You are on page 1of 68

UJI KERAGAAN BIOPELET DARI BIOMASSA LIMBAH

SEKAM PADI (Oryza sativa sp.) SEBAGAI BAHAN BAKAR


ALTERNATIF TERBARUKAN

SKRIPSI

RAHMAN
F34070100

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
THE PERFORMANCE TEST OF BIOPELLETS FROM BIOMASS OF RICE
HUSK WASTE AS AN ALTERNATIVE RENEWABLE FUEL

1
Rahman, 1,2Erliza Hambali and 1,2Dwi Setyaningsih
1
Department of Agroindustrial Technology, Faculty of Agriculture Engineering and Technology,
Bogor Agricultural University, IPB Dramaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia.
2
Surfactant and Bioenergy Research Center – LPPM IPB
Phone +62 852 7435 7436, e-mail: rh89_ipb@yahoo.com

ABSTRACT

The abundance of rice husks in Indonesia is a potential source of biomass that can be converted into
biomass pellet (biopellets). Pelletization can improve the quality and burning characteristic of the
biomass. The purpose of this study is to improve the quality of rice husks biopellets by combining the
rice husks powders and the rice husks charcoal. Carbonization process was done by using kiln drum
whose height is 30 cm and diameter is 19 cm for ±5 hours at a temperature of 400 0C. The percentage
of rice husks charcoal used was 0%, 10%, and 20%. Densification process was done by pellet mill
whose capacity is 300 kg/h with a dies diameter of 8 mm. Used cooking oil was added to the raw
material for 4.77% w/w. Biopellets was sun-dried for 4 hours. Then, the physico-chemical properties
and the combustion characteristics were tested. Mass and energy flows were measured by using
method of input-output analysis for the biopellets production process. The results of this research
showed that the addition of rice husk charcoal into the rice husk biopellet generated a different effect
significantly to the moisture content, ash content, volatile matter, bulk density, and the heating value of
rice husks biopellet, but there was no significant effect to the level of fixed carbon, firmness,
consumption rate, and the efficiency of combustion. Based on the physico-chemical properties and the
combustion characteristics, rice husk biopellets that contained 10% of husk charcoal has the best
quality. It has 3.60 % of moisture content, 17.47% of ash content, 72.86% of volatile matter, 9.68% of
fixed carbon, and 728.43 kg/m3 of bulk density. The heating value of the biopellets was 4329.63
kcal/kg, while the firmness was 10.54 kg/cm2. In addition, the consumption rate of the biopellets was
1.84 kg/h while the efficiency of combustion was 8.34%. The production of rice husk biopellets on a
laboratory scale produced yield of 18.67%. Biopellets increased the heating value of ricu husk for
25.49%.

Keywords: rice husk, biopellets, charcoal, pyrolisis.


RAHMAN. F34070100. Uji Keragaan Biopelet dari Biomassa Limbah Sekam Padi (Oryza sativa
sp.) sebagai Bahan Bakar Alternatif Terbarukan. Di bawah bimbingan Erliza Hambali dan Dwi
Setyaningsih. 2011

RINGKASAN

Biopelet merupakan bahan bakar padat berbentuk pellet yang terbuat dari biomassa. Pada tahun
2010, produksi gabah kering giling mencapai 65.98 juta ton (BPS 2010). Proses penggilingan gabah
menghasilkan sekam padi dengan rendemen sebesar 20% (Haryadi 2003 dalam Prihandana dan
Hendroko 2007), sehingga terdapat 13.12 juta ton sekam padi yang sangat potensial untuk
dikembangkan menjadi biopelet. Pembuatan biopelet sekam padi dapat memperbaiki kualitas dan sifat
pembakaran biomassa. Pembakaran biopelet secara langsung masih memiliki kelemahan karena nilai
kalor pembakaran yang dihasilkan masih relatif rendah. Peningkatan nilai kalor pembakaran bahan
bakar biomassa dapat dilakukan dengan penambahan bahan lain yang memiliki nilai kalor pembakaran
lebih tinggi dalam jumlah tertentu. Hasil penelitian Liliana (2010) menunjukkan bahwa penambahan
bungkil jarak terkarbonisasi (arang) pada biopelet bungkil jarak mampu meningkatkan nilai kalor
pembakaran biopelet bungkil jarak. Oleh sebab itu, dilakukan penambahan arang sekam untuk
memperbaiki kualitas pembakaran biopelet sekam padi. Sekam padi untuk karbonisasi diperoleh dari
losses pada proses penyaringan.
Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan biopelet sekam padi yang memiliki kualitas fisik
dan pembakaran terbaik melalui kombinasi sekam padi dan arang sekam dengan bahan tambahan dari
minyak jelantah. Penelitian ini juga bertujuan untuk membuat desain proses produksi biopelet sekam
padi.
Persentase penggunaan arang sekam pada penelitian ini adalah sebesar 0%, 10%, dan 20%
(b/b). Campuran serbuk sekam dan arang sekam ditambahkan minyak jelantah sebesar 4.77% (b/b).
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL)
faktor tunggal, yaitu penambahan arang sekam padi dengan taraf perlakuan 0%, 10%, dan 20%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan persentase arang sekam berpengaruh terhadap
sifat fisiko kimia biopelet sekam padi. Kadar air biopelet dengan persentase penggunaan arang sekam
0%, 10%, dan 20% secara beruturut-turut adalah 4.82%, 3.61%, dan 3.10%. Persentase arang 10% dan
20% memberikan pengaruh yang sama terhadap kadar air biopelet (α=0.05) dan berbeda dengan
persentase arang 0%. Persentase arang 0%, 10%, dan 20% memberikan nilai kadar abu yang berbeda
nyata satu sama lain pada biopelet yang dihasilkan. Kadar abu terendah sebesar 15.24% dihasilkan
oleh biopelet dari 100% sekam, sedangkan kadar abu tertinggi dihasilkan oleh biopelet dengan
penggunaan 20% arang yaitu sebesar 20.00%. Kadar zat terbang merupakan parameter untuk
mengukur banyaknya asap yang dihasilkan pada proses pembakaran. Kadar zat terbang biopelet sekam
padi berkisar antara 68.14 – 79.94%. Kadar zat terbang rata-rata terendah sebesar 68.14% dihasilkan
oleh biopelet dengan penggunaan arang sekam sebesar 20%, sedangkan kadar zat terbang tertinggi
dihasilkan oleh biopelet dengan bahan 100% sekam. Persentase penggunaan arang sekam 0% dan 20%
memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar zat terbang biopelet sekam padi dan sama
dengan persentase arang 10%. Kadar karbon terikat tertinggi sebesar 11.85% dimiliki biopelet dengan
penambahan arang sekam sebesar 20%, sedangkan kadar karbon terikat terendah sebesar 4.92%
dimiliki oleh biopelet tanpa penambahan arang sekam. Persentase penggunaan arang sekam pada
semua taraf memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap kadar karbon terikat pada
biopelet sekam padi. Biopelet sekam padi memiliki nilai densitas kamba yang berkisar antara 676.77 –
741.56 kg/m3. Persentase penggunaan arang sekam 10% dan 20% memberikan pengaruh yang tidak
berbeda nyata terhadap densitas kamba biopelet sekam padi dan berbeda nyata dengan persentase
arang 0%. Nilai kalor biopelet sekam padi yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara 3590.82
– 4450.36 kkal/kg. Hasil analisis ragam menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada semua taraf
perlakuan. Biopelet dengan penambahan arang sekam sebesar 20% mempunyai nilai kalor tertinggi
sebesar 4450.36 kkal/kg, sementara nilai kalor terendah sebesar 3590.82 kkal/kg dimiliki oleh biopelet
sekam padi tanpa penambahan arang sekam. Analisis ragam pada keteguhan tekan menunjukkan
bahwa perlakuan tidak berbeda nyata pada semua taraf. Nilai keteguhan tekan tertinggi sebesar 10.54
kg/cm2 dimiliki oleh biopelet sekam padi dengan penambahan arang sekam sebesar
10%, sedangkan nilai keteguhan tekan terendah sebesar 7.59% dimiliki oleh biopelet sekam padi
tanpa penambahan arang sekam.
Uji keragaan biopelet dilakukan menggunakan metode water boiling test. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa waktu pendidihan 1 liter air tercepat selama 6.10 menit dimiliki oleh biopelet
sekam padi dengan persentase penggunaan arang sekam 20%, sedangkan waktu pendidihan air terlama
dimiliki oleh biopelet dengan persentase penggunaan arang sekam 0%. Perbedaan waktu pendidihan
air diduga karena adanya perbedaan nilai kalor pembakaran. Semakin tinggi nilai kalor biopelet, maka
waktu pendidihan air akan semakin cepat. Laju konsumsi biopelet berbanding lurus dengan
peningkatan persentase arang yang digunakan. Laju konsumsi biopelet berkisar antara 1.76 – 1.85
kg/jam. Laju konsumsi biopelet terendah dimiliki oleh biopelet dengan penggunaan persentase arang
sekam 0%, sedangkan laju kosumsi biopelet tertinggi dimiliki oleh biopelet dengan penggunaan
persentase arang sekam 20%. Hasil uji ragam menunjukkan bahwa penggunaan persentase arang
sekam tidak berbeda nyata (α = 0.05) pada semua taraf perlakuan terhadap laju konsumsi biopelet.
Efisiensi pembakaran biopelet berkisar antara 8.74 – 9.40%. Efisiensi pembakaran tertinggi sebesar
9.40% dimiliki biopelet sekam padi tanpa penambahan arang sekam, sedangkan efisiensi pembakaran
terendah sebesar 8.34% dimiliki oleh biopelet dengan penambahan arang sekam sebesar 10%.
Biopelet dengan penambahan arang sekam sebesar 20% memiliki efisiensi pembakaran sebesar
8.74%.
Biopelet dengan penambahan arang 10% ditetapkan sebagai formulasi biopelet terbaik
berdasarkan parameter penentu kualitas bahan bakar biomassa yang terdiri atas: kadar abu, keteguhan
tekan, nilai kalor, dan efisiensi pembakaran biopelet. Dengan kandungan nilai kalor sebesar 4329.63
kkal/kg, biopelet dengan penambahan arang sekam 10% memiliki nilai kalor jauh lebih besar
dibandingkan biopelet dengan penambahan arang sekam 0% (3590.82 kkal/kg) dan sedikit lebih
rendah jika dibandingkan dengan nilai kalor biopelet dengan penambahan arang 20% (4450.36
kkal/kg). Biopelet dengan penambahan arang sekam 10% memiliki kualitas yang lebih baik pada
kadar abu dan keteguhan tekan, sedangkan efisiensi pembakaran menunjukkan hasil yang relatif sama
pada setiap perlakuan. Pada skala laboratorium, proses pembuatan biopelet sekam padi dengan
penambahan arang 10% memiliki rendemen sebesar 18.67%. Biopelet dengan penambahan arang
sekam 10% mampu meningkatkan nilai kalor sekam padi sebesar 25.49%, sedangkan biopelet tanpa
penambahan arang sekam mampu meningkatkan nilai kalor 4.08%.
Rendahnya nilai efisiensi pembakaran yang dihasilkan merupakan kelemahan biopelet sekam
padi pada penelitian ini. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih lanjut pada desain dan spesifikasi
kompor biomassa khusus untuk penggunaan biopelet sehingga dapat meningkatkan nilai efisiensi
pembakaran.
UJI KERAGAAN BIOPELLET DARI BIOMASSA LIMBAH SEKAM PADI
(Oryza sativa sp.) SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF TERBARUKAN

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor

Oleh
RAHMAN
F34070100

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Judul Skripsi : Uji Keragaan Biopelet dari Biomassa Limbah Sekam Padi (Oryza sativa sp.)
sebagai Bahan Bakar Alternatif Terbarukan
Nama : Rahman
NIM : F34070100

Menyetujui,

Pembimbing I, Pembimbing II,

(Prof. Dr. Erliza Hambali) (Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, M.Si)


NIP. 19620821 198703 2 003 NIP. 19700103 199412 2 001

Mengetahui:

Ketua Departemen,

(Prof. Dr. Ir.Nastiti Siswi Indrasti)


NIP. 19621009 198903 2 001

Tanggal Lulus :
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul : Uji Keragaan Biopelet dari
Biomassa Limbah Sekam Padi (Oryza sativa sp.) sebagai Bahan Bakar Alternatif Terbarukan
adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan
dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, November 2011


Yang membuat pernyataan

Rahman
F34070100
© Hak cipta milik Rahman, tahun 2011
Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor,
sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya
BIODATA PENULIS

Rahman. Lahir di Jambi, 11 Februari 1989 dari ayah Jinar Hadi dan ibu
Hosiah, sebagai putra keempat dari empat bersaudara. Penulis
menamatkan SMA pada tahun 2007 dari SMA Negeri 5 Kota Jambi dan
pada tahun yang sama diterima di IPB melalui jalur masuk Beasiswa
Utusan Daerah (BUD) IPB. Penulis memilih program studi Teknologi
Industri Pertanian, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas
Teknologi Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam
berbagai kegiatan organisasi, seperti Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM)
IPB pada tahun 2007-2008, BEM FATETA tahun 2008-2009, Koran
Kampus IPB dan Forum Bina Islami (FBI) FATETA tahun 2009-2010,
termasuk menjadi asisten pada mata kuliah Pendidikan Agama Islam (PAI) pada Tingkat Persiapan
Bersama (TPB) IPB tahun 2010-2011. Pada tahun 2010 menjadi finalis lomba karya tulis pada
rangkaian acara “Renewable Energy Conference 2010” di Berlin, Germany. Pada tahun yang sama,
penulis juga sempat mengikuti rangkaian kegiatan “Asia-Pacific Environment Forum 2010” di Seoul,
South Korea. Penulis juga berkesempatan menjadi peserta beasiswa Program Pembinaan Sumber
Daya Manusia Strategis (PPSDMS)-Nurul Fikri (2008-2010) dan Program Mahasiswa Wirausaha
(PMW) DPKHA-IPB (2010). Penulis melaksanakan praktik lapangan pada tahun 2010 di PT
Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina, Sumatera Utara. Selain itu, pada tahun 2011,
penulis memperoleh beasiswa untuk mengikuti program belajar bahasa Inggris dan pertukaran budaya
selama dua bulan di University of Kansas, Lawrence, Kansas, Amerika Serikat, melalui program
Indonesia English Language Scholarship Program (IELSP).
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan ke hadapan Allah SWT atas karunia-Nya sehingga skripsi ini
berhasil diselesaikan dengan baik dan di waktu yang tepat. Penelitian dengan judul Uji Keragaan
Biopelet dari Biomassa Limbah Sekam Padi (Oryza sativa sp.) sebagai Bahan Bakar Alternatif
Terbarukan yang dilaksanakan di laboratorium Surfactant and Bioenergy Research Center (SBRC)
IPB dan Laboratorium TIN FATETA IPB sejak bulan Februari hingga Mei 2011.
Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan
penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Erliza Hambali sebagai dosen pembimbing utama yang telah memberikan banyak
bimbingan dan bantuan selama penelitian di Surfactant and Bioenergy Research Center (SBRC),
LPPM IPB.
2. Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, M.Si yang telah memberikan dorongan moril selama penulis melakukan
studi di Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
3. Prof. Dr-Ing. Suprihatin sebagai dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan berharga
untuk penyempurnaan skripsi penulis.
4. Dr. Sam Herodian, MS yang telah banyak memberikan bantuan moril dan materil dalam mengikuti
berbagai event di luar negeri selama penulis melakukan penelitian dan mengikuti studi di Fakultas
Teknologi Pertanian IPB.
5. Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti yang telah banyak memberikan bimbingan moral selama penulis
melakukan studi di Departemen Teknologi Industri Pertanian.
6. Staf dan laboran SBRC, LPPM IPB: Mas Anas, Mas Saeful, Mas Dipo, Mas Feri, Pak Herry, Pak
Ratno, Kang Anwar, Kang Yana, dan Mba Dona yang telah banyak memberikan bantuan selama
penulis melaksanakan riset.
7. Rekan-rekan satu bimbingan: Eko Nopianto, Tiara, dan Rizky Oktavian, atas motivasi,
pembelajaran, dan kerjasamanya.
8. Saudara-saudara ku alumni PPSDMS Regional 5 Bogor Angkatan 4: Holil, Praja, Randi, Faisal,
Ade, Achmad, Ismeri, Harry, Inda, Dimas, Junasa, Sepri, dan masih banyak yang tidak dapat
disebutkan secara satu-persatu atas kekeluargaan yang sangat luar biasa.
9. Rekan-rekan TIN ’44 atas kerjasama, keakraban, dan kekerabatan selama di Departemen TIN.
10. Kedua orang tua serta kakak-kakak yang telah memberikan bimbingan dan bantuan moril, materil,
dan spirituil kepada penulis sejak kecil hingga mengikuti kuliah di Fakultas Teknologi Pertanian
IPB.
Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang
nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang teknologi pertanian, khususnya bioenergi.

