You are on page 1of 22

“BENIGNA PROSTAT HYPERPLESIA ( BPH )”

Mata Kuliah : Keperawatan Medikal Bedah III

Dosen : Ns. Dedi Adha, S.kep, M.kep

Disusun Oleh :

Kelompok XI
Hayatunnupus Haqiqi 13111798
Ayu Bella Nasta
Reni Wulandari

IIA

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN


STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG
2015

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau dalam bahasa umumnya dinyatakan
sebagai pembesaran prostat jinak (PPJ), merupakan suatu penyakit yang biasa terjadi.
Ini di lihat dari frekuensi terjadinya BPH di dunia, di Amerik secara umum dan di
Indonesia secara khususnya. Di dunia, diperkirakan bilangan penderita BPH adalah
seramai 30 juta, bilangan ini hanya pada kaum pria kerana wanita tidak mempunyai
kalenjar prostat, maka oleh sebab itu, BPH terjadi hanya pada kaum pria (emedicine,
2009). Jika dilihat secara epidemiologinya, di dunia, dan kita jaraskan menurut usia,
maka dapat di lihat kadar insidensi BPH, pada usia 40-an, kemungkinan seseorang itu
menderita penyakit ini adalah sebesar 40%, dan setelah meningkatnya usia, yakni
dalam rentang usia 60 hingga 70 tahun, persentasenya meningkat menjadi 50% dan
diatas 70 tahun, persen untuk mendapatkannya bisa sehingga 90% (A.K. Abbas,
2005). Akan tetapi, jika di lihat secara histologi penyakit BPH, secara umum
membabitkan 20% pria pada usia 40-an, dan meningkat secara dramatis pada pria
berusia 60-an, dan 90% pada usia 70 . Di indonesia, penyakit pembesaran prostat
jinak menjadi urutan kedua setelah penyakit batu saluran kemih, dan jika dilihat
secara umumnya, diperkirakan hampir 50 persen pria Indonesia yang berusia di atas
50 tahun, dengan kini usia harapan hidup mencapai 65 tahun ditemukan menderita
penyakit PPJ atau BPH ini. Selanjutnya, 5 persen pria Indonesia sudah masuk ke
dalam lingkungan usia di atas 60 tahun. Oleh itu, jika dilihat, dari 200 juta lebih
bilangan rakyat indonesia, maka dapat diperkirakan 100 juta adalah pria, dan yang
berusia 60 tahun dan ke atas adalah kira-kira seramai 5 juta, maka dapat secara
umumnya dinyatakan bahwa kira-kira 2.5 juta pria Indonesia menderita penyakit BPH
atau PPJ ini. Indonesia kini semakin hari semakin maju dan dengan berkembangnya
sesebuah negara, maka usia harapan hidup pasti bertambah dengan sarana yang makin
maju dan selesa, maka kadar penderita BPH secara pastinya turut meningkat. (Furqan,
2003)
Kanker prostat, juga merupakan salah satu penyakit prostat yang lazim berlaku
dan lebih ganas berbanding BPH yang hanya melibatkan pembesaran jinak daripada
prostat. Kenyataan ini adalah berdasarkan bilangan dan presentase terjadinya kanker
prostat di dunia secara umum dan Indonesia secara khususnya. Secara umumnya, jika
diperhatikan, di dunia, pada 2003, terdapat lebih kurang 220,900 kasus baru
ditemukan, dimana, daripada jumlah ini, 29,000 daripadanya berada di tahap
membunuh (A.K. Abbas, 2005) . Seperti juga BPH, kanker prostat juga menyerang
pria berusia lebih dari 50 dan pada usia di bawah itu bukan merupakan suatu yang
abnormal. Secara khususnya di Indonesia, menurut (WHO,2008), untuk tahun 2005,
insidensi terjadinya kanker prostat adalah sebesar 12 orang setiap 100,000 orang,
yakni yang keempat setelah kanker saluran napas atas, saluran pencernaan dan hati .

