You are on page 1of 8

PEMBELAJARAN BERBASIS LEARNER AUTONOMY UNTUK MELATIHKAN

KETERAMPILAN PROSES SAINS

Abdul Salam, Sarah Miriam


Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Lambung Mangkurat,
Jl. Brigjend. H. Hasan Basry, Banjarmasin, 70123
1
email: salam@unlam.ac.id

Abstract: Learner Autonomy Based Learning toTrain Science Process Skill. This study tried to give
an alternative to teachers or educators a kind of instruction that gives their students the learning
autonomy gradually, and also to improve the students’ Science Process Skill (SPS). The subject of this
study is the second (2nd) semester students of Physics Education Study Program of FKIP ULM at the
academic year of 2015/2016. This study was conducted in pretest and postest group design. The study
result showed that the developed teaching materials were declared: (1) valid according to the expert
judgment with good category, (2) practical based on the application of the lesson plan in classroom
which beeing of very good category, and (3) effective based on the students’ Science Process Skill
(SPS) giving the gain score of 0.77 which being of high category. Based on the finding of the
research, it can be concluded that the developed teaching materials based on the learner autonomy
levels were declared feasible to be used to improve Students’ Science Process Skill (SPS).

Keyword: science process skill, learner autonomy, learning

Abstrak: Pembelajaran Berbasis Learner Autonomy untuk Melatihkan Keterampilan Proses


Sains. Penelitian ini mencoba memberikan alternatif pilihan kepada guru/dosen agar secara bertahap
memberi otonomi kepada peserta didiknya dalam proses belajar mengajar, sekaligus untuk
meningkatkan keterampilan proses sains siswa/mahasiswa. Subjek penelitian ini adalah mahasiswa
semester dua (2) program studi Pendidikan Fisika FKIP ULM tahun akademik 2015/2016. Penelitian
ini dilaksanakan menggunakan pretest and postest group design. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa perangkat pembelajaran yang dikembangkan dinyatakan: (1) valid berdasarkan penilaian pakar
yang kesemuanya berkategori baik, (2) praktis berdasarkan keterlaksanaan rencana pelaksanaan
pembelajaran yang berkategori sangat baik, (3) efektif berdasarkan perolehan gain score sebesar 0,77
yang berkategori tinggi. Berdasarkan temuan penelitian, dapat disimpulkan bahwa perangkat
pembelajaran berbasis learner autonomy yang dikembangkan dinyatakan layak untuk meningkatkan
keterampilan proses sains.

Kata Kunci: keterampilan proses sains, learner autonomy, pembelajaran

PENDAHULUAN Khusus untuk pembelajaran IPA Fisika, hal


Pembelajaran ideal adalah pembelajaran ini lebih dipertajam lagi dengan mengisyaratkan
yang mampu memotivasi siswa untuk siswa melakukan kegiatan percobaan/eksperimen
berpartisipasi aktif serta memberikan ruang bagi untuk sampai pada konsep, prinsip, dan atau
siswa untuk mengembangkan kreativitas serta hukum fisika. Kompetensi Dasar (KD) dari
kemandiriannya. Hal ini termaktub dalam Kompetensi Inti (KI) keempat dalam kurikulum
Permendikbud Nomor 65 tahun 2013 yang 2013 secara tegas dan berulang menyebutkan
selanjutnya diperbaharui dengan Permendikbud kegiatan merancang, melaksanakan, dan
Nomor 22 Tahun 2016 tentang standar proses menyajikan hasil percobaan atau karya hampir di
pendidikan. Dalam hal ini, proses pembelajaran setiap pokok bahasan pembelajaran fisika. Ini
mesti memposisikan siswa sebagai subjek belajar mengindikasikan betapa pentingnya Keterampil-
yang aktif membangun pengetahuannya sendiri an Proses Sains (KPS) harus dimiliki dan
dengan bantuan atau bimbingan guru. diajarkan kepada siswa untuk menunjang proses
pembelajaran.

