You are on page 1of 15

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

Tabel 1. Neraca Wesphalt

Pembacaan Skala
No. Contoh Anting Anting Anting Anting Suhu (˚C)
I II III IV
1. Akuades 6 4 2 5 29
2. Metanol 6 7 5 3 29,5
3. Gliserol 4 8 9 6 27,2

Tabel 2. Piknometer

Bobot (gram)
Suhu
No. Contoh Piknometer Piknometer +
Contoh (oC)
Kosong Contoh
1. Akuades 19,1236 44,1029 24,9793 29
2. Metanol 19,1236 44,8195 25,6959 29,2
3. Gliserol 19,1236 38,9257 19,8021 28

4.2 Perhitungan

4.2.1 Perhitungan Kerapatan Dan Bobot Jenis Dengan Neraca Westphalt

a. Akuades

Berat anting I : 6 x 0,1 = 0,6

Berat anting II : 4 x 0,01 = 0,04

Berat anting III : 2 x 0,001 = 0,002

Berat anting IV : 5 x 0,0001 = 0,0005

Sgt = 0,6425
dtaq (29oC) = 0.995944 g.cm-3

dt4 = Sgt x dtaq (29oC)

= 0,6425 x 0,995944 g.cm-3

= 0,6399 g.cm-3

b. Metanol

Berat anting I : 4 x 0,1 = 0,4

Berat anting II : 8 x 0,01 = 0,08

Berat anting III : 9 x 0,001 = 0,009

Berat anting IV : 6 x 0,0001 = 0,0006

Sgt = 0,4896

dtaq (27,2oC) = 0.996457 g.cm-3

dt4 = Sgt x dtaq (27,2oC)

= 0,4896 x 0.996457 g.cm-3

= 0,4879 g.cm-3

c. Gliserol 10 %

Berat anting I : 6 x 0,1 = 0,6

Berat anting II : 7 x 0,01 = 0,07

Berat anting III : 5 x 0,001 = 0,005

Berat anting IV : 3 x 0,0001 = 0,0003

Sgt = 0,6753

dtaq (29,5oC) = 0.995796 g.cm-3

dt4 = Sgt x dtaq (29,5oC)

= 0,6753 x 0,995796 g.cm-3

= 0,6725 g.cm-3
4.2.2 Perhitungan Kerapatan Dan Bobot Jenis Dengan Piknometer

a. Akuades

Bobot piknometer + akuades = 44,1029

Bobot piknometer kosong = 19,1236 _

Bobot akuades = 24,9793

bobot akuades
Sgt contoh = bobot akuades

24,9793
=
24,9793

=1

dtaq (29oC) = 0.995944 g.cm-3

dt4 = Sgt x dtaq (29oC)

= 1 x 0.995944 g.cm-3

= 0.995944 g.cm-3

b. Metanol

Bobot piknometer + metanol = 38,9257

Bobot piknometer kosong = 19,1236 _

Bobot akuades = 19,8021

bobot metanol
Sgt contoh = bobot akuades

19,8021
=
24,9793

= 0,7927

dtaq (28oC) = 0.996232 g.cm-3

dt4 = Sgt x dtaq (28oC)

= 0,7927 x 0.996232 g.cm-3


= 0,7897 g.cm-3

c. Gliserol 10 %

Bobot piknometer + gliserol = 44,8195

Bobot piknometer kosong = 19,1236 _

Bobot akuades = 25,6959

bobot gliserol
Sgt contoh = bobot akuades

25,6959
=
24,9793

= 1,0286

dtaq (29,2oC) = 0.995885 g.cm-3

dt4 = Sgt x dtaq (29,2oC)