B. Tujuan
a. Tujuan Umum
Untuk mahasiswa mengetahui tentang Benigna prostat hyperplesia dan
menambah wawasan mahasiswa

b. Tujuan Khusus
1. Mengetahui pengertian beningna prostat hyperplesia
2. Mengetahui Etiologi beningna prostat hyperplesia
3. Mengetahui Manifestasi Klinis beningna prostat hyperplesia
4. Mengetahui Anatomi dan Fisiologi beningna prostat hyperplesia
5. Mengetahui Gejala Klinik BPH
6. Mengetahui Patofisiologi beningna prostat hyperplesia
7. Mengetahui WOC beningna prostat hyperplesia
8. Mengetahui Penatalaksanaan beningna prostat hyperplesia
9. Mengetahui Komplikasi beningna prostat hyperplesia
10. Mengetahui asuhan keperawatan bph

BAB II

LANDASAN TEORI
A. Defenisi
Beningn prostatic hyperplasia (BPH) adalah suatu kondisi yang sering terjadi
sebagai hasil dari pertumbuhan dan pengendalian hormon prostat ( Yuliana elin,
2011).
BPH ( Benigna Prostat Hyperplasi ) adalah pembesaran progresif dari kelenjer
prostat yang dapat menyebabkan obstruksi dan ristriksi pada jalan urine ( urethra )
Benigna prostat hiperplesia adalah kelenjar prostat mengalami memanjang keatas
kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan menutupi orifisium uretra
( Brunner & suddarth, 2001) .
Benigna prostat hiperplasia adalah hiperplasia kelenjer periuretra yang mendesak
jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah. ( Mansjoer,2000)
Dari pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa benigna prostat hyperplasia
adalah pembesaran dari prostat yang biasanya terjadi pada orang berusia lebih dari 50
tahun yang mendesak saluran perkemihan

B. Etiologi
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui secara
pasti : tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hyperplasia prostate erat
kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron ( DHT ) dan proses penuaan
( purnomo, 2005 ).
Selain factor tersebut ada beberapa hipotesis yang diduga sbagai penyebab
timbulnya hyperplasia prostat, yaitu sebagai berikut :
1. Dihidrotestosteron, peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen
menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjer prostat mengalami hiperplasi.
2. Katidakseimbangan hormone estrogen – testosterone. Pada proses penuaan
pria terjadi peningkatan hormone estrogen dan penurunan testosterone
yang mengakibatkan hyperplasia stroma.
3. Interaksi stroma – epitel. Peningkatan epidermal growth factor atau
fibroblast growth factor dan penurunan transforming growth factor beta
menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel.
4. Berkurangnya sel yang mati. Estrogen yang meningkat menyebabkan
peningkatan lama hidup stroma da epitel dari kelenjer prostat.
5. Teori sel stem. Sel stem yang meningkat meningkat poliferasi sel transit.

Dengan bertambahnya usia, akan terjadi perubahan keseimbangan testosterone


estrogen karena produksi testosterone menurun dan terjadi konversi testosterone
menjadi esterogen pada jaringan adipose diperifer. Karena proses pembesaran
prostat terjadi secara perlahan – lahan .( Wim de jong )
Mulai ditemukan pada umur kira –kira 45 tahun dan frekuensi makin
bertambah sesuai dengan bertambahnya umur, sehingga diatas umur 80 tahun kira –
kira 80 % menderita kelainan ini.
Sebagai etiologi sekarang dianggap ketidakseimbangan endokrin. Testosterone
dianggap mempengaruhi bagian tepi prostat , sedangkan estrogen ( dibuat oeh
kelenjer adrenal ) mempengaruhi bagian tengan prostat.
Selain itu dalam keadaan stres, tubuh memproduksi lebih banyak steroid stres
(karsitol) yang dapat menggeser produksi DHEA (dehidroepianandrosteron). DHEA
berfungsi mempertahankan kadar hormon seks yang normal, termasuk testosteron.
Stres kronis menyebabkan penuaan dini dan penurunan fungsi testis pria. Kolesterol
tinggi juga dapat mengganggu keseimbangan hormonal dan menyebabkan terjadinya
pembesaran prostat.
Faktor lain adalah nikotin dan konitin ( produk pemecahan nikotin) yang
meningkatkan aktifitas enzim perusak androgen, sehingga menyebabkan penurunan
kadar testosteron.

C. Manifestasi Klinis
1. Pasien BPH dapat menunujukkan berbagai macam tanda dan gejala. Gejala BPH
berganti – ganti dari waktu ke waktu dan mungkin dapat semakin parah, menjadi
stabil atau semakin buruk secara spontan
2. Berbagai tanda dan gejala dapat di bagi dalam dua kategori: obstruksi (terjadi
ketika faktor dinamis dan atau faktor static mengurangi pengosongan kandung
kemih ) dan iritatif ( hasil dari obstruktif yang sudah berjalan lama pada leher
kandung kemih ( Yuliana elin, 2011 )

