You are on page 1of 13

STUDI KASUS LAPANGAN PANAS BUMI NON VULKANIK

DI SULAWESI: PULU, MAMASA, PARARA, DAN MANGOLO

Oleh:
Edi Suhanto dan Bakrun
SUBDIT. PANAS BUMI

ABSTRACT

Geology, geochemistry, and geophysic surveys were carried out in four non-volcanic geothermal
areas in Sulawesi. Three of them, Pulu, Luwu, and Mamasa are located in the southern-arm of Sulawesi and
mostly covered by granitic rocks. The other area, Mangolo is located in the southeastern-arm of Sulawesi
and mostly covered by metamorphyc rock units.
All areas have geothermal manifestations of hot springs and the hot waters have temperatures
ranging from 40 to 95 oC, and neutral pH, and are grouped into bicarbonate and chloride-bicarbonate
water types. No low resistivity anomalies correlating to argilic hydrothermal alterations is indicated by
resistivity data. However, geochemical data shows high anomalies that coincide with the geothermal
features. Geology, gravity, and magnetic data recognize deep penetrating structures that control the existing
geothermal system of the areas. In general, the results of the surveys indicate that the geothermal system of
the non-volcanic areas are controlled by deep penetrating structures where the reservoirs form as fracture
zones along the fault planes. The geothermal fluids is of meteoric water origin that penetrate down into the
deep through structures and heated by hot igneous body in the deep. The estimate reservoir temperatures
are about 170 oC mostly from silica geothermeter.

SARI

Penyelidikan terpadu geologi, geokimia, dan geofisika telah dilakukan di empat daerah panas bumi
non-vulkanik di Sulawesi. Tiga daerah panas bumi yaitu Pulu, Luwu, dan Mamasa yang terletak di lengan
selatan Sulawesi didominasi oleh batuan granit, sedangkan daerah Mangolo yang terletak di lengan
tenggara Sulawesi didominasi oleh batuan metamorfik.
Manifestasi panas bumi permukaan hanya berupa mata air panas, dengan suhu air panas bervariasi
antara 40 – 95 oC, bertipe bikarbonat dan klorida-bikarbonat dan pH netral.. Data tahanan jenis listrik
tidak mengindikasikan adanya anomali rendah yang berhubungan dengan batuan ubahan hidrotermal
argilik yang umum dijumpai di daerah vulkanik. Namun, data anomali geokimia berkorelasi positif
dengan sebaran manifestasi permukaan. Data geologi, gaya berat dan magnetik mengindikasikan
struktur-struktur yang mengontrol keberadaan sistem panas bumi. Hasil penyelidikan mengindikasikan
bahwa sistem panas bumi di daerah-daerah non-vulkanik ini dikontrol oleh struktur-struktur dalam, dimana
reservoar-reservoar panas bumi terbentuk dalam zona-zona kekaran sepanjang bidang struktur, dan fluida
panas bumi berasal dari air meteorik masuk kedalam melalui struktur dan terpanasi oleh batuan beku
panas di kedalaman. Dan geotermometer mengindikasikan suhu bawah permukaan sekitar
170 oC.

1. PENDAHULUAN dan kepulauan Sangir (Gambar 1). Namun


demikian, sekitar 20 persennya terletak di luar
Indonesia memiliki sekitar 250 daerah jalur gunungapi dan sebagian besarnya tersebar
kenampakan panas bumi dengan potensi sekitar di Sulawesi Tengah, Selatan dan Tenggara.
27.000 MWe, yang sebagian besar tersebar Pengembangan sumber daya panas bumi
sepanjang jalur gunungapi Sunda – Banda yang yang ada, selain sebagian besar masih bertumpu
terentang mulai dari Sumatera, Jawa, Bali, di wilayah barat Indonesia, semuanya masih
Nusatenggara, Banda, Maluku, Sulawesi Utara, terjadi di daerah-daerah berlingkungan vulkanik.

