You are on page 1of 7

UNIVERSITAS INDONESIA

SINTESIS KAJIAN WACANA

LIDIA KRISTRI AFRILITA


1306353871

PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI ILMU LINGUISTIK
JAKARTA
SEPTEMBER 2013

1
Kajian wacana adalah bagian dari ilmu kebahasaan yang memelajari kesatuan
antara bentuk dan fungsi dalam komunikasi verbal (Renkema:2004). Wacana
dulunya hanya membahas bagian-bagian mikrolinguistik (discourse analysis),
namun kini wacana telah menjadi sebuah subjek interdisipliner yang masuk dalam
berbagai subjek makro, bergabung dengan bidang kajian ilmu lainnya, misalnya
hukum, psikologi, sastra, medis, dan lainnya (discourse studies). Kajian wacana
memungkinkan kita untuk mampu mengaitkan analisis lingkungan dengan
kebudayaan.

Fungsi utama wacana adalah menyampaikan pesan kepada orang lain lewat
medium bahasa. Agar tujuan ini tercapai maka dibutuhkan kerjasama masing-
masing partisipan komunikasi. Herbert Grice dalam Renkema (2004:18)
memperkenalkan prinsip-prinsip kerjasama atau cooperative principles yang
sangat berperan dalam menentukan apakah tuturan dapat dimaknai sesuai dengan
tujuan penyampaiannya. Grice membedakan empat kategori dalam prinsip ini,
yaitu maksim kuantitas (quantity), kualitas (quality), relevansi (relevance), dan
pelaksanaan (manner). Dalam komunikasi, penutur diharapkan memberikan
informasi yang efisien dan efektif (maxim quantity). Kalimat Makam Ustadz Jefri
dilompati kucing hidup bisa dianggap melanggar prinsip maksim kuantitas karena
penggunaan kata hidup sebenarnya tidak diperlukan karena semua orang tahu
bahwa setiap kucing yang bisa melompat pastilah hidup. Maksim kualitas
menekankan agar penutur memberikan informasi yang benar. Dengan kata lain
penutur tidak boleh mengatakan apa yang dianggapnya salah, dan apa yang
dikatakannya itu hendaklah memiliki bukti yang memadai. Maksim relevansi
mengharapkan setiap partisipan komunikasi untuk memberikan kontribusi yang
relevan terhadap tuturan yang disampaikan. Perhatikan contoh berikut.

Dua orang teman sekelas, A dan B, sedang duduk di taman sekolah saat
jam makan siang. A mengeluarkan kotak makanan dari tasnya, sementara
B lupa membawa kotak makanannya. B lalu menoleh kepada A dan
berkata “Makan siangmu kelihatannya enak sekali, ya”.
Dengan memperhatikan maksim relevansi, maka A bisa memahami bahwa
pernyataan B bukanlah bentuk sebuah komentar melainkan sebuah permintaan
agar A membagi sedikit makan siangnya kepada B. Jika A menjawab Oh ya,

2
terima kasih. Ibuku yang memasaknya, telah terjadi pelanggaran maksim relevansi
karena respon A tidak sesuai dengan maksud tuturan B. Namun jika A menjawab
Ini ambil separuh untukmu, maka tujuan komunikasi yang relevan telah tercapai.

Maksim yang terakhir adalah maksim pelaksanaan. Penutur diharapkan


memberikan informasi yang jelas, singkat, runtut, dan tidak ambigu (Renkema
:2004). Perhatikan contoh berikut.

Husband: How much did the new dress cost, darling?


Wife : A tiny fraction of my salary, though probably a bigger
fraction of the salary of the woman that sold it to me
(Cutting :2002)

Dari percakapan diatas, istri memberikan jawaban yang tidak jelas dan ambigu.
Dapat dikatakan bahwa telah terjadi pelanggaran maksim pelaksanaan (manner) di
dalam kalimat tersebut.

Akar kajian fungsi bahasa sebagai alat komunikasi dapat dipaparkan dengan
model organon yang dibuat oleh Karl Buhler. Buhler membedakan tiga fungsi
bahasa, yaitu bahasa sebagai symptom (gejala), (symbol) simbol, dan (signal)
sinyal. Ketika menyampaikan sebuah tuturan atau tulisan, pengirim akan
mengirimkan symptom lewat simbol-simbol bahasa yang menggambarkan objek
atau keadaan yang dimaksud oleh pengirim. Penerima lalu menerima sinyal dari
simbol bahasa tersebut. Apabila sinyal yang diterima sama seperti yang dimaksud
oleh pengirim, maka dapat dikatakan telah terjadi komunikasi yang baik.