Kategori keparahan BPH berdasarkan tanda dan gejala

Keparahan penyakit Kakhasan tanda dan gejala

Ringan  Asimtomatis
 Kecepatan urinary puncak < 10 ml/s
 Volume urine residual setelah pengosongan > 25 – 50 ml
 Peningkatan BUN dan kreatini serum
Sedang Semua tanda diatas ditambah obstruktif penghilangan gejala dan
iritatif penghilangan gejala ( tanda dari detrusor yang tidak stabil )

Parah Semua yang diatas ditambah satu atau dua lebih komplikasi BPH
Jenis penanganan pada pasien dengan tumor prostat tegantung pada berat gejala
kliniknya. Berat derajat gejala klinik di bagi menjadi empat gradasi berdasarkan penemuan
pada cocok dubur dan sisa volume urin. Seperti yang tercantu berikut ini :

Derajat Colok dubur Volume


I Penonjolan prostat, atas mudah di raba <50 ml
II Penonjolan prostat jelas, batas atas dapat di raba 50 -100 ml
III Batas atas prostat tidak dapat di raba >100 ml
IV Batas atas prostat tidak dapat di raba Retensi urin total

Menurut R. Sjamsuhidayat dan wim de jong, 2002

1. derajat satu biasanya belum memerluka tindakan bedah, di beri pengobatan


konservatif
2. derajat dua merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan baisanya dianjurkan
reseksi endoskopik melalui uretra
3. derajat tiga reseksi endoskopik dapat di kerjakan, bila diperkirakan prostate sudah
cukup besar, reseksi tidak cukup 1 jam sebaiknya dengan pembedahan terbuka
melalui trans vesikal retropublik/perianal
4. derajat empat tindakan harus segera di lakukan membebaskan klien dari retensi urin
total dengan pemasangan kateter

D. Anatomi dan Fisiologi


1. Anatomi

Kelenjar prostate adalah suatu kelenjar fibro muscular yan melingkar Bledder
neck dan bagian proksimal uretra. Berat kelenjar prostat pada orang dewasa kira-kira
20 gram dengan ukuran rata-rata : panjang 3,4 cm, lebar 4,4 cm, tebal 2,6 cm. Secara
embriologis terdiri dari 5 lobus yaitu lobus medius 1 buah, lobus anterior 1 buah,
lobus posterior 1 buah, lobus lateral 2 buah. Selama perkembangannya lobus medius,
lobus anterior dan lobus posterior akan menjadi satu disebut lobus medius. Pada
penampang lobus medius kadang-kadang tidak tampak karena terlalu kecil dan lobus
ini tampak homogen berwarna abu-abu, dengan kista kecil berisi cairan seperti susu,
kista ini disebut kelenjar prostat.
Pada potongan melintang uretra pada posterior kelenjar prostat terdiri dari:
a. Kapsul anatomis.
Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler. Jaringan
kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok bagian :
1. Bagian luar disebut kelenjar sebenarnya.
2. Bagian tengah disebut kelenjar sub mukosal, lapisan ini disebut juga sebagai
adenomatus zone.
3. Di sekitar uretra disebut periuretral gland. Saluran keluar dari ketiga kelenjar
tersebut bersama dengan saluran dari vesika seminalis bersatu membentuk
duktus ejakulatoris komunis yang bermuara ke dalam uretra. Menurut Mc Neal,
prostat dibagi atas: zona perifer, zona sentral, zona transisional, segmen
anterior dan zona spingter preprostat. Prostat normal terdiri dari 50 lobulus
kelenjar. Duktus kelenjar-kelenjar prostat ini lebih kurang 20 buah, secara
terpisah bermuara pada uretra prostatika, dibagian lateral verumontanum,
kelenjar-kelenjar ini dilapisi oleh selaput epitel torak dan bagian basal terdapat
sel-sel kuboid (Anderson, 1999).

2. Fisiologi
Pada laki-laki remaja prostat belum teraba pada colok dubur, sedangkan pada
orang dewasa sedikit teraba dan pada orang tua biasanya mudah teraba.
Sedangkan pada penampang tonjolan pada proses hiperplasi prostat, jaringan
prostat masih baik. Pertambahan unsur kelenjar menghasilkan warna kuning
kemerahan, konsisitensi lunak dan berbatas jelas dengan jaringan prostat yang
terdesak berwarna putih ke abu-abuan dan padat. Apabila tonjolan itu ditekan,
keluar cairan seperti susu. Apabila jaringan fibromuskuler yang bertambah
tonjolan berwarna abu-abu padat dan tidak mengeluarkan cairan sehingga batas
tidak jelas. Tonjolan ini dapat menekan uretra dari lateral sehingga lumen uretra
menyerupai celah. Terkadang juga penonjolan ini dapat menutupi lumen uretra,
tetapi fibrosis jaringan kelenjar yang berangsur-angsur mendesak prostat dan
kontraksi dari vesika yang dapat mengakibatkan peradangan (Brunner &
Suddarth,2002).