Kolokium Hasil Kegiatan Inventarisasi Sumber Daya Mineral – DIM, TA. 2003
4-1
Malahan, dari sekitar 1000 MWe total potensi 1991), bertindak sebagai batuan dasar dan
panas bumi wilayah Sulawesi Tengah, Selatan menempati sekitar 20%. (2) Granit geneis
dan Tenggara baru sekitar 160 MWe (atau < diperkirakan merupakan bagian dari tubuh
20%) yang merupakan potensi terduga (status intrusi granitoid regional yang berumur Trias.
2003). Dari segi kandungan energi, potensi Sebagian dari granit ini terlihat telah terubah
panas bumi di ketiga kabupaten ini tergolong menjadi batuan metamorfik; (3) Satuan batuan
rendah dibandingkan dengan potensi panas bumi filit dan batusabak dan batu tanduk yang
dari daerah vulkanik. Sebagai perbandingan, tersingkap di selatan baratdaya daerah
dari sekitar 40 daerah panas bumi di ketiga penyelidikan yang mencirikan adanya perlapisan
wilayah tersebut memberikan potensi sekitar dan kontak dengan batuan granit dibagian utara
1000 MWe, sedang dari 5 daerah panas bumi di yang merupakan tipe khas satuan batuan formasi
wilayah Sulawesi Utara, yang sebagian besar Latimojong berumur Kapur Atas; (4) Satuan
merupakan daerah vulkanik, memberikan batuan granit mempunyai penyebaran paling
potensi sekitar 850 MWe. luas terdapat dibagian barat didaerah
penyelidikan. Satuan granit (batholit)
Daerah panas bumi Pulu di Kabupaten mengintrusi batuan yang telah ada seperti batuan
Donggala - Sulawesi Tengah, Luwu di metamorfik, yang merupakan intrusi besar
Kabupaten Luwu Utara - Sulawesi Selatan, secara regional yang berumur Miosen. (5)
Mamasa di Kabupaten Polmas - Sulawesi Selatan, Satuan koluvium terdiri dari konglomerat, batu
dan Mangolo di Kabupaten Kolaka - Sulawesi pasir, setempat-setempat berselingan dengan
Tenggara adalah empat dari sekitar 43 daerah batu lempung karbonatan dan terlihat terlas
panas bumi non-vulkanik di Sulawesi. Kami telah dengan baik. (6) Satuan Aluvium dijumpai
melakukan penyelidikan geologi, geokimia, dan daerah dataran rendah dibagian tengah daerah
geofisika di empat daerah panas bumi tersebut. penyelidikan yaitu sepanjang aliran sungai besar
Tulisan ini menyajikan hasil-hasil penyelidikan Palu dan cabang-cabang yang alirannya menyatu
tersebut serta membandingkannya dengan dengan sungai besar.
prospek-prospek lain di daerah vulkanik.
Ada sekitar delapan buah sesar utama yang
2. GEOLOGI berkembang pada daerah penelitian, meliputi
kelurusan, sesar geser normal yang berarah
Sulawesi dengan bentuk-K nya yang khas baratdaya – timurlaut, serta sesar-sesar normal
terletak di suatu dearah dimana terjadi interaksi berarah hampir utara-selatan. Sesar utama yang
dan tumbukan antara lempeng-lempeng tektonik melewati daerah peralihan merupakan bagian
Eurasia, India-Australia, dan Pasifik (Gambar dari sesar utama Palu-Koro yang berarah barat
1). Interaksi ini menimbulkan proses geologi yang laut – tenggara, berupa sesar geser sinistral yang
komplek di daerah ini. Daerah panas bumi Pulu, telah membentuk suatu depresi sebagai graben
Parara-Luwu, dan Mamasa terletak di lengan Palu. Pada beberapa tempat akibat dari proses
selatan Sulawesi yang umum dijumpai granit tektonik daerah ini menghasilkan sesar-sesar
dan asosiasinya granodiorit. Sementara Mangolo sekunder yaitu sesar-sesar Pulu, Rogo, Suluri,
terletak di lengan tenggara Sulawesi yang Bangga Pakuli, Pandere, dan Binanga.
umum ditemui batuan metamorfik dan ofiolit
(Katili, 1978). 2.2 Daerah panas bumi Parara-Luwu terletak
dekat dengan sesar Palu-Koro. Batuan di daerah
2.1 Daerah panas bumi Pulu terletak di zona ini adalah batuan granodiorit, granit dan batuan
sesar Palu-Koro, membentuk suatu depresi malihan, yang tersingkap baik di beberapa lokasi
berarah NNW-SSE sehingga struktur sesar pada kelurusan struktur, kontak tektonik di Salu
utama (sesar normal) secara umum mengikuti Paku dan Salu Rongkong (Gambar 3). Lapisan
arah ini. Batuan yang tersebar di daerah ini penutup didapati sebagai endapan aluvium
dapat dibagi menjadi 6 satuan (Gambar 2): tersebar luas di bagian timur wilayah
batuan Sekis hijau, batuan Granit geneis, batuan penyelidikan. (1) Batuan malihan merupakan
Sabak-Filit, batuan granit, Coluvium, dan batuan tertua dan batuan dasar daerah
Aluvium. (1) Batuan metamorfik sekis hijau penyelidikan, dapat dipisahkan menjadi batu
