You are on page 1of 10

Pola konsumsi pangan, kebiasaan makan dan densitas gizi… (Jayanti LD; dkk)

POLA KONSUMSI PANGAN, KEBIASAAN MAKAN, DAN DENSITAS GIZI PADA MASYARAKAT
KASEPUHAN CIPTAGELAR JAWA BARAT
(FOOD CONSUMPTION PATTERNS, EATING HABITS, AND NUTRIENT DENSITY ON THE
CIPTAGELAR COMMUNITY WEST JAVA)

Linda Dwi Jayati, Siti Madanijah, dan Ali Khomsan

Departemen Ilmu Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
e-mail: lindajayantigizi@gmail.com

Diterima: 14-03-2014 Direvisi: 02-06-2014 Disetujui: 09-06-2014

ABSTRACT
The purpose of this study was to determine food consumption patterns, eating habits, and its effect on the
density of nutrient intake in Kasepuhan Ciptagelar a traditional village community in West Java. Cross–
sectional design was implied for this study. A total of 65 eligible households participated in the study.
Household’s food consumption data which were used to calculate nutrient density score and density of nutrient
intake were collected using 24-hour recall. Nutrient density scores were calculated by using Nutrient Rich Food
Index 9.3 to compare nutrient intake of food with Daily Value based on FAO standards. Stepwise linear
regression analysis showed that socio-economic factors most affecting iron density was age of husband.
Meanwhile, food habits factor significantly affecting protein density was meal frequency. Food preference
significantly affected on calcium density. Other socio-economic factors including family size, household income,
and the amount of rice in rice barn; and socio-cultural factors of food taboos have no significant effect on
density of nutrient intake. Nutrient intake from more variety foods should be increased to fulfill nutrient
adequacy of individuals, especially girl adolescent and pregnant mothers who observed food taboos in this
community.

Keywords: density of nutrient intake, nutrient density, traditional community

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan menganalisis pola konsumsi pangan dan kebiasaan makan serta pengaruhnya
terhadap densitas asupan zat gizi pada masyarakat Kasepuhan Ciptagelar di Jawa Barat. Desain penelitian ini
adalah cross-sectional dengan total subjek sebanyak 65 rumah tangga. Skor densitas zat gizi pangan dihitung
menggunakan metode Nutrient Rich Food Index 9.3. Analisis menggunakan regresi linear menunjukkan bahwa
variabel umur suami berpengaruh terhadap densitas asupan zat besi rumah tangga. Salah satu variabel
kebiasaan makan yaitu frekuensi makan rumah tangga berpengaruh signifikan terhadap densitas asupan
protein rumah tangga, sedangkan preferensi pangan sayur-sayuran berpengaruh signifikan terhadap densitas
asupan kalsium rumah tangga. Aspek sosial ekonomi rumah tangga lainnya meliputi besar keluarga,
pendapatan perkapita, dan jumlah ketersediaan padi di dalam lumbung padi; serta salah satu aspek sosio-
budaya pangan meliputi tabu makanan tidak berpengaruh terhadap densitas asupan zat gizi rumah tangga.
Asupan zat gizi dari pangan lain sebaiknya lebih ditingkatkan untuk memenuhi kecukupan zat gizi individu,
khususnya individu yang mempraktikkan tabu makanan pada masyarakat tersebut. [Penel Gizi Makan 2014,
37(1): 33-42]

Kata kunci: densitas asupan zat gizi, densitas zat gizi pangan, masyarakat tradisional