233
234 Jurnal Sains dan Pendidikan Fisika. Jilid 12, Nomor 3, Desember 2016, hal. 233 - 239

Keterampilan Proses merupakan perangkat karena menurut Direktorat Jenderal Pendidikan


keterampilan kompleks yang digunakan ilmuwan Tinggi, pola/gaya mengajar guru-guru di sekolah
dalam melakukan penyelidikan ilmiah. Subali banyak dipengaruhi oleh cara mengajar dosennya
(2011) menyatakan bahwa keterampilan proses ketika duduk di bangku kuliah (Salam, prabowo,
sains merupakan keterampilan kinerja & Supardi 2015). Bagaimana mungkin menuntut
(performance skill) yang memuat aspek guru masa depan untuk mengajar dengan
keterampilan kognitif (cognitive skill) dan pendekatan saintifik yang mengintegrasikan teori
keterampilan sensorimotor (sensorimotor skill). dan praktek, sementara proses yang dilaluinya
Selanjutnya Ozgelen (2012) menyatakan bahwa tidak mendukung ke arah sana. Oleh karena itu,
keterampilan proses sains adalah keterampilan pola pembelajaran semacam ini perlu
berpikir yang digunakan oleh para ilmuwan dikembangkan di bangku kuliah, kususnya untuk
untuk membangun pengetahuan dalam upaya mata kuliah dasar seperti Fisika Dasar, dan mata
memecahkan berbagai masalah dan memformulasi- kuliah Fisika Sekolah Menengah I, II, dan III.
kan hasil-hasil temuannya. Dari definisi-definisi Pola pembelajaran harus diarahkan pada
diatas dapat disimpulkan bahwa keterampilan upaya pemberian otonomi kepada peserta didik
proses sains adalah keterampilan kinerja yang secara bertahap. Dengan bekal pengalaman
melibatkan keterampilan kognitif dan peserta didik yang masih minim maka interfensi
sensorimotor/manual dalam memecahkan suatu guru masih dominan, namun secara perlahan
masalah melalui kegiatan penyelidikan ilmiah. dikurangi seiring meningkatnya kemampuan
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa peserta didik dalam mengolah pembelajarannya.
kegiatan ekseprimen/percobaan fisika yang Howe & Jones (1993) memberikan alternatif solusi
dilaksanakan di sekolah untuk melatihkan pembelajaran semacam ini dengan terlebih
keterampilan proses sains siswa masih sangat dahulu memahami tingkat otonomi peserta didik.
minim. Data hasil penelitian pendahuluan Tingkat otonomi ini mempengaruhi model pembelajaran
terhadap mahasiswa tahun pertama Program yang dipilih oleh guru (Salam et al, 2015).
Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Pemilihan model pembelajaran yang
Lambung Mangkurat pada tahun 2015 mengakomodir kemampuan peserta didik dalam
menunjukkan bahwa: (a) sebanyak 20,37 % bentuk pemberian otonomi belajar secara empiris
mahasiswa belum pernah mengikuti kegiatan telah terbukti memberikan hasil belajar yang
praktikum fisika di sekolah, (b) dari 79,63% lebih baik (Salam et al, 2015). Penulis juga
mahasiswa yang pernah mengikuti kegiatan memiliki keyakinan yang sama untuk
praktikum ini, sebanyak 6,41% mengaku peningkatan keterampilan proses sains
mengikuti kegiatan praktikum fisika di sekolah mahasiswa. Oleh karena itu, keterampilan proses
hanya dalam rangka pelaksanaan ujian nasional, sains sebagai modal dasar bagi mahasiswa calon
(c) hanya 17,95% mahasiswa yang pernah guru fisika perlu ditingkatkan dengan
melaksanakan praktikum topik listrik dinamis. mengaplikasikan pembelajaran berbasis learner
Fakta diatas mengharuskan Program Studi autonomy sebagai solusi.
Pendidikan Fisika FKIP ULM untuk berupaya
METODE
keras membekali sekaligus membiasakan
mahasiswa calon guru fisika dengan pola Penelitian ini merupakan penelitian
pembelajaran yang mengintegrasikan teori dan pengembangan dengan mengacu pada desain
praktikum di kelas. Hal ini cukup beralasan penelitian pengembangan Dick & Carey.
Penelitian tentang pembelajaran berbasis learner
Abdul Salam dkk., Pembelajaran Berbasis Learner Autonomy ... 235

