Professional Documents
Culture Documents
ABSTRACT
Background: Occupational Health and Safety aims to prevent, reduce and eliminate accidents.
By the year of 2007, number of loading-unloading laborers in Tanjung Emas Port reach 756
persons, 2.56% of them experienced working accidents in the last 4 years. This research is
aimed to analyze predisposing, enabling and reinforcing factors influencing loading-unloading
laborers risky working behavior at Tanjung Emas Semarang.
Method: It was a cross sectional study of 90 respondents from 756 laborers. Proportional
random sampling was employed to obtain number of samples required. Data were collected
using check list and questionnaires and were analyzed with logistic regression.
Result: This study revealed that laborers’ knowledge and attitudes, equipments, working
standard, support of the head of laborers’ group and laborers’ cooperation generally
categorized as good. Laborers’ knowledge of occupational health and safety, equipment
availability, working standard, equipment design, support of head of laborers’ group and
support laborers’ cooperation were correlated with laborers’ working practice. Knowledge
and support of laborers’ cooperation were simultaneously correlated to laborers’ working
practice.
36
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 4 / No. 1 / Januari 2009
37
Kajian Pengaruh Predisposing... (M. Rais, Priyadi NP, Baju W)
pelayanan kesehatan. Jika salah satu dari faktor- 2002). Desain penelitian tersebut dipilih untuk
faktor tersebut mengalami gangguan maka sta- menganalisa hubungan dan pengaruh variabel
tus kesehatan akan bergeser di bawah optimal independen (predispocing factors, enabling
atau menimbulkan masalah kesehatan. Perilaku factors dan reinforcing factors) sebagai faktor
terdiri dari 3 komponen penting yaitu; kognitif risiko terhadap variabel dependent (praktek
(pengetahuan), afektif (sikap atau tanggapan) kerja) bongkar muat.
dan psikomotor. Perilaku diukur melalui tindakan Populasi dalam penelitian ini adalah semua
yang dilakukan dalam proses pembentukan dan pekerja bongkar muat pelabuhan Tanjung Emas
perubahan perilaku yang dipengaruhi oleh Semarang, yang masih aktif sampai tahun 2007
beberapa faktor yang berasal dari dalam sebanyak 756 orang. Metode pengambilan
(pengetahuan, persepsi, sikap, emosi dan sampel adalah simple random sampling dengan
motivasi). Faktor dari luar individu meliputi; teknik Proportional random sampling
lingkungan sekitar (fisik-non fisik), manusia, terhadap 7 (tujuh) kelompok regu kerja TKBM
sosial, ekonomi, budaya dan sebagainya pelabuhan Tanjung Emas Semarang, didapatkan
(Notoatmodjo, 2003). total sampel berjumlah 90 responden (Sugiharto,
Angka kecelakaan kerja di Pelabuhan 2003).
Tanjung Emas Semarang tahun 2007 sebanyak Data penelitian yang diperoleh penulis adalah
20 orang atau sebesar 2,56% dari jumlah TKBM data primer yang diperoleh melalui wawancara
Pelabuhan Tanjung Emas Semarang, sedangkan dan observasi langsung kepada kegiatan TKBM
tujuan program keselamatan kerja adalah untuk yang terpilih sebagai sampel penelitian atau
mencapai zero accident. Kenyataan dilapangan responden dan lingkungan kerjanya dengan
yang dilakukan oleh koperasi TKBM yang menggunakan lembaran wawancara dan
berkaitan dengan upaya K3 hanya sebatas dilakukan oleh peneliti beserta surveyor dan data
membayar ganti rugi biaya pengobatan/ sekunder tersebut bersumber dari dokumen-
perawatan, pemberian pakaian kerja alat dokumen Koperasi TKBM Pelabuhan Tanjung
pelindung diri (masker dan sepatu) dan telah Emas Semarang, PT.(Persero) Pelabuhan Indo-
mengirimkan satu orang staf koperasi TKBM nesia III cabang Semarang dan Kantor
mengikuti pelatihan K3 (Anonim, 2007). Administrasi Pelabuhan Tanjung Emas
Kecelakaan kerja dapat terjadi karena perilaku Semarang. Teknik pengumpulan data adalah
pekerja yang tidak mendukung, sesuai dengan wawancara, survei dokumen dan metode
teori perubahan perilaku Green meliputi predis- observasi.
