You are on page 1of 9

PENGARUH MODEL INKUIRI TERBIMBING TERHADAP

KETERAMPILAN PROSES SAINS DALAM


MATERI LAJU REAKSI PADA SISWA SMK

Moehammad Shelviano Audityo, Hairida, Rahmat Rasmawan


Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Untan Pontianak
Email: audityo60@gmail.com

Abstract
The background of this research is student’s science process skills in subject of matter chemical
reaction rate is low. This research was aimed at investigating the differences of science process skills
between student who are taught by guided inquiry learning and student who are taught by
conventional learning in subject of matter chemical reaction rate on XI grade of SMK PGRI
Pontianak. This reserach was conducted in two classes and applied Quasi Experimental Design that
was Nonequivalent Control Group Design. The data is collected by three method such as science
process skills test, observation paper and semistructured interview. The sample of this research are
XI TAV as experiment class and XI TSM as control class. Gain score data analysis were using
independent-t test (α = 5%) values obtained Asymp.Sig (2-tailed) of 0.000, indicating that there were
differences in student’s science process skills between student who were taught by guided inquiry
learning and student who were taught by conventional learning. The using of guided inquiry learning
in subject of matter chemical reaction rate chapter on XI grade of SMK PGRI Pontianak effecting
73,1% of improving student’s science process skills.

Keywords: Guided Inquiry Model, Science Process Skills, Conventional Model, Chemical
Reaction Rate.