yang merupakan batuan tertuan setara dengan sabak, filit, sekis dan (2) Batuan granit,
Formasi Wana berumur Trias (Simanjuntak, berdasarkan struktur, tekstur dan susunan
Kolokium Hasil Kegiatan Inventarisasi Sumber Daya Mineral – DIM, TA. 2003
4-2
litologi batuan dapat dipisahkan menjadi tiga Rante Kamiri) dan mendatar (sesar Pakasasan,
satuan: a) Granit porfir, yang oleh penyelidik Bue, dan Tambun) akibat kegiatan tektonik
terdahulu dinyatakan sebagai sebaran masif terakhir sekitar Pliosen setelah intrusi granit
Granit Kambuno yang sebagian kecil tersebar di pada Miosen-Pliosen. Sesar normal terjadi
daerah penyelidikan; b) Granit Pararra yang dari terlebih dahulu disusul sesar mendatar.
pentarikhan jejak belah contoh tersingkap di
Salu Hili Hulu, berumur 1.72 ± 0.08 Ma atau 2.4 Daerah panas bumi Mangolo didominasi
Pliosen Atas; c) Granodiorit yang dari oleh sebaran batuan metamorfik. Dari muda ke
pentarikhan jejak belah contoh di lokasi tua, satuan-satuan litologi terdiri dari Gneis
penorehan Sungai Turunan, berumur 0,784 ± Mekongga, Skis Mekongga, Batu Gamping
0,003 Ma atau berumur Plistosen Bawah, Hablur Mekongga, Skis Pampangeo and
sedangkan contoh di lokasi Salu Basisi berumur Alluvium (Gambar 5). Penyebaran batu
0,762 ± 0,003 Ma. gamping meskipun setempat di daerah
manifestasi panas bumi namun mempengaruhi
Struktur-struktur yang muncul akibat karakteristik kimia air panas bumi. Struktur
perkembangan segmen tektonik Limbong dan geologi di daerah ini sebagian besar berbentuk
peristiwa tektonik Palu-Koro dan Sarasin. Pola kelurusan-kelurusan yang diakibatkan oleh
struktur yang terdapat di daerah ini adalah sesar, pengaruh pembentukan pegunungan, perlipatan
kekaran dan perlipatan. Sesar terdiri dari sesar secara intensif dan sesar naik pada lengan
normal Rongkong dan Salu Paku, dan sesar tenggara pulau Sulawesi.
mendatar Panglimbong, Sese, Lena, Malalin,
Makadede, dan Monto. Struktur kekar dan
rekahan merupakan struktur minor yang terdapat 3. MANIFESTASI DAN GEOKIMIA
pada persilangan sistim sesar normal dengan sesar PANAS BUMI
yang bergerak mendatar, akibat pertumbuhan
gaya gerak struktur. Bentuk kekar dan rekahan 3.1 Daerah panas bumi Pulu, mempunyai
membuka dan berkembang dalam tubuh manifestasi panas bumi permukaan berupa 8
terobosan granit dan granodiorit yang setempat- mata air panas yang tersebar pada lima lokasi
setempat terlihat di permukaan. Struktur-struktur dengan suhu bervariasi antara 25 – 95 oC, pH
ini berperan dalam pembentukan sistem panas netral 6,5 – 8,5 dan debit antara 0,1 – 4 Lt/detik.
bumi di daerah tektonik Limbong dan Salu Paku. Suhu tertinggi sekitar 95 oC mendekati suhu
didih, terdapat di air panas Dusun Pakuli,
muncul pada endapan Kolovium, dikontrol oleh
2.3 Daerah panas bumi Mamasa memiliki perpotongan sesar normal Pandere dan sesar
strtigrafi yang terdiri dari lima satuan batuan mendatar Pakuli dan sesar mendatar Palu. Air
(Gambar 4) : (1) Satuan andesit, merupakan panas Pakuli dicirikan oleh kandungan yang
batuan tertua yang diperkirakan berumur Miosen relatif tinggi dari silika (~ 200 mg/L), natrium
Awal-Tengah; (2) Satuan Piroklastik Aliran (~550 mg/L), klorida (~450 mg/L), dan
yang umumnya belum terpadatkan, yang bikarbonat (~600 mg/L) (Tabel 1), termasuk
diperkirakan hasil letusan celah (fissure dalam tipe air klorida-bikarbonat (Gambar 6a)
eruption); (3) Satuan Granit, menempati daerah dan dalam kesetimbangan parsial (Gambar 6b)
paling luas, mengintrusi batuan andesit dan dengan suhu kesetimbangan kimia dari silika
piroklastik berupa intrusi besar (batholit); (4) sekitar 170 – 180 oC. Distribusi Hg soil (Gambar
Satuan Batuan Riolit, merupakan intrusi 7) dan gas CO2 udara soil (Gambar 8) keduanya
permukaan yang menyatu dengan intrusi granit. memperlihatkan anomali tinggi yang saling
Di bawahnya adalah batuan granit dengan berimpitan di sebelah timur sesar Rogo yang
tekstur porfiritik-faneritik dan di atasnya riolit membentuk kelurusan NNW-SSE. Ini
dengan tekstur afanitik; (5) Satuan aluvial, memperlihatkan luasnya zona sesar Rogo, sisi
menempati daerah aliran sungai dan pedataran timur dari struktur depresi.
dengan tebal antara 0,2 – 5 m.
Struktur yang berkembang berupa sesar 3.2 Daerah panas bumi Luwu, memiliki
normal (sesar Kepa, Tambolang, Mamasa, dan manifestasi panas bumi permukaan berupa 5