33
Penel Gizi Makan, Juni 2014 Vol. 37 (1): 33-42

P
PENDAHULUAN cara lebih dalam. Data-data yang diperoleh
selanjutnya digunakan dalam menentukan
ola konsumsi pangan masyarakat
densitas asupan zat gizi rumah tangga untuk
umumnya dipengaruhi oleh faktor
menggambarkan kualitas konsumsi pangan
sosial budaya, demografi, dan faktor
serta kecukupan zat gizi masyarakat
gaya hidup, serta berkaitan dengan
1 setempat. Penelitian ini secara umum
risiko beberapa penyakit degeneratif . Pola
bertujuan untuk menganalisis pola konsumsi
konsumsi pangan masyarakat juga
pangan dan kebiasaan makan serta
berhubungan signifikan dengan kondisi
pengaruhnya terhadap densitas asupan zat
ketidaktahanan atau ketahanan pangan
2 gizi pada masyarakat Kasepuhan Ciptagelar.
masyarakat . Terkait dengan hal tersebut,
penilaian pola konsumsi pangan merupakan
METODE
salah satu metode yang dapat digunakan
untuk mengetahui keadaan pangan dan gizi Penelitian di Kasepuhan Ciptagelar,
pada suatu masyarakat. Adapun salah satu Desa Sirnaresmi, Kabupaten Sukabumi, Jawa
metode penilaian pola konsumsi pangan Barat dengan menggunakan desain cross-
secara kualitatif yang dapat merefleksikan sectional study. Pemilihan lokasi penelitian
serta menunjukkan kecukupan zat gizi dilakukan dengan pertimbangan bahwa
individu adalah dengan penilaian masyarakat Kasepuhan Ciptagelar dinilai
keanekaragaman dan kualitas zat gizi memiliki sosio-budaya pangan dan kebiasaan
3
pangan . makan yang menarik serta masih belum
Konsep densitas zat gizi pangan banyak digali oleh masyarakat luas.
pada awalnya dikembangkan untuk Pengumpulan data dilakukan dengan
menentukan kualitas zat gizi yang terkandung wawancara dan interview mendalam pada
4
dalam pangan . Selanjutnya densitas zat gizi sejumlah responden pada bulan Juli sampai
pangan juga digunakan untuk Agustus 2013.
mengidentifikasi jenis-jenis makanan yang Populasi dalam penelitian ini adalah
mengandung cukup gizi dengan biaya yang seluruh rumah tangga yang ada di
relatif terjangkau sehingga dapat Kasepuhan Ciptagelar. Subjek penelitian
meminimalisasi pengeluaran pangan, adalah rumah tangga terpilih di Kasepuhan
khususnya di daerah perdesaan. Ciptagelar. Adapun responden penelitian
Berdasarkan konsep tersebut, kemudian meliputi suami, istri, dan beberapa tokoh adat
dikembangkan pula konsep densitas asupan setempat. Total contoh dalam penelitian ini
zat gizi untuk menggambarkan kecukupan zat adalah 65 rumah tangga yang diambil dari
gizi individu atau rumah tangga selain dari total populasi sebanyak 108 rumah tangga
tingkat kecukupan zat gizi. Khususnya pada menggunakan teknik acak sederhana tanpa
masyarakat perdesaan, densitas asupan zat pemulihan (simple random sampling without
gizi dapat digunakan untuk menganalisis pola recovery).
konsumsi pangan serta pengaruhnya Jenis data yang dikumpulkan pada
terhadap kejadian masalah-masalah gizi yang penelitian ini terdiri atas data primer dan
5
terjadi di daerah tersebut . Selain itu, konsep sekunder. Data primer meliputi karakteristik
densitas asupan zat gizi dapat digunakan sosial ekonomi rumah tangga, kebiasaan
untuk mengidentifikasi kuantitas serta kualitas makan, dan konsumsi pangan dikumpulkan
asupan zat-zat gizi dari pangan yang biasa melalui wawancara langsung dengan
5
dikonsumsi oleh masyarakat perdesaan . responden. Data sekunder dikumpulkan
Kasepuhan Ciptagelar merupakan melalui penelusuran pada kantor
salah satu perkampungan masyarakat pemerintahan Desa, Kecamatan dan
tradisional di Kabupaten Sukabumi, Jawa Kabupaten, serta Badan Pusat Statistik
Barat yang masih memelihara warisan tingkat Kabupaten.
budaya dan sistem pertanian tradisional. Skor densitas energi dan densitas zat
Kasepuhan Ciptagelar dinilai memiliki gizi pangan ditentukan berdasarkan data
kebiasaan makan dan pola konsumsi yang asupan konsumsi dari recall konsumsi 2 x 24
khas serta sistem ketahanan pangan yang jam. Skor densitas energi pangan dihitung
baik. Berdasarkan hal tersebut, menarik untuk menggunakan metode dietary energy density
dilakukan analisis khususnya mengenai pola (DED) yang membandingkan antara jumlah
konsumsi pangan serta kebiasaan makan asupan energi dengan total berat pangan
6
pada masyarakat Kasepuhan Ciptagelar se- (kkal/g) .

34
Pola konsumsi pangan, kebiasaan makan dan densitas gizi… (Jayanti LD; dkk)

pangan, dan DED sangat rendah jika skor


8
antara 0–0,6 kkal/g pangan . Sementara itu,
Nutrient Rich Food Index (NRF 9.3)
4
diklasifikasikan menjadi lima kategori , yaitu
Keterangan: DED : Dietary energy density (kkal/g) kuitil 1 jika skor <1, kuintil 2 jika skor antara 1-
10, kuintil 3 jika skor antara 11-20, kuintil 4
Metode yang digunakan untuk jika skor antara 21-30, dan kuintil 5 jika skor
menentukan densitas zat gizi pangan yaitu >30. Berdasarkan kategori NRF 9.3 tersebut,
Nutrient Rich Food Index 9.3 (NRF 9.3), yang semakin tinggi kuintil maka berarti kualitas zat
merekomendasikan untuk mengoptimalkan gizi pangan semakin baik pula, dan begitu
4
konsumsi 9 jenis zat gizi esensial serta pula sebaliknya .
membatasi konsumsi 3 jenis zat gizi. Skor NRF 9.3 kemudian
Sembilan jenis zat gizi yang dibandingkan dengan skor DED untuk
direkomendasikan untuk dioptimalkan mengetahui kualitas zat gizi pangan tersebut
konsumsinya yaitu protein, serat, vitamin A, (Gambar 1). Semakin rendah skor DED dan
vitamin C, vitamin E, kalsium (Ca), zat besi semakin tinggi skor NRF 9.3 maka semakin
(Fe), magnesium (Mg), dan potasium (K); baik kualitas gizi pangan tersebut dan
7
sedangkan tiga jenis zat gizi yang perlu sebaliknya . Ukuran lingkaran di dalam grafik
dibatasi yaitu gula tambahan, asam lemak menunjukkan jumlah makanan pada setiap
7
jenuh, serta natrium. Penentuan densitas zat kelompok pangan .
gizi pangan dengan metode NRF 9.3 dihitung Untuk densitas asupan zat gizi (DG)
7
per 100 kkal makanan . ditentukan berdasarkan standar dari FAO
5
menggunakan rumus berikut :

