You are on page 1of 11

BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU PEKERJA

DALAM PENERAPAN SAFE BEHAVIOR DI PT. HANIL JAYA STEEL

FACTORS RELATED TO WORK BEHAVIOR IN SAFE BEHAVIOR APPLICATION


IN PT. HANIL JAYA STEEL

Nindya Septiani
Balai Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Bandung, Jawa Barat
E-mail: nindcup@gmail.com

ABSTRACT
Occupational Safety and Health (OSH) behavior is influenced by predisposing, enabling, and reinforcing factors.
Occupational accidents caused by various factors at work can be avoided, if the worker and the company management
have a good will to prevent it. OSH behavior is necessary for the prevention of occupational accidents. The purpose of
this research was to describe the association between predisposing, enabling and reinforcing factors with behavior of
workers (mill line rolling mill 3) on the implementation of safe behavior in PT. Hanil Jaya Steel. This was an observational
descriptive study with cross sectional approach and carried out among 26 respondents. The variables studied were age,
length of employment, level of knowledge, attitude, frequency of worker’s OSH training, frequency of OSH training
which provide by the company, availability of personal protector equipment, regulation assembly, standard operational
procedures assembly, co-workers support, supervisor’s support, reward, punishment and safe behavior. The strength of
relationship between variables were analyzed by using Contingency Coefficient (C). The results showed that there were
weak association between level of knowledge, frequency of worker’s OSH training and behavior (C = 0.085 and C = 0.255,
respectively). There were moderate association between age, length of employment, co-workers support and behavior (C
= 0.398, C = 0.328 and C = 0.400, respectively). And Also there was strong association between attitude and behavior
(C=0.556). It is recommended that the company providing OSH training section frequently for all workers, improving the
monitoring system of workers, and providing reward and punishment program, in order to improve their safe behavior in
preventing occupational accident in workplace.

Keywords: predisposing, enabling, reinforcing, safe behavior

ABSTRAK
Perilaku K3 dipengaruhi oleh faktor predisposisi, faktor pemungkin, dan faktor penguat. Kecelakaan kerja yang disebabkan
oleh berbagai faktor dalam pekerjaan bisa dihindarkan, apabila pekerja dan pimpinan perusahaan ada kemauan baik
untuk mencegahnya. Perilaku K3 diperlukan untuk pencegahan kecelakaan kerja. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mendeskripsikan hubungan antara faktor predisposisi, faktor pemungkin, dan faktor penguat mengenai perilaku pekerja
(unit mill line rolling mill 3) terhadap penerapan perilaku aman di PT. Hanil Jaya Steel. Penelitian ini merupakan penelitian
observasional deskriptif dengan pendekatan cross sectional dan dilakukan pada 26 responden. Variabel yang diteliti
adalah umur, masa kerja, tingkat pengetahuan, sikap, frekuensi pelatihan K3, frekuensi penyelenggaraan pelatihan K3,
ketersediaan APD, penempelan/pemasangan peraturan, penempelan/pemasangan SOP, dukungan teman kerja, dukungan
pimpinan/pengawas, reward, punishment dan perilaku aman. Kuat hubungan antar variabel dianalisis dengan menggunakan
uji Koefisien Kontingensi (C). Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang lemah antara pengetahuan dan
frekuensi pelatihan K3 dengan perilaku aman (C = 0,085 dan C = 0,255, berturut-turut). Terdapat hubungan yang sedang
antara umur, masa kerja, dukungan teman kerja dengan perilaku aman (C = 0,398, C = 0,328 dan C = 0,400, berturut-turut)
serta terdapat hubungan yang kuat antara sikap dengan perilaku aman (C = 0,556). Disarankan bagi pihak perusahaan
untuk mengadakan pelatihan K3 secara berkelanjutan kepada semua pekerja, meningkatkan sistem pengawasan pekerja,
serta mengadakan program reward dan punishment dalam rangka meningkatkan penerapan perilaku aman pekerja dalam
pencegahan kecelakaan kerja di tempat kerja.

Kata kunci: predisposisi, pemungkin, penguat, perilaku aman

©2017 IJOSH. Open access under CC BY NC-SA license doi: 10.20473/ijosh.v6i2.2017.257-267. Received 2
February 2017, received in revised form 3 March 2017, Accepted 4 April 2017, Published online: 30 August 2017
258 The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 6, No. 2 Mei-Agust 2017: 257–267