= 1,0286 x 0.995885 g.cm-3

= 1,0243 g.cm-3

4.4 Pembahasan

Pada percobaan penentuan kerapatan dan bobot jenis dilakukan

berdasarkan metode pengukuran yang berbeda, yaitu pengukuran kerapatan dan

bobot jenis dengan menggunakan neraca Wesphalt dan pengukuran kerapatan dan

bobot jenis dengan menggunakan piknometer. Walaupun menggunakan dua alat

yang berbeda, tetapi menggunakan sampel yang sama yaitu akuades, metanol, dan

gliserol. Pada percobaan dengan menggunakan neraca Westphalt, setelah alat

dirangkai, maka sebelum digunakan lengan timbangan harus dikalibrasi

sedemikian rupa agar seimbang. Penyeimbang lengan neraca dilakukan saat

neraca Westphalt telah dapat digunakan, yang diikuti bersamaan dengan

ditambahkannya sampel maupun anting pada lengan neraca. Hal ini digunakan
agar pada saat suatu sampel diukur dengan neraca ini, hasilnya dapat sesuai

dengan bobot jenis sampel yang sebenarnya.

Adapun pengukuran dengan menggunakan neraca Wesphalt menggunakan

anting dengan klasifikasi sebagai berikut:

 Anting I bernilai 0,1 gram

 Anting II bernilai 0,01 gram

 Anting III bernilai 0,001 gram

 Anting IV bernilai 0,0001 gram

Pada percobaan ini, pengukuran suhu sangat diperlukan untuk setiap

sampel sehingga dapat diperoleh dtaq pada kondisi tersebut serta dapat digunakan

untuk menentukan kerapatannya. Hal penting yang perlu diperhatikan bahwa

sebelum dilakukan pengukuran untuk sampel berikutnya, maka penyelam harus

dibilas kembali dan dikeringkan sehingga tidak ada pengaruh dari sampel

sebelumnya baik melalui larutan yang masih melekat di penyelam atau pun

adanya pengaruh perbedaan nilai kerapatan terhadap hasil yang diperoleh.

Apabila dilakukan pengukuran dengan menggunakan piknometer, sebelum

dimasukkan sampel ke dalam piknometer, maka piknometer tersebut harus

dibersihkan dan dikeringkan sampai benar-benar tidak nampak butiran air diselah-

selah permukaan dan di dalam alat. Hal ini bertujuan untuk memperoleh bobot

kosong yang akurat dari piknometer yang kosong. Oleh karena itu, apabila masih

terdapat butiran air di dalamnya, pasti akan mempengaruhi data yang akan

diperoleh. Pada saat sampel pertama yaitu air akan diisi ke dalam piknometer

diharuskan sampel tersebut diisi sampai penuh pada ruang alat ini dan bila perlu

sampai sampel dalam keadaan tertumpah. Hal ini harus diperhatikan baik-baik
agar di dalam alat tidak terdapat gelembung udara, sebab dengan adanya

gelembung udara akan mengurangi bobot sampel yang akan diperoleh. Setelah itu

ditimbang berat piknometer ketika terisi sampel pada neraca analitik. Hal yang

menjadi penyebab akuades ditentukan terlebih dahulu karena pada akuades,

bobotnya jenisnya merupakan suatu zat baku pembanding dalam penentuan nilai

bobot jenis zat lain. Alat piknometer yang digunakan telah dilengkapi dengan

termometer pada bagian penutupnya, sehingga langsung dapat diketahui suhu

pada sampel tersebut. Setelah mendapatkan data dari sampel yang pertama, maka

perlu diperhatikan bahwa sebelum memasukkan sampel berikutnya piknometer

harus dicuci hingga bersih dan diharuskan agar alat tersebut benar-benar bersih.

Hal ini dimaksudkan untuk mencegah pengaruh dari sampel sebelumnya terhadap

hasil yang diperoleh. Pada sampel yang mudah menguap seperti metanol,

pengukuran harus segera dilakukan ketika piknometer telah diisi sampel, sebab

sampel akan terus berkurang bobotnya dalam piknometer.

Dari percobaan yang telah dilakukan, dengan metode neraca Wesphalt,

diperoleh hasil sebagai berikut:

 akuades memiliki kerapatan 0,6399 g.cm-3dan bobot jenis 0,6425

 metanol memiliki kerapatan 0,4879 g.cm-3 dan bobot jenis 0,4896

 gliserol memiliki kerapatan 0.6725 g.cm-3 dan bobot jenis 0.6753.