Bogor, November 2011

Rahman

iii
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR...........................................................................................................................iii
DAFTAR TABEL.................................................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR............................................................................................................................vi
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................................................vii

I. PENDAHULUAN.............................................................................................................................1
1.1. LATAR BELAKANG................................................................................................................1
1.2. TUJUAN....................................................................................................................................2
1.3. RUANG LINGKUP PENELITIAN...........................................................................................2

II. TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................................................3


2.1. BIOMASSA..............................................................................................................................3
2.2. SEKAM PADI...........................................................................................................................3
2.3. KARBONISASI........................................................................................................................4
2.4. DENSIFIKASI..........................................................................................................................5
2.5. BIOPELET................................................................................................................................5

III. METODOLOGI.................................................................................................................................7
3.1. WAKTU DAN TEMPAT.......................................................................................................... 7
3.2. BAHAN DAN ALAT................................................................................................................7
3.3. METODE PENELITIAN..........................................................................................................7
3.4. RANCANGAN PERCOBAAN................................................................................................10
3.5. UJI KERAGAAN BIOPELET..................................................................................................10
3.6. ANALISIS KESETIMBANGAN MASSA DAN ENERGI PEMBUATAN
BIOPELET SEKAM PADI.......................................................................................................11

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.........................................................................................................12


4.1. SIFAT FISIKO KIMIA SEKAM PADI.....................................................................................12
4.2. SIFAT FISIKO KIMIA ARANG SEKAM PADI......................................................................13
4.3. BIOPELET SEKAM PADI.......................................................................................................14
4.4. UJI KERAGAAN BIOPELET SEKAM PADI.........................................................................21
4.5. KESETIMBANGAN MASSA DAN ENERGI PEMBUATAN
BIOPELET SEKAM PADI.......................................................................................................24
4.6. DESAIN PROSES PRODUKSI BIOPELET SEKAM PADI...................................................26

V. SIMPULAN DAN SARAN..............................................................................................................31


5.1. SIMPULAN..............................................................................................................................31
5.2. SARAN.....................................................................................................................................31

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................................32

LAMPIRAN.........................................................................................................................................35

iv
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Potensi energi terbarukan di Indonesia................................................................................ 3
Tabel 2. Standar biopelet pada beberapa negara................................................................................6
Tabel 3. Formulasi bahan baku biopelet sekam padi.........................................................................10
Tabel 4. Hasil analisis sifat fisiko kimia sekam padi.........................................................................12
Tabel 5. Hasil analisis sifat fisiko kimia arang sekam padi...............................................................14
Tabel 6. Perbandingan nilai kadar air biopelet di beberapa negara....................................................15
Tabel 7. Perbandingan nilai kalor biopelet di beberapa negara.........................................................20
Tabel 8. Hasil uji laju konsumsi biopelet sekam padi........................................................................22
Tabel 9. Hasil uji efisiensi pembakaran biopelet sekam padi............................................................23
Tabel 10.Kesetimbangan massa total proses pembuatan biopelet sekam padi
pada skala laboratorium.......................................................................................................24

v
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Perkembangan produksi padi di Indonesia tahun 2008-2010...........................................4
Gambar 2. Diagram alir penelitian.....................................................................................................8
Gambar 3. Diagaram alir pembuatan biopelet sekam padi.................................................................9
Gambar 4. Biopelet sekam padi, (A) 0% arang sekam; (B) 10% arang sekam;
(C) 20% arang sekam.......................................................................................................14
Gambar 5. Kadar air biopelet sekam padi pada berbagai persentase arang.......................................15
Gambar 6. Kadar abu biopelet sekam padi pada berbagai persentase arang......................................16
Gambar 7. Kadar zat terbang biopelet sekam padi pada berbagai persentase arang..........................17
Gambar 8. Kadar karbon terikat biopelet sekam padi pada berbagai persentase arang.....................18
Gambar 9. Densitas kamba biopelet sekam padi pada berbagai persentase arang.............................19
Gambar 10. Nilai kalor biopelet sekam padi pada berbagai persentase arang.....................................20
Gambar 11. Keteguhan tekan biopelet sekam padi pada berbagai persentase arang...........................21
Gambar 12. Kesetimbangan massa keseluruhan proses produksi biopelet sekam padi
pada skala laboratorium...................................................................................................25

Gambar 13. Diagram alir desain proses produksi biopelet sekam padi...............................................28

vi
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisiko kimia................................................................................35
Lampiran 2. Prosedur uji kualitas biopelet.........................................................................................38
Lampiran 3. Analisis ragam untuk kadar air biopelet sekam padi.....................................................40
Lampiran 4. Analisis ragam untuk kadar abu biopelet sekam padi....................................................41
Lampiran 5. Analisis ragam untuk kadar zat terbang biopelet sekam padi........................................42
Lampiran 6. Analisis ragam untuk kadar karbon terikat pada biopelet sekam padi...........................43
Lampiran 7. Analisis ragam untuk densitas kamba biopelet sekam padi...........................................44
Lampiran 8. Analisis ragam untuk nilai kalor biopelet sekam padi...................................................45
Lampiran 9. Analisis ragam untuk keteguhan tekan biopelet sekam padi.........................................46
Lampiran 10. Analisis ragam untuk waktu pendidihan air...................................................................47
Lampiran 11. Analisis ragam untuk laju konsumsi biopelet sekam padi.............................................48
Lampiran 12. Analisis ragam untuk efisiensi pembakaran biopelet sekam padi.................................49
Lampiran 13. Perhitungan energi pembuatan biopelet dengan penambahan arang sekam 10%.........50
Lampiran 14. Perhitungan energi pembuatan biopelet tanpa penambahan arang sekam.....................51
Lampiran 15. Kesetimbangan massa total produksi biopelet sekam padi dengan
penambahan arang sekam 10 %...................................................................................53

vii
I. PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Bahan bakar minyak saat ini masih menjadi sumber energi utama dalam mendukung aktivitas
masyarakat. Pada umumnya, masyarakat di daerah perkotaan dan pedesaan masih menggunakan
bahan bakar minyak tanah untuk keperluan rumah tangga. Meningkatnya harga minyak mentah dunia
menyebabkan terjadinya kenaikan harga bahan bakar, termasuk minyak tanah. Selain mempunyai
harga yang mahal, minyak tanah juga sulit ditemukan, terlebih di daerah pedesaan. Oleh sebab itu,
perlu adanya upaya untuk mencari bahan bakar alternatif yang lebih murah dan tersedia dengan
mudah.
Sumber energi alternatif yang banyak diteliti dan dikembangkan saat ini adalah energi
biomassa yang ketersediaannya melimpah, mudah diperoleh, dan dapat diperbaharui secara cepat.
Menurut Kong (2010) biomassa merupakan sumber energi terbarukan dan tumbuh sebagai tanaman.
Pada umumnya, biomassa yang digunakan sebagai bahan bakar adalah biomassa yang memiliki nilai
ekonomis rendah atau merupakan hasil ekstraksi produk primer (El Bassam dan Maegaard 2004).
Indonesia memiliki potensi energi biomassa sebesar 50,000 MW yang bersumber dari berbagai
biomassa limbah pertanian, seperti: produk samping kelapa sawit, penggilingan padi, plywood, pabrik
gula, kakao, dan limbah pertanian lainnya (Prihandana dan Hendroko 2007).
Sekam padi merupakan salah satu biomassa limbah pertanian yang ketersediaanya melimpah di
Indonesia. Menurut BPS (2010), produksi padi pada tahun 2010 mencapai 65.98 juta ton gabah kering
giling. Proses penggilingan padi menghasilkan 55% biji utuh, 15% beras patah, 20% sekam, dan 10%
bekatul (Haryadi 2003 dalam Prihandana dan Hendroko 2007). Dengan demikian, setiap tahunnya
terdapat sebanyak 13.20 juta ton sekam padi yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif.

Limbah biomassa dapat digunakan sebagai bahan bakar secara langsung seperti halnya yang
telah dilakukan oleh masyarakat Indonesia sejak dulu, tetapi biomassa memiliki kelemahan jika
dibakar secara langsung karena sifat fisiknya yang buruk, seperti: kerapatan energi yang rendah dan
permasalahan penanganan, penyimpanan, serta transportasi (Saptoadi 2006). Untuk meningkatkan
kualitas pembakaran biomassa, saat ini telah dikembangkan bahan bakar biomassa dalam bentuk pelet
yang dikenal dengan istilah biopelet. Biopelet dikembangkan sebagai bahan bakar alternatif yang
berasal dari kepingan kayu pada beberapa negara maju, seperti: Jerman, Canada, dan Austria. Pelet
kayu diproduksi dengan menghancurkan bahan baku kayu menggunakan hammer mill sehingga
diperoleh massa partikel kayu yang seragam. Massa partikel kayu tersebut kemudian diumpankan ke
dalam mesin pengepres yang mempunyai diameter lubang 6-8 mm dan panjang 10-12 mm (Mani et al.
2006).
Salah satu parameter penentu kualitas bahan bakar biomassa adalah nilai kalor yang dihasilkan
pada proses pembakaran. Peningkatan nilai kalor bahan bakar biomassa dapat dilakukan melalui
proses densifikasi. Densifikasi merupakan proses pengkompakan residu menjadi produk yang
mempunyai densitas lebih tinggi daripada bahan baku aslinya (Bhattacharya 1998). Proses densifikasi
dalam pembuatan biopelet mempunyai beberapa keunggulan, di antaranya: meningkatkan nilai kalor
total per satuan volume, memudahkan transportasi dan penyimpanan produk akhir, mempunyai
keseragaman bentuk dan kualitas, serta mampu mensubstitusi kayu hutan sehingga mengurangi
kegiatan penebangan hutan. Densifikasi juga mempunyai beberapa aspek kelemahan, seperti:
tingginya biaya investasi dan kebutuhan energi, serta ditemukannya karakteristik pembakaran yang

1
tidak diinginkan, seperti sulit menyala dan menimbulkan banyak asap.
Pada penelitian ini, akan dibuat biopelet dengan menggunakan bahan baku biomassa limbah
sekam padi dan arang sekam dengan penambahan minyak jelantah sebesar 5% (b/b), sehingga
diperoleh formulasi biopelet terbaik. Penggunaan arang sekam diharapkan mampu meningkatkan
rendemen dan nilai kalor pembakaran biopelet yang dihasilkan.

1.2. TUJUAN

Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan biopelet sekam padi yang memiliki kualitas fisik dan
pembakaran terbaik melalui kombinasi sekam padi dan arang sekam dengan bahan tambahan dari
minyak jelantah. Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk membuat desain proses produksi biopelet
sekam padi.

1.3. RUANG LINGKUP PENELITIAN

Ruang lingkup penelitian ini meliputi aspek-aspek sebagai berikut:


1. Formulasi bahan baku dalam pembuatan biopelet dari limbah sekam padi
2. Pengujian sifat fisiko kimia dan karakteristik pembakaran biopelet
3. Desain proses pembuatan biopelet, meliputi: diagram alir proses, aliran massa dan energi dalam
pembuatan biopelet sekam padi.

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. BIOMASSA

Biomassa merupakan sumber energi terbarukan dan tumbuh sebagai tanaman. Sumber-sumber
biomassa adalah sebagai berikut (Kong 2010):
1. Sisa-sisa hasil pertanian, seperti ampas tebu, batang dan serat jagung.
2. Sisa-sisa hutan, misalnya serbuk gergaji industri pengolahan kayu.
3. Sampah perkotaan, misalnya kertas-kertas bekas dan dedaunan kering.
4. Lumpur sisa pulp.
5. Sumber-sumber masa depan, seperti tanaman energi yang khusus ditanam.
6. Jenis tanaman lain yang tidak mengandung pati maupun gula yang dipakai untuk memproduksi
bioetanol.
Potensi energi biomassa sebesar 50,000 MW antara lain bersumber dari produk samping hasil
pengolahan beberapa tanaman perkebunan dan pertanian, seperti: kelapa sawit, penggilingan padi,
kayu, plywood, pabrik gula, kakao, dan lain-lain. Saat ini, jumlah energi biomassa yang telah
dimanfaatkan hanya sebesar 302 MW dari total potensi energi biomassa yang ada atau setera dengan
0.604%. Potensi energi terbarukan di Indonesia disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Potensi energi terbarukan di Indonesia


Sumber Potensi (MW) Kapasitas Terpasang (MW) Pemanfaatan (%)
Large hydro 75,000 4,200 5.600
Biomassa 50,000 302 0.604
Geothermal 20,000 812 4.060
Mini/micro hydro 459 54 11.764
Energi cahaya/ solar 156,487 5 3.19 x 10-3
Energi angin 9,286 0.50 5.38 x 10-3
Total 311,232 5,373.5 22.03

Sumber: Ditjen Listrik dan Pemanfaatan Energi (2001) dalam Prihandana dan Hendroko (2007)

2.2. SEKAM PADI


Sekam padi merupakan salah satu by product yang dihasilkan pada proses penggilingan padi.
Rendemen produk yang diperoleh pada proses penggilingan padi, antara lain: 55% biji utuh, 15%
beras patah, 20% sekam, dan 10% dedak halus (Haryadi 2003 dalam Prihandana dan Hendroko 2007).
Berdasarkan angka ramalan (ARAM) III, produksi padi tahun 2010 diperkirakan sebesar 65.98 juta
ton Gabah Kering Giling (GKG), naik 1.58 juta ton (2.46%) dibandingkan produksi tahun 2009.
Kenaikan produksi diperkirakan terjadi karena peningkatan luas panen sebesar 234.54 ribu hektar
(1.82 %) dan produktivitas sebesar 0.31 kuintal/hektar (0.62 %). Berdasarkan rendemen produk yang
diperoleh pada proses penggilingan padi, maka pada tahun 2010 dihasilkan 36.29 juta ton beras utuh,
9.89 juta ton beras patah, 13.12 juta ton sekam, dan 6.59 juta ton bekatul. Perkembangan produksi
padi tahun 2008 hingga 2010 disajikan pada Gambar 1.

3
67
65.98
66
65 64.40
Jumlah (juta ton)
64
63
62
61 60.33
60
59
58
57
2008 2009 2010
(Tahun)

Gambar 1. Perkembangan produksi padi di Indonesia tahun 2008-2010


(BPS 2010)

Peningkatan produksi padi dari tahun ke tahun menyebabkan terjadinya peningkatan limbah
sekam padi yang dihasilkan. Saat ini, sekam padi hanya dimanfaatkan untuk pembakaran dan
pembuatan batu bata dalam jumlah yang sangat kecil. Aktivitas lain pemanfaatan sekam padi adalah
pembuatan arang sekam untuk media tanaman dan arang aktif untuk pembuatan adsorben (Suyitno
2009).

2.3. KARBONISASI

Karbonisasi merupakan proses pembakaran biomassa menggunakan alat pirolisis dengan


oksigen terbatas (Compete 2009). Ketiadaan oksigen dalam proses karbonisasi menyebabkan hanya
komponen zat terbang saja yang terlepas dari bahan, sedangkan bagian karbon akan tetap tinggal di
dalam bahan. Karbonisasi sekam padi bertujuan untuk mengurangi kadar zat terbang penyebab asap
dan meningkatkan nilai kalor pembakaran (Liliana 2010). Tujuan lain dari proses karbonisasi sekam
padi adalah untuk mempermudah penanganan sekam padi menjadi bahan bakar, penyimpanan, serta
mengurangi asap pembakaran. Reaksi pada proses karbonisasi adalah reaksi eksoterm, yaitu jumlah
panas yang dikeluarkan lebih besar daripada yang diperlukan. Reaksi utama terjadi pada suhu 150-300
o
C dimana terjadi kehilangan banyak kandungan air dari dalam bahan, sehingga dihasilkan arang.
Semakin lambat proses karbonisasi, maka mutu arang yang dihasilkan akan semakin baik (Abdullah et
all. 1998).
Proses karbonisasi menghasilkan material berupa arang. Arang merupakan sisa proses
karbonisasi bahan yang mengandung karbon pada kondisi terkendali di dalam ruangan tertutup
(Masturin 2002). Sudrajat dan Soleh (1994) dalam Triono (2006) menambahkan bahwa arang
memiliki bentuk padat dan berpori, dimana sebagian besar porinya masih tertutup oleh hidrogen, ter,
dan senyawa organik lain, seperti: abu, air, nitrogen, dan sulfur.
Hasil penelitian Liliana (2010) menunjukkan bahwa pada proses karbonisasi bungkil jarak
pagar, suhu karbonisasi berbanding terbalik dengan rendemen arang yang dihasilkan. Semakin tinggi
suhu karbonisasi, maka rendemen arang yang dihasilkan semakin kecil dan begitu pula sebaliknya.
Suhu karbonisasi berbanding lurus dengan nilai kalori pembakaran. Semakin tinggi suhu karbonisasi,
nilai kalori yang dihasilkan akan semakin tinggi pula.

4
2.4. DENSIFIKASI

Densifikasi merupakan salah satu cara untuk memperbaiki sifat fisik suatu bahan yang
bertujuan untuk mempermudah penggunaan dan pemanfaatannya, sehingga terjadi peningkatan
efisiensi nilai bahan yang digunakan (Abdullah et al. 1998) karena produk yang dihasilkan
mempunyai densitas lebih tinggi daripada bahan baku aslinya (Bhattacharya 1998). Proses densifikasi
dilakukan pada bahan berbentuk curah atau memiliki sifat fisik yang tidak beraturan. Terdapat tiga tipe
proses densifikasi, antara lain : extruding, briquetting, dan pelleting. Pada proses extruding, bahan
dimampatkan menggunakan sebuah ulir (screw) atau piston yang melewati dies sehingga
menghasilkan produk yang kompak dan padat. Proses briquetting menghasilkan produk berbentuk
seperti tabung dengan ukuran diameter dan tinggi yang bervariasi sesuai dengan kebutuhan. Proses
pelleting terjadi karena adanya aliran bahan dari roll yang berputar disertai dengan tekanan menuju
lubang-lubang dies pencetak biopelet. Peletisasi merupakan proses pengeringan dan pembentukan
biomassa dengan menggunakan tekanan tinggi untuk menghasilkan biomassa padat berbentuk silinder
dengan diameter maksimum 25 mm. Proses peletisasi bertujuan untuk menghasilkan bahan bakar
biomassa dengan volume yang secara signifikan lebih kecil dan densitas energi lebih tinggi, sehingga
lebih efisien untuk proses penyimpanan, transportasi, dan konversi ke dalam bentuk energi listrik atau
energi kimia lainnya (AEAT 2003).
Bhattacharya (1998) menyatakan bahwa alat pellet mill terdiri atas die dan roller dimana die
berputar dan bersentuhan dengan rollers. Bahan baku pelet dipanaskan dan ditekan secara friksi
melalui lubang yang terdapat pada die. Selanjutnya material yang telah mengalami densifikasi keluar
melalui die dalam bentuk seragam dan dipotong menggunakan pisau sesuai dengan ukuran panjang
yang diinginkan. Pada umumnya, pelet yang dihasilkan mempunyai diameter 5-15 mm dan panjang
kurang dari 30 mm.
Proses densifikasi dalam pembuatan pelet mempunyai beberapa keunggulan, di antaranya:
meningkatkan nilai kalor total per satuan volume, memudahkan transportasi dan penyimpanan produk
akhir, mempunyai keseragaman bentuk dan kualitas, serta mampu mensubstitusi kayu hutan sehingga
mengurangi kegiatan penebangan hutan. Di sisi lain, densifikasi juga mempunyai beberapa aspek
kelemahan, seperti tingginya biaya investasi dan kebutuhan energi yang dibutuhkan, serta adanya
karakteristik pembakaran yang tidak diinginkan, seperti sulit menyala dan menimbulkan asap.