kelompok mata air panas dengan suhu bervariasi
antara 40 – 96 oC, pH netral 6,5 – 8,0 dan debit
Kolokium Hasil Kegiatan Inventarisasi Sumber Daya Mineral – DIM, TA. 2003
4-3
antara 0,5 – 2 Lt/detik. Suhu tertinggi sekitar 75 suhu tertinggi 57 oC, dan dicirikan oleh
o
C, terdapat di air panas Dusun Salu Paku, muncul kandungan yang signifikan dari silika (~ 79
pada rekahan granit, terdapat endapat karbonat mg/L), natrium (~54 mg/L), klorida (~21 mg/L),
tipis (< 1 cm), dan dikontrol oleh sesar normal dan bikarbonat (~104 mg/L) (Tabel 1), termasuk
Salu Paku. Air panas ini dicirikan oleh kandungan dalam tipe air bikarbonat (Gambar 6a) dan
yang signifikan dari silika (~ 115 mg/L), natrium ‘immature water’ (Gambar 6b). Estimasi suhu
(~170 mg/L), klorida (~76 mg/L), dan bawah permukaan dengan geotermometer silika
bikarbonat (~450 mg/L) (Tabel 1), termasuk sekitar 120 oC. Distribusi Hg soil (Gambar 11)
dalam tipe air klorida-bikarbonat (Gambar 6a) dan CO2 udara soil (Gambar 12) keduanya
dan termasuk ‘immature water’ (Gambar 6b) membentuk suatu anomali tinggi yang saling
dengan suhu kesetimbangan kimia dari silika berimpit dengan pola yang mengikuti kelurusan
sekitar 170 oC. Sampling merkuri tanah dan gas setengah lingkaran mata air panas.
CO2 udara tanah dilakukan hanya melingkupi
kelompok air panas Kanan. Distribusi Hg soil 3.4 Daerah panas bumi Mangolo, memiliki
(Gambar 9) membentuk anomali-anomali tinggi manifestasi panas bumi permukaan berupa dua
setempat-setempat namun mengindikasikan kelompok mata air panas, Bumi Perkemahan
beberapa kelurusan NNW-SSE dan NW-SE. dan Goa yang muncul pada rekahan-rekahan
Distribusi CO2 (Gambar 10) memperlihatkan batu gamping hablur, dengan suhu air panas
anomali tinggi yang membentuk kecenderungan masing-masing 58 oC dan suhu 40 oC, pH netrla
baratlaut- tenggara, namun berharga rendah di sekitar 7,5 dan terdapat endapan karbonat tipis
daerah manifestasi Kanan. (tebal < 1 cm). Kimia air panas dicirikan oleh
kandungan yang signifikan dari bikarbonat
Tabel 1. Data kimia air panas (~2087 mg/kg), natrium (~680 mg/kg), klorida
KodeConto PULU LUWU MAMASA MANGOLO (~290 mg/kg), dan kalsium (~200 mg/kg) (Tabel
Elevasi,(m) 137 1150 1), dan termasuk dalam tipe air bikarbonat
Temperatur,(oC) 94.2 75.0 57.0 58.0 (Gambar 6a) dan ‘immature water’ (Gambar
pH 8.1 7.57 8.6 7.5 6b). Estimasi suhu bawah permukaan dengan
DHL/EC, 2768 866 260 1560
geotermometer Na-K-Ca sekitar 170 oC.
(umhos/cm)
116.2 82.38
Distribusi Hg soil (Gambar 13) dan CO2 udara
SiO2 (mg/L) 195.29 78.67
1.6 26.10 soil (Gambar 14) membentuk suatu zona
B (mg/L) 16.97 0.90
Al3+ (mg/L) 0.00 0.15 - -
anomali anomali tinggi dengan pola memanjang
Fe3+ (mg/L) 0.08 0.15 0.50
berarah hampir baratlaut-tenggara yang saling
Ca2+ (mg/L) 2.26 32 2.34 203.81 berimpit dan melingkupi kedua mata air panas.
Mg2+ (mg/L) 0.19 4.8 0.77 26.29
Na+ (mg/L) 552.86 169.2 54.09 681.25 4. GEOFISIKA
K +
(mg/L) 57.14 18.5 1.40 55.56
Li+ (mg/L) 2.58 0.36 0.14 0.49 4.1 Sebaran tahanan jenis semu
As3+ (mg/L) 0.10 0 0.00 Pengukuran dilakukan dengan metode tahanan
NH4+ (mg/L) 24.42 0 0.30 jenis dc konfigurasi Schlumberger.
Cl- (mg/L) 454.90 76.24 20.54 289.33 a. Di daerah panas bumi Pulu, sebaran tahanan
F- (mg/L) 1.00 0 2.00 jenis rendah untuk bentangan arus AB/2 =
SO42+ (mg/L) 68.00 116.2 1.33 35.86 1000 m (Gambar 15) memperlihatkan suatu
HCO3- (mg/L) 618.20 450.9 104.34 2087.18
anomali rendah (< 40 Ohm-m) dengan pola
CO32- (mg/L) 68.40 memanjang berarah hampir utara-selatan
mengikuti sisi depresi timur (searah sesar
3.3 Daerah panas bumi Mamasa, memiliki Rogo), kemudian di selatan, sebelum mata air
manifestasi panas bumi permukaan berupa 5 panas Suluri, menyebar ke timur ke arah mata
kelompok mata air panas yang membentuk air panas Pakuli dan Simoro di selatannya.
kelurusan setengah lingkaran, dengan suhu Secara umum, sebaran tahanan jenis semu
bervariasi antara 42 – 57 oC, pH netral sekitar rendah ini berhubungan dengan keberadaan
8,5 dan debit masing-masing sekitar 1 Lt/detik. manifestasi mata air panas namun kontrol
Air panas Kanan Sale Bok, di Dusun Makao, yang zona sesar sepertinya lebih dominan. Suatu pola
muncul pada area persawahan, memiliki kontur rapat (gradien tinggi) terlihat jelas
sejajar dengan sesar Rogo yang juga