Sedangkan dengan metode Piknometer, diperoleh hasil sebagai berikut:

 akuades memiliki kerapatan 0,9959 g.cm-3 dan bobot jenis 1

 metanol memiliki kerapatan 0,7897 g.cm-3 dan bobot jenis 0,7927

 gliserol memiliki kerapatan 1,0243 g.cm-3 dan bobot jenis 1,0289.

Perbedaan hasil yang diperoleh antara kedua metode tersebut dapat

disebabkan adanya perbedaan suhu dalam pengerjaan dengan kedua metode ini.
Akan tetapi jika dibandingkan dengan teori dari segi kerapatan jenis maka gliserol

memiliki kerapatan paling besar diantara ketiga larutan ini. Setelah gliserol yaitu

air dan metanol yang memiliki kerapatan jenis yang paling kecil. Gliserol

memiliki kerapatan 1,1261 g.cm-3 dan suhu 25 oC, metanol memiliki kerapatan

0,7913 g.cm-3 pada suhu 20 oC, dan air memiliki kerapatan 1,000 g.cm-3 pada

suhu 4 oC.

Perbedaan yang terjadi antara hasil percobaan dengan teori yang ada juga

dapat disebabkan oleh perbedaan suhu pengukuran. Selain itu, kesalahan-

kesalahan kecil juga dapat terjadi selama percobaan, seperti neraca Wesphalt yang

tidak tepat seimbang, pembacaan suhu yang kurang tepat, atau menguapnya

sampel pada percobaan piknometer, sebelum sampel itu ditimbang bersama

piknometer.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kerapatan dan Bobot Jenis

Perbandingan antara salah satu besaran yang memiliki sifat ekstensif yakni

massa dengan besaran yang juga memiliki sifat ekstensif yakni volume

menghasilkan suatu besaran baru yang memiliki sifat intensif yang disebut dengan

kerapatan (Umland, 1993).

Massa sampel tidak berubah jika suhu dinaikkan atau diturunkan. Akan

tetapi volume dari padatan atau cairan meningkat jika suhu dinaikkan. Volume

semua gas yang diadakan pada tekanan konstan meningkat dengan naikknya suhu,

jika penyebut dari fraksi meningkat dan pembilang konstan, maka nilai fraksi

akan turun. Kerapatan biasanya menurun dengan meningkatnya suhu. Ketika

kerapatan material diketahui, maka suhu dimana kerapatan diukur juga harus

diketahui (Umland, 1993).

Rapatan diperoleh dengan membagi massa suatu objek dengan volumenya.

massa (m)
(d) = (2.1)
volume (v)

Suatu sifat yang besarnya tergantung pada jumlah bahan yang sedang

diselediki disebut sifat ekstensif. Baik massa maupun volume adalah sifat-sifat

ekstensif. Suatu sifat yang bergantung pada jumlah bahan adalah sifat intensif.

Rapatan yang merupakan perbandingan massa dan volume, adalah sifat intensif.

Sifat-sifat intensif umumnya dipilih oleh para ilmuwan untuk pekerjaan ilmiah

karena hal ini tidak tergantung pada jumlah bahan yang sedang diteliti

(Petrucci, 1996).
Sifat intensif tak tergantung pada ukuran sampel. Beberapa contoh adalah

sifat-sifat fisik seperti warna, titik leleh dan titik didih. Misalnya semua sampel

dari tembaga murni pada suhu kamar berbentuk padat, mempunyai warna yang

khas yang mudah dikenal dan akan meleleh pada suhu 1083 oC (Brady, 1999).

Sifat ekstensif adalah sifat yang tergantung dari ukuran dari sampel yang

diperiksa. Misalnya massa dan volume. Bila ukuran sampel naik maka massa dan

volumenya juga akan naik (Brady, 1999).