NRF 9.3=∑ 9(%DV/100kkal)-∑3(%MRV/100kkal) DG = Asupan zat gizi x 1000 kkal


Asupan energi (kkal)
Keterangan:
DV: Daily Value (tingkat kecukupan zat gizi yang dianjurkan per hari)
MRV: Maximum Recommended Value Nilai densitas asupan zat gizi (DG),
khususnya untuk vitamin dan mineral
Selanjutnya skor dietary energy selanjutnya dikategorikan ke dalam kategori
density (DED) dan Nutrient Rich Food Index kurang apabila lebih kecil dari standar FAO,
(NRF 9.3) diklasifikasikan menjadi beberapa serta kategori cukup apabila lebih besar dari
kategori. Dietary energy density (DED) tinggi standar FAO. Sementara itu, densitas asupan
jika skor antara 4–9 kkal/g pangan, DED protein memiliki tiga pengategorian menurut
sedang jika skor antara 1,5- 4 kkal/g pangan, standar FAO, yaitu rendah, cukup, dan
5
DED rendah jika skor antara 0,6–1,5 kkal/g tinggi .

Gambar 1
Median skor NRF 9.3 dan Dietary Energy Density (DED)

35
Penel Gizi Makan, Juni 2014 Vol. 37 (1): 33-42

Tabel 1 pangan sumber karbohidrat yang paling


Standar Densitas Asupan Zat Gizi sering dikonsumsi oleh rumah tangga
dibandingkan jenis pangan sumber
Zat gizi FAO karbohidrat lainnya, yaitu rata-rata sebanyak
Protein (g) 2,9 kali/hari. Pangan jenis protein hewani
yang paling sering dikonsumsi oleh rumah
Rendah < 20 tangga adalah ikan asin dengan rata-rata
Cukup 20-40 frekuensi sebanyak 9 kali/minggu. Sementara
Tinggi > 40 itu, pangan sumber protein nabati yang paling
Kalsium (mg) 500-800 sering dikonsumsi oleh rumah tangga adalah
Zat besi (mg) 7-40 tahu dan tempe yaitu sebanyak 2,3-2,9
kali/minggu. Jenis sayuran yang paling sering
Vitamin A (µg RE) 700-1000
dikonsumsi oleh rumah tangga adalah daun
Vitamin C (mg) 50-60 singkong dan tomat yaitu masing-masing
sebanyak 6,2 kali/minggu dan 5,3
Analisis data menggunakan Microsoft kali/minggu. Sementara itu, pisang
Excel 2007 dan SPSS 16.0 for Windows, merupakan jenis buah yang paling sering
yaitu meliputi analisis univariat, bivariat, dan dikonsumsi dibandingkan dengan jenis buah
multivariat. Analisis univariat dilakukan lainnya yaitu dengan frekuensi konsumsi
menggunakan uji deksriptif untuk sebanyak 3,3 kali/minggu. Kebiasaan
menggambarkan sebaran variabel yang mengonsumsi snack pada sebagian besar
diteliti berdasarkan persen dan rataan, rumah tangga Kasepuhan Ciptagelar
sedangkan analisis bivariat menggunakan uji tergolong sering yaitu sebanyak 6,3 – 8,4
korelasi Pearson untuk menganalisis kali/minggu.
hubungan antara: 1) karakteristik sosial
ekonomi rumah tangga dengan densitas Tabu Makanan
asupan zat gizi rumah tangga; dan 2) faktor Salah satu aspek sosio-budaya
kebiasaan makan dengan densitas asupan pangan yang masih terus diyakini dan
zat gizi rumah tangga. Analisis multivariat dipraktikkan oleh masyarakat Kasepuhan
dilakukan menggunakan uji regresi linear Ciptagelar adalah tabu makanan. Sebanyak
berganda dengan tahapan: 1) variabel yang 64,6 persen rumah tangga di Kasepuhan
berhubungan signifikan berdasarkan uji Ciptagelar masih mempercayai adanya tabu
korelasi Pearson (p<0,05) serta variabel yang makanan, khususnya rumah tangga yang
tidak berhubungan (p>0,05) tetapi memiliki anak perempuan, remaja putri yang
dipertimbangkan memiliki hubungan dengan belum menikah, dan ibu hamil. Beberapa
densitas asupan zat gizi diikutsertakan dalam jenis pangan tertentu yang dianggap tabu di
analisis regresi linear; 2) seluruh variabel Kasepuhan Ciptagelar meliputi buah pisang
yang berupa data continues dan memiliki nilai ambon dan jenis ikan tertentu seperti ikan
Means Residual = 0,000 serta tidak memiliki asin dan kerang.
hubungan antar variabel bebas
(multicollinearity) yang dibuktikan dengan nilai Densitas Energi dan Zat Gizi Pangan
tolerance >0,10 dan nilai variance inflation Jenis pangan yang dihitung skor
factor (VIF) <10,0 diikutsertakan dalam Dietary Energy Density (DED) dan Nutrient
analisis regresi linear; 3) hasil uji Anova Rich Food Index (NRF) 9.3 adalah pangan
dengan nilai signifikansi <0,05 maka model yang dikonsumsi oleh seluruh rumah tangga
regresi linear berganda dapat digunakan berdasarkan data konsumsi pangan hasil
untuk memprediksi densitas asupan zat gizi; recall 2 x 24 jam. Selanjutnya nilai median
4) analisis regresi linear menggunakan dari skor densitas energi dan zat gizi per jenis
metode Stepwise dengan kriteria kemaknaan kelompok pangan tersebut digunakan untuk
statistik p<0,05. mewakili dan menggambarkan kualitas
4
pangan yang umum dikonsumsi masyarakat .
Terdapat keterkaitan antara skor
HASIL
densitas energi dan skor densitas zat gizi
Frekuensi Makan dan Konsumsi Pangan pangan (Tabel 2). Semakin rendah skor
Rumah Tangga densitas energi dan semakin tinggi skor
Sebanyak 95,4 persen rumah tangga densitas zat gizi pangan maka kualitas
di Kasepuhan Ciptagelar memiliki frekuensi pangan tersebut semakin baik dan begitu
4
makan sebanyak 3 kali/hari. Dalam hal pula sebaliknya .
frekuensi konsumsi pangan, nasi merupakan