PENDAHULUAN berhubungan dengan terbentuknya perilaku aman


Industri di Indonesia sedang mengalami tenaga kerja baik internal maupun eksternal.
perkembangan yang sangat pesat seiring kemajuan PT. Hanil Jaya Steel yang berada di Waru,
ilmu teknologi. Proses industrialisasi masyarakat Sidoarjo Jawa Timur merupakan salah satu dari
Indonesia semakin cepat berkembang dengan perusahaan yang bergerak di bidang produksi
berdirinya perusahaan atau lapangan pekerjaan baja. Penggunaan teknologi baru serta penggunaan
yang beragam. Perkembangan industri yang pesat berbagai mesin dan peralatan berat serta alat bantu
ini diiringi pula oleh meningkatnya risiko bahaya yang serba modern dan juga penggunaan berbagai
karena penggunaan mesin dan peralatan kerja bahan kimia yang menunjang proses produksi
yang semakin kompleks untuk mendukung proses tentunya tidak dapat dihindari lagi. Dimana proses
produksi tersebut. Hal ini dapat menimbulkan produksinya tentu mengandung berbagai potensi
masalah kesehatan dan keselamatan kerja di tempat bahaya yang berisiko terhadap keselamatan dan
kerja. kesehatan kerja dan dapat menimbulkan kecelakaan
Di Indonesia, ribuan kecelakaan terjadi di kerja.
tempat kerja setiap tahunnya yang menimbulkan PT. Hanil Jaya Steel banyak melibatkan pekerja
kerusakan material, gangguan proses produksi pria sebagai operator karena tingkat beban pekerjaan
dan menimbulkan korban jiwa. Berdasarkan data dan risiko paparan yang berat. Di area rolling mill
Jamsostek, pada tahun 2007 tercatat 65.474 kasus terdapat proses pembentukan baja yang memiliki
kecelakaan yang terjadi di tempat kerja yang potensi bahaya antara lain terpeleset, paparan
mengakibatkan 1.451 orang meninggal, 5.326 orang panas, tertimpa material dan lain sebagainya. Risiko
cacat tetap, dan 58.697 orang cidera (Ramli, 2010). kecelakaan kerja dia area rolling mill sering sekali
Pada awal tahun 1980-an muncul pandangan terjadi dibandingkan dengan area produksi lainnya.
baru mengenai K3 yaitu behavioral safety. Berdasarkan data kecelakaan kerja tahun 2013
Behavioral safety lebih menekankan pada aspek frekuensi terjadinya kecelakaan di area rolling mill
perilaku manusia terhadap terjadinya kecelakaan di sebesar 59% dari 98 kasus kecelakaan kerja yang
tempat kerja. Studi penelitian yang dilakukan oleh terjadi di tahun tersebut, dimana sebagian besar
Heinrich pada tahun 1941 mengenai penyebab- kasus kecelakaan diakibatkan oleh unsafe action.
penyebab kecelakaan, menghasilkan kesimpulan Kecelakaan kerja tersebut tentu merugikan pekerja
bahwa penyebab kecelakaan kerja 88% disebabkan dan perusahaan.
oleh unsafe act, 10% dikarenakan unsafe condition, Dari semua potensi bahaya yang ada akan
dan 2% tidak diketahui penyebabnya (Suma’mur, berakibat serius apabila tidak ditangani dengan serius
2009). Pekerja cenderung berperilaku tidak aman pula. Salah satu usaha untuk mengurangi kecelakaan
dengan mengabaikan keselamatan walaupun itu kerja dan meningkatkan safety performance
sangat penting untuk keselamatannya. Sebagai dapat dicapai adalah dengan memfokuskan
contoh, dalam melaksanakan pekerjaannya pekerja pada pengurangan unsafe act dimana penyebab
seringkali tidak mengikuti Standard Operational kecelakaan terbesar adalah akibat unsafe act.
Procedure (SOP) dan hanya bekerja berdasarkan Berdasarkan penjelasan di atas, penulis
pengalamannya saja. Masalah lain yang ada terdorong untuk melakukan penelitian sehubungan
adalah pekerja seringkali tidak menggunakan Alat beberapa faktor yang berhubungan dengan perilaku
Pelindung Diri (APD) yang sudah disediakan dengan pekerja dalam penerapan safe behavior di PT. Hanil
berbagai alasan (Syaaf, 2008). Jaya Steel.Tujuan penelitian ini adalah mempelajari
Geller (2001) mengemukakan pentingnya beberapa faktor yang berhubungan dengan perilaku
pendekatan perilaku yang didasari oleh keselamatan pekerja dalam penerapan safe behavior di PT. Hanil
(behavior based safety) dalam upaya meningkatkan Jaya Steel.
keselamatan kerja. Dengan meningkatnya kesehatan
dan keselamatan kerja maka dapat meningkatkan METODE
produktivitas pekerja yang pada akhirnya dapat
Jenis penelitian ini merupakan penelitian
meningkatkan kemajuan dan kesejahteraan. Selain
deskriptif dengan rancangan penelitian cross
itu, manusia merupakan salah satu aset terbesar
sectional. Populasi penelitian adalah seluruh pekerja
dalam mencapai keberhasilan perusahaan. Sehingga
di bagian mill line rolling mill 3 PT. Hanil Jaya Steel
perlu adanya penelitian faktor apa saja yang
sejumlah 26 orang.
Nindya Septiani, Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku… 259

Variabel yang diteliti adalah umur, masa Ketersediaan APD


kerja, tingkat pengetahuan, sikap, frekuensi Ketersediaan APD terhadap jumlah pekerja
pelatihan K3, frekuensi penyelenggaraan pelatihan di perusahaan termasuk dalam kategori baik yaitu
K3, ketersediaan APD, pemasangan peraturan, memenuhi jumlah seluruh pekerja.
pemasangan SOP, dukungan teman kerja, dukungan
pimpinan/pengawas, reward, punishment dan Pemasangan Peraturan
perilaku aman pekerja.
Data yang diperoleh akan diolah dan Tidak ada pemasangan peraturan terkait
variabel yang akan dihubungkan, dideskripsikan larangan dan kewajiban pekerja di area kerja
menggunakan uji koefisien kontingensi sehingga sehingga termasuk dalam kategori kurang.
peneliti akan mengetahui kuat hubungan antar
Pemasangan SOP
variabel.
Tidak ada pemasangan SOP di area kerja
HASIL sehingga termasuk dalam kategori kurang.
Faktor Predisposisi Faktor Penguat
Umur Dukungan Teman Kerja
Mayoritas responden yaitu sebesar 57,7% Mayoritas responden yaitu sebesar 50,0%
termasuk dalam umur > 40 tahun. memperoleh dukungan teman kerja dalam kategori
sedang.
Masa Kerja
Mayoritas responden yaitu sebesar 57,7% Dukungan Pimpinan/Pengawas
memiliki masa kerja antara 13 – 24 tahun. Dukungan yang diberikan oleh pimpinan/
pengawas termasuk dalam kategori baik.
Tingkat Pengetahuan
Mayoritas responden yaitu sebesar 76,9% Reward
memiliki tingkat pengetahuan tentang perilaku aman Tidak ada pelaksanaan pemberian reward di
dalam kategori baik. tempat kerja, sehingga termasuk dalam kategori
kurang.
Sikap
Mayoritas responden yaitu sebesar 88,5% Punishment
memiliki sikap tentang perilaku aman dalam kategori Tidak ada pelaksanaan pemberian punishment
baik. di tempat kerja, sehingga termasuk dalam kategori
kurang.
Frekuensi Pelatihan K3
Mayoritas responden yaitu sebesar 42,3% Perilaku Aman
memiliki frekuensi pelatihan K3 dalam kategori Mayoritas responden yaitu sebesar 69,2%
sedang. termasuk dalam perilaku aman kategori sedang.