Kolokium Hasil Kegiatan Inventarisasi Sumber Daya Mineral – DIM, TA. 2003
4-4
memisahkan satuan granit di barat dan skis di dengan keberadaan batuan filit-sabak dan
timurnya. keadaan geologi struktur depresi yang
b. Daerah panas bumi Luwu, memperlihatkan menyempit dan membelok ke tenggara.
nilai tahanan jenis yang tinggi > 400 Ohm-m b. Di daerah Luwu, data gaya berat (Gambar 20)
dengan kecenderungan liniasi kontur berarah dicirikan oleh kecenderungan regional yang
hampir baratlaut-tenggara. Namun demikian, kuat berarah timurlaut-baratdaya dengan
jika diambil suatu zona > 700 Ohm-m untuk harga yang cenderung merendah ke baratlaut.
AB/2 = 1000m (Gambar 16), maka dua Keseragaman pola ini sesuai dengan luasnya
kelompok mata air panas, yakni Kanan dan penyebaran batuan granit di daerah
Paku, yang terlingkup oleh daerah survei penyelidikan sampai ke kedalaman.
tahanan jenis terletak di zona ini. Seluruh Kecenderungan regional berarah timurlaut-
daerah survei tahanan jenis berada di atas baratdaya ini kemungkinan mencerminkan
batuan granit. dominasi struktur-struktur sesar pada arah
c. Daerah panas bumi Mamasa, juga tersebut. Anomali-anomali rendah muncul
memperlihatkan nilai tahanan jenis semu yang setempat-setempat kemungkinan berkaitan
tinggi > 100 Ohm-m (Gambar 17) dengan dengan struktur-struktur dangkal berupa zona-
pola sebaran yang terbagi dua, tinggi di zona rekahan di batuan granit.
timurlaut (>1000 Ohm-m) dan lebih rendah di c. Di daerah Mamasa, anomali gaya berat
baratdaya (<1000 Ohm-m). Dua blok sebaran (Gambar 21) dicirikan oleh kecenderungan
ini kemungkinan mengikuti pola sebaran batuan regional yang kuat berarah hampir utara-
dimana di baratdaya banyak ditemukan batuan selatan dengan harga yang cenderung
vulkanik tua dan lebih tebal daripada di bagian menurun ke timur. Kelurusan gaya berat
timurlaut. Daerah manifestasi bertepatan dominan pada arah hampir utara-selatan.
dengan nilai tahanan jenis > 500 Kelurusan-kelurusan minor mengindikasikan
Ohm-m. Pola lineasi kontur secara umum dominasi arah hampir timurlaut-baratdaya.
cenderung berarah baratlaut tenggara, tidak Beberapa anomali rendah yang setempat-
mengikuti kelurusan struktur utama geologi setempat dihubungkan dengan sedimen
yang berarah timurlaut-baratdaya. vulkanik tua. Di baratdaya, dimana satuan
d. Daerah panas bumi Mangolo, memperlihatkan andesit tersebar cukup luas, ditempati oleh
adanya nilai tahanan jenis semu yang < 100 anomali tinggi.
Ohm-m, yang untuk bentangan AB/2 = 1000 d. Di daerah Mangolo, peta gayaberat (Gambar
m terlokalisasi pada tiga daerah (Gambar 18).
22) memperlihatkan pola anomali dengan
Namun hanya satu yang berhimpitan dengan
kecendrungan berarah baratlaut-tenggara
manifestasi mata air panas dan dengan pola
dengan suatu zona anomali rendah di tengah
yang memanjang berarah hampir baratlaut-
yang membentuk suatu struktur seperti
tenggara. Harga rendah ini kemungkinan tidak
depresi dengan arah yang sama. Dengan
berkaitan dengan proses ubahan hidrotermal.
demikian, data gaya berat memperlihatkan
Pola memanjang berarah hampir baratlaut-
pola-pola struktur gaya berat dominan berarah
tenggara ini bersesuaian dengan pola anomali
baratlaut-tenggara yang beberapa diantaranya
tinggi Hg dan CO2.
memotong kedua mata air panas. Pola dan
arah struktur gaya berat ini sama dengan pola
4.2 Gaya Berat
dan arah baik anomali tahanan jenis maupun
a. Di daerah Pulu, anomali gaya berat (Gambar
anomali geokimia. Di antara kedua mata air
19) memperlihatkan suatu pola struktur
panas terdapat suatu anomali positif yang
depresi berarah hampir utara-selatan yang
menandakan keberadaan suatu kontras
bersesuaian dengan kondisi geologi dari
densitas tinggi di bawah permukaan (batuan
daerah penyelidikan yang berupa suatu
intrusi?).
struktur depresi sepanjang sesar Palu-Koro.
Bagian terendah dari anomali ini berada di
4.3 Magnetik
tengah daerah survei menerus ke utara
a. Di daerah Pulu, secara umum anomali
disejajarkan dengan zona rekahan sekis dan
magnetik total (Gambar 23) memperlihatkan
tebalnya sedimen kolavium. Di selatan, pola tinggi di selatan dan rendah di utara.
anomali meninggi dan pola depresi menciut dan Anomali tinggi yang isolatif di selatan ini
membelok ke tenggara yang disejajarkan berhimpitan dengan anomali tinggi gaya berat.