autonomy kali ini menitikberatkan pada upaya pengamat dirata-ratakan untuk selanjutnya
untuk melatihkan keterampilan proses sains dikategorikan sebagaimana tabel-1.
kepada mahasiswa calon guru fisika. Penelitian
Tabel-1. Kategori Perolehan Skor
ini bertujuan untuk menghasilkan perangkat
pembelajaran yang layak. Adapun perangkat Interval Skor Kategori
pembelajaran yang dikembangkan meliputi  4,21 Sangat baik
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), 3,41 - 4,20 Baik
Materi Ajar (MA), Lembar Kerja Mahasiswa 2,61 - 3,40 Cukup baik
(LKM), dan Tes Hasil Belajar (THB). 1,81 - 2,60 Kurang baik
Penelitian ini dilaksanakan di Program Studi ≤ 1,80 Tidak baik
Pendidikan Fisika Fakultas Keguruan dan Ilmu Diadaptasi dari Widoyoko, (2012:238)
Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat. Keefektivan perangkat pembelajaran
Subjek ujicoba penelitian adalah mahasiswa
didasarkan pada perolehan gain score
semester kedua yang mengikuti perkuliahan
keterampilan proses sains mahasiswa dari
Fisika Dasar II. Jumlah sampel penelitian adalah
nilai pretest dan postest. Pengumpulan data
30 orang mahasiswa yang terdiri dari 9 laki-laki
menggunakan tes tertulis dan tes unjuk kerja.
dan 21 orang perempuan.
Kelayakan perangkat pembelajaran dalam Perhitungan gain score menggunakan
penelitian ini didasarkan atas 3 hal, yaitu persamaan:
kevalidan, kepraktisan dan keefektifan perangkat
% postest  % pretest
pembelajaran. Kevalidan sendiri didasarkan pada  g 
100%  % pretest
penilaian pakar terhadap perangkat pembelajaran
yang dikembangkan menggunakan lembar (Hake, R.R., 1999)
validasi yang dinyatakan dengan skor 1 sampai Tabel-2. Kategori gain score
dengan 5. Skor keseluruhan dari setiap aspek
Rentang skor Kategori
penilaian dari masing-masing perangkat
> 0,7 Tinggi
pembelajaran dirata-ratakan, selanjutnya dikate-
0,7 ≥ g ≥ 0,3 Sedang
gorikan sebagaimana tabel-1. Perangkat
< 0,3 Rendah
dinyatakan valid jika skor penilaian validator
minimal telah berkategori baik. Selanjutnya
percentage agreement dari kedua validator HASIL DAN DISKUSI
dihitung menggunakan formulasi yang Perangkat pembelajaran yang telah
dikemukakan oleh Emmer dan Millet: dikembangkan terlebih dahulu divalidasi oleh 2
orang pakar untuk menghasilkan perangkat
 A B 
Percentage agreement ( R)  1001   pembelajaran yang valid. Baik RPP, LKM,
 A B 
maupun MA yang dikembangkan sedemikian
(Borich,1994)
rupa sehingga saling mendukung untuk
kelancaran proses pembelajaran yang disetting
Kepraktisan bahan ajar didasarkan pada
untuk tiga kali pertemuan/tatap muka. Masing-
penilaian keterlaksanaan RPP oleh 2 orang
masing pertemuan menggunakan model
pengamat menggunakan lembar observasi/
pembelajaran yang berbeda, yaitu model
pengamatan. Skor penilaian menggunakan
pengajaran langsung, model inquiri/discovery
rentang 1 sampai dengan 5. Hasil penilaian kedua
236 Jurnal Sains dan Pendidikan Fisika. Jilid 12, Nomor 3, Desember 2016, hal. 233 - 239