posing, enabling dan renforcing factors Uji validitas dan reliabilitas kuesioner
(Green, 2000). Berdasarkan hal tersebut peneliti dilakukan terhadap 30 orang responden tenaga
ingin mengetahui bagaimana praktek kerja kerja bongkar muat di Pelabuhan Tegal. Data
TKBM Pelabuhan Tanjung Emas Semarang analisis statistik dengan program soft ware Sta-
yang berisiko terhadap kecelakaan kerja. tistic Program for Social Science (SPSS) versi
11.5 dengan 3 (tiga) tahapan analisis statistik yaitu
METODE PENELITIAN Analisis Univariat, Analisis bivariat dan Analisis
Penelitian ini menggunakan rancangan multivariat (Arikunto, 2006; Ghozali, 2006).
penelitian analitik dengan pendekatan penelitian
kuantitatif, menggunakan desain Cross Sectional HASIL PENELITIAN
Study, dimana variabel independent dan variabel 1. Analisis Univariat
dependent pada obyek penelitian diukur secara a. Pengetahuan TKBM
simultan dalam waktu bersamaan (Notoatmodjo,
38
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 4 / No. 1 / Januari 2009
39
Kajian Pengaruh Predisposing... (M. Rais, Priyadi NP, Baju W)
umumnya baik tetapi praktek kerja tidak baik berpengetahuan baik dan praktek kerja tidak
sebanyak 25,6%. Jawaban “Ya” paling banyak baik 14.6 % dan pengetahuan kurang, praktek
terhadap pertanyaan tentang “Posisi badan, kerja tidak baik sebanyak 38.1 %, nilai
mengangkat barang” (87,8 %) dan paling sedikit kemaknaan (p value=0,011), berarti bahwa ada
terhadap pertanyaan tentang “jam kerja hubungan bermakna antara pengetahuan tentang
TKBM” (43,3 %). Jawaban “Tidak” paling K3 dengan praktek TKBM. prevalence of ra-
banyak terhadap pertanyaan tentang “jam kerja tio (POR=1,380) dengan (CI.95%; 1.059-798).
TKBM” (56,7%) dan paling sedikit pada b. Sikap dengan Praktek Kerja TKBM
pertanyaan tentang “posisi badan mengangkat Hasil analisis statistik pada tabel 2
barang” (12,2 %). menunjukkan bahwa Responden dengan sikap
tidak baik dan praktek kerja tidak baik sebanyak
2. Analisis Bivariat 34,1% dan responden dengan sikap baik tapi
a. Pengetahuan K3 dengan Praktek Kerja praktek kerja tidak baik sebanyak 18,4%, nilai
TKBM kemaknaan (p value=0,087), berarti bahwa
Hasil analisis statistik pada tabel 1 tidak ada hubungan bermakna antara sikap
menunjukkan bahwa Responden yang dengan praktek kerja TKBM.