Kolokium Hasil Kegiatan Inventarisasi Sumber Daya Mineral – DIM, TA. 2003
4-5
Secara geologi, di daerah selatan tersebut di Data tahanan jenis secara umum
permukaan didominasi batuan kolavium dan menunjukkan harga yang tinggi dan tidak
di bawahnya diperkirakan batuan sekis. menunjukkan korelasi yang positif dengan
Namun demikian, anomali magnet positif ini sebaran manifestasi, kecuali di Pulu dimana
mengindikasikan adanya suatu batuan terdapat suatu anomali < 40 Ohm namun
magnetis di bawah permukaan yang relatif kemungkinan kontrol zona struktur lebih
dangkal yang boleh jadi suatu batuan intrusif dominan. Secara umum dapat dikatakan bahwa
yang lebih muda (?). tidak ada indikasi yang jelas tentang adanya
b. Di daerah Luwu, anomali magnetik total anomali tahanan jenis rendah yang berhubungan
(Gambar 24) seperti halnya anomali gaya dengan ubahan hidrotermal argilik (asosiasi
berat dicirikan oleh kecenderungan regional dengan lapisan tudung dalam parameter sistem
yang kuat berarah timurlaut-baratdaya dengan panas bumi) pada keempat daerah panas bumi
harga yang cenderung merendah ke baratlaut. tersebut.
Daerah manifestasi yang terlingkup oleh Anomali Hg dan CO2 secara umum
survei magnetik, yaitu mata air panas Kanan menunjukkan korelasi yang positif dengan
dan Paku, secara umum dilingkup anomali sebaran manifestasi kecuali di Luwu. Namun
magnet rendah. Di tenggara, anomali tinggi demikian, karena daerah survei untuk geokimia
dihubungkan dengan keberadaan sebaran di Luwu hanya mencakup satu dari lima
batuan granit porpiri. Sementara anomali kelompok manifestasi panas bumi karena daerah
rendah di baratlaut mungkin dipengaruhi juga sebarannya yang sangat luas, maka tidak dapat
oleh adanya sebaran batuan metamorf. dikatakan tidak ada korelasi positif antara
c. Di daerah Mamasa tidak dilakukan anomali geokimia dan sebaran manifestasi.
pengukuran magnetik. Korelasi yang secara umum positif ini
d. Di daerah Kolaka, anomali magnetik total diharapkan mengindikasikan luasnya zona
(Gambar 25) seperti halnya anomali gaya rekahan dari suatu struktur dan bisa digunakan
berat memperlihatkan kecenderungan regional sebagai petunjuk kasar luas prospek suatu
yang kuat berarah baratlaut-tenggara dengan daerah panas bumi.
harga yang cenderung merendah ke timurlaut. Keberadaan keempat sistem panas bumi
Di antara kedua mata air panas terdapat suatu sangat dikontrol oleh struktur-struktur dalam
bipol yang sangat menonjol yang dari gaya (deep penetrating structures) terutama Pulu dan
berat menunjukkan suatu anomali positif Luwu yang dikontrol oleh sesar aktif Palu-Koro
terisolasi. Anomali bipol ini mendukung dan Mangolo oleh terusan sesar Palu-Koro. Ini
kemungkinan akibar adanya suatu tubuh didukung oleh data gaya berat yang
magnetis dekat permukaan, yang lebih mengindikasikan keberadaan struktur-struktur
magnetis daripada batuan metamorf (batuan dalam. Sistem panas bumi terbentuk dalam
intrusif?). zona-zona sesar sepanjang kedalaman sesar-
sesar utama, dimana fluida panas berasal dari air
meteorik yang masuk ke bawah permukaan dan
5. DISKUSI DAN KESIMPULAN terpanaskan oleh batuan beku panas.