Pendidikan tidak terlepas dari kegiatan Siswa mengalami kesulitan untuk


belajar. Proses pembelajaran merupakan hal yang menemukan konsep-konsep dan membangun
mempengaruhi keberhasilan pendidikan. pengetahuan dalam pelajaran kimia.
Pendidikan IPA adalah salah satu program Pembelajaran sains di Indonesia cenderung
pendidikan yang ada di Sekolah Menengah Atas menekankan pada aspek produk atau hasil.
dan Sekolah Menengah Kejuruan. Salah satu Sehingga aspek proses kurang mendapatkan
ilmu yang termasuk ke dalam pendidikan IPA porsi yang cukup. Aspek proses tersebut salah
adalah pelajaran kimia. Mempelajari kimia tidak satunya adalah keterampilan proses sains.
hanya dengan mengingat konsep dan fakta-fakta, Kurangnya waktu dan alat untuk praktik adalah
tetapi siswa hendaknya turut aktif dalam proses alasan yang sering dikemukakan oleh guru,
menemukan konsep dan fakta yang diperolehnya. sehingga untuk mengembangkan keterampilan
Keaktifan dalam proses penemuan konsep dan proses sains siswa dalam pembelajaran masih
fakta dapat dilakukan dengan pembelajaran sulit (Rokhmatika, 2012).
konstruktivis. Hal ini berarti pembelajaran di Keterampilan proses sains siswa yang
kelas tidak cukup bersifat transfer pengetahuan rendah disebabkan oleh beberapa faktor
dari guru kepada siswanya, tetapi lebih bersifat meliputi: rendahnya latar belakang sains,
membangun pengetahuan melalui pengalaman minimnya prasarana laboratorium (Jack, 2013),
yang bersentuhan dengan objek belajar. buku satu-satunya pedoman dalam pembelajaran
(Ekene dan Igboegmu, 2011), administrasi
sekolah belum menginisiasi pembelajaran lainnya hanya mengamati dan bermain-main.
kontekstual (Chaguna dan Yango, 2008), hanya Kemudian, guru tersebut menambahkan
menekankan penguasaan konsep, serta kegiatan kurangnya alat dan bahan praktikum juga
pembelajaran yang belum mengeksplorasi menghambat pembelajaran yang mengharuskan
keterampilan proses sains siswa (Sukarno, adanya percobaan. Sehingga percobaan yang
Permanasari, dan Hamidah, 2013). dilakukan hanya percobaan yang menggunakan
Keterampilan proses sains perlu alat dan bahan sederhana.
dikembangkan melalui pengalaman langsung Model pembelajaran inkuiri adalah salah
yang melibatkan penggunaan berbagai material satu tipe model pembelajaran yang menekankan
dan tindakan fisik (Ekene dan Igboegmu, 2011). pada aktivitas, keterampilan, serta pengetahuan
Pengembangan keterampilan proses sains melalui pencarian aktif berdasarkan pada rasa
menurut Abungu, Okere, dan Wachanga (2014) keingintahuan (Rahmasiwi, 2015). Tahap
digunakan untuk membantu siswa memperoleh pembelajaran inkuiri terdiri dari orientasi,
pemahaman materi yang lebih bersifat long term merumuskan masalah, mengajukan hipotesis,
memory sehingga diharapkan mampu mengumpulkan data, menguji hipotesis dan
menyelesaikan segala bentuk permasalahan merumuskan kesimpulan (Sanjaya, 2006).
kehidupan sehari-hari terutama dalam Tahap pembelajaran yang dimiliki model
menghadapi persaingan global. Jack (2013) pembelajaran inkuiri identik dengan aspek
menambahkan bahwa pengembangan sikap dan keterampilan proses sains meliputi observasi,
keterampilan intelektual yang dibutuhkan untuk klasifikasi, bertanya, berhipotesis,
meningkatkan pemahaman konsep dapat merencanankan percobaan, menggunakan alat
dilakukan dengan mengembangkan bahan, menerapkan konsep,
keterampilan proses sains sebagai dasar dalam mengkomunikasikan, serta melakukan
kegiatan inkuiri. percobaan (Rustaman, 2005), sehingga dapat