E. Gejala Klinik BPH


1. Penyempitan uertra yang menyebabkan kesulitan berkemih.
2. Retensi air kemih dalm kandung kemih yang menyebabkan dilatasi kandung kemih,
hipertrofi kandung kemih dan cystitis.
3. Ferkuensi berkemih bertambah
4. Berkemih pada malam hari
5. Kesulitan dalam hal memulai dan menghentikan berkemih
6. Air kemih masih tetap menetes stelah selesai berkemih
7. Rasa nyeri pada waktu berkemih
8. Kadang – kadang tanpa sebab yang diketahui, penderita sama sekali tidak dapat
berkemih sehingga harus dikeluarkan dengan kateter
9. Selain gejala – gejala diatas oleh karena air berkemih selalu terasa dalam kandung
kemih, maka mudah sekali terjadi cytitis dan selanjutnya kerusakan ginjal yaitu
hydroneprosis, pyieloneprosis.

3 cara pengukuran besarnya hipertropi prostat


1. Rectal grading, yaitu dengan rectal toucher diperkirakan berapa cm prostat yang
menonjol kedalam lumen rectum yang dilakukan sebaiknya pada saat buli – buli
kosong.
Gradasi ini adalah :
a. 0 – 1 cm : grade 0
b. 1 – 2 cm : grade 1
c. 2 – 3 cm : grade 2
d. 3 – 4 cm : grade 3
e. 4 cm : grade 4

Pada grade 3 – 4 batas prostat tidak teraba. Prostat fibrotic, teraba lebih kecil dari
normal.

2. Clinical grading, dalam hal ini urin menjadi patokan . pada pagi hari setelah
bangun pasien disuruh kencing sampai selesai , kemudian dimasukkan kateter
kadalam buli – buli untuk mengukur sisa urine.
a. Sisa urine 0 cc : normal
b. Sisa urine 0-50 cc : grade 1
c. Sisa urine 50-100 cc : grade 2
d. Sisa urine > 150 cc : grade 3
e. Tidak bisa kencing : grade 4
3. Intra urethra grading, dengan alat perondoskop dengan diukur / dilihat beberapa
jauh penonjolan lobus lateral ke dalam lumen urethra.
a. Grade 1 :
Clinical grading sejak berbulan – bulan, bertahun – tahun, mengeluh kalau
kencing tidak lancar, pancaran lemah, nokturia.
b. Grade II :
Bila miksi terasa panas, sakit, disuria.
c. Grade III :
Gejala makin berat.
d. Grade IV :
Buli – buli penuh, disuria, overflow incontinence, bila overlow inkotinence
dibiarkan dengan adanya infeksi dapat terjadi urosepsis berat. Pasien
menggigil, panas 40 – 41 ⁰ C, kesadaran menurun.

F. Patofisiologi
BPH terjadi pada umur yang semakin tua ( > 45 tahun ) dimana fungsi tetstis
sudah menurun. Akibat penurunan fungsi testis ini menyebabkan ketidakseimbangan
hormone testosterone dan dehidrotestosteron sehingga memacu pertumbuhan /
pembesaran kelenjer prostat.
Makroskopik dapat mencapai 60 – 100 gram dan kadang – kadang lebih besar
lagi hingga 200 gram atau lebih.
Tonjolan biasanya terdapat pada lobus lateralis dan lobus medius, tetapi tidak
mengenai bagian posterior dari pada lobus medialis, yaitu bagian yang dikenal
sebagai lobus posterior, yang sering merupakan tempat berkembengnya karsinoma
( Moore ).
Tonjolan ini dapat menekan urethra dari lateral sehingga lumen urethra
menyerupai celah, atau menekan dari bagian tengah. Kadang – kadang penonjolan itu
merupakan suatu polip yang sewaktu – waktu dapat menutup lumen urethra.
Pada penampang, tonjolan itu jelas dapat dibedakan dengan jaringan prostat yang
masih baik. Warnanya bermacam – macam tergantung pada umur yang bertambah.
Apabila yang bertambah terutam unsure kelenjer, maka warnanya kuning
kemerahan, berkonsistensi lunak dan terbatas tegas dengan jaringan prostat yang
terdesak, yang berwarna putih keabu-abuan dan padat. Apabila tonjolan itu ditekan
maka akan keluar cairan seperti susu.
Apabila umur fibromuskuler yang bertambah, maka tojolan berwarna abu – abu
padat dan tidak mengeluarkan cairan seperti halnya jaringan prostat yang terdesak
sehingga batasnya tidak jelas.
Gambaran mikroskopik juga bermacam – macam tergantung pada unsure yang
berpoliferasi. Biasanya yang lebih berpoliferasi adalah unsure kelenjer sehingga
terjadi penambahan kelenjer dan terbentuk kista – kista yang dilapisi oleh epitel torak
atau koboid selapis yang pada beberapa tempat membentuk papil – papil kedalam
lumen. Membrane basalis masih utuh.
Kadang kadang terjadi penambahan kelenjer yang kecil- lecil sehingga
menyerupai adenokarsinoma. Dalam kelenjer sering terdapat secret granuler, secret
yang terlepas dan corpora anylacea.
Apabila unsure fibromuskuler yang bertambah, maka terjadi gambaran yang
terjadi atas jaringan ikat atau jaringan otot dengan elenjer – kelenjer yang letaknya
saling berjauhan. Gambaran ini juga dinamai hiperplasi fibrimatosa atau hiperplasi
leiomymatosa. Pada jaringan ikat atau jaringan otot biasanya terdapat serbukan
limfosit.
Selain gambaran diatas sering terdapat parubahan lain berupa :
a. Metaplasia skwamosa epitel kelenjer dekat uretra
b. Daerah infark yang biasanya kecil – kecil dan kadang – kadang terlihat
dibawah mikroskop.
Tanda dan gejala dari BPH adalah dihasilkan oleh adanya obstruksi jalan
keluar urin dari kandung kemih.

