You are on page 1of 8

Indo. J. Chem. Sci.

6 (1) (2017)
Indonesian Journal of Chemical Science
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ijcs

VALIDASI METODE ANALISIS Mn DALAM SEDIMEN SUNGAI KALIGARANG


DENGAN ICP-OES DAN GFAAS

Afria Wulan Prihatin*), Agung Tri Prasetya dan Woro Sumarni


Gedung Kimia Jurusan Kimia Universitas Negeri Semarang
Gedung D4 Sekaran Gunungpati Telp. (024)8508112 Semarang 50229, Indonesia

Info Artikel Abstrak

Sejarah Artikel: Telah dilakukan validasi metode analisis logam Mn dalam sedimen sungai
Diterima Desember 2016 Kaligarang dengan Inductively Coupled Plasma Optical Emission Spectrophotometer
Disetujui Januari 2017 (ICP-OES) dan Graphite Furnace Atomic Absorption Spectrophotometer (GFAAS).
Dipublikasikan Mei 2017 Penelitian meliputi uji linearitas, limit of detection (LoD), limit of quantitation
(LoQ), presisi, dan akurasi dari ICP-OES dan GFAAS pada analisis kadar logam
Mn dalam sedimen sungai Kaligarang. Perbandingan hasil validasi metode ICP-
Kata Kunci:
OES dan GFAAS berturut-turut adalah: linearitas 0,9986 dan 0,989; LoD 0,636
validasi metode
mg/L dan 0,2607 µg/L; LoQ 2,12 mg/L dan 0,8689 µg/L; presisi 0,999% dan
logam Mn
17,27%; dan akurasi 85,46% dan 10,07%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
sedimen sungai
limit deteksi GFAAS lebih baik dibandingkan ICP-OES namun linearitas, presisi,
ICP-OES
dan akurasi ICP-OES lebih baik dibandingkan GFAAS. Sehingga dapat
GFAAS
disimpulkan bahwa ICP-OES lebih cocok digunakan untuk analisis logam Mn
dalam sedimen Sungai Kaligarang dibandingkan dengan GFAAS.

Abstract

Method validation of Mn analysis in Kaligarang river have been carried out using
Inductively Coupled Plasma Optical Emission Spectrophotometer (ICP-OES)
and Graphite Furnice Atomic Absorption Spectrophotometer (GFAAS). The
experiments include testing of linearity, limit of detection (LoD),limit of
quantitation (LoQ), precision, and accuracy of ICP-OES and GFAAS on
analysis of Mn level in Kaligarang river sediment. Comparison of the validation
method ICP-OES and GFAAS respectively are: the linearity 0.9986 and 0.989;
LoD 0.636 mg/L and 0.2607 µg/L, LoQ 2.12 mg/L and 0.8689 µg/L, precision
0.999% and 17.27%, accuracy 85.46% and 10.07%. These results indicate that
GFAAS detection limit is better than ICP-OES because linearity, precision, and
accuracy of ICP-OES better than GFAAS. It can be concluded that ICP-OES is
more suitable than GFAAS for analysis of Mn metal in Kaligarang river
sediment.