Umumnya, pembelajaran kimia di sekolah digunakan untuk meningkatkan keterampilan
yang lebih mengedepankan keterampilan proses proses sains (Joyce, 2000) melalui penerapan
sains siswa adalah saat melakukan praktikum, tiap langkah pembelajaran yang dimiliki.
seperti yang terlihat pada SMK PGRI Pontianak. Seperti yang dikemukakan oleh Ambarsari
Namun, dalam pelaksanaan praktikum tersebut (2013) siswa harus mampu berbuat sesuatu
guru masih kurang memperhatikan berbagai dengan menggunakan proses dan prinsip
keterampilan proses sains yang dilakukan siswa. keilmuan yang telah dipahami. Inkuiri
Guru lebih sering mengarahkan siswa dalam mempunyai efektifitas tinggi sebagai model
melakukan praktikum, sehingga siswa hanya pembelajaran yang membantu siswa dalam
melakukan hal yang diperintahkan oleh guru. menemukan konsep dan menggunakan
Hasil observasi menunjukkan bahwa masih keterampilan proses sains (Yager & Akcay,
terdapat beberapa jenis keterampilan proses 2008).
sains yang masih kurang dan tidak dilakukan Agar tujuan pembelajaran dapat tercapai
oleh siswa. Kurangnya bimbingan guru dan dengan baik maka keterampilan proses perlu
ketiadaan beberapa kolom keterampilan proses dikembangkan melalui pengalaman-pengalaman
sains dalam LKS menjadi faktor yang langsung sebagai pengalaman pembelajaran.
menyebabkan masih kurangnya keterampilan Melalui pengalaman langsung seseorang dapat
proses sains siswa. lebih menghayati proses atau kegiatan yang
Hasil observasi juga menunjukkan siswa sedang dilakukan (Rustaman, 2005).
lebih tertarik melakukan pembelajaran dengan Konsep adalah sesuatu yang harus dipahami
metode praktikum karena siswa dapat terlibat oleh siswa, namun proses bagaimana konsep itu
langsung. Namun dalam melakukan praktikum dapat dipahami oleh siswa merupakan hal yang
masih banyak siswa yang bermain-main dalam tidak kalah pentingnya. Karena nantinya
melakukan prosedur percobaan dan terkadang pemahaman konsep dalam proses belajar
dalam satu kelompok hanya ada 1 atau 2 siswa mengajar akan mempengaruhi bagaimana siswa
yang mengisi data percobaan sedangkan yang dapat memecahkan suatu permasalahan. Pada
kenyataannya masih banyak siswa yang hanya (LKS) dan soal tes yang telah divalidasi oleh satu
menghafal konsep dan kurang mampu orang dosen Pendidikan Kimia FKIP Universitas
menggunakan konsep tersebut. Hal ini sejalan Tanjungpura dan satu orang guru kimia SMK
dengan materi laju reaksi, dimana materi laju PGRI Pontianak dengan hasil validitas bahwa
reaksi kimia merupakan materi yang memiliki instrumen yang digunakan valid. Berdasarkan
konsep yang harus dimiliki siswa (Trianto, hasil uji coba soal yang dilakukan di SMK PGRI
2009). Maka dari itu, konsep-konsep dalam Pontianak diperoleh keterangan bahwa tingkat
materi laju reaksi harus dapat ditegaskan dengan reliabilitas untuk soal pre-test 0.67 tergolong
melakukan pembuktikan dalam suatu percobaan tinggi dan post-test sebesar 0,80 tergolong
praktikum. Praktikum tersebut dapat dilakukan sangat tinggi. Hasil pre-test dianalisis
dengan penerapan model pembelajaran inkuiri. menggunakan rumus sebagai berikut: pemberian
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti skors sesuai pedoman pensekoran, dilanjutkan
terdorong untuk melakukan penelitian dengan dengan uji statistic SPSS 17 uji Kolmogorov-
judul “Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Smirnov pada soal pre-test diperoleh salah satu