2.5. BIOPELET

Biopelet adalah bahan bakar biomassa berbentuk pelet yang memiliki keseragaman ukuran,
bentuk, kelembapan, densitas, dan kandungan energi (Abelloncleanenergy 2009). Pada proses
pembuatan biopelet, biomassa diumpankan ke dalam pellet mill yang memiliki dies dengan ukuran
diameter 6-8 mm dan panjang 10-12 mm (Mani et al. 2006). Fantozzi dan Buratti (2009) menyatakan
bahwa terdapat 6 tahapan proses pembuatan biopelet, yaitu: perlakuan pendahuluan bahan baku (pre-
treatment), pengeringan (drying), pengecilan ukuran (size reduction), pencetakan biopelet
(pelletization), pendinginan (cooling), dan silage. Residu hutan, sisa penggergajian, sisa tanaman
pertanian, dan energy crops dapat didensifikasi menjadi pelet. Proses peletisasi dapat meningkatkan
kerapatan spesifik biomassa lebih dari 1000 kg/m3 (Lehtikangas 2001 dan Mani et al. 2004).
Penggunaan biopelet telah dikenal luas oleh masyarakat di negara-negara Eropa dan Amerika.
Pada umumnya biopelet digunakan sebagai bahan bakar boiler pada industri dan pemanas ruangan di
musim dingin. Biopelet tersebut mempunyai standar tertentu seperti yang disajikan pada Tabel 2.

5
Tabel 2. Standar biopelet pada beberapa negara
Parameter Unit Austria(a) Jerman(a) Amerika(b) Prancis(c)
Diameter mm 4-10 4-10 6.35-7.94 6-16
Panjang mm 5xd <50 <3.81 10-50
Densitas kg/dm3 >1.2 1.0-1.4 >0.64 >1.15
Kadar air % <10 <12 - ≤15
Kadar abu % <0.50 <1.50 <2 (standar) ≤6
<1 (premium)
Nilai kalor MJ/kg >18 17.5-19.5 >19.08 >16.9
Sulfur % <0.04 <0.08 - <0.10
Nitrogen % <0.3 <0.3 - ≤0.5
Klroin % <0.02 <0.03 <0.03 <0.07
Abrasi % <2.3 - - -
Bahan tambahan % <2 - - ≤2

a) b) c)
Sumber: Hahn (2004); PFI (2007); Douard (2007)

Penelitian tentang biopelet sebelumnya telah dilakukan menggunakan bahan baku limbah
bungkil jarak pagar. Hasil penelitian Liliana (2010) menunjukkan bahwa kualitas biopelet terbaik
diperoleh pada biopelet bungkil jarak pagar dengan penambahan bungkil jarak terkarbonisasi
sebanyak 20% dan memiliki ukuran diameter sebesar 8 mm. Kualitas tersebut diukur dari parameter
nilai kalor pembakaran. Semakin tinggi nilai kalor pembakaran yang dihasilkan, maka kualitas
biopelet semakin baik. Zamirza (2009) menambahkan bahwa penambahan bahan perekat tapioka
sebanyak 3% (b/b) pada biopelet bungkil jarak mampu meningkatkan nilai kalori pembakaran biopelet
bungkil jarak dari 4473 kkal/kg menjadi 4914 kkal/kg.

6
III. METODOLOGI

3.1. WAKTU DAN TEMPAT

Penelitian ini telah dimulai sejak bulan Februari hingga Mei 2011 di Laboratorium Surfactant
and Bioenergy Research Centre (SBRC), LPPM IPB, Laboratorium Produksi Pakan Fakultas
Peternakan IPB, Laboratorium Kimia Kayu dan Energi Biomassa-Pusat Penelitian Hasil Hutan Bogor,
dan Laboratorium DIT TIN-FATETA IPB.

3.2. BAHAN DAN ALAT

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah sekam padi, arang sekam padi, dan
minyak jelantah, sedangkan peralatan yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Disc mill, digunakan untuk menyeragamkan ukuran bahan baku dengan saringan 3 mm.
2. Alat penyaring, digunakan untuk memisahkan bahan baku dengan ukuran saringan 50 mesh.
3. Alat karbonisasi tipe kiln dengan tinggi tabung 30 cm dan diameter 19 cm, digunakan untuk
karbonisasi sekam padi.
4. Ring Die Pellet Mill dengan kapasitas 300 kg/jam dan ukuran die 8 mm, digunakan untuk
mencetak biopelet.
5. Perlengkapan uji sifat fisiko kimia bahan baku dan biopelet, seperti: bomb calorimeter, cawan
aluminium, cawan porselen, oven, tanur, soxhlet, vacuum pump, dan desikator.
6. Perlengkapan uji pembakaran, seperti: kompor biomassa, teko air, timbangan digital, termometer
air raksa, dan stopwatch.

3.3. METODE PENELITIAN

Penelitian ini diawali dengan uji sifat fisiko kimia sekam padi, meliputi: kadar air, kadar abu,
kadar zat terbang, kadar karbon terikat, kadar lemak, kadar serat kasar, nilai kalori dan densitas
kamba. Selanjutnya dilakukan proses karbonisasi sekam padi di Laboratorium Kimia Kayu dan Energi
Biomassa Pusat Penelitian Hasil Hutan Bogor. Kemudian dilakukan karakterisasi sifat fisiko kimia
arang sekam padi, meliputi: kadar air, kadar abu, kadar zat terbang, dan kadar karbon terikat.
Proses pembuatan biopelet dilakukan dengan menggunakan pellet mill berkapasitas 300 kg/jam
di laboratorium Surfactant and Bioenergy Research Center (SBRC). Proses pembuatan biopelet
dimulai dengan pencampuran bahan baku dan bahan tambahan. Setelah biopelet dihasilkan,
selanjutnya dilakukan karakterisasi sifat fisiko kimia biopelet sekam padi, meliputi: kadar air, kadar
abu, kadar zat terbang, kadar karbon terikat, nilai kalor, densitas kamba, keteguhan tekan, dan
keragaan biopelet pada kompor biomassa. Uji keragaan biopelet meliputi laju konsumsi bahan bakar
dan efisiensi pembakaran biopelet.
Setelah diperoleh data primer dari hasil penelitian di laboratorium, selanjutnya dilakukan
perhitungan kesetimbangan massa dan energi pembuatan biopelet dengan formulasi terbaik. Diagram
alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

7
Bahan baku

Analisis sifat fisiko kimia


bahan baku

Pembuatan biopelet

Analisis kualitas biopelet

Analisis kesetimbagan
massa dan energi

Gambar 2. Diagram Alir Penelitian

Pembuatan biopelet sekam padi dijelaskan sebagai berikut:


1. Analisis sifat fisiko kimia sekam padi
Analisis sifat fisiko kimia diperlukan untuk mengetahui perbaikan sifat fisiko kimia sekam padi
setelah dibuat menjadi biopelet.

2. Pengecilan ukuran
Pengecilan ukuran bertujuan menghaluskan bahan menggunakan disc mill dengan ukuran saringan
3 mm. Hal tersebut untuk mempermudah proses densifikasi biopelet. Untuk mengantisipasi
keretakan, ukuran partikel biopelet disarankan tidak melebihi 1 mm (Franke dan Rey, 2006).

3. Pengayakan
Pengayakan dilakukan menggunakan alat pengayak dengan ukuran saringan 50 mesh.

4. Karbonisasi sekam padi


Karbonisasi dilakukan dengan menggunakan kiln drum tertutup dengan tinggi 30 cm dan diameter
19 cm. Karbonisasi dilakukan selama ± 5 jam dengan suhu 400 oC. Karbonisasi bertujuan untuk
memanfaatkan losses sekam berukuran <50 mesh yang dihasilkan pada proses screening. Selain
itu, karbonisasi juga dapat mengurangi kadar zat terbang dan meningkatkan kadar karbon terikat
dalam sekam padi. Parameter yang diukur setelah karbonisasi adalah rendemen karbonisasi, kadar
air, kadar abu, kadar zat terbang, dan kadar karbon terikat.

5. Pencampuran sekam padi dengan arang sekam padi dan bahan tambahan
Biopelet sekam padi dibuat dengan penambahan arang yang berasal dari losses sekam padi pada
proses screening yang dikarbonisasi. Biopelet 100% sekam padi digunakan sebagai pembanding.
Bahan tambahan yang digunakan adalah minyak jelantah sebanyak 5% (b/b) dari berat total bahan.
Minyak jelantah digunakan sebagai pelumas pada die sehingga biopelet lebih mudah diproduksi.

6. Pencetakan biopelet
Pencetakan biopelet dilakukan menggunakan ring die pellet mill bertekanan tinggi dengan ukuran
diameter dies 8 mm dan kapasitas produksi 300 kg/jam.

8
7. Pengeringan biopelet
Biopelet dikeringkan di bawah sinar matahari di dalam rumah kaca yang dilengkapi blower selama
± 4 jam. Sifat fisiko kimia biopelet akhir yang diukur adalah kadar air, kadar abu, kadar zat
terbang, kadar karbon terikat, nilai kalori, keteguhan tekan dan densitas kamba. Diagram alir
pembuatan biopelet sekam padi dapat dilihat pada Gambar 3.

Sekam padi
Karakterisasi sekam

Pengecilan ukuran (3 mm)

Pengayakan (50 mesh)

Tepung sekam Karbonisasi

(100, 90, 80%) (Suhu 400 oC)


Karakterisasi arang

Penyeragaman ukuran (1 mm)

Pencampuran I Serbuk arang


(0, 10, 20%)

Campuran sekam dan


arang sekam

Minyak jelantah Pencampuran II


4.76% (b/b)

Pencetakan biopelet
(diameter 8 mm)

Pengeringan rumah kaca


(± 4 jam)

Biopelet

Gambar 3. Diagram alir proses pembuatan biopelet sekam padi

9
Perlakuan pembuatan biopelet sekam padi adalah persentase arang sekam padi (0, 10, dan 20%)
seperti disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Formulasi bahan baku biopelet sekam padi


Perlakuan Komposisi
% Sekam Padi (b/b) % Arang Sekam (b/b)
A 100 0
B 90 10
C 80 20

Setiap perlakuan ditambahkan 4.77% (b/b) minyak jelantah

3.4. RANCANGAN PERCOBAAN

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial
dengan faktor tunggal, yaitu konsentrasi arang sekam. Model matematis dari rancangan percobaan
untuk penelitian adalah sebagai berikut:

Yij = μ + αi + εij

Keterangan:
Yij = nilai kadar air, kadar abu, kadar zat terbang, kadar karbon terikat,
nilai kalori pembakaran, densitas kamba, keteguhan tekan, laju
pembakaran, dan efisiensi pembakaran pada formulasi ke-i dan
ulangan ke-j, dengan i = 1,2,3; j = 1,2,3,4
μ = rataan umum
αi = pengaruh konsentrasi arang sekam padi pada level ke-i
εij = kesalahan (galat) percobaan pada perlakuan level ke-i ulangan ke-j

Hipotesis yang diuji:


H0 = α1 = α2 = α3 = 0
Persentase arang sekam padi memberikan pengaruh yang sama terhadap nilai kadar air (SNI 06-4369-
1996), kadar abu (SNI 06-4369-1996), kadar zat terbang (SNI 06-4369-1996), kadar karbon terikat
(SNI 06-4369-1996), nilai kalor pembakaran (SNI 06-4369-1996), densitas kamba, keteguhan tekan,
laju konsumsi biopelet, dan efisiensi pembakaran.

H1 = setidaknya ada satu i dengan αi ≠ 0, i = 1,2,3

10
3.5. UJI KERAGAAN BIOPELET

Uji keragaan biopelet dilakukan dengan menggunakan kompor biomassa. Kompor dilengkapi
dengan lobang udara yang dapat mengatur suplai oksigen selama pembakaran biopelet. Metode yang
digunakan adalah Water Boiling Test (WBT) dengan cara mendidihkan 1 liter air. WBT merupakan
metode simulasi kasar dari proses pemasakan yang dapat digunakan untuk mengetahui seberapa baik
energi panas dapat ditransfer pada alat masak (Bailis et al. 2007). Parameter yang diukur adalah laju
konsumsi bahan bakar dan efisiensi pembakaran.

3.6. ANALISIS KESETIMBANGAN MASSA DAN ENERGI PEMBUATAN

BIOPELET SEKAM PADI

Kesetimbangan massa dihitung menggunakan metode analisis input-output, yaitu analisis aliran
massa bahan masuk dan keluar pada setiap proses yang merepresentasikan kesetimbangan massa
antara bahan baku yang digunakan dengan produk dan losses yang dihasilkan.
Salah satu metode yang dapat digunakan dalam menganalisis energi adalah analisis input-
output, yaitu analisis secara langsung terhadap aliran bahan yang masuk ke dalam sistem untuk
menghasilkan bahan keluaran tertentu dimana aliran bahan ini dapat dinyatakan sebagai energi utama
untuk menghasilkan keluaran tersebut.

11
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. SIFAT FISIKO KIMIA SEKAM PADI

Sekam padi merupakan biomassa limbah pertanian yang berbentuk curah dan memiliki densitas
kamba yang sangat rendah sehingga proses penanganan dan tranportasi menjadi tidak efisien. Untuk
mengetahui kualitas sekam padi secara lebih spesifik maka dilakukan pengujian sifat fisiko kimia
sekam padi sehingga dapat dijadikan sebagai parameter peningkatan kualitas sekam padi setelah
dilakukan proses densifikasi menjadi biopelet. Hasil analisis sifat fisiko kimia sekam padi disajikan
pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil analisis sifat fisiko kimia sekam padi


Komponen Satuan Nilai
Kadar air %bb 10.62 ± 0.00
Lemak %bk 0.26 ± 0.00
Serat Kasar %bk 45.43 ± 0.01
Kadar abu %bb 17.07 ± 0.00
Kadar zat terbang %bb 78.96 ± 0.10
Kadar karbon terikat %bb 3.98 ± 0.11
Densitas kamba kg/m3 126.92 ± 0.00
Nilai kalor kkal/kg 3450 ± 0.00

Berdasarkan hasil pengujian sifat fisiko kimia sekam padi pada Tabel 4, diketahui bahwa sekam
padi memiliki kadar air 10.62% (bb). Kadar air sekam padi mempengaruhi kualitas biopelet dimana
kadar air yang tinggi dapat menurunkan nilai kalor pembakaran dan begitu juga sebaliknya. Sekam
padi memiliki kadar lemak sebesar 0.26% (bk). Kadar lemak yang rendah mempunyai pengaruh
positif terhadap kualitas biomassa karena dapat mengurangi asap yang ditimbulkan pada proses
pembakaran. Keberadaan komponen lemak juga dapat meningkatkan nilai kalor biomassa sehingga
semakin tinggi kadar lemak pada suatu biomassa maka nilai kalorinya semakin tinggi pula. Komponen
lemak juga dapat menjadi pelumas yang dapat mempermudah proses densifikasi biomassa menjadi
biopelet.
Sekam padi memiliki kadar serat kasar sebesar 45.43% (bk). Tingginya kadar serat kasar sekam
padi menyebabkan sekam padi mempunyai sifat fisik yang keras, sehingga proses penggilingan sekam
padi menjadi lebih sulit dan lama. Sekam padi mempunyai kadar karbon terikat yang sangat rendah
yaitu 3.98% (bb). Hal tersebut dikarenakan tingginya kadar abu dan kadar zat terbang pada sekam
padi. Sekam padi memiliki kadar abu dan kadar zat terbang berturut-turut sebesar 17.07% (bb) dan
78.96% (bb). Salah satu unsur penyusun abu adalah silika. Semakin tinggi kadar silika pada suatu
biomassa maka semakin tinggi pula kadar abu pada biomassa tersebut. Masturin (2002) menyatakan
bahwa kandungan abu yang tinggi dapat menurunkan nilai kalor sehingga kualitas bahan bakar
biomassa tersebut menurun. Kadar zat terbang juga dapat menurunkan kualitas sekam padi sebagai
bahan bakar karena dapat menimbulkan banyak asap pada saat proses pembakaran. Kadar zat terbang
dipengaruhi oleh jenis bahan baku sehingga perbedaan jenis bahan baku akan berpengaruh terhadap
kadar zat menguap.

12
Sekam padi memiliki densitas kamba sebesar 126.92 kg/m 3. Densitas kamba sekam padi lebih
kecil jika dibandingkan dengan jenis biomassa lainnya seperti bungkil jarak yang memiliki densitas
kamba 355.10 kg/m3 (Zamirza 2010). Oleh sebab itu, proses densifikasi sekam padi menjadi biopelet
diharapkan dapat meningkatkan densitas kamba sekam padi sehingga dapat meningkatkan efektivitas
dan efisiensi dalam proses transportasi.
Nilai kalor merupakan parameter utama dalam menentukan kualitas suatu bahan bakar (Grover
et al. 2002). Sekam padi memiliki nilai kalor sebesar 3450 kkal/kg. Nilai kalor tersebut lebih tinggi
jika dibandingkan dengan nilai kalor briket limbah biomassa stem tembakau yang berkisar antara
2789-2969 kkal/kg (Nugrahaeni 2008), akan tetapi nilai kalor sekam padi belum bisa mencapai
standar nilai kalor untuk biomassa yang ditetapkan oleh Amerika (4752 kkal/kg), Jerman (4680
kal/kg), Austria (4320 kkal/kg), dan Prancis (4056 kkal/kg).