© 2017 Universitas Negeri Semarang


 Alamat korespondensi:
E-mail: afriawulanp@gmail.com p-ISSN 2252-6951
e-ISSN 2502-6844
AW Prihatin / Indonesian Journal of Chemical Science 6 (1) (2017)
Pendahuluan saraf, gejala kelainan otak serta tingkah laku
Seiring dengan pesatnya perkembangan yang tidak normal (Palar; 1994). Salah satu
ilmu pengetahuan dan teknologi berdampak upaya mencegah kontaminasi Mn dalam tubuh
pesat pula pada kemajuan kehidupan masya- adalah dengan mengidentifikasi terlebih dahulu
rakat. Berbagai macam industri yang bermun- lingkungan tempat tinggal. Sungai merupakan
culan dapat mengakibatkan bertambahnya faktor yang ikut menyumbangkan kontaminasi
tingkat pencemaran lingkungan, diantaranya Mn pada makanan, untuk itu perlu dilakukan
pencemaran sungai oleh logam berat. Salah satu analisis kandungan Mn dalam sungai Kali-
sungai besar yang ada di Semarang adalah garang, terutama dalam sedimennya.
sungai Kaligarang, dimana sungai tersebut Pada proses analisis kadar logam ada
seringkali dijadikan sebagai tempat pembuang- beberapa metode yang dapat dilakukan di-
an. Sungai Kaligarang merupakan sungai antaranya dengan menggunakan instrumen
terbesar di kota Semarang yang memiliki hulu ICP-OES dan GFAAS. ICP-OES merupakan
di gunung Ungaran dan hilir di pantai laut Jawa salah satu jenis ICP yang memanfaatkan plasma
(Sucipto; 2008). Pencemaran sungai oleh peng- sebagai sumber atomisasi dan eksitasi. Ke-
olahan limbah yang tak sempurna dari masing- untungan dari ICP-OES adalah kemampuan
masing industri dapat menyebabkan keracunan mengidentifikasi dan mengukur semua unsur
pada ikan dan biota air lainnya. Hal yang paling yang dianalisis bersamaan (Perkin-Elmer; 2008).
mengkhawatirkan adalah limbah yang me- Kelemahan dari ICP-OES adalah belum
ngandung logam berat yang pada akhirnya akan mampu mengukur analit dengan konsentrasi
sampai pada manusia. kurang dari 0,1 ppb, sedangkan GFAAS
Logam berat adalah unsur yang mem- merupakan jenis spektrometer yang mengguna-
punyai densitas >5 g/cm3 dalam air laut, logam kan tungku grafit untuk menguapkan sampel.
berat terdapat dalam bentuk terlarut dan Keuntungan dari GFAAS ini adalah limit
tersuspensi. Selain bersifat racun, logam berat deteksinya yang rendah dan adanya tahap
juga terakumulasi dalam ikan dan biota air pengabuan yang memungkinkan suhu tinggi
melalui proses biokonsentrasi, bioakumulasi, untuk menguapkan pelarut dan melepaskan
dan biomagnifikasi oleh biota laut (Fitriyah; analit dari komponen pengikatnya sehingga
2007). Yulianti & Sunardi (2010), mengemu- dapat memaksimalkan absorbansinya. Kele-
kakan bahwa air sungai Kaligarang mengan- mahan dari GFAAS adalah pre­treatment pada
dung logam berat. Berbagai jenis logam sampel maupun alat yang cukup sulit untuk
berat, seperti besi (Fe), seng (Zn), mangan menghasilkan hasil analisis yang valid (Perkin-
(Mn), tembaga (Cu). Sedangkan menurut Elmer; 2008).
Dewi, et al. (2014) sungai Kaligarang terkon- Validasi metode dapat membuktikan
taminasi oleh logam berat Cd, Pb, Hg, Fe, kehandalan suatu metode dari suatu prosedur
Mn, Cu pada perairan maupun sedimennya. yang digunakan. Pada penelitian ini dilakukan
Mance (1978) dalam Firmansyah (2013), uji validasi dari analisis logam Mn dalam
mengatakan bahwa secara normal kandungan sedimen sungai Kaligarang dengan ICP-OES
logam berat dalam sedimen akan lebih tinggi dan GFAAS. Pada penelitian alasan dilaku-
dibanding perairannya, di samping karena kannya validasi metode ICP-OES dan GFAAS
logam berat tersebut secara alami terdapat di adalah untuk mengetahui metode analisis yang
batuan sedimen, juga karena sifat sedimen yang paling cocok untuk analisis logam Mn dalam
lebih stabil dan cenderung menangkap logam sungai Kaligarang. Parameter validasi yang
berat yang masuk ke perairan. Salah satu logam dilakukan adalah uji linearitas, batas deteksi
berat yang terkandung dalam sungai Kaligarang (LoD) dan batas kuantitasi (LoQ), presisi, dan
yang juga memiliki dampak negatif bagi akurasi. Selain itu juga akan dilakukan uji t
manusia adalah mangan (Mn). untuk mengetahui seberapa besar perbedaan
Mangan (Mn) termasuk logam berat dan diantara kedua metode tersebut.
sangat rapuh tetapi mudah teroksidasi (Siegel; Metode Penelitian
2000). Meskipun tingkat toksisitasnya rendah, Alat yang digunakan dalam penelitian
namun akumulasi logam Mn secara terus yaitu oven memmert 854 schwabach, neraca
menerus dalam jangka waktu yang lama dapat analitik mettler toledo al 204, hot plate steroglase
mengakibatkan dampak negatif pada kesehatan steromas, GFAAS Perkin Elmer 3110, ICP-OES
manusia. Efek toksisitas logam Mn antara lain Perkin Elmer Optima 8300. Sedangkan bahan
gangguan kejiwaan, perlakuan kasar, kerusakan yang digunakan yaitu sampel sedimen sungai