Tabel 1. Hasil Tabulasi Silang antara Pengetahuan dengan Praktek Kerja TKBM
Praktek Kerja
Total
Baik Tidak Baik
n 41 7 48
Pengetahuan Baik
% Pengetahuan 85.4% 14.6% 100.0%
TKMB n 26 16 42
Kurang
% Pengetahuan 61.9% 38.1% 100.0%
n 67 23 90
Total
% Pengetahuan 74.4% 25.6% (100.0%)
p = 0,011 POR = 1,380 CI 95 % : 1.059 – 1,798
Tabel 2. Hasil Tabulasi Silang antara Sikap TKBM terhadap Bahaya K3 dengan Praktek Kerja
TKBM
Praktek Kerja
Total
Baik Tidak Baik
n 40 9 49
Baik % Sikap
81.6% 18.4% 100.0%
Sikap TKBM
TKBM n 27 14 41
Tidak
Baik % Sikap
65.9% 34.1% 100.0%
TKBM
n 67 23 90
Total % Sikap
74.4% 25.6% 100.0%
TKBM
p = 0,087
40
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 4 / No. 1 / Januari 2009
c. Ketersediaan Alat Bantu Kerja dengan tidak baik sebanyak 19.4%, nilai kemaknaan lebih
Praktek Kerja TKBM kecil dari 0,05 (p=0,022) berarti ada hubungan
Hasil uji tabulasi pada tabel 3. menunjukkan bermakna antara standar kerja dengan praktek
bahwa Ketersediaan alat bantu kerja tidak baik kerja TKBM dan Variabel standar kerja
dan praktek kerja juga tidak baik sebanyak merupakan faktor risiko ditunjukkan dengan nilai
38.7% dan Ketersediaan alat bantu baik tetapi prevalence of ratio (POR=1,426) dan tingkat
praktek kerja tidak baik sebanyak 18.6%, nilai kepercayaan (CI.95% 0,978–2,079)
kemaknaan (p value=0,038) berarti bahwa ada e. Desain Tempat Kerja dengan Praktek
hubungan bermakna antara ketersediaan alat Kerja TKBM
bantu kerja dengan praktek kerja TKBM dan Hasil analisis statistik pada tabel 5 menun-
nilai prevalence ratio prevalence of ratio jukkan Desain tempat kerja tidak baik dan
(POR=1,327) dengan tingkat kepercayaan praktek kerja juga tidak baik sebanyak 38.5%
(95%: 0,978-1,801). dan desain tempat kerja baik tetapi praktek kerja
d. Standar Kerja dengan Praktek Kerja tidak baik sebanyak 15.7%, nilai kemaknaan
TKBM (p=0,014) berarti bahwa ada hubungan
Hasil uji bivariat standar kerja secara ringkas bermakna antara desain tempat kerja dengan
terdapat pada tabel 4 bahwa Standar kerja tidak praktek kerja TKBM dengan nilai prevalence
baik dan praktek kerja juga tidak baik sebanyak of ratio (POR=1,370) dan tingkat kepercayaan
43,5% dan standar kerja baik tetapi praktek kerja (CI.95%; 1,041–1,804)
Tabel 3. Hasil Tabulasi Silang antara Alat Bantu Kerja dengan Praktek Kerja TKBM
Tabel 4. Hasil Tabulasi Silang antara Standar Kerja TKBM dengan Praktek Kerja TKBM
41
Kajian Pengaruh Predisposing... (M. Rais, Priyadi NP, Baju W)
Tabel 5. Hasil Tabulasi Silang antara Desain Tempat Kerja TKBM dengan Praktek Kerja TKBM
Tabel 6. Hasil Tabulasi Silang antara Dukungan KRK terhadap Praktek Kerja TKBM
42
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 4 / No. 1 / Januari 2009
Tabel 7. Hasil Tabulasi Silang antara Dukungan Koperasi TKBM dengan praktek kerja TKBM
Tabel 8. p value, Prevalence of Ratio(POR) dan CI hasil Tabulasi Silang pada Analisis Bivariat.
43
Kajian Pengaruh Predisposing... (M. Rais, Priyadi NP, Baju W)
Tabel 9. Hasil Uji Regresi Logistik antara Variabel Independent dengan Variabel Dependent
44
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 4 / No. 1 / Januari 2009
mendapat penyuluhan langsung atau pelatihan Pada analisis multivariat menunjukkan bahwa
K3. teori stimulus organisme respons bahwa tidak ada pengaruh ketersediaan alat terhadap
Penafsiran terhadap sikap dilakukan melalui praktek kerja. Faktor lain harus dipertimbangkan
perilaku tetapi penafsiran kemungkinan keliru seperti nilai ergonomis peralatan kerja dan
karena sikap bersifat tertutup. keterampilan pekerja menggunakan peralatan.
Beberapa hal yang dapat menyebabkan Penggunaan peralatan bantu dianggap baik yang
sikap individu tidak selalu terwujud dalam jika peralatan kerja tersebut tidak menjadi
tindakan nyata adalah (Notoatmodjo, 2003): penghalang bagi TKBM melakukan pekerjaan.