Terbimbing Terhadap Keterampilan Proses data tidak terdistribusi normal sehingga
Sains Dalam Materi Laju Reaksi Pada Siswa dilanjutkan ke uji U-Mann Whitney dan
Kelas XI SMK PGRI Pontianak”. dihasilkan bahwa terdapat perbedaan
keterampilan proses sains awal siswa dari kedua
kelas sehingga untuk selanjutnya digunakan gain
METODE PENELITIAN score. Hasil gain score dianalisis menggunakan
Bentuk penelitian yang akan digunakan rumus sebagai berikut: hasil selisih post-test dan
dalam penelitian ini metode eksperimen. Jenis pre-test diuji statistic SPSS 17 uji Kolmogorov-
eksperimen yang akan digunakan dalam Smirnov diperoleh kedua data terdistribusi
penelitian ini adalah eksperimen semu atau quasi normal sehingga dilanjutkan ke uji t-
eksperimental design dengan menggunakan indenpendent. Dilanjutkan dengan menghitung
rancangan nonequivalent control group design. Effect Size menggunakan rumus Cohen.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Prosedur dalam penelitaian ini terdiri dari 3
siswa kelas XI SMK PGRI Pontianak. Teknik tahap, yaitu: 1) Tahap persiapan, 2) Tahap
pengambilan sampel yang digunakan adalah pelaksanaan penelitian, 3) Tahap Penyusunan
random sampling, random sampling digunakan laporan akhir (skripsi).
karena kemampuan siswa dari tiap kelas dalam Tahap Persiapan
populasi sama. Sampel dalam penelitian ini
adalah kelas XI TAV (Teknik Audio Video) dan Langkah-langkah yang dilakukan pada
kelas XI TSM (Teknik Sepeda Motor) yang tahap persiapan antara lain: 1) Melaksanakan
belum diajarkan materi laju reaksi, dimana satu prariset di SMK PGRI Pontianak. 2)
kelas sebagai kelas ekperimen dan satu kelas Merumuskan masalah penelitian hasil prariset.
sebagai kelas kontrol. Pemilihan kelas dilakukan 3) Memberikan solusi yaitu mengunakan
dengan cabut undi. Sehingga didapatkan bahwa pembelajaran model inkuiri terbimbing. 4)
kelas XI TSM Sebagai kelas kontrol dan kelas Membuat perangkat pembelajaran berupa
XI TAV sebagai kelas eksperimen. Teknik Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan
pengumpul data pada penelitian ini adalah teknik Lembar Kerja Siswa (LKS). 5) Melakukan
pengukuran berupa test keterampilan proses validitas perangkat pembelajaran RPP dan LKS.
sains tertulis (pre-test dan post-test) berbentuk 6) Apabila RPP dan LKS sudah dikatakan valid
essai sebanyak 5 soal, teknik komunikasi tak oleh validator maka langkah berikutnya ialah
langsung berupa lembar observasi merevisi RPP dan LKS tersebut. 7) Membuat
keterlaksanaan pembelajaran dan teknik instrumen penelitian berupa tes keterampilan
komunikasi langsung yang berupa wawancara proses sains. 8) Melakukan validasi instrumen
tidak terstruktur kepada siswa. Instrumen penelitian berupa tes keterampilan proses sains.
penelitian berupa Rancangan Perencanaan 9) Apabila instrument penelitian dinyatakan
Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa tidak valid oleh validator, maka langkah
selanjutnya ialah merevisi instrumen penelitian Tahap Akhir
tersebut. 10) Apabila instrumen dikatan valid
oleh validator, maka langkah selanjutnya ialah Langkah-langkah yang dilakukan pada
melakukan uji coba instrumen penelitian berupa tahap akhir antara lain: 1) Melakukan analisis
tes keterampilan proses sains pada siswa kelas dan pengolahan data hasil penelitian
XI TKR di SMK PGRI Pontianak untuk melihat menggunakan uji statistik yang sesuai. 2)
tingkat reliabilitas soal. 11) Menganalisis data Menarik kesimpulan serta saran. 3) Menyusun
hasil uji coba. laporan penelitian.