20
AW Prihatin / Indonesian Journal of Chemical Science 6 (1) (2017)

Kaligarang, HNO3, HCl, serta Mn(NO3)2.4H2O Sedangkan untuk analisis GFAAS, sampel
(grade pro analyst buatan Merck), akuademin. masih perlu diencerkan lagi supaya masuk
Alat yang digunakan untuk pengambilan sampel dalam range kerja dari GFAAS.
sedimen adalah pipa pralon (EPA-Ohio; 2001). Pada penelitian ini akan dilakukan validasi
Sedangkan untuk kontainer sampel sedimen metode analisis logam Mn dalam sedimen
digunakan kantong plastik bening (APHA sungai Kaligarang dengan ICP-OES dan GF-
Standard Method, 2001 dalam Andarani & AAS. Pada penelitian ini akan membandingkan
Roosmini; 2010). Sampel sedimen diambil dari hasil analisis logam Mn dalam sedimen Sungai
Sungai Kaligarang yaitu 6 km dari tugu Kaligarang dengan ICP-OES dan GFAAS ber-
Soeharto. Pengambilan sampel dilakukan pada dasarkan hasil uji validasi kedua metode
3 titik yaitu tepi, tengah, dan tepi. tersebut. Hal ini dilakukan untuk mengetahui
Sampel sedimen yang diperoleh dibersih- metode yang paling sesuai untuk analisis logam
kan dari pengotor kemudian ditimbang berat Mn dalam sedimen sungai Kaligarang. Uji
basahnya dan dioven pada suhu 105oC sampai validasi metode yang dilakukan meliputi uji
berat konstan. Sampel yang telah kering ditim- linearitas, LoD dan LoQ, uji presisi, dan uji
bang sebanyak 0,25 g kemudian didestruksi akurasi.
dalam erlenmeyer dengan HNO3/HCl (1/3) Lineraritas merupakan kemampuan suatu
pada suhu ±100oC selama 8 jam. Filtrat yang metode analisi untuk menghasilkan hasil yang
diperoleh kemudian disaring dan diencerkan proporsional (sebanding) dengan konsentrasi
dengan akuademin pada labu 100 mL analit dalam sampel pada kisaran konsentrasi
(Andarani & Roosmini; 2010). yang ada (Aradea; 2014). Uji linearitas dilaku-
Guna mengetahui metode yang lebih baik kan dengan cara membuat kurva kalibrasi dari
dalam analisis logam Mn dalam sedimen sungai serangkain larutan standar yang telah diketahui
Kaligarang maka dilakukan uji validasi meliputi konsentrasinya. Uji linearitas suatu metode ber-
uji linieritas, LoD dan LoQ, presisi, dan aku- tujuan untuk membuktikan antara hubungan
rasi. Selain itu hasil analisis kadar Mn yang yang linear antara konsentrasi analit dan respon
didapat dilakukan uji t untuk mengetahui per- alat. Sebagai parameter adanya hubungan linear
bedaan hasil analisis konsentrasi dari kedua dgunakan koefisien korelasi (r) pada analisis
metode. Uji t yang dilakukan yaitu uji t tidak regresi linear y=ax+b. Dalam suatu analisis,
berpasangan atau independent sample t­test. harga koefisien korelasi sebaiknya >0,99 atau
Hasil dan Pembahasan mendekati 1 (Miller & Miller; 1991). Kurva
Analisis menggunakan ICP-OES maupun kalibrasi dari analisis ICP-OES dan GFAAS
GFAAS memerlukan preparasi pada sampel terlihat pada Gambar 1 dan 2.
yang akan diujikan. Pada penelitian ini, sampel
sedimen yang sudah kering didestruksi meng-
gunakan akua regia. Akuaregia atau air raja
adalah salah satu hasil kombinasi asam-asam
mineral yaitu HCl pekat dan HNO3 pekat
dengan perbandingan 3:1 karena daya oksidasi-
nya yang sangat tinggi yang dapat melarutkan
hampir semua logam bahkan logam mulia dan
yang bersifat refractory (Trisunaryanti; 2002).
Berikut adalah reaksi yang terjadi saat Gambar 1. Kurva kalibrasi hasil pengukuran
dengan ICP-OES
pencampuran HCl dan HNO3.
Berdasarkan Gambar 1 dapat diketahui
bahwa nilai koerfisien korelasi melebihi angka
yang dipersyaratkan (r>0,99) (Aradea; 2014).
Sedangkan reaksi yang terjadi saat proses Hal ini menunjukkan alat yang digunakan
destruksi adalah. mempunyai respon yang baik terhadap sampel.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa ICP-
OES dalam kondisi yang baik dan persamaan
Setelah destruksi selesai dilakukan, maka regresi yang dihasilkan dapat digunakan untuk
hasil destruksi disaring lalu filtratnya diencerkan menghitung konsentrasi analit dalam sampel.
hingga 100 mL. Sampel dalam bentuk larutan Sedangkan untuk analisis GFAAS, Gam-