1. Sikap yang akan terwujud dalam suatu Hal tersebut berbeda dengan penelitian
tindakan bergantung situasi dan kondisi. Mahardika bahwa ketersediaan bahan berupa
2. Sikap dapat mengacu pada pengalaman or- bubuk abate menunjukkan pengaruh sedang
ang lain dalam meningkatkan angka bebas jentik nyamuk
3. Sikap yang terbentu dapat berdasarkan pada aedes agepty (DBD) (Riyadi, 2007).
banyak atau sedikitnya pengalaman Menurut Green (2000) ketersediaan sarana
4. Nilai-nilai (value) dalam komunitas individu dan prasarana merupakan enabling factors
seperti lingkungan kerja terjadinya perilaku. Praktek kerja TKBM dalam
5. Menurut Leon Festinger dengan teori penelitian ini tidak dipengaruhi ketersediaan alat
Disonansi kognitif bahwa Disonansi bantu kerja dan enabling factor yang
berarti inkonsistensi (tidak konsisten) atau mendukung praktek kerja TKBM. Menurut Bird
ketidaksesuaian sikap yang mungkin bahwa Pemakaian alat / mesin yang tidak nor-
ditemukan pada oleh individu antarta dua atau mal dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan
lebih sikapnya. kerja. Seorang yang bekerja tidak ergonomis
3. Ketersediaan Alat Bantu cepat merasa lelah, sakit leher, sakit pinggang
Menurut pengamatan penulis bahwa dan rasa kesemutan serta pegal-pegal serta
peralatan yang disediakan adalah peralatan gangguan kesehatan lainnya. Pemindahan barang
standar dari pelabuhan dan perusahaan secara manual yang tidak ergonomis dapat
pengguna jasa TKBM, kecuali pada Pelra dan menimbulkan kecelakaan kerja (Industrial Ac-
Pellok dengan peralatan yang disesuaikan cident) atau kerusakan jaringan tubuh akibat
keadaan kapal dan pelabuhan. Hasil analisis beban angkut yang berlebihan over exertion-
bivariat menunjukkan bahwa variabel lifting and carring.
ketersediaan alat bantu mempunyai hubungan 4. Standar Kerja
bermakna dengan praktek kerja TKBM dan Menurut pengamatan penulis bahwa
memiliki kecenderungan terjadi 1,3 kali (preva- koperasi TKBM telah membuat dan
lence of ratio=1,327) lebih besar praktek kerja memberlakukan peraturan atau standar kerja.
TKBM. Identifikasi yang dilakukan aparat KPLP Hasil analisis bivariat menunjukkan hubungan
bahwa penyebab kecelakaan kerja di pelabuhan bermakna antara standar kerja dengan praktek
karena penggunaan alat-alat berat yang sudah kerja TKBM dengan nilai prevalence of ra-
tua dan pemakaian alat-alat berat yang tidak tio=1,426), berarti standar kerja tidak baik
dilakukan kalibrasi secara berkala. Ketersediaan mempunyai kecenderungan 1,4 kali lebih besar
alat bantu yang baik dan cukup maksudnya terjadi praktek TKBM. Hasil analisis tersebut
jumlah alat kerja sesuai dengan proporsi antara sejalan dengan penelitian Harkinto menemukan
jumlah TKBM yang menggunakan alat-alat kerja bahwa pekerja kayu olahan tidak peduli terhadap
tersebut dengan jumlah peralatan kerja yang standar kerja perusahaan dan pemakaian alat
tersedia. pelindung diri (Riyadi, 2007).
45
Kajian Pengaruh Predisposing... (M. Rais, Priyadi NP, Baju W)
Tidak ada pengaruh standar kerja terhadap akibat kerja TKBM di Pelabuhan Lembar dan
praktek kerja TKBM, pengaruh tersebut laporan PT.Terminal Peti Kemas Surabaya
kemungkinan karena kurangnya kapatuhan bahwa tidak ada kejadian yang berhubungan
TKBM terhadap peraturan atau standar kerja dengan masalah lingkungan yang terjadi (Riyadi,
yang telah diberlakukan oleh Koperasi TKBM. 2007). Teori Stimulus-Organisme-Respons
Faktor lain yang berperan adalah kurangnya (SOR) menerangkan bahwa salah satu faktor
dorongan dari ketua regu kerja untuk mematuhi terbentuknya perilaku adalah dukungan fasilitas
peraturan dan tidak ada ketentuan sanksi serta dorongan dari lingkungan (Notoatmodjo,
terhadap pelanggaran. Menurut pengamatan 2006).