4.2. SIFAT FISIKO KIMIA ARANG SEKAM PADI

Arang merupakan residu yang dihasilkan pada proses karbonisasi suatu bahan yang
mengandung karbon pada kondisi terkendali di dalam ruangan tertutup (Masturin 2002). Karbonisasi
merupakan salah satu metode yang digunakan untuk memperbaiki karakteristik pembakaran biomassa
karena dapat meningkatkan kadar karbon terikat pada biomassa, sehingga dapat meningkatkan nilai
kalor pembakaran. Karbonisasi juga dapat mengurangi asap yang ditimbulkan pada saat arang
diaplikasikan sebagai bahan bakar karena sebagian besar komponen zat terbang telah terlepas pada
saat proses karbonisasi.
Karbonisasi sekam padi bertujuan untuk memperbaiki karakteristik pembakaran biopelet sekam
padi. Sekam padi yang digunakan pada proses karbonisasi diperoleh dari losses penyaringan setelah
sekam digiling. Pemanfaatan losses tersebut mampu meningkatkan rendemen biopelet yang
dihasilkan. Karbonisasi sekam padi dilakukan menggunakan tabung kiln pada suhu 400 oC selama 5
jam. Rendemen arang sekam yang diperoleh adalah sebesar 35.71%. Rendemen arang sekam yang
dihasilkan pada proses karbonisasi dipengaruhi oleh suhu dan lama waktu karbonisasi. Hasil penelitian
Liliana (2010) menunjukkan bahwa karbonisasi bungkil jarak menghasilkan arang dengan rendemen
yang berbanding terbalik terhadap tingginya suhu karbonisasi. Semakin tinggi suhu karbonisasi maka
rendemen arang yang dihasilkan semakin rendah. Pada suhu 400 oC, proses karbonisasi bungkil jarak
menghasilkan rendemen sebesar 40%, sedangkan pada suhu 500 oC, rendemen arang bungkil jarak
yang dihasilkan turun menjadi 32.17%.
Hasil analisis sifat fisiko kimia arang sekam disajikan pada Tabel 5. Berdasarkan Tabel 5, dapat
diketahui bahwa terjadi perubahan sifat fisiko kimia sekam padi setelah dilakukan proses karbonisasi.
Arang sekam padi mempunyai kadar air sebesar 0.15%. Kadar air tersebut jauh lebih rendah jika
dibandingkan dengan kadar air sekam padi (10.62%). Jumlah kadar air yang rendah dapat
meningkatkan kualitas arang sekam sebagai bahan bakar. Kadar karbon terikat pada arang sekam
meningkat signifikan menjadi 29.37%. Nilai tersebut jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan kadar
karbon terikat sekam padi tanpa karbonisasi (3.98%). Peningkatan kadar karbon terikat pada arang
sekam disebabkan karena adanya penurunan kadar zat terbang pada arang sekam padi setelah
dilakukan proses karbonisasi. Arang sekam memiliki nilai kalor sebesar 4630.50 ± 24.75 kkal/kg.
Proses karbonisasi dapat meningkatkan nilai kalor rata-rata sekam padi sebesar 1180.50 kkal/kg.

13
Tabel 5. Hasil analisis sifat fisiko kimia arang sekam padi
Komponen Satuan Nilai
Kadar air %bb 0.15 ± 0.00
Kadar abu %bb 49.94 ± 0.13
Kadar zat terbang %bb 20.69 ± 0.01
Kadar karbon terikat %bb 29.37 ± 0.14
Nilai Kalor kkal/kg 4630.50 ± 24.75

4.3. BIOPELET SEKAM PADI

Biopelet dibuat dari limbah biomasa sekam padi dengan penambahan arang sekam sebanyak
0%, 10%, dan 20% (b/b). Peletisasi dilakukan menggunakan ring die pellet mill yang memiliki dies
berdiameter 8 mm dan memiliki kapasitas produksi 300 kg/jam. Penggunaan arang sekam dibatasi
hingga 20% dari berat total bahan baku. Hal tersebut disesuaikan dengan kemampuan mesin untuk
melakukan proses densifikasi terhadap tingkat kekerasan bahan baku yang digunakan. Penambahan
arang sekam di atas 20% dapat meningkatkan gaya gesekan pada lubang dies yang dapat
menyebabkan terjadinya kerusakan mesin, yaitu dies menjadi lebih cepat aus. Untuk menurunkan gaya
gesekan tersebut, ditambahkan minyak jelantah sebesar 5% dari berat total bahan baku (sekam dan
arang sekam) yang dapat berfungsi sebagai pelumas pada lubang dies sehingga mengurangi gaya
gesekan yang ditimbulkan pada proses densifikasi. Minyak jelantah dipilih sebagai pelumas karena
harganya murah dan mudah didapatkan dalam jumlah besar. Analisis sifat fisiko kimia biopelet
didasarkan pada beberapa parameter, antara lain : kadar air, kadar abu, kadar zat terbang, kadar karbon
terikat, densitas kambah, keteguhan tekan, dan nilai kalor. Biopelet yang dihasilkan memiliki panjang
yang berkisar antara 15-30 mm, seperti disajikan pada Gambar 4.

(A) (B) (C)


Gambar 4. Biopelet sekam padi, (A) 0% arang sekam; (B) 10% arang sekam; (C) 20% arang sekam

4.3.1. Kadar air

Kadar air merupakan salah satu parameter penentukan kualitas biopelet yang berpengaruh
terhadap nilai kalor pembakaran, kemudahan menyala, daya pembakaran, dan jumlah asap yang
dihasilkan selama pembakaran. Tingginya kadar air biopelet dapat menurunkan nilai kalor
pembakaran, menyebabkan proses penyalaan menjadi lebih sulit, dan menghasilkan banyak asap pada
proses pembakaran. Kadar air juga dipengaruhi oleh tinggi atau rendahnya tekanan mesin pada proses
densifikasi. Tekanan yang tinggi menyebabkan biopelet yang terbentuk semakin padat, halus, dan
seragam, sehingga partikel biomasa dapat saling mengisi pori-pori yang kosong dan menurunkan

14
molekul air yang dapat menempati pori-pori tersebut. Nilai kadar air rata-rata biopelet dapat dilihat
pada Gambar 5. Kadar air biopelet memiliki nilai yang berbanding terbalik dengan jumlah persentase
arang sekam yang digunakan. Semakin tinggi persentase arang yang ditambahkan pada campuran
bahan baku biopelet, maka kadar air biopelet yang dihasilkan semakin rendah. Hal tersebut
dikarenakan arang sekam memiliki kadar air lebih rendah dibandingkan sekam padi sehingga
penambahan arang sekam menyebabkan kadar air biopelet yang dihasilkan semakin rendah pula.
Banyaknya jumlah arang sekam yang ditambahkan juga dapat meningkatkan kerapatan partikel
penyusun biopelet, sehingga diduga mampu mengurangi rongga udara antar partikel penyusun
biopelet yang dapat terisi oleh molekul air.

4.82
5

Kadar Air (%) 4 3.61


3.10
3

0
0% 10% 20%
Presentase Arang

Gambar 5. Kadar air biopelet sekam padi pada berbagai persentase arang

Berdasarkan hasil analisis ragam, persentase penggunaan arang terhadap kadar air biopelet
sekam padi memberikan pengaruh yang berbeda nyata (α = 0.05). Persentase arang 10% dan 20%
memberikan pengaruh yang sama terhadap kadar air biopelet, sedangkan persentase arang 0% dan
10% serta 0% dan 20% memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kadar air biopelet (Lampiran 3).
Kadar air biopelet dengan penggunaan arang sekam sebesar 0%, 10%, dan 20% secara berturut-turut
adalah 4.82%, 3.61%, dan 3.10%. Kadar air tersebut jauh lebih rendah dibandingkan kadar air sekam
padi (10.62%) dan telah memenuhi standar kadar air biopelet yang ditetapkan oleh beberapa negara di
Eropa, seperti yang disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Perbandingan nilai kadar air biopelet di beberapa negara


Standar kadar air (%) d)
Hasil penelitian Austria Jerman Swedia Italia
(ONORM M 7135) (DIN 51371) (SS 18 71 70) (CTI - R 04/5)

3.10 – 4.82 < 10 < 12 ≤ 10 ≤ 10

d) Hahn (2004)

15
4.3.2. Kadar abu

Kadar abu merupakan bahan sisa dari proses pembakaran yang sudah tidak memiliki nilai kalor
atau tidak memiliki unsur karbon lagi (Nugrahaeni 2008). Jumlah abu yang dihasilkan pada proses
pembakaran dipengaruhi oleh jenis biomassa yang digunakan. Salah satu unsur penyusun abu adalah
silika. Semakin tinggi kadar silika pada biomassa, maka abu yang dihasilkan dari proses pembakaran
akan semakin tinggi pula. Abu merupakan komponen yang tidak diinginkan pada proses pembakaran
karena dapat membentuk kerak pada ruang pembakaran dan akhirnya terjadi karat (Ramsay 1982).
Keberadaan abu juga dapat menurunkan efisiensi pembakaran karena abu merupakan komponen yang
tidak menghasilkan energi (El Bassam dan Maegaard 2004).
Kadar abu biopelet sekam padi yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 15.24 – 20%.
Nilai tersebut jauh lebih besar jika dibandingkan dengan biopelet bungkil jarak yang diteliti oleh
Liliana (2010) dimana nilai kadar abu yang dihasilkan berkisar antara 4 - 6%. Tingginya kandungan
silika diduga sebagai faktor penyebab tingginya kadar abu pada biopelet sekam padi. Kadar abu
biopelet sekam padi belum memenuhi standar kadar abu biopelet yang ditetapkan oleh beberapa
negara maju, seperti: Austria (<0.5%), Jerman (<1.5%), Amerika (<2%), dan Perancis (≤6%). Hasil
analisis kadar abu biopelet sekam padi disajikan pada Gambar 6. Peningkatan kadar abu berbanding
lurus dengan peningkatan persentase arang sekam yang digunakan. Hal tersebut diduga karena arang
sekam memiliki nilai kadar abu yang lebih tinggi dibandingkan sekam padi, sehingga kadar abu
campuran antara sekam padi dan arang sekam semakin tinggi seiring dengan meningkatnya
konsentrasi arang sekam yang digunakan.

20 20. 00

17.47
15 15.14

Kadar Abu (%)

10

0
0% 10% 20%
Presentase Arang

Gambar 6. Kadar abu biopelet sekam padi pada berbagai persentase arang

Hasil analisis ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa persentase penggunaan arang


memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar abu biopelet (α = 0.05). Persentase
arang 0%, 10%, dan 20% memberikan nilai kadar abu yang berbeda nyata satu sama lain
pada biopelet yang dihasilkan. Kadar abu terendah sebesar 15.24% dihasilkan oleh biopelet
dari 100% sekam padi, sedangkan kadar abu tertinggi dihasilkan oleh biopelet

16
dengan penggunaan 20% arang, yaitu sebesar 20.00%.
Tingginya kadar abu merupakan salah satu kelemahan pada biopelet sekam padi. Hal tersebut
dikarenakan abu dapat menginduksi proses pembentukan slag yang dapat menurunkan efisiensi
pembakaran (Compete 2009), akan tetapi, abu sekam padi dapat dimanfaatkan sebagai abu gosok,
campuran bahan bangunan, dan agen pemucat minyak (Widowati 2001). Abu sekam padi tersusun dari
silika (94.5%), alkali, dan logam pengotor (Priyosulistyo, 1999). Silika merupakan bahan kimia yang
bersifat amorf dan dapat diaplikasikan di bidang elektronik, mekanik, seni, dan pembuatan senyawa-
senyawa kimia, termasuk pembuatan zeolit (Sriyanti et al. 2005).

4.3.3. Kadar zat terbang

Kadar zat terbang dapat dijadikan sebagai parameter untuk mengukur banyaknya asap yang
dihasilkan pada saat pembakaran. Semakin tinggi jumlah kadar zat terbang dari suatu bahan bakar
maka jumlah asap yang dihasilkan semakin tinggi. Kadar zat terbang merupakan zat yang dapat
menguap sebagai hasil dekomposisi senyawa-senyawa yang masih terdapat di dalam arang selain air
(Hendra dan Pari 2000).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kadar zat terbang berbanding terbalik dengan
peningkatan persentase arang sekam yang digunakan. Semakin tinggi persentase arang sekam yang
digunakan, maka kadar zat terbang biopelet semakin rendah dan begitu pula sebaliknya. Hal tersebut
dikarenakan sebagian kecil zat terbang pada biopelet dengan penambahan arang sekam telah terlepas
pada saat proses karbonisasi sekam padi. Kadar zat terbang yang dihasilkan pada biopelet sekam padi
berkisar antara 68.14 – 79.94%. Kadar zat terbang rata-rata terendah sebesar 68.14% dimiliki oleh
biopelet dengan penambahan 20% arang sekam, sedangkan kadar zat terbang tertinggi dihasilkan oleh
biopelet yang terbuat dari 100% sekam padi.
Hasil analisis kadar zat terbang biopelet sekam padi disajikan pada Gambar 7. Berdasarkan
hasil analisis ragam (Lampiran 5), persentase penggunaan arang sekam memberikan pengaruh yang
berbeda nyata terhadap kadar zat terbang biopelet sekam padi (α = 0.05). Persentase arang 0%
memberikan pengaruh yang sama dengan persentase arang 10% terhadap kadar zat terbang biopelet
sekam padi dan berbeda dengan persentase arang 20%.

90
79.94
80
72.86
70 68.14

Kadar Zat Terbang (%)


60

50

40

30

20

10

0
0% 10% 20%
Persentase Arang

Gambar 7. Kadar zat terbang biopelet sekam padi pada berbagai persentase arang

17
4.3.4. Kadar karbon terikat

Karbon terikat merupakan komponen fraksi karbon (C) yang terdapat di dalam bahan selain air,
abu, dan zat terbang, sehingga keberadaan karbon terikat pada biopelet sekam padi dipengaruhi oleh
nilai kadar abu dan kadar zat terbang pada biopelet tersebut. Pengukuran karbon terikat menunjukkan
jumlah material padat yang dapat terbakar setelah komponen zat terbang dihilangkan dari bahan
tersebut (Speight 2005).
Hasil analisis ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa persentase penggunaan arang sekam
memberikan nilai kadar karbon terikat yang berbeda nyata (α = 0.05) pada biopelet sekam padi.
Persentase penggunaan arang sekam 0% dan 10% serta 0% dan 20% memberikan pengaruh yang
berbeda nyata terhadap kadar karbon terikat pada biopelet sekam padi, sedangkan persentase
penggunaan arang sekam 10% dan 20% memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap
kadar karbon terikat pada biopelet sekam padi. Hasil analisis kadar karbon terikat pada biopelet sekam
padi disajikan pada Gambar 8.

20

15
Kadar Karbon Terikat (%) 11.85

9.68
10

4.92
5

0% 10% 20%
Persentase Arang

Gambar 8. Kadar karbon terikat biopelet sekam padi pada berbagai persentase arang

Pada Gambar 8, dapat diketahui bahwa nilai kadar karbon terikat rata-rata tertinggi sebesar
11.85% dimiliki oleh biopelet dengan persentase penggunaan arang sekam sebesar 20%, sedangkan
kadar karbon terikat rata-rata terendah sebesar 4.92% diperoleh dari biopelet dengan persentase
penggunaan arang sekam 0%. Peningkatan jumlah persentase arang sekam menyebabkan terjadinya
kenaikan kadar karbon terikat pada biopelet sekam padi. Hal tersebut diduga karena adanya pengaruh
penambahan arang sekam yang telah mengalami proses karbonisasi. Proses karbonisasi dapat
menurunkan kadar zat terbang pada biomassa, sehingga penggunaan arang sekam pada formulasi
bahan baku juga dapat meningkatkan kadar karbon terikat.

18
4.3.5. Densitas kamba

Parameter lain yang digunakan untuk mengukur kualitas biopelet adalah densitas kamba.
Semakin tinggi nilai densitas kamba pada suatu bahan maka proses penanganan dan transportasi bahan
tersebut semakin mudah. Tinggi atau rendahnya densitas kamba suatu bahan ditentukan oleh berat
jenis bahan tersebut (Hartoyo 1983). Demirbas (1999) menambahkan bahwa densitas kamba juga
ditentukan oleh tekanan yang digunakan pada proses densifikasi. Peningkatan densitas kamba biopelet
sekam padi berbanding lurus dengan peningkatan persentase arang sekam yang digunakan.
Penambahan arang sekam dapat meningkatkan kerapatan partikel penyusun biopelet. Rongga udara di
antara susunan partikel sekam padi dapat terisi penuh oleh partikel arang sekam yang berukuran lebih
kecil, sehingga dapat meningkatkan massa biopelet per satuan volume. Biopelet sekam padi memiliki
nilai densitas kamba yang berkisar antara 676.77 – 741.56 kg/m 3. Tingginya nilai densitas kamba
memungkinkan biopelet digunakan untuk unit pembakaran kecil dengan menggunakan kompor
(Lehtinkangas 1999). Pada Gambar 9, dapat diketahui bahwa densitas kamba biopelet terendah
sebesar 676.77 kg/m3 dimiliki oleh biopelet yang terbuat dari 100% sekam padi, sedangkan densitas
kamba tertinggi sebesar 741.56 kg/m3 dimiliki oleh biopelet yang terbuat dari sekam padi dengan
persentase penggunaan arang sekam sebesar 20%.
Hasil analisis ragam (Lampiran 7) menunjukkan bahwa persentase arang sekam memberikan
pengaruh yang berbeda nyata (α = 0.05) terhadap densitas kamba biopelet sekam padi. Densitas kamba
biopelet sekam padi dengan penggunaan arang sekam 0% berbeda nyata dengan biopelet yang
ditambahkan arang sekam 10% dan 20%, sedangkan persentase penggunaan arang sekam 10% dan
20% memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata satu sama lain.