Massa 1000 cm3 air pada 4 oC dan tekanan atmosfer normal adalah hampir

tepat (tetapi hanya sedikit sekali kurang dari) 1 kg. rapatan dari air di bawah

keadaan ini adalah 1000 g/ 1000 cm3 = 1,000 g/cm3. Karena volume menutur suhu

sedangkan massa tetap, rapatan merupakan fungsi dari suhu. Pada 20 oC dari air

adalah 0,998 g/cm3 (Petrucci, 1996).

Salah satu yang menarik mengenai sifat ekstensif adalah bahwa rangka

bandingnya kerap kali tak tergantung dari ukuran sampel, sehingga sifat intensif

dapat dibuat dengan cara ini. Salah satu sifat intensif adalah rapatan yang dapat

didefinisikan sebagai perbandingan antara massa terhadap volume objek itu

(Brady, 1999).

Cairan air misalnya mempunyai rapatan 1,00 g/mL. ini berarti bahwa

bila kita mempunyai 1,00 g air, maka air ini akan menempati 1,00 mL. bila

kita mempunyai 20,0 g air, maka air akan menempati ruang 20,0 mL, tapi

perbandingan massa dari volumenya tetap sama 20,0 g/ 20,0 mL= 1,00 g/1,00 mL

(Brady, 1999).

Secara normal, bila suatu zat dipanaskan atau didinginkan, volumenya

akan mengembang atau mengkerut. Berarti massa pada zat tersebut ditempatkan
pada volume yang lebih besar atau lebih kecil, maka jelas berat jenis akan berubah

dengan berubahnya temperatur. Misalnya pada 25 oC (sedikit di atas suhu kamar),

berat jenis air adalah 0,9970 g/mL. Sedangkan pada 35 oC berat jeninya adalah

0,9956 g/mL. Seperti terlihat perubahannya tak begitu besar dengan berubahnya

suhu dan sangatlah berguna untuk diingat bahwa dengan sedikit kesalahan, kita

dapat menganggap berat jenis air adalah 1,00 g/mL pada segala macam suhu.

Tetapi harus diingat bahwa untuk kerja yang memerlukan ketelitian yang tinggi,

suhu harus diperhitungkan (Brady, 1999).

Satuan yang dekat hubungannya dengan berat jenis adalah specific gravity

(disingkat sp.gr) atau bobot jenis. Definisinya adalah perbandingan antara berat

jenis zat dengan berat jenis air (Brady, 1999):

𝑑𝑧𝑎𝑡
sp.gr = (2.2)
𝑑𝑎𝑖𝑟

Dari definisi specific gravity, dapat dikatakan bahwa sp.gr adalah ukuran

yang tak mempunyai satuan. Merupakan gabungan bagaimana berat jenis zat

dibandingkan dengan berat jenis air. Jadi suatu zat yang mempunyai sp.gr 2

mempunyai kerapatan 2 x lebih besar daripada air (Brady, 1999).

Kegunaan dari sp.gr adalah kita dapat menghitung berat jenis zat dalam

berbagai satuan hanya dengan mengalikan specific gravity-nya dengan berat jenis

air yang dinyatakan dalam satuan yang diminta. Dengan cara ini hanya dengan

dua tabel. Satu tabel berisi sp.gr zat-zat dan satu lagi tabel dari berat jenis air

dalam berbagai satuan (Brady, 1999).

Berat jenis adalah contoh laindari sifat fisik zat. Untuk menentukan berat

jenis dari air, kita ukur massa dari sejumlah volume tertentu dari cairan tersebut.
Pengukuran ini tak mengubah air menjadi bentuk zat lain, malah air tak berubah

sama sekali (Brady, 1999).

Satuan SI untuk rapatan adalah kg/m3 atau g/cm3, tetapi kadang-kadang

dapat pula dinyatakan dalam g/ml atau untuk gas adalah g/L (Brady, 1999).

Seseorang menjawab bahwa batu bata lebih berat dari bulu adalah orang

yang bingung dari konsep massa dan rapatan. Materi dalam batu merah adalah

lebih padat dibandingkan dengan di dalam bulu, jadi batu bata memiliki volume

yang lebih kecil, atau batu bata lebih padat dibandingkan bulu (Petrucci, 1996).