tipe terbimbing, serta model kooperatif tipe


Keterlaksanaan RPP Pertemuan 1
investigasi kelompok. Tidak kalah pentingnya
juga bahwa perangkat pembelajaran harus saling
Fase 5 4,00
mendukung untuk mampu meningkatkan
Fase 4 4,39
keterampilan proses sains mahasiswa.
Fase 3 4,86
Hasil penilaian RPP yang meliputi
Fase 2 4,89
komponen tujuan, kegiatan perkuliahan, waktu,
Fase 1 4,88
metode sajian, dan bahasa kesemuanya memiliki
skor rerata diatas 3,8 sehingga berkategori baik
dengan reliabilitas 99,50%. Hasil penilaian MA Gambar-1. Diagram Keterlaksanaan RPP Model
Pengajaran Langsung
yang terdiri dari komponen kelayakan isi,
kebahasaan, dan penyajian, juga berkategori baik Perkuliahan dengan model pengajaran
dengan reliabiltas 99,33%. Selanjutnya penilaian langsung dapat berjalan dengan sangat baik. Hal
LKM dengan komponen penilaian aspek petunjuk, ini didasarkan pada skor rata-rata keterlaksanaan
kelayakan isi, prosedur dan pertanyaan juga RPP pada setiap fase pembelajaran adalah lebih
berkategori baik dengan reliabilitas sebesar 98,96%. besar dari 4,21. Kecuali pada fase 5 yaitu
Untuk THB dengan komponen penilaian berupa membimbing pelatihan lanjutan dan penerapan
validitas isi, bahasa, dan penulisan soal juga berkategori yang skor keterlaksanaannya hanya 4,00 yang
baik dengan reliabilitas sebesar 97,91%. masuk pada kategori baik. Hal ini disebabkan
Hasil penilaian terhadap perangkat oleh karena molornya proses pembelajaran yang
pembelajaran berbasis learner autonomy yang tersita pada fase membimbing pelatihan (fase 3)
dikembangkan kesemuanya berkategori baik, serta fase mengecek pemahaman dan memberikan
sehingga dinyatakan valid. Dengan demikian umpan balik (fase 4). Hal ini tidak lepas dari
perangkat pembelajaran tersebut bisa kondisi mahasiswa yang sangat minim
digunakan/diimplementasikan lebih lanjut untuk pengalaman dalam kegiatan pembelajaran yang
mengetahui kepraktisan dan keefektivan mengintegrasikan teori dengan kegiatan praktikum.
perangkat pembelajaran. Pembelajaran kedua penelitian ini
Proses penelitian selanjutnya adalah uji coba menerapkan pembelajaran inquiry/discovery tipe
perangkat dalam proses pembelajaran dengan terbimbing. Kelima fase pembelajaran bisa
alokasi waktu masing-masing 150 menit (3 sks) terlaksana dengan sangat baik (skor rata-rata
per pertemuan. Setiap pertemuan didesain dengan diatas 4,21; seperti dalam gambar-2).
model pembelajaran yang berbeda, bertujuan
untuk memberikan otonomi belajar kepada
mahasiswa secara bertahap. Berikut ini akan
ditampilkan hasil keterlaksanaan RPP untuk
setiap kali tatap muka yang dilaksanakan.
Pertemuan pertama penelitian ini
menggunakan model pengajaran langsung yang
terdiri dari 5 fase. Keterlaksanaan fase-fase
pembelajaran tersebut diperlihatkan pada
gambar-1.
Gambar-2. Diagram Keterlaksanaan RPP Model
Inquiry/Discovery tipe terbimbing
Abdul Salam dkk., Pembelajaran Berbasis Learner Autonomy ... 237