Tahap Pelaksanaan
Langkah-langkah yang dilakukan pada HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
tahap pelaksanaan antara lain: 1) Memberikan Hasil Penelitian
pretest untuk mengetahui kemampuan awal
siswa. 2) Menganalisis hasil pretest. 3) Penelitian ini menggunakan dua kelas yaitu
Memberikan perlakuan dengan menggunakan XI TAV (Teknik Audio Video) sebagai kelas
model pembelajaran inkuiri terbimbing kepada eksperimen dan XI TSM (Teknik Sepeda Motor)
kelas eksperimen dan model pembelajran sebagai kelas kontrol. Kedua kelas tersebut
konvensional untuk kelas kontrol. 4) diajarkan materi yang sama yaitu Laju Reaksi.
Memberikan posttest dengan tujuan untuk Namun perlakuan yang diberikan pada kedua
mengetahui keterampilan proses sains siswa kelas tersebut berbeda. Perlakuan yang diberikan
yang telah diberikan masing-masing perlakuan. pada kelas eksperimen adalah pembelajaran
materi laju reaksi dengan menggunakan model
inkuiri terbimbing sedangkan kelas kontrol
diberikan pembelajaran materi laju reaksi
dengan mengunakan model konvensional.
Keterampilan proses sains siswa kelas
eksperimen dapat dilihat pada Grafik 1 berikut:

60 53.85
46.15
50
Jumlah Siswa (%)

38.46 38.46
40
23.08
30

20

10 0
0 0
0
Sangat Terampil Terampil Kurang Terampil Tidak Terampil
Kategori Keterampilan Proses Sains

Tes Awal Tes Akhir

Grafik 1: Persentase Siswa Kelas Eskperimen pada tiap Kategori


Grafik 1 menunjukkan bahwa keterampilan peningkatan pada kategori sangat terampil dan
proses sains siswa kelas eksperimen sebelum terampil maka persentase siswa pada kategori
dan sesudah diberikan perlakuan mengalami kurang terampil dan tidak terampil berhasil
peningkatan serta penurunan. Persentase siswa diturunkan.
pada kategori sangat terampil dan terampil Keterampilan proses sains siswa di kelas
mengalami peningkatan. Dengan adanya kontrol dapat dilihat pada Grafik 2 berikut.
100
100 88.89
90
80
Jumlah Siswa (%)

70
60
50
40
30
20 11.11
10 0 0 0 0 0
0
Sangat Terampil Terampil Kurang Terampil Tidak Terampil
Kategori Keterampilan Proses Sains

Tes Awal Tes Akhir

Grafik 2: Persentase Siswa Kelas Kontrol pada tiap Kategori

Grafik 2 menujukkan bahwa keterampilan Perlakuan pada kelas kontrol adalah dengan
proses sains siswa kelas kontrol sebelum dan diberikan pembelajaran menggunakan model
sesudah diberikan perlakuan mengalami pembelajaran inkuiri terbimbing sedangkan pada
peningkatan dan penurunan. Persentase siswa kelas kontrol diberikan pembelajaran
pada kategori sangat terampil dan terampil tidak menggunakan model pembelajaran
mengalami perubahan sama sekali. Namun konvensional.
persentase siswa pada kategori kurang terampil Penerapan model pembelajaran inkuiri
mengalami peningkatan sehingga persentase terbimbing di kelas eksperimen terdiri dari 6
siswa pada kategori tidak terampil berhasil langkah yaitu (1) Orientasi, yaitu guru
diturunkan. mengkondisikan siswa agar siap melaksanakan
pembelajaran dengan memberikan suatu
Pembahasan Penelitian permasalahan yang berkaitan dengan materi
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 yang akan dilaksanakan; (2) Merumuskan
April 2017 hingga tanggal 18 April 2017 dengan Masalah, yaitu guru membimbing siswa untuk
melibatkan dua kelas XI SMK PGRI Pontianak membuat rumusan masalah dari masalah yang
yaitu kelas XI TAV sebagai kelas eksperimen terdapat pada bagian orientasi; (3) Mengajukan
dan kelas XI TSM sebagai kelas kontrol. Kedua Hipotesis, yaitu siswa dibimbing oleh guru untuk
kelas tersebut diajarkan materi yang sama yaitu dapat menjawab pertanyaan yang ada dalam
faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi. rumusan masalah dengan menggunakan sumber
Kedua kelas juga menerima treatment masing- buku dan internet; (4) Mengumpulkan Data,
masing sebanyak 2 kali pertemuan dengan durasi yaitui siswa melakukan percobaan sederhana
waktu 2x45 menit. Namun perlakuan yang dengan bimbingan guru agar dapat menjawab
diberikan pada kedua kelas tersebut berbeda. rumusan masalah yang ada; (5) Menguji
Hipotesis, yaitu guru membimbing siswa untuk terampil dimana yang semulanya pada tes awal
dapat mengkomunikasikan data yang didapatkan sebesar 53,85% dapat diturunkan menjadi
kemudian membandingkan hipotesis dengan 23,08%. Sebaliknya, pada kategori terampil dan
hasil percobaan; (6) Merumuskan Kesimpulan, sangat terampil yang semulanya 0% meningkat
yaitu siswa dibimbing untuk dapat membuat drastis menjadi 38,46%.
kesimpulan yang baik dari data percobaan dan Kelas kontrol mengalami hal yang berbeda
dapat menjawab pertanyaan dalam rumusan dimana tidak ada siswa yang mencapai kategori
masalah. sangat terampil dan terampil baik sebelum
Penerapan model pembelajaran pembelajaran maupun sesudahnya. Namun
konvensional di kelas kontrol terdiri atas 5 tahap ketika sesudah pembelajaran terjadi peningkatan
yakni (1) Pendahuluan, yaitu guru akan pada kategori kurang terampil yang semulanya
memberikan apersepsi kepada siswa; (2) 0% naik menjadi 11,1%, peningkatan ini
Eksplorasi, yaitu siswa diminta untuk memberikan hal postiitf dimana kategori tidak
mendengarkan materi pembelajaran yang terampil dapat diturunkan menjadi 88,88% dari
disampaikan oleh guru; (3) Elaborasi, yaitu guru yang semulanya 100%.
mengawasi jalannya praktikum siswa untuk Perbedaan keterampilan proses sains dari
membuktikan kebenaran teori dari materi yang kelas yang diajarkan menggunakan model
disampaikan; (4) Konfirmasi, yaitu siswa pembelajaran inkuiri terbimbing dengan model
diminta untuk menyampaikan hasil percobaan ke konvensional diperkuat dengan hasil uji statistik
depan kelas secara berkelompok; (5) Penutup, (t-indpendent). Hasil uji tersebut menunjukkan
yaitu guru bersama siswa menyimpulkan hasil bahwa terdapat perbedaaan keterampilan proses
pembelajaran. sains kelas yang diajarkan dengan model
Hasil tes awal dan tes akhir di kelas pembelajaran inkuiri terbimbing (kelas
eksperimen menunjukkan bahwa terjadi eksperimen) dan kelas yang diajarkan dengan
peningkatan keterampilan proses sains siswa model konvensional. Hal ini juga dapat
setelah diajarkan menggunakan model diperkuat dengan rata-rata nilai tes keterampilan
pembelajaran inkuiri terbimbing. Kategori tidak proses sains kelas eksperimen dan kelas kontrol
terampil berkurang menjadi 0% yang semulanya yang disajikan pada Grafik 3 berikut:
46,15%. Sejalan dengan kategori kurang