penulis hanya sebagian kecil TKBM yang Analisis multivariat menunjukkan tidak ada
melaksanakan peraturan. Standar termasuk salah pengaruh desain tempat kerja terhadap praktek
satu enabling factor terjadinya praktek kerja kerja TKBM. Menurut pengamatan penulis
TKBM. Menurut Green (2000) ketersediaan bahwa desain tempat kerja, pengaturan posisi
sarana / prasarana dan peraturan merupakan peralatan kerja dan barang-barang telah diatur
enabling factors terhadap terbentuknya sedemikian rupa sesuai standar. Beberapa
perilaku.Teori Loss Caution Model Bird bahwa kelompok regu kerja TKBM di bagian pelabuhan
faktor manajemen perusahaan yang tidak rakyat dan pelabuhan lokal memiliki desain
mendukung merupakan latar belakang penyebab tempat yang tidak memiliki standar tetapi ditata
terjadinya kecelakaan kerja sebagai mata rantai sesuai dengan keadaan/fungsinya. Menurut Bird
sebab–akibat (Domino Squen). (1996) bahwa Desaign dan maintenance yang
5. Desain Tempat Kerja tidak baik serta pemakaian alat / mesin yang
Tempat kerja TKBM Pelabuhan Tanjung tidak normal dapat menjadi penyebab
Emas Semarang terdapat beberapa lokasi kecelakaan kerja.. Salah satu faktor yang
seperti; kapal, gudang dan areal atau lapangan mempengaruhi penyebab terjadinya kecelakaan
penampungan pelabuhan yang tersebar pada adalah faktor Lingkungan kerja.
tujuh bagian (Stevedoring, Cargodoring, TPKS 6. Dukungan Ketua Regu Kerja
kapal/ TPKS CFS, Unit pengantongan pupuk, Dukungan ketua regu kerja kepada TKBM
Kapal penumpang mempunyai desain khusus dan umumnya termasuk kategori baik karena terkait
standar kecuali Pelra dan Pellok, disesuaikan proses rekrutman TKBM secara keseluruhan
dengan tempat dan fungsinya masing-masing). sepenuhnya menjadi kewenangan para ketua regu
Ada hubungan bermakna antara desain tempat kerja. Prosedur seseorang untuk bekerja sebagai
kerja dengan praktek kerja TKBM. Desain TKBM di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang
tempat kerja yang tidak baik mempunyai harus melalui para ketua regu kerja atau mandor.
kecenderungan terjadinya kecelakaan kerja 1,4 Analisis bivariat menunjukkan tidak ada
kali lebih besar (prevalence of ratio =1,370). hubungan bermakna antara dukungan ketua regu
Desain tempat kerja memberi stimulus yang kerja dengan praktek kerja TKBM. Hal
membuat pekerja merasa enak atau tidak enak tersebut berbeda dengan penelitian Mardi bahwa
bekerja dan mendorong terbentuknya perilaku ada hubungan bermakna antara gangguan
pekerja. Rasa enak dan nyaman bekerja dapat lingkungan sosial dengan kejadian kecelakaan
berhubungan dengan praktek kerja baik dan rasa akibat kerja pada para TKBM di Pelabuhan
tidak enak. Hasil analisis ini tidak sejalan dengan Lembar (Riyadi, 2007).
peneliltian Mardi yang menemukan bahwa tidak Dukungan moril atau bantuan materi ketua
ada hubungan bermakna antara gangguan regu kerja kepada TKBM sebagai faktor
lingkungan fisik dengan kejadian kecelakaan pendorong terhadap praktek kerja TKBM untuk
46
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 4 / No. 1 / Januari 2009
menjadi baik. menurut Green (2000) bahwa dengan kegiatan bongkar muat di Pelabuhan
reinfocing mendorong untuk terjadinya suatu Tanjung Emas Semarang seluruhnya dibawah
perubahan perilaku individu. Dukungan fasilitas kendali kebijakan Koperasi TKBM.
serta dorongan dari lingkungan menyebabkan Analisis bivariat menunjukkan ada hubungan
stimulus mempunyai efek tindakan individu. bermakna antara dukungan Koperasi TKBM
Menurut Fidler bahwa gaya kepemimpinan indi- dengan praktek kerja TKBM. Dukungan
vidual bersifat tetap. Tiga dimensi kontijensi koperasi TKBM tidak baik mempunyai
mendefinisikan faktor situasi utama yang kecenderungan terjadi praktek kerja TKBM
menentukan efektifitas kepemimpinan. tidak baik 1,3 kali (prevalence of ratio=1,344).