Faktor Pemungkin Hubungan Faktor Prediposisi dengan Perilaku


Frekuensi Penyelenggaraan Pelatihan K3 Aman

Penyelenggaraan pelatihan K3 yang diadakan Hubungan antara Umur dengan Perilaku Aman
oleh perusahaan termasuk dalam kategori sedang. Responden
Perusahaan mengadakan pelatihan K3 sebanyak 1 Data tabulasi silang antara umur dengan
kali dalam 1 tahun, tetapi belum merata pada seluruh perilaku aman pekerja di bagian mill line rolling
pekerja. mill 3 Juni 2014 pada Tabel 1.
260 The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 6, No. 2 Mei-Agust 2017: 257–267

Tabel 1. Hubungan antara Umur dengan Perilaku Tabel 3. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan
Responden dengan Perilaku Responden
Perilaku Aman Perilaku Aman Total
Umur Total
Kurang Cukup Baik Tingkat Kurang Cukup Baik
(tahun)
n (%) n (%) n (%) N (%) Pengetahuan n n n N
1 0 1 2 (%) (%) (%) (%) C=
18–29 C= 0,085
50 0 50 100 0,456 1 5 1 7
Cukup
1 8 0 9 14,3 71,4 14,3 100
30–39
11,1 88,9 0 100 4 13 2 19
Baik
3 10 2 15 21,1 68,4 10,5 100
> 40
20 66,7 13,3 100 5 18 3 26
Total
5 18 3 26 19,2 69,2 11,5 100
Total
19,2 69,2 11,5 100

Berdasarkan uji statistik kontingensi diketahui


Dari hasil uji statistik dengan menggunakan koefisien kontingensi 0,085 sehingga kuat hubungan
kontingensi diperoleh koefisien kontingensi antara tingkat pengetahuan dengan perilaku aman
sebesar 0,456, maka kuat hubungan antara perilaku responden adalah lemah.
berdasarkan umur responden adalah sedang.
Hubungan antara Sikap Tentang Perilaku Aman
Hubungan antara Masa Kerja dengan Perilaku dengan Perilaku Aman Responden
Aman Responden Data tabulasi silang antara sikap dengan
Data tabulasi silang antara masa kerja dengan perilaku aman pekerja di bagian mill line rolling
perilaku aman pekerja di bagian mill line rolling mill mill 3 Juni 2014 pada Tabel 4.
3 Juni 2014 pada Tabel 2. Hasil uji statistik menggunakan uji kontingensi
Berdasarkan uji statistik kontingensi diperoleh menunjukkan koefisien kontingensi 0,556 maka
koefisien kontingensi 0,328 maka kuat hubungan kuat hubungan antara sikap dengan perilaku aman
antara masa kerja dengan perilaku aman responden responden adalah kuat.
adalah sedang.
Hubungan antara Frekuensi Pelatihan K3 dengan
Hubungan antara Tingkat Pengetahuan tentang Perilaku Aman Responden
Perilaku Aman dengan Perilaku Aman Responden Data tabulasi silang antara frekuensi
Berikut ini adalah data tabulasi silang antara pelatihan K3 dengan perilaku aman pekerja di
tingkat pengetahuan dengan perilaku aman pekerja di bagian mill line rolling mill 3 Juni 2014 pada
bagian mill line rolling mill 3 Juni 2014 pada Tabel 3. Tabel 5.

Tabel 2. Hubungan antara Masa Kerja dengan Tabel 4. Hubungan antara Sikap dengan Perilaku
Perilaku Responden Responden
Perilaku Aman Perilaku Aman Total
Total
Masa Kerja Kurang Cukup Baik Kurang Cukup Baik
(tahun) Sikap
n n n N n n n N
(%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) C=
1 5 1 7 C= 1 0 2 3 0,556
1–12 0,328 Cukup
14,3 71,4 14,3 100 33,3 0 66,7 100
2 11 2 15 4 18 1 23
13–24 Baik
13,3 73,3 13,3 100 17,4 78,3 4,3 100
2 2 0 4 5 18 3 26
> 25 Total
50 50 0 100 19,2 69,2 11,5 100
5 18 3 26
Total
19,2 69,2 11,5 100
Nindya Septiani, Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku… 261