kemudian dianalisis menggunakan ICP-OES. bar 2 menunjukkan harga r yang kurang dari
21
AW Prihatin / Indonesian Journal of Chemical Science 6 (1) (2017)
0,99 namun hasil tersebut dapat dikatakan GFAAS dapat dipercaya sinyal alat terhadap
cukup baik karena selisihnya tidak terlalu jauh. analit. Apabila konsentrasi analit yang diperoleh
Selisih ini dikarenakan ntuk membuat larutan lebih kecil dari limit deteksi dari masing-masing
standar GFAAS dilakukan pengenceran hingga alat, maka sinyal yang dihasilkan tidak diper-
1000 kali untuk mengubah konsentrasi ppm caya sebagai sinyal alat terhadap analit, melain-
menjadi ppb. Pengenceran yang berulang kali kan noise (Hidayati, et al.; 2014). Pada analisis
ini menimbulkan kesalahan sehingga dimung- dengan ICP-OES nilai 0,636 mg/L merupakan
kinkan larutan standar yang terukur konsen- konsentrasi terendah yang masih dapat ter-
trasinya kurang tepat tepat dan menyebabkan deteksi dan pada analisis dengan GFAAS nilai
kurva kalibrasi yang kurang linear jika diban- 0,2607 µg/L merupakan nilai terendah yang
dingkan dengan kurva dari ICP-OES. dapat terdeteksi. Karena konsentrasi Mn yang
diperoleh dari pengukuran dengan ICP-OES
dan GFAAS masing-masing melebihi limit
deteksinya, maka hasil pengukuran tersebut
dapat dipercaya.
Sementara itu, limit kuantitasi (LoQ)
menunjukkan batas rentang kerja yang harus
dicapai dalam suatu pengukuran. Hasil peng-
ukuran suatu sampel juga harus berada di atas
Gambar 2. Kurva kalibrasi hasil pengukuran limit kuantitasi untuk memperoleh presisi dan
dengan GFAAS akurasi yang tinggi. Konsentrasi logam Mn yang
Limit deteksi (LoD) adalah konsentrasi diperoleh dari pengukuran dengan ICP-OES
terendah dari analit dalam sampel yang dapat dan GFAAS masing-masing juga melebihi limit
terdeteksi namun belum terkuantisasi. Sedang- kuantitasinya (LoQ), jadi hasil pengukuran ter-
kan limit kuatitasi (LoQ) adalah konsentrasi sebut dapat menghasilkan presisi dan akurasi
terendah dari analit yang dapat ditentukan yang tinggi.
dengan tingkat presisi dan akurasi yang diterima
Jika dilihat nilai LoD dan LoQ dari ICP-
(Aradea; 2014). Hasil penentuan LoD dan LoQ
OES serta LoD dan LoQ dari GFAAS memiliki
terlihat dalam Tabel 1 dan 2.
selisih yang cukup jauh, dimana ICP-OES
Tabel 1. Nilai LoD dan LoQ dari ICP-OES
berada di atas GFAAS. Hal ini dikarenakan
daerah kerja dari ICP-OES adalah sekitar 0,1
sampai 1000 ppb (b/v), atau dengan kata lain
ICP-OES dapat mendeteksi konsentrasi analit
dalam rentang ppb hingga ppm. Namun jika
konsentrasi analit berada dalam satuan ppb
yang sangat kecil, alat ini tidak mampu men-
deteksi. Sementara itu, daerah kerja dari GF-
AAS sekitar 0,01 sampai 1 ppb (b/v) tapi pada
Tabel 1 merupakan hasil perhitungan LoD
beberapa GFAAS dapat mendeteksi hingga
dan LoQ dari pengukuran ICP-OES. LoD
sedikitnya 100 ppb (b/v) pada analisis unsur
diperoleh dari perhitungan 3 kali standar deviasi
tertentu. Dengan kata lain, GFAAS mampu
dibagi slope yang dperoleh dari persamaan
menutupi kekurangan dari ICP-OES dilihat dari
regresi linear. Sementara LoQ diperoleh dari
limit deteksinya, yaitu mampu mendeteksi
perhitungan 10 kali standar deviasi dibagi slope.
analit sampai konsentrasi ppb yang tidak bisa
Tabel 2. Nilai LoD dan LoQ dari GFAAS
dijangkau oleh ICP-OES. Pada penelitian ini
membuktikan bahwa limit deteksi dari GFAAS
lebih baik dari ICP-OES. Namun hasil peng-
ukuran GFAAS belum bisa dikatakan lebih baik
daripada ICP-OES karena masih perlu dilihat
dari parameter uji validasi lainnya seperti presisi
dan akurasinya.
Berdasarkan Tabel 1 dan 2 dapat
diketahui bahwa penggunaan alat pada analisis Uji presisi dilakukan dengan metode
logam Mn dalam sampel sedimen dengan replicability, yaitu analisis berulang yang dilaku-
konsentrasi analit yang lebih besar dari 0,636 kan oleh peneliti, waktu, sampel, alat, dan
mg/L pada ICP-OES dan 0,2607 µg/L pada laboratorium yang sama karena metode ini