Sejalan dengan itu, Austin dalam Renkema (2004:13) menyatakan bahwa bahasa
merupakan sebuah bentuk tindakan. Ia melihat bahwa bahasa tidak hanya bersifat
konstantif, namun juga memiliki fungsi performatif, yang berarti ketika
melakukan tuturan sebenarnya kita juga melakukan sebuah tindakan. Contohnya
pada kalimat Pay this bills immediately!, penutur tidak hanya menjelaskan sebuah
realita kalimat tapi juga memberikan sebuah instruksi kepada penerima pesan.
Kemudian pada kalimat Help yourself, penutur telah melakukan sebuah tindak
tutur berupa memberi ajakan atau tawaran kepada lawan bicaranya. Teori dikenal
sebagai teori tindak tutur, yang terdiri dari tindak lokusi, ilokusi, dan perlokusi.
Definisi masing-masing tindak tutur akan dipaparkan lewat contoh berikut.

3
It is raining outside.

Lokusi dari kalimat diatas adalah tuturan It is raining outside yang diucapkan oleh
penutur. Lewat lokusi ini, penutur tidak hanya membuat pernyataan deklaratif saja
tapi juga sebuah tindak tutur, yaitu penutur ingin memberikan saran kepada lawan
bicaranya agar membawa payung agar tidak kehujanan di luar. Efek dari ilokusi
ini adalah tindak perlokusi, yaitu lawan bicaranya akan bergegas mengambil
payung. Dari contoh ini jelas bahwa fokus dari teori tindak tutur terletak pada
tindak ilokusi yang memandang bahwa tuturan merupakan sebuah tindakan.

Interpretasi yang diterima dari sebuah tuturan dipengaruhi oleh konteks. Renkema
(2004) menyatakan bahwa konteks adalah lingkungan kebahasaan fisik atau
mental yang dirujuk oleh pemakai unsur bahasa dalam wacana yang menentukan
makna dalam struktur semantik. Ia membedakan konteks menjadi konteks verbal
(co-text) dan konteks sosial. Konteks verbal adalah konteks internal teks itu
sendiri sedangkan konteks sosial adalah konteks situasi dan budaya yang kerangka
pemahamannya diperoleh dari hasil pemelajaran kebudayaan. Perhatikan
bagaimana konteks memengaruhi pemaknaan berikut ini.

1. My car is in a No Parking zone, and a police officer approaches.


I tell him: “My car has a flat tire”.
2. I enter a tire store, and tell the person at the counter:
“My car has a flat tire”.

Pada kalimat (1) dan (2) ada sebuah tuturan yang sama yaitu My car has a flat
tire. Merujuk pada konteks situasi yang disebutkan pada kalimat sebelumnya, kita
dapat memahami bahwa masing-masing tuturan memiliki makna dan tujuan yang
berbeda. Pada kalimat (1), tuturan My car has a flat tire bertujuan untuk
memberikan alasan kepada polisi agar penutur tidak dianggap melanggar
peraturan lalu lintas. Pada kalimat (2), tuturan yang sama diucapkan dalam situasi
yang berbeda. Tuturan ini tidak lagi berfungsi sebagai sebuah alasan, tapi sebuah
request kepada si penjaga toko.

Wacana sebagai kesatuan bentuk dan fungsi memiliki ikatan semantis atau
semantic tie. Terkait ikatan makna ini, ada dua konsep yang diperkenalkan oleh
Michael Halliday dan Ruquaiya Hassan (1976), yaitu kohesi dan koherensi.

4
Kohesi merujuk pada hubungan yang terjadi antarunsur di dalam teks. Untuk
memastikan sebuah wacana itu kohesif atau tidak, kita bisa melihatnya dari alat-
alat gramatikal atau cohesion devices dalam wacana tersebut. Pertama, konjungsi,
yaitu kata sambung yang menghubungkan bagian-bagian kalimat. Konjungsi
membuat hubungan bagian-bagian kalimat menjadi jelas, apakah itu hubungan
penambahan, sebab akibat, tujuan, cara, waktu, dan sebagainya. Seperti contoh
berikut:
(1) Rumahnya rubuh. (2) Gempa terjadi di kampung.
Dalam wacana diatas, hubungan antara kalimat (1) dan (2) tidak jelas. Maka,
untuk menciptakan hubungan yang jelas dan ikatan semantis yang kohesif
diperlukan konjungsi. Maka perhatikan kepaduan dua kalimat tadi setelah
penambahan konjungsi.
Rumahnya rubuh akibat gempa terjadi di kampung.
Gempa terjadi di kampung. Akibatnya rumahnya rubuh.
Rumahnya rubuh saat gempa terjadi di kampung.

Kedua, referensi, yaitu hubungan satu wacana dengan wacana lain yang mengikuti
atau mendahuluinya. Cohesion device yang satu ini agak sulit dibedakan dari alat
gramatikal kohesi yang ketiga, yaitu substitusi. Perbedaannya adalah hubungan
referensi terjadi pada level semantis, sementara itu hubungan substitusi terjadi
pada level leksikogramatikal (nomina, verba, dan klausa). Dalam hubungan
referensi, partisipan wacana harus merujuk pada konsep yang sama, yang masing-
masingnya disebut sebagai pengacu dan acuan. Kata yang paling sering digunakan
untuk menunjukkan hubungan refensi adalah kata ganti seperti dia, nya, mereka,
ini, dan itu. Contoh wacana yang memiliki hubungan referensi adalah sebagai
berikut.
Pagi-pagi sekali rombongan kelas X IPA bersiap mengunjungi museum
kota. Di museum kota, mereka disambut ramah oleh Bapak pengelola
museum.Ia dengan senang hati menjawab semua pertanyaan dari murid-
murid itu.