36
Pola konsumsi pangan, kebiasaan makan dan densitas gizi… (Jayanti LD; dkk)

Tabel 2
Median skor DED dan NRF 9.3 Index Value
Jenis Pangan DED (kkal/g) NRF 9.3(/100 kkal)
Pangan sumber karbohidrat (n = 11) 1,5 1,8
Daging,unggas, dan ikan (n = 10) 1,9 0,6
Telur (n = 2) 3,2 0,5
Susu (n = 2) 2,0 0,9
Pangan nabati (n = 10) 1,9 3,7
Sayuran daun (n = 14) 0,3 26,7
Sayuran buah (n = 7) 0,2 21,6
Buah-buahan (n = 7) 0,4 5,1
Snack/jajanan (n = 20) 3,5 -0,2
Pangan lainnya (n = 3) 3,6 1,0
Lemak/minyak (n = 2) 5,1 -3.4

Dapat diketahui pula berdasarkan Densitas Asupan Zat Gizi Rumah Tangga
Gambar 2 bahwa semakin besar nilai median Rata-rata densitas asupan protein
densitas zat gizi pangan pada sumbu-x dan rumah tangga tergolong cukup berdasarkan
semakin rendah nilai median densitas energi kategori dari FAO yaitu antara 20-40 g/1000
pangan pada sumbu-y maka semakin baik kkal energi. Rata-rata densitas asupan zat
kualitas gizi pangan tersebut. Sementara itu, besi rumah tangga juga tergolong cukup
ukuran lingkaran dalam gambar menunjukkan berdasarkan standar dari FAO ≥7 yaitu
jumlah atau keragaman jenis pangan yang mg/1000 kkal. Sementara itu, rata-rata
dikonsumsi oleh rumah tangga di Kasepuhan densitas asupan kalsium, vitamin A, serta
Ciptagelar. Sayuran daun-daunan, sayuran vitamin C rumah tangga masih tergolong
buah, dan buah-buahan secara berturut-turut rendah atau masih di bawah standar FAO.
memiliki kualitas pangan paling baik Masih rendahnya konsumsi buah-buahan dan
dibandingkan jenis pangan lain, sementara pangan hewani yang merupakan pangan
berdasarkan banyaknya ragam jenis pangan sumber kalsium utama pada sebagian besar
yang dikonsumsi (keanekaragaman rumah tangga merupakan salah satu pemicu
perkelompok pangan), snack dan sayuran rendahnya densitas asupan kalsium dan
daun adalah kelompok pangan yang paling vitamin, khususnya vitamin A dan C.
beragam dikonsumsi oleh rumah tangga.

Gambar 2
Sebaran Kualitas Zat Gizi Pangan Rumah Tangga
Berdasarkan Median Skor Densitas Energi Dan Zat Gizi Pangan

37
Penel Gizi Makan, Juni 2014 Vol. 37 (1): 33-42

Hasil Analisis Bivariat Uji korelasi Pearson yang dilakukan


Densitas asupan zat gizi rumah terhadap variabel kebiasaan makan dan
tangga dalam penelitian ini dianalisis densitas asupan zat gizi, memberikan hasil
hubungannya dengan faktor sosial ekonomi bahwa frekuensi makan berhubungan positif
dan juga kebiasaan makan rumah tangga. dengan densitas asupan protein rumah
Analisis hubungan antara faktor sosial tangga (p<0,01, r = 0,333). Sementara itu,
ekonomi dengan densitas asupan zat gizi jumlah makanan yang dianggap tabu dan
rumah tangga dengan menggunakan uji dipraktikkan dalam rumah tangga
korelasi Pearson memberikan hasil bahwa berhubungan negatif dengan densitas asupan
umur suami dan umur istri berhubungan protein (p<0,05, r = -0,222). Preferensi sayur-
positif dengan densitas asupan gizi, sayuran khususnya sayuran daun-daunan
khususnya densitas asupan protein dan zat berhubungan positif dengan densitas asupan
besi rumah tangga (p<0,05). Adapun besar kalsium rumah tangga (p<0,05, r = 0,287)
keluarga berhubungan negatif dengan (Tabel 4).
densitas asupan vitamin C rumah tangga
(p<0,05, r = -0,238) (Tabel 3).