Pertemuan ketiga penelitian dilaksanakan keterampilan proses sains, sebagaimana


dengan model pembelajaran kooperatif tipe diungkapkan pada bagian pendahuluan. Untuk
investigasi kelompok. Dengan skor rata-rata itu, mahasiswa perlu diberikan pengetahuan awal
keterlaksanaan diatas 4,21, maka dapat dikatakan tentang prosedur penggunaan alat ukur listrik dan
bahwa fase-fase pembelajaran kooperatif KPS sekaligus melatihkan/mempraktekkannya.
terlaksana sangat baik. Model pengajaran langsung adalah model
pembelajaran yang telah terbukti secara empiris
Keterlaksanaan RPP Pertemuan 3 mampu meningkatkan hasil belajar terutama yang
berbentuk pengetahuan deklaratif dan
Fase 6 5,00 keterampilan prosedural (Arends, 2012).
Fase 5 4,60 Dengan model pengajaran langsung,
Fase 4 4,67 mahasiswa diajarkan secara bertahap cara
Fase 3 5,00
menggunakan alat ukur listrik dan melaksanakan
Fase 2 4,67
Fase 1 4,63 kegiatan praktikum yang berfungsi untuk
melatihkan keterampilan proses sains. Fase kedua
Gambar-3. Diagram Keterlaksanaan RPP Model dimanfaatkan dosen untuk mendemonstrasikan
Kooperatif tipe Investigasi Kelompok pengetahuan dan keterampilan tersebut.
Keterampilan Proses Sains yang dicontohkan/
Pelaksanaan pembelajaran pada ketiga
didemonstrasikan adalah dalam pemecahan
pertemuan memberikan skor keterlaksanaan yang
masalah hubungan antara kuat arus dan tegangan
berkategori sangat baik. Dengan demikian dapat
pada ujung-ujung resistor (hukum Ohm). Pada
dikatakan bahwa perangkat pembelajaran
fase ketiga mahasiswa dibimbing untuk
berbasis learner autonomy yang dikembangkan
mempraktekkan langsung keterampilan tersebut
memenuhi kriteria praktis.
dalam memecahkan masalah. Adapun masalah
Secara umum pemilihan model
yang diajukan pada tahap ini adalah menyelidiki
pembelajaran didasarkan pada karakteristik
hubungan antara panjang kawat dengan besar
materi ajar, karaktersitik peserta didik, dan
hambatan/resistansinya.
lingkungan pembelajaran (Arends, 2012).
Bekal latihan yang diperoleh dari pertemuan
Pembelajaran berbasis learner autonomy adalah
sebelumnya dilatihkan lagi untuk memantapkan
pembelajaran yang mengupayakan pemberian
keterampilan proses sains mahasiswa pada
tanggung jawab kepada peserta didik secara
pertemuan kedua dengan setting pembelajaran
perlahan, sesuai dengan tingkat perkembangan
model inquiri/discovery terbimbing. Kali ini,
kemampuan peserta didik. Dengan demikian,
kegiatan eksperimen langsung dilakukan oleh
pembelajaran berbasis learner autonomy
mahasiswa dengan bantuan Lembar Kerja
memberikan kebebasan kepada pendidik untuk
Mahasiswa (LKM). Pada LKM tersebut prosedur
memilih model pembelajaran sesuai dengan
kerja sudah ada. Jadi perbedaan mendasar dari
tingkat perkembangan peserta didiknya.
pertemuan sebelumnya adalah keterampilan
Topik pertemuan pertama dalam penelitian
proses sainsnya tidak dicontohkan lagi oleh
ini adalah Arus Listrik, Hambatan Listrik, dan
dosen, namun mahasiswa bekerja secara
Hukum Ohm. Pemilihan model pengajaran
langsung dengan panduan LKM. Topik yang
langsung pada pertemuan ini didasarkan pada
dibahas adalah seputar rangkaian seri dan
kemampuan mahasiswa yang masih rendah
rangkaian paralel.
dalam penggunaan alat ukur listrik dan
238 Jurnal Sains dan Pendidikan Fisika. Jilid 12, Nomor 3, Desember 2016, hal. 233 - 239