Tabel 5. Hubungan antara Frekuensi Pelatihan K3 PEMBAHASAN


dengan Perilaku Responden Faktor Predisposisi
Perilaku Aman Total Umur
Frekuensi
Kurang Cukup Baik
Pelatihan Hurlock membagi tingkatan-tingkatan umur
K3 n n n N
menjadi tiga tingkatan yaitu tingkat awal masa
(%) (%) (%) (%)
muda (antara umur 18 sampai dengan 29 tahun),
1 4 1 6 C=
Kurang tingkat pertengahan (antara umur 30 sampai dengan
16,7 66,7 16,7 100 0,255
39 tahun), dan tingkat tua (lebih dari 40 tahun)
2 7 2 11 (Hurlock, 1980). Hasil penelitian ini menunjukkan
Cukup
18,2 63,6 18,2 100 bahwa sebagian besar responden (57,7%) termasuk
2 7 0 9 dalam kategori umur tua (> 40 tahun). Sedangkan
Baik
22,2 77,8 0 100 sebesar 7,7% responden termasuk dalam tingkatan
5 18 3 26 umur awal masa muda. Umur termuda responden
Total
19,2 69,2 11,5 100 adalah 28 tahun, dan umur responden tertua adalah
53 tahun.
Umur merupakan faktor penentu kinerja
Hasil uji statistik menggunakan uji kontingensi
seseorang. Semakin tua umur seseorang, maka
menunjukkan koefisien kontingensi 0,255 maka
cenderung lebih terpuaskan dengan pekerjaannya.
kuat hubungan antara frekuensi pelatihan K3 dengan
Ada sejumlah alasan yang melatarbelakangi
perilaku aman responden adalah lemah.
kepuasan kerja mereka seperti pengharapan
Hubungan Faktor Penguat dengan Perilaku Aman yang lebih rendah dan penyesuaian yang lebih
baik terhadap situasi kerja karena mereka lebih
Hubungan antara Dukungan Teman Kerja dengan berpengalaman. Pekerja yang lebih muda cenderung
Perilaku Aman Responden kurang terpuaskan karena berbagai pengharapan
Berikut ini adalah data tabulasi silang antara yang lebih tinggi, kurangnya penyesuaian diri dan
dukungan teman kerja dengan perilaku aman pekerja penyebab-penyebab lainnya (Handoko, 1987).
di bagian mill line rolling mill 3 Juni 2014 pada Umur yang lebih tua seringkali dihubungkan
Tabel 6. dengan kematangan fisik dan mental seseorang.
Berdasarkan uji statistik menggunakan uji Pekerja dengan umur yang lebih tua diharapkan
kontingensi diperoleh koefisien kontingensi 0,400 dapat menunjukkan perilaku yang lebih baik karena
sehingga kuat hubungan antara dukungan teman cenderung lebih berpengalaman dalam menghadapi
kerja dengan perilaku aman responden adalah situasi kerja tertentu dibandingkan dengan pekerja
sedang. yang lebih muda.

Masa Kerja
Tabel 6. Hubungan antara Dukungan Teman Kerja
Hasil penelitian menunjukkan masa kerja
dengan Perilaku Responden
responden sebagian besar pada 13–23 tahun (57,7%).
Perilaku Aman Di urutan kedua terbesar yaitu 1–12 tahun (26,9%).
Dukungan Total
Kurang Cukup Baik Masa kerja biasanya dikaitkan dengan
Teman waktu mulai bekerja, pengalaman kerja juga ikut
Kerja n n n N
(%) (%) (%) (%) menentukan kinerja seseorang. Semakin lama masa
C= kerja, maka kecakapan akan lebih baik karena sudah
Kurang 0 1 1 2
0 50 50 100 0,400 menyesuaikan diri dengan pekerjaannya. Seseorang
akan mencapai kepuasan tertentu apabila telah
Cukup 3 8 2 13
23,1 61,5 15,4 100
menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Semakin
lama karyawan bekerja, mereka cenderung lebih
Baik 2 9 0 11
terpuaskan dengan pekerjaan mereka. Para karyawan
18,2 81,8 0 100
yang relatif baru cenderung kurang terpuaskan
5 18 3 26 karena berbagai pengharapan yang lebih tinggi
Total
19,2 69,2 11,5 100
(Handoko, 1987).
262 The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 6, No. 2 Mei-Agust 2017: 257–267

Tingkat Pengetahuan tentang Perilaku Aman Oleh karena itu pengetahuan akan bahaya yang
ditimbulkan oleh kecelakaan kerja tersebut serta
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa
tindakan pencegahannya perlu diberikan terhadap
pengetahuan responden sebagian besar termasuk
pekerja.
dalam kategori baik (76,9%). Pengetahuan atau
kognitif merupakan domain yang sangat penting Frekuensi Pelatihan K3
untuk terbentuknya suatu tindakan seseorang (overt
behavior). Dari pengalaman dan penelitian terbukti Pelatihan dapat digunakan sebagai strategi yang
bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan dikhususkan untuk perubahan perilaku, dengan cara
lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari mengarah pada diperolehnya keterampilan. Namun,
oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2003). selain untuk mengembangkan keterampilan,
Seorang pekerja, dalam melakukan tindakan pelatihan juga memberikan perubahan pengetahuan
K3 perlu diberi pengetahuan terlebih dahulu agar seseorang mengenai suatu hal. Selain itu pelatihan
mengerti dan sadar akan pentingnya tindakan juga dapat berfungsi untuk mempersiapkan orang-
tersebut, untuk mencegah terjadinya kecelakaan orang guna melaksanakan pekerjaan mereka
kerja. Pengetahuan mengenai perilaku aman dapat (Graeff, 1996).
memengaruhi persepsi seorang pekerja, sehingga Dengan pelatihan Keselamatan dan Kesehatan
ia merasakan hal tersebut sebagai ancaman bagi Kerja (K3) sebagai cues to action (pendorong untuk
dirinya. Hal tersebut dapat mendorong dirinya untuk bertindak), diharapkan seorang pekerja mendapatkan
melakukan tindakan K3 untuk mempertahankan pengetahuan dan informasi baru. Hal tersebut
dirinya dari kecelakaan kerja. Oleh karena itu, dapat memengaruhi seseorang dalam mendapatkan
pekerja dengan tingkat pengetahuan yang lebih baik pengertian yang benar tentang kerentanan, kegawatan,
diharapkan memiliki kesadaran yang lebih baik dan kerugian dari tindakan pencegahan dan
hingga akhirnya dapat menunjukkan perilaku yang pengendalian yang dilakukan. Pemberian pelatihan
lebih baik pula. juga dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran
(awareness) mereka mengenai tindakan K3.
Sikap tentang Perilaku Aman
Faktor Pemungkin
Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian
besar responden termasuk dalam kategori sikap Frekuensi Penyelenggaraan Pelatihan K3
baik (88,5%). Sikap merupakan reaksi atau Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui
respons seseorang yang masih tertutup terhadap bahwa frekuensi penyelenggaraan pelatihan K3
suatu stimulus atau obyek. Dari berbagai batasan di perusahaan termasuk dalam kategori sedang.
tentang sikap dapat disimpulkan bahwa manifestasi Perusahaan mengadakan pelatihan K3 sebanyak
sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya 1 kali dalam 1 tahun, tetapi belum merata pada
dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang seluruh pekerja. Penyelenggaraan pelatihan K3
tertutup (Notoatmodjo, 2003). bertujuan untuk memberikan pengetahuan mengenai
Menurut Mar’at, sikap merupakan produk dan keselamatan dan kesehatan kerja dan keterampilan
proses sosialisasi dimana seseorang bereaksi sesuai baru kepada pekerja, serta untuk memberi
dengan rangsangan yang diterimanya. Sebelum penyegaran dan me-remind mengenai aspek K3
orang itu mendapat informasi atau obyek itu, dalam bekerja.
tidak mungkin terbentuk sikap. Suatu sikap dapat Para pekerja dilatih atau dikembangkan agar
terbentuk pada individu karena adanya keyakinan memperlihatkan perilaku (memberikan prestasi)
akan akibat suatu perilaku. Sikap yang terbentuk sesuai dengan yang ditetapkan oleh perusahaan.
ini dapat bersifat positif maupun negatif tergantung Pelatihan menurut Siluka (1976) dalam Sialagan
pada besarnya pengetahuan. Jadi semakin tinggi (2008), adalah proses pendidikan jangka pendek
tingkat pengetahuan seseorang akan memengaruhi yang mempergunakan prosedur sistemnya dan
terbentuknya sikap dan selanjutnya diwujudkan terorganisir, sehingga pekerja non manajerial
dalam bentuk tindakan (Notoatmodjo, 2003). mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis
Pada perilaku pencegahan kecelakaan kerja, untuk tujuan tertentu. Pelatihan digunakan untuk
sikap dipengaruhi oleh persepsi dan keyakinan melatih pengetahuan dan keterampilan tertentu,
akan ancaman kecelakaan dan keuntungan kerugian keterampilan menggunakan peralatan, mesin, atau
dari melakukan tindakan pencegahan tersebut.
Nindya Septiani, Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku… 263