Tabel 3
Hubungan Karakteristik Sosial Ekonomi dengan Densitas Asupan Gizi
Variabel r p-value
Densitas asupan protein:
Umur Suami 0,221 0,039*
Umur istri 0,220 0,039*
Besar keluarga 0,029 0,410
Pendapatan keluarga (kap/bulan) -0,022 0,430
Jumlah padi di leuit (ikat) 0,073 0,281
Densitas asupan zat besi:
Umur Suami 0,313 0,006**
Umur istri 0,282 0,011*
Besar keluarga 0,030 0,406
Pendapatan keluarga (kap/bulan) 0,058 0,322
Jumlah padi di leuit (ikat) 0,082 0,257
Densitas asupan vitamin C:
Umur Suami 0,038 0,381
Umur istri 0,067 0,297
Besar keluarga -0,238 0,028*
Pendapatan keluarga (kap/bulan) -0,024 0,425
Jumlah padi di leuit (ikat) -0,141 0,131
*Signifikan pada α = 5% **Signifikan pada α = 1%

Tabel 4
Hubungan Kebiasaan Makan dengan Densitas Asupan Zat Gizi
Variabel r p-value
Densitas asupan protein:
Frekuensi makan rumah tangga (kali/hari) 0,333 0,003**
Preferensi pangan sumber protein hewani 0,144 0,127
Preferensi pangan sumber protein nabati 0,090 0,239
Jumlah tabu makanan rumah tangga -0,222 0,038*
Densitas asupan kalsium:
Frekuensi makan rumah tangga (kali/hari) 0,130 0,151
Preferensi pangan sumber protein hewani 0,177 0,079
Preferensi pangan sumber protein nabati 0,025 0,421
Preferensi pangan sayur-sayuran 0,287 0,010*
Jumlah tabu makanan rumah tangga -0,067 0,297
*Signifikan pada α = 5% **Signifikan pada α = 1%

38
Pola konsumsi pangan, kebiasaan makan dan densitas gizi… (Jayanti LD; dkk)

Tabel 5
Faktor Kebiasaan Makan yang Mempengaruhi Densitas Asupan Zat Gizi
Rumah Tangga
2
Variabel B R parsial Sig
Densitas asupan protein:
Konstanta 9,613 - 0,281
Frekuensi makan rumah tangga (kali/hari) 0,333 0,111 0,007**
2
R total 0,111
F (Sig) 7,837 (0,007)
Densitas asupan kalsium:
Konstanta 230,997 - 0,000**
Preferensi pangan sayur-sayuran 0,287 0,082 0,021*
2
R total 0,082
F (Sig) 5,643 (0,021)
*Signifikan pada α = 5% **Signifikan pada α = 1%

Hasil Analisis Multivariat Nasi merupakan jenis pangan


Faktor sosial ekonomi yang paling sumber karbohidrat yang selalu ada di setiap
berpengaruh terhadap densitas asupan zat waktu makan masing-masing rumah tangga.
besi rumah tangga berdasarkan uji regresi Hal ini karena ketersediaan padi pada
linear adalah umur suami, yaitu dengan nilai masyarakat Ciptagelar tergolong cukup
koefisien determinasi sebesar 0,098. Nilai banyak mengingat sistem pertanian di
koefisien tersebut memberikan arti bahwa Kasepuhan Ciptagelar yang tergolong cukup
sebesar 9,8 persen keragaman nilai densitas baik serta masih sangat tradisional.
asupan zat besi rumah tangga dapat Ketersediaan padi di dalam lumbung padi
dijelaskan oleh variabel umur suami. Faktor masing-masing rumah tangga yang rata-rata
kebiasaan makan yang berpengaruh sangat berisi ±2000 kg gabah kering per lumbung
signifikan terhadap densitas asupan protein padi dapat digunakan untuk konsumsi pangan
rumah tangga adalah frekuensi makan dalam rumah tangga selama 1 tahun hingga masa
2
rumah tangga, yaitu dengan nilai R parsial bertani padi tahun berikutnya tiba. Sementara
sebesar 0,111. Nilai tersebut memberikan arti pangan sumber zat gizi lain seperti protein,
bahwa frekuensi makan memberikan vitamin, dan mineral tidak selalu dikonsumsi
kontribusi sebesar 11,1 persen terhadap pada setiap waktu makan mengingat tidak
densitas asupan protein rumah tangga. semua jenis pangan tersebut diproduksi oleh
Sementara itu, faktor yang paling masyarakat setempat serta daya beli
berpengaruh terhadap densitas asupan masyarakat terhadap pangan sumber zat gizi
kalsium rumah tangga adalah preferensi tersebut yang masih tergolong rendah.
2
pangan sayur-sayuran, dengan nilai R Pemilihan jenis pangan yang disukai
parsial 0,082 (Tabel 5). umumnya dipengaruhi dan terbentuk dari
gabungan pengaruh genetik dan faktor
10
BAHASAN lingkungan . Pada masyarakat Kasepuhan
Ciptagelar, kesukaan terhadap jenis makanan
Rata-rata frekuensi makan pada
umumnya cenderung pada jenis makanan
hampir seluruh rumah tangga (95,4%)
tradisional dan terbentuk karena pengaruh
tergolong kategori baik yaitu sebanyak 3
lingkungan yang masih tergolong tradisional
kali/hari. Sejalan dengan penelitian
dan alami. Kebiasaan mengonsumsi pangan
sebelumnya yang menyatakan bahwa
tradisional terbukti dapat mencegah risiko
kebiasaan makan dengan frekuensi dan 11
obesitas serta penyakit degenerative .
waktu makan secara teratur dapat
Jenis lauk hewani yang paling disukai
mengurangi kebiasaan mengonsumsi jajanan
oleh sebagian besar masyarakat adalah ikan
(snacking) serta membantu meminimalisasi
9 asin dan ikan air tawar. Pangan nabati tidak
pengeluaran pangan . Hanya saja pada
terlalu disukai oleh sebagian besar
rumah tangga di Kasepuhan Ciptagelar,
masyarakat karena tidak dapat diproduksi
kebiasaan makan dengan frekuensi teratur
sendiri dan harganya yang relatif mahal untuk
belum diimbangi dengan beragamnya menu
masyarakat setempat. Jenis sayur yang
makanan pada setiap waktu makan.
menjadi preferensi sebagian besar rumah