Pada pertemuan ketiga diterapkan model identifikasi variabel dan mendefinisikannya


pembelajaran kooperatif tipe investigasi secara operasional belum bisa sama sekali karena
kelompok. Dalam pembelajaran ini, dosen jarang bahkan ada yang belum pernah
memberikan sebuah demonstrasi sederhana, memperolehnya di bangku Sekolah Menengah.
kemudian mahasiswa diminta untuk merumuskan
masalah, merancang, dan melaksanakan Tabel-4. Perolehan Gain Score Keterampilan
Proses Sains Mahasiswa
eksperimen. Dengan demikian, pembelajaran
ketiga memberikan kesempatan yang lebih luas Interval Nilai Kategori Jumlah
Mahasiswa
kepada mahasiswa untuk belajar dan bekerja
g ≥ 0,7 Tinggi 19 (63%)
secara mandiri.
0,7 > g ≥ 0,3 Sedang 11 (37%)
Atas dasar pertimbangan pencapaian tujuan
g < 0,3 Rendah -
pembelajaran dan efisiensi waktu, maka dosen
sudah menyiapkan sumber daya yang bisa
Melalui pembelajaran berbasis learner
digunakan untuk kegiatan eksperimen, sehingga
autonomy mahasiswa dilatih keterampilan proses
mahasiswa sisa memikirkan cara memanipulasi
sainsnya. Dengan model pengajaran langsung
sumber daya yang ada untuk kegiatan
dosen mendemonstrasikan keterampilan proses
eksperimennya. Hal ini sejalan dengan pendapat
sains dalam memecahkan masalah, kemudian
Mitchell et al (2008: 391) yang menyatakan
mahasiswa dibimbing menerapkannya untuk
bahwa:
memecahkan masalah lain. Melalui inkuri
“In situations where time is limited, when
terbimbing mahasiswa diminta menyelesaikan
students may be too young or not have the skills
to collect a variety of resources independently, masalah berbekal keterampilan proses sains
the teacher may wish to provide appropriate dengan panduan LKM tanpa dicontohkan lagi
resources for each group”. oleh dosen. Pertemuan ketiga mahasiswa diminta
Data keterampilan proses sains mahasiswa merumuskan masalah, merencanakan pemecahan
sebelum dan setelah diimplementasikannya masalah, sekaligus mengeksekusinya dalam
pembelajaran berbasis learner autonomy secara setting pembelajaran kooperatif tipe Investigasi
singkat ditampilkan dalam tabel-3. Kelompok.
Pada pertemuan awal penelitian, masih
Tabel-3. Statistik Deskriptif Keterampilan Proses
Sains Mahasiswa ditemukan beberapa mahasiswa yang keliru
mengkonversi satuan, khususnya yang lebih
Tinjauan Skor Pretest Postest
besar dari 103 (kilo) dan atau lebih kecil dari 10-3
Maksimum 38,0 94,5 (milli). Kemungkinan besar disebabkan karena
Minimum 10,0 53,6 ketidakbiasaan mengunakan satuan tersebut
Rerata 23,2 81,2 sebelumnya. Temuan Rusilowati (2006)
standar deviasi 7,6 10,7 mengungkapkan bahwa kesalahan mengkonversi
satuan merupakan item penyebab kesulitan
Pada pretest yang dilakukan, belum ada belajar paling dominan disamping pemahaman
mahasiswa yang mampu memenuhi ketuntasan konsep dan perhitungan matematis pada siswa
individu sebagaimana yang berlaku di FKIP SMA se-kota Semarang.
ULM yaitu skor 60 (C). Mahasiswa masih Temuan lain yang masih menjadi kelemahan
kebingungan dalam menyusun hipotesis dan mahasiswa adalah kemampuan merangkai serta
menganalisis data. Sementara untuk meng- menempatkan alat ukur listrik (amperemeter dan
Abdul Salam dkk., Pembelajaran Berbasis Learner Autonomy ... 239

voltmeter) dalam rangkaian terutama rangkaian pembelajaran berbasis learner autonomy