Kepemimpinan tergantung pada kemampuan Dukungan koperasi TKBM merupakan faktor
untuk mendapatkan kepercayaan dari risiko terhadap praktek kerja. Hal tersebut
pengikutnya (Robbin, 2006). sejalan dengan penelitian Mardi bahwa ada
Kultur keselamatan bernilai positif jika para hubungan bermakna antara gangguan lingkungan
pekerja percaya bahwa keselamatan memiliki sosial dengan kejadian kecelakaan akibat kerja
nilai tinggi sebagai kunci dan perioritas organisasi. pada para TKBM di Pelabuhan Lembar.
Persepsi ini dapat dicapai jika pekerja Dukungan kebijakan koperasi yang baik
mempunyai peran dalam memecahkan masalah terhadap keselamatan kerja dapat menjadi
dan pengambilan keputusan dan kepercayaan arahan bagi TKBM untuk melakukan praktek
tinggi antara manajemen dan para pekerja, ada kerja baik sedangkan dukungan tidak dari
komunikasi terbuka dan pekerja menerima kultur koperasi TKBM akan mengarahkan TKBM
keselamatan sebagai hal positif sebagai bagian melakukan praktek kerja tidak baik pula.
dari proses manajemen. Praktek kerja yang dilakukan TKBM (perilaku)
Kepemimpinan lebih penting dibanding bergantung pada persepsi dan penilaian TKBM
dengan kebijakan karena pemimpin dapat terhadap kebijakan koperasi yang akan
mengambil keputusan atau tindakan dan dilaksanakan oleh TKBM apakah mendukung
menentukan kebijakan organisasi. Organisasi atau tidak mendukung keselamatan kerja.
mempromosikan nilai-nilai, ukuran dan struktur Hasil analisis multivariat didapatkan bahwa
penghargaan kebijakan keselamatan dan dukungan Koperasi TKBM mempunyai
kesehatan sedangkan kepemimpinan dengan pengaruh paling kuat terhadap praktek kerja
jelas menentukan tindakan sistem, alat ukur dan TKBM. Hal tersebut sejalan dengan penelitian
penghargaan dan menentukan program Mahardika bahwa faktor manajemen
keselamatan kerja organisasi dapat telaksana. mempunyai pengaruh sedang dalam
Kultur kepemimpinan menentukan apakah meningkatkan angka bebas jentik nyamuk dan
seseorang yang bekerja melakukan upaya menurunkan angka insiden kejadian penyakit
keselamatan kerja atau tidak. demam berdarah dangue (DBD).
7. Dukungan Koperasi TKBM Manajemen koperasi dapat berfungsi
Dukungan Koperasi TKBM umumnya sebagai pengawasan, terutama dalam fungsi
termasuk kategori baik terlihat dalam anggaran manajerial yang berkaitan dengan keselamaan
dasar dan anggaran rumah tangga Koperasi kerja (Suma’mur, 1995) seperti: Perencanaan,
TKBM bahwa tugas Koperasi TKBM antara Organisasi, Pimpinan dan Pengawasan / Con-
lain menyediakan dan menyiapkan regu kerja trolling terhadap TKBM pelabuhan Tanjung
TKBM sesuai permintaan pemakai jasa dan Emas semarang. Dukungan moril atau bantuan
meningkatkan kesejahteraan bagi anggotanya. materi Koperasi TKBM kepada tenaga kerja
Aktifitas TKBM dan KRK yang berkaitan bongkar muat sebagai faktor pendorong
47
Kajian Pengaruh Predisposing... (M. Rais, Priyadi NP, Baju W)
48
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 4 / No. 1 / Januari 2009
49