Keempat daerah panas bumi dicirikan oleh DAFTAR PUSTAKA


keberadaan manifestasi panas bumi permukaan
yang hanya berupa mata air panas dan air Bachri, S., dkk. (1975). Inventarisasi
panasnya bertipe bikarbonat atau klorida- kenampakan gejala panas bumi di daerah
bikarbonat dengan pH netral, tidak ada jenis Sulawesi Selatan. Direktorat Vulkanologi,
manifestasi yang bersifat asam seperti fumarola Bandung.
atau tidak ada tipe air sulfat seperti yang umum Fournier, R. O. (1981). Application of water
ditemui di lapangan panas bumi berlingkungan geochemistry in geothermal exploration and
vulkanik. Ini berarti tidak signifikannya gas-gas reservoir engineering, in “geothermal system:
yang seperti H2S dan CO2 (sering disebut gas- principle and case histories”, John Willey &
gas magmatis dalam lapangan panas bumi Sons, New York.
vulkanik) dalam sistem panas bumi di daerah-
daerah non-vulkanik tersebut.

Kolokium Hasil Kegiatan Inventarisasi Sumber Daya Mineral – DIM, TA. 2003
4-6
Giggenbach, W. F. (1988). Geothermal solute
equilibria deviation of Na-K-Mg-Ca
geoindicator. Geochemica Acta No 52. pp.
2749-2765.
Katili, J. A., (1978). Past and present
geotectonic position of Sulawesi, Indonesia.
Elsevier Scientific Publ. Co., Amsterdam.
Santoso, M. S., dkk. (1978). Kegiatan
inventarisasi kenampakan gejala panas bumi
di daerah Sulawesi Tenggara. Direktorat
Vulkanologi, Bandung
Van Kuten, G. K., (1987). Geothermal
exploration using surface mercury
geochemistry. J. Volc. Geoth. Res. v 31, pp.
269-280.