paralel. Mahasiswa kebingungan ketika diminta dinyatakan layak karena memenuhi kriteria valid,
mengukur besar kuat arus yang masuk/keluar dari praktis, dan efektif untuk meningkatkan
sebuah resistor yang diparalelkan. Kemampuan ini keterampilan proses sains.
erat kaitannya dengan kemampuan menerjemahkan
DAFTAR RUJUKAN
skema menjadi sebuah rangkaian listrik yang sebenarnya.
Sebagaimana “Law of exercise” yang Arends, R.I. 2012. Learning to Teach. 9th edition.
New York: McGraw-Hill Companies.
dikemukakan oleh Thorndike, Widayanto (2009),
Borich, G.D. 1994. Observation Skills for
mengungkapkan bahwa untuk mengatasi masalah
Effectivness Teaching. New York:
yang seperti ini maka proses pengulangan/latihan Macmillan Company, Inc.
harus dilakukan sehingga peserta didik menjadi Hake, R.R. 1999. “ Interactive-engagement vs
terbiasa, dengan demikian pemahaman dan traditional methods: A six-thousand student
keterampilan proses sains siswa tersebut bisa meningkat. survey of mecanics test data for intriductury
physics course”. American Journal of
Pengukuran keterampilan proses sains
physics.
dalam penelitian ini melalui tes tertulis, dan tes
Howe, A. C. and Jones, L. 1993. Engaging
unjuk kerja. Penilaian dimulai dengan tes tertulis Children in Science. New York:
dimana rumusan masalah diberikan, kemudian Macmillan College Publishing Company.
mahasiswa diminta merumuskan hipotesis, Mitchell, M.G., Montgomery, H., Holder, M.,
mengidentifikasi variabel, mendefinisikan and Stuart, D. 2008. “Group Investigation
variabel secara operasional, mengidentifikasi alat as a Cooperative Learning Strategy: An
Integrated Analysis of the Literature”.
dan bahan, dan merancang prosedur kerja selama The Alberta Journal of Educational
kurang lebih 30 menit. Penilaian dilanjutkan Research, 54 (4): 388-395.
dengan tes unjuk kerja dimana mahasiswa Ozgelen, S. 2012. “Students’ Science Process Skills
diminta melakukan percobaan/eksperimen hasil within a Cognitive Domain Framework”.
rancangannya selama kurang lebih 15 menit. Sesi Eurasia Journal of Mathematics, Science
& Technology Education, 8 (4): 283-292
terakhir penilaian kurang lebih 15 menit
Rusilowati, A. 2006. “Profil Kesulitan Belajar Fisika
digunakan mahasiswa untuk menganalisis dan
Pokok Bahasan Kelistrikan Siswa SMA di Kota
membahas data, serta menarik kesimpulan. Semarang”. Jurnal Pendidikan Fisika
Proses latihan yang dilakukan selama 3 kali Indonesia, 4 (2):100-106.
pertemuan dengan menerapkan pembelajaran Salam, A. Prabowo, Supardi, ZAI. 2015.
berbasis learner autonomy berhasil meningkatkan “Pengembangan perangkat perkuliahan inovatif
berdasarkan tingkat otonomi pebelajar pada
keterampilan proses sains mahasiswa.
perkuliahan Fisika Dasar”. Jurnal Penelitian
Berdasarkan tabel 4 diketahui bahwa melalui Pendidikan Sains, 4 (2): 547-556
pembelajaran ini, 11 orang (37%) mahasiswa Subali, B. 2011. “Pengukuran Kreativitas
memperoleh gain score yang berkategori sedang, Keterampilan Proses Sains dalam Konteks
kemudian 19 orang (63%) mahasiswa Assessment for Learning”. Cakrawala
Pendidikan, XXX (1): 130-144.
memperoleh gain score yang berkategori tinggi.
Dengan demikian perangkat pembelajaran yang Widayanto. 2009. “Pengembangan Keterampilan
Proses dan Pemahaman Siswa Kelas X Melalui
dikembangkan berkategori efektif. Kit Optik”. Jurnal Pendidikan Fisika
Indonesia, 5 (1): 1-7.
SIMPULAN
Berdasarkan data hasil penelitian dan
pembahasan, dapat disimpulkan bahwa perangkat
240

You might also like