Pengukuran kerapatan diperlukan untuk berbagai prosedur yang penting

dalam ilmu kimia, seperti menghitung bilangan Avogadro dari dimensi sel unit

kristal, penentuan berat molekul zat dari kerapatan gas, konversi tekanan

hidrostatik unit, konversi dari massa ke volume, pengukuran kepadatan

biopolimer pada ultrasentifus, dan penentuan konsentrasi zat terlarut dari

pengukuran kerapatan (Stocker, 1990).

Kerapatan air adalah 1 g/mL pada suhu 4 oC. Bila kita mengukur 249,00 g

air murni, maka air tersebut akan memiliki volume 249,00 mL pada suhu 4,0 oC.

Namun, pada suhu normal volume hanya mendekati 249 mL. Hal tersebut dapat

terjadi akibat suhu yang dapat mempengaruhi kerapatan suatu sampel

(Petrucci dan Harwood, 1989).

Kerapatan dari minyak goreng yang paling kecil yaitu pada minyak goreng

yang sudah dipakai dua kali, dan nilai kerapatan yang paling besar yaitu pada

minyak goreng yang belum pernah terpakai. Minyak goreng yang sudah dipakai

dua kali mempunyai nilai kerapatan paling kecil karena telah mengalami

pemanasan sehingga ikatan antar molekul berkurang dan menyebabkan kerapatan


minyak berkurang, sehingga kecepatan cahaya dalam minyak tersebut lebih besar

mengakibatkan nilai indeks biasnya lebih kecil. Minyak goreng yang belum

dipakai mempunyai nilai indeks bias yang paling besar karena minyak tersebut

kerapatannya lebih besar (Sutiah dkk., 2008).

Berat molekul berhubungan dengan derajat polimerisasi. Polimer dengan

rantai lurus seperti kitosan akan menunjukkan peningkatan densitas jika derajat

polimerisasi bertambah. Dengan demikian, viskositas intrinsik juga meningkat

(Rochima dkk., 2007).

Bobot jenis adalah rasio atau perbandingan massa zat dengan massa

volume yang sama dari air pada kondisi yang sama. Perbandingan ini setara

dengan kerapatan dari zat dibagi dengan kerapatan air. Bobot jenis air itu sendiri

adalah 1. Bobot jenis merupakan angka atau nilai tanpa satuan. Hal ini karena dua

nilai dengan satuan yang sama dibagi untuk memberikan nilai tanpa satuan

(Burns, 1995).

Probabilitas kerapatan suatu fungsi (PDF) dalam hal ini juga perlu

terdiskret untuk dapat menghasilkan distribusi berat atas bobot rata-rata (OWA).

Oleh karena itu, normalisasi diperlukan untuk memperoleh berat vektor : w = (w1,

w2,....,wn)T. PDF normal yang berkisaran 0,5 menyediakan sebuah distribusi berat

dari OWA yaitu bagian yang mendekati posisi minimum dan maksimum untuk

mendapatkan nilai yang lebih rendah dari bobot OWA. Dalam kasus positif

mengenai pendistribusian, dimana distribusi bobot OWA melakukan pendekatan

terhadap fungsi penurunan yang monoton terhadap bobot rata-rata ini, sedangkan

dalam kasus yang secara negatif terhadap pendistribusian bobot OWA, distribusi

bobot rata-rata juga menjadi sama dengan fungsi penurunan yang monoton

terhadap bobot ini (Sadiq dan Tesfamariam, 2007).


2.2 Neraca Westphal

Cara menggunakan neraca Westphalt yaitu, menjaga keseimbangan

horisontal dari neraca. Meletakkan tabung kaca dimana termometer tertutup oleh

kawat ke ujung lengan neraca. Memasukkan tabung ke dalam silinder atau gelas

ukur dan menyesuaikan keseimbangan neraca dengan menggerakkan mur pada

suhu tertentu. Setelah itu, memasukkan penyelam ke dalam sampel.