G. WOC

Hormon estrogen & Sel prostat umur prolikerasi


testosterone tidak Faktor usia
panjang abnormal sel strem
seimbang
Sel storma Sel yang mati Produksi stroma
pertumbuhan kurang dan epitel
berpacu berlebihan

prostat membesar

Penyempitan lumen TURP


ureter prostatika Resiko
iritasi mukosa Kurangnya
Perdarahan
kandung kencing, informasi
Obstruktsi terputusnyasyaraf
Rangsangan terhadapa
jaringankecil
diameter Pemasangan DC pembedahan
Hidro ureter
Hidronefritis
Retensi urin Nyeri akut Luka
Ansietas

tempat masuknya
Resiko Ketidak mikroorganisme
efektifan Gate kontrole
perfusi ginjal terbuka
Resiko Infeksi

Gangguan
eliminasi urin

H. Penatalaksanaan

1. Konservatif

2. Obat – obatan : antibiotika , jika perlu.

3. Self care :

a. Kencing dan minum teratur.

b. Rendam hangat, seksual intercourse

4. Pembedahan
Indikasi pembedahan pada BPH :
a. Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin/
b. akut (100 ml).
c. Klien dengan residual urin yaitu urine masih tersisa di kandun
d. kemih setelah klien buang air kecil > 100 Ml.
e. Klien dengan penyulit yaitu klien dengan gangguan sistem perkemihan seperti
retensi urine atau oliguria.
f. Terapi medikamentosa tidak berhasil.
g. Flowcytometri menunjukkan pola obstruktif.

Pembedahan dapat di lakukan dengan :


a. Retropubic prostatectomy
b. Perineal prostatectom:
Penyayatan dilakukan diantara skrotum dan anus.Digunakan jika diperlukan
prostatektomi radikal. Vasektomi biasanya dikakukan sebagai pencegahan
epididimistis. Persiapan buang hajat diperlukan sebelum operasi (pembersihan
perut, enema, diet rendah sisa dan antibiotik). Dan Setelah operasi balutan
perineal dan pengeringan luka (drainase) diletakan pada tempatnya kemudian
dibutuhkan rendam duduk.
c. Suprapubic / open prostatectomy : Penyayatan perut bagian bawah dibuat
melalui leher kandung kemih. Diperlukan perban luka, drainase, kateter foley,
dan kateter suprapubis setelah operasi.
d. Trans urethtral resection ( TUR ), yaitu : suatu tindakan untuk menghilangkan
obstruksi prostat dengan menggunakan cystoscope melalui urethra. Tindakan
ini dilakukan pada BPH grade I.
Kontraindiksi tindakan pembedahan :
Orang tua dengan :
1) Decompensasi kordis
2) Infark jantung baru
3) Diabetes mellitus
4) Malnutrisi berat
5) Dalam keadaan koma
6) Tekanan darah systole 200 – 260 mmHg
e. Hal – hal yang perlu diperhatikan pada pasien post Tur prostat.
1. Drainase urine, meliputi : kelancaran, earna, jumlah, cloting
2. Kebutuhan cairan : minum adekuat ( ± 3 liter/hari )
3. Program “ bladder training “ yaitu latihan kontraksi otot – otot perineal
selama 10 menit dilakukan 4 kali sehari.
4. Dan menentukan jadwal pengososngan kandung kemih : bokong pasien
diletakkan diatas stekpan / pispot atau pasien diminta ke toilet selama 30
menit – 2 jam untuk berkemih.
5. Diskusikan pemakaian kateter intermiten
6. Monitor tumbul tanda – tanda infeksi ( kalor, dolor, rubor, tumor,
fungsulaesa )
7. Rawat kateter secara steril tiap hari. Pertahankan posisi kateter, jangan
sampai tertekuk.
8. Jelaskan pola eliminasi dan pola seksual
9. Fungsi normal kandung kemih akan kembali pada waktu 2-3 minggu ,
namun dapat juga sampai 8 bulan yang perlu diikuti dengan latihan perineal
/ kegel exercise.