Hubungan referensi yang terdapat dalam wacana diatas adalah: kata mereka
merujuk pada rombongan kelas X IPA yang telah disebutkan sebelumnya, kata Ia
merujuk pada Bapak pengelola museum, dan kata itu merujuk pada rombongan
kelas X IPA yang juga telah disebutkan sebelumnya. Dalam hal ini, kata mereka,

5
Bapak, dan itu disebut pengacu, sedangkan apa yang diacunya disebut acuan. Jika
posisi acuan mendahului pengacu, hubungan referensinya disebut referensi
anaforik, sedangkan jika posisi acuan mengikuti pengacu, hubungannya disebut
referensi kataforik. Dalam contoh wacana diatas, semua hubungan referensinya
adalah anaforik karena posisi acuan mendahului pengacu.

Alat gramatikal kohesi yang keempat adalah elipsis, yakni pelesapan bagian
kalimat yang sama yang terdapat pada kalimat lain. Seperti pada wacana berikut
ini.

Harga gaun disini berbeda-beda sesuai dengan warna dan modelnya.


Yang merah biasanya harganya lebih mahal, sekitar 4 juta. Yang biru
mungkin bisa ditawar jadi 3 juta. Yang putih paling murah, bisa dijual
seharga 2 juta saja. Jadi mau yang mana?

Meskipun tidak ada kata hubung, wacana diatas adalah wacana yang padu. Kata
yang merah, yang biru, dan yang putih menunjukkan proses elipsis dari bentuk
utuh gaun yang berwarna merah, gaun yang berwarna biru, dan gaun yang
berwarna putih. Dengan proses elipsis, wacana menjadi lebih efektif.

Cohesion device yang terakhir adalah kohesi leksikal, yang meliputi reiterasi
(sinonimi, repetisi, hiponimi, hiperonimi, meronimi, dan antonimi) dan kolokasi,
yang merupakan hubungan antarkata yang selingkung/sebidang.

(1)Balai Bahasa Indonesia di Perth mengadakan workshop peningkatan


profesionalisme untuk guru-guru Bahasa Indonesia di kota tersebut. (2)
Dalam workshop peningkatan profesionalisme guru itu, para asisten
Bahasa Indonesia diminta menjadi pembicara. (3)Kegiatan pembelajaran
ini diadakan dua kali tiap tahunnya.

Wacana diatas dibangun menjadi sebuah wacana yang kohesif dengan


menggunakan kohesi leksikal berupa repetisi frase workshop peningkatan
profesionalisme guru dan kohesi leksikal berupa sinonim kata workshop, yaitu
kegiatan pembelajaran. Terdapat juga hubungan kolokasi, yaitu kata workshop,
pembelajaran, guru, profesionalisme, asisten yang saling berkolokasi dalam
lingkung pendidikan.

6
Jika kita dapat menemukan cohesion device dalam sebuah wacana, mungkin tidak
akan sulit untuk menganalisis apakah wacana tersebut sudah padu atau belum.
Namun bagaimana jika tidak ada cohesion device yang keberadaannya bisa secara
gamblang terlihat? Renkema (2004: 109) menyatakan bahwa dalam keadaan
demikian, kita bisa melakukan analisis koherensi dengan menyusuri hubungan
makna masing-masing unsur dalam wacana tersebut. Dalam hal ini, kita tidak lagi
terpaku pada unsur leksikal di dalam teks, tapi kita menganalisis kepaduan
semantis yang dapat dicapai dengan melihat sesuatu di luar teks (koherensi),
seperti latar belakang pengetahuan, pengalaman, dan alam. Ada dua jenis
koherensi dasar, yakni hubungan aditif (penambahan, kontras, dan pemilihan),
dan hubungan kausa (sebab, alasan, cara, konsekuensi, tujuan, syarat, dan
konsesi).

Dari penjabaran diatas, dapat disimpulkan bahwa bahasa sebagai alat komunikasi
memiliki fungsi sebagai bentuk tindakan. Jadi ketika kita berbahasa, kita tidak
hanya melakukan aktivitas fisik menuturkan sesuatu tapi juga melakukan sebuah
tindakan, baik itu berjanji, mengancam, memperingatkan, dan sebagainya.
Komunikasi yang baik terjadi ketika penafsiran mitra komunikasi sama dengan
apa yang dimaksudkan oleh penutur bahasa. Agar tercipta hubungan timbal balik
ini diperlukan kerjasama dari masing-masing partisipan dan kemampuan
memahami konteks yang sesuai.

You might also like