800
700 676.77 728.43 741.56

600
Densitas Kamba (Kg/m3)
500

400

300

200

100

0% 10% 20%
Presentase Arang

Gambar 9. Densitas kamba biopelet sekam padi pada berbagai persentase arang

19
4.3.6. Nilai kalor

Nilai kalor merupakan parameter utama dalam menentukan kualitas bahan bakar padat dari
limbah biomassa (Grover et al. 2002). Semakin tinggi nilai kalor, maka kualitas bahan bakar semakin
baik. Nilai kalor berbanding lurus dengan kerapatan bahan baku (Sudrajat 1984), dan berbanding
terbalik dengan kadar abu (Nurhayati 1974). Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kalor yang
terdapat pada biopelet sekam padi berkisar antara 3590.82 - 4450.36 kkal/kg. Nilai kalori tertinggi
sebesar 4450.36 kkal/kg dimiliki oleh biopelet dengan penambahan arang sekam sebesar 20%,
sebaliknya nilai kalor terendah sebesar 3590.82 kkal/kg dimiliki oleh biopelet tanpa penambahan
arang sekam. Biopelet dengan penambahan arang sekam sebesar 10% mempunyai nilai kalor sebesar
4329.63 kkal/kg. Hasil analisis nilai kalor rata-rata biopelet sekam padi disajikan pada Gambar 10.
Nilai kalor berbanding lurus dengan nilai karbon terikat biopelet sekam padi. Hal tersebut dapat
dikarenakan semakin banyaknya bahan padat yang dapat terbakar, sehingga nilai kalor yang dihasilkan
juga semakin besar. Nilai kalor juga dipengaruhi oleh kadar air. Tingginya kadar air dapat menurunkan
nilai kalor pembakaran biopelet karena sebagian kalor digunakan untuk menguapkan air di awal
proses pembakaran. Penambahan arang sekam dapat meningkatkan nilai kalor biopelet sekam padi
karena arang sekam memiliki nilai kalor yang lebih tinggi dibandingkan sekam padi. Hasil analisis
ragam (Lampiran 8) menunjukkan bahwa persentase penggunaan arang sekam pada semua taraf
memberikan nilai kalor yang berbeda nyata (α = 0.05%) pada biopelet sekam padi.

5000
4450.36
4329.63

4000
3590.82

Nilai Kalor (kkal/kg)


3000

2000

1000

0
0% 10% 20%
Persentase Arang

Gambar 10. Nilai kalor biopelet sekam padi pada berbagai persentase arang

Ditinjau dari nilai kalor, kualitas biopelet sekam padi yang diperoleh pada penelitian ini telah
memenuhi standar kualitas bahan bakar biomassa yang digunakan pada beberapa negara maju, seperti:
Austria, Swedia, Jerman, dan Italia. Perbandingan nilai kalor biopelet hasil penelitian dengan standar
nilai kalor biopelet pada beberapa negara maju disajikan pada Tabel 7.

20
Tabel 7. Perbandingan nilai kalor biopelet di beberapa negara
Standar nilai kalor (kkal/kg) e)
Hasil penelitian Austria Jerman Swedia Italia
(ONORM M 7135) (DIN 51371) (SS 18 71 70) (CTI- R 04/5)

3590.82 – 4450.36 ≥ 4299.3 ≥ 4036.6 4179.9 – 4657.6 ≥ 4036.6

e)Hahn (2004)

4.3.7. Keteguhan tekan

Uji keteguhan tekan merupakan parameter untuk menentukan daya tahan biopelet pada saat
proses transportasi. Semakin tinggi nilai keteguhan tekan biopelet, maka semakin kuat pula daya tahan
biopelet pada saat kegiatan transportasi. Analisis ragam menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata
pada semua taraf. Hal tersebut diduga karena proses pembuatan biopelet menggunakan mesin dapat
menghasilkan produk seragam dengan kualitas yang relatif sama dari segi keteguhan tekan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa biopelet sekam padi memiliki nilai keteguhan tekan
berkisar antara 7.59 – 10.54 kg/cm 2. Pada Gambar 11 dapat diketahui bahwa nilai keteguhan tekan
biopelet tertinggi sebesar 10.54 kg/cm 2 dimiliki oleh biopelet dengan penambahan arang sekam
sebanyak 10%, sedangkan nilai keteguhan tekan terkecil sebesar 7.59 kg/cm 2 dimiliki oleh biopelet
tanpa penambahan arang sekam. Adapun biopelet dengan penambahan arang sekam sebanyak 20%
memiliki nilai keteguhan tekan sebesar 8.99%.

16

14

Keteguhan Tekan (kg/cm2) 12


10.54
10 8.99

8 7.59

0
0% 10% 20%
Persentase Arang

Gambar 11. Keteguhan tekan biopelet sekam padi pada berbagai persentase arang

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa peningkatan jumlah persentase arang
sekam padi yang digunakan berbanding terbalik dengan tingkat keteguhan tekan biopelet. Hal tersebut
menunjukkan bahwa ada formulasi optimum yang dapat membuat tingkat keteguhan tekan maksimal.
Nilai keteguhan tekan biopelet dipengaruhi oleh ukuran partikel serbuk bahan yang digunakan pada
proses pengempaan. Semakin kecil dan seragam ukuran serbuk bahan yang

21
digunakan, maka nilai keteguhan tekan akan semakin tinggi. Dibutuhkan pula serbuk bahan yang
berukuran lebih kecil dalam jumlah perbandingan tertentu sehingga dapat meningkatkan kerapatan
biopelet dengan cara mengisi rongga udara yang terdapat diantara partikel yang berukuran seragam.
Semakin sedikit rongga udara pada biopelet, maka nilai keteguhan tekannya akan semakin tinggi.
Hasil uji ragam (Lampiran 9) menunjukkan bahwa penggunaan arang sekam tidak memberikan
pengaruh yang berbeda nyata (α = 0.05) terhadap nilai keteguhan tekan biopelet. Biopelet dengan
penambahan arang sekam 10% mempunyai nilai keteguhan tekan terbaik.

4.4. UJI KERAGAAN BIOPELET SEKAM PADI

Uji keragaan biopelet bertujuan untuk melihat performa biopelet sekam padi ketika
diaplikasikan sebagai bahan bakar. Pada uji keragaan biopelet digunakan kompor biomassa tipe UB-
03-1 (Universitas Brawijaya) dengan kapasitas bahan bakar biopelet maksimal 3 kg. Uji keragaan
biopelet dilakukan dengan menggunakan metode water boiling test. Parameter utama yang diamati
pada uji tersebut adalah laju konsumsi dan efisiensi pembakaran biopelet.

4.4.1. Laju konsumsi biopelet

Laju konsumsi biopelet merupakan jumlah massa biopelet yang terbakar dalam satu satuan
waktu. Pada briket biomassa, laju pembakaran dipengaruhi oleh densitas kamba dimana semakin
tinggi kerapatan briket, maka proses pembakaran semakin sulit sehingga laju konsumsi briket
menurun dan begitu pula sebaliknya (Komarudin dan Irwanto 1989). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pada biopelet dengan penambahan arang sekam 20% memiliki laju konsumsi tercepat yaitu
1.85 kg/jam, sementara biopelet tersebut memiliki nilai densitas kambah tertinggi. Sebaliknya,
biopelet tanpa penambahan arang sekam yang memiliki nilai densitas kamba terendah, memiliki laju
konsumsi biopelet terlambat yaitu 1.76 kg/jam. Hasil penelitian laju pembakaran (konsumsi) biopelet
sekam padi tidak sepenuhnya sesuai dengan teori yang ada. Hal tersebut diduga karena adanya
pengaruh suplai oksigen pada saat proses pembakaran berlangsung. Pada penelitian ini, kompor
biomassa yang digunakan tidak dilengkapi kipas pengatur suplai oksigen di dalam ruang pembakaran,
sehingga keberadaan oksigen pada saat proses pembakaran cenderung fluktuatif. Hal tersebut
menyebabkan proses pembakaran tidak stabil dan mempengaruhi laju konsumsi biopelet. Hasil uji laju
konsumsi biopelet sekam padi disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Hasil uji laju konsumsi biopelet sekam padi


Persentase arang Waktu pendidihan Massa biopelet yang Laju konsumsi
(%) 1 L air (menit) terpakai (g) biopelet (kg/jam)

0 7.13 ± 1.31 206.18 ± 20.23 1.76 ± 0.17


10 6.39 ± 0.66 194.77 ± 15.73 1.84 ± 0.25
20 6.10 ± 1.40 180.13 ± 19.41 1.85 ± 0.46

Pada Tabel 8, diketahui bahwa waktu pendidihan 1 L air berbanding terbalik dengan persentase
arang sekam yang digunakan. Waktu pendidihan air tercepat selama 6.10 menit dimiliki oleh biopelet
dengan persentase penggunaan arang sekam 20%, sedangkan waktu pendidihan air terlama dimiliki
oleh biopelet dengan persentase penggunaan arang sekam 0%. Perbedaan waktu pendidihan air

22
diduga karena adanya perbedaan nilai kalor pembakaran pada setiap biopelet sekam padi dengan
penggunaan persentase arang sekam yang berbeda. Semakin tinggi nilai kalor biopelet maka waktu
pendidihan air akan semakin cepat. Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 10), persentase
penggunaan sekam padi 0%, 10%, dan 20% tidak berbeda nyata (α = 0.05) satu sama lainnya terhadap
waktu pendidihan air.
Laju konsumsi biopelet adalah massa biopelet yang terpakai untuk mendidihkan air selama
proses pendidihan air. Kemudahan menyala diduga sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi laju
konsumsi biopelet. Penggunaan persentase arang sekam yang semakin tinggi menyebabkan proses
penyalaan semakin sulit. Hal tersebut dikarenakan untuk mencapai titik api pada biopelet sekam padi
dengan persentase arang sekam yang semakin tinggi diperlukan kalor yang lebih tinggi sehingga
dibutuhkan waktu yang lebih lama jika dibandingkan dengan pembakaran biopelet yang terbuat dari
100% sekam padi.
Berdasarkan Tabel 8, peningkatan laju konsumsi biopelet berbanding lurus dengan peningkatan
persentase arang yang digunakan. Laju konsumsi biopelet berkisar antara 1.76 – 1.85 kg/jam. Sebagai
pembanding, hasil penelitian Liliana (2010) menunjukkan bahwa laju konsumsi biopelet bungkil jarak
pagar pada proses pembakaran dengan menggunakan kompor biopelet yang dilengkapi dengan kipas
pengatur suplai oksigen, berkisar antara 0.66 – 0.83 kg/jam. Laju konsumsi biopelet tertinggi dimiliki
oleh biopelet dengan penggunaan persentase arang sekam 20%, sedangkan laju kosumsi biopelet
terendah dimiliki oleh biopelet dengan penggunaan persentase arang sekam 0%. Hasil uji ragam
(Lampiran 11) menunjukkan bahwa penggunaan persentase arang sekam tidak berbeda nyata (α =
0.05) terhadap laju konsumsi biopelet sekam padi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembakaran biopelet pada berbagai perlakuan
menghasilkan nyala api berwarna merah pada awal proses pembakaran. Warna nyala api berubah
menjadi merah-kebiruan dan asap yang dihasilkan berkurang setelah nyala api stabil. Asap jelaga
berwarna hitam juga terbentuk di awal proses pembakaran.

4.4.2. Efisiensi pembakaran

Efisiensi pembakaran merupakan salah satu parameter dari uji keragaan biopelet sekam padi,
yaitu perbandingan antara energi yang dibutuhkan untuk mendidihkan 1 liter air terhadap energi
biopelet yang dilepaskan pada saat proses pembakaran. Kualitas pembakaran semakin baik seiring
dengan tingginya efisiensi pembakaran. Hasil uji efisiensi pembakaran biopelet dapat dilihat pada
Tabel 9. Berdasarkan hasil penelitian, penggunaan arang sekam pada biopelet cenderung menurunkan
efisiensi pembakaran. Efisiensi pembakaran rata-rata biopelet berkisar antara 8.34 – 9.40%, dimana
efisiensi tertinggi dimiliki oleh biopelet tanpa penambahan arang sekam, sedangkan efisiensi terendah
dimiliki oleh biopelet dengan penambahan arang 10%.
Efisiensi pembakaran biopelet sekam yang dihasilkan pada penelitian ini jauh lebih rendah
jika dibandingkan dengan efisiensi pembakaran biopelet bungkil jarak pagar pada hasil penelitian
Liliana (2010). Biopelet yang terbuat dari 100% bungkil jarak pagar dengan diameter 11 mm memiliki
efisiensi pembakaran sebesar 33.79%. Hal tersebut dikarenakan pada kompor biopelet bungkil jarak
pagar yang digunakan terdapat kipas yang dapat mengatur suplai oksigen di ruang pembakaran,
sehingga proses pembakaran lebih stabil dan sempurna, sedangkan pada penelitian digunakan kompor
biomassa yang tidak dilengkapi oleh kipas pengatur suplai oksigen. Efisiensi pembakaran yang
dimiliki oleh biopelet pada setiap perlakuan memiliki perbedaan yang tidak signifikan. Hasil uji ragam
(Lampiran 12), persentase penggunaan arang sekam pada semua taraf perlakuan tidak berpengaruh
nyata (α = 0.05) terhadap efisiensi pembakaran biopelet sekam padi.

23
Tabel 9. Hasil uji efisiensi pembakaran biopelet sekam padi
Persentase arang Energi untuk mendidihkan Kalori biopelet yang Efisiensi
(%) 1 L air (kkal) terbakar (kkal) (%)

0 69.04 ± 0.96 738.18 ± 63.69 9.40 ± 0.81


10 69.79 ± 1.30 840.78 ± 65.17 8.34 ± 0.71
20 69.29 ± 0.82 800.46 ± 92.61 8.74 ± 0.96

Berdasarkan beberapa parameter sifat fisiko kimia dan hasil uji keragaan biopelet yang terdiri
atas: kadar abu, nilai kalor, keteguhan tekan, dan efisiensi pembakaran, maka biopelet dengan
penambahan arang sekam 10% ditetapkan sebagai biopelet dengan formulasi terbaik. Dengan
kandungan nilai kalor sebesar 4329.63 kkal/kg, biopelet dengan penambahan arang sekam 10%
memiliki nilai kalor jauh lebih besar dibandingkan biopelet tanpa penambahan arang sekam (3590.82
kkal/kg) dan sedikit lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai kalor biopelet dengan penambahan
arang 20% (4450.36 kkal/kg). Namun demikian, biopelet dengan penambahan arang sekam 10%
memiliki kualitas yang lebih baik pada kadar abu dan keteguhan tekan, sedangkan efisiensi
pembakaran menunjukkan hasil yang relatif sama pada setiap perlakuan. Kadar abu merupakan faktor
yang sangat berpengaruh terhadap daya tahan kompor biomassa. Kadar abu yang tinggi dapat
mempercepat pembentukan karat pada kompor, sehingga umur pakai kompor menjadi lebih singkat.
Nilai keteguhan tekan berpengaruh pada proses penanganan (handling) biopelet, terutama pada proses
transportasi dan penggudangan. Biopelet dengan penambahan arang sekam 10% selanjutnya
digunakan sebagai basis untuk perhitungan kesetimbangan massa dan analisis energi pada proses
produksi biopelet untuk skala laboratorium.

4.5. KESETIMBANGAN MASSA DAN ENERGI PEMBUATAN BIOPELET

SEKAM PADI

Perhitungan kesetimbangan massa pada proses pembuatan biopelet bertujuan untuk mengetahui
rendemen proses produksi biopelet sekam padi untuk skala laboratorium. Kesetimbangan massa
dihitung pada setiap tahap proses produksi biopelet, yaitu: penggilingan, penyaringanan, karbonisasi,
pencampuran, peletisasi, dan pengeringan. Rendemen diperoleh bedasarkan data input, output, dan
losses yang diperoleh pada setiap proses.
Proses penggilingan dilakukan menggunakan disc mill dengan ukuran saringan sebesar 3 mm.
Pada tahap ini, dihasilkan rendemen sebesar 94.44%. Proses penggilingan menghasilkan serbuk sekam
padi dengan ukuran bervariasi, yaitu berkisar antara 16 – 100 mesh. Untuk memperoleh serbuk sekam
berukuran ≥ 50 mesh, selanjutnya dilakukan proses pemisahan secara manual dengan menggunakan
alat pengayak (saringan) berukuran 50 mesh. Proses pengayakan menghasilkan rendemen serbuk
sekam padi sebesar 23.52% dan by product berupa sekam padi berukuran <50 mesh sebesar 76.48%.
By product selanjutnya dikarbonisasi menjadi arang sekam menggunakan tabung kiln dan
menghasilkan rendemen sebesar 35.71%. Serbuk sekam berukuran ≥50 mesh dan arang sekam
dicampurkan, lalu ditambahkan minyak jelantah dan dicetak menjadi biopelet dengan menggunakan
pellet mill. Proses peletisasi tersebut menghasilkan rendemen sebesar 75.78%. Biopelet yang
dihasilkan dari proses peletisasi kemudian dikeringkan di dalam rumah kaca. Rendemen yang
dihasilkan pada proses pengeringan adalah sebesar 95.99%. Berdasarkan nilai rendemen yang

24
diperoleh pada setiap tahapan proses, maka dapat diketahui kesetimbangan massa proses keseluruhan
untuk pembuatan biopelet sekam padi untuk skala laboratorium seperti yang disajikan pada Gambar
12.