Keseimbangan disesuaikan dengan menggantungkan anting pada lengan neraca

dan membaca bobot jenis pada skala dimana anting tersebut diletakkan. Hal yang

perlu dilakukan yaitu menambah panjang kawat yang direndam dalam sampel

agar sama dengan panjang kawat yang direndam dalam air dengan mengubah

ketinggian sampel dalam silinder (Fao, 2006).

2.3 Piknometer

Piknometer merupakan peralatan gelas yang digunakan untuk mengukur

massa jenis zat cair. Ukuran piknometer tersedia dalam berbagai ukuran. Ukuran

yang biasa tersedia di laboratorium kimia adalah piknometer dengan kapasitas

10 mL. Piknometer disertai dengan penutup yang terdapat rongga kapiler. Rongga

kapiler ini berguna untuk menghilangkan gelembung-gelembung udara yang

sangat mungkin berada dalam botol pada saat pengisian dengan zat cair pada

piknometer (Khamidinal, 2008).

Sampel minyak esensial industri sintesis yang di uji untuk menetapkan

korelasi dan kerapatannya. Gravitas spesifik dan tes antibakteri yang dilakukan

pada 20 sampel yang umum digunakan di Nigeria Utara yaitu sintesis minyak

esensial. Hasil menunjukkan bahwa SG adalah 0,970 dengan koefisien 5 % dari

varian antar sampel. Uji aktivitas antimikroba menunjukkan hasil yang terdiri dari

hambatan minimum (Hati dkk., 2010).


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa penentuan kerapatan dan

bobot jenis dengan menggunakan alat neraca Wesphalt, diperoleh hasil sebagai

berikut: akuades memiliki kerapatan 0,6399 g.cm-3 dan bobot jenis 0,6425 ;

metanol memiliki kerapatan 0,4879 g.cm-3 dan bobot jenis 0,4896 ; dan gliserol

memiliki kerapatan 0.6725 g.cm-3 dan bobot jenis 0.6753, sedangkan dengan

menggunakan alat piknometer, diperoleh hasil sebagai berikut: akuades memiliki

kerapatan 0,9959 g.cm-3 dan bobot jenis 1 ; metanol memiliki kerapatan

0,7897 g.cm-3 dan bobot jenis 0,7927; dan gliserol memiliki kerapatan 1,0243

g.cm-3 dan bobot jenis 1,0289.

Perbedaan hasil yang diperoleh antara kedua alat pengukuran tersebut

dapat disebabkan adanya perbedaan suhu dalam pengerjaan dengan kedua alat ini.

Namun jika dibandingkan dengan teori, gliserol memiliki kerapatan 1,1261 g.cm-3

dan suhu 25 oC, metanol memiliki kerapatan 0,7913 g.cm-3 pada suhu 20 oC, dan

air memiliki kerapatan 1,0000 g.cm-3 pada suhu 4 oC. Perbedaan yang terjadi

antara hasil percobaan dengan teori yang ada juga dapat disebabkan oleh

perbedaan suhu pengukuran. Selain itu, walaupun perbandingan kerapatan dari

ketiga sampel tersebut telah benar, tetapi terdapat kesalahan-kesalahan kecil

selama percobaan, seperti neraca Wesphalt yang tidak tepat seimbang, pembacaan

suhu yang kurang tepat, atau menguapnya sampel pada percobaan piknometer,

sebelum sampel itu ditimbang bersama piknometer.


5.2 Saran

Saran untuk praktikum ini yaitu untuk kedepannya diharapkan

menggunakan alat yang lebih memadai lagi agar memudahkan praktikan dalam

melakukan kalibrasi terhadap neraca Westphalt. Selanjutnya diharapkan neraca

analitik ditempatkan di dekat tempat berlangsungnya percobaan agar praktikan

tidak mondar-mandir terlalu jauh dalam proses praktikum. Selain itu diharapkan

agar kedepannya menggunakan aerometer seperti yang terdapat dalam penuntun

sehingga praktikan memiliki pengetahuan yang lebih mengenai alat-alat di

laboratorium. Adapun saran untuk asisten, agar tetap mempertahankan caranya

membimbing, sabar, dan sejauh ini cara membimbingnya sudah bagus.

You might also like