keterampilan manajerial, yang berlangsung dalam untuk menandatangani pernyataan bahwa mereka
waktu yang relatif singkat dan dalam jangka waktu telah membaca dan memahami peraturan tersebut
pendek baik untuk pekerja manajerial maupun dan juga telah mendapatkan penjelasan tentang
untuk pekerja bukan manajer. Biasanya, perusahaan konsekuensi apabila melanggarnya. Keterlibatan
mempunyai pelatihan khusus untuk pekerja baru pekerja dalam perumusan peraturan akan membuat
yang tidak melatih suatu keterampilan, tetapi pekerja lebih memahami dan mau mengikuti
diberikan pengetahuan tentang perusahaannya seperti peraturan tersebut (Roughton, 2002).
visi dan misi perusahaan, prosedur kerja, kebijakan, Goetsch (1996) memaparkan bahwa manajemen
dan peraturan tentang pekerjaannya. Program harus merumuskan peraturan yang sesuai,
pelatihan ini bertujuan agar para pekerja dalam mengomunikasikan peraturan tersebut kepada
waktu singkat dapat mengenali dan menyesuaikan pekerja, dan menegakkan peraturan tersebut di
diri pada perusahaan dan budaya perusahaannya. tempat kerja. Penegakan peraturan merupakan hal
yang sering dilupakan.
Ketersediaan APD
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui Pemasangan SOP
bahwa ketersediaan APD terhadap jumlah pekerja Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui
di perusahaan termasuk dalam kategori baik. bahwa tidak ada pemasangan SOP di area kerja
Ketersediaan APD mencukupi jumlah seluruh sehingga termasuk dalam kategori kurang.
pekerja. Pengusaha wajib menyediakan prosedur operasi
Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu tertulis yang berisi tentang proses operasi secara
perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung, aman, termasuk langkah-langkah untuk tahapan
atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara operasi, batas operasi, pertimbangan keselamatan
lain adalah lingkungan fisik, tersedia atau tidak dan sistem keselamatan. Prosedur harus tersedia bagi
tersedianya fasilitas atau sarana yang merupakan karyawan yang memerlukan, dimutakhirkan secara
sumber daya untuk menunjang perilaku (Handoko, berkala dan juga mencakup keadaan khusus.
1987). Menurut Notoatmodjo (2003) salah satu strategi
Sahab (1997) menjelaskan ketersediaan perubahan perilaku adalah dengan menggunakan
APD dapat mencegah perilaku tidak aman dalam kekuatan dan kekuasaan misalnya peraturan dan
bekerja. Fasilitas ketersediaan APD merupakan perundangan yang harus dipatuhi oleh pekerja. Cara
salah satu hal yang penting dalam mewujudkan ini menghasilkan perubahan perilaku yang cepat,
penerapan keselamatan di tempat kerja. Penggunaan akan tetapi perubahan tersebut belum tentu akan
APD merupakan alternatif yang paling terakhir berlangsung lama karena perubahan perilaku yang
dalam hierarki pengendalian bahaya. Lebih baik terjadi tidak atau belum didasari oleh kesadaran
mendahulukan tempat kerja yang aman, daripada diri. Sehingga dalam hal ini SOP merupakan hal
melindungi pekerja dengan menggunakan APD. yang harus dirumuskan, mengomunikasikan kepada
pekerja, dan menegakkan SOP tersebut di tempat
Pemasangan Peraturan kerja.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui Dalam upaya untuk meningkatkan keselamatan
bahwa tidak ada pemasangan peraturan terkait kerja, maka perilaku berisiko dapat dicegah. Tahap
larangan dan kewajiban pekerja di area kerja kepatuhan dimulai dari patuh terhadap anjuran/
sehingga termasuk dalam kategori kurang. instruksi. Seringkali kepatuhan dilakukan untuk
Peraturan merupakan dokumen tertulis yang menghindari hukuman atau untuk memperoleh
mendokumentasikan standar, norma, dan kebijakan imbalan jika memenuhi pedoman. Kepatuhan
untuk perilaku yang diharapkan (Geller, 2001). berikutnya adalah karena tertarik dengan melihat
Peraturan memiliki peran besar dalam menentukan tokoh idola yang dikenal dengan tahap identifikasi.
perilaku aman yang mana dapat diterima dan tidak Perubahan perilaku tingkat kepatuhan yang baik
dapat diterima (Sialagan, 2008). adalah internalisasi, individu melakukan sesuatu
Peraturan keselamatan akan lebih efektif karena memahami makna, mengetahui pentingnya
jika dibuat dalam bentuk tertulis kemudian tindakan dan keadaan ini. Hal ini cenderung akan
dikomunikasikan dan didiskusikan dengan seluruh berlangsung lama dan menetap dalam diri individu
pekerja yang terlibat. Pekerja kemudian diminta (Geller, 2001).
264 The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 6, No. 2 Mei-Agust 2017: 257–267