39
Penel Gizi Makan, Juni 2014 Vol. 37 (1): 33-42

tangga meliputi daun singkong, bayam, dikonsumsi. Berdasarkan data recall 2 x 24


kangkung, mentimun, tomat, dan labu jam, diketahui bahwa hampir semua rumah
dikonsumsi cukup sering oleh rumah tangga. tangga yang diteliti memiliki menu atau jenis
Sementara itu, meskipun terdapat banyak pangan yang relatif sama untuk dikonsumsi
jenis buah yang disukai oleh rumah tangga setiap harinya. Hal tersebut salah satunya
seperti jeruk, mangga, sawo, apel, dikarenakan kondisi sosial ekonomi dan
kelengkeng, dan melon, akan tetapi frekuensi budaya pangan yang relatif sama pada
konsumsi buah-buahan pada sebagian besar masyarakat Kasepuhan Ciptagelar sehingga
rumah tangga tergolong jarang karena menyebabkan pola konsumsi pangan yang
harganya yang relatif mahal serta beberapa relatif homogen pula pada masyarakat
jenis buah bersifat musiman. Beberapa jenis tersebut.
pangan tertentu yang mengandung sejumlah Pada masyarakat Kasepuhan
asupan zat gizi yang cukup namun dianggap Ciptagelar, rata-rata umur suami dan istri
tabu di Kasepuhan Ciptagelar justru dapat yang tergolong kelompok umur dewasa
menyebabkan remaja putri dan ibu hamil di menengah yaitu 30-49 tahun cenderung
daerah tersebut kehilangan kesempatan berpengaruh dalam hal menyediakan pangan
memperoleh kontribusi asupan zat gizi dari untuk anggota keluarga serta dalam hal
13
pangan tersebut . memenuhi kebutuhan zat gizi anggota
Berdasarkan kategori kualitas zat gizi keluarganya dengan lebih baik dibandingkan
sesuai dengan skor densitas zat gizi pangan, dengan suami dan istri yang termasuk
sayuran daun dan sayuran buah tergolong kelompok umur dewasa awal. Hal itu karena
dalam kuintil 4 (skor 21 – 30) yang berarti semakin dewasa dan semakin matang umur
memiliki kualitas zat gizi baik. Sementara itu, orangtua, akan semakin baik dalam
kelompok pangan snack dan lemak/minyak menerapkan pola asuh makan pada anggota
4 14
termasuk dalam kuintil 1 (skor <1) . Hal ini keluarganya . Selain itu, pada masyarakat
juga sesuai dengan grafik median densitas Kasepuhan Ciptagelar, dengan semakin
zat gizi pangan yang menjelaskan bahwa bertambahnya umur suami atau kepala
jenis pangan jajanan khususnya yang keluarga, pengalaman dan kemampuan
mengandung tinggi gula serta pangan tinggi dalam mengolah lahan pertanian serta
lemak/minyak termasuk kategori pangan budidaya beberapa jenis ikan menjadi
dengan densitas zat gizi rendah (low-dense semakin baik sehingga pemenuhan konsumsi
nutrient food). Pangan sumber protein hewani pangan keluarga khususnya pangan hewani
meliputi daging, unggas, dan ikan serta menjadi lebih baik pula. Sementara itu,
pangan nabati termasuk dalam kategori kuintil semakin besar jumlah anggota keluarga yang
2 (skor 1 - 10) sebagaimana grafik median tidak diimbangi dengan meningkatnya
7
densitas zat gizi pangan . Dengan pendapatan perkapita maka akan berdampak
diketahuinya skor densitas energi dan zat gizi pada konsumsi pangan dan asupan zat gizi
15
pangan dari tiap-tiap jenis pangan yang yang semakin defisit . Faktor sosial ekonomi
dikonsumsi oleh rumah tangga, diharapkan lainnya meliputi pendapatan rumah tangga
dapat semakin meningkatkan konsumsi dan jumlah padi dalam leuit tidak
pangan rumah tangga di daerah setempat, berhubungan signifikan dengan densitas
khususnya pangan yang rendah atau cukup asupan zat gizi rumah tangga. Hal ini dapat
kalori dan tinggi zat gizi namun dengan biaya dikarenakan pada masyarakat setempat,
terjangkau sehingga tetap dapat memenuhi hampir seluruhnya yaitu >90 persen bekerja
kebutuhan zat gizi. Hal ini karena skor sebagai petani serta terdapat larangan adat
densitas energi yang rendah dan skor untuk memperjualbelikan padi hasil pertanian
densitas zat gizi yang tinggi pada suatu lokal, sehingga pemenuhan asupan zat gizi
kelompok pangan serta porsi makan yang dari konsumsi pangan umumnya tidak
tepat memberikan pengaruh signifikan bergantung pada pendapatan dan jumlah
terhadap asupan zat gizi baik pada individu padi yang dimiliki oleh masing-masing rumah
12
maupun pada rumah tangga . tangga. Pemenuhan konsumsi pangan rumah
Keragaman jenis pangan yang umum tangga lebih banyak dipenuhi dari hasil
dikonsumsi oleh rumah tangga Kasepuhan budidaya pekarangan dan kebun atau dari
Ciptagelar dapat terlihat pula dalam Gambar pemberian keluarga/orang lain.
2. Terlihat bahwa meskipun beberapa Kebiasaan makan serta pola
kelompok pangan yang umum dikonsumsi konsumsi pangan berhubungan signifikan
oleh rumah tangga memiliki kualitas zat gizi dengan tingkat kecukupan dan densitas
16
yang cukup baik, akan tetapi tergolong masih asupan zat gizi pada individu . Frekuensi
kurang beragam dari segi jenis pangan yang makan merupakan salah satu faktor