Sekam padi 10 kg

Penggilingan

Serbuk sekam 9.44 kg


<50 mesh

Penyaringan Serbuk sekam 7.22 kg


≥50 mesh Karbonisasi By product (Bio-oil, gas

metan), losses
2.22 kg Serbuk sekam 4.64 kg

Arang sekam Excess arang sekam

Pencampuran 1 0.22 kg 2.36 kg

Campuran serbuk sekam 2.44 kg

dan arang sekam


Minyak jelantah Pencampuran 2

0.12 kg

Peletisasi Losses
0.64 kg
Biopelet 1.92 kg
Uap air Pengeringan

0.05 kg

Biopelet 1.87 kg

Gambar 12. Kesetimbangan massa keseluruhan proses produksi biopelet sekam padi
pada skala laboratorium

Proses produksi biopelet menghasilkan rendemen sebesar 18.76%. Pada proses penggilingan,
terdapat losses sebesar 0.56 kg yang disebabkan karena adanya sekam padi yang terbuang pada saat
diumpankan ke dalam disc mill pada proses penggilingan. Selain itu, terdapat pula sekam padi yang
menempel pada bagian silinder penyaring disc mill sehingga dapat mengurangi massa sekam padi yang

25
diperoleh setelah proses penggilingan dan dihitung sebagai losses. Output proses penggilingan sekam
padi sebanyak 9.44 kg selanjutnya diayak dan menghasilkan output berupa sekam padi berukuran ≥50
mesh sebanyak 2.22 kg. By product sekam padi berukuran < 50 mesh selanjutnya diumpankan pada
proses karbonisasi yang menghasilkan output berupa arang sekam sebanyak 2.58 kg. Serbuk sekam
padi berukuran ≥ 50 mesh yang diperoleh pada proses pengayakan selanjutnya ditambahkan arang
sekam sebanyak 10% (b/b) dan dilakukan proses pencampuran. Selanjutnya campuran sekam dan
arang sekam ditambahkan minyak jelantah sebanyak 4.77% (b/b), lalu diumpankan pada proses
peletisasi. Dengan demikian, input campuran bahan baku pada proses peletisasi adalah sebanyak 2.56
kg (2.22 kg sekam, 0.22 kg arang sekam, dan 0.12 kg minyak jelantah). Proses peletisasi menghasilkan
output berupa biopelet sekam padi sebanyak 1.92 kg. Pada proses peletisasi, terdapat losses sebesar
0.64 kg yang terjadi karena banyaknya biopelet yang tertinggal di dalam dies dan proses densifikasi
yang tidak sempurna sehingga menghasilkan biopelet yang mudah terurai. Biopelet kemudian
dikeringkan di dalam rumah kaca selama ±4 jam. Proses pengeringan menyebabkan biopelet
kehilangan bobot sebesar 0.05 kg yang diduga sebagai uap air yang terlepas ke udara. Output yang
dihasilkan pada akhir proses produksi biopelet terdiri atas 1.87 kg biopelet, 2.36 kg excess arang
sekam, dan 4.64 kg by product (bio-oil dan gas metan). Excess arang sekam tersebut tidak dihitung
sebagai losses karena dapat digunakan pada proses produksi untuk batch selanjutnya.
Analisis energi bertujuan untuk mengetahui besarnya energi input yang dibutuhkan dan energi
output yang dihasilkan pada proses pembuatan biopelet sekam padi dalam setiap satu satuan massa.
Kebutuhan energi dihitung berdasarkan besarnya daya dan lama waktu pemakaian alat pada setiap
tahapan proses pembuatan biopelet, yaitu proses penggilingan, karbonisasi, dan peletisasi. Perhitungan
energi dilakukan dengan menggunakan basis bahan baku input sebesar 10 kg sekam padi dan output
berupa 1.87 kg biopelet, 2.36 kg excess arang sekam, dan 4.64 kg by product. Proses penggilingan
dilakukan menggunakan disc mill yang digerakkan oleh energi mekanik dari motor listrik dengan daya
1 HP. Untuk melakukan penggilingan sekam padi sebanyak 10 kg, dibutuhkan waktu selama 5.25
menit atau 315 detik. Berdasarkan hasil perhitungan pada Lampiran 13, energi yang dibutuhkan untuk
proses penggilingan adalah sebesar 563.75 kkal. Proses karbonisasi dilakukan dengan menggunakan
alat karbonisasi tipe kiln dengan tinggi tabung 30 cm dan diameter 19 cm. Alat karbonisasi bekerja
dengan menggunakan daya listrik sebesar 5593 watt selama ±5 jam. Pada proses peletisasi, digunakan
pellet mill dengan kapasitas produksi sebesar 300 kg/jam. Untuk menggerakkan pellet mill, diperlukan
energi mekanik yang berasal dari motor listrik dengan daya 1 HP. Proses peletisasi 2.56 kg bahan baku
menjadi 1.94 kg biopelet (berdasarkan Gambar 12) membutuhkan waktu selama 0.96 menit atau 57.6
detik. Dengan cara perhitungan energi yang sama dengan proses penggilingan, energi yang dibutuhkan
pada proses karbonisasi dan peletisasi secara berturut-turut adalah 24161.76 kkal dan 103.09 kkal.

Energi input total yang diperlukan pada proses pembuatan biopelet dengan basis input 10 kg
sekam padi adalah 24828.59 kkal. Energi output yang dihasilkan berasal dari biopelet, arang sekam,
dan by product. Berdasarkan perhitungan pada Lampiran 14, energi output total yang diperoleh dari
biopelet dan excess karbon adalah sebesar 19024.39 kkal. Losses energi output sebesar 5804.20 kkal
diperkirakan terjadi pada by product yang dihasilkan dan tidak diperhitungkan sebagai energi output.
Proses transformasi sekam padi menjadi biopelet mampu meningkatkan nilai kalor pembakaran
biomassa sekam padi dari 3450.00 kkal/kg menjadi 4329.62 kkal/kg (terjadi peningkatan sebesar
879.62 kkal/kg). Biopelet dengan penambahan 10% arang sekam mampu meningkatkan nilai kalor
sekam padi sebesar 25.49%. Perhitungan energi untuk proses produksi biopelet tanpa penambahan
arang sekam dilakukan sebagai pembanding. Total energi yang diperlukan untuk membuat biopelet
tanpa penambahan arang sekam berdasarkan perhitungan pada Lampiran 14 adalah 356.59 kkal/kg.

26
Energi input sebesar 356.59 kkal mampu meningkatkan nilai kalor sekam padi dari 3450.00 kal/kg
menjadi 3590.82 kkal/kg (terjadi peningkatan sebesar 140.82 kkal/kg). Biopelet tanpa penambahan
arang sekam mampu meningkatkan nilai kalor sekam padi sebesar 4.08%.

4.6. DESAIN PROSES PRODUKSI BIOPELET SEKAM PADI


Desain proses merupakan rancangan suatu proses yang bertujuan untuk mentransformasi bahan
baku menjadi produk, baik secara fisik maupun kimia. Desain proses terdiri atas desain rancang
bangun konseptual dan desain rancang bangun detail. Desain rancang bangun konseptual merupakan
suatu proses sistematis, objektif, dan investigatif dimana kebutuhan dasar teknis, karakteristik operasi,
dan batasan-batasan yang ada dari rencana suatu pabrik dievaluasi dan didefinisikan (Tim Penulis
BRDST 2008).

4.6.1. Diagram alir proses


Pada desain proses produksi biopelet sekam padi, digunakan asumsi – asumsi sebagai berikut:
 Kapasitas produksi biopelet 100 kg/jam
 Bahan baku sekam padi
 Perbandingan sekam padi dan arang sekam pada formulasi bahan baku adalah 9:1, dengan
penambahan minyak jelantah 5% (b/b)
Berdasarkan batasan-batasan di atas, maka diagram alir proses (process flow diagram) dapat
disusun dengan tahapan proses sebagai berikut:
1. Proses persiapan awal (pretreatment) dengan melakukan penjemuran sekam padi di bawah panas
matahari di dalam rumah kaca. Proses ini bertujuan untuk mengurangi kadar air pada sekam padi
menjadi ≤ 10% sehingga dapat memudahkan proses penggilingan.
2. Sekam padi selanjutnya digiling dengan menggunakan disc mill. Proses penggilingan akan
menghasilkan serbuk sekam padi dengan ukuran yang beragam, yaitu dengan ukuran partikel yang
berkisar antara 16 – 100 mesh. Tujuan proses penggilingan ini adalah untuk mempermudah proses
peletisasi dan meningkatkan kerapatan biopelet.
3. Serbuk sekam padi selanjutnya disaring menggunakan vibrating screener dengan ukuran saringan
50 mesh. Proses penyaringan bertujuan untuk memisahkan serbuk sekam berukuran <50 mesh
yang selanjutnya diumpankan pada proses pirolisis.
4. Untuk menghasilkan arang sekam, serbuk sekam padi selanjutnya digunakan untuk proses
pirolisis. Menurut Yaman (2004), pirolisis dapat didefinisikan sebagai proses penguraian
biomassa secara langsung menggunakan panas tanpa bantuan oksigen. Suhu yang digunakan pada
proses pirolisis berkisar antara 400-800 oC. Proses pirolisis menghasilkan produk berupa gas,
cairan, dan arang padat. Jumlah proporsi produk yang dihasilkan bergantung pada metode pirolisis
dan karakteristik biomassa yang dijadikan sebagai bahan baku (United Nation 1994). Pada pirolisis
sekam padi, akan dihasilkan produk berupa arang sekam (karbon), bio-oil dan gas. Hasil penelitian
Natarajan dan Sundaraman (2009) menunujukkan proses pirolisis sekam padi pada fix
bed reactor dapat menghasilkan produk berupa 27.19 – 30.11% bio-oil, 32.83 – 38.42% gas, dan
32.53 – 39.98% material padat (arang). Proses pirolisis dilakukan pada suhu antara 400 – 600 oC
dengan laju panas 60 oC/ menit, panjang reaktor 300 – 500 mm, dan ukuran partikel sekam padi
0.60 – 1.18 mm.
5. Serbuk sekam padi dan arang sekam kemudian dicampurkan dengan perbandingan 9 : 1 (b/b) dan
ditambahkan minyak jelantah sebanyak 5% (b/b). Proses ini akan menghasilkan campuran antara
partikel sekam dan arang sekam yang telah terdistribusi secara merata. Tipe mixer yang cocok
digunakan untuk proses pencampuran bahan berbentuk serbuk adalah ribbon mixer.

27
6. Formulasi bahan baku (campuran sekam dan arang sekam) selanjutnya diumpankan ke dalam
mesin pellet (pellet mill) untuk didensifikasi menjadi biopelet. Diasumsikan bahwa pellet mill
mampu melakukan proses densifikasi pada semua ukuran partikel sekam padi setelah proses
penggilingan. Terdapat dua jenis pellet mill yang dapat digunakan untuk melakukan densifikasi
biomassa menjadi biopelet, yaitu flat die pellet mill dan ring die pellet mill. Pada desain proses ini,
akan digunakan flat die pellet mill. Hal tersebut dikarenakan pada flat die pellet mill terdapat
beberapa kelebihan sebagai berikut (Anonim 2011):
- Proses perawatan (maintanance) lebih mudah dibandingkan ring die pellet mill.
- Proses penggantian die dan roller lebih cepat sehingga proses produksi lebih efisien.
- Berukuran lebih kecil dan lebih ringan sehingga memungkinkan untuk produksi dengan skala
kecil.
- Bahan baku di dalam pellet mill dapat dilihat ketika proses peletisasi berlangsung, sehingga
lebih memudahkan proses perbaikan jika terdapat suatu masalah pada saat proses peletisasi
berlangsung.
7. Biopelet yang dihasilkan selanjutnya dimasukkan ke dalam rotary screener untuk dipisahkan dari
bahan baku yang tidak terdensifikasi menjadi biopelet. Bahan baku yang tidak terdensifikasi
menjadi biopelet selanjutnya diumpankan kembali ke dalam mixer.
8. Biopelet selanjutnya masuk ke dalam wadah penampung yang dilengkapi blower dan diturunkan
suhunya hingga mencapai suhu ruang.
Diagram alir proses produksi biopelet sekam padi disajikan pada Gambar 13. Berdasarkan
perhitungan kesetimbangan massa total produksi biopelet sekam padi dengan penambahan arang
sekam 10% pada Lampiran 15, untuk menghasilkan biopelet dengan kapasitas produksi 100 kg/jam,
dibutuhkan input sekam padi sebesar 120 kg/jam. Produk lain yang dihasilkan pada proses produksi
biopelet adalah berupa 10.5 kg gas dan 9 kg bio-oil.

28
Sekam padi : 120 kg/jam Minyak Jelantah
5 kg/jam
Formulasi bahan: 105 kg/jam
Input Serbuk sekam padi Ribbon mixer
(50-100 mesh):
Disc mill 90 kg/jam
Pellet mill
2.2 kW 1 kW Vibrating Screener

Serbuk sekam padi


Losses: 1 kg/jam
7.5 kW
(< 50 mesh): 2.5 kW
30 kg/jam
Arang sekam:
Biopelet : 104 kg/jam

10 kg/jam
Losses : 1 kg/jam
Kondensor 1
Rotary screener
Kondensor 2

Output

Bio-oil: 3 kg/jam Bio-oil: 6 kg/jam Biopelet : 103 kg/jam

2.0 kW

Losses: 1 kg/jam
Bak penampung 1 Bak penampung 2
Pyrolizer

Gas: 10.5 kg/jam


Bak penampung 3

Gambar 13. Diagram alir desain proses produksi biopelet sekam padi

29
4.6.2. Utilitas dan Sistem Kontrol

Untuk mendukung peralatan dan proses utama, utilitas merupakan komponen yang sangat
menentukan pada proses pengoperasian peralatan utama. Tanpa utilitas ini maka pabrik tidak akan
dapat dioperasikan (Tim BRDST 2010). Utilitas dapat berupa listrik, air, berserta peralatan pendukung
lainnya. Sumber listrik dapat berasal dari jaringan PLN, generator, atau kombinasi antara keduanya
dengan generator sebagai cadangan. Listrik digunakan untuk kebutuhan elektrifikasi dalam
pengoperasian motor pengaduk, pompa, serta kebutuhan lainnya. Berdasarkan diagram proses
produksi biopelet sekam padi (Gambar 13), maka untuk kebutuhan elektrifikasi peralatan utama
dibutuhkan input energi listrik sebesar 15.20 kW. Air dapat berasal dari ledeng, air tanah, sungai, atau
sumber lainnya yang dipandang paling ekonomis. Pemenuhan kebutuhan air untuk kondensor pada
proses pirolisis dapat diperoleh dari air ledeng.
Berdasarkan desain proses produksi biopelet pada Gambar 13, dibutuhkan beberapa jenis
peralatan mekanikal, elektrikal, dan proses. Agar produksi dapat berjalan dengan baik, semua
peralatan pada setiap kategori harus dioperasikan sesuai dengan fungsinya masing-masing.
Pengoperasian dari peralatan tersebut harus terkoordinasi dan diatur sedemikian sehingga kondisi
operasi yang diinginkan dapat tercapai. Sistem kontrol menyediakan peralatan yang dibutuhkan oleh
operator untuk dapat mengatur dan mengoperasikan pabrik secara aman dan efisien.
Sistem kontrol dapat dibagi menjadi dua kategori umum, yaitu kontrol hidup-mati (on-off
control) dan kontrol modulasi (modulating control). On-off control menghasilkan keadaan-keadaan
yang bersifat diskret, seperti menghidupkan atau mematikan lampu, motor, atau pompa. Sementara
modulating control bersifat kontinu. Pabrik modern dengan skala besar biasanya sudah menggunakan
sistem kontrol otomatis untuk efisiensi proses dan minimalisasi kesalahan operator (human error).
Namun, untuk pabrik skala kecil, saat ini sistem kontrol manual sudah memadai. Selain itu, sistem
kontrol otomatis juga akan meningkatkan biaya awal pembangunan plant secara signifikan.
Berdasarkan kebutuhan pengaturan yang diperlukan, maka untuk desain proses produksi biopelet
sekam padi seperti disajikan pada Gambar 13 cukup menggunakan sistem on-off control yang
dioperasikan langsung oleh operator dari sebuah panel kontrol.

4.6.3. Spesifikasi peralatan

Untuk keperluan perancangan pabrik, peralatan yang digunakan harus memenuhi spesifikasi
sebagai berikut.
- Rumah kaca. Diperlukan dua unit rumah kaca untuk pengeringan sekam padi dan biopelet dengan
kapasitas 2 ton/hari.
- Disc mill. Spesifikasi disc mill ditentukan berdasarkan ukuran partikel sekam padi yang
dibutuhkan untuk proses pirolisis dan peletisasi. Oleh sebab itu, untuk menghasilkan sekam padi
dengan ukuran partikel 0.60 – 1.18 mm, maka digunakan disc mill dengan ukuran saringan 2 mm.
Untuk menggerakkan disc mill, digunakan motor listrik dengan daya 2.2 kW. Untuk mencapai
target produksi biopelet 100 kg/jam, maka digunakan disc mill dengan kapasitas minimal 150
kg/jam.
- Vibrating screener. Vibrating screener dengan kapasitas 150-200 kg/jam digunakan untuk
memisahkan serbuk sekam padi berukuran <50 mesh yang selanjutnya diumpankan pada proses
pirolisis. Untuk mengoperasikan vibrating screener, digunakan motor listrik dengan daya 1 kW.
- Alat pirolisis. Untuk kapasitas produksi biopelet 100 kg/jam, maka dibutuhkan alat pirolisis yang
mampu menghasilkan arang sekam sebanyak 10 kg/jam. Reaktor dibuat berdasarkan kebutuhan
massa arang sekam yang dibutuhkan untuk formulasi bahan baku pembuatan biopelet. Proses

30
pirolisis pada fixed bed reactor didesain untuk dapat menghasilkan produk berupa 35% arang
sekam, 35% gas, dan 30% bio-oil. Untuk menghasilkan arang sekam sebanyak 10 kg/jam, maka
diperlukan umpan berupa serbuk sekam padi sebanyak 30 kg/jam. Jika serbuk sekam padi
memiliki densitas kamba 90 kg/m3, maka dibutuhkan alat pirolisis dengan volume reaktor sebesar
3 m3. Selain menghasilkan ±10 kg arang sekam, pirolisis juga akan menghasilkan ±10.50 kg gas
±9 kg bio-oil, dan 0.50 kg losses. Gas yang dihasilkan pada proses pirolisis dapat digunakan untuk
mensuplai panas pada ruang pembakaran pirolisis. Untuk menjalankan sirkulasi air pada
kondensor, akan digunakan pompa dengan daya 125 watt.
- Ribbon mixer. Ribbon mixer digunakan untuk mencampurkan serbuk sekam padi dan arang sekam
agar dapat terdistribusi secara merata sebelum didensifikasi menjadi biopelet. Untuk kapasitas
produksi biopelet 100 kg/jam, maka ribbon mixer didesain dengan kapasitas 100 -120 kg/jam.
Ribbon mixer harus dilengkapi dengan katup pengumpan yang dapat diatur secara manual untuk
memasukkan bahan baku ke dalam pellet mill. Untuk menggerakkan ribbon mixer, digunakan
motor listrik dengan daya 2.5 kW.
- Pellet mill. Flat die pellet mill digunakan untuk proses densifikasi sekam padi menjadi biopelet
dengan kapasitas 100-120 kg/jam. Untuk menggerakkan pellet mill, digunakan motor listrik
dengan daya 7.5 kW.
- Rotary screener. Rotary screener dikelilingi lobang dengan diameter 5 mm dimana terdapat ulir
pada dinding bagian dalam silinder yang berfungsi menggerakkan biopelet keluar screener. Pada
bagian bawah screener terdapat dua buah wadah yang masing-masing berfungsi untuk
menampung biopelet dan material yang tidak terdensifikasi. Energi mekanik untuk memutar rotary
screener diperoleh dari motor listrik dengan daya sebesar 2 kW.
- Blower. Blower digunakan untuk menurunkan suhu biopelet yang keluar dari rotary screener dan
dipasang pada wadah penampung biopelet. Untuk penyimpanan sementara, digunakan 2 buah
wadah penampung biopelet yang dilengkapi 4 buah blower dengan kapasitas masing-masing
sebesar 1 ton.