I. Komplikasi
1. Urynaria traktus infection
2. Retensi urin akut
3. Obstruksi dengan dilatasi uretra, hydronefrosis dan gangguan fungsi ginjal.

Bila operasi bosa terjadi


a. Impotensi ( kerusakan nevron pundedes )
b. Hemoragic paska bedah
c. Fistula
d. Striktur paska bedah
e. Inkontinensia urin
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN BPH

A. Pengkajian

1. Identitas
Biasanya berisi nama, Jenis kelamin, tanggal masuk, no rekam medic, penanggung
jawab, dan lain – lain

2. TTV
Tekanan Darah : Biasanya Meningkat
Nadi : Biasanya takikardi
Pernapasan : Biasanya meningkat
Suhu : Biasanya Meningkat

3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya klien pernah mengalamu ketidakseimbangan endokrin, kolesterol
tinggi, mengalami stres kronis dan suka mengkonsumsi dan konitin

b. Riwayat Kesehatan Sekarang


Biasanya klien mengatakan ferkuensi berkemih bertambah Berkemih pada
malam hari Kesulitan dalam hal memulai dan menghentikan berkemih Air kemih
masih tetap menetes stelah selesai berkemih Rasa nyeri pada waktu berkemih
Kadang – kadang tanpa sebab yang diketahui, penderita sama sekali tidak dapat
berkemih sehingga harus dikeluarkan dengan kateter

c. Riwayat Kesehatan Keluarga


Biasanya penyakit ini bukan herediter

4. Pemeriksaan Fisik

a. Rambut dan hygiene kepala


Biasanya kulit kepala bersih, rambut tidak rontok
b. Wajah

Biasanya pada wajah klien tidak edema.

c. Mata

Biasanya mata simetris kiri dan kanan, sklera tidak ikterik dan tidak terdapat edema
pada palpebra.

d. Hidung

Biasanya hidung tidak ada luka, tidak ada sputum dan sekret.

e. Telinga

Biasanya tidak ada peradangan pada telinga.

f. Leher

Biasanya tidak ada pembesaran kelenjer paratiroid dan pembesaran kelenjer getah
bening.

g. Thorak

I : biasanya dada simetris kiri dan kanan

P : Biasanya vokal premitus teraba

P : Biasanya terdapat bunyi sonor

A : Biasanya vesikuler

h. Jantung

I : Biasanya ictus cordis tidak terlihat

P : Biasanya ictus cordis teraba

P : Biasanya bunyi jantung pekak

A : Biasanya BJ I dan II teratur

i. Abdomen
I : Biasanya abdomen klien simetris kiri dan kanan, perut membucit

A : Biasanya ada bising usus

P : Biasanya akan teraba pembesaran ginjal

P : Biasanya pasien merasa nyeri saat di perkusi

j. Genita urinaria
Biasanya terdapat gangguan eliminasi dan klien biasanya terpasang kateter.

k. Ekstremitas
Biasanya klien mengalami nyeri sendi, kelemahan, kelelahan otot

l. Pola kebiasaan sehari


a. Eliminasi :
Sehat : Biasanya pola eliminasi klien lancar tidak ada endepan, dan berbau khas
Sakit : Biasanya klien sulit berkemih, berkemih pada malam hari, sulit dalam
menghentikan dan memulai berkemi, dan nyeri pada waktu berkemih

b. Makanan :
Sehat : Biasanya klien makan 3 kali sehari dengan porsi di habiskan
Sakit : Biasanya klien makan 3 kali sehari dengan porsi tidak di habiskan

c. Aktifitas:
Sehat : Biasanya aktifias klien mandiri tidak di bantu oleh keluarga
Sakit : Biasanya aktifitas klien di bantu keluarga

B. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan agent injuri fisik ( spasme kandung kemih )
2. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan sumbatan saluran pengeluaran pada
kandung kemih; Benigna Prostatic Hyperplasia
3. Ansietes berhubungan dengan penurunan produktifitas
4. Resiko perdarahan berhubungan dengan iritasi mukosa kandung kemih,terputusnya
jaringan
5. Resiko Ketidakefektifan perfusi ginjal berhubungan dengan hidronefritis
6. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan sebagai efek sekunder dari
prosedur pembedahan

C. Intervensi

NO DIAGNOSA NOC NIC


1. Nyeri akut 1. Pain Level Pain Management
2. pain control 1. Lakukan pengkajian nyeri
berhubungan dengan
3. Comfort level
secara komprehensif termasuk
agent injuri fisik
Kriteria Hasil : lokasi, karakteristik, durasi,
( spasme kandung
1. Mampu mengontol
frekuensi, kualitas dan faktor
kemih )
nyeri( tahu penyebab
predisposisi
nyeri, mampu 2. Observasi reaksi nonverbal dari
menggunakan teknik ketidaknyamanan
3. Kaji kultur yang mempengaruhi
nonfarmakologi untuk
respon nyeri
mengurangi nyeri)
4. Kontrol lingkungan yhang dapat
2. Melaporkan bahwa
mempengaruhi nyeri seperti
nyeri berkurang dan
suhu ruangan, kebisingan dan
menggunakan
lain – lain
manajemen nyeri.
5. Kurangi faktor presipitasi nyeri
3. Mampu mengenali
6. Ajarkan tentang teknik non
nyeri (skala,intensitas,
farmakologi
frekuensi dan tanda 7. Tingkatkan istirahat
8. Kolaborasi dengan dokter
nyeri)
Analgesik Adminitration
1. Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat
2. Cek intruksi dokter tentang
jenis obat
3. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian obat
4. Berikan anagesik tepat eaktu
terutama saat nyeri hebat