22
AW Prihatin / Indonesian Journal of Chemical Science 6 (1) (2017)

paling sederhana dan mudah dilakukan diban- kebalikannya, hal ini disebabkan oleh beberapa
dingkan dengan repeatibility dan reproducebility. faktor. Selain gangguan pada alat, penyebab lain
Pada penelitian ini sampel yang telah dipre- yaitu adanya faktor pengenceran yang terlalu
parasi oleh peneliti, waktu, alat, dan di besar pada analisis GFAAS. Karena limit
laboratorium yang sama, diukur 4 kali dengan deteksi dari GFAAS jauh lebih rendah daripada
ICP­OES. Sedangkan untuk memperoleh presisi ICP-OES, maka perlu dilakukan pengenceran
dari GFAAS, sampel dengan perlakuan sama pada sampel agar konsentrasi analit dapat
diukur 4 kali dengan GFAAS. Presisi yang masuk ke dalam daerah kerja dari GFAAS atau
menggambarkan kesalahan acak dari suatu lebih tinggi dari limit deteksinya. Di samping
pengukuran dinyatakan dalam bentuk persen- itu, faktor pengenceran yang semakin besar juga
tase Relative Standard deviation (%RSD). menyumbangkan tingkat kesalahan yang se-
Tabel 3. Hasil uji presisi ICP-OES makin banyak.
Filho & Salazar (2012), mengemukakan
bahwa signal GFAAS pada proses pengukuran
berubah dengan cepat dan kemungkinan
terjadinya gangguan saat pengukuran lebih
banyak dari tipe AAS lainnya. Signal
Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui nilai pengukuran yang cepat berubah mengakibatkan
%RSD analisis ICP-OES yang menunjukkan hasil keberulangan (presisi) yang kurang baik,
besar kesalahan pada saat pengukuran berulang karena hasil pengukuran yang diulang belum
dengan ICP-OES. Kesalahan ini bisa terjadi tentu menghasilkan absorbansi yang sama atau
karena saat proses atomisasi, ada atom yang mendekati hasil yang sebelumnya.
belum sampai tereksitasi saat pengulangan
Uji akurasi dilakukan dengan metode
pengukuran dilakukan sehingga memancarkan
recovery (perolehan kembali) yaitu dengan
intensitas yang berbeda dengan pengukuran
menambahkan spike dari larutan standar yang
sebelumnya. Semakin kecil %RSD maka presisi-
telah diketahui konsentrasinya ke dalam sampel
nya semakin baik, dan sebaliknya jika %RSD
lalu dibandingkan dengan sampel yang tidak
semakin besar maka kesalahan yang terjadi
ditambah spike. Pada penelitian ini spike yang
semakin besar sehingga presisinya semakin
digunakan adalah larutan Mn(NO3)2 dengan
jelek. Bila dibandingkan dengan %RSD yang
konsentrasi 1000 ppm. Kemudian spike tersebut
dipersyaratkan, maka pengukuran ICP-OES
ditambahkan ke dalam 3 sampel yang sama
dalam analisis logam Mn dalam sedimen sungai
sebelum didestruksi. Penambahan spike masing-
Kaligarang dikatakan teliti karena %RSD<1%
masing adalah 500 µg (0,5 mL 1000 ppm); 1000
(Aradea; 2014).
µg (1 mL 1000 ppm); dan 1,5 µg (1,5 mL 1000
Tabel 4. Hasil uji presisi GFAAS
ppm). Ketiga sampel yang telah diberi spike
tersebut kemudian didestruksi bersama dengan
sampel tanpa spike. Setelah itu keempat sampel
dianalisis pada hari yang sama masing-masing
dengan ICP-OES dan GFAAS. Tingkat ke-
akurasian suatu metode dinyatakan dengan
%recovery.
Dari Tabel 4 dapat dilihat presisi dari
Tabel 5. Hasil uji akurasi ICP-OES
GFAAS dalam menganalisis logam Mn dalam
sedimen Sungai Kaligarang tidak teliti karena
%RSD > 5 (Aredea; 2014). Angka tersebut juga
menunjukkan banyaknya kesalahan yang terjadi
saat pengkuran dengan GFAAS. Berdasarkan
hasil tersebut dapat dikatakan bahwa presisi
Berdasarkan Tabel 5, jika dirata-rata maka
ICP-OES lebih baik dari GFAAS pada analisis
%recovery ICP-OES dalam analisis logam Mn
logam Mn pada sampel sedimen sungai
dalam sedimen sungai Kaligarang sebesar
Kaligarang.
85,46%. Angka ini menunjukkan bahwa konsen-
Meskipun limit deteksi GFAAS lebih trasi Mn yang terukur adalah sebesar 85,46%
rendah daripada ICP-OES, belum bisa dipasti- dari keseluruhan logam Mn yang ada dalam
kan bahwa presisi GFAAS lebih bagus daripada sampel sedimen, dan sisa persentasenya logam
ICP-OES. Hasil penelitian menunjukkan Mn tidak ikut terambil saat proses destruksi,
23
AW Prihatin / Indonesian Journal of Chemical Science 6 (1) (2017)