31
V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1. SIMPULAN

Kombinasi penggunaan sekam padi dan arang sekam dapat memperbaiki kualitas biopelet
sekam padi dengan meningkatkan nilai densitas kamba, kadar karbon terikat, dan nilai kalor
pembakaran, serta menurunkan kadar air dan kadar zat terbang. Arang sekam dapat meningkatkan
kadar abu dan menurunkan efisiensi pembakaran. Biopelet sekam padi memiliki nilai rata-rata kadar
air 3.10-4.82%, kadar abu 15.14–20.00%, kadar zat terbang 68.14-79.94%, kadar karbon terikat 4.92-
11.85%, densitas kamba 676.77–741.56 kg/m3, nilai kalor 3590.82–4450.36 kkal/kg, dan keteguhan
tekan 7.59–10.54 kg/cm2. Biopelet sekam padi dengan penambahan arang sekam 10% merupakan
biopelet yang memiliki kualitas terbaik. Proses pembuatan biopelet sekam padi dengan penambahan
arang 10% memiliki rendemen sebesar 18.67% dan mampu meningkatkan nilai kalor sekam padi
sebesar 25.39%.

5.2. SARAN

Rendahnya nilai efisiensi pembakaran yang dihasilkan merupakan kelemahan biopelet sekam
padi pada penelitian ini. Oleh sebab itu, diperlukan penelitian lebih lanjut pada desain dan spesifikasi
kompor biomassa khusus untuk penggunaan biopelet sehingga dapat meningkatkan nilai efisiensi
pembakaran.

32
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah K, Irwanto AK, Siregar N, Agustina SE, Tambunan AH, Yamin M, Hartulistiyoso E,
Purwanto YA, Wulandani D, Nelwan LO. 1998. Energi dan Elektrifikasi Pertanian. Bogor:
Proyek Peningkatan Perguruan Tinggi. Institut Pertanian Bogor.

Abelloncleanenergy. 2009. Cofiring with biopellets: An efficient way to reduce greenhouse


greenhouse gas emissions.

[AEAT]. 2003. AET, Wood Pellet Manufacture in Scotland-A report produced for Scottish Enterprise
Forest Industries Cluster, Issue 1.

Anonim. 2011. Flat Die Pellet Mill (Light Industrial). http://www.pelletmill.net/pellet-mill.html.


[19 September 2011].

Bailis R, Ogle D, MacCarty N, Still D. 2007. The Water Boiling Test. California: Shell Foundation.

[BPPP] Balai Penelitian Pascapanen Pertanian. 2010. Peluang Agribisnis Arang Sekam.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Produksi Padi, jagung, dan Kedelai. No.68/11/th.XIII.

Bhattacharya SC. 1998. Appropriate biomass energy technologies: issues and problems. Renewable
Energy Sources for Rural Areas in Asia and The Pacific. Japan: Tatsumi Printing Co.,
Ltd: 26-53.

Compete. 2009. Competence platform on energy crop and agroforestry system for arid and semi-arid
ecosystems – Africa. Germany.

CTI-R 04/5. 2004. Biocombustibili Solidi-Caratterizzazione del Pellet a Fini Energiciti.


Italy: Comatito Termotecnica Italiano.

Demirbas A. 1999. Properties of charcoal derived from hazelnut shell and the production of briquettes
using pyrolitic oil. Energy 24: 141 – 150.

DIN 51371. 1996. Test of Solid Fuel : Compressed Wood and Compressed Bark in Natural State-
Pellets or Briquettes-Requirements and Test Specification. Germany: Germany
Standardization Institute.

Douard F. 2007. Chalange in the Expanding French Pellet Market. ITEBE Pellet 2007 Conference.
Wells, Austria.

El Bassam N, Maegaard P. 2004. Integrated renewable energy on rural communities. Planning


guidelines, technologies and applications. Elsevier. Amsterdam.

Fantozzi S, and Buratti C. 2009. Life cycle assessment of biomass chains: Wood pellet from short
rotation coppice using data measured on a real plant. Biomass Energy 34 (2010): 1796-
1804.

Franke M, Rey A. 2006. Pelleting Quality. World Grain 2006 May: 78-79. Di dalam Kaliyan N,
Morey R V. 2008. Factors Affecting Strength and Durability of Densified Biomass Product.
Biomass and Bioenergy. in Press.

Grover VI, Grover VK, Hogland W. 2002. Recovering Energy from Waste : Various Aspects (Eds).
Enfield: Science Publishers Inc.

33
Hahn B. 2004. Existing Guidelines and Quality Assurance for Fuel Pellets. Austria: Umbera.

Hartoyo. 1983. Pembuatan Arang dan Briket Arang secara Sederhana dari serbuk Gergaji dan Limbah
Industri Perkayuan. Seminar Pemanfaatan Limbah Pertanian atau Kehutanan sebagai
Sumber Energi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Bogor.

Haryadi P. 2003. Selamat Datang Industri Berbasis Padi : Harapan untuk Perum Bulog. Majalah
Pangan, No.41/ XII/ Juli.

Hendra D, Pari G. 2000. Penyempurnaan Teknologi Pengolahan Arang. Laporan Hasil Penelitian
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Balai Penelitian dan Pengembangan
Kehutan, Bogor.

Komarudin A, Irwanto AK. 1989. Energi dan Listrik Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Kong, GT. 2010. Peran Biomassa Bagi Energi Terbarukan. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Larasati D. 2009. Uji Performansi Pengeringan Rumah Kaca (ERK) – Hybrid Tipe Rak Berputar
secara Vertikal untuk pengeringan Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) [Skripsi]. Bogor:
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Lehtikangas P. 2001. Quality properties of pelletised sawdust, logging residues and bark. Biomass and
Bioenergy 20(5): 351-360.

Lehtikangas P. 2009. Quality properties of fuel pellets from forest biomass. Licentiate thesis,
Department of Forest Management and Products, Report no. 4, Uppsala.

Liliana W. 2010. Peningkatan kualitas biopelet bungkil jarak pagar sebagai bahan bakar melalui teknik
karbonisasi [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Mani S, Tabil LG, Sokhansanj S. 2004. Economics of producing fuel pellets from biomass. Applied
Engineering in Agriculture 22(3): 421 - 426.

Mani S, Tabil LG, Sokhansanj S. 2006. Effects of Compressive Force, Particle Size and Moisture
Content on Mechanical Properties of Biomass Pellets from Grasses. Biomass and
Bioenergy (30): 648 - 654.

Masturin A. 2002. Sifat fisik dan kimia briket arang dari campuran kayu, bambu, sabut kelapa, dan
tempurung kelapa sebagai sumber energi alternatif. Buletin Penelitian Hasil Hutan 25 : 242
- 255.

Natarajan E, Ganapathy SE. 2009. Pyrolisis of rice husk in a fixed bed reactor. World Academic of
Science, Engineering and Technology 56.

Nugrahaeni JI. 2008. Pemanfaatan limbah tembakau (Nicotiana tabacum l.) untuk bahan pembuat
briket sebagai bahan bakar alternatif [skripsi]. Bogor: Departemen Teknologi Industri
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Nurhayati T. 1974. Catatan singkat tentang kualitas arang kayu sehubungan dengan kegunaannya.
Kehutanan Indonesia 1.

ONORM M 7135. 2004. Compressed wood in natural state or bark in natural state-pellets and
briquettes-requirements and test specifications. Austria: UMBERA.

[PFI] Pellet Fuel Institute. 2007. Pellets: Industry Specifics.


http://www.peletheat.org/3/industry/industryspecipics.html.

34
Prihandana R, Hendroko R. 2007. Energi Hijau. Jakarta: Penebar Swadaya.

Priyosulistyo HRC, Sudarmoko, Supriyadi B, Suhendro B, Sumardi P. 1999. Pemanfaatan Limbah


Abu Sekam Padi Untuk Peningkatan Mutu Beton. Laporan Penelitian Hibah Bersaing VI/2.
Yogyakarta: Lembaga Penelitian UGM.

Ramsay WS. 1982. Energy from Forest Biomass (Ed). New York: Academic Press, Inc.

Saptoadi H. 2006. The Best Biobriquette Dimension and its Particle Size. The 2 nd Joint International
Conference on “Sustainable Energy and Environment (SEE 2006)” 21-23 November 2006.
Bangkok, Thailand.

Speigth JG. 2005. Handbook of Coal Analysis. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.

Sriyanti, Taslimah, Nuryono, Narsito. 2005. Sintesis Bahan Hibrida Amino-Silika dari Abu Sekam
Padi Melalui Proses Sol-Gel. Vol. VIII. No.1 April 2005.

SS 18 71 20. 2004. Quality parameter for fuel pellets. Swedia: National Standardization Institute.

Sudrajat R. 1984. Pengaruh kerapatan kayu, tekanan pengempaan, dan jenis perekat terhadap sifat
briket kayu. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 1 (1): 11-15.

Suyitno. 2009. Pengolahan sekam padi menjadi bahan bakar alternatif melalui proses pirolisis lambat.
Jurnal Litbang Provinsi Jawa Tengah- Vol.7 No.2, Desember 2009.

Tim Penulis BDRST. 2008. Membangun Pabrik Biodiesel Skala Kecil. Depok: Penebar Swadaya.

Triono A. 2006. Karakteristik briket arang dari campuran serbuk gergajian kayu afrika (Maesopsis
emini engl.) dan sengon (Paraserianthes falcatira l. nielsen) dengan penambahan tepung
kelapa (Cocosnucifera l.) [skripsi]. Bogor. Departemen Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan.
Institut Pertanian Bogor.

United Nations. 1994. United Nations, food and agriculture organization of the United Nations.
http://www.fao.org/docrep/T4470E/t4470e00.htm#Contents. [21 September 2011].

Widowati S. 2001. Pemanfaatan hasil samping penggilingan padi dalam menunjang sistem
agroindustri di pedesaan. Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan Bogor. Buletin
AgroBio 4(1) : 33-38.

Yaman S. 2004. Pyrolysis of biomass to produce fuels and chemical feedstocks. Chemical and
Metallurgical Engineering Faculty, Chemical Engineering Department, Istanbul Technical
University, Istanbul.

Zamirza F. 2009. Pembuatan biopelet dari bungkil jarak pagar (Jathropa curcas l.) dengan
penambahan sludge dan perekat tapioka [Skripsi]. Bogor: Departemen Teknologi Industri
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

35
LAMPIRAN

Lampiran 1. Prosedur uji sifat fisiko kimia

A. Kadar air (SNI 06-4369-1996)

Prinsip penetapan kadar air penetapan adalah menguapkan bagian air bebas yang terdapat di
dalam bahan sampai terjadi keseimbangan antara kadar air bahan dengan udara udara sekitar dengan
menggunakan energi panas.
Sebanyak satu gram sampel dimasukkan ke dalam cawan porselin yang bobotnya sudah
diketahui. Kemudian dikeringkan dalam oven suhu 105-110 oC selama 2 jam. Kemudian didinginkan
dalam eksikator selama 1 jam dan ditimbang. Kadar air dihitung menggunakan persamaan:

Dimana: Ka = Kadar Air (%)


X1 = bobot awal (g)
X2 = bobot akhir (g)

B. Kadar minyak

Pengukuran kadar minyak dilakukan dengan menggunakan metode soxhlet. Sekitar 5 gram
sampel (=w gram) dibungkus dengan kertas saring. Sampel dimasukkan dalam labu soxhlet, lalu
dituangkan heksan secukupnya pada labu minyak bersih yang telah dioven dan ditimbang bobotnya
(=y gram). Alat dirangkai kemudian refluks selama 5-6 jam. Labu minyak yang berisi minyak hasil
ekstraksi dan sisa pelarut heksan diangkat lalu dipanaskan dalam oven suhu 105 oC sampai semua
pelarut menguap. Didinginkan dalam desikator lalu ditimbang bobotnya (=x gram). Kadar minyak
dihitung dengan menggunakan rumus:

C. Kadar abu (SNI 06-4369-1996)

Prinsip penetuan kadar abu adalah menentukan jumlah abu yang tertinggal setelah
pembakaran menggunakan energi panas. Abu terdiri dari mineral-mineral yang tidak dapat hilang atau
menguap pada proses pengabuan.
Cawan porselen yang berisi sampel dari hasil penentuan kadar air digunakan untuk
mentapkan kadar abu. Cawan dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 600-900 oC selama 5-6 jam.
Kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar abu dihitung dengan persamaan:

Dimana: Ya = bobot abu (g)


Yc = bobot sampel (g)

36
D. Kadar serat kasar (AOAC, 1990)

Sampel sebanyak 1 gram dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 300 ml kemudian


ditambahkan dengan 100 ml H2SO4 0,3 N dan dididihkan di bawah pendingin balik (otoklaf) selam 30
menit. Setelah pendidihan ditambahkan 50 ml NaOH 1,5 N dan disaring kembali selama 30 menit.
Cairan di dalam labu erlenmeyer disaring dengan kertas saring yang telah diketahui bobotnya.
Selanjutnya dicuci beruturut-turut dengan 50 ml air panas dan 25 ml aseton/ alkohol. Residu berserta
kertas saring dikeringkan dalam oven bersuhu 105 oC selama 1-2 jam atau sampai bobotnya konstan,
lalu di timbang.

Keterangan:
A = bobot residu dalam kertas saring yang telah dikeringkan (g)
B = bobot kertas saring kosong (g)
W = bobot sampel (g)

E. Kadar zat terbang (SNI 06-4369-1996)

Prinsip penetapan kadar zat terbang adalah menguapkan bahan tanpa oksigen pada suhu
0
950 C. Kehilangan berat dihitung sebagai bagian yang hilang.
Timbang dengan seksama 1-2 gram contoh ke dalam cawan porselen bertutup yang sudah
diketahui bobotnya. Panaskan pada suhu 9500C pada tanur selama 7 menit. Setelah penguapan selesai,
cawan didinginkan di dalam eksikator dan selanjutnya ditimbang. Kadar zat terbang dihitung
menggunakan persamaan:

Keterangan:
Z1 = bobot awal (g), Z2 = bobot akhir (g)

F. Kadar karbon terikat (SNI 06-4369-1996)

Prinsip penentuan kadar karbon terikat adalah menghitung fraksi karbon dalam bahan, tidak
termasuk zat menguap dan abu . Kadar karbon terikat dihitung menggunakan persamaan: Kadar
karbon terikat = 100 – (kadar abu + kadar zat terbang) %

G. Nilai kalor (SNI 06-4369-1996)

Prinsip yang digunakan adalah mengukur kalor pembakaran bahan bakar padat. Kalor
pembakaran ditentukan dengan dengan membakar sejumlah contoh uji dengan pengendalian kondisi
dalam Oxygen Bomb Calorimeter. Kalor pembakaran dihitung dari temperatur sebelum percobaan,
selama dan setelah pembakaran, dengan mempertimbangkan koreksi pindah panas dan koreksi
termokimia.
Contoh uji sebanyak ±1 gram ditempatkan pada cawan silica dan diikat dengan kawat nikel.
Contoh uji kemudian dimasukkan ke dalam tabung dan ditutup rapat. Tabung yang berisi contoh uji

37
dialiri oksigen selama 30 detik. Tabung dimasukkan ke dalam Oxygen Bomb Calorimeter.
Pembakaran dimulai pada saat suhu air sudah tetap. Pegukuran dilakukan sampai suhu mencapai suhu
optimum. Besarnya nilai kalor suatu bahan sesuai dengan persamaan sebagai berikut:

Dimana: NK = Nilai kalor bahan (kal/g)


Δt = perbedaan suhu rata-rata di dalam bejana
sebelum dan sesudah pembakaran (oC)
mbb = massa bahan bakar (g)
B = koreksi panas pada kawat besi (kal/g)

38
Lampiran 2. Prosedur uji kualitas biopelet

A. Keteguhan tekan

Prinsip yang digunakan dalam mengukur keteguhan tekan adalah menentukan kekuatan
briket yang dihasilkan dalam menahan beban yang diterima hingga briket pecah. Keteguhan tekan
briket dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut:

Dimana: P = keteguhan tekan briket (kg/cm2)


Mb = beban yang diterima briket (kg)
A = Luas permukaan briket (cm2)

B. Kerapatan

Kerapatan suatu bahan adalah jumlah massa suatu bahan setiap satuan volumenya. Kerapatan
dipengaruhi oleh besarnya tekanan pengempaan yang diberikan dan hal ini berpengaruh pada efisiensi
pembakaran briket sebagai bahan bakar. Prinsip penentuan kerapatan atau berat jenis dinyatakan
dalam hasil perbandingan antara berat dan volume briket.

Dimana: m = massa (g)


V = volume (cm3)

C. Uji Laju konsumsi biopelet

Laju konsumsi biopelet diukur dengan metode water boiling test. Sebanyak 300 gram
biopelet digunakan untuk mendidihkan 1 L air. Catat lama waktu pendidihan air, kemudian hitung
massa biopelet yang hilang pada proses pembakaran. Laju konsumsi biopelet merupakan
perbandingan antara massa biopelet yang hilang pada proses pembakaran dan waktu yang dibutuhkan
untuk mendidihkan air.