68.22
Rata-Rata Nilai KPS Siswa

70
60
50
40 18.95
30 7.78
20 1.48
10
0
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Kelas Penelitian

Tes Awal Tes Akhir

Grafik 3: Rata-Rata Nilai Tes Keterampilan Proses Sains Kelas Eskperimen dan Kelas Kontrol
Grafik 3 menujukkan bahwa nilai rata-rata mengharuskan siswa melaksanakan
tes kelas eksperimen dan kelas kontrol pembelajaran dengan sedikit bimbingan guru
meningkat, namun nilai rata-rata kelas dan menemukan materi pelajaran. Menurut
eksperimen meningkat secara drastis sebesar (Cleaf,1991) inkuiri merupakan sebuah model
49,27 sedangkan kelas kontrol hanya 6,30. Nilai pengajaran yang berpusat pada siswa, yang
rata-rata tes akhir siswa kelas eksperimen lebih mendorong siswa untuk menyelidiki masalah
tinggi daripada nilai rata-rata tes akhir kelas dan menemukan informasi.
kontrol. Sesuai dengan pendapat yang Saat proses pembelajaran terlihat bahwa
dikemukakan oleh Joyce (2000) bahwa model siswa kelas eksperimen lebih tertib, tenang dan
inkuiri terbimbing dapat digunakan untuk aktif. Dari hasil wawancara dengan siswa juga
meningkatkan keterampilan proses sains. Hal ini diketahui bahwa siswa lebih termotivasi
disebabkan karena dalam pembelajaran inkuiri melaksanakan pembelajaran dengan model
terbimbing ini siswa terjun langsung dalam inkuiri terbimbing. Dengan tingginya motivasi
pencarian aktif dari materi pelajaran, sehingga siswa maka kegiatannya dalam pembelajaran
siswa memiliki pengalaman pembelajaran secara akan lebih terarah. Menurut (Hamalik, 2005)
langsung karena melalui pengalaman langsung motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan
seseorang dapat lebih menghayati proses atau yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan
kegiatan yang sedang dilakukan (Rustaman, tujuannya sehingga siswa melaksanakan
2005). Ditambah langkah pembelajaran inkuiri perbuatan-perbuatan yang harus dikerjakan yang
terbimbing menurut Sanjaya (2006) seperti serasi guna mencapai tujuan, dengan
merumuskan masalah, mengajukan hipotesis, menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak
mengumpulkan data, menguji hipotesis dan bermanfaat bagi tujuan tersebut. Maka dari itu
merumuskan kesimpulan identik dengan untuk mencapai tujuan akhirnya yaitu
keterampilan proses sains menurut Rustaman menemukan materi (jawaban dari permasalahan)
(2005) diantaranya mengajukan pertanyaan siswa diharuskan melaksanakan tiap proses yang
(merumuskan masalah), mengajukan hipotesis, ada.
mengkomunikasikan data, menganalisis data dan Rasa ingin tahu siswa kelas eksperimen
membuat kesimpulan. juga terlihat lebih meningkat dari siswa kelas
Terdapatnya perbedaan keterampilan kontrol. Hal ini terlihat dari proses
proses sains dari kedua kelas juga disebabkan pembelajaran, dimana pada kelas kontrol banyak
oleh proses pembelajaran. Siswa kelas siswa yang bermalas-malasan dan tidak
eksperimen diharuskan memecahkan masalah memperhatikan guru. Sedangkan pada kelas
yang ada, dalam memecahkan masalah proses eksperimen, kebanyakan siswa aktif dalam
lebih diutamakan. Sejalan dengan Russeffendi melakukan pembelajaran. Menurut
(Osarizalsyam, 2006) yang menyatakan bahwa (Kemendiknas, 2010) rasa ini tahu adalah sikap
pemecahan masalah adalah pendekatan yang dan tindakan yang selalu berupaya untuk
bersifat umum yang lebih mengutamakan proses mengetahui lebih mendalam dan meluas dari
dari pada hasil. Diperkuat juga dengan hasil sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
wawancara siswa yang mengatakan bahwa siswa Sehingga dengan tingginya rasa ingin tahu
harus melewati setiap langkah pembelajaran dikelas eksperimen juga dapat merangsang tiap
untuk memperoleh materi pembelajaran, jika siswa untuk mengikuti tiap proses dalam
lewat satu langkah saja maka siswa tersebut akan pembelajaran.
tertinggal dan kebingungan dalam memecahkan Effect Size dihitung menggunakan data gain
masalah yang ada. score pada kelas eksperimen dan kelas control.
Fase awal pembelajaran di kelas Hasil perhitungan dengan effect size
eksperimen adalah fase orientasi yang mana menunjukkan pengaruh yang diberikan adalah
siswa dikondisikan agar dapat melaksanakan 1,62 (tinggi). Jika dilihat dari interperetasi d
pembelajaran. Sedangkan pada kelas kontrol Cohen, maka penggunaan model pembelajaran
siswa hanya dikondisikan untuk menerima inkuiri terbimbing memberikan pengaruh
pembelajaran. Model inkuiri terbimbing sebesar 73,1% terhadap keterampilan proses
sains siswa kelas XI Siswa SMK PGRI pembelajaran dirancang dengan sangat baik
Pontianak. sehingga setiap fase dapat terlaksana dengan
waktu yang cukup; (6) Bagi lembaga agar lebih
SIMPULAN DAN SARAN menekankan kepada guru untuk meningkatkan
Simpulan kualitas pembelajaran kepada siswa dengan
Berdasarkan hasil penelitian dapat menggunakan model pembelajaran inkuiri
