaan Hutan Milik Melalui Skema Perdagangan Karbon. Disertasi. Sekolah
Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sadelie, A. 2011. Model Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Berkelanjutan Berbasis


REDD+ (Studi Kasus di Wilayah Pesisir Taman Nasional Sembilang,
Kabupaten Banyuasin). Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan
Lautan. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Safitri, I. 2010. Penetapan cadangan karbon bahan gambut saprik, hemik dan fibrik
(studi kasus di perkebunan kelapa sawit rakyat Lubuk Gaung, Kecamatan Sungai
Sembilan, Dumai). Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Saparinto C. 2007. Pendayagunaan Ekosistem Mangrove. Mengatasi Kerusakan


Wilayah Pantai (Abrasi); Meminimalkan Dampak Gelombang Tsunami. Edisi
Pertama. Semarang : Dahara Prize.

Siahaan NHT. 2004. Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan. Jakarta :


Erlangga.

Slim FJ, Gwada P, Kodjo M, Hemminga MA. 1996. Biomass and Litterfall of Ceriops
and Rhizophora in The Mangrove Forests of Gazy Bay, Kenya. Marine and
Freshwater Resources 47: 999-1007.

Snedaker SC. 1978. Mangrove Their Values and Perpetuation. Nature


Resources 14.

Snedaker SC, Snedaker JG. 1984. The Mangrove Ecosystem.: Research Method. Paris:
UNESCO.

Soerianegara I, Indrawan A. 2008. Ekologi Hutan Indonesia. Bogor : Fakultas


Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Sukandarrumidi 2009. Batubara dan Pemanfaatannya. Pengantar Teknologi


Batubara Menuju Lingkungan Bersih. Cetakan Kedua. Yogyakarta Gadjah
Mada University Press.

Sukardjo S, Yamada I. 1992. Biomass and Productivity of A Rhizophora


mucronata Lamarck Plantation in Tritih, Central Java, Indonesia. Forest Ecology
and Management 49: 195-209.

Supriharyono 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam Wilayah Pesisir
Tropis. Jakarta: Gramedia Pustaka.

6
Sutaryo D. 2009. Penghitungan Biomassa. Sebuah Pengantar untuk Studi Karbon dan
Perdagangan Karbon. Bogor : Wetlands International Indonesia Programme.

Tarnai S, Nakasuga T, Tabuchi R, Ogino K. 1986. Standing Biomass of Mangrove Forest


in Southern Thailand. Journal Jpn. For. Soc. 68(9) : 384-388.

Wetlands International. 2002. Peta Luasan Sebaran Gambut dan Kandungan Karbon
di Sumatera.

Whitmore TC. 1985. Tropical Raint Forest of The Far East. New York : Oxford
University Press.

White LP, Plaskett LG. 1981. Biomass as Fuel. A Subsidiary of Harcourt Brace
Jovanovich, Publishers. London, New York, Torronto, Sidney, San
Fransisco.

Wibawa, MI. 2006. lnventori Emisi Karbondioksida (C02) dari Kegiatan


Operasional Pertambangan PT. Kaltim Prima Coal (PT. KPC). Skripsi. Bandung
: Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan,
lnstitut Teknologi Bandung.

Widyasari, N.A.E. 2010. Pendugaan biomassa dan potensi karbon terikat di atas
permukaan tanah pada hutan gambut meurang bekas terbakar di Sumatera
Selatan. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Yulianti, N. 2009. Cadangan karbon lahan gambut dari agroekosistem kelapa sawit
PTPN IV Ajamu, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara. Tesis. Sekolah
Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Yuly. 2003. Prospek pengelolaan agroforestry untuk tujuan perdagangan karbon di
desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang,Kabipaten Bogor. Skripsi Fakultas
Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Yulyana, R. 2005. Potensi kandungan karbon pada pertanaman karet (Hevea brasiliensis)
yang disadap (Studi kasus di Perkebunan Inti Rakyat, Kecamatan Pondok Kelapa,
Bengkulu Utara. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Yuono, E. 2009. Pendugaan kandungan karbon dalam tanah hutan rawa gambut (studi
kasus di IUPHHK-HA PT. Diamond Raya Timber Kecamatan Parit Sicin, Kabupaten
Rokan Hilir Riau). Skripsi Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Wiener N. 2010. Cybernetics. http://en.wikipedia.org/wiki/Cybernetics. [diakses 18


Agustus 2013].

Wollenberg E, Belcher B, Sheil D, Dewi S, Moeliono M. 2004. Mengapa kawasan hutan


penting bagi penanggulangan kemiskinan di Indonesia? Governance Brief 4(i):1-
6.

World Bank. 1996. World Development Report. Baltimor-London:World Bank-The


John Hopkins Univ. Press.

7
World Bank. 2009. Developing a Market for REDD in Indonesia. Report on
Implementation of a Learning Workshop. Jakarta: World Bank.

[WCED] World Commission on Environment and Development. 1987. Our Common


Future. New York: Oxford University Press.

8
Buku ini membahas metode pemetaan penyebaran vegetasi mangrove berdasarkan
pendekatan Remote Sensing, GIS (Geographyc Information System) dan survei lapangan di
wilayah Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau dan menganalisis data untuk mengestimasi
potensi cadangan karbon.

Berdasarkan kombinasi metode Remote Sensing, GIS (Geographyc Information System)


dan survei lapangan, maka studi kasus penghitungan potensi karbon vegetasi hutan
mangrove di Kabupaten Indragiri Hilir pada tahun 2013 menghasilkan nilai 18,94 juta ton,
meliputi area seluas 118,7 ribu hektar (rata-rata potensi karbon vegetasi adalah 159.46
ton/hektar).

Fajar Restuhadi, Ph.D., Ir. Lulus pendidkan sarjana dari Jurusan Teknologi
Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Melanjutkan studi dan lulus
sebagai Magister Biokimia dari Jurusan Kimia, Institut Teknologi Bandung.
Pendidikan doctoral diselesaikan di The Victoria University of Manchester,
pada tahun 2005 di bidang Bioinformatics and Biomolecular. Penulis
adalah staf dosen Fakultas Pertanian, Universitas Riau, Pekanbaru,
Indonesia. Email f.restuhadi@gmail.com. Minat penelitian di dibidang
Bioteknologi, Bioinformatika, Bioenergi, Teknologi Pangan dan Fermentasi,
Agribisnis dan agroindustri, serta Sistem Infomasi Geografis.

Dr. Ir. Ari Sandhyavitri, MSc, lulus dari University of Manchester Institute of
Science and Engineering (UMIST) Manchester, pada tahun 2002. Penulis
adalah Staf dosen pada Fakultas Teknik, Universitas Riau, Pekanbaru. Ahli
Perencana Sumber Daya Air, Transportasi, dan Ahli Lingkungan. Email
arisandhyavitri@gmail.com atau ari.sandhyavitri@lecturer.unri.ac.id. Research
interest: Mitigasi bencana, system pengambilan keputusan, system
penyediaan air bersih, dan keselamatan transportasi serta disain lapangan
terbang.

ISBN 978-602-9066-67-8

View publication stats

You might also like