hilang saat proses pengenceran atau pada proses suatu modifier.
pengukurannya logam Mn tidak terbaca selu-
ruhnya oleh alat. Nilai ini memenuhi syarat
persentase recovery yaitu 100%±20 (80 s.d 100%)
(Aradea; 2014), jadi dapat dikatakan hasil
pengukuran ICP-OES akurat untuk analisis Mn
dalam sampel sedimen Sungai Kaligarang.
Konsentrasi logam Mn dalam sampel
berdasarkan analisis ICP-OES adalah 1395,29
ppm (b/b) dengan tingkat akurasi 85,46%.
Tabel 6. Hasil uji akurasi GFAAS
Gambar 3. Tahapan temperatur furnace dalam
GFAAS (Filho dan Salazar; 2012)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Pszonicki & Essed (1993), penggunaan
palladium sebagai modifier dalam analisis
GFAAS dapat meningkatkan suhu pengabuan
Tabel 6 menunjukkan bahwa rata-rata
hingga 1100°C sehingga pada suhu tersebut
%recovery analisis GFAAS adalah 10,07%.
analit dapat terlepas dari komponen peng-
Hasil ini jauh dari yang dipersyaratkan (80 s.d
ganggu yang mengikatnya. Penelitian lain
100%). Hasil ini menunjukkan bahwa analisis
dilakukan oleh Pybus (2010), menyatakan
Mn dalam sedimen sungai Kaligarang dengan
bahwa penambahan palladium sebagai matrix
GFAAS memiliki tingkat akurasi yang rendah,
modifier dapat meningkatkan suhu pengabuan
dilihat dari %recovery yang rendah. Berikut per-
hingga 1000°C sehingga mengoptimumkan
hitungan konsentrasi Mn berdasarkan %akurasi
signal analit yang dihasilkan. Selain itu,
dari GFAAS. Berdasarkan perhitungan tersebut
penggunaan L’vov platform dapat mengurangi
diketahui konsentrasi Mn dari GFAAS sebesar
interferensi dan proses atomisasi menjadi lebih
233,56% dengan akurasi 10,07%. Sehingga bila
efektif. Matrix modifier selain berfungsi untuk
dibandingkan dengan ICP-OES, maka hasil
menaikkan suhu pengabuan juga berperan
analisis dengan ICP-OES lebih akurat daripada
sebagai penstabil analit supaya tidak ikut
GFAAS.
menguap saat proses pengabuan. Matrix modifier
Perbedaan hasil analisis ICP-OES dan yang sering digunakan adalah palladium berupa
GFAAS yang cukup jauh ini disebabkan oleh palladium nitrat. Selain palladium nitrat,
beberapa faktor, diantaranya faktor pengencer- magnesium nitrat juga terbukti dapat digunakan
an, penyaringan, dan tidak adanya pre­treatment sebagai matrix modifier (Welz, et al.; 1988).
pada sampel GFAAS. Pre­treatment dilakukan Selain matrix­modifier, dibutuhkan juga beberapa
untuk menguranngi interferensi yang bisa saja pre­treatment untuk mengurangi gangguan alat,
terjadi saat proses analisis GFAAS. Interferensi seperti Stabilized Temperatue Platform Furnace
dalam pengukuran menggunakan GFAAS dapat (STPF), background correction (Zeeman), dan L’vov
terjadi di setiap tahapan pada saat proses platform. Fungsi dari beberapa pre­treatment
analisis. tersebut hampir sama yaitu menstabilkan
Pada proses analisis dengan GFAAS, ada pengukuran GFAAS (Filho & Salazar; 2012).
5 tahap yang harus dilewati dari injeksi sampel, Uji t tidak berpasangan atau sering disebut
tahap pengeringan, pengabuan, atomisasi, pem- independent sample t­test adalah jenis uji statistika
bersihan, sampai penurunan suhu yang yang bertujuan untuk membandingkan rata-rata
ditunjukkan pada gambar 3. Pada tahap pe- dua grup yang tidak saling berpasangan saling
ngeringan dan pengabuan terdapat kemungkin- bebas. Pada penelitian ini uji t dilakukan untuk
an terjadinya interferensi, yaitu ikut menguap- mengetahui bahwa kedua metode analisis, yaitu
nya analit dalam sampel atau analit susah analisis menggunakan ICP-OES dan GFAAS
terlepas dari komponen yang mengikatnya, berbeda secara signifikan.
dengan kata lain temperatur dalam tahap ini
Tabel 7 memperlihatkan bahwa thitung> ttabel,
kurang tinggi untuk memisahkan analit dari
maka dapat disimpulkan bahwa kedua metode
komponen yang mengikatnya (Filho & Salazar;
berbeda secara signifikan. Dengan kata lain,
2012).
rerata konsentrasi dari hasil pengukuran dengan
Upaya untuk mengurangi terjadinya inter- ICP-OES dan GFAAS berbeda secara signifi-
ferensi ini, pada proses analisis membutuhkan kan.
24
AW Prihatin / Indonesian Journal of Chemical Science 6 (1) (2017)