40
Pola konsumsi pangan, kebiasaan makan dan densitas gizi… (Jayanti LD; dkk)

kebiasaan makan yang berhubungan positif Ketersediaan pangan tersebut


dengan densitas asupan protein rumah mengindikasikan kondisi ketahanan pangan
tangga. Asupan protein rumah tangga pada di Kasepuhan Ciptagelar, meskipun
masyarakat Kasepuhan Ciptagelar utamanya berdasarkan rata-rata pendapatan rumah
diperoleh dari konsumsi nasi, mengingat tangga setempat masih tergolong rendah.
ketersediaan padi yang cukup banyak pada Umur suami dan umur istri
masing-masing rumah tangga serta daya beli merupakan faktor sosial ekonomi yang
pangan sumber protein yang masih tergolong berhubungan signifikan dengan densitas
rendah pada masyarakat tersebut. Ini yang asupan protein dan kalsium rumah tangga.
menjadi salah satu penyebab semakin sering Sementara itu, besar keluarga berhubungan
frekuensi makan dalam rumah tangga, negatif dengan densitas asupan vitamin C
khususnya frekuensi konsumsi nasi rumah tangga. Selain itu, jumlah makanan
berhubungan dengan semakin terpenuhinya yang dianggap tabu dalam rumah tangga
densitas asupan protein rumah tangga. berhubungan negatif dengan densitas asupan
Sebagaimana dikemukakan bahwa frekuensi protein rumah tangga.
makan secara teratur serta diikuti dengan Semakin bertambah umur suami
pola konsumsi pangan yang baik terbukti berpengaruh terhadap densitas
berpengaruh terhadap tingkat kecukupan zat asupan zat besi rumah tangga yang semakin
9
gizi, khususnya pada wanita lansia . baik sebab pemahaman suami terhadap
Sementara itu, jumlah makanan yang prioritas pembagian makan dalam keluarga
dianggap tabu dan dipraktikkan dalam rumah menjadi semakin baik. Selain itu, dengan
tangga berhubungan negatif dengan densitas bertambahnya umur suami, pengalaman
asupan protein. Hal ini dikarenakan makanan dalam mengolah lahan pertanian serta
yang dianggap tabu di daerah setempat budidaya ikan semakin baik sehingga dapat
umumnya adalah pangan hewani seperti memenuhi konsumsi pangan rumah tangga
kerang dan ikan asin sehingga berpeluang dengan baik. Nasi merupakan kontributor
mempengaruhi tingkat kecukupan dan asupan protein terbesar untuk rumah tangga
densitas asupan protein. di Kasepuhan Ciptagelar, sehingga semakin
Salah satu penyebab preferensi sering frekuensi makan rumah tangga
sayur-sayuran khususnya sayuran daun- berpengaruh terhadap densitas asupan
daunan berhubungan signifikan dan protein rumah tangga yang semakin baik
berpengaruh terhadap densitas asupan pula. Preferensi terhadap sayur-sayuran
kalsium rumah tangga adalah karena memberikan pengaruh signifikan terhadap
frekuensi dan jumlah konsumsi sayur-sayuran densitas asupan kalsium rumah tangga,
pada masyarakat Kasepuhan Ciptagelar sebab konsumsi pangan sayur-sayuran pada
umumnya lebih banyak dibandingkan rumah tangga jauh lebih sering dibandingkan
konsumsi pangan hewani sehingga asupan konsumsi pangan hewani.
kalsium pada masyarakat tersebut
utamannya diperoleh dari pangan sayur- SARAN
sayuran. Preferensi pangan akan mendorong
Frekuensi makan pada masyarakat
anggota keluarga untuk mengonsumsi
Kasepuhan Ciptagelar yang termasuk
pangan tersebut lebih sering dibandingkan
kategori baik seharusnya juga diimbangi
jenis pangan lain sehingga dapat
dengan konsumsi pangan lokal yang lebih
meningkatkan kecukupan zat gizi atau justru
beragam dan mengandung cukup zat gizi
sebaliknya dapat berdampak pada masalah
sehingga kuantitas dan kualitas pangan
gizi dan peningkatan risiko masalah
masyarakat dapat lebih baik. Di samping itu,
kesehatan apabila preferensi pangan tersebut
tabu makanan bukan merupakan salah satu
pada pangan yang salah (high calories-dense
17 budaya pangan yang harus ditinggalkan oleh
foods) . Selain itu, frekuensi konsumsi
masyarakat, akan tetapi diperlukan
pangan dan preferensi pangan merupakan
pemahaman yang lebih baik terhadap jenis
prediktor tingkat kecukupan dan densitas
pangan lain yang mengandung asupan gizi
asupan zat gizi baik pada individu maupun
17 lebih baik sehingga masyarakat tetap dapat
rumah tangga .
memperoleh asupan gizi cukup tanpa harus
melanggar budaya pangan tersebut.
KESIMPULAN
Penelitian serupa pada masyarakat
Ketersediaan pangan pokok di tradisional lainnya diperlukan sebagai studi
daerah Kasepuhan Ciptagelar umumnya pembanding khususnya dalam hal sosio-
dipenuhi dari jumlah padi yang disimpan di budaya pangan serta kecukupan zat gizi.
dalam lumbung padi rumah tangga.