disimpulkan bahwa setelah diajarkan dengan terbimbing dalam melatih keterampilkan proses
model pembelajaran inkuiri terbimbing, sains siswa.
keterampilan proses sains siswa kelas
eksperimen pada kategori sangat terampil, DAFTAR RUJUKAN
terampil, kurang terampil dan tidak terampil Abungu, H,E., Okere, M.I.O., & Wachanga,
secara berturut-turut sebesar 38,46%, 38,46%, S.M. (2014). The Effect of Science Process
23,08% dan 0%. Sedangakan pada model Skills Teaching Approach on Secondary
pembelajaran konvensional keterampilan proses School Students’ Achievement in
sains siswa kelas kontrol pada kategori sangat Chemistry in Nyando District, Kenya.
terampil, terampil, kurang terampil dan tidak Journal of Educational and Social
terampil secara berturut-turut sebesar 0%, 0%, Research. 4(6): 359-372.
11,11% dan 88,89%. Terdapat perbedaan Ambarsari, W., Santosa, S. & Maridi. (2013).
keterampilan proses sains antara kelas yang Penerapan Pembelajaran Inkuiri
diajar dengan model pembelajaran inkuiri Terbimbing terhadap Keterampilan
terbimbing dengan kelas yang diajar dengan Proses Sains Dasar Pada Pelajaran Biologi
model konvensional dalam materi laju reaksi Siswa Kelas VIII SMP Negeri 7
pada siswa kelas XI SMK PGRI Pontianak. Surakarta. Jurnal Pendidikan Biologi.
Pembelajaran dengan model inkuiri terbimbing 5(1): 81-95.
memberikan pengaruh sebesar 73,1% yang Chaguna, L.L & Yango, D.M. (2008). Science
tergolong tinggi terhadap keterampilan proses Process Skills Proficiency of The Grade
sains dalam materi laju reaksi pada siswa kelas VI Pupils in The Elementary Diocesan
XI SMK PGRI Pontianak. Schools of Baguio and Benguet.
Research Journal. 16(4): 22-32.
Saran Cleaf, D. W. V. (1991). Action in Elementary
Hasil penelitian dan kesimpulan Social Studies. Singapore: Allyn and
menghasilkan beberapa hal yang dapat dijadikan Bacon
saran dalam rangka pengembangan pengajaran Ekene, Igboegwu. (2011). Effects Of Co-
kimia yaitu (1) Bagi guru diharapkan dapat Operative Learning Strategy And
menggunakan model pembelajaran inkuiri Demonstration Method On Acquisition Of
terbimbing khususnya pada materi laju reaksi Science Process Skills By Chemistry
sebagai alternatif pembelajaran kimia di sekolah; Students Of Different Levels Of Scientific
(2) Guru dan calon guru diharapkan dapat Literacy. Journal of research and
mengembangkan model pembelajaran yang ada Development. 3(1): 204-212.
dengan model inkuiri terbimbing untuk Hamalik, O. (2005). Proses Belajar Mengajar.
meningkatkan keterampilan proses sains siswa; Jakarta: Bumi Aksara
(3) Pada saat melakukan pembelajaran dengan Jack, G.U. (2013). The Influence of Identified
model inkuiri terbimbing, guru diharapkan untuk Student and School Variables on Student
aktif dalam membimbing seluruh siswa; (4) Bagi Science Process Skill Acquisition.
siswa sebaiknya berusaha untuk terlibat aktif Journal of Education and Practice. 4(5):
dalam proses pembelajaran, jangan malu untuk 16-22.
bertanya jika belum mengerti sehingga proses Joyce, B., Weil, M. & C. (2000). Model of
pembelajaran mendapatkan bimbingan secara Teaching. New Jersey. Prentince-Hall.
merata; (5) Dalam menerapkan model Inc.
pembelajaran inkuiri terbimbing, proses
Kemendiknas. (2010). Pengembangan Kemampuan Akademik. Jurnal
Pendidikan Budaya dan Karakter Pendidikan Biologi. 4(2): 72-83.
Bangsa. Jakarta : Puskur Balitbang Rustaman, N.Y. (2005). Strategi Belajar
Kementerian Pendidikan Nasional. Mengajar Biologi. Malang: Universitas
Osarizalsyam. (2006). Penerapan Model Negeri Malang.
Pembelajaran Kooperatif Tipe Dua Sanjaya, W. (2006). Strategi Pembelajaran
Tinggal Dua Tamu (Two Stay Two Stray) Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
Pada Konsep Ekosistem untuk Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Kemampuan Pemecahan Masalah dan Sukarno., Permanasari, A., & Hamidah, I.
Hasil Belajar Siswa. Bandung: UPI. (2013). The Profile of Science Process
Rahmasiwi, A., Santosari, S. & Sari, D. P. Skill (SPS) Student at Secondary High
(2015). Peningkatan Keterampilan Proses School (Case Study in Jambi).
Sains Siswa dalam Pembelajaran Biologi International Journal of Scientific
melalui Penerapan Model Pembelajaran Enginering and Research. 1(1): 79-83.
Inkuiri di Kelas XI MIA 9 (ICT) SMA Trianto. (2009). Mengembangkan Model
Negeri 1 Karanganyar Tahun Pelajaran Pembelajaran Tematik. Jakarta: Prestasi
2014/2015. Makalah seminar Nasional Pustaka.
XII Pendidikan Biologi FKIP UNS. Yager, R. E. & Akcay, H. (2008). Comparison of
Surakarta. Student Learning Outcomes in Middle
Rokhmatika, S. Harlita, & Baskoro, A.P. (2012). School Science Classes with an STS
Pengaruh Model Inkuiri Terbimbing Approach and A Typical Textbook
Dipadu Kooperatif Jigsaw Terhadap Dominated Approach. Research in
Keterampilan Proses Sains Ditinjau dari Middle Education. 31(7): 1-16.

You might also like