Tabel 7. Hasil uji t analisis Mn dengan ICP- EPA-Ohio. 2001. Sediment Sampling Guide and
OES dan GFAAS Methodologies 2nd edition. Ohio: Environ-
mental Protection Agency
Filho, H.J. & R.F. Salazar. 2012. State­of­the­Art
and Trends in Atomic Absorption Spectrometry.
Brazil. Universidade de São Paulo
Firmansyah, A.D., B. Yulianto, & S. Sedjati.
2013. Studi Kandungan Logam Berat Besi
Analisis logam Mn dalam sedimen sungai (Fe) dalam Air, Sedimen dan Jaringan
Kaligarang dengan ICP-OES dan GFAAS Lunak Kerang Darah (Anadara Granosa
masing-masing telah diuji validasi dan dilaku- Linn) di Sungai Morosari dan Sungai
Gonjol Kecamatan Sayung, Kabupaten
kan pula uji t. Dari hasil uji t menyatakan Demak. Journal of Marine Research, 2(2):
bahwa kedua metode berbeda secara signifikan. 45-54
Hasil uji validasi menyatakan bahwa ICP-OES Fitriyah, K.R., 2007. Studi Pencemaran Logam
lebih cocok digunakan untuk analisis logam Mn Berat Kadmium (Cd), Merkuri (Hg), dan
dalam sedimen sungai Kaligarang dibuktikan Timbal (Pb) pada Air Laut, Sedimen dan
dengan linearitas, presisi, dan akurasi yang lebih Kerang Bulu (Anadara antiquata) di
baik daripada GFAAS, meskipun limit deteksi Perairan Pantai Lekok Pasuruan. Skripsi.
Malang. Universitas Islam Negeri Malang
GFAAS lebih baik daripada ICP-OES. GFAAS
Hidayati, E.N., M. Alauhdin, A.T. Prasetya.
tidak cocok untuk menganalisis konsentrasi 2014. Perbandingan Metode Destruksi
yang terlalu tinggi, karena limit deteksinya yang pada Analisis Pb dalam Rambut dengan
rendah sehingga sampel perlu diencerkan AAS. Indo. J. Chem. Sci. 3(1): 36-41
berkali-kali dan perlu adanya pre­treatment untuk Miller, J.C. & J.N. Miller. 1991. Statistika
meningkatkan presisi dan akurasi dari GFAAS, untuk Kimia Analitik Edisi Kedua. Trans­
salah satunya adalah dengan menambah matrix lated by Suroso. Bandung: Institut
modifier untuk menstabilkan pengukuran. Teknologi Bandung
Palar, H. 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam
Simpulan Berat. Jakarta: Rineka Cipta
Pada analisis logam Mn dalam sedimen Perkin-Elmer Corporation. 2008. As Techniques
Sungai Kaligarang metode yang paling cocok for the Analysis of Envirimental Samples.
digunakan adalah ICP-OES. Metode GFAAS USA. Perkin Elmer
memerlukan perlakuan khusus dan spesifik Perkin-Elmer. 2008. World Leader in AA, ICP­