2 Gangguan eliminasi Urinary elimination Urinary Retentation Care


Urinary Contiunence
urin berhubungan 1. Lakukan penilaian kemih ya g
dengan sumbatan Kriteria Hasil komprehensif berfokus pada
1. Kandung kemih
saluran pengeluaran inkotenensia (misalnya out put
kosong secara penuh
pada kandung urin, pola berkemih, fungsi
2. tidak ada residu urin
kemih; Benigna kognitif)
>100 – 200 cc
2. Memantau penggunaan obat
Prostatic 3. intake cairan dalam
dengan sifat antikolinergik
Hyperplasia rentang normal
3. Memonitor efek obat yang di
4. tidak ada spasme
resepkan
bladder
4. Merangsang refleks kandung
5. balance cairan
kemih dengan menerapkan
seimbang
dingin untuk perut
5. Sediakan waktu yang cukup
untuk pengosongan kandung
kemih ( 10 menit )
6. Masukkan kateter kemih
7. Memantau asupan dan keluaran
8. instruksikan cara – cara untuk
menghindari konstipasi
3 Ansietes Anxiety self – control Anxiety Reduction ( penurunan
berhubungan dengan Anxiety level kecemasan )
penurunan Coping 1. Gunakan pendekatan yang
produktifitas menenangkan
2. Nyatakan dengan jeals harapan
Kriteria Hasil :
terhadap prilaku pasien
1. Klien mampu
3. Jelaskan semua prosedur dan
mengidentifikasi dna
apa yang di rasakan selama
mengungkapkan
prosedur
gejala cemas 4. Pahami prespektif pasien
2. mengidentifikasi,
terhadap situasi stres
mengungkapkan, dan 5. Identifikasi tingkat kecemasan
6. Bantu pasien mengenal situasi
menunjukkan teknik
yang menimbulkan kecemasan
untuk mengontrol
7. Dorong pasien
cemas mengungkapkan perasaan
3. Vital sign dalam batas
takut, ketakutan, persepsi
normal 8. Instruksikan pasien
4. Postur tubuh, ekspresi
menggunakan teknik relaksasi
wajah, dan tingkat
aktivitas
menunjukkan
berkurangnya
kecemasan
4 Resiko perdarahan Blood lose severity Bleeding precautions
berhubungan dengan Blood koagulation 1. Monitor tanda – tanda
iritasi mukosa pendarahan
2. Catat nilai Hb dan HT sebelum
kandung Kriteria Hasil
dan sesudah terjadinya
kemih,terputusnya 1. Tidak ada hamaturia
perdarahan
jaringan dan hematemesis
3. Monitor TTV
2. Kehilangan darah
4. Kolaborasi dalam pemberian
yang terlihat
produk darah
3. Tekanan darah dalam
5. Lindungi klien dari trauma
batas normal
yang dapat menyebabkan
pendarahan
6. Anjurkan pasien meningkatkan
intake makanan yang banyak
mengandung vitamin K
7. Kurangi faktor stres
8. Berikan cairan intravena
5 Resiko Circulation status NIC
Ketidakefektifan Elektrolit and acid Acid-Base Management
perfusi ginjal Base and fluid balance 1. Observasi status hidrasi
berhubungan dengan Hidration ( kelembaban, membran
hidronefritis mukosa, TD ortostatik dan
Kriteria hasil : keadaekuatan dinding nadi )
1. Tekanan sistol dan 2. Monitor HMT, ureum,
diastol dalam batas albumin, total protein, serum
normal osmolalitas, dan urine
2. Tidak ada gangguan 3. Observasi tanda – tanda cairan
mental, orientasi berlebih
kognitif 4. Pertahankan intake dan output
3. Na, K, Cl, Ca Mg, secara akurat
BUN, creat dan biknat 5. Monitor TTV
dalam batas normal
4. Tidak ada distensi vena Pasien hemodialisis
leher 1. Observasi terhadap dehidrasi
5. Warna dan bau urine 2. Monitor TD
dalam batas normal 3. Timbang BB sebelum dan
sesudah prosedur
4. Kaji status mental
6 Resiko infeksi NOC NIC
berhubungan dengan Immune status Infection Control : ( Infeksi
kerusakan jaringan Knowledge : Infection kontrol )
sebagai efek control 1. Bersihkan lingkungan setelah
sekunder dari Risk control di pakai pasien lain
prosedur 2. Pertahankan teknik isolasi
pembedahan Kriteria Hasil : 3. Instruksikan pada pengunjung
1. Klien bebas dari tanda untuk mencuci tangan saat
dan gejala infeksi berkunjung dan setelah
2. Mendeskripsikan berkunjung meninggalkan
proses penularan pasien
penyakit, factor yang 4. Cuci tangan setiap sebelum
mempengaruhi dan sesudah tindakan
penularan serta perawatan
penatalaksanaannya 5. Gunakan baju, sarung tangan
3. Menunjukkan sebagai alat palindung
kemampuan untuk 6. Tingkatkan intake nutrisi
mencegah timbulnya 7. Inspeksi kulit dan membran
infeksi mukosa terhadap kemerahan,
panas drainase.
8. Inspeksi kondisi luka/insisi
bedah
9. Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
10.Ajarkan pasien cara
menghindari infeksi

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Beningn prostatic hyperplasia (BPH) adalah suatu kondisi yang sering terjadi
sebagai hasil dari pertumbuhan dan pengendalian hormon prostat Penyebab yang
pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui secara pasti : tetapi
beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hyperplasia prostate erat kaitannya dengan
peningkatan kadar dihidrotestosteron ( DHT ) dan proses penuaan Mulai ditemukan
pada umur kira –kira 45 tahun dan frekuensi makin bertambah sesuai dengan
bertambahnya umur, sehingga diatas umur 80 tahun kira – kira 80 % menderita
kelainan ini. Pasien BPH dapat menunujukkan berbagai macam tanda dan gejala.
Gejala BPH berganti – ganti dari waktu ke waktu dan mungkin dapat semakin parah,
menjadi stabil atau semakin buruk secara spontan BPH terjadi pada umur yang
semakin tua ( > 45 tahun ) dimana fungsi tetstis sudah menurun. Akibat penurunan
fungsi testis ini menyebabkan ketidakseimbangan hormone testosterone dan
dehidrotestosteron sehingga memacu pertumbuhan / pembesaran kelenjer prostat.
B. Saran

Penulis berharap kepada para pembaca untuk memberikan kritik dan saran
demi perbaikan makalah kami, lebih kurang kami mohon maaf jika ada
kekurangan dari makalah kami

DAFTAR PUSTAKA

Huda, Amin. 2013. Aplikasi asuhan keparawatan berdasarkan diagnosa medis & NANDA
NIC – NOC. Jakarta : Media action

Muttaqin, Arif,dkk. 2011 “ asuhan keperawatan system perkemihan”.jakarta. salemba medika

Rendy , clevo.M,dkk.2012 “ asuhan keperawatn medical bedah dan penyakit dalam”.


Yogyakarta. Nuha medika

You might also like