Kolokium Hasil Kegiatan Inventarisasi Sumber Daya Mineral – DIM, TA. 2003
4-7
Gambar 1. Lokasi daerah
penyelidikan dalam sebaran
daerah panas bumi dan
gunungapi Indonesia, dan
kerangka tumbukan
lempeng tektonik di
Indonesia (Katili, 1978)

Gambar 2. Peta geologi daerah panas bumi Pulu, Gambar 4. Peta geologi daerah panas bumi
Kab. Donggala, Sulawesi Tengah. Mamasa, Kab. Polmas, Sulawesi Selatan

Gambar 3. Peta geologi daerah panas bumi Luwu,


Kab. Luwu Utara, Sulawesi Selatan

Gambar 5. Peta geologi daerah panas bumi


Mangolo, Kab. Kolaka, Sulawesi Tenggara

Kolokium Hasil Kegiatan Inventarisasi Sumber Daya Mineral – DIM, TA. 2003
4-8
N a /1 0 0 0
(a) (b) Cl

80
80

% Na K

60 F u ll e q u i li b r i u m 60
160 ° H C O 3 /C l
T Km
% Cl
T Kn

40
Cl
40
P a r t ia l e q u i lib r i u m

20 SO4 HCO 3
20
Im m a tu re w a te r s

RO CK S t e a m h e a t e d w a te r s

SO4 20 40 60 % SO 4 80 HCO3
K /1 0 0 20 40 60 % Mg 80 Mg

Gambar 6. Diagram-diagram segitiga pengelompokkan air panas berdasarkan Gigenbach (1988). (a) Air panas di
Pulu dan Luwu termasuk dalam tipe klorida-bikarbonat sedangkan di Mamasa dan Kolaka bertipe bikarbonat. (b) Air
panas Pulu masuk dalam kelompok “partial equilibrium” sementara lainnya masuk dalam “immature water”.

Gambar 7. Peta sebaran Hg tanah, daerah panas Gambar 9. Peta sebaran Hg tanah, daerah panas
bumi Pulu, Kab. Donggala, Sulawesi Tengah bumi Luwu, Kab. Luwu Utara, Sulawesi Selatan

Gambar 8. Peta sebaran CO2 udara tanah, daerah


panas bumi Pulu, Kab. Donggala, Sulawesi Tengah
Kolokium Hasil Kegiatan Inventarisasi Sumber Daya Mineral – DIM, TA. 2003
4-9
Gambar 10. Peta sebaran CO2 udara tanah daerah panas
bumi Luwu, Kab. Luwu Utara, Sulawesi Selatan

Kolokium Hasil Kegiatan Inventarisasi Sumber Daya Mineral – DIM, TA. 2003
4-9
Gambar 11. Peta sebaran Hg tanah, daerah panas Gambar 14. Peta sebaran CO2 udara tanah, daerah
bumi Mamasa, Kab. Polmas, Sulawesi Selatan panas bumi Mangolo, Kab. Kolaka, Sulawesi
Tenggara

Gambar 12. Peta sebaran CO2 udara tanah, daerah


Gambar 15. Peta tahanan jenis semu AB/2 1000m,
panas bumi Mamasa, Kab. Polmas, Sulawesi Selatan
daerah panas bumi Pulu, Kab. Donggala, Sulawesi
Tengah

Gambar 13. Peta sebaran Hg tanah, daerah panas


bumi Mangolo, Kab. Kolaka, Sulawesi Tenggara

Kolokium Hasil Kegiatan Inventarisasi Sumber Daya Mineral – DIM, TA. 2003
4-10
Gambar 16. Peta tahanan jenis semu AB/2 1000m,
daerah panas bumi Luwu, Kab. Luwu Utara, Sulawesi Gambar 18. Peta tahanan jenis semu AB/2 1000m,
Selatan daerah panas bumi Mangolo, Kab. Kolaka, Sulawesi
Tenggara.

Gambar 17. Peta tahanan jenis semu AB/2 1000m,


daerah panas bumi Mamasa, Kab. Polmas, Sulawesi
Selatan Gambar 19. Peta anomali Bouguer, daerah panas
bumi Pulu, Kab. Donggala, Sulawesi Tengah

Kolokium Hasil Kegiatan Inventarisasi Sumber Daya Mineral – DIM, TA. 2003
4-11
Gambar 20. Peta anomali Bouguer, daerah panas
bumi Pulu, Kab. Donggala, Sulawesi Tengah

Gambar 23. Peta anomali magnet total, daerah panas


bumi Pulu, Kab. Donggala, Sulawesi Tengah

Gambar 21. Peta anomali Bouguer, daerah panas


bumi Mamasa, Kab. Polmas, Sulawesi Selatan
Gambar 24. Peta anomali magnet total, daerah panas
bumi Luwu, Kab. Luwu Utara, Sulawesi Selatan

Gambar 22. Peta anomali Bouguer, daerah panas


bumi Mangolo, Kab. Kolaka, Sulawesi Tenggara.
Gambar 25. Peta anomali magnet total, daerah panas
bumi Mangolo, Kab. Kolaka, Sulawesi Tenggara

Kolokium Hasil Kegiatan Inventarisasi Sumber Daya Mineral – DIM, TA. 2003
4-12

You might also like