Faktor Penguat terhadap motivasi. Oleh karena itu, pimpinan perlu


Dukungan Teman Kerja membuat perencanaan pemberian imbalan dalam
bentuk uang yang memadai agar pekerja terpacu
Dalam teori perubahan perilaku oleh Lawrence motivasinya dan melakukan tindakan aman. Menurut
Green, teman kerja termasuk dalam faktor penelitian Locke (1980) dalam Mangkunegara
pendorong (reinforcing) dimana perilaku maupun (2005), menyebutkan bahwa imbalan berupa
tindakan pekerja lain dianggap mampu memengaruhi uang jika pemberiannya dikaitkan dengan tujuan
sikap seseorang untuk bertindak. Teman kerja dapat pelaksanaan tugas sangat berpengaruh terhadap
pula termasuk dalam reference group (kelompok peningkatan produktivitas kerja karyawan.
referensi) sehingga yang ia katakan atau perbuat Menurut Geller (2001), penghargaan atau
cenderung untuk dicontoh (Notoatmodjo, 2003). reward merupakan penguatan positif yang diterima
Menurut teori Health Belief Model (HBM), pekerja ketika melakukan perilaku seperti yang
anjuran teman kerja dapat menjadi pendorong diharapkan, sehingga pekerja akan cenderung
bagi seseorang untuk bertindak. Fungsi teman melakukan perilaku yang diharapkan ketika
kerja dalam perubahan perilaku antara lain dalam mengetahui konsekuensi yang akan muncul. Pekerja
memberikan informasi, saran, maupun ide mengenai lebih memiliki perasaan positif jika ia bekerja
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di tempat dengan tujuan untuk memperoleh sesuatu, daripada
kerja dengan tujuan bertambahnya pengetahuan untuk menghindari kesalahan atau hukuman.
serta menciptakan lingkungan kerja yang nyaman Hal ini didukung oleh Notoatmodjo (2010) yang
dan aman (Notoatmodjo, 2003). mengemukakan bahwa, perubahan perilaku
cenderung mudah terjadi jika dapat memberikan
Dukungan Pimpinan/Pengawas keuntungan bagi individu yang bersangkutan.
Pengawas merupakan unsur kunci dalam
program K3, karena pengawas adalah orang yang Punishment
langsung berhubungan dengan tempat kerja dan Menurut Fleming dan Lardner (2002) hukuman
pekerjanya. Pengawas paling tahu mengenai kondisi adalah suatu bentuk konsekuensi yang diterima
tempat kerja, dan memiliki otoritas untuk melakukan oleh pekerja dengan harapan dapat memperkecil
pengawasan dan pembinaan (Ramli, 2010). kemungkinan suatu perilaku untuk muncul kembali.
Alfon (2006) menjelaskan kegunaan Sementara dalam penelitian ini, hukuman diartikan
pengawasan adalah untuk menggantikan peran sebagai bentuk konsekuensi yang timbul akibat
pertemuan safety meeting, selain itu dapat digunakan pekerja berperilaku tidak aman ketika bekerja dalam
sebagai fungsi controlling pada pekerja dalam bentuk pemberian sanksi administratif, pemotongan
mengikuti seluruh hal yang telah dibahas dalam insentif, maupun sanksi lain yang diterapkan
safety meeting. perusahaan.
Peran seorang pengawas sangat penting dan Menurut Roughton (2002), hukuman tidak
harus dapat memanfaatkan waktu dengan baik hanya berorientasi untuk menghukum pekerja
dalam berbicara, untuk memberitahukan ataupun yang melanggar peraturan, melainkan sebagai
memberikan teguran terhadap pekerja yang kontrol terhadap lingkungan kerja sehingga pekerja
melakukan tindakan tidak aman dan memberikan terlindungi dari insiden (kecelakaan kerja).
pujian pada pekerja yang mengikuti prosedur kerja
di tempat kerja. Kontak secara personal harus Perilaku Aman
dilakukan sesering mungkin untuk memengaruhi
Perilaku manusia merupakan hasil dari segala
sikap pekerja, pengetahuan, dan keterampilan (Bird
macam pengalaman serta interaksi manusia dengan
dan Germain, 1990).
lingkungannya yang terwujud dalam bentuk
Reward pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain
perilaku merupakan respons/reaksi seorang individu
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui terhadap stimulasi yang berasal dari luar maupun
bahwa tidak terdapat pelaksanaan pemberian reward dari dalam dirinya (Notoatmodjo, 2003).
di tempat kerja sehingga termasuk dalam kategori Menurut Katz dalam Notoatmodjo (2003)
kurang. Menurut Mangkunegara (2005), imbalan perilaku dilatarbelakangi oleh kebutuhan individu
yang diberikan kepada pekerja sangat berpengaruh yang bersangkutan. Katz berasumsi bahwa
Nindya Septiani, Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku… 265