Dimana: v = laju pembakaran briket (kg/jam)


Mt = massa briket yang terbakar (kg)
t = Waktu pembakaran (jam)

39
D. Efisiensi pembakaran (Belonio 2005; Irzaman 2009)

Efisiensi pembakaran dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

Keterangan:
εg = efisiensi kompor (%)
Qn = jumlah kalor yang dibutuhkan (kkal)
FCR = bahan bakar yang dibutuhkan (kg)
HVF = nilai kalori bahan bakar (kkal/kg)

E. Penghitungan energi listrik pembuatan biopelet (Abdullan et al. 1998)

Energi listrik digunakan pada proses penggilingan, karbonisasi, dan peletisasi. Energi listrik
yang digunakan dihitung berdasarkan persamaan berikut:

W=Pxt

Keterangan:
W = energi listrik (J)
P = daya (Watt)
t = waktu penggunaan (s)

40
Lampiran 3. Analisis ragam untuk kadar air biopelet sekam padi

1. Rekapitulasi nilai kadar air biopelet dalam pengaruh persentase penggunaan arang sekam

Arang Kadar Air (%)


sekam Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 4 Rataan ± Simpangan Baku
0% 6.28 4.55 4.14 4.32 4.82 ± 0.99
10% 4.10 4.09 2.86 3.37 3.61 ± 0.60
20% 3.41 3.65 3.13 2.22 3.10 ± 0.63

2. Tabel ANOVA

Sumber Db JK RJK F Hitung Pr > F


Model 2 0.00062543 0.00031271 5.42 0.0285
Error 9 0.00051932 0.00005770
Total Terkoreksi 11 0.00114475

F Tabel = F 0.05 (2,9) = 4.256

Kesimpulan:
Karena Fhitung kadar air > F 0.05 (2,9), maka tolak Ho.
Artinya: persentase penggunaan arang sekam berpengaruh nyata terhadap kadar air biopelet

3. Uji lanjut Duncan terhadap kadar air biopelet sekam padi

Kelompok Duncan Rataan N Persentase Arang


A 0.048230 4 0%
B 0.036073 4 10%
B 0.031031 4 20%

Keterangan:
- Huruf pengelompokan Duncan yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata
- Huruf pengelompokan Duncan yang tidak sama menunjukkan faktor yang berbeda nyata

41
Lampiran 4. Analisis ragam untuk kadar abu biopelet sekam padi

1. Rekapitulasi nilai kadar abu biopelet dalam pengaruh persentase penggunaan arang sekam

Arang Kadar Abu (%)


sekam Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 4 Rataan ± Simpangan Baku
0% 15.06 15.24 15.08 15.18 15.14 ± 0.09
10% 18.03 18.34 16.77 16.72 17.47 ± 0.84
20% 20.73 20.13 19.23 19.92 20.00 ± 0.62
2. Tabel ANOVA

Sumber Db JK RJK F Hitung Pr > F


Model 2 47.31791667 23.65895833 64.65 <.0001
Error 9 3.29357500 0.36595278
Total Terkoreksi 11 50.61149167

F Tabel = F 0.05 (2,9) = 4.256

Kesimpulan:
Karena Fhitung kadar abu > F 0.05 (2,9), maka tolak Ho.
Artinya: persentase penggunaan arang sekam berpengaruh nyata terhadap kadar abu biopelet

3. Uji lanjut Duncan terhadap kadar abu biopelet sekam padi

Kelompok Duncan Rataan N Persentase Arang


A 20.0025 4 20%
B 17.4650 4 10%
C 15.1400 4 0%

Keterangan:
- Huruf pengelompokan Duncan yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata
- Huruf pengelompokan Duncan yang tidak sama menunjukkan faktor yang berbeda nyata

42
Lampiran 5. Analisis ragam untuk kadar zat terbang biopelet sekam padi

1. Rekapitulasi nilai kadar zat terbang biopelet dalam pengaruh persentase penggunaan arang sekam

Arang Kadar Zat Terbang (%)


sekam Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 4 Rataan ± Simpangan Baku
0% 74.58 78.07 86.26 80.83 79.94 ± 4.93
10% 66.70 69.95 76.61 78.16 72.86 ± 5.43
20% 66.79 63.34 71.19 71.25 68.14 ± 3.82

2. Tabel ANOVA

Sumber Db JK RJK F Hitung Pr > F


Model 2 281.8628167 140.9314083 6.18 0.0205
Error 9 205.3640750 22.8182306
Total Terkoreksi 11 487.2268917

F Tabel = F 0.05 (2,9) = 4.256

Kesimpulan:
Karena Fhitung kadar zat terbang > F 0.05 (2,9), maka tolak Ho.
Artinya: persentase penggunaan arang sekam berpengaruh nyata terhadap kadar zat terbang biopelet

3. Uji lanjut Duncan terhadap kadar zat terbang biopelet sekam padi

Kelompok Duncan Rataan N Persentase Arang


A 79.935 4 0%
B A 72.855 4 10%
B 68.143 4 20%

Keterangan:
- Huruf pengelompokan Duncan yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata
- Huruf pengelompokan Duncan yang tidak sama menunjukkan faktor yang berbeda nyata

43
Lampiran 6. Analisis ragam untuk kadar karbon terikat pada biopelet sekam
padi

1. Rekapitulasi nilai kadar karbon terikat biopelet dalam pengaruh persentase penggunaan arang
sekam

Arang Kadar Karbon Terikat (%)


sekam Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 4 Rataan ± Simpangan Baku
0% 10.36 6.69 -1.34 3.99 4.92 ± 4.93
10% 15.27 11.71 6.62 5.12 9.68 ± 4.68
20% 12.48 16.53 9.58 8.83 11.85 ± 3.49

2. Tabel ANOVA

Sumber Db JK RJK F Hitung Pr > F


Model 2 100.4874000 50.2437000 2.59 0.1296
Error 9 174.8776000 19.4308444
Total Terkoreksi 11 275.3650000

F Tabel = F 0.05 (2,9) = 4.256

Kesimpulan:
Karena Fhitung kadar karbon terikat < F 0.05 (2,9), maka terima Ho.
Artinya: persentase penggunaan arang sekam tidak berpengaruh nyata terhadap kadar karbon terikat
biopelet

3. Uji lanjut Duncan terhadap kadar karbon terikat biopelet sekam padi

Kelompok Duncan Rataan N Persentase Arang


A 11.855 4 20%
A 9.680 4 10%
A 4.925 4 0%
Keterangan:
- Huruf pengelompokan Duncan yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata
- Huruf pengelompokan Duncan yang tidak sama menunjukkan faktor yang berbeda nyata

44
Lampiran 7. Analisis ragam untuk densitas kamba biopelet sekam padi

1. Rekapitulasi nilai densitas kamba biopelet dalam pengaruh persentase penggunaan arang sekam

Arang Densitas Kamba (Kg/m3)


sekam Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 4 Rataan ± Simpangan Baku
0% 676.35 677.95 682.93 669.86 676.77 ± 5.39
10% 713.97 696.51 723.97 779.26 728.43 ± 35.74
20% 715.46 788.75 747.49 714.55 741.56 ± 34.99
2. Tabel ANOVA

Sumber Db JK RJK F Hitung Pr > F


Model 2 9384.68180 4692.34090 5.56 0.0267
Error 9 7592.63203 843.51467
Total Terkoreksi 11 16976.31383

F Tabel = F 0.05 (2,9) = 4.256

Kesimpulan:
Karena Fhitung densitas kamba > F 0.05 (2,9), maka tolak Ho.
Artinya: persentase penggunaan arang sekam berpengaruh nyata terhadap densitas kamba biopelet.

3. Uji lanjut Duncan terhadap densitas kamba biopelet sekam padi

Kelompok Duncan Rataan N Persentase Arang


A 741.56 4 20 %
A 728.43 4 10 %
B 676.77 4 0%

Keterangan:
- Huruf pengelompokan Duncan yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata
- Huruf pengelompokan Duncan yang tidak sama menunjukkan faktor yang berbeda nyata

45
Lampiran 8. Analisis ragam untuk nilai kalor pada biopelet sekam padi

1. Rekapitulasi nilai kalor biopelet dalam pengaruh persentase penggunaan arang sekam

Arang Nilai Kalor (kkal/kg)


sekam Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 4 Rataan ± Simpangan Baku
0% 3568.72 3561.06 3577.26 3656.22 3590.82 ± 44.10
10% 4281.94 4332.21 4364.50 4339.88 4329.63 ± 34.65
20% 4482.51 4479.62 4426.67 4412.63 4450.36 ± 35.93

2. Tabel ANOVA

Sumber Db JK RJK F Hitung Pr > F


Model 2 1732307.023 866153.512 585.64 <.0001
Error 9 13310.980 1478.998
Total Terkoreksi 11 1745618.003

F Tabel = F 0.05 (2,9) = 4.256

Kesimpulan:
Karena Fhitung nilai kalor > F 0.05 (2,9), maka terima Ho.
Artinya: persentase penggunaan arang sekam berpengaruh nyata terhadap nilai kalor biopelet

3. Uji lanjut Duncan terhadap nilai kalor biopelet sekam padi

Kelompok Duncan Rataan N Persentase Arang


A 4450.36 4 20%
B 4329.63 4 10%
C 3590.82 4 0%

Keterangan:
- Huruf pengelompokan Duncan yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata
- Huruf pengelompokan Duncan yang tidak sama menunjukkan faktor yang berbeda nyata

46
Lampiran 9. Analisis ragam untuk keteguhan tekan pada biopelet sekam padi

1. Rekapitulasi nilai keteguhan tekan biopelet dalam pengaruh persentase penggunaan arang sekam

Arang Keteguhan Tekan (kg/cm2)


sekam Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 4 Rataan ± Simpangan Baku
0% 8.26 11.47 3.65 6.99 7.59 ± 3.23
10% 6.25 13.38 9.93 12.61 10.54 ± 3.22
20% 10.13 7.08 9.98 8.77 8.99 ± 1.41
2. Tabel ANOVA

Sumber Db JK RJK F Hitung Pr > F


Model 2 17.42101667 8.71050833 1.14 0.3607
Error 9 68.48975000 7.60997222
Total Terkoreksi 11 85.91076667

F Tabel = F 0.05 (2,9) = 4.256

Kesimpulan:
Karena Fhitung keteguhan tekan < F 0.05 (2,9), maka terima Ho.
Artinya: persentase penggunaan arang sekam tidak berpengaruh nyata terhadap nilai keteguhan tekan
biopelet

3. Uji lanjut Duncan terhadap nilai keteguhan tekan biopelet sekam padi

Kelompok Duncan Rataan N Persentase Arang


A 10.543 4 10%
A 8.990 4 20%
A 7.593 4 0%

Keterangan:
- Huruf pengelompokan Duncan yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata
- Huruf pengelompokan Duncan yang tidak sama menunjukkan faktor yang berbeda nyata

47
Lampiran 10. Analisis ragam untuk waktu pendidihan air

1. Rekapitulasi lama waktu pendidihan air dalam pengaruh persentase penggunaan arang sekam

Arang Waktu Pendidihan Air (menit)


sekam Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 4 Rataan ± Simpangan Baku
0% 7.90 8.40 6.78 5.45 7.13 ± 1.31
10% 5.92 6.30 7.35 5.98 6.39 ± 0.66
20% 5.60 5.45 5.17 8.18 6.10 ± 1.40

2. Tabel ANOVA

Sumber Db JK RJK F Hitung Pr > F


Model 2 2.27165000 1.13582500 0.83 0.4673
Error 9 12.33315000 1.37035000
Total Terkoreksi 11 14.60480000

F Tabel = F 0.05 (2,9) = 4.256

Kesimpulan:
Karena Fhitung waktu pendidihan air < F 0.05 (2,9), maka terima Ho.
Artinya: persentase penggunaan arang sekam tidak berpengaruh nyata terhadap waktu pendidihan air.

3. Uji lanjut Duncan terhadap waktu pendidihan air

Kelompok Duncan Rataan N Persentase Arang


A 7.1325 4 A
A 6.3875 4 B
A 6.1000 4 C

Keterangan:
- Huruf pengelompokan Duncan yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata
- Huruf pengelompokan Duncan yang tidak sama menunjukkan faktor yang berbeda nyata

48
Lampiran 11. Analisis ragam untuk laju konsumsi biopelet sekam padi

1. Rekapitulasi nilai laju konsumsi biopelet dalam pengaruh persentase penggunaan arang sekam

Arang Laju Konsumsi Biopelet (Kg/jam)


sekam Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 4 Rataan ± Simpangan Baku
0% 1.63 1.62 1.81 1.97 1.76 ± 0.17
10% 2.11 1.97 1.55 1.75 1.84 ± 0.25
20% 2.06 2.21 1.95 1.85 1.85 ± 0.46

2. Tabel ANOVA

Sumber Db JK RJK F Hitung Pr > F


Model 2 0.02101667 0.01050833 0.10 0.9025
Error 9 0.91105000 0.10122778
Total Terkoreksi 11 0.93206667

F Tabel = F 0.05 (2,9) = 4.256

Kesimpulan:
Karena Fhitung laju konsumsi biopelet < F 0.05 (2,9), maka terima Ho.
Artinya: persentase penggunaan arang sekam tidak berpengaruh nyata terhadap laju konsumsi biopelet

3. Uji lanjut Duncan terhadap laju konsumsi biopelet sekam padi

Kelompok Duncan Rataan N Persentase Arang


A 1.8475 4 20%
A 1.8450 4 10%
A 1.7575 4 0%

Keterangan:
- Huruf pengelompokan Duncan yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata
- Huruf pengelompokan Duncan yang tidak sama menunjukkan faktor yang berbeda nyata

49
Lampiran 12. Analisis ragam untuk efisiensi pembakaran biopelet sekam padi

1. Rekapitulasi nilai efisiensi pembakaran biopelet dalam pengaruh persentase penggunaan arang
sekam

Arang Efisiensi Pembakaran (%)


sekam Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 4 Rataan ± Simpangan Baku
0% 9.20 8.48 9.49 10.43 9.40 ± 0.81
10% 8.00 7.65 8.40 9.31 8.34 ± 0.71
20% 8.05 7.85 9.18 9.88 8.74 ± 0.96

2. Tabel ANOVA

Sumber Db JK RJK F Hitung Pr > F


Model 2 2.29226667 1.14613333 1.65 0.2453
Error 9 6.25300000 0.69477778
Total Terkoreksi 11 8.54526667

F Tabel = F 0.05 (2,9) = 4.256

Kesimpulan:
Karena Fhitung efisiensi pembakaran biopelet < F 0.05 (2,9), maka terima Ho.
Artinya: persentase penggunaan arang sekam tidak berpengaruh nyata terhadap efisiensi pembakaran
biopelet

3. Uji lanjut Duncan terhadap efisiensi pembakaran biopelet sekam padi

Kelompok Duncan Rataan N Persentase Arang


A 9.4000 4 0%
A 8.7400 4 10%
A 8.3400 4 20%

Keterangan:
- Huruf pengelompokan Duncan yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata
- Huruf pengelompokan Duncan yang tidak sama menunjukkan faktor yang berbeda nyata

50
Lampiran 13. Perhitungan energi pembuatan biopelet dengan penambahan

arang sekam 10%

 Bahan baku (input): 10 kg sekam padi


 Biopelet(output) : 1.87 kg
2.36 kg arang sekam
 Nilai kalor biopelet: 4329.63 kkal/kg
 Nilai kalor arang : 4630.50 kkal/kg

1. Perhitungan energi input

a. Penggilingan
Diketahui: Daya (P) = 1 HP = 7457 Watt
Waktu (t) = 5.25 menit = 315 sekon
W (energi) = P x t
W = 7457 Watt x 315 sekon
W = 2348955 J = 563.75 kkal

b. Karbonisasi
Diketahui: Daya (P) = 5593 Watt
Waktu (t) = 5 Jam = 300 menit = 18000 sekon
W (energi) = P x t
W = 5593 Watt x 18000 sekon
W = 100674000 J = 24161.76 kkal

c. Peletisasi
Diketahui: Daya (P) = 1 HP = 7457 Watt Waktu
(t) = 0.96 menit = 57.6 sekon
W (energi) = P x t
W = 7457 Watt x 57.6 sekon
W = 429523.20 J = 103.09 kkal

Energi input total = (563.75 + 24161.76 + 103.09) kkal


= 24834.60 kkal

2. Perhitungan energi output


a. Biopelet
W = 1.87 kg x 4329.63 kkal/kg
W = 8096.41 kkal

b. Arang sekam
W = 2.36 kg x 4630.50 kkal/kg
W = 10927.98 kkal

Energi output total = (8096.41 + 10927.98) kkal


= 19024.39 kkal

51
Lampiran 14. Perhitungan energi pembuatan biopelet tanpa penambahan

arang sekam

 Bahan baku (input): 10 kg sekam padi


 Biopelet (Output): 1.87 kg
 Nilai kalor biopelet: 3590.82 kkal/kg

1. Perhitungan energi input

a. Penggilingan
Diketahui: Daya (P) = 1 HP = 7457 Watt
Waktu (t) = 5.25 menit = 315 sekon
W (energi) = P x t
W = 7457 Watt x 315 sekon
W = 2348955 J = 563.75 kkal

b. Peletisasi
Diketahui: Daya (P) = 1 HP = 7457 Watt Waktu
(t) = 0.96 menit = 57.6 sekon
W (energi) = P x t
W = 7457 Watt x 57.6 sekon
W = 429523.20 J = 103.09 kkal

Energi input total = (563.75 + 103.09) kkal


= 666.84 kkal (per 1.87 kg biopelet)
= 356.59 kkal/kg

2. Perhitungan energi output total

= 6714.83 kkal (per 1.87 kg)


= 3590.82 kkal/kg

52
Lampiran 15. Kesetimbangan massa total produksi biopelet sekam padi

dengan penambahan 10% arang

Proses Bahan / Produk Input Output


(kg) (%) (kg) (%)
Penggilingan Sekam padi 120 100 - -
Serbuk sekam padi - - 120 100
Penyaringan Serbuk sekam padi berbagai mesh 120 100
Serbuk sekam padi > 30 mesh - - 90 75
Serbuk sekam padi < 30 mesh - - 30 25
Pirolisis Serbuk sekam padi < 30 mesh 30 100 - -
Gas - - 10.5 35
Bio-oil - - 9 30
Arang (karbon) - - 10 35
Losses - - 0.5 2
Pencampuran Serbuk sekam padi 90 86 - -
Arang sekam 10 9 - -
Minyak jelantah 5 5 -
Campuran bahan - - 105 100
Peletisasi Campuran bahan 105 100 - -
Biopelet sekam padi - - 104 99
Losses - - 1 1
Penyaringan Biopelet sekam padi 104 100 103 99
Losses - - 1 1

53

You might also like