pada sampel dan alat sebelum analisis supaya OES, and ICP­MS. USA. Perkin-Elmer
hasilnya valid. Hasil uji validasi analisis logam Pszonicki, L. & A.M. Essed. 1993. Palladium
Mn dalam Sungai Kaligarang dengan ICP-OES and Magnesium Nitrate as Modifiers for
dan GFAAS berturut-turut adalah sebagai the Determination of Lead by Graphite
Furnace Atomic Absorption Spectrometry.
berikut: linearitas 0,996 dan 0,989; LoD 0,636 Chem. Anal. (Warsaw), 38, 771
dan 0,26 µg/L, LoQ 2,12 dan 0,8698 µg/L;
Pybus, J. 2010. Reduce-Palladium Matrix Modi-
presisi 0,999 dan 17,27%; akurasi 85,46 dan fier in Graphite Furnace Atomic Absorp-
10,07%. Sementara itu, hasil uji t menyatakan tion. New Zealand. Department of Clini-
hasil pengukuran ICP-OES dan GFAAS ber- cal Chemistry Auckland Hospital
beda secara signifikan. Konsentrasi logam Mn Siegel, A. 2000. Manganese and Its Role in
dalam sedimen sungai Kaligarang berdasarkan Biological System. CRC Press, 816 p. Vol.
metode yang valid adalah sebesar 1395,29 ppm 37
(b/b). Sucipto. 2008. Kajian Sedimentasi di Sungai
Kaligarang dalam Upaya Pengelolaan
Daftar Pustaka Daerah Aliran Sungai Kaligarang,
Andarani, P. & D. Roosmini. 2010. Profil Semarang. Tesis. Semarang: Universitas
Pencemaran Logam Berat (Cu, Cr, dan Zn) Diponegoro
pada Air Permukaan dan Sedimen di Seki­
tar Industri Tekstil PT X (Sungai Cikijing). Trisunaryanti, W., Mudasir, and S. Saroh. 2002.
Bandung: ITB Study of Matrix Effect on The Analysis of
Ni and Pd by AAS in The Destruats
Aradea, A. 2014. Your Reliable Partner For of Hidrocracking Catalysts Using Aqua
Accredited Lab. Semarang. PT Merck Tbk Regia and H2SO4. Indo. J. Chem., 2(3): 177-
Dewi. 2011. Analisis Cemaran Logam Timbal 185
(Pb), Tembaga (Cu), dan Kadmium (Cd) Welz, B., G. Schlemmer, J.R. Mudakavi. 1988.
dalam Tepung Gandum secara Spektro- Determination of Arsenic, Cadmium, Copper,
fotometri Serapan Atom. Skripsi. Depok: Magnganese, lead, Antimony, Selenium and
FMIPA UI Thallium in Water. P-ISSN: 2301-4458

25
AW Prihatin / Indonesian Journal of Chemical Science 6 (1) (2017)

Yulianti, D. & Sunardi. 2010. Identifikasi Netron Cepat (AANC). Jurnal Penelitian
Pencemaran Logam pada Sungai Kali- Batan 8(1): 34-45
garang dengan Metode Analisis Aktivasi

26

You might also like