perilaku berfungsi sebagai defense mechanism atau harus dijelaskan kepada mereka sebelum melakukan
pertahanan diri dalam menghadapi lingkungannya. pekerjaan dan bimbingan pada hari-hari permulaan
Artinya, dengan perilaku dan tindakannya, manusia bekerja adalah sangat penting (Suma’mur, 1996).
dapat melindungi dirinya dari ancaman-ancaman Dirgagunasa (1992) mengatakan bahwa, lama
yang datang dari luar. kerja seseorang jika dikaitkan dengan pengalaman
Berdasarkan teori HBM, kemungkinan individu kerja dapat memengaruhi kecelakaan kerja.
akan melakukan tindakan pencegahan tergantung Terutama pengalaman dalam hal menggunakan
secara langsung pada hasil dari dua keyakinan akan berbagai macam alat kerja. Semakin lama masa
penilaian kesehatan (health belief) yaitu ancaman kerja seseorang maka pengalaman yang diperoleh
yang dirasakan dari sakit atau luka (perceived threat akan lebih banyak dan memungkinkan pekerja dapat
of injury or illness) dan pertimbangan tentang bekerja lebih aman.
keuntungan dan kerugian (benefits and costs)
(Notoatmodjo, 2003). Hubungan Tingkat Pengetahuan tentang Perilaku
Apabila hal ini diterapkan pada perilaku K3 Aman dengan Perilaku Aman
pada pekerja di lingkungan kerja yang berpotensi Berdasarkan uji statistik kontingensi diketahui
terhadap kecelakaan kerja, maka seorang pekerja koefisien kontingensi sebesar 0,085 sehingga kuat
akan berperilaku K3 atau melakukan praktek/ hubungan antara pengetahuan dengan perilaku
tindakan keamanan dalam bekerja untuk dapat responden adalah lemah.
melindungi dirinya dari ancaman-ancaman Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini
kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan
terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi
Hubungan Faktor Predisposisi dengan Perilaku
melalui panca indera manusia, yakni indera
Aman
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan
Hubungan Umur dengan Perilaku Aman raba. Sebagian besar manusia diperoleh melalui
mata dan telinga. Kurang lebih 75%–87% dari
Berdasarkan hasil uji statistik dengan
pengetahuan manusia diperoleh/disalurkan melalui
menggunakan kontingensi, diperoleh koefisien
mata (Notoatmodjo, 2003).
kontingensi sebesar 0,398 maka kuat hubungan
Dalam bidang kesehatan, pengetahuan tertentu
antara umur terhadap perilaku aman responden
tentang kesehatan mungkin penting sebelum suatu
adalah sedang.
tindakan kesehatan pribadi terjadi, tetapi tindakan
Penelitian H.Meltzer dan D. Ludwig dalam
kesehatan yang diharapkan mungkin tidak akan
Hurlock (1980) dikatakan bahwa rata-rata
terjadi kecuali apabila seseorang mendapat isyarat
optimisme ingatan pada para pekerja paling tinggi
yang kuat untuk memotivasinya bertindak atas
pada kelompok usia 30–39 tahun. Sehingga pada
dasar pengetahuan yang dimilikinya (Notoatmodjo,
rentang usia tersebut pekerja memiliki optimisme
2003).
atau ingatan yang menyenangkan yang baik, dimana
memengaruhi perilaku kerja mereka.
Hubungan Sikap tentang Perilaku Aman dengan
Perilaku Aman
Hubungan Masa Kerja dengan Perilaku Aman
Hasil uji statistik menggunakan uji kontingensi
Berdasarkan hasil uji statistik dengan
menunjukkan koefisien kontingensi 0,556 maka
menggunakan kontingensi diperoleh koefisien
kuat hubungan antara sikap dan perilaku responden
kontingensi sebesar 0,328 maka kuat hubungan
adalah kuat.
adalah sedang. Pengalaman untuk kewaspadaan
Menurut Fishein dan Ajzen, suatu sikap dapat
terhadap kecelakaan bertambah baik sesuai dengan
terbentuk pada individu karena adanya keyakinan
usia, masa kerja di perusahaan dan lamanya bekerja
akan akibat suatu perilaku. Sikap yang terbentuk
di tempat kerja yang bersangkutan. Pekerja baru
ini dapat bersifat positif maupun negatif tergantung
biasanya belum mengetahui secara mendalam seluk
pada besarnya pengetahuan. Jadi, semakin tinggi
beluk pekerjaan dan keselamatannya. Selain itu,
tingkat pengetahuan seseorang akan memengaruhi
mereka sering mementingkan dahulu selesainya
terbentuknya sikap dan selanjutnya diwujudkan
sejumlah pekerjaan tertentu yang diberikan kepada
dalam bentuk tindakan (Notoatmodjo, 2003).
mereka sehingga keselamatan tidak cukup mendapat
perhatian. Oleh karena itu, masalah keselamatan
266 The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 6, No. 2 Mei-Agust 2017: 257–267

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam secara baik. Orang yang berinteraksi secara baik
suatu tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya dapat menumbuhkan motivasi bekerja. Hal tersebut
sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan berdampak pada perilaku kerja yang aman dan
faktor pendukung atau suatu kondisi yang terjadinya unsafe action pada pekerja yang memiliki
memungkinkan, salah satunya yaitu dengan SOP interaksi baik dapat dihindari (Davis, 1989).
dan peraturan yang berlaku.