41
Penel Gizi Makan, Juni 2014 Vol. 37 (1): 33-42

UCAPAN TERIMA KASIH Health, International Dairy Federation


(IDF) World Dairy Summit ‘United Dairy
Penulis mengucapkan terima kasih
World 2009’. Berlin, 22-24 September
kepada Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan MS, Dr. Ir.
2009.p.1-8
Hadi Riyadi MS, serta Dr. Ir. Sri Anna
8. Rolls BJ. The relationship between
Marliyati MS selaku tim peneliti dalam
dietary energy density and energy intake.
penelitian “Ketahanan Pangan dan Gizi serta
Physiology & Behavior. 2009;97:609-615.
Coping Mechanism pada Masyarakat
9. Mekary RA, Giovannucci E, Willett WC,
Kasepuhan Ciptagelar di Jawa Barat” yang
Dam RM, and Hu FB. Eating patterns and
telah mengizinkan penulis untuk mengambil
type 2 diabetes risk in older women:
bagian dalam penelitian tersebut. Selain itu
breakfast consumption and eating
penulis mengucapkan terima kasih kepada
frequency. Am J Clin Nutr. 2013; 98:
ketua adat dan seluruh responden di
436–43.
Kasepuhan Ciptagelar yang telah bersedia
10. Scaglioni S, Arrizza C, Vecchi F, and
menjadi subjek dalam penelitian ini.
Tedeschi S. 2011. Determinants of
children’s eating behavior. Am J Clin
RUJUKAN Nutr. 2011; 94:2006S–11S.
11. Sheehy T, Roache C, and Sharma S.
1. Park SY, Suzanne PM, Lynne RW,
Eating habits of a population undergoing
Jennifer FY, Sangita S, Jean HH, et al.
a rapid dietary transition: portion sizes of
Dietary patterns using the food guide
traditional and non-traditional foods and
pyramid groups are associated with
beverages consumed by Inuit adults in
sociodemographic and lifestyle factors:
Nunavut, Canada. Nutrition Journal.
the multiethnic cohort study. J Nutr. 2005;
2013;12:70
135:843–849.
12. Kral TVE, Roe LS, and Rolls BJ.
2. Leyna GH, Mmbaga EJ, Mnyika KG,
Combined effects of energy density and
Hussain A, and Klepp KI. Food insecurity
portion size on energy intake in women.
is associated with food consumption
Am J Clin Nutr. 2004; 79:962–8.
patterns and anthropometric measures
13. Barennes H, Simmala C, Odermatt P,
but not serum micronutrient levels in
Thaybouavone T, Vallee J, Ussel BM, et
adults in rural Tanzania. Public Health
al. Postpartum traditions and nutrition
Nutrition. 2010;13:1438–1444.
practices among urban Lao women and
3. Swindale A and Billinsky P. Household
their infants in Vientiane, Lao PDR. Eur J
dietary diversity score (HDDS) for
Clin Nutr. 2007; 63:323–331.
measurement of household food access:
14. Begum S, Khan M, Farooq M, Begum N,
indicator guide. Food and Nutrition
and Shah IU. Socio economic factors
Technical Assistance Project (FANTA).
affecting food consumption pattern in
Washington DC: Academy for
rural area of district Nowshera, Pakistan.
Educational Development, 2005.
Sarhad J Agric. 2010; 26:649-653.
4. Drewnowski A. The nutrient rich foods
15. Hill ID, Webb P, Philip WJ, Hunt JM,
index help to identify healthly, affordable
Dalmiya N, Chopra M, et al. Micronutrient
foods. Am J Clin Nutr. 2010; 91:1095S–
deficiencies and gender: social and
101S.
economic costs. Am J Clin Nutr. 2005;
5. Drewnowski A. Concept of a nutritious
81:1198S–1205S.
food: toward a nutrient density score. Am
16. Wang Z, Dang S, and Yan H. Nutrient
J Clin Nutr. 2005; 82:721-32.
intakes of rural Tibetan mothers: a cross-
6. Wang J, Zhang W, Sun L, Yu H, Xing Q,
sectional survey. BMC Public Health.
Risch H, et al. Dietary energy density is
2010;10:1471-2458.
positively associated with risk of
17. Drewnowski A, Mennella JA, Johnson
pancreatic cancer in urban Shanghai
SL, and Bellisle F. Sweetness and food
Chinese. J Nutr. 2013;143:1626–1629.
preference. J Nutr. 2012;142:1142S-
7. Drewnowski A. Nutrient density of dairy
1148S.
products: helping build healthier diets
worldwide. Conference Nutrition and

42

You might also like