Hubungan Frekuensi Pelatihan K3 dengan SIMPULAN


Perilaku Aman Hasil identifikasi menunjukkan bahwa
Pelatihan dapat digunakan sebagai strategi yang mayoritas responden pada faktor predisposing
dikhususkan untuk perubahan perilaku, dengan meliputi umur pada rentang usia > 40 tahun (57,7%),
cara mengarah pada diperolehnya keterampilan. masa kerja pada rentang 13–24 tahun (57,7%),
Namun, selain untuk mengembangkan keterampilan, pengetahuan termasuk dalam kategori baik (76,9%),
pelatihan juga memberikan perubahan pengetahuan sikap termasuk dalam kategori baik (88,5%), dan
seseorang tentang suatu hal. Selain itu, pelatihan frekuensi pelatihan K3 termasuk dalam kategori
juga dapat berfungsi untuk mempersiapkan orang- sedang (42,3%). Pada faktor enabling meliputi
orang guna melaksanakan pekerjaan mereka (Graeff, frekuensi penyelenggaraan pelatihan K3 termasuk
dkk, 1996). dalam kategori sedang, ketersediaan APD termasuk
Dari uji statistik kontingensi diperoleh hasil dalam kategori baik, pemasangan peraturan dan SOP
koefisien kontingensi 0,255 maka kuat hubungan termasuk dalam kategori kurang. Sedangkan pada
antara pelatihan K3 dengan perilaku aman adalah faktor reinforcing meliputi dukungan teman kerja
lemah. Menurut Lawrence Green pelatihan sebagai termasuk dalam kategori sedang (50%), dukungan
salah satu bentuk promosi kesehatan, jarang yang pimpinan/pengawas termasuk dalam kategori baik,
mempunyai efek yang bertahan lama. Karena itu pelaksanaan reward dan punishment termasuk dalam
suatu pelatihan agar mewujudkan perubahan perilaku kategori kurang. Perilaku aman responden termasuk
perlu dilakukan secara rutin dan penyegaran kembali dalam kategori sedang (69,2%).
terhadap materi pelatihan (Notoatmodjo, 2003). Hasil analisis menunjukkan bahwa kuat
hubungan antara faktor predisposing meliputi umur
Hubungan Faktor Penguat dengan Perilaku dengan perilaku aman termasuk dalam kategori
Aman sedang, masa kerja dengan perilaku aman termasuk
dalam kategori sedang, tingkat pengetahuan dengan
Hubungan Dukungan Teman Kerja dengan perilaku aman termasuk dalam kategori lemah, sikap
Perilaku Aman dengan perilaku aman termasuk dalam kategori kuat,
Berdasarkan uji statistik menggunakan uji dan frekuensi pelatihan K3 dengan perilaku aman
kontingensi diperoleh koefisien kontingensi 0,400 termasuk dalam kategori lemah. Sedangkan pada
sehingga kuat hubungan antara dukungan teman faktor reinforcing meliputi dukungan teman kerja
kerja dengan perilaku responden adalah sedang. dengan perilaku aman termasuk dalam kategori
Teman kerja sebagai pendorong untuk bertindak sedang.
(cues to action) diharapkan mampu memberikan
informasi mengenai tindakan yang aman dalam
DAFTAR PUSTAKA
bekerja serta mengenai bahaya yang ditimbulkan dari
suatu tindakan. Menurut Poedjawijatna, pengetahuan Alfon, Patuan. 2006. Analisis Faktor-Faktor
tidak lain dari hasil tahu atau pengalaman sendiri Tindakan Tidak Aman sebagai Penyebab
atau dari pengalaman orang lain, artinya mengakui Kecelakaan Kerja di Kegiatan Pemboran
sesuatu terhadap atau dari sesuatu yang disebut dan Produksi pada Beberapa Group KKKS
putusan, sehingga pada dasarnya putusan dan Tahun 2002–2004. Tesis. Jakarta: Universitas
pengetahuan itu sama (Notoatmodjo, 2003). Indonesia.
Hubungan atau interaksi pekerja merupakan hal Bird, E.F., and Germain, G.L. 1990. Practical Loss
yang penting dalam menciptakan iklim organisasi Control Leadership (Edisi Revisi). Division of
yang baik. Organisasi atau perusahaan dapat International Loss Control Institute. USA.
produktif jika orang yang ada dalam organisasi Davis, Keith. 1989. Human Behavior at Work, 8th
tersebut mampu berhubungan atau berinteraksi ed. Singapore: McGraw-hill Inc.
Nindya Septiani, Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku… 267

Dirgagunasa, Srigali. 1992. Pengantar Psikologi. Notoatmodjo, S. 2010. Promosi Kesehatan Teori dan
Jakarta: Mutiara. Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta.
Fleming and Lardne. 2002. Strategies to Promote Ramli, Soehatman. 2010. Sistem Manajemen
Safe Behavior as Part of a Health and Safety Keselamatan dan Kesehatan Kerja OHSAS
Management System. Health and Safety Executive. 18001. Jakarta: PT Dian Rakyat.
Norwich.www.hse.gov.uk/research/crr_pdf/2002/ Roughton, James E. 2002. Developing an Effective
crr02430.pdf (sitasi 25 Maret 2014). Safety Culture: a Leadership Approach. USA:
Geller, E. Scoot. 2001. The Psychology Of Safety Butterworth Heinemann.
Handbook. USA: Lewis Publisher. Suma’mur. 1996. Higiene Perusahaan dan Kesehatan
Geotsch, et. al. 1996. Safety and Health Management. Kerja. Jakarta: PT Toko Gunung Agung.
Amsterdam Hall: Mac Gill Inc. Suma’mur. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan
Graeff, J.A., J.P Elder, dan E. Mills. 1996. Komunikasi Kerja. Jakarta: PT Toko Gunung Agung.
untuk Kesehatan dan Perubahan Perilaku. Sahab, Syukri. 1997. Teknik Manajemen Keselamatan
Yogyakarta: Gajah Mada University Press. dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT Bina Sumber
Handoko, H. 1987. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia.
Daya Manusia. Edisi Kedua. Yogyakarta: BPFE. Sialagan, Robin T. 2008. Analisis Faktor-Faktor yang
Hurlock, E. 1980. Psikologi Perkembangan Suatu Berkontribusi pada Perilaku Aman di PT EGS
Penelitian Sepanjang Rentang Kehidupan. Indonesia Tahun 2008. Tesis. Jakarta: Universitas
Jakarta: Erlangga. Indonesia.
Mangkunegara, Prabu A. 2005. Evaluasi Kinerja Syaaf, Mashruri F. 2008. Analisis Perilaku Berisiko
SDM. Bandung: PT Refika Aditama. (At-Risk Behavior) pada Pekerja Unit Usaha
Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Las Sektor Informal di Kota X. Skripsi. Jakarta:
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Universitas